Anda di halaman 1dari 10

FARMAKOGENOMIK DALAM PENYAKIT ASM

Nama : Dinda Nuralifiah


Nim : 70100117044
Kelas : Farmasi B
Pokok Materi

1 Patofisiologi dan terapi asma

Polimorfisme pada gen penyandi reseptor beta-2


2 adrenergik sebagai target obat beta agonis.

Polimorfisme pada gen penyandi reseptor CRF-1


3 sebagai target obat kortikosteroid

4 Implikasi klinis
Apa itu ASMA ??
Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis pada salur
an napas, dimana banyak sel dan elemen seluler berperan. Inflamasi
kronis ini berkaitan dengan hiperespositivitas saluran napas yang m
enyebabkan kekambuhan episode mengi, sesak naas, dada terasa be
rat dan batuk terutama pada malam hari.
Patofisiologi Asma
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor
pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang, hawa
dingin terpapar pada penderita. Benda-benda tersebut
setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di
tubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing
(antigen). Anggapan itu kemudian memicu
dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon
02 Ikatan antigen dan antibody akan merangsang
peningkatan pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine,
neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan
reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan prostagandin. Peningkatan mediator kimia tersebut akan
immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan
memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi pada mukosa saluran pernafasan (terutama bronkus).
antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada
and lock (gembok dan kunci). semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontrikis) dan sesak nafas.

04
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen
luar yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan ogsigen
yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan
oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah.
Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres
mucus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa.
Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup
banyak
(Harwina Widya Astuti 2010).
TERAPI ASMA

1) Pengobatan farmakologi
2. Pengobatan non
a) Bronkodilator: obat yang melebarkan farmakologi
saluran napas. Terbagi menjadi dua
golongan, yaitu: a) Memberikan penyuluhan
(1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), b) Menghindari faktor pencetus
misalnya terbutalin/bricasama. c) Pemberian cairan
(2) Santin/teofilin (Aminofilin) d) Fisioterapi napas (senam asma)
e) Pemberian oksigen jika perlu
(Wahid & Suprapto, 2013)
b) Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat
pencegah seranga asma pada penderita c) Ketolifen
anak. Kromalin biasanya diberikan Mempunyai efek pencegahan terhadap
bersama obat anti asma dan efeknya baru asma dan diberikan dalam dosis dua kali
terlihat setelah satu bulan. 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat
diberikan secara oral.
d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200
mg jika tidak ada respon maka segera
penderita diberi steroid oral.
Polimorfisme pada gen penyandi reseptor beta-2
adrenergik sebagai target obat beta agonis.

β-2 agonist merupakan obat yang sangat umum


diresepkan dalam pengobatan asma. Terdapat dua
kelompok yaitu short acting dan long acting. Beta 2
agonis bekerja dengan cara mengikat beta 2
adrenergic receptor (Beta 2 AR).

Beta 2 AR yang terangsang menyebabkan peningkatan Studi yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
produksi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan polimorfisme Gly16Arg memberikan hasil yang berbeda
protein kinase A (PKA). Hal ini menyebabkan relaksasi otot beda. Sejumlah studi menyatakan bahwa individu dengan
polos jalan nafas ( Johson, et al. 2006). Beta 2 AR dikode homozigout 16Arg memberikan respon bonkodilatasi lebih
gena ADRB2 (ADRB2 gene). Gen ini merupakan gen kecil baik dari homozigout Gly16 (Lima et al, 1999).
yang terletak pada kromosom 5q31. Terdapat 80 1. Terapi β-2 agonist dan kortikosteroid penderita asma
polimorfisme pada gen ini dengan 45 SNPs (Single bersifat individual
nucleotide polymorphism) dan 2 insersi /delesi yag telah 2. Polimorfisme pada gen ADRB2 mempengaruhi respon
divalidasi. Dua polimorfisme Non synonymous yang banyak bronkhodilatasi penderita asma
berkaitan dengan respon β-2 agonist adalah 16 (Gly16Arg)
dan 27 (Gln27Glu) (Green et al., 1995, Green et al., 1995).
Polimorfisme pada gen penyandi reseptor CRF-1
sebagai target obat kortikosteroid

Kandidat polimorfisme lain adalah pada Glukokortikoid


receptor. Dilaporkan ditemukan SNPs dalam 8
Glucocorticoid-complex genes pada 382 populasi kulit putih
yang mendapat terapi Inhaler corticosteroids (ICs). Dia
Kortiskosteroid terutama dalam bentuk inhaler merupakan menemukan terdapat beberapa SNPs di gen STIP1 ( Stress
terapi asma yang sangat efektif bahkan merupakan terapi lini induced phosprotein-1) yang berhubungan dengan persen
pertama (first line). pada asma persisten. Suatu studi yang perubahan FEV1 setelah pengobatan ICs 4 dan 8 minggu
dilakukan oleh Tantisira et al, 2004 menyatakan bahwa (Hawkins et al., 2009). Rs6591838 berkorelasi dengan
terdapat hubungan signifikan CRHR1 (Corticotropin- peningkatan paling besar dalam FEV1 (20.70% ± 28.29%)
releasing hormone receptor 1) dengan respon terhadap terapi setelah pengobatan 8 minggu pada allel GG (Hawkins et al.,
steroid inhaler. 2009)
Polimormorfsme gen CRHR1, Glucocorticoidcomplex
genes, gen CER2 dan gen Gen TBX21 mempengaruhi respon
terhadap pemberian kortikosteroid inhaler.
Implikasi klinis
a. Stadium dini b. Stadium lanjut/kronik
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak 1) Batuk, ronchi
dengan pilek 2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua tertekan
atau ketiga, sifatnya hilang timbul 3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
3) Wheezing belum ada 4) Suara napas melemah bahkan tak
4) Belum ada kelainan bentuk thorak terdengar (silent chest)
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE 5) Thorak seperti barel chest
6) BGA belum patologis 6) Tampak tarikan otot
stenorkleidomastoideus
Faktor spasme bronchiolus dan edema
yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa
sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
Thank you

Anda mungkin juga menyukai