Pertemuan 13
LAPORAN KEUANGAN PROFORMA
Laporan keuangan proforma adalah proyeksi kondisi keuangan (prestasi dan posisi keuangan)
perusahaan untuk masa datang.
A. Penyusunan Laporan Keuangan Proforma
Penyusunan laporan keuangan proforma memerlukan banyak asumsi (seperti tingkat
pertumbuhan penjualan, perilaku biaya dari sejumlah pos rekening, tingkat investasi pada
modal kerja dan aktiva tetap, dll). Manajemen ingin melihat sensitivitas laporan keuangan
proforma terhadap perubahan-perubahan asumsi dan pengaruh asumsi-asumsi terhadap
laporan keuangan proforma. Penggunaan software seperti Microsoft Excel dapat membantu
penyusunan laporan keuangan proforma, sekaligus melihat sensitivitas laporan keuangan
terhadap perubahan-perubahan asumsi.
Prosedur penyusunan laporan keuangan proforma meliputi beberapa langkah berikut
ini:
1. Memproyeksikan penjualan untuk sejumlah periode yang akan datang.
2. Memproyeksikan biaya operasional (harga pokok penjualan, biaya penjualan dan
administrasi, biaya pajak di luar bunga) dan kemudian menurunkan proyeksi pendapatan
operasional.
3. Memproyeksikan total aset, hutang, dan modal saham yang diperlukan untuk mendukung
tingkat operasi yang diproyeksikan pada point 1 dan 2.
4. Menetukan biaya pendanaan (financing cost) dari hutang pada point 3 dan kemudian
menurunkan dari pendapatan operasional untuk memperoleh laba bersih proyeksi.
5. Menurunkan laporan aliran kas dari laporan keuangan yang diproyeksikan (laporan laba-
rugi dan neraca).
yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap penjual di masa lalu, maka perlu dilakukan
penyesuaian. Sebagai contoh, penjualan tahun lalu melonjak cepat karena perusahaan
melakukan akuisisi, sementara tahun ini perusahaan tidak melakukan akuisisi, maka tingkat
pertumbuhan penjualan tahun lalu jangan dipakai untuk memproyeksikan penjualan di masa-
masa datang. Pola penjualan yang dipengaruhi siklus/musiman (cyclical) juga membuat
proyeksi penjualan menjadi lebih sulit karena variasi yang cukup besar dari tahun ke tahun.
Misalkan tingkat pertumbuhan penjualan empat tahun terakhir adalah sebagai
berikut:
Tahun 1 9,0%
Tahun 2 9,8%
Tahun 3 2,5%
Tahun 4 8,4%
Rata-rata tingkat pertumbuhan 7,4%
empat tahun
Misalkan analis menganggap bahwa pola pada masa lalu akan terjadi lagi (sama dengan)
pada masa datang, maka analis akan menggunakan tingkat pertumbuhan 7,4% untuk
memproyeksikan tingkat penjualan pada masa datang. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut,
berikut ini adalah proyeksi penjualan pada masa-masa datang:
Jumlah (Rp) %
perubahan
Tahun 3 (penjualan nyata) 4.868.900.000 -
Tahun 4 (proyeksi) 5.229.200.000 7,4%
Tahun 5 (proyeksi) 5.616.200.000 7,4%
Tahun 6 (proyeksi) 6.031.800.000 7,4%
2. Memproyeksikan Neraca
Setelah proyeksi penjualan dan laporan laba-rugi dibuat, langkah berikutnya membuat
proyeksi neraca. Cara yang paling mudah membuat proyeksi neraca adalah dengan
memproyeksikan sisi kiri neraca (sisi aktiva) terlebih dahulu, baru kemudian menyusun
komposisi yang diinginkan untuk sisi kanan (sisi pasiva atau pendanaan) neraca untuk
tingkat total aset yang diproyeksikan.
Ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk memproyeksikan aset, yaitu:
a. Memproyeksikan total aset, kemudian memproyeksikan neraca common size untuk
mengalokasikan total aset ke komponen-komponennya.
b. Memproyeksikan aset secara individual, kemudian menjumlahkan aset-aset individual
untuk memperoleh total aset.
