Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan

setengah padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat digunakan
untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-butir
halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator
yang digunakan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang
ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance)
Akan tetapi dalam kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB dengan harga yang
persis dibutuhkan oleh suatu emulsi. Oleh karena itu sering digunakan emulgator kombinasi
dengan harga HLB rendah dan harga HLB tinggi.
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan dengan membuat suatu emulsi parafin
dengan menggunakan kombinasi emulgator dan akan dicari pada kombinasi emulgator dengan
perbandingan berapa emulsi parafin yang dibuat lebih stabil.
I.2

Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam pembuatan dan kestabilan

dari suatu emulsi


I.2.2 Tujuan Percobaan
-

Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi

Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan

Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi

Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi


I.3

Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi HLB butuh dan

penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang bervariasi yang didasarkan pada
penampakan fisik dari emulsi tersebut, misalnya perubahan volume, perubahan warna dan
pemisahan fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang
dipaksakan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdipersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.. (1;9)
Zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan, sabun,
senyawa amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain yang cocok.
Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan, tilosa,
natrium karboksimetilselulosa. (1;9)
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak). (4;1029)
1.

Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air,

sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2.

Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai

produk air dalam minyak (w/o).

Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w
menggunakan zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril
sulfat, trietanolamin stearat.(4;1029)
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut
: (2;12)
1.

Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas

2.

Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4 bagian

meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan


3.

Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.

Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu : (5;31)


-

flokulasi dan creaming


Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi
bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang letaknya
tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling
pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang
terdispersi.

Koalesen dan Demulsifikasi


Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja,
tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen adalah
terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah
merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan yang
tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator
yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan. Mekanisme kerja

emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk
lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya. (5;30)
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan nonpolar. Apabila
surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar
akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke fasa minyak. Surfaktan
yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air,
sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih kuat maka akan membentuk emulsi air dalam minyak.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-nonpolar dari surfaktan.
Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang ditambahkan
adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance)
R/

Parafin

20% HLB 12

Emulgator

5%

Air ad.

100%

Secara teoritis, emulgator dengan HLB 12 adalah merupakan emulgator yang paling
sesuai untuk emulsi tersebut di atas. Pada kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB surfaktan
yang harganya persis sama dengan harga HLB butuh minyak. Oleh karena itu penggunaan
kombinasi dua emulgator dengn harga HLB rendah dan harga HLB tinggi akan memberikan
hasil yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan kombinasi emulgator
dapat diperoleh harga HLB yang sama dengan harga HLB butuh minyak dan film antar
permukaan yang terbentuk lebih rapat. (5;30)

II.1 Uraian Bahan


1. Air suling (1; 96 )
: Aqua destillata
: aquades, air suling
: H2O\18,02
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
: Dalam wadah tertutup rapat.
: Sebagai fasa cair

merian

arutan

2. Span 80 (6)
Nama Resmi

: Sorbotin Monooleat

Nama lain

: Span 80

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak


: Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut
dalam minyak kapas.

yimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

gunaan

: Sebagai emulgator tipe minyak

B butuh

: 4,3

merian

arutan

3. Tween 80 (6)
Nama Resmi

: Polyoxyethyllene sorbitan monooleate

Nama lain

: Tween 20

: Cairan kentalseperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam lemak
: Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan
dalam minyak biji kapas P.

yimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

gunaan

: Sebagai emulgator tipe air

B butuh

:15,0

merian

arutan

4. Parafin (1;474)
Nama Resmi

: Paraffinum Liquidum

Nama lain

: Parafin cair

: Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampr tidak berbau, hampir tidak
berasa.
: Tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.

yimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

gunaan

: Sebagai fase minyak

II.3 Prosedur Kerja (5; 32)


A. Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB besar
R/ minyak
20
Tween
Tottal 3
Span
Air ad.
100

Buatlah satu seri emulsi dengan HLB butuh masing-masing adalah 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan
13
Cara kerja :
1. Hitung jumlah tween dan span yang dibutuhkan untuk masing-masing harga HLB butuh
2. Timbang masing-masing minyak, air, span dan tween sejumlah yang dibutuhkan
3. Campurkan minyak dengan span dan air dengan tween lalu panaskan di atas penangas air sampai
suhunya 60o C
4. Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk dengan pengaduk listrik
dengan kecepatan konstan
5. Masukkan ke dalam tabung sedimentasi dan beri tanda untuk masing-masing HLB
6. Amati kestabilan selama 1 minggu
7. Catat pada harga HLB berapa emulsi relatif stabil

B. Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB butuh yang lebih kecil
Dari hasil percobaan I di dapat harga HLB butuh = 9
Untuk mendapatkan HLB butuh yang lebih tepat maka dibuat satu seri emulsi lagi dengan harga
HLB = 8 sampai harga HLB = 10 dengan jarak masing-masing 0,25. prosedur percobaan sama
seperti pada percobaan A.

