Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN
LIQUID DAN SEMI SOLID

BAB III
EMULSI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
Fitri Widiawati
Kristian Robert Imbiri
Laila Ramdiani
Putri Aulia N
Rianti Manggala
Yutikasari

PROGRAM STUDI D III FARMASI


AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI
BANDUNG
2020
I. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa mampu membuat sediaan emulsi dengan baik dan benar.
b. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan emulsi.
c. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan HLB.
d. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis emulgator terhadap
kualitas suediaan emulsi.

II. Teori

Menurut FI IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Pada umunya
cairan tersebut adalah campuran dari fase minyak dan fase air yang dengan
pengocokan akan diperoleh campuran yang homogen. Namun demikian campuran
tersebut mempunyai stabilitas minimal sehingga dalam waktu singkat akan
memisah kembali. Oleh karena itu stabilitas emulsi tersebut diperbesar dengan
penambahan bahan penolong yang disebut emulgator (emulsifying agent).
Emulgator atau surfaktan dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil
menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Emulgator menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara fase
minyak dengan air, selain itu juga mengurangi tegangan antar permukaan antara
fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi berasal dari kata “emulgeo” yang artinya menyerupai susu, dan
warna emulsi memang putih seperti susu. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi
dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein, dan air. Emulsi semacam ini
disebut emulsi vera atau emulsi alam, dimana protein bertindak sebagai emulgator
dari campuran lemak atau minyak dengan air yang terdapat dalam biji-bijian
tersebut.
Pada pertengahan abad XVII, seorang ahli farmasi dari Perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari Oleum olivarum, oleum anisi, dan
eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab, tragakan, dan kuning
telur sebagai emulgator. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator
dari luar ini disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.

Komponen Emulsi
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam
emulsi, terdiri atas :
a. Fase dispers/fase internal/fase diskontinu/fase terdispersi/fase dalam, yaitu zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil didalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/fase kontinu/fase pendispersi/fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi
yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan kedalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,
odoris, colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan.
Corrigens adalah bahan atau obat bahan tambahan guna memperbaiki rasa, warna,
rasa, dan bau obat utama.
 Corrigent actiones
Digunakan untuk memperbaiki kerja zat berkhasiat utama. Ex : pulvis
doveri terdiri atas kalii sulfas, ipecacuanhae radix, pulvis opii. Pulvis opii sebagai
obat khasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar, kalii sulfas sebagai
pencahar sekaligus memperbaiki kerja pulvis opii tersebut.
 Corrigent odoris
Digunakan untuk memperbaiki bau dari obat. Ex: oleum cinnamoni,
menthae piperitae
 Corrigent saporis
Digunakan untuk memperbaiki rasa dari obat. Ex: sakarosa/sirup simplex
 Corrigent coloris
Digunakan untuk memperbaiki warna dari obat. Ex: tint croci (kuning),
caramel (coklat), carminum (merah).
 Corrigent solubilise
Digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama. Ex: iodium tidak
larut dalam air tetapi dengan penambahan kalium iodat menjadi mudah larut.
Pengawet yang sering digunakan dalam sediaan emulsi adalah metil, etil, propil,
dan butyl-paraben, asam benzoate, dan senyawa ammonium kuarterner.
Antioksidan yang sering digunakan antara lain asam askorbat (Vitamin C), asam
sitrat, propil galat, dan asam galat.

Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang
terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau M/A (air dalam minyak), adalah emulsi yang
terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai
fase internal dan minyak sebagai fase eksternal.

Tujuan Pemakaian Emulsi


Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan
merata atau homongen dari campuran dua cairan yang saling tidak bias tercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya emulsi tipe o/w.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bias tipe o/w maupun w/o, tergantung
pada banyak faktor, misalnya sifat zatnya atau efek terapi yang dikehendaki.
Teori Terbentuknya Emulsi
Untuk mengetahui proses gterbentuknya emulsi dikenal empat macam
teori yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbedad-
beda.

Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)


Molekul memiliki daya Tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut daya kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik
antarmolekul yang tidak sejenis yang disebut daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair
akan terajdi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi.
Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan “tegangan
permukaan” (Surface tension).
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan
bidang dua cairan yang tidak dapat bercampur (immicible liquid) . Tegangan yang
terjadinya antara dua cairan tersebut dinamakan “tegangan bidang batas”
(Interfacial tension).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi dibidang batas, semakin
sulit kedua zat cair tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit,
tetapi akan berkurang dengan penambalan senyawa organic tertentu, antara lain
sabun (sapo). Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas
sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.

Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge).


Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka
air atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka minyak atau mudah
larut dalam minyak.
Jadi, setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok Hidrofilik , yaitu bagian emulgator yang sukar air.
b. Kelompok Lipofil , yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya,
kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil kedalam minyak. Dengan
demikian, emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air dan minyak.
Anatar kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak
sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah “HLB”, yaitu angka yang
menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil engan kelompok lipofil.
Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka air,
artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikain sebaliknya.
Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat kegunaan suatu emulgator ditinjau dari
harga HLB-nya.
Kegunaan emulgator dan harga HLB
Harga HLB Kegunaan
1-3 Anti foaming agent
4-6 Emulgator tipe w/a
7-9 Bahan pembasah (wetting agent)
8-10 Emulgator tipe o/w
13-15 Bahan pembersih (Detergent)
15-18 Pembantu kelarutan (Solubilzing
agent)

Nilai HLB beberapa tipe surfaktan


Surfaktan Nilai HLB Keterangan
Tween 20 (polioksietilen 16,7 Cairan
sorbitan monolaural)
Tween 40 (polioksietilen 15,6 Cairan minyak
sorbitan monopalmitat)
Tween 60 (polioksietilen 14,9 Semipadat seperti
sorbitan monostrearat) minyak
Tween 65 (polioksietilen 10,5 Padat seperti lilin
sorbitan tristearat )
Tween 80 (polioksietilen 11,0 Cair seperti minyak
sorbitan monooleat)
Tween 85 (polioksietilen 8,6 Cair seperti minyak
sorbitan trioleat)
Arlacel atau span 4,7 Cairan minyak
20(sorbitan monolaurat)
Arlacel atau span 60 4,3 Padat seperti malam
(sorbitan monostearat)
Arlacel atau span 80 3,7 Cairan minyak
(sorbitan monoleat)
Arlacel 83 (sorbitan) 8,0 Cairan minyak
Gom 12,0
TEA(Trietanolamin)

Untuk menentukan komposisi emulgator sesuai dengan nilai HLB yang


dikehendaki, dapat dilakukkan dengan contoh perhitungan seperti tersebut
dibawah ini.
Contoh :
Pada pembuatan 100 ml emulsi tipe o/w diperlukan emulgator dengan harga HLB
12 sebagai emulgator dipakai campuran span 20 (HLB 8,6) dan tween 20 (HLB
16,7) sebanyak 5 g.
Berapa gram masing-masing bobot span 20 dan tween 20
Jawab :
a. Cara dengan rumus 1
A% b = (X-HLb) x 100%

(HLBa-HLBb)

B% a = (100%-A%)

Keterangan : x = Harga HLB yang diminta (HLB butuh)


A = Harga HLB yang tinggi
B = Harga HLB yang rendah

12−8,6
%Tween = x100%= 42%
16,7−8,6
42/100x5g=2,1 g
%Span = 100 %−42 %=58 %
58/100x5g=2,9 g

b. Cara dengan rumus 2


(B1xHLB1)+(B2xHLB2)=(BcampuranxHLBCampuran)
Keterangan : B = Bobot Emulgator
Misalnya bobot tween = x, maka bobot span = 5-x
(Xx16,7)+(5-x)x8,6=5x12
16,7x+43-8,6=5x12
8,1x=60-43
X=17/8,1=2,1
Jadi bobot tween = 2,1
Berat span = 5-2,1 = 2,9 g

Teori Film Plastik (Interfacial Film)


Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antara
partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain, fase
dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi,
syarat emulgator yang dipakai adalah :
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
b. Jumlahnya cukup untuk menutupi semua permukaan partikel fase dispers.
c. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel
dengan segera.

