Anda di halaman 1dari 12

A.

Penyusunan Laporan Keuangan Proforma


Penyusunan laporan keuangan proforma memerlukan banyak asumsi (seperti tingkat
pertumbuhan penjualan, perilaku biaya dari sejumlah pos rekening, tingkat investasi pada
modal kerja dan aktiva tetap, dll). Manajemen ingin melihat sensitivitas laporan keuangan
proforma terhadap perubahan-perubahan asumsi dan pengaruh asumsi-asumsi terhadap
laporan keuangan proforma. Penggunaan software seperti Microsoft Excel dapat membantu
penyusunan laporan keuangan proforma, sekaligus melihat sensitivitas laporan keuangan
terhadap perubahan-perubahan asumsi.
Prosedur penyusunan laporan keuangan proforma meliputi beberapa langkah berikut
ini:
1. Memproyeksikan penjualan untuk sejumlah periode yang akan datang.
2. Memproyeksikan biaya operasional (harga pokok penjualan, biaya penjualan dan
administrasi, biaya pajak di luar bunga) dan kemudian menurunkan proyeksi pendapatan
operasional.
3. Memproyeksikan total aset, hutang, dan modal saham yang diperlukan untuk mendukung
tingkat operasi yang diproyeksikan pada point 1 dan 2.
4. Menetukan biaya pendanaan (financing cost) dari hutang pada point 3 dan kemudian
menurunkan dari pendapatan operasional untuk memperoleh laba bersih proyeksi.
5. Menurunkan laporan aliran kas dari laporan keuangan yang diproyeksikan (laporan laba-
rugi dan neraca).

1. Memproyeksikan Laporan Laba-Rugi


a. Memproyeksikan Penjualan
Langkah pertama yang diperlukan adalah memproyeksikan penjualan. Proyeksi penjualan ini
kemudian dipakai untuk menurunkan angka-angka dalam laporan keuangan proforma.
Jika penjualan tumbuh relatif stabil, maka tingkat pertumbuhan penjualan bisa
dipakai untuk memproyeksikan penjualan di masa-masa datang. Jika ada faktor-faktor lain
yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap penjual di masa lalu, maka perlu dilakukan
penyesuaian. Sebagai contoh, penjualan tahun lalu melonjak cepat karena perusahaan
melakukan akuisisi, sementara tahun ini perusahaan tidak melakukan akuisisi, maka tingkat
pertumbuhan penjualan tahun lalu jangan dipakai untuk memproyeksikan penjualan di masa-
masa datang. Pola penjualan yang dipengaruhi siklus/musiman (cyclical) juga membuat
proyeksi penjualan menjadi lebih sulit karena variasi yang cukup besar dari tahun ke tahun.
Misalkan tingkat pertumbuhan penjualan empat tahun terakhir adalah sebagai
berikut:
Tahun 1 9,0%
Tahun 2 9,8%
Tahun 3 2,5%
Tahun 4 8,4%
Rata-rata tingkat pertumbuhan 7,4%
empat tahun
Misalkan analis menganggap bahwa pola pada masa lalu akan terjadi lagi (sama dengan)
pada masa datang, maka analis akan menggunakan tingkat pertumbuhan 7,4% untuk
memproyeksikan tingkat penjualan pada masa datang. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut,
berikut ini adalah proyeksi penjualan pada masa-masa datang:
Jumlah (Rp) %
perubahan
Tahun 3 (penjualan nyata) 4.868.900.000 -
Tahun 4 (proyeksi) 5.229.200.000 7,4%
Tahun 5 (proyeksi) 5.616.200.000 7,4%
Tahun 6 (proyeksi) 6.031.800.000 7,4%

b. Memproyeksikan Biaya Operasional


Proyeksi biaya operasional tergantung pada asumsi perilaku biaya. Jika analis biaya
mengasumsikan biaya operasional mempunyai perilaku sebagai biaya variabel sepenuhnya,
analis bisa memproyeksikan biaya operasional pada masa datang dengan menggunakan
laporan keuangan common size (proporsional). Biaya-biaya operasional seperti harga pokok
penjualan, biaya administrasi, diperoleh dengan mengalikan proporsinya terhadap penjualan
saat ini (untuk masing-masing komponen biaya) dengan penjualan yang diproyeksikan.
Alternatif lain adalah dengan memproyeksikan masing-masing komponen biaya operasional
untuk tumbuh dengan 7,4%.