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
-

Batang pengaduk

Botol semprot

Cawan porslen

Gelas Kimia 250 ml

Gelas Ukur 50 ml, 100 ml

Mixer

Penangas air

Pipet tetes

Sendok tanduk

Termometer

Timbangan analitik
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
-

Air suling

Alumunium foil

Kertas timbang

Parafin cair

Span 80

Tween 80

III.2 Cara Kerja


Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB besar
R/ Parafin cair 20%
Tween 80
Span 80
Air ad. 40
Dibuat HLB butuh 11 (4%), HLB 12 (5%), dan HLB 13 (6%)
1.

Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2.

Ditimbang tween 80 dan span 80 dalam gelas kimia dan cawan porselin sesuai dengan
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 11,12, dan 13

3.

Dimasukkan 30,4 ml air suling ke dalam gelas kimia 250 ml yang berisi Tween 80 yang telah
ditimbang dengan HLB butuh 11 lalu dipanaskan pada penangas air sampai mencapai suhu 60 o C
(dinyatakan sebagai fasa air)

4.

Parafin cair sebanyak 8 ml dimasukkan ke dalam cawan porselin yang berisi span, Kemudian
dipanaskan hingga 60o C di atas penangas air (dinyatakan sebagai fase minyak)

5.

Setelah kedua fase mencapai suhu 60o C pemanasan dihentikan, lalu kedua fase dicampurkan
dengan menuang fase minyak ke dalam fase air lalu diaduk dengan mixer secara intermitten

6.

shaking (berselang) selama 1 menit dan istirahat 20 detik, hingga 5 kali


Cara yang sama dilakukan untuk HLB butuh 12 dan HLB butuh 13 dengan volume air suling
yang ditambahkan masing-maing 30 ml dan 29,6 ml

7.

Pengamatan dilakukan selama 5 hari


BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan

PENGAMATAN
HARI

WARNA
HLB 11

HLB 12

HLB 13

Putih susu

Putih susu

Putih susu

II

Putih susu

Putih susu

Putih susu

III

Putih susu

Putih susu

Putih susu

IV

Putih susu

Putih susu

Putih susu

Putih susu

Putih susu

Putih susu

Pemisahan fase

Volume (ml)

HLB
1

11

40

39

38

38

38

12

38

38

38

37

37

13

38

38

38

37

37

IV.2 Perhitungan
Banyaknya bahan yang dibutuhkan
# Emulgator
Untuk HLB butuh 11 (4%) =

4% x 40 g = 1,6 g

Untuk HLB butuh 12 (5%) = 5% x 40 g = 2 g


Untuk HLB butuh 13 (6%) = 6% x 40 g = 2,4 g
# Parafin cair = 20% x 40 ml = 8 ml
# Air = add hingga 40 ml

untuk HLB 11 = 40 g (1,6 g + 8 g) = 30,4 g (x)


untuk HLB 12 = 40 g (2 g + 8 g) = 30 g (x)
untuk HLB 13 = 40 g (2,4 g + 8 g) = 29,6 g (x)
Diketahui HLB Tween 80 = 15
HLB Span 80

= 4,3

Misalnya Tween 80 = a g
Maka

span 80

= (x-a) g

Jadi persamaannya
(a x 15) - (x-a) (4,3) = HLB x X
Untuk HLB 11
(15a + (1,6 - a) (4,3)

11 x 1,6

15a + 6,88 - 4,3 a =

17,6

10,7 a =

10,72

a =
Span 80

1,002 g (Tween 80)

= (1,6 - 1,002) = 0,598 g

Untuk HLB 12
(15a + (2 - a) (4,3)

12 x 2

10,7 a + 8,6

24

10,7 a =

15,4

a =

1,439 g (Tween 80)

Span 80 = (2 - 1,439) = 0,561


Untuk HLB 13
(15a + (2,4 - a) (4,3)

10,7a + 10,32 =
10,7 a =
a =

13 x 2,4
31,3
21,03
1,951 g (Tween 80)

Span 80 = (2,4 g - 1,951 g )