Teori Lapisan Film Rangkap (Electric Double Layer)


Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan
demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan
listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha
partikel minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul yang
besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak
mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan
tolak menolak, dan stabilitas emulsi akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara
dibawah ini :
a. Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.

Bahan Bahan Pengemulsi (Emulgator)

Emulgator Alam
Emulgator alam yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Emulgator dari tumbuhan
Pada umumnya, termasuk golongan karbohidrat dan merupakan emulgator tipe
o/w, sengat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi dan dapat dirusak
oleh bakteri. Oleh karena itu, pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu
menambahkan pengawet.
a. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Emulsi yang
terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat
dengan gom arab berdasarkan pada 2 faktor, yaitu :
1. Kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
2. terbentuknya carian yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil,
tetapi massa masih dapat dituang (tiksotropik). Jika tidak dinyatakan lain, emulsi
yang dibuat dengan gom arab mengunakan gom arab sebanyak 1 dari jumlah
minyaknya. Untuk membuat korpus emulsi (inti emulsi) diperlukan air 1,5x bobot
gom, kemudian di aduk kuat-kuat, lalu diencerkan dengan sisa airnya.
Selain itu dapat dinyatakan :
a. Lemak-lamak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
Cara pembuatannya :
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan dengan gom, buat korpus emulsi dengan
air panas 1,5x berat gom. Dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin.
Contoh : Cera, Oleum Cacao, paraffin solid.
b. Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri
c. Minyak lemak : PGA setengah kali bobot minyak lemak, kecuali Oleum Ricini
karena memiliki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk membuat emulsi
cukup dibutuhkan sepertiganya saja. Contoh : Oleum Amygdalarum.
d. Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak.
Kedua minyak dicampurkan dulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya,
tambahkan gom (setengah kali minyak lemak + aa x minyak atsiri + aa x zat
padat).
e. Bahan obat cair berbobot jenis tinggi, contoh-nya kloroform dan bromoform.
Ditambahkan minyak lemak 10x beratnya, maka BJ campuran mendekati satu.
Gom sebanyak tiga per empat kali obat cari tersebut.
f. Balsem-balsem : gom sama banyak dengan balsem
g. Oleum iecoris aseli : menurut Fornas dipakai gom 30% dari bobot minyak.

B. Tragakan
Dispersi tragakan dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh eulsi
dengan viskositas yang baik haya dipelukan tragakan sebanyak satu persepuluh
kali Gom Arab saja. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5-6.
Tragakan dibuat korpus emulsi dengan menambahkan air sekaligus sebanyak 20x
berat tragakan. Tragakan hanya berfungsi sebagai pengental, tidak dapat
membentuk koloid pelindung seperti pada gom.

C. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif jika digunakan sendiri. Pada umumnya zat ini
ditambahan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab. Sebelum
dipakai agar-agar ini dilarutkan dulu dengan air mendidih. Kemudian didinginkan
pelan-pelan sampai suhu tidak kurang

D. Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutupi rasa dan
bau minyak ikan tersebut. Cara mempersiapkannya seperti pada agar-agar.

E. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksilmetilselulosa (CMC); biasa digunakan 1-2%

2. Emulgator hewani

a. Kuning telur
Kuning telur mengandung lesitin (golongan protein atau asam amino) dan
kolesterol, yang kesemuanya itu dapat berfungsi sebagai emulgator. Lesitin adalah
emulgator tipe o/w, sedangkan kolesterol adalah tipe w/o, kemampuan lesitin
lebih besar dari kolesterol, sehingga secara total kuning telur merupakan
emulgator tipe o/w. lesitin ini mampu mengemulsikan minyak empat kali
bobotnya dan minyak menguap dua kali bobotnya.