Contoh Proyeksi Laporan Laba-Rugi (dalam jutaan Rp)


Tahun 3 common Proyeksi
(nyata) size (%) Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Dengan menggunakan pendekatan common size
Penjualan 4.868,9 100,0 5.229,2 5.616,2 6.031,8
Harga Pokok Penjualan 3.392,8 69,7 3.644,8 3.914,5 4.204,2
Biaya penjualan dan administrasi 1.092,8 21,1 1.103,4 1,185,0 1,272,7
Pendapatan lainnya 36,4 0,7 36,6 39,3 42,2
Pajak Penghasilan 179,1 3,7 193,4 207,8 223,2
Pendapatan Operasional 304,0 6,2 324,2 348,2 373,9
Biaya bunga (bersih pajak) 35,6 44,5 51,1 56,4
Item lainnya 5,7 - - -
274,1 279,7 298,1 317,5

Dengan menggunakan tingkat pertumbuhan item individual


Penjualan 4.868,9 7,4 5.229,2 5.616,2 6.031,8
Harga Pokok Penjualan 3.392,8 5,9 3.593,0 3.805,0 4.029,5
Biaya penjualan dan administrasi 1.092,8 14,1 1.174,5 1.340,2 1.529,1
Pendapatan lainnya 36,4 18,2 43,0 50,9 60,1
Pajak Penghasilan 179,1 0,3 179,6 180,2 180,7
Pendapatan Operasional 304,0 325,1 341,7 352,6
Biaya bunga (bersih pajak) 35,6 44,5 50,1 56,4
Item lainnya 5,7 - - -
274,1 280,6 291,6 296,2
Jika proporsi biaya tetap cukup tinggi, biaya operasional tidak akan berubah dengan tingkat
yang sama dengan perubahan penjualan, dalam hal ini lebih lambat. Sebagai contoh, Harga
Pokok Penjualan meningkat dengan kenaikan 5,9%, sementara penjualan meningkat dengan
tingkat 7,4%. Salah satu penjelasan perbedaan ini karena Harga Pokok Penjualan
diperkirakan mempunyai komponen biaya tetap yang cukup tinggi. Sebaliknya, biaya
penjualan dan administrasi meningkat cepat, yaitu 14,1%. Penjelasan yang mungkin adalah
karena biaya tersebut mempunyai komponen variaber yang tinggi.
Tabel di atas menampilkan laporan keuangan proforma dengan menggunakan dua
pendekatan, yaitu: (1)pendekatan common size (proporsional), dan (2)pendekatan tingkat
pertumbuhan individual.
Dengan menggunakan dua pendekatan ini, hasil yang diperoleh hampir sama.
Perhatikan bahwa biaya restrukturisasi dimasukkan ke dalam rekening item lainnya. Karena
biaya ini diperkirakan tidak akan muncul lagi pada tahun-tahun berikutnya (item yang non-
recurring), maka biaya ini tidak dimasukkan ke dalam proyeksi tahun-tahun selanjutnya.
2. Memproyeksikan Neraca
Setelah proyeksi penjualan dan laporan laba-rugi dibuat, langkah berikutnya membuat
proyeksi neraca. Cara yang paling mudah membuat proyeksi neraca adalah dengan
memproyeksikan sisi kiri neraca (sisi aktiva) terlebih dahulu, baru kemudian menyusun
komposisi yang diinginkan untuk sisi kanan (sisi pasiva atau pendanaan) neraca untuk
tingkat total aset yang diproyeksikan.
Ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk memproyeksikan aset, yaitu:
a. Memproyeksikan total aset, kemudian memproyeksikan neraca common size untuk
mengalokasikan total aset ke komponen-komponennya.
b. Memproyeksikan aset secara individual, kemudian menjumlahkan aset-aset individual
untuk memperoleh total aset.
Untuk memproyeksikan aset (baik total maupun individual), ada dua cara yang dapat
dilakukan, yaitu:
a. Memproyeksikan aset dengan menggunakan tingkat pertumbuhan.
b. Memproyeksikan aset dengan menganggap perputaran aktiva konstan (tetap) untuk masa
datang.

3. Memproyeksikan Total Aset


Total aset dapat diproyeksikan dengan menggunakan pendekatan tingkat pertumbuhan aset
pada masa lalu. Misalkan aset selama lima tahun terakhir ini tumbuh rata-rata 12,6% dan
analis menganggap tingkat pertumbuhan ini akan terjadi pada masa-masa datang, maka
perkiraan total aset tahun-tahun yang akan datang berikut ini:
Jumlah (Rp) %
perubahan
Tahun 3 (nyata) 3.609.600.000 -
Tahun 4 (proyeksi) 4.064.400.000 12,6%
Tahun 5 (proyeksi) 4.576.500.000 12,6%
Tahun 6 (proyeksi) 5.153.200.000 12,6%
Cara lain, dengan menggunakan pendekatan perputaran aktiva yang konstan, dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Penjualan Perputaran Total Aset Total Aset
(Rp) Total Aset Rata-rata Awal Tahun Akhir Tahun
Tahun 3 (nyata) 4.868.900.000 - - - 3.609.600.000
Tahun 4 (proyeksi) 5.229.200.000 12,6% 3.486.100.000 3.609.600.000 3.362.600.000
Tahun 5 (proyeksi) 5.616.200.000 12,6% 3.744.100.000 3.362.600.000 4.125.700.000
Tahun 6 (proyeksi) 6.031.800.000 12,6% 4.021.200.000 4.125.700.000 3.916.700.000
Perputaran aset sama dengan penjualan dibagi rata-rata total aset. Setelah rata-rata
total aset ditemukan, kemudian dicari aset akhir tahun dengan rumus (aset awal tahun + aset
akhir tahun)/2.
Pendekatan ini mempunyai keuntungan karena mengaitkan proyeksi total aset
dengan proyeksi penjualan. Kelemahannya adalah kemungkingan proyeksi menghasilkan
angka-angka yang tidak biasa (tidak wajar). Sebagai contoh, meskipun penjualan naik dari
tahun ke-3 sebesar Rp4.868.900.000,00 menjadi Rp5.229.200.000,00 pada tahun ke-4,
proyeksi aset malahan menurun dari Rp3.609.600.000,00 menjadi Rp3.362.600.000,00. Hal
semacam ini terjadi karena aset meningkat tajam dari tahun 3 ke tahun 4, sebagi
kompensasinya aset pada akhir tahun ke-4 mengalami penurunan. Pola sebaliknya terjadi
pada tahun ke-5. Karena aset pada akhit tahun ke-4 (awal tahun ke-5) sangat rendah, maka
aset akhir tahun ke-5 meningkat lebih tajam. Pola pada tahun ke-6 bergerak sebaliknya (pola
ini lebih menyerupai pola pada tahun ke-4).
Jika kenaikan aset di masa lalu menunjukkan angka yang stabil, penggunaan ke dua
metode tersebut menghasilkan proyeksi aset yang hampir sama. Bila penjualan sifatnya
musiman atau tidak stabil, maka penggunaan rata-rata (12,6% pada pendekatan pertama)
akan memberikan hasil yang lebih baik.
Setelah besarnya aset secara total ditemukan, maka besarnya komponen-komponen
aser kemudian dihitung dengan menggunakan persentase tertentu dari total aset (common
size). Common size atau proporsi dihitung dari proporsi neraca untuk tahun ini (tahun 3). Berikut
ini contoh perhitungan neraca proforma dengan menggunakan pendekatan total aset yang
kemudian diikuti dengan pendekatan proforma untuk menentukan besarnya komponen-komponen
aset.
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(nyata) size (%)
AKTIVA
Kas 85.800.000 2,4 97.500.000 109.800.000 123.700.000
Surat Berharga 35.000.000 1,0 40.600.000 45.800.000 51.500.000
Piutang Dagang 486.900.000 13,5 548.700.000 617.800.000 695.700.000
Persediaan 664.700.000 18,4 747.900.000 842.100.000 948.200.000
Persekot 90.500.000 2,5 101.600.000 114.400.000 128.800.000
Total Aktiva Lancar 1.362.900.000 37,8 1.536.300.000 1.729.900.000 1.947.900.000
Bangungan, Pabrik,
1.508.900.000 41,8 1.698.900.000 1.913.000.000 2.154.000.000
dan Peralatan (bersih)
Aktiva lainnya 737.800.000 20,4 829.200.000 933.600.000 1.051.300.000
Total Aktiva 3.609.600.000 100,0 4.064.400.000 4.576.500.000 5.153.200.000

4. Memproyeksikan Aset Individual


Cara lain adalah dengan menggunakan metode kedua yaitu memproyeksi aset secara
individual, kemudian menjumlahkan aset-aset menjadi total aset. Untuk memproyeksi aset
secara individual, analis bisa menggunakan tingkat pertumbuhan di masa lalu atau
menggunakan asumsi perputaran aktiva tetap.
Misalkan piutang dagang tumbuh dengan tingkat 15,5% selama lima tahun terakhir dan
analis akan menggunakan tingkat pertumbuhan tersebut, maka besarnya piutang dagang tiga tahun
yang akan datang dapat diproyeksikan. Misalkan persediaan juga tumbuh dengan tingkat 7,8%,
maka berikut ini adalah proyeksi untuk kedua rekening tersebut.
Tahun 3 Tingkat Proyeksi
(nyata) Pertumbuhan Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Piutang Dagang 486.900.000 15,5% 562.400.000 649.500.000 750.200.000
Persediaan 664.700.000 7,8% 716.500.000 772.400.000 832.700.000
Sebagai alternatif, analis bisa melakukan perhitungan dengan menggunakan
perputaran piutang dan perputaran persediaan sebagai berikut:
Penjualan Perputaran Rata-rata Piutang
(Rp) Piutang Piutang Awal Tahun Akhir Tahun
Tahun 3 (nyata) 4.868.900.000 11,8 kali - - 486.900.000
Tahun 4 (proyeksi) 5.229.200.000 11,8 kali 443.200.000 486.900.000 399.500.000
Tahun 5 (proyeksi) 5.616.200.000 11,8 kali 475.900.000 399.500.000 552.300.000
Tahun 6 (proyeksi) 6.031.800.000 11,8 kali 511.200.000 552.300.000 470.100.000

Harga Pokok Persediaan


Perputaran Rata-rata
Penjualan
Persediaan Persediaan Awal Tahun Akhir Tahun
(Rp)
Tahun 3 (nyata) 3.392.800.000 5,3 kali - - 664.700.000
Tahun 4 (proyeksi) 3.644.800.000 5,3 kali 687.700.000 664.700.000 710.700.000
Tahun 5 (proyeksi) 3.914.500.000 5,3 kali 738.600.000 710.700.000 766.500.000
Tahun 6 (proyeksi) 4.204.200.000 5,3 kali 793.200.000 766.500.000 820.000.000
Untuk piutang tampak bahwa kedua pendekatan di atas (menggunakan tingkat
pertumbuhan dan mengasumsikan perputaran piutang yang tetap) menghasilan angka-angka
yang cukup berbeda. Hal ini disebabkan karena piutang dagang naik lebih cepat
dibandingkan dengan penjualan pada tahun ke-3. Sebaliknya dengan persediaan, kedua
pendekatan dia atas menghasilkan angka yang tidak jauh berbeda.
Tabel berikut ini meringkas pendekatan-pedekatan yang dapat dipakai untuk
memproyeksi aset.
Memproyeksi Memproyeksi
Total Aset Aset Individual
Menggunakan tingkat
X X
pertumbuhan hitoris
Menggunakan perputaran aset
X X
untuk memproyeksi aset
Tabel di atas tampak bahwa ada empat kombinasi yang dapat dipakai untuk
memproyeksi aset. Apabila tingkat pertumbuhan aset relatif stabil, maka keempat
pendekatan di akat menghasilkan angka-angka yang tidak jauh berbeda. Tetapi kalau tingkat
pertumbuhan tidak stabil, maka keempat pendekatan di atas mungkin akan menghasilkan
angka-angka yang cukup berbeda. Dalam hal penggunaan tingkat pertumbuhan historis akan
memberikan proyeksi yang lebih wajar. Manfaat dari penggunaan perputaran aset untuk
memproyeksi aset adalah karena jumlah aset dikaitkan dengan proyeksi penjualan. Kadang-
kadang prestasi manajemen dikaitkan dengan perputaran aktiva (untuk menaikkan
profitabilitas). Kalau manajemen dievaluasi dengan cara semacam itu, penggunaan
perputaran aset akan memberikan tambahan keuntungan karena dapat dipakai sebagai dasar
evaluasi manajemen.

5. Memproyeksikan Hutang dan Modal Saham


Setelah sisi kiri neraca proforma selesai disusun, tahap berikutnya adalan menyususn sisi
kanan neraca (sisi pasiva). Cara yang paling mudah untuk menyusun komposisi pasiva
adalah dengan menggunakan common size sisi kanan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
komposisi semacam itu tidak akan berubah untuk masa-masa datang. Kadang-kadang ada
beberapa peristiwa yang merubah total sisi kanan neraca, misalkan pada peristiwa pembelian
perusahaan (leverage buy-out), dan restrukturisasi. Pada peristiwa semacam ini barangkali
common size pada saat ini tidak bisa dipakai untuk memproyeksi sisi kanan neraca pada
tahun-tahun yang akan datang.
Berikut ini penyusunan proyeksi sisi kanan neraca.
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(nyata) size (%)
PASIVA
Hutang Dagang 446.700.000 12,4 504.000.000 567.500.000 639.000.000
Hutang Wesel 138.000.000 3,8 154.400.000 173.900.000 195.800.000
Hutang jangka pendek lainnya 278.600.000 7,7 313.000.000 352.400.000 396.800.000
Total Hutang Lancar 863.300.000 23,9 971.400.000 1.093.800.000 1.231.600.000
Hutang jangka panjang 525.800.000 14,6 593.400.000 668.100.000 752.400.000
Hutang jangka panjang lainnya 325.500.000 9,0 365.800.000 411.900.000 463.800.000
Total Hutang 1.714.600.000 47,5 1.930.600.000 2.173.800.000 2.447.800.000
Total Modal Saham 1.895.000.000 52,5 2.133.800.000 2.402.700.000 2.705.400.000
Total Hutanga dan Modal Saham 3.609.600.000 100,0 4.064.400.000 4.576.500.000 5.153.200.000

6. Memproyeksikan Biaya Pendanaan


Setelah struktur modal diproyeksikan, analis dapat menghitung biaya pendanaan (seperti
bunga). Langkah ini memerlukan asumsi bahwa struktur modal tidak akan berubah pada
masa datang, dan juga dengan tingkat bunga. Apabila struktur modal berubah (misal hutang
lebih besar), maka resiko perusahaan berubah dan dengan demikian tingkat bunga juga dapat
berubah untuk mengkompensasi kenaikan resiko.
Beriktu ini perhitungan tingkat bunga untuk hutang-hutang perusahaan.
Biaya bunga bersih pajak (1 – 0,34) (53,9) 35,6
----------------------------------- = --------------------------------------- = --------
Rata-rata hutang yang 0,5(93,5+380,2+138,0+525,8) 568,8
Mempunyai beban bunga
= 6,3%
Dalam perhitungan di atas, hutang yang mempunyai bunga diasumsikan datang dari
hutang jangka panjang dan hutang wesel. Kemudian, misal hutang keduanya pada tahun 2
(Rp93.500.000,00 untuk hutang wesel dan Rp380.200.000,00 untuk hutang jangka panjang)
ditambah dengan hutang pada tahun 3 (Rp138.000.000,00 untuk hutang wesel dan
Rp525.800.000,00 untuk hutang jangka panjang) dikalikan 0,5 untuk memperoleh hutang
rata-rata. Tingkat pajak diasumsikan 34% dan ini dipakai untuk menghitung biaya bunga
bersih pajak yang menjadi angka yang dibagi (numerator) untuk perhitungan di atas.
Setelah persentase tingkat bunga diketahui, tingkat bunga tersebut dipakai untuk
menentukan bunga dengan mengalikan tingkat bunga tersebut dengan rata-rata hutang (yang terdiri
dari hutang jangka panjang dan hutang wesel). Berikut ini perhitungannya.
Hutang yang berbunga Rata-rata hutang Biaya Biaya bunga
Awal tahun Akhir tahun berbunga (Rp) bunga bersih pajak
Tahun 4 (proyeksi) 663.800.000 747.800.000 705.800.000 6,3% 44.500.000
Tahun 5 (proyeksi) 747.800.000 842.000.000 794.900.000 6,3% 50.100.000
Tahun 6 (proyeksi) 842.000.000 948.200.000 895.100.000 6,3% 56.400.000
Biaya bunga tersebut (bersih pajak) kemudian dikurangkan dari pendapatan
operasional untuk memperoleh proyeksi laba bersih untuk setiap tahunnya.

7. Memproyeksikan Laporan Arus Kas


Langkah akhir adalah memproyeksi arus kas. Proyeksi arus kas diturunkan dari proyeksi
neraca dan proyeksi laba-rugi. Berikut ini laporan arus kas proforma.
Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
OPERASI
1. Laba bersih 279.700.000 298.100.000 317.500.000
2. Plus: Depresiasi dan 182.400.000 205.400.000 231.300.000
Amortisasi 10.000.000 11.300.000 12.700.000
3. (Kenaikan) Penurunan Piutang Dagang (61.800.000) (69.100.000) (77.900.000)
4. (Kenaikan) Penurunan Persediaan (83.200.000) (94.200.000) (106.100.000)
5. (Kenaikan) Penurunan rekening dibayar di muka (11.100.000) (12.800.000) (14.400.000)
6. (Kenaikan) Penurunan Hutang Dagang 57.300.000 63.500.000 71.500.000
7. (Kenaikan) Penurunan Hutang lancar lainnya 34.400.000 39.400.000 44.400.000
Aliran kas dari operasi 407.700.000 441.600.000 479.000.000
INVESTASI
8. (Kenaikan) Penurunan Surat Berharga (5.600.000) (5.200.000) (5.700.000)
9. (Kenaikan) Penurunan Aktiva Tetap, bersih depresiasi (372.400.000) (419.500.000) (472.300.000)
10. (Kenaikan) Penurunan Aktiva lainnya, bersih depresiasi (101.400.000) (115.700.000) (130.400.000)
Aliran kas dari investasi (479.400.000) (540.400.000) (608.400.000)
PENDANAAN
11. (Kenaikan) Penurunan Hutang Jangka Pendek 16.400.000 19.500.000 21.900.000
12. (Kenaikan) Penurunan Hutang Jangka Panjang 67.600.000 74.700.000 84.300.000
13. (Kenaikan) Penurunan Hutang Jangka Penjang lainnya 40.300.000 46.100.000 51.900.000
14. Dividen (114.500.000) (125.400.000) (137.300.000)
15. (Kenaikan) Penurunan Modal Saham bersih dari laba
73.600.000 96.200.000 122.500.000
bersih dan dividen
Aliran kas dari pendanaan 83.400.000 111.100.000 143.300.000
Perubahan dalam kas 11.700.000 12.300.000 13.900.000
Berikut ini penjelasan penyusunan laporan arus kas:
1. Laba bersih: jumlah ini diambil dari laporan laba-rugi proforma.
2. Depresiasi dan Amortisasi: jumlah ini diasumsikan naik dengan tingkat kenaikan yang
sama dengan aset (bangungan, mesin, peralatan, dan aset lainnya). Aset ini diasumsikan
untuk tumbuh dengan tingkat kenaikan 12,6%. Tingkat kenaikan ini juga digunakan untuk
menghitung depresiasi dan amortisasi.
3,4,5,6,7: perubahan-perubahan dalam aktiva dan hutang lancar selain kas diambil langsung
dari neraca yang diproyeksikan.
8. Perubahan surat berharga: pembelian dan penjualan surat berharga dan investasi pada surat
berharga (yang masuk aktiva tidak lancar) dimasukkan ke dalam rekening Investasi.
Perubahan-perubahan dalam rekening ini diambil dari neraca yang diproyeksikan. Jika ada
perubahan disebabkan karena perubahan yang berkaitan dengan pendapatan, maka jumlah
yang disebabkan perubahan tersebut dimasukkan ke dalam operasi, bukan investais.
9. Perubahan dalam bangungan, mesin, peralatan (bersih depresiasi): pembelian dan
penjualan bersih aktiva tetap termasuk dalam baris ini. Depresiasi tidak dimasukkan
karena depresiasi sudah dimasukkan ke dalam operasi, yaitu baris 2.
10. Perubahan dalan aktiva lainnya: biasanya aktiva lainnya datang dari goodwill yang timbul
dari selisih harga pembelian akuisisi dengan harga aset yang dibeli. Jumlah ini bersih dari
amortisasi karena amortisasi sudak dimasukkan ke dalam operasi, yaitu baris 3.
11,12,13: Perubahan dalam pinjaman, dan hutang non lancar lainnya biasanya masuk dalam
bagian pendanaan (financing), kecuali kalau ada informasi lain. Jika hutang pajak non
lancar (deferred income taxes) dilaporkan terpisah dari hutang non lancar, maka
perubahan-perubahan dalam hutang pajak tersebut dimasukkan dalam bagian operasi,
bukan dalam bagian pendanaan.
14. Dividen: untuk memproyeksikan dividen diperlukan asumsi kebijakan dividen. Banyak
perusahaan yang mempunyai kebijakan untuk membayar dividen yang konstan setiap
tahunnya. Beberapa perusahaan mempunyai kebijakan membayar dividen dengan rasio
pembayaran dividen (payout ratio) yang konstan. Misalkan dividen tumbuh 9,5% setiap
tahunnya selama lima tahun terakhir ini, tingkat pertumbuhan ini dapat dipakai untuk
memproyeksikan dividen pada masa-masa datang. Proyeksi dividen dengan menggunakan
tingkat pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada tabel proyeksi arus kas di atas.
15. Perubahan modal saham: perubahan modal saham pada baris 15 merupakan perubahan
modal saham yang belum termasuk dalam laba operasional (baris 1) dan dividen (baris
14). Laba operasi dikurangi dividen biasanya sama dengan laba yang ditahan. Dengan
demikian baris 15 ini merupakan perubahan dalam modal disetor. Nilai baris 15 yang
positif mencermingkan adanya saham baru yang masuk (emisi baru).
16. Perubahan dalam kas: jumlah dari baris 1 sampai baris 15 akan menghasilkan perubahan
kas pada periode tersebut. Perubahan ditambah (atau dikurangi apabila perubahan negatif)
kas pada awal periode akan menghasilkan kas akhir periode.
B. Rasio Keuangan Proforma
Setelah laporan keuangan proforma selesai disusun, analis bisa menyusun analisis rasio
untuk laporan keuangan proforma dengan cara yang sama dengan ketika membuat analisis
rasio untuk laporan keuangan. Berikut ini analisis rasio untuk perusahaan dengan
mendasarkan pada laporan keuangan proforma.
Tahun3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(nyata)
PROFITABILITAS
Return On Asset (ROA) 9,1% 8,4% 8,1% 7,7%
Profit Margin 6,2% 6,2% 6,2% 6,2%
Perputaran Aktiva 1,5 kali 1,4 kali 1,3 kali 1,2 kali
Return On Equity (ROE) 14,8% 13,9% 13,1% 12,4%
Common Earning Leverage 0,87% 0,86% 0,86% 0,85%
Leverage Struktur Modal 1,9% 1,9% 1,9% 1,9%
Harga Pokok Penjualan / Penjualan 69,7% 69,7% 69,7% 69,7%
Biaya Penjualan dan Administrasi / Penjualan 21,1% 21,1% 21,1% 21,1%
Biaya Pajak Penghasilan / Penjualan 3,7% 3,7% 3,7% 3,7%
Perputaran Piutang Dagang 11,8 kali 10,1 kali 9,6 kali 9,2 kali
Perputaran Persediaan 5,3 kali 5,2 kali 4,9 kali 4,7 kali
Perputaran Aktiva Tetap 3,4 kali 3,3 kali 3,1 kali 3,0 kali

LIKUIDITAS JANGKA PENDEK


Rasio Lancar 1,6% 1,6% 1,6% 1,6%
Rasio Quick 0,7% 0,7% 0,7% 0,7%
Rasio aliran kas dari operasi / Hutang lancar 60,2% 44,4% 42,8% 41.2%

SOVABILITAS
Rasio Hutang Jangka Panjang 21,8% 21,8% 21,8% 21,8%
Rasio Hutang Modal Saham 27,8% 27,8% 27,8% 27,8%
Rasio Hutang Jangka Panjang terhadap Aset 14,6% 14,6% 14,6% 14,6%
Times Interest Earned 8,2% 7,7% 7,3% 7,0%
Aliran kas operasi terhadap total hutang 30,6% 22,4% 21,5% 20,7%
Alaran kas operasi terhadap pengeluaran modal 1,91% 1,09% 1,05% 1,01%
Profitabilitas perusahaan diproyeksikan akan menurun sesuai dengan penurunan
ROA dan ROE. Penurunan ini dikarenakan turunnya perputaran aktiva. Penjualan
diproyeksikan untuk tumbuh 7,4% setiap tahunnya, sedangkan aset diproyeksikan untuk
tumbuh 12,6% per tahun. Perbedaan asumsi pertumbuhan ini mengakibatkan turunnya
perputaran aktiva. Penurunan perputaran akitva tidak diimbangi oleh kenaikan profit margin
yang diproyeksikan untuk tetap selama tiga tahun mendatang.
Rasio-rasio untuk mengukur resiko perusahaan (dilihat dari perbandingan hutang
dengan non hutang) tidak berubah selama tiga tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena
common size dari neraca diproyeksikan tetap sama untuk tahun-tahun mendatang. Rasio
yang melibatkan laporan laba-rugi atau laporan arus kas diproyeksikan untuk menurun. Ini
disebabkan karena aset diproyeksikan tumbuh lebih cepat dibandingkan penjualan.
Analisis rasio ini menunjukkan bahwa asumsi-asumsi yang dipakai untuk menyusun
laporan keuangan proforma akan menentukan besarnya laporan keuangan proforma. Dalam
contoh di atas, asumsi pertumbuhan penjualan dan asumsi pertumbuhan aset yang berbeda
akan menghasilkan angka-angka dan rasio-rasio yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai