Anda di halaman 1dari 18

EMULSI

1. Pengertian Emulsi

Emulsi adalah system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat di pertahankan dengan penambahan zat yang
ketiga yang disebut emulgator(emulsifying agent). (Murunut FI Ed IV tahun 1995 Hal.6) Emulsi
adalah suatu system yang terdiri dari dua fase cair, yang satu tersispersi dalam yang lain sebagai
globul (butir-butir kecil). (Menurut Clayton) Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers
terdiri dari bulat-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pambawa yang tidak
bercampur. (Menurut Howard C. Ansel, Pengantar bentuk sediaan farmasi, Hal.376)

Pada umumnya dalam bidang farmasi, secara sederhana emulsi diartikan sebagai campuran
homogen dari dua cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase
minyak), dengan pertolongan suatu bahan penolong yang disebut emulgator. Dalam sistem
dispersi btersebut cairan yang terdispersi disebut fase dispers atau fase intern, sedangkan cairan
dimana terdapat fase dispers disebut medium dispers atau fase ekstern. Kedua fase tersebut yang
berair dapat tediri dari air atau campuran sejumlah sustansi hidrofil seperti: alkohol, glikol, gula,
garam mineral, garam organik, dan lain-lain. Fase yang lain adalah fase organik pada umumnya
berminyak, dapat terdiri dari substansi lipofil seperti: asam lemak, alkohol, lilin, zat-zat aktif
liposolubel.

2. Tipe Emulsi

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal atau eksternal, emulsi
digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

1) Emulsi tipe O/W (oil in water ) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang terdiri
atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi dalam air. Minyak sebagai fase internal
dan air sebagai fase eksternal.
2) Sebaliknya emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak), adalah emulsi
yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi kedalam minyak. Air sebagai
fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. (Menurut Syamsuni, Ilmu Resep, 2005,
Hal 120 )

1
3. Komponen Emulsi

Komponen Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

1) Komponen Dasar adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi.
Terdiri atas
a. Fase dispers/fase internal /fase discontinue yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase continue/ fase esternal/ fase laur yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
2) Komponen tambahan adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi
untuk memperoleh hasil yang baik. Misalnya corrigen saporis, corrigen oderis, corrigen
colouris, preservative (pengawet) dan anti oksidan.
a. Preservative yang digunakan antara lain metal dan propil paraben, asam
benzoate, asam sorbet, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium
klorida, fenil merkuri asetas, senyawa amunium kuarterner.
b. Antioksidan yang digunakan antara lain asam asam askorbat, a-tocopherol,
asam sitrat, propil gallat, dan asam gallat. (Menurut Syamsuni, Ilmu
Resep, 2005, Hal 119-120 )

4. Aturan umum eksipien dan perhitungan

Bahan-bahan pengemulsi (Emulgator)

Emulgator dibagi menjadi 2 yaitu: emulgator alam dan emulgator buatan atau sintetis.

a. Elmugator alam

Emulgator alam yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rimut.
Kemudian dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu

1. Emulgator dari tumbuh-tumbuhan pada umumnya, termaksud golongan


karbohidrat dan merupakan emulgator tipe O/W, sangat peka tehadap

2
elektrolit dan alcohol kadar tinggi, dan dapat dirusak oleh bakteri. Oleh karna
itu pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu menambahankan
bahan pengawet:
a. Gom arap
Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum. Emulsi
yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Factor Gom arab
menjadi 2 yaitu :
1. Kerja Gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
2. Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapannya cukup kecil, tetapi masa masi dapat
dituang.

Selain itu dapat dinyatakan :

a. Lemak-lemak padat
b. Minyak atsiri
c. Minyak lemak
d. Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam
minyak lemak
e. Bahan bobot cair berbobot jenis tinggi.
f. Balsam-balsem
g. Oleum iekoris aseli
b. Tragakan
Dispersi tragakan dalam air sangat kental sehingga untuk meperoleh
emulsi dengan viskositas yang baik hanya di perlukan tragakan
sebanyak satu per sepuluh kali Gom arab saja.
c. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif jika digunakan sendiri
d. Chonbrus
Sangat bak dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutupi
rasa dan bau minyak ikan tersebut.
e. Elmugator lain

3
Yaitu pectin, metil selulosa, dan CMC; biasa digunakan 1-2%.
2. Emulgator hewani
a. Kuning telur
b. Adeps lanae
3. Emulgator dari mineral
a. Maknesium alumunium silikat (veegum)
b. Bentonit

b. Emulgator buatan atau sintesis


1. Sabun
Sangat baik dipakai untuk tujuan luar, sangat pekat tehadap elektrolit.
2. Tween
20;40;60;80
3. Span
20;40;80

Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :

1. Anionic : sabun alkati, Na-lauril sulfat


2. Kationik : senyawak ammonium kuarterner
3. Nonnionik: tween dan span
4. Amfoter : protein, lesitin (Menurut Syamsuni, Ilmu Resep, 2005, Hal 127-
131)

Surfaktan/SSA

Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan gugusan lipofil
sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada dipermukaan cairan atau antarmuka 2 cairan
dengan cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air sedangkan gugus lipofil
akan berada pada bagian minyak.

Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau at ini terhidrolisis dalam air, maka
surfaktan dapat dibagi dalam 4 grup :

4
1. Surfaktan anionik
2. Surfaktan kationik
3. Surfaktan amfoterik

PERHITUNGAN HLB

Ada beberapa penelitian yang memberikan rumus bagaimana cara menghitung harga
HLB,salah satu diantaranya adalah Griffin.Menurut Griffin perhitungan HLB adalah :

𝑆
HLB 20 (1- )
𝐴

dimana S =Bilangan Wster.

A=Bilangan asam dari asam bebas nya.

Contoh :Tween 20 harga S = 45,5 (harga rata-rata)

A =276 (asam laurat perdagangan)

45,5
HLB Tween 20 = 20 ( 1-275 )

= 16,7

Untuk produk dimana bagian hidrofil terdiri dari PEO (poli-etilenoksida) maka rumus

Untuk menghitung HLB adalah :

𝐸
HLB = 𝑆

E= harga % berat EO

Dengan kata lain HLB=1/5 dari % berat bagian hidrofil. Secara teoritis bila suatu surfaktan non-
ionik terdiri dari 100% bagian hidrofil (dalam kenyataannya tidaka da) seharusnya akan di
dpatkan 100. Namun supaya nilainya tidak terlalu tinggi, dikalikan 1/5 supaya memudahkan
penggunaannya, sehingga menjadi 20.

5
KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR

Tergantung hidrofil dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai kelarutan yang berlainan. Sifat
kelarutan terdispersinya dalam air dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB,
Yaitu bila:

HLB
1. Terdispersidalam air 1-4
2. Terdispersidalamkasar 3-6
3. Sepertisusudenganpenggojongankuat 6-8
4. Terdispersisepertisusudanstabil 8-10
5. Terjadidispersi yang transolid 10-13
6. Terjadilarutanjernih > 13

HLB CAMPURAN SURFAKTAN

Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB campuran dapat diperhitungkan sbb:

Misal : Campuran surfaktan terdiri dari :

70 bagian Tween 80 (HLB= 15,0)

30 bagian Span 80 (HLB = 4,3)

Maka HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah:

Tween 80 = 70/100 x 15,0 = 10,5

Span 80 = 30/100 x 4,3 = 1.3

………….+

HLB campuran = 11,8

Selain HLB campuran surfaktan dapat dihitung, surfaktan dapat saling diganti dan nilai HLB nya
merupakan aditif artinya berapapun nilai HLB dan jenisny HLB campuran merupakan jumlah
dari masing-masing nilai HLB nya.

6
PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB

Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan kita tidak selalu harus menghitung
HLB dari surfaktan-surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita harus
menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai HLB tertentu. Untuk itu kita harus
menghitung berapa perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.

Contoh : kita akan membuat emulsi pada HLB 12,0 dengan menggunakan surfaktan campuran
tween-80 dan span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk menghitung perbandingan
tersebut adalah :

(𝑋−𝐻𝐿𝐵 𝑠𝑝𝑎𝑛 80)


% tween 80 : 𝐻𝐿𝐵 𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 80−𝐻𝐿𝐵𝑠𝑝𝑎𝑛 80 × 100

% span 80 = 100-%tween 80

Dimana X=nilai HLB yang diinginkan

Bila diketahui HLB tween 80 = 15,0 dan HLB span 80= 4,3 maka :

12,0−4,3 7,7
% tween 80 = = = 0,72 = 72 %
15,0−4,3 10,7

% span= (100-72) % = 28 %

CARA PEMILIHAN SURFAKTAN DALAM FORMULASI EMULSI

Tahap I: pemilihan HLB yang diperkirakan

Tahap II: pemilihan HLB ideal

Tahap III: pemilihan surfaktan ideal

Tahap I : pemilihan HLB yang diperkirakan.

Dalam tahap ini: satu seri formulasi emulsi dengan variabel nilai HLB. Misalkan kita
akan membuat suatu emulsi dengan jumlah masing-masing bagian minyak, air dan surfaktan
sudah diketahui, namun akan dibuat pada nilai HLB serta surfkatan apa yang akan dipergunakan,
belum diketahui.

7
Kita membuat satu seri emulsi pada nilai HLB:

6,0 8,0 10,0 12,0 14,0

Kemudian kita amati pada HLB yang mana emulsi paling stabil. Misal terlihat bahwa emulsi
paling stabil pada HLB 10,0 dan 12,0.

Tahap II: pemilihan HLB ideal

Karena emulsi yang stabil pada tahap I adalah HLB 10,0 dan 12,0 maka dapat diartikan
bahwa emulsi yang paling sabil adalah antara 10,0 dan 12,0. Pada tahap II ini kita lakukan
percobaan seperti pada tahap I tetapi dengan jarak nilai HLB yang lebih sempit, misalnya pada
HLB:

10,0 10,4 10,8 11,2 11,6 12,0

Kemudian kita amati pada nilai HLB berapa yang paling stabil. Misal emulsi ternyata paling
stabil pada nilai HLB 10,8. Ini dapat dikatakan bahwa HLB ideal tersebut adalah 10,8.

Tahap III : pemilihan surfaktan ideal.

Pada tahap ini kita buat lagi satu seri formulasi dengan beberapa jenis surfaktan maupun
campuran surfaktan, tetapi harus pada nilai HLB ideal tersebut yaitu 10,8. Misalkan kita gunakan
campuran :

Tween 80 – span 80

Tween 60 – span 60

Tween 40 – span 40

Tween 20 – span 20

Kemudian kita amati emulsi yang paling stabil. Misalkan kita dapatkan emulsi dengan campuran
surfaktan tween 40 – span 40 adalah yang paling stabil, berarti surfaktan ideal untuk emulsi
tersebut adalah campuran tween 40 – span 40.

8
Dari ketiga tahap tersebut dapat kita simpulkan bahwa : emulsi dengan menggunakan
fase minyak dan fase air pada formulasi yang dicoba paling ideal kalau dipergunakan surfaktan
campuran tween 40 dan span 40 pada nilai HLB 10,8. Tinggal kita menghitung berapa bagian
tween 40 dan span 40 yang diperlukan untuk mendapatkan nilai HLB 10,8.

HLB OPTIMUM UNTUK MENGEMULSIKAN FASE minyak

HLB optimum fase minyak

Karena suatu pengalaman yang panjang, para peneliti telah dapat menentukan minyak, cera dan
produk lain yang dapat diemulsikan pada suatu HLB yang optimum, yang disebut HLB
optimum. Sebagai contoh adalah dalam tabel sbb :

Nama HLB Nama HLB


Desil asetat 11 asetofenon 14
Asam laurat 16 Asam linoleat 16
Asam oleat 17 Asam risinolat 16
Setil alkohol 15 Desil alkohol 15
Isodesil alkohol 14 Lauril alkohol 14
Tridesil alkohol 14 benzen 15
Etil benzoa 13 Cotton oil 16
benzonitril 14 Bromobenzen 13
Klorobenzen 13 Cera carnauba 12
Parafin padat 10 sikloheksana 15
Oleun ricini 14 Minyak mineral 12
aromatik
Minyak mineral 10 kerosen 14
parafin
Lanolin anhidrat 12 Metil silikon 11
Nitro benzen 13 toluena 15
Faselin 7-8 xilen 14
Esense mineral 14 Klor parafin 8

9
HLB optimum untuk emulsi encer parafin tipe O/W adalah 10. Artinya bahwa suatu
surfaktan atau campuran surfaktan yang mempunyai HLB 10 akan dapat menghasilkan suatu
emulsi cair dari parafin tipe O/W lebih stabil di bandingkn dengan emulsi yang di dapat dengan
mempergunakan surfaktan pada harga HLB selain 10.

Namun tidak emua jenis surfaktan menghasilkan emulsi yang sama walaupun di
prgunkakan pada HLB 10 karena jenis surfaktan dapat mempengaruhi hasilnya. Yang jelas
apapun jenis surfaktan yang di pergunakan, hrga 10 adalah harga yang paling baik diantara nilai
HLB tsb. Sepanjang jenis surfaktan yang di pergunakan sama.

Cara ini adalah cara orientasi yang paling cepat. Bila anda ternyta membuat emulsi parafin tapi
diinginkn hasil konsentrasi, komposisi dan viskositas yang berbeda , maka harga HLB
optimumny akan bergeser. Faktor lain yang mempengaruhi adalah asal dan lot dari bahan yang
digunakan.

HLB optimum untuk campuran fase minyak

Tabel diatas dapat dipergunakan sebagai prakiraan harga HLB untuk menghasilkan
emulsi o/w yang paling baik. Dari tabel tersebut dapat dihitung HLB optimum untuk campuran
fase minyaknya.Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dan fase minyak yang terdiri dari
campuran. (fts cair dan semi padat, hal. 21-24)

5. Titik kritis sediaan

Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w

HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan fase minyak sebanyak 20% atau
kurang, kemudian dipergunakan emulgator surfaktan sebanyak 2,5%-5% sedemikian rupa hingga
diperoleh harga range HLB antara 4-18 dengan interval 2. Minyak yang emulsikan bila berupa
cair dapat dicampurkan dengan emulgator pada suhu kamar sedangka minyak yang berupa padat
dicampurkan pada suhu 10OC diatas titik lebur. Air di tambahkan dengan pengadukan, pada suhu
kamar untuk fase minyak yang cair atau 15OC lebih tinggidari suhu fase minyaknya. Setelah
didapat emulsi, dibuat lagi seperti diatas denga interval HLB yang lebih pendek. Tanda-tanda
emulsi pada HLB optimum adalah:

10
1. Emulsi paling stabil
2. Viskositasnya paling rendah
3. Diameter rata-rata partikel paling kecil
Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek kemerahan bila disinarkan pada matahari
(fts cair dan semi padat, hal. 19)
6. Pembuatan emulsi

Cara pencampuran

1. Bila menggunakan surfaktan.


a) Surfaaktan yang larut dalam minyak -----> larutan dalam minyak
Surfaktan yang larut dalam air ----->. Dilarutkan dalam air, kemudian fase minyak
ditambahkan kedalam fase cair. Cara ini digunakan bila diinginkan terbentuknya
sabun hasil reaksi, sebagai emulgator.
b) Fase minyak ditambahkan surfaktan (misalnya tween dan span).
Dipanaskan kurang lebih 60-70 ℃ kemudian fase air ditambahkan porsi perporsi
sambil diaduk hingga terbentuk emulsi, kemudian didinginkan sampai temperatur
kamar sambil dilakukan pengadukan. Temperatur dinaikan supaya viskositas massa
menurun, sehingga mempermudah pengadukan. Dengan demikian akan
mempermudah terjadinya emulsifikasi. Cara ini biasa dilakukan untuk pembuatan
emulsi tipe o/w.

2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan yang terdispersi.

Metoda anglosaxon

Dibuat musilago antara emulgator dengan sebagian air, kemudian ditambahkan sedikit demi
sedikit secara bergantian sambil diaduk.

Metoda continental ( 4-2-1)

Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalam mortir kering, kemudian
ditambahkan 2 bagian air, diaduk hingga terjadi korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa
airnya sedikit-sedikit sampai habis sambil diaduk.

11
Pengawetan emulsi

Emulsi seperti juga suspensi karna sifat bahan yang digunakan sering mudah ditumbuhi
mikroba. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi
oleh mikroba atau dengan menambahkan preservative atau pengawet.

Pengawet sebaiknya mempunyai sifat: toksisitas rendah, stabil dalam panas dan
penyimpanan, dapat campur dengan bahan lain, efektif sebagai antimikroba.

Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena oksidasi, maka pengawet emulsi
dapat pula berupa antioksidan.

Alat untuk membuat emulsi

Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sebagai berikut:

 Memperkecil ukuran partikel dan sekaligus menghomogenkan campuran.


 Hanya memperkecil ukuran partikel saja.

Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel atau efektifitas


penghomogenannya bisa berlainan tergantung jenis alat yang dipergunakan. (fts cair dan semi
padat, hal. 22)

1. Pengaduk (mixer)
Jenis pengaduk ini bermacam ragamnya tergantung dari banyak volume cairan,
kekentalan, dsb. Alat ini mempunyai sifat menghomogenkan dan sekaligus memperkecil
ukuran partikel walaupun efek menghomogenkan cairan lebih dominan.

Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus dijaga sekali agar tidak terlalu banyak
udara yang ikut terdispersi kedalam cairan dan menjadi buih. Karena semua yang
terdispersi akan mengkonsumsi atau mempergunakan sebagian surfaktan sehingga terjadi
gelembung atau busa. Adanya busa ini terutama akan mengganggu pembacaan volume
bila dilakukan pemasukan kedalam wadah. Pengecilan ukuran partikel terjadi karena
benturan antara partikel dengan partikel yang lain serta antara partikel dengan dinding
serta dengan pengaduknya.

12
Untuk menghindari ini bisa dilakukan:

a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 90° masing-masing mempunyai lebar ± 1/12
diameter tempat pencampuran.
b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil)
c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan
2. Homogenizer
Alat ini mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel yang efektif namun tidak
menghomogenkan campuran. Pengecilan partikel terjadi karena cara kerja alat ini yaitu
dengan menekan cairan, dipaksa melalui suatu celah yang sempit yang kemudian
dibenturkan kesuatu dinding atau ditumbukan pada peniti-peniti metal yang ada dalam
celah tersebut. Cara ini sangat efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata
< 1 μm.
3. Colloid Mill
Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggilas partikel sehingga didapatkan ukuran yang
lebih kecil. Kalau dari prinsip kerja tersebut alat ini tidak efektif untuk menghomogenkan
cairan, tetapi dalam prakteknya bagian rotor alat ini dilengkapi dengan baling-baling
sehingga menaikkan efektifitas pengadukan cairannya. Contoh : Ultra Turrax. (fts cair
dan semi padat, hal. 23)
4. Ultrasonik
Prinsip kerja alat adalah dengan cara memberikan gelombang ultrasonik melalui cairan,
dengan frekuensi 20-50 kilo cycles/detik. Dengan adanya gelombang tersebut akan
mengakibatkan partikel pecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Alat ini cocok untuk
membuat emulsi yang cair atau dengan viskositas menengah. (fts cair dan semi padat, hal.
21)

7. Pengujian sediaan

Kontrol emulsi dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisika dari emulsi dan dipergunakan untuk
mengevaluasi kestabilan emulsi. Dalam bidang produksi keseragaman sifat fisika tersebut
terutama dari batch satu ke batch yang lain sangat penting. Pemakai tidak selalu mempergunakan
sediaan dengan nomor batch yang sama apalagi untuk konsumen yang rutin mempergunakannya.

13
Kontrol emulsi ada beberapa cara :

1.Determinasi tipe emulsi


a. Metoda pengenceran : dalam tabung reaksi yang berisi air ditambahkan beberapa tetes
emulsi. Bila terjadi campuran homogen atau emulsi terencerkan oleh air maka emulsi
bertipe o/w dan sebaliknya.
b. Metoda pewarnaan : emulsi tipe o/w akan terwarnai oleh zat warna yang larut dalam air.
Demikian sebaliknya untuk emulsi yang bertipe w/o dapat diwarnai oleh zat warna yang
larut dalam minyak.
c. Konduktibilitas elektrik : pada umumnya air merupakan konduktor yang lebih baik
dibanding minyak. Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik maka emulsi tersebut
bertipe o/w. sebaliknya bila tidak menghantar listrik bertipe w/o. Jika suatu emulsi
distabilkan dengan surfaktan nonionik kemungkinan konduktabilitasnya lemah sekali.
Untuk mendeteksi dapat ditambahkan NaCl.

2.Distribusi granulometrik

Dengan mengetahui distribusi granulometrik dari partikel fase dispers dan diameter rata-
ratanya,maka ini bisa untuk mengevaluasi kestabilan emulsi vs waktu. Bila terjadi peristiwa
kaolesensi,diameter rata-rata partikel akan berubah menjadi lebih besar. Pada umumnya sediaan
emulsi berupa sediaan yang mempunyai kosentrasi yang tinggi,hal ini akan menyulitkan
perhitungan distribusi granulometriknya. Untuk mengatasi hal ini dilakukan pengenceran sediaan
tsb. Ada beberapa cara untuk menetapkan distribusi granulometrik partikel pada emulsi :

1. Mikroskopik : Dengan menggunakan mikrometer baik secara visual dengan mata atau
dengan bantuan komputer.
2. Optik : dengan alat difraksi sinar
3. Elektronik : dengan coulter counter,namun ini sulit dilaksanakan untuk emulsi tipe w/o
4. Sentrifugasi : Cara ini berdasarkan rumus stokes, dengan menghitung perbedaan bobot
jenis tiap fraksi emulsi. Dengan cara ini dapat diketahui distribusi ukuran partikelnya.
3.Determinasi sifat rheologi

14
Kontrol sifat rheologi emulsi termasuk penting,karena perubahan konsistensi dapat disebabkan
karena proses : fabrikasi atau penyimpanan, sehingga dapat mempengaruhi pemakaiannya. Misal
: mudah tidaknya penggunaan pada parenteral,ketepatan pengambilan dosis, kemudahan dan
regularitas pengisian,kemudahannya dalam penggunaan kulit untuk produk kosmetika dsb.

Dalam hal stabilitas fisika,perubahan viskositas akan mempengaruhi pengendapan ataupun


terjadinya creaming. Tidak hanya viskositasnya saja namun setiap perubahan sifat rheologi akan
mempengaruhi kestabilan emulsi.

Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dari emulsi adalah :

1. Fase intern :
a. Fraksi volume
b. Interaksi partikel
c. Ukuran partikel
d. Viskositas fase intern
e. Jenis kimia ss
2. Fase ekstern :

Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya pengental ,


elektrolit,pH dll.

3. Emulgator
a. Jenis kimia
b. Konsentrasi
c. Ketebalan dan sifat rheologi dari film antarmuka kedua fase.
4. Test penyimpanan yang dipercepat.

Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan suatu sediaan emulsi. Dalam
prakteknya agar diperoleh gambaran yang lebih mendekati keadaan yang sesunggunya perlu
dicari korelasi antara kondisi pengamatan yang dipercepat dengan pengamatan sesunggunya
dalam kondisi normal.

15
Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat :

1. temperatur 40-600c : dengan penyimpanan pada suhu yang relatif lebih tinggi,
maka viskositasnya akan menurun tergantung sifat emulsi tersebut. Penurunan
viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika emulsi.
2. sentrifugasi : dengan pengusingan pada kecepatan tertentu berarti akan menaikkan
harga g ( gravitasi ) pada rumus stoks. Dengan demikian terjadi pemisahan
partikel yang lebih cepat pula.
shock ternik : emulsi disimpan pada temperatur tinggi dan rendah secara bergantian pada
waktu tertentu misal pada suhu 600 C selama 1 hari kemudian dilanjutkan pada suhu 40 C
selama sehari. Ini diulangi masing-masing 4 kali, kemudian didiamkan pada temperatur
kamar untuk kemudian dilakukan pembacaan hasil. (fts cair dan semi padat, hal. 25)

8. permasalahan sediaan

Ketidakstabilan emulsi yang dimaksud adalah suatu peristiwa perubahan fisik dari emulsi yang
terjadi sewaktu pembuatan atau penyimpanan. Karena perubahan fisik tersebut dikatakan emulsi
tidak stabil. Peristiwa tersebut adalah :

1. Emulsi pecah/breaking

Pecahnya emulsi ini karena terjadi penurunan luas antarmuka antara fase dispers dan
medium dispers yang relatif sangat cepat sampai suatu luas antarmuka yang minimal, sehingga
kelihatan terjadi 2 fase yang memisah total (peristiwa koalesensi). Penurunan luas antarmuka ini
sebagai upaya menurunkan energi bebas permukaan karena tegangan antarmuka yang sangat
tinggi. Peristiwa ini kebanyakan bersifat irreversible.

2. Creaming

Adalah suatu peristiwa dimana emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yang satu lebih banyak
mengandung fase intern sedangkan yang lain mengandung lebih banyak fase ekstern. Keadaan
ini masih bersifat reversible. Peristiwa creaming ini merupakan peristiwa flokulasi, yang
bilamana proses berlanjut dapat terjadi peristiwa koalesensi (pecahnya emulsi). Perbedaan
peristiwa ini dapat digambarkan sbb :

16
Flokulasi : 0 0 00
Koalesensi : 0 0 00 ()
3. Inversi
Adalah peristiwa dimana terjadi pembalikan tipe emulsi, yang semula o/w menjadi
sebsliknya. Penyebab peristiwa ini hanya terjadi pada emulsi yang menggunakan
surfaktan sebagai emulgatornya, dan pada suatu harga HLB yang dekt dengan perubahan
sifat hidrofil dan lipofil. Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir
tidak pernah terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil. (fts cair dan semi padat,
hal. 24)

9. Kelebihan dan Kekurangan emulsi


1. Kelebihan
 Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi bersatu menjadi
sediaan yang homogeny dan bersatu
 Mudah ditelan
 Dapat menutupi rasa yang tidak enak dapat obat
2. Kekurangan
 Kurang praktiks dan stabilitasnya rendah disbanding tablet
 Takaran dosis kurang teliti

17
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Marchaban,Apt dkk.Fts cair dan Semi Padat .Yogyakarta : Fakultas farmasi universitas
Gadjah Mada.

Drs.H. A. Syamsuni, Apt. 2005. .Ilmu Resep. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

18

Anda mungkin juga menyukai