= 0,449 g

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang
bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan film
pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini digunakan dua surfaktan yang
dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan HLB
minyak yang dibutuhkan.
Dengan menyamakan atau mendekatkan harga HLB kombinasi surfaktan pada HLB
butuh untuk fasa minyak tertentu, akan diharapkan hasil emulsi yang lebih baik. Kestabilan
emulsi pada HLB butuh dari fasa minyak berbeda-beda, tergantung dari efisiensi kombinasi
surfaktan.
Di samping itu digunakan emulgator kombinasi karena sulit untuk mencari emulgator
tunggal sesuai dengan HLB butuh, selain itu pengemulsi hidrofilik pada fase air dan zat
hidrofobik pada fase minyak akan membentuk lapisan kompleks pada batas minyak/ air, lapisan
ini akan membungkus globul-globul lebih rapat dibandingkan emulgator tunggal. Telah diketahui
pula bahwa rantai hidrokarbon dari molekul tween berada dalam bola minyak antara rantai-rantai

span dan penyusun ini menghasilkan atraksi Van der Walls yang efektif. Dengan cara ini lapisan
antarmuka diperkuat dan kestabilan emulsi O/Wditingkatkan melawan pengelompokan partikel.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan
emulgator tipe minyak (span 80), meskipun kadang-kadang ditemukan bahwa suatu pengemulsi
tunggal dapat menghasilkan jenis emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang diinginkan,
namun karena jarang ditemukan emulgator tunggal yang memiliki nilai HLB sesuai dengan yang
dibutuhkan maka digunakan emulgator kombinasi.
Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan parafin cair yang dicampur
dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang dicampur dengan tween 80.
Dalam percobaan ini tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi O/W atau emulsi
minyak dalam air karena fase minyak terdispersi dalam fase air.
Sebelum dilakukan pencampuran, terlebih dahulu masing-masing emulgator yang
telah dicampur ke dalam fasanya (parafin cair yang dicampur dengan span 80, sedangkan air
suling yang dicampur dengan tween 80), dipanaskan hingga suhu 60o C, Pengocokan dilakukan
secara berseling yakni pengocokan selama 1 menit dan istirahat selama 20 detik, yang dilakukan
sebanyak 5 kali, tujuannya selain agar emulsi lebih cepat homogen, disamping itu untuk
mencegah terjadinya emulsi yang tidak stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan
mengganggu pembentukan tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan emulsi,
dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya dilakukan secara berseling, sehingga
kecepatan dua cairan, yang tidak tercampur/teremulsi secara sempurna dengan waktu yang
berseling.
Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan digunakan
alat pengaduk yang mekanik yaitu mikser. Adapun mekanismenya adalah setelah terjadi
perceraian awal tetesan-tetesan, tetesan berikutnya akan mendapatkan kekuatan tambahan karena
turbulensi (arah mikser yang berputar secara tyrbulen) menyebabkan deformasi tetesan-tetesan
tersebut menjadi tetesan yang lebih kecil sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih
homogen. Dalam hal ini yang harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang disebabkan oleh

surfaktan yang larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil terbentuknya busa emulsifikasi
harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.
Setelah dilakukan pengocokan dua fase yang tidak bercampur ini, hasilnya disimpan
dalam gelas ukur dan diamati selama 5 hari berturut-turut dari segi penampakan fisik dari emulsi,
baik itu dari perubahan volume, perubahan warna maupun terjadinya pemisahan fase terdispersi
dan fase pendispersi. Dimana gejala-gejala fisik tersebut menunjukkan ketidakstabilan emulsi
yang dibuat.
Pada percobaan ini jumlah emulgator yang digunakan untuk tiap-tiap HLB butuh
yaitu :
- HLB butuh 11 menggunakan tween 80 sebesar 1,002 g dan span 80 sebanyak 0,598 g
- HLB buth 12 menggunakan tween 80 sebanyak 1,439 g dan span 80 sebanyak 0,561 g
- HLB butuh 13 menggunakan tween sebanyak 80 1,951 g dan span 80 sebanyak 0,449 g.

BAB VI
PENUTUP
VI.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa
a. Banyaknya span 80 dan tween 80 yang dibutuhkan untuk membuat HLB harga 11, 12 dan 13
adalah masing-masing :
Nomor

Nilai HLB

Jumlah tween 80

Jumlah Span 80

11

1,002 g

0,598 g

12

1,439 g

0,561 g

13

1,591 g

0,449 g

b.Emulsi lebih stabil pada penggunaan emulgator dengan nilai HLB butuh 11

VI.2

Saran
-

DAFTAR PUSTAKA

1.

DITJEN POM., (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta


2.

Kadis, Sukati, et all, (

), Meracik Obat Lanjutan I, Lembaga Penerbitan

Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang


3.

Lachman, Leon, (1994), Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI-Press, Jakarta

4.

Martin, Alfred, (1994), Farmasi Fisik, UI-Press, Jakarta

5.

Tim Penyusun, (2003), Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Laboratorium

Farmaseutika, Jurusan Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar

Anda mungkin juga menyukai