b. Adeps lanae
Zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan emulgator tipe w/o dan banyak
dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah
kmampuan minyak untuk menyerap air dalam keadaan kering dpat menyerap air
dua kali bobotnya.
Contoh resep emulsi dengan adeps lanae :
R/ adeps lanae 100
Ol.olivarum 400ml
Zinc oxyd. 100
Talc. 100
Sol.pb.acet 28 ml
Aq.calcis ad 1000ml

Emulgator mineral
a. Magnesium alumunium silikat (Veegum)
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri atas garam-garam magnesium dan
alumunium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w,
sedangkan pemakaian lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus pemakaian
luar.

b. Bentonit
Tanah liat sendiri atau senyawa alumunium silikat yang dapat mengabsorpsikan
sejumlah besar air sehingga membantuk massa seperti gel. Untuk tujuan sebagai
emulgator dipakai sebanyak 5%.

Emulgator buatan / sintetis


1. Sabun
Sangat banyak di pakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektolit. Dapat
digunakan sebagai emulgator tipe o/w maupun w/o, tergantung pada valensinya.
Sabun bervalensi satu misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe o/w,
sedangkan sabun bervalensi dua, misalnya sabun kalsium, merupakan emulgator
tipe w/o.
 Tween 20; 40; 60; 80
 Span 20; 40; 80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :
Anionik : sabun alkali, Na-lauril sulfat
Kationik : senyawa ammonium kuartener
Nonionik : tween dan span
Amfoter : protein, lesitin

Cara Pembuatan Emulsi


Pada pembuatan emulsi dibutuhkan senyawa yang dapat menyatukan
kedua tipe fase hidrofil dan lipofil yaitu senyawa yang disebut surfaktan.
Penambahan surfaktan pada komponen dapat dilakukan dengan:
1. Melarutkan surfaktan sesuai kelarutannya pada fase yang ada. Surfaktan yang
larut dalam minyak dilarutkan dalam minyak demikian juga yang larut dalam air
dilarutkan dalam air. Kemudian fase minyak ditambahkan ke dalam fase air
sehingga dapat terbentuk sabun yang digunakan sebagai emulgator.
2. Surfaktan (misalnya Tween dan Span) dimasukkan dalam fase minyak yang
kemudian dipanaskan kurang lebih 60-70°C. Demikian juga dengan fase air
dipanaskan pada suhu yang sama. Kemudian fase air ditambahkan porsi per porsi
sambil diadu ke fase minyak sehingga terbentuk emulsi. Pengadukan dilakukan
sampai suhu kamar.

Selain itu dapat juga dilakukan dengan :


1. Metode gom kering atau metode continental
Dalam metode ini, zat pengemulsi (biasanya gom.arab) diampur dengan minyak
terlebih dahulu, kemudian ditambah air untuk membentuk korpus emulsi, baru
diencerkan dengan sisa air yang tersedia.

2. Metode gom basah atau metode gom Inggris


Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air (zat pengmulsi umumnya larut dalam
air) agar membentuk suatu muchilago, kemudian perlahan-lahan minyak
dicampurkan untuk membentuk emulsi, kemudian diencerkan dengan sisa air.

3. Metode botol atau metode botol forbes Digunakan untuk minyak menguap dan
zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental).
Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, ditambahkan 2 bagian air, botol
ditutup, kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air
sedikit demi sedikit sambil dikocok.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi


1. Mortir dan stamper
Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan untuk pembuatan
emulsi yang baik.
2. Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada secara
terus menerus, karena hal ini memberikan kesempatan pada emulgator untuk
bekerja sebelum pengocokan berikutnya.
digunakan untuk memperoleh derajat dispersi cairan dalam cairan yang tinggi.