Untuk memproyeksikan aset (baik total maupun individual), ada dua cara yang dapat
dilakukan, yaitu:
a. Memproyeksikan aset dengan menggunakan tingkat pertumbuhan.
b. Memproyeksikan aset dengan menganggap perputaran aktiva konstan (tetap) untuk masa
datang.
Perputaran aset sama dengan penjualan dibagi rata-rata total aset. Setelah rata-rata
total aset ditemukan, kemudian dicari aset akhir tahun dengan rumus (aset awal tahun + aset
akhir tahun)/2.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan karena mengaitkan proyeksi total aset
dengan proyeksi penjualan. Kelemahannya adalah kemungkingan proyeksi menghasilkan
angka-angka yang tidak biasa (tidak wajar). Sebagai contoh, meskipun penjualan naik dari
tahun ke-3 sebesar Rp4.868.900.000,00 menjadi Rp5.229.200.000,00 pada tahun ke-4,
proyeksi aset malahan menurun dari Rp3.609.600.000,00 menjadi Rp3.362.600.000,00. Hal
semacam ini terjadi karena aset meningkat tajam dari tahun 3 ke tahun 4, sebagi
kompensasinya aset pada akhir tahun ke-4 mengalami penurunan. Pola sebaliknya terjadi
pada tahun ke-5. Karena aset pada akhit tahun ke-4 (awal tahun ke-5) sangat rendah, maka
aset akhir tahun ke-5 meningkat lebih tajam. Pola pada tahun ke-6 bergerak sebaliknya (pola
ini lebih menyerupai pola pada tahun ke-4).
Jika kenaikan aset di masa lalu menunjukkan angka yang stabil, penggunaan ke dua
metode tersebut menghasilkan proyeksi aset yang hampir sama. Bila penjualan sifatnya
musiman atau tidak stabil, maka penggunaan rata-rata (12,6% pada pendekatan pertama)
akan memberikan hasil yang lebih baik.
Setelah besarnya aset secara total ditemukan, maka besarnya komponen-komponen
aser kemudian dihitung dengan menggunakan persentase tertentu dari total aset (common
size). Common size atau proporsi dihitung dari proporsi neraca untuk tahun ini (tahun 3). Berikut
ini contoh perhitungan neraca proforma dengan menggunakan pendekatan total aset yang
kemudian diikuti dengan pendekatan proforma untuk menentukan besarnya komponen-komponen
aset.
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(nyata) size (%)
AKTIVA
Kas 85.800.000 2,4 97.500.000 109.800.000 123.700.000
Surat Berharga 35.000.000 1,0 40.600.000 45.800.000 51.500.000
Piutang Dagang 486.900.000 13,5 548.700.000 617.800.000 695.700.000
Persediaan 664.700.000 18,4 747.900.000 842.100.000 948.200.000
Persekot 90.500.000 2,5 101.600.000 114.400.000 128.800.000
Total Aktiva Lancar 1.362.900.000 37,8 1.536.300.000 1.729.900.000 1.947.900.000
Bangungan, Pabrik,
1.508.900.000 41,8 1.698.900.000 1.913.000.000 2.154.000.000
dan Peralatan (bersih)
Aktiva lainnya 737.800.000 20,4 829.200.000 933.600.000 1.051.300.000
Total Aktiva 3.609.600.000 100,0 4.064.400.000 4.576.500.000 5.153.200.000
Cara lain adalah dengan menggunakan metode kedua yaitu memproyeksi aset secara
individual, kemudian menjumlahkan aset-aset menjadi total aset. Untuk memproyeksi aset
secara individual, analis bisa menggunakan tingkat pertumbuhan di masa lalu atau
menggunakan asumsi perputaran aktiva tetap.
Misalkan piutang dagang tumbuh dengan tingkat 15,5% selama lima tahun terakhir dan
analis akan menggunakan tingkat pertumbuhan tersebut, maka besarnya piutang dagang tiga tahun
yang akan datang dapat diproyeksikan. Misalkan persediaan juga tumbuh dengan tingkat 7,8%,
maka berikut ini adalah proyeksi untuk kedua rekening tersebut.
