Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,

terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau

surfaktan yang cocok (Anief, 2004; 132).

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya tedispersi dalam

cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (Dirjen POM, 1995; 6).

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak

tercampur biasanya mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat

terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain (Purwatiningrum, 2012; 1).

Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair juga dapat berupa

sediaan setengah padat. Penggunaan sediaan ini, pada saat ini makin populer

karena dapat digunakan untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar.

Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak

mau bercampur, dimana cairan yang lain dalam bentuk butir-butir halus karena

distabilkan oleh komponen ketiga yaitu emulgator. Dalam pembuatan suatu

emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan

karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang

digunakan (Nurhayati, 2016; 42).

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase

terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air

dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase

terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa,

sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak (Syamsuni, 2006; 67).

Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang

ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophhilic-lipophilic Balance). Akan tetapi


dalam kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB dengan harga yang

dibutuhkan oleh semua emulsi. Oleh karena itu, sering digunakan emulgator

kembinasi (Nurhayati, 2016; 45).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,

terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau

surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang

tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi

menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dalam praktikum ini akan

dilakukan percobaan dengan pembuatan suatu emulsi dengan menggunakan

kombinasi emulgator dengan perbandingan beberapa emulsi yang dibuat stabil.

Tipe-tipe emulsi menurut (Gennaro, 1969; 298), yaitu:

1. M/A (minyak/air) Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-

tetesan dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.

2. A/M (air/minyak) Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium

pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.

3. Emulsi Ganda Dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan bahan

aktif.

Dalam tipe emulsi ini, dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk emulsi

A/M/A atau M/A/M. Emulsi mana yang terjadi, tergantung dari emulgatornya.

Jika emulgator larut dalam air, maka terbentuk emulsi O/W. Jika emulgator larut

dalam minyak maka terbentuk emulsi W/O. Sedangkan tipe-tipe emulsi menurut

Lachman (1994: 1030) adalah jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam

fase air, fase kontinyu, maka emulsi disebut minyak dalam air (M/A). Jika minyak

merupakan fase kontinyu, emulsi merupakan tipe air dalam minyak (Lachman,

1994; 1030).

Telah diamati bahwa emulsi M/A kadang-kadang berubah menjadi emulsi

A/M atau sebaliknya (inversi). Dua tipe emulsi tambahan yang digolongkan

sebagai emulsi ganda, tampaknya diterima oleh para ahli kimia. Secara
keseluruhan memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan karakteristik

minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam air

(A/M/A).

Komponen emulsi menurut (Syamsuni, 2006; 119), yaitu:

1. Fase dispers/fase internal/fase diskontinu/fase terdispersi/fase dalam, yaitu

zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.

2. Fase eksternal/fase kontinu/fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam

emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.

3. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan

emulsi.

4. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke

dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,

odoris, colouris, pengawet, dan anti oksidan (Syamsuni, 2006; 119).

Kekurangan emulsi menurut (Jenkins, 1957; 314), emulsi memiliki

cracked (pecahan) dan bagian terdistribusi di dalam fase internal adalah bahan

yang harus selalu dikocok dalam mikstura. Sedangkan, menurut Ansel (1989:

377), kerugian emulsi yaitu, adanya penggabungan bulatan-bulatan fase dalam

dan pemisahan fase menjadi satu lapisan.

Menurut Lachman (1994: 1034), mekanisme kerja emulgator adalah

sebagai berikut:

1. Penurunan Tegangan Permukaan

Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antar muka

yang dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka

adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang

memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak

efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka

yang baik sekali, bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai

zat pengemulsi.
2. Pembentuk Lapisan Antarmuka

Pembentukan lapisan-lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan

tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu

lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada

permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan

molekul amfifilik untuk mengatur dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan

bagian hidrofilik pada fase air. Juga sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif

permukaan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi

pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler.

3. Penolakan Elektrik

Stabilitas emulsi dipengaruhi salah satunya oleh harga HLB (Hidrophilic

and Lipophilic Balance), yaitu suatu karakteristik surfaktan yang menunjukkan

keseimbangan antara hidrofil dan lipofil, apabila surfaktan dimasukkan kedalam

emulsi W/O, maka gugus hidrofil akan ke fase air sedangkan gugus lipofil akan ke

fase minyak, sehingga HLB besar artinya surfaktan bersifat hidrofil,dan HLB

kecil artinya surfaktan bersifat lipofil.

4. Padatan Terbagi Halus

Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan

terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai

stabilitas fisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai

emulgator (Lachman, 1994; 1034).

Dalam menentukan tipe emulsi, dilakukan dengan metode pewarnaan dan

metode cincin. Pada metode pewarnaan, digunakan metilen blue sebagai

indikator, zat ini larut dalam air, bila emulsi terwarnai seragam maka termasuk

emulsi tipe o/w karena mediumnya berupa air. Untuk emulsi dengan emulgator

kombinasi tween 80 dan span 80 didapatkan hasil warna seragam biru ini

menunjukkan bahwa emulsi ini termasuk emulsi tipe o/w. Sedangkan untuk

emulsi dengan emulgator Na-CMC, warna tidak seragam biru menunjukkan


termasuk emulsi tipe w/o. Pada metode cincin, emulsi yang diteteskan di kertas

saring dan membentuk cincin air disekeliling tetesan maka termasuk emulsi tipe

o/w karena medium dispersnya berupa air sehingga jumlah air lebih banyak

dibanding jumlah air sehingga bisa membentuk cincin. Baik untuk emulsi dengan

emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 maupun untuk emulsi dengan emulgator

Na-CMC, didapatkan hasil yang membentuk cincin, ini menunjukkan bahwa

emulsi tipe o/w. Ada hasil yang berbeda pada emulsi dengan emulgator Na-CMC

dari metode pewarnaan dengan metode cincin, hal ini bisa disebabkan emulsi

yang belum homogen dan stabil saat dilakukan pengamatan (Lachman, 1994;

1036-1037).

B. Maksud dan Tujuan Percobaan

1. Maksud Percobaan

Dapat mengetahui dan memahami cara meracik atau membuat sediaan

yang baik dan benar, hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan

sediaan serta cara penyimpanan sediaan.

2. Tujuan Percobaan

Mampu mengetahui dan memahami sediaan emulsi, mengetahui cara

penggunaan sediaan emulsi, mengetahui dan memahami penyimpanan sediaan

emulsi, serta memahami cara pembuatan sediaan emulsi.

C. Prinsip Percobaan

Penentuan cara pembuatan sediaan emulsi menggunakan metode

trituration, dimana pencampuran dilakukan dalam lumpang dan alu,

menggunakan zat aktif oleum ricini, gom arab sebagai emulgator, sorbitol sebagai

pemanis dan natrium benzoat sebagai pengawet, dan aqua destilata sebagai bahan

dasar pembuatan emulsi tipe minyak dalam air.


BAB II

FORMULASI

A. Formula Asli
Oleum Ricini

B. Rancangan Formula
Nama Produk : ERICIN
Jumlah Produk : 10 botol
Tanggal Formulasi : 17 Oktober 2019
Tanggal Produksi : 17 Oktober 2020
No. Registrasi : DBL 1902300332
No. Batch : E 20023003
Komposisi : Tiap 10 ml mengandung
Oleum Ricini 36 ml
Gom Arab 10 %
Natrium Benzoat 0,1 %
BHT 0,2 %
Sorbitol 20%
Na-CMC 0,25 %
Aquadest ad 100 ml

C. Master Formula
Diproduksi Tanggal Formulasi Tanggal Dibuat Disetujui
oleh Produksi Oleh Oleh
Nur
PT. K-Girls 17/10/2019 17/10/2020 KLP 1
Rahmadani
Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Perbotol Perbatch
01 – Ol.RI Oleum Ricini Zat aktif 36 ml 360 ml
02 – GOM Gom Arab Emulgator 11, 98 g 119, 85 ml
03 – Nat.Ben Natrium Benzoat Pengawet 0,1 g 1 ml
04 – BHT Butylhidroxytoluena Antioksidan 0,2 g 2 ml
05 - NaCMC Na – CMC Pemviskos 0,25 g 2,5 g
06 – SRB Sorbitol Pemanis 20 ml 200 ml
07 - AQS Aquadest Pelarut 31, 47 ml 314, 644 ml
D. Alasan Pembuatan Produk
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan

merata atau homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur

(Syamsuni, 2006; 120).

Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase cairan yang

tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik pada cairan yang

lainnya (Nurhayati, 2016; 81).

Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannya dalam farmasi. Dibedakan

antara emulsi cairan, yang ditentukan oleh kebutuhan dalam dan emulsi

penggunaan luar (Voight, R. 1994; 399).

Minyak jarak (oleum ricini) termasuk golongan pencahar rangsang karena

merangsang otot polos sehingga meningkatkan peristaltik dan sekresi lendir usus

(Purwantiningrum, 2015; 1).