Cara Membedakan Tipe Emulsi


Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi, yaitu:
1. Dengan pengenceran fase
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase eksternalnya. Dengan prinsip tersebut,
emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air dan tipe w/o dapat diencerkan dengan
minyak.
2. Dengan pengecatan atau pewarnaan Zat warna akan tersebar merata dalam emulsi
jika zat tersebut larut dalam fase eksternal emulsi tersebut. Misalnya (dilihat di
bawah mikroskop):
a. Emulsi + larutan Sudan III dapat memberi warna merah pada emulsi tipe w/o,
karena Sudan III larut dalam minyak.
b. Emulsi + larutan metilen biru dapat memberikan warna biru pada emulsi tipe o/w,
karena metilen biru larut dalam air. Selain metilen biru, metilen merah dan
amaranth juga dapat digunakan untuk emulsi o/w karena. na memberikan warna
merah.
3. Dengan kertas saring atau kertas tisu Jika emulsi diteteskan pada kertas saring
tersebut terjadi noda minyak, berarti emulsi tersebut tipe w/o, tetapi jika terjadi
basah merata berarti emulsi tersebut tipe o/w.
4. Dengan konduktivitas listrik Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak,
kawat dengan K watt dan neon 4 watt, semua dihubungkan secara seri. Lampu
neon akan menyala jika elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan
akan mati jika dicelupkan pada emulsi tipe w/o.

Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal seperti di bawah ini.
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian
mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming
bersifat reversibel, artinya jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesensi dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film yang
meliputi partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase
tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat ireversibel (tidak dapat diperbaiki
kembali). Hal ini terjadi karena:
a. Peristiwa kimia: seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
elektrolit CaO/CaCl, eksikatus.
b. Peristiwa fisika: seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.
c. Peristiwa biologis: seperti fermentasi bakteri, jamur, atau ragi.
3. Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-
tiba atau sebaliknya. Sifatnya ireversibel.

Beberapa keuntungan sediaan emulsi adalah sebagai berikut :


1. Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu
membentuk sediaan yang homogen dan stabil
2. Bagi orang yang susah menelan tablet dapat menggunakan sediaan emulsi
sebagai alternatif
3. Dapat menutupi rasa tidak enak obat dalam bentuk cair
4. Meningkatkan penerimaan oleh pasien

Beberapa kerugian emulsi adalah sebagai berikut :


1. Sediaan emulsi kurang praktis daripada sediaan tablet
2. Sediaan emulsi mempunyai stabilitias yang rendah daripada sediaan tablet
karena cairan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
3. Takaran dosisnya kurang teliti

Evaluasi Sediaan Emulsi


1. Uji Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, warna dan
bau.
2. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter pada suhu ruang. Pertama
elektroda dikalibrasi dahulu menggunakan dapar standar pH 4 dan pH 7, elektroda
kemudian dicelupkan ke dalam sediaan emulsi sampai pH sediaan terbaca.
3. Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer. Piknometer yang bersih dan
kering ditimbang (A g) lalu diisi dengan air dan ditimbang (B g). piknometer
dibersihkan kemudian diisi dengan sediaan emulsi dan ditimbang (C g). bobot
jenis dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

C−A
Bobot jenis = X1mg/mL
B− A

4. Viskositas Sediaan
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield.
Sediaan disimpan dalam wadah, lalu spindle diturunkan ke dalam sediaan hingga
batas yang ditentukan, kecepatan diatur pada 100 rpm secara perlahan. Skala
dicatat ketika menunjukkan angka yang tetap. Uji viskositas dilakukan dengan
menggunakan viskometer Brookfield. Sediaan disimpan dalam wadah, lalu
spindle diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang ditentukan, kecepatan
diatur pada 100 rpm secara perlahan. Skala dicatat ketika menunjukkan angka
yang tetap.
5. Uji tipe emulsi
Bahwa suatu pewarna larut air akan larut dalam fase berair dari emulsi.
Sementara zat warna larut minyak akan ditarik oleh fase minyak. Jadi, ketika
pengujian mikroskopik menunjukkan bahwa zat warna larut air menyebar dalam
fase kontinyu maka dapat diasumsikan bahwa tipe m/a, dan sebaliknya bila
menggunakan sejumlah kecil pewarna larut minyak, dan terjadi pewarnaan fase
kontinyu maka menunjukkan tipe a/m.
III. FORMULA
Kelompok 4
Parafin cair 30%
Veegum 2%
Essence 0,75%
Aquadest ad 5 mL
m.f emulsi 300 mL