Tahun 3 Tingkat Proyeksi
(nyata) Pertumbuhan Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Piutang Dagang 486.900.000 15,5% 562.400.000 649.500.000 750.200.000
Persediaan 664.700.000 7,8% 716.500.000 772.400.000 832.700.000
Sebagai alternatif, analis bisa melakukan perhitungan dengan menggunakan
perputaran piutang dan perputaran persediaan sebagai berikut:
Penjualan Perputaran Rata-rata Piutang
(Rp) Piutang Piutang Awal Tahun Akhir Tahun
Tahun 3 (nyata) 4.868.900.000 11,8 kali - - 486.900.000
Tahun 4 (proyeksi) 5.229.200.000 11,8 kali 443.200.000 486.900.000 399.500.000
Tahun 5 (proyeksi) 5.616.200.000 11,8 kali 475.900.000 399.500.000 552.300.000
Tahun 6 (proyeksi) 6.031.800.000 11,8 kali 511.200.000 552.300.000 470.100.000
Memproyeksi Memproyeksi
Total Aset Aset Individual
Menggunakan tingkat
X X
pertumbuhan hitoris
Menggunakan perputaran aset
X X
untuk memproyeksi aset
Tabel di atas tampak bahwa ada empat kombinasi yang dapat dipakai untuk
memproyeksi aset. Apabila tingkat pertumbuhan aset relatif stabil, maka keempat
pendekatan di akat menghasilkan angka-angka yang tidak jauh berbeda. Tetapi kalau tingkat
pertumbuhan tidak stabil, maka keempat pendekatan di atas mungkin akan menghasilkan
angka-angka yang cukup berbeda. Dalam hal penggunaan tingkat pertumbuhan historis akan
memberikan proyeksi yang lebih wajar. Manfaat dari penggunaan perputaran aset untuk
memproyeksi aset adalah karena jumlah aset dikaitkan dengan proyeksi penjualan. Kadang-
kadang prestasi manajemen dikaitkan dengan perputaran aktiva (untuk menaikkan
profitabilitas). Kalau manajemen dievaluasi dengan cara semacam itu, penggunaan
perputaran aset akan memberikan tambahan keuntungan karena dapat dipakai sebagai dasar
evaluasi manajemen.
SOVABILITAS
Rasio Hutang Jangka Panjang 21,8% 21,8% 21,8% 21,8%
Rasio Hutang Modal Saham 27,8% 27,8% 27,8% 27,8%
Rasio Hutang Jangka Panjang terhadap Aset 14,6% 14,6% 14,6% 14,6%
Times Interest Earned 8,2% 7,7% 7,3% 7,0%
Aliran kas operasi terhadap total hutang 30,6% 22,4% 21,5% 20,7%
Alaran kas operasi terhadap pengeluaran modal 1,91% 1,09% 1,05% 1,01%
Profitabilitas perusahaan diproyeksikan akan menurun sesuai dengan penurunan
ROA dan ROE. Penurunan ini dikarenakan turunnya perputaran aktiva. Penjualan
diproyeksikan untuk tumbuh 7,4% setiap tahunnya, sedangkan aset diproyeksikan untuk
tumbuh 12,6% per tahun. Perbedaan asumsi pertumbuhan ini mengakibatkan turunnya
perputaran aktiva. Penurunan perputaran akitva tidak diimbangi oleh kenaikan profit margin
yang diproyeksikan untuk tetap selama tiga tahun mendatang.
Rasio-rasio untuk mengukur resiko perusahaan (dilihat dari perbandingan hutang
dengan non hutang) tidak berubah selama tiga tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena
common size dari neraca diproyeksikan tetap sama untuk tahun-tahun mendatang. Rasio
yang melibatkan laporan laba-rugi atau laporan arus kas diproyeksikan untuk menurun. Ini
disebabkan karena aset diproyeksikan tumbuh lebih cepat dibandingkan penjualan.
Analisis rasio ini menunjukkan bahwa asumsi-asumsi yang dipakai untuk menyusun
laporan keuangan proforma akan menentukan besarnya laporan keuangan proforma. Dalam
contoh di atas, asumsi pertumbuhan penjualan dan asumsi pertumbuhan aset yang berbeda
akan menghasilkan angka-angka dan rasio-rasio yang berbeda.