Anda di halaman 1dari 21

MAKANAN / NUTRISI BAGI PASIEN KANKER

Posted by: kankerpayudara on: Januari 13, 2008


In: artikel

Comment!
Para pasien kanker yang sedang menjalani terapi dan yang sudah selesai terapi dianjurkan
mengkonsumsi makanan yang sehat dengan gizi yang seimbang. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pasien kanker yang mengkonsumsi makanan sehat selama terapi umumnya
lebih tahan menghadapi efek samping dari terapi Kadang selama terapi, muncul efek samping
seperti mual, kehilangan nafsu makan sehingga pasien kadang sulit mengikuti cara makan yang
sehat. Karena itu jika pasien mengalami hal tersebut segera diskusikan dengan dokter dan ahli
gizi.
Beberapa terapi kanker bisa bekerja efektif pada pasien yang daya tahan tubuhnya tinggi yaitu
didapat dari kecukupan nutrisi. Mengkonsumsi makanan sehat sangat berguna untuk kesehatan
otot-otot, membangun jaringan sel baru, menjaga diri dari serangan infeksi. Memang tidak ada
jaminan bahwa setelah makan dengan menu sehat, kanker tidak akan kambuh lagi. Karena asal
muasal kankerpun sampai sekarang belum diketemukan, hanya dengan mengatur makanan kita,
memang daya tahan tubuh menjadi lebih kuat, kita terhindar dari kelebihan kolesterol,
peningkatan gula darah, darah menjadi kental, ketidakstabilan hormone, dll. Dimana itu semua
adalah beberapa factor penyumbang kekambuhan kanker. Paling tidak kalau kita lebih sehat dan
lebih mandiri tidak akan mengganggu / tergantung pada orang lain, bisa melakukan kegiatan
bermanfaat. Juga makanan rendah lemak ini akan membantu kita untuk mengontrol berat badan
agar tidak berlebihan. Pasien kanker dianjurkan supaya berat badannya tidak naik berlebihan dan
mengontrol tekanan darah nya. Sebaiknya mengkonsumsi makanannya adalah sbb :
Konsumsi cukup sayur dan buah ( 4-5 macam setiap hari ). Misalnya apel, papaya,
alpukat/kiwi/mangga, jambu merah/ strawberry/buah naga, jeruk dll. Bayam merah, bayam hijau,
ginseng, daun papaya+bunga pepaya, broccoli, bit, wortel, dll. Pilih sayur dan buah yang berwarna
mencolok dan jangan mengkonsumsi jenis-jenis sayur dan buah yang sama dalam jangka waktu
lama. Lebih baik secara kombinasi agar tubuh tidak kelebihan zat tertentu tapi kekurangan zat
yang lain. Variasikan warna-warna buah dan sayurnya.
Jika menkonsumsi makanan sumber karbohidrat, pilih karbohidrat kompleks, misal nasi merah,
roti gandum
Perbanyaklah makan ikan laut ( usahakan tidak makan cumi, kepiting, bandeng ), kalau ayam,
belilah ayam kampung atau ayam organic. Apabila terpaksa makan daging merah ( daging sapi )
pilih yang rendah lemak . Dalam suatu penelitian disebutkan bahwa mengkonsumsi daging merah
sebanyak lima hingga enam kali seminggu meningkatkan resiko kanker. Untuk menurunkan
resiko, Institut Kanker Nasional AS menyarankan kita untuk membatasi konsumsi lemak
hingga30%. Tapi menurut penelitian untuk mendapatkan efek anti kanker, usahakan
mengkonsumsi lemak kira-kira 10-15% saja. Atau lebih baik tidak sama sekali. Kalau saya sudah
tidak makan daging merah lagi semenjak terkena kanker.
Bila mengkonsumsi susu dan olahannya pilih yang rendah lemak atau susu kedelai. Yoghurt pilih
yang plain. Kedelai olahan lain juga bagus, seperti tahu, tempe.
Sebaiknya mulai kurangi gula ( bisa diganti madu kalau terpaksa), makanan yang mengandung
nitrit, pengawet, pewarna, diasinkan, diasap.
Kurangi gorengan. Makanan yang mengandung karbohidrat seperti kentang goreng / keripik
kentang akan merangsang terbentuknya senyawa pemicu kanker yang bernama akrilamida. Pada
kentang/ keripik kentang goreng senyawa ini lebih banyak dibanding pada makanan gorengan
lain.
Hindari memasak makanan dengan suhu tinggi.
Apabila terpaksa makan makanan yang digoreng, pakailah minyak yang bebas kolesterol seperti
canola oil. Sekali pakai langsung dibuang, makanya pakainya hemat saja karena harganya mahal
sekali ( 2 liter Rp. 70.000 ) Biasanya saya, kalau Canola Oil susah ditemukan di Supermarket
sekitar rumah dengan terpaksa menggunakan Olive Oil ( ini lebih mahal lagi, biasanya untuk
dressing salad ) Juga sekali pakai langsung dibuang.
Hindari alcohol dan minuman soft drink. Lebih baik minum air putih 8 gelas sehari
Batasi cemilan enak tapi tak sehat, seperti cake, permen dan aneka dessert. Ganti camilan dengan
misalnya : jagung rebus, kacang rebus, edamame rebus, chestnut, dan polong-polongan / kacang
merah.
Apabila membuat salad sayur dressingnya pakai campuran olive oil saja. Jangan pakai yang
mengandung lemak tinggi.
MAKANAN YANG SAYA KONSUMSI SELAMA MENJALANI CHEMOTHERAPY :
Berikut adalah pengalaman saya mengkonsumsi makanan selama menjalani chemotherapy.
Berhubung sebelum menjalani pengobatan secara konvensional ( secara kedokteran, yaitu radiasi
& chemotherapy ) kondisi tubuh saya sangat lemah ( berat badan turun hingga 16 Kg, payudara
berlubang dengan diameter 11 cm, keadaan hampir lumpuh, kaki mengecil, selalu kesakitan ),
maka ketika dianjurkan untuk segera melakukan radiotherapy saya makan agak banyak
karbohidrat dan protein agar berat badan cepat naik. Tidak menganut diet tertentu tapi tetap ada
sayur dan buah. Sehingga ketika menjalani proses radiotherapy, saya tidak mengalami efek
samping apapun. Hanya ketika radiotherapy terakhir leukosit turun menjadi 2500. Itu bukanlah
kondisi yang terlalu buruk. Dan HB saya juga tidak drop, levelnya 12+. masih bagus. Begitu
selesai Radiotherapy I ( sebanyak 10x ) dimana kondisi saya sudah lebih baik ( rasa sakit sudah
berkurang ), pelan-pelan saya mulai mengatur makanan untuk persiapan chemotherapy dan
Radiotherapy selanjutnya ( 38x). Disini saya memilih diet dengan cara food combining.
Mengapa saya memilih ini, karena pengaturan makannya mengikuti siklus metabolisme tubuh,
supaya proses pencernaan makanan, penyerapan sari makanan dan pemanfaatannya untuk tubuh,
serta pembuangan sampah makanan berlangsung efektif. Sehingga seluruh organ tubuh bisa
bekerja sesuai kapasitasnya, dan tidak kelebihan beban kerja, karena apabila kelebihan beban
kerja organ tubuh akan kelelahan. Tandanya antara lain : meningkatnya kadar gula darah ( akibat
pancreas tidak beres ) atau kolesterol / trigliserida darah tinggi ( antara lain gangguan pada
empedu )Proses metabolisme tubuh berlangsung terus-menerus selama 24 jam. Namun selama 8
jam terjadi siklus yang teraktif. Yaitu :
Pukul 04.00 12.00 : Siklus pembuangan sampah makanan
Pada waktu ini, menu makanan pagi yang paling cocok adalah buah segar, bisa buah potong, jus
buah, salad buah, lassi ( jus buah + plain yoghurt). Untuk pemanis bisa ditambahkan madu.Buah
menyiapkan energy siap pakai, berupa gula buah yang mudah dicerna dan diserap tubuh secara
efisien, tanpa memerlukan energy metabolisme terlalu besar. Hal ini sesuai dengan siklus
metabolisme yang masih dalam siklus pembuangan. Karena mudah dicerna, maka buah segar
lebih cepat meninggalkan lambung, sehingga kita mudah lapar. Maka antara 1 2 jam kemudian
kita bisa mengkonsumsi buah berikutnya. Ini untuk menjaga konsentrasi gula darah agar kita
tetap berenergy.Untuk pagi hari buah yang saya konsumsi adalah sbb :
Seharusnya, diawali dengan jeruk nipis dicampur air hangat pada saat bangun tidur. Berhubung
saya sering chemo, maka pencernaan saya tidak tahan lagi kalau bangun tidur minum jeruk nipis
dicampur air hangat. Jadi setiap pagi mulai pukul 06.300, saya minum jus apel ( tanpa pemanis
apapun ). Kalau saya, jus apel menjadi wajib tiap pagi karena ini mengganjal rasa lapar. Jam
07.300 / jam 8.00 saya makan buah papaya potong. Ini juga wajib. Supaya tidak lapar. Jam 09.00
/ 09.30, saya makan jus buah apa saja, bisa : Jus jambu merah + madu, lessi strawberry, jus
melon, jus alpukat + gula aren sedikit, dll. Jam 10.30, bisa diselingi susu kedelai, atau kacang
rebus satu mangkok kecil, edamame rebus, atau sepotong ubi rebus. Jam 11.30, makan jus buah
lagi, bisa apa saja. Tapi selama chemo saya menghindari makan pisang dan mangga karena asam
lambung saya tidak kuat. Kalau buah durian sudah tidak pernah saya makan lagi semenjak kena
kanker.
Pukul 12.00-21.00 : siklus pencernaan makanan
Siang hari merupakan waktu paling baik untuk mengkonsumsi menu protein hewani, dibanding
malam hari. Meskipun pada jam makan siang dan makan malam tubuh kita masih dalam siklus
pencernaan makanan, tapi makanan hewani membutuhkan waktu cerna lebih lama daripada pati (
hewani 4-6 jam, pati 2-3 jam ). Jadi, apabila kita makan protein hewani misalnya pada jam 19.00
maka kemungkinan makanan itu belum semua tercerna sempurna ketika siklus sudah berpindah
ke siklus penyerapan ( jam 21.00 ). Akibatnya makanan yang belum tercerna akan membusuk dan
menjadi toksin.Untuk siang hari menu makan saya adalah rotein ( bisa ayam kampung atau
ikan ) + sayuran menu ini saya pakai apabila tidak chemo atau badan sedang fit pada saat selesai
chemo. Kalau saya sedang keadaan lelah banyak kegiatan paginya maka pada saat makan siang,
saya tambahi nasi meskipu tidak banyak. supaya sepanjang siang dan sore ada tenaga.
Sebenarnya ini menyimpang dari food combining. Sore hari mulai jam 17.30 saya makan sayur
hingga jam 21.00. Pada jam-jam ini, saya sering makan lidah buaya yang daunnya saaya beli di
supermarket. Lidah buaya yang saya pakai adalah yang daunnya besar ( ada di Hero, Carrefour )
kemudian saya kupas, ambil dagingnya saja, dicuci pakai air matang yang hangat, lalu saya
makan tanpa memakai gula atau pemanis apapun, gunanya untuk menghindari sariawan dan
panas pada tenggorokan pada saat chemo.
Pukul 21.00-04.00 : Siklus penyerapan sari makanan
Bisa minum teh herba / teh hijau sebelum tidur. Kalau malam masih ada pekerjaan dan terasa
lapar, maka saya makan buah. Bisa apel, anggur, atau buah apa saja yang tersedia dikulkas.
Pola makan seperti inilah yang saya pakai setiap hari, sedang chemo maupun tidak. Dan Insya