Keterangan :
1. Volume 1 botol adalah 100 mL
2. Kemasan botol plastik bening
3. Buat etiket, brosur, dan folding box

IV. Alat dan Bahan

No Nama Alat/Bahan Satuan Jumlah


.
1 Gelas ukur mL 2
2 Beaker glass mL 2
3 Pipet tetes mL 2
4. Timbangan analitik g 1
5. Cawan mL 1
6. Perkamen - 6
7. Head Stearer - 1
8. Spatel - 1
9. Botol 100 ml mL 1
10. Piknometer 1
11. Viskometer 1
12. pH universal 1
13. Parafin liquidum g 90
14. Veegum g 1,6
15. Aquadest mL
16. Waterbath - 1

V. Prosedur Praktikum
a. Kalibrasi botol 100 m.
b. Masukkan parafin liquidum dan veegum secara bersamaan kedalam head
stirrer dengan kecepatan 500-800 rpm lalu aduk ad homogen.
c. Masukkan 12 kali aquadest panas dari bobot veegum yaitu 72 mL lalu
aduk ad membentuk korpus emulsi.
d. Masukkan sisa aquadest sedikit demi sedikit sampai habis lalu aduk
hingga homogen dengan menambahkan kecepatan sampai 1000 rpm
e. Lakukan evaluasi sediaan.
f. Lalu masukkan kedalam botol 100 mL.
g. Tutup, kocok, kemas, beri etiket, serahkan.

Evaluasi

a. Uji organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, dan bau.

b. Uji PH
1. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH indikator universal.
2. Celupkan pH indikator kedalam emulsi.
3. Amati perubahan warna yang terjadi.
4. Bandingkan perubahan warna dengan warna standar.

c. Penentuan Bobot Jenis

1. Bobot jenis diukur menggunakan piknometer.


2. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A)
3. Lalu diisi dengan air dan ditimbang (B)
4. Piknometer dibersihkan kemudian diisi dengan sediaan emulsi dan ditimbang (C)
5. Bobot jenis dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

C−A
Bobot jenis = X1mg/mL
B− A

d. Viskositas sediaan

1. Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield.


2. Sediaan disimpan didalam wadah.
3. Turunkan spindle kedalam sediaan hingga batas yang ditentukan.
4. Kecepatan diatur pada 100 rpm secara perlahan.
5. Skala dicatat ketika menunjukkan angka yang tetap.
VI. Data Pengamatan

Perhitungan Bahan
30 300
Parafin liquidum x5 = 1,5 mL untuk 300 mL x1,5= 90
100 5
2 300
Sorbitol x5 = 0,1 untuk 300 mL x0,1=6
100 5
Essence 3 tetes
Air = 300-(90+6)
=300-94
=204 mL

Evaluasi

1. Uji organoleptis
Bentuk : cairan
Warna : putih
Bau : jeruk
Rasa : jeruk
2. Uji pH = 8  basa
3. Penentuan Bobot Jenis
C−A
BJ = x1g/mL
B− A
21,611−11,278
= x1g/mL
21,632−11,278
10,333
= x1g/mL
10,354
=0,997 g/mL
4. Viskositas sediaan
Rpm : 3 = 40
Rpm : 6 = 48
Rpm : 12 = 48