Pencahar adalah obat yang digunakan untuk pelintasan dan pengeluaran

tinja dari kolon dan rektum (Sanjono, 2006; 23).

E. Alasan Penambahan Zat Aktif

Oleum ricini termasuk golongan pencahar rangsang karena merangsang

otot polos sehingga meningkatkan peristaltik dan sekresi lendir usus

(Purwantiningrum, 2015; 4).

Konstipasi adalah kesulitan defekasi karena tinja yang mengeras, otot

polos usus yang lumpuh, misalnya pada megakolon conginetal dan gangguan

refleks defekasi (Gunawara, 1995; 178).

Minyak jarak adalah minyak yang diperoleh dengan cara memeras laju

riannus communis suku cupberceae (Wisyowidagto, 2007; 204).

Suatu trigliserida asam risonoleat dan asam lemak jenuh (Ganiswara,

2007; 524.

Minyak jarak adalah minyak yang diperoleh dengan cara diubah dalam

usus halus menjadi asam risinoleat yang sangat inkatif terhadap usus dan segera

meningkatkan peristaltic (Myceak, 2001; 248).


Dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi

gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif

yang memiliki afek stimulasi terhadap usus halus (Tan, 2002: 207).

F. Alasan Penambahan Excipient

1. BHT (Butylhidroxytoluena)

Emulsi merupakan sistem koloid yang terdapat pada bahan pangan,

kosmetik, dan obat-obatan seperti juga pada sistem emulsi minyak utuh, reaksi

oksidasi lipid juga dapat terjadi dalam sistem emulsi minyak air, bahkan

dilaporkan sistem emulsi lebih mudah mengalami oksidasi atau stabilitas oksidatif

rendah dibandingkan minyak utuh (Schwarz, 2000; 48).

Penggunaan antioksidan dapat menghambat ketengikan, memperlambat

terjadinya ketengikan, menghambat pembentukan produk oksidasi yang bersifat

toksik yang diikuti penurunan kualitas gizi serta untuk memperpanjang masa

simpan makanan (Fatimah, 2008: 89).

BHT menghambat kerusakan oksidatif yang menyebabkan makanan

menjadi tengik selama proses distribusi dan penyimpanan sehingga banyak

digunakan industri dan penyimpanan sehingga banyak digunakan industri modern.

Sekarang ini dan diakui sebagai alternatif antioksidan (Dagestu, 2018; 14).

2. Sorbitol

Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita

diabetes. Nilai kalori makanan yang mengandung sorbitol sama dengan gula, tapi

rasa manisnya kira-kira 60% dari sukrosa (Goldberg, 1994; 213).

Konsumsi sukrosa sebagai pemanis mulai dikurangkan. Bahan pengganti

gula harus memenuhi syarat seperti mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak

mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak gigi. Dari penjelasan penggolongan

pengganti yang sesuai harus berasal dari gula alkohol. Sorbitol golongan gula

alkohol yang paling banyak digunakan di Indonesia (Soesilo, 2005; 26).


3. Natrium Benzoat

Salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan adalah asam benzoat.

Asam benzoat lebih banyak digunakan dalam bentuk garamnya karena

kelarutannya lebih baik daripada bentuk asamnya. Bentuk garam dari asam

benzoat yang banyak digunakan adalah natrium benzoat. Benzoat dan turunannya

dapat menghancurkan sel-sel mikroba (Nurisyah, 2018; 73).

Natrium benzoat bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan

pada makanan atau minuman yang bersifat asam (Winarno, 2013: 04).

Natrium benzoat memiliki toksisitas sangat rendah terhadap hewan

maupun manusia, sehingga saat ini benzoat dipandang tidak memiliki efek

karsinogenik (cacat bawaan) dan tidak mempunyai efek karsinogenik (Khumiyati,

2015; 528).

4. Na-CMC

Carboxy Methylcellulose adalah turunan dari selulosa dan ini sering

dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi

CMC adalah beberapa terpenting yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk

gel, pengemulsi dandalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran

antibiotik( Saputra, 2006; 04).

Mekanisme kerja Na-CMC sebagai stabilisator emulsi berhubungan erat

dengan kemampuannya yang sangat tinggi dalam mengikat air sehingga

meningkatkan viskositas larutan, dimana butir-butir Na-CMC bersifat hidrofilik

sehingga meningkatkan viskositas larutan menyerap air dan membengkak

(Sukawardani, 2013; 57).

Didalam sistem emulsi, hidrokoloid Na-CMC tidak berfungsi sebagai

penegemulsi tapi lebih berfungsi sebagai stabilisator (Fujiastuti, 2015; 14).

5. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/m dan untuk obat minum. Emulsi yang

terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat

dengan gom arab berdasarkan pada duafaktor, yaitu kerja gom sebagai koloid

pelindung dan terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju

pengendapannya cukup kecil, tetapi massa masih dapat dituang dalam botol

(Marie, 2015; 230).

Akasia berfungsi sebagai emulsion agent, stabilizing agent, suspending

agent; tablet binder; viskositas; increasing agent (Rowe, 2006; 01).

Gom arab sebagai emulgator adalah 10% (Maramis, 2017; 18).

6. Aquadest

Air murni dimaksudkan untuk penggunaan dalam pembutan bentu-bentuk

sediaan yang mengandung air (Ansel, 1989; 315).

Pelarut merupakan cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa

disebut zat pembawa. Contoh pelarut adalah air (Fikri, 2018; 16).

Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan sebagai pelarut

dalam sediaan farmasi (Goeswin, 2012; 66).

G. Uraian Bahan

1. Zat Aktif

a. Oleum Ricini (Rowe, 2006: 178)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Lipovol co, oleum ricini, ricinoleum, racinus

communis, ricimus oil.

Berat Molekul : 433, 4 g/mol

Rumus Molekul : C16H3O

Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan kental, transparan kuning pucat atau

hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari

bau asing dan tengik; rasa khas.

Kelarutan : Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan

etanol mutlak, dengan asam asetat glasial,

dengan kloroform dan dengan eter.

Inkompatibilitas : Inkom dengan agent oksidator kuat (zat

pengoksidasi kuat)

Stabilitas : Stabil dan tidak berubah tengik, kecuali

mengalami panas berlebih.

Indikasi : Laksativum

Kontraindikasi : Hipersensitivitas, obstruksi atau perkoasi saluran

cerna, gejala radang usus buntu.

Efek Samping : Pusing, kram perut, gangguan elektrolit,

hipotensi

Farmakologi : Oleum ricini merupakan trigliserida yang

berkhasiat sebagai laksansia. Didalam usus

halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan

menghasilkan Asam risinoleat yang

merangsang mukosa usus sehingga

mempercepat gerak peristaltik yang

menyebabkan pengeluaran isi usus secara

cepat.

Farmakokinetik : Didalam usus halus, minyak jarak dihidrolisis

oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam

risinoleat. Asam risinoleat inilah yang

merupakan bahan aktif yang memiliki efek

stimulasi terhadap usus.


Farmakodinamika : Minyak jarak diubah dalam usus halus menjadi

asam risinoleat yang sangat induktif terhadap

usus dan segera meningkatkan peristaltik.

Farmakoterapi : Dewasa (15-60 ml PO/sekali)

< 2 tahun (1 – 5 ml PO/sekali)

2 – 12 tahun (5 – 15 ml PO/sekali)

>12 tahun (15-60 ml PO/sekali)

Interaksi Obat : Amytriphyline, antidiabetes, diclofenak,

Omeprazole

Waktu Paruh : 2-6 jam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Zat Aktif

2. Zat Tambahan

a. Sorbitol (Rowe, 2006; 718), (Dirjen POM, 2014; 1210)

Nama Resmi : SORBITOL

Nama Lain : Sorbite, sorbitol, sorbitol instant, sorbegem

menitol.

Rumus Molekul : C6H14O6

Berat Molekul : 182, 17 g/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis,

warna putih, rasa manis

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, metanol dan asam asetat.

Stabilitas : Relatif lembab dan kampatibel dengan sebagian

besar eksipien. Stabil diudara, tanpa ada


katalis.

Inkompatibilitas : Devalent dan revalent ion logam dimasam kuat

dan suasana basa

Range : 20 – 35 %

PH : 4,5 – 7

Kegunaan : Pemanis

b. Natrium Benzoat (Rowe, 2006: 662), (Dirjen Pom, 2014: 721)

Nama Resmi : SODIUM BENZOATE

Nama Lain : Natrium benzoat, soberate, sodii benzos, sodium

benzeic acid

Rumus Molekul : C7H6NaO3

Berat Molekul : 144, 11 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Granul putih, atau cristalme, bersifat higroskopik

dalam bentuk serbuknya, tidak berbau atau

memiliki bau seperti benzoatnya, memiliki rasa

yang tidak manis.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol dan lebih. Mudah larut dalam etanol 90%.

Stabilitas : Larutan yang mengandung air dapat disterilkan

dengan autoclaving atau penyaringan.

Inkompatibilitas : Gelatin, garam besi, garam kalsium, dan garam

dari golongan logam, aluminium mercury,

kuanter kampount.

Range : 0,02 – 0,5 %

PH : 8,0
Kegunaan : Pengawet

c. Na - CMC (Rowe, 2009; 118-120), (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM

Nama Lain : Aqualen-CMC, Aquacarb, Carbose.

Berat Molekul : 694, 85 g/mol

Rumus Molekul : C23H46N2O6.H2SO4.H2O

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau putih kuning

gading tidak berbau/hampir tidak berbau,

higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol

(95%), dalam eter dan dalam pelarut organik.

PH : 6,5 – 8,5

Range : 0,25 – 1,0 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pemviskos

d. Gom Akasia (Rowe, 2006; 01)

Nama Resmi : ACACIA

Nama Lain : Acacia gum, arabic gum, gum acacia, gummi

mimasae.

Rumus Molekul : CH2OH

Rumus Struktur :
Pemerian : Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan

yang kental dan tembus cahaya.

Stabilitas : Larutan berair mengalami degradasi bakteri

disimpan dalam wadah kedap udara.

Range : 10- 20 %

PH : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Emulgator

5. Aquadest (Dirjen POM, 2014; 63)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Aquadest, air murni, air suling.

Berat Molekul : 81, 02 g/mol

Rumus Molekul : H2O

Rumus Struktur : O

H H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.
PH : 5 -7

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Pelarut

H. Perhitungan Bahan

1. Perbotol

a) Oleum Ricini : 36 ml

b) Na-CMC : 0,25/100 x 100 : 0,25 g


c) Gom Arab : 1/3 x 36 ml : 11, 98 g

d) Natrium Benzoat : 0,1/100 x 100 : 0,1 g

e) BHT : 0,2/100 x 100 : 0,2 g

f) Sorbitol : 20/100 x 100 : 20 ml

g) Aquadest : 100 – (36 + 0,25 + 11,98 + 0,1 + 0,2 + 20)

: 100 – 68,53 ml

: 31, 47 ml

2. Perbatch

a) Oleum Ricini : 36 ml x 10 : 360 ml

b) Na-CMC : 0,25 g x 10 : 2,5 g

c) Gom Arab : 11, 98 g x 10 : 119, 856 g

d) Natrium Benzoat : 0,1 g x 10 :1g

e) BHT : 0,2 g x 10 : 2 ml

f) Sorbitol : 20 ml x 10 : 200 ml

g) Aquadest : 31, 47 ml x 10 : 314, 644 ml

3. Penambahan 10%

a) Oleum Ricini : 10/100 x 360 g : 36 ml

b) Na-CMC : 10/100 x 2,5 g : 0,25 g

c) Gom Arab : 10/100 x 119, 85 ml : 11, 98 g

d) Natrium Benzoat : 10/100 x 2 g : 0,1 g

e) BHT : 10/100 x 2 ml : 0,2 g

f) Sorbitol : 10/100 x 200 ml : 20 ml

g) Aquadest : 10/100 x 314,644 : 31, 46 ml

I. Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang semua bahan

Oleum ricini 39,6 ml


Na-CMC 0,275 g

Gom Arab 13,178 g

Na. Benzoat 0,11 g

BHT 0,22 ml

Sorbitol 22 ml

3. Dimasukkan gom arab dalam lumpang sebanyak 0,275 g, lalu ditambahkan

air panas 2,75 ml. Gerus kuat hingga terbentuk mucilago (Campuran 1).

4. Dimasukkan gom arab dalam lumpang sebanyak 13, 178 g, larutkan

dengan aquadest 1,7 ml. Gerus kuat hingga terbentuk mucilago (Campuran

2).

5. Ditambahkan campuran I kedalam campuran II, gerus hingga homogen.

6. Dilarutkan BHT 0,02 g dalam oleum ricini 39,6 ml

7. Dimasukkan campuran BHT dan oleum ricini kedalam mucilago

8. Ditambahkan sorbitol 22 ml, lalu dihomogenkan.

9. Dilarutkan 0,11 g Natrium Benzoat yang telah larut dalam Aquadest

secukupnya

10. Dimasukkan Na. Benzoat yang telah larut dalam campuran mucilago,

gerus hingga homogen

11. Dimasukka kedalam botol cokelat

12. Cukupkan aquadest hingga 100 ml.

J. Evaluasi

1. Evaluasi Organoleptis
Untuk mengetahui kesesuaian produk akhir dalam hal bau, rasa dan

warna dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses formulasi. Menguji

bau, rasa dan warna menggunakan indera.

2. Volume Terpindahkan

Mengetahui dan memastikan bahwa volume terpindahkan dari emulsi

sama dengan volume yang sudah tertera di etiket pada saat dipindahkan ke

wadah lain. Dituang ke botol dari tiap botol secara perlahan ke dalam gelas

ukur. Untuk menghindari adanya gelombang udara pada waktu penuangan

maka ditunggu hingga ± 30 menit. Jika sudah dituang, maka dilakukan

pengukuran volume tiap wadah. Volume rata-rata tiap wadah sebesar tidak

kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari

volume etiket (Depkes RI, 1995).

3. Uji Penetapan Bobot Jenis

Ditetapkan dnegan menggunakan alat piknometer, selanjutnya bereat

jenis dihitung dengan berat jensi yang telah ditentukan (Depkes RI, 1995).

Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikase untuk menetapkan bobot

piknometer kosong dan bobot didalam piknometer pada suhu 25 oC. Zat uji

dimasukkan ke piknometer pada suhu 20oC. Piknometer diatur hingga suhu

25oC dengan sisa zat uji dituang lalu ditimbang. Bobot jenis dihitung dengan

rumus.

4. Uji Homogenitas

Pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak pada sediaan yang

lebih dikocok (bagian atas, tengah, bawah). Sampel diteteskan di helas objek

dan diratakan dengan kaca/gelas objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.

Susunan yang dibentuk diamati secara visual (Depkes RI, 1995).

5. Uji Penetapan pH
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Ph meter.

Sebelumnya pH meter dibakukan terlebih dahulu kemudian dibersihkan

dengan aquades dan dilap dengan tissue. pH meter dimasukkan ke dalam

emulsi yang sudah jadi hingga pH sesuai dengan rentang yang diharapkan.

Apabila tidak sesuai maka harus diadjust pH dengan menggunakan larutan

yang sesuai.

6. Uji Penerapan Tipe Emulsi

Digunakan zat warna yang larut air, seperti metilen blue/biru brilliant

CFC, Zat warna diteteskan pada permukaan emulsi. Apabila zat warna

berdifusi homogen pada fase eksternal berupa air maka tipe emulsi adalah o/w.

Jika zat warna tampak sebagai tetsan difase internal maka tipe emulsi w/o. Hal

sebaliknya akan terpadu apabila digunakan zat warna sudan III (larut lemak).

7. Uji Kejernihan

Kejernihan dilihat dengan menggunakan tabung reaksi yang dimasukkan

zat uji dan zat padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan

volume larutan dalam tabung reaksi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua

isi tabung setelah 5 menit dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan

dibawah cahaya terdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung. Difusi cahaya

harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan II. Sehingga suatu cairan

dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang

digunakan.

(Depkes RI, 1995)

DAFTAR PUSTAKA
Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
1989

Anief, M. A. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktik. Yogyakarta: UGM Press.
2006

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kemenkes RI. 2014

Goeswin, Agoes. Sediaan Farmasi Likuida Semisolid. Bandung: ITB Press. 2012

Ganiswara. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK UI. 1995

Gennaro, A. R. Remingtons Pharmaceuticals Science 18th ed. Marc Public Co.


Easton. 1990

Jenkins, G. L, et al. Scoviels The Art Of Compounding. London: Pharmaceutical


Press. 1957

Lachman, L., et al. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.1957

Maramis. Handbook Of Gummi Arabic. North East: Wales. 2004

Nurhayati. Uji Efektifitas Penggunaan Natrium Benzoat dalam Formulasi


Sediaan Emulsi. Bogor: Jurnal Indonesia. 2016

Rowe. Handbook of Pharmaceutical Excipient. London: Pharmaceutical Press.


2009

Syamsuni. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC. 2006

Voight, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press. 1994

Lachman, Leon.Teori dan Praktek Farmasi Industri II Edisi III.Universitas


Indonesia: Jakarta. 1994

Martin, A. et al. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press. 1990

Tan, S. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Yogyakarta: Soerongan.


1991

Tjay, T.H., Rahardja, K. Obat-obat Penting Edisi ke 7. Jakarta: Penerbit PT. Elex
Media Komputindo.2002

Schwarz. Ilmu Resep dan Praktek Teori. Jakarta: Soerongan. 2000

SKEMA KERJA

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang semua bahan

Anda mungkin juga menyukai