Allah tetap akan saya pakai selamanya. Karena untuk saya, pola makan seperti ini terbukti
meningkatkan daya tahan tubuh, Rasanya untuk kondisi tertentu saya lebih sehat dari orang tanpa
kanker. Kalau dalam sebulan pasti ada anak buah saya yang ijin karena sakit sedang saya
Alhamdulillah sampai sekarang tidak pernah. ( dalam arti lebih berstamina, Alhamdulillah, tidak
pernah terkena flu, pusing dan sakit ringan lainnya dan keluhan-keluhan lain ) .Juga, bila
dibandingkan chemo tahun kemarin, saya tahun ini lebih kuat padahal chemo saya lebih banyak (
9 kali ) dan obat yang dimasukkan juga lebih banyak ( 4 macam obat, sehingga chemo
berlangsung 12 jam ). Karena pada waktu chemo tahun 2006, konsentrasi saya menaikkan berat
badan, maka meskipun makan sayur dan buah, tapi tidak mengikuti pola makan food combining
secara ketat. Pola makan inipun masih menolong saya, karena selama chemo tahun 2006 itu saya
juga tidak mengalami efek samping apapun hanya rambut rontok, dan pernah sekali leukosit saya
turun hingga tinggal 500. itupun saya hanya merasakan lemas saja. Tapi dokter menganjurkan
saya untuk diopname 2 hari untuk menghindari infeksi. Setelah itu semua berjalan biasa saja.
Hanya pada chemo ke5 dan 6 lutut dan mata kaki agak ngilu kalau untuk berjalan. Ini berlangsung
hingga 4 bulan setelah selesai chemo. Tapi Alhamdulillah, untuk chemo kali ini, dengan pola
makan ketat, saya tidak mengalami efek samping yang berarti. Hanya rambut rontok ( jebol ? ).
Kulit juga tidak mengalami kekeringan ataupun berubah warna, demikian juga kuku tidak
mengalami masalah.Dan leukosit tidak ngedrop-ngedrop amat. Paling turun juga hanya sampai
2000. Dan itu saya hanya merasakan kecapean. Tapi setelah disuntik NEUPOGEN ( tahun 2006,
untuk menaikkan leukosit saya menggunaka GRANOSITE, tapi ini harganya mahal Rp.
1.200.000, kalau NEUPOGEN harganya Rp. 830.000,-) langsung sehari kemudian leukosit naik
lebih dari 10.000.
Selama menjalani chemotherapy, saya juga tidak diberi tambahan vitamin apapun dari dokter,
tidak makan suplemen apapun. Saya hanya mengandalkan pola makan saja, ditambah untuk
melindungi ginjal saya tiap 2x seminggu minum temulawak, kunyit dan supaya tidak pahit
ditambah beras kencur. Juga 2x seminggu minum kunyit putih.
Pola makan Food Combining yang saya ikuti ini, bukan berarti saya anjurkan untuk pasien kanker
lainnya. Ini hanya sharing pengalaman saja. Masih banyak pola diet yang lain, yang mungkin
cocok untuk pasien- pasien kanker, silahkan dicoba. Yang hendak saya garis bawahi disini adalah
kalau kita sudah ada kanker maka pola hidup kita harus berubah. Tentu saja ini berubah untuk
menuju hal yang lebih baik , jangan sembarangan makan. Dan jangan merasa menderita karena
tidak bisa makan seenak dulu lagi nikmati saja makanan yang bisa kita makan. ada pepatah
mengatakan bahwa kenikmatan makanan hanya sebatas lidah, setelah itu semuanya rasanya
sama saja. Yang paling penting, kan setelah masuk ke perut, bermanfaat tidak makanan itu bagi
tubuh.Meskipun dengan pengaturan pola makan memang tidak menjamin kanker tidak kambuh
lagi, tapi masih ada keuntungan yang lain apabila hidup lebih teratur, badan jadi lebih segar, tidak
lekas capai, kulit jadi lebih bersinar meskipun sudah dihajar dengan obat-obat yang mengandung
radioaktif.

http://kankerpayudara.wordpress.com/2008/01/13/makanan-nutrisi-bagi-pasien-kanker/
TERAPI NUTRISI PADA PENDERITA KANKER

Wiwiek Indriyani Maskoep

PUSAT PENGEMBANGAN PALIATIF DAN BEBAS NYERI

RSU Dr. SOETOMO FK UNAIR SURABAYA

PENDAHULUAN

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk

membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya

fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004).

Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan

nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S, 2004). Kekurangan nutrisi

memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ

dan sistem tubuh (Suastika, 1992).

Malnutrisi dan Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada stadium

dini dan > 80% pada stadium lanjut), AIDS dan penyakit kronis lainnya. Malnutrisi dan

Cachexia meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup,

survival penderita. Penderita dengan malnutrisi sering tidak dapat mentoleransi terapi

termasuk radiasi khemoterapi dan lebih mempunyai kecenderungan mengalami adverase

effect terhadap terapi kanker (Lutz, 1994; Denke, 1998, Bruera, 2003; Jakowiak, 2003;

Trujillo, 2005; Watson, 2005).

Cachexia adalah keadaan malnutrisi yang ditandai dengan anorexia, penurunan

berat badan, muscle wasting, asthenia, depresi, nausea kronik dan anemia yang

menyebabkan distress psikologis, perubahan dalam komposisi tubuh, gangguan dalam

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, cairan jaringan, keseimbangan asam basa,

kadar vitamin dan elektrolit (Trujillo, 2005).

Anorexia adalah tidak adanya keinginan untuk makan dan menunjukkan bahwa

seseorang tidak mempunyai ketertarikan (interest) terhadap semua makanan.

Pengendalian terhadap asupan makanan adalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai
1organ, environment dan mekanisme perifer (dinding usus berperan terhadap regulasi

apetite dan beraksi terhadap stimuli mekanis dan kemis seperti peptide yang diproduksi

diusus antara lain cholecycstokinin, somatostatin, glucagons) dan sentral (jalur

hipotalamaus: dipengaruhi oleh perciuman, rasa kecap, stimuli visual, temperature,

stimuli gastrointestinal melalui N.vagus, kadar glukosa dan asam amino dalam darah dan

pusat kortikal: dipengaruhi oleh environment, kultural, faktor ekonomi dan emosional)

(Walsh, 1989; Woodruff, 1997, Strasser, 2002).

Malnutrisi adalah hilangnya/ penurunan berat badan diatas 10% atau berat badan

kurang dari 80% BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan (Suastika, 1992; Waller, 1996;

Strasser, 2002, Trujillo, 2005).

Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, maka nutrisi merupakan bagian

dari terapi. Tujuan utama terapi nutrisi pada penderita kanker adalah mempertahankan

atau meningkatkan status nutrisi sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi

meningkatkan efektivitas terapi kanker (bedah, kemoterapi, radiasi) kualitas hidup dan

survival penderita (Lutz, 1994; Bruera, 2003; Trujillo, 2005).

PREVALENSI MALNUTRISI

Prevalensi malnutrisi pada penderita kanker tergantung pada jenis tumor, stadium,

organ yang terlibat, terapi antikanker, kondisi non malignan yang menyertainya seperti

diabetes melitus, penyakit saluran cerna dan lain-lain. Pada penelitian multisenter

terhadap 12 jenis kanker, prevalensi penurunan berat badan (BB) sebesar 31%-40% pada

penderita kanker payudara, kanker hematologik dan sarcoma; 54%-64% pada penderita

kanker colon, prostate dan paru > 80% pada penderita dengan kanker pancreas dan

lambung dan didapatkan penurunan BB paling berat (Shike, 1996; Strasser, 2002;

Trujillo, 2005; Mroos, 2006). Terapi kanker juga berpengaruh terhadap status nutrisi

penderita. Pada suatu penelitian didapatkan > 40% penderita yang mendapat terapi

kanker (bedah, kemoterapi dan radiasi) mengalami malnutrisi (Shike, 1996; Trujillo,

2005).
2PENYEBAB MALNUTRISI

Penyebab malnutrisi pada penderita kanker adalah multifaktorial. Secara umum

penyebabnya dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu: 1. berkurangnya asupan makanan

dan malabsorbsi dan 2. gangguan proses metabolisme (Shike, 1996).

Bruera mengelompokkan penyebab cachexia pada penderita kanker sebagai

berikut: 1. faktor psikologis dan susunan saraf pusat (keengganan makan, gangguan

persepsi rasa kecap, stress psikologis); 2. efek tumor (obstruksi mekanis, pemakaian

substrate/ nutrisi oleh tumor, produksi sitokin oleh sel tumor, lipid mobilizing factors);

3. efek yang berhubungan dengan terapi (kemoterapi, radiasi, bedah, nausea, stomatitis,

xerostomia, nyeri, ileus); 4. efek yang berhubungan dengan penderita (peningkatan

resting energy expenditure, gangguan proses metabolisme, produksi sitokin oleh

makrofag, disfungsi autonomic, penurunan pengosongan lambung (Lutz, 1994;

Woodfruff, 1997; Strasser, Bruera, 2002; Watson, 2005).

1. BERKURANGNYA ASUPAN MAKANAN DAN MALABSOBSI

Efek Tumor

a. Efek langsung : Tumor dari traktus gastrointestinal seperti tumor lidah,

faring, esophagus dan lambung yang menyebabkan obstruksi atau tumor

dari luar traktus gastrointestinal yang menyebabkan obstruksi antaralain

tumor kepala leher, pancreas, hepar atau tumor lain yang metastasis ke

abdominal (Sheke, 1996; Waller, 1996; Woodruff,1997). Gangguan

pencernaan dan absorbsi misalnya pada kanker pankres, limfoma usus

halus, tumor vilous colon (Waller, 1996).

b. Efek tidak langsung (remote effect): Tumor dapat menimbulkan

anorexia tanpa melibatkan traktus gastrointestinal secara langsung. Terjadi

akibat adanya penurunan rasa kecap, kualitas penciuman, gangguan

neuroendokrin, gangguan pada hypothalamic appetite control center

sehingga terjadi gangguan kontrol asupan makanan dan rasa cepat


kenyang (Walsh, 1989; Waller, 1996; Shike, 1996, Woodruff, 1997).

3Efek Samping Pengobatan Antitumor

Gangguan nutrisi akibat tindakan bedah tergantung pada letak tumor, luasnya

reseksi saluran cerna dan ada tidaknya tindakan vagotomi. Operasi pada bagian

saluran cerna seperti lidah, mandibula, faring, esophagus, lambung dapat menurunkan

kemampuan menelan dan pencernaan makanan. Reseksi usus halus yang luas

menyebabkan gangguan penyerapan nutrient, cairan dan elektrolit, reseksi pancreas

dapat menyebabkan malabsorbsi dari lemak dan protein (Shike, 1996; Triyllo, 2005).

Kemoterapi dapat menyebabkan nausea, vomiting, nyeri abdomen, mukositis, ileus

diare dan malabsorbsi. Beberapa preparat antineopalstik yang sering menyebabkan

simtom gastrointestinal (40%) antaralain cisplatin, doxorubicin, fluorouracil.

Penggunaan obat analgesik opioid dapat menyebabkan nausea, konstipasi dan gas

distension pada usus halus dan usus besar sehingga menyebabkan malabsorbsi

(narcotic bowel syndrome), penggunaan diuretik sering menyebabkan penurunan

kadar zinc yang mengakibatkan penurunan rasa kecap (Walsh, 1989; Twycross, 1990;

Shike, 1996; Bruera, 2003; Trujillo, 2005).

Radioterapi dapat memberikan reaksi akut dan delayed reaction (komplikasi

kronis). Reaksi akut dapat terjadi dalam 3 hari sampai 1 minggu terapi, dapat berupa

kesulitan menelan akibat edema dan mukositis orofaring menyebabkan disfagia dan

odinofagia, penurunan produksi saliva dengan konsekuensi penurunan enzim (radiasi

kepala leher), nausea vomiting, enteritis atau diare (radiasi daerah abdominal).

Komplikasi akhir berupa keradangan mucosal persisten, fibrosis intestinal dan striktur

(Shike, 1996; Bruera, 2003; Trujillo, 2005).

Keadaan lain yang menyertai penderita kanker seperti infeksi, Diabetes

mellitus, penyakit rematik dan lain-lain.

Autonomic Failure

Sindroma klinik meliputi manifestasi kardiovaskuler (postural hypotension,


syncope dan fixed heart rate) dan simtom gastrointestinal (nausea, anorexia,

konstipasi dan kadang-kadang diare). Terjadi pada sekitar 52% penderita kanker

terutama stadium lanjut (Bruera, 2003; Watson, 2005).

42. GANGGUAN METABOLISME

Penyebab perubahan metabolisme pada penderita kanker masih belum jelas.

Namun beberapa mekanisme yang berperan adalah adanya respon sistemik yang

diperantarai oleh tumor induced distant hormonal factor (axis neuroendokrin), adanya

respon non spesifik terhadap faktor-faktor yang dilepaskan oleh tumor, adanya respon

inflamasi sistemik yang diperantarai oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag. Sitokin

adalah kelompok berbagai soluble glycoprotein dan low molecular weigh peptides yang

mengatur interaksi antar sel serta fungsi sel dan jaringan. Dalam kaitannya dengan

cachexia pada kanker, sitokin mengatur motilitas dan pengosongan lambung melalui

saluran gastrointestinal atau susunan saraf pusat dengan cara mengganggu sinyal eferen

yang mengatur satiety (Strasser, 2002; Trujillo, 2005; Watson, 2005). Beberapa hormon

dan sitokin yang berperan dalam gangguan metabolisme adalah : TNF mensupresi

aktivitas lipoprotein lipase di adiposit, sehingga mengganggu kliren triglicerida dari

plasma dan menyebabkan hypertriglyceridemia; IL-1 menyebabkan anorexia melalui

blocking neuropeptide Y (NPY) induced feeding, NPY adalah suatu potent feeding

stimulatory peptide yang diaktivasi oleh penurunan kadar leptin; TNF dan IL-1

meningkatkan kadar corticotrophin releasing hormone yang merupakan neurotransmitter

di saraf sentral dan pelepasan glucose sensitive neurons menyebabkan penurunan intake

makanan, IL-6 dan, leukemia inhibitor factor (LIF) yang diproduksi oleh sel kanker

terutama otot skeletal menyebabkan efek cachectic yang poten; IFN- juga menyebabkan

cachexia; lipid mobilizing factor menyebabkan lipolisis dan penurunan BB; Proteolysis

Inducing Factor (PIF) menyebabkan degradasi protein dalam otot skeletal melalui

peningkatan pengaturan jalur ubiquitin proteasome proteolytic, menurunkan sintesis

protein dan meningkatkan sitokin dan acute phase protein; Leptin mengontrol intake
makanan dan energy expenditure melalui neuropeptic effector moleculs dalam

hipotalamus, leptin merangsang jalur katabolik dan menghambat jalur anabolik, TNF, IL-

1 dan LIF meningkatkan kadar leptin menyebabkan anorexia dengan cara mencegah

mekanisme kopensasi normal terhadap penurunan intake makanan; uncoupling protein

(UPC) 1, 2 dan 3 yang berperan dalam pembentukan energi dan ATP yang berpengaruh

terhadap energy expenditure, ekspresinya dipengaruhi oleh produk dari tumor (sitokin)

(Shike, 1996; Strasser, 2002; Trujillo, 2005). Sebagai contoh pada penderita kanker paru

5small cell didapatkan peningkatan rata-rata 37% dari basal energy expenditur, sehingga

intake makanan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan tubuh, menyebabkan

keseimbangan energi negatif dan penurunan berat badan.

Hemostasis glukosa : glukosa adalah sumber energi utama bagi sel tumor dan

host, peningkatan penggunaannya akan disertai peningkatan pelepasan laktat yang

kemudian diregenerasi menjadi glukosa oleh Liver melalui coricycle. Peningkatan

coricycle ini akan meningkatkan kehilangan energi sekitar 300 kcal perhari.

Glukoneogenesis meningkat untuk mempertahankan hemostasis glukosa. Asam amino,

gliserol dan fat breakdown digunakan untuk proses glukoneogenesis di Liver untuk

membentuk glukosa (kadar plasma alanine, glycine dan glutamine menurun). Produksi

glukosa, intoleransi glukosa dan resistensi insulin meningkat. Dilepaskannya counter

regulatory hormone seperti glucocorticoid dan glucagons meningkatkan resistensi insulin

sehingga penggunaan glukosa oleh otot skeletal menurun (Shike, 1996; Trujillo, 2005;

Watson, 2005; Boediwarsono, 2006).

Metabolisme protein: katabolisme otot meningkat (muscle wasting) menyebabkan

asthenia atau menurunnya kekuatan yang disebabkan oleh peningkatan pemecahan

protein dan penurunan sintesis protein otot, peningkatan sintesis protein Liver (acute

phase protein) dan tumor. Terjadi negative nitrogen balance dimana terjadi peningkatan

whole body protein turnover dan gangguan aminoacid turnover (Strasser, 2002; Trujillo,

2005).
Metabolisme lemak : penderita akan mengalami kehilangan jaringan lemak

karena terjadi peningkatan lipolisis dan penurunan lipogenesis. Turnover glycerol dan

free fathy acid (FFA) meningkat, penurunan kadar lipoprotein lipase menyebabkan

klirens triglyceride dari plasma menurun, kadar triglyceride meningkat, high dan low

density lipoprotein menurun (Trujillo, 