VII. Pembahasan
Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lainnya yang mana cairan itu adalah campuran dua fase antara
minyak dan air. Ada dua tipe emulsi yaitu oil water atau minyak dalam air
(O/W) atau water oil air dalam minyak (W/O). emulsi dapat di stabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi yang di sebut dengan emulgator.
Adapun prinsip yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
mencampurkan zat aktif yaitu paraffin liquidum dengan komponen lain seperti
veegum, essenese dan aquadest yang menggunakan metode gom kering. Metode
go kering adalah fase minyak ditambah dengan perbandingan 4:1. Campuran
tersebut dihomogenkan dalam mortar kering kemudian ditambahkan dengan 2
bagian air. Campuran tersebut diaduk sehingga terbentuk korpus emulsi.
Selanjutnya sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sampai habis sambil di
aduk hingga homogen.
Hal pertama yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengkalibrasi botol
dengan cara mengukur air sebanyak 100 mL kemudian air dimasukkan kedalam
botol ditandai batas 100 mL pada botol. Selanjutnya yang dilakukan adalah
menimbang parafin liquidum seberat 90g dan veegum seberat 6g. Kemudian
masukkan parafin liquid dan veegum ke dalam head stir, dengan kecepatan 500
rpm sampai 800 rpm. Setelah itu tambahkan air yang terlah di panaskan sesuai
dengan kelarutan pada veegum, kemudian stir sampai homogen tetapi pada saat
penambahan air terbentuknya gumpalan yang disebabkan air yang kurang panas.
Pada dasarnya pada emulgator veegum bisa menggunakan metode gom basah
atau gom kering. Veegum (magnesium alumunium silikat) adalah senyawa
anorganik yang terdiri atas garam-garam magnesium dan alumunium. Dengan
emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe O/W sedangkan
pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakain
luar. Kemudian kami kembali menambahkan air panas sampai homogen dan di
stir pada rpm 800 tetapi yang terjadi adalah semua fase terpisah dimana air,
minyak dan veegum tidak bersatu. Ini disebabkan karena pada awal
pencampuran air yang digunakan adalah air dingin yang menyebabkan veegum
tidak terlarut sempurna.
Lalu kami melakukan evaluasi pada emulsi yang pertama adalah
melakukan uji organoleptik bentuk cairan, berwarna putih kita tidak
menambahkan pewarna karena emulsi sudah tidak terbentuk dan jika diberi
warna tidak akn menyatu dengan merata, berbau jeruk dengan rasa jeruk agar
menutupi bau dan rasa yang tidak enak. Kemudian melakukan uji pH, hasil pH
yang kami dapatkan adalah 8, yaitu pH basa, standar pH pada emulsi adalah 4
sampai 7. Ini disebabkan karena emulgator yang kami gunakan adalah senyawa
basa yang mungkin bisa mempengaruhi pada hasil pH . Selanjutnya adalah uji
viskositas, yang dilakukan dengan viskometer brokfield hasil yang di dapat
adalah, pada rpm 12 : 40, pada rpm 3 : 48, dan pada rpm 6 : 48. Yang terakhir
adalah pengujian bobot jenis, menggunakan piknometer, yang pertama
dilakukan adalah, menimbang bobot piknometer kosong, hasil yang di dapat
adalah 11,278g, lalu bobot piknometer yang telah diisi ai adaalah 21,632 dan
bobot piknometer yang telah diisi dengan emulsi adalah 21,611g. setelah
dihitung hasil yang di dapat adalah 0,997g/mL.

VIII. Kesimpulan
1. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
caira lain dalam bentuk tetesan kecil. Untuk tipe emulsi, ada dua yaitu air
dalam minyak atau (W/O) dan minyak dalam air atau (O/W).
2. Emulsi yang digunakan sebagai obat dalam atau per oral biasanya emulsi
tipe o/w, maupun w/o, tergantung pada banyak faktor, misal sifat zat nya
atau efek terapi yang dikehendaki
3. Sediaan emulsi disimpan dalam kemasan yang tertutup rapat agar
menghindari masuknya partikel atau zat padat serta zat cair lain dari luar
wadah agar tidak masuk.
4. Pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu dengan
penambahan surfaktan, metode gom basah, metode gom kering, dan
metode botol. Yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah metode
gom kering.

IX. Daftar Pustaka

Syamsuni. 2007. “Ilmu Resep” Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anonym. 2015. “ Emulsi “


http://team5pharmacyb.blogspot.com/2013/05/emulsi.html (diakses pada Rabu, 3
Maret 2020)

santi. 2017. “laporan fardas emulsi”


https://minionssantii.blogspot.com/2017/10/laporan-fardas-emulsi.html (diakses
pada Rabu, 3 Maret 2020)
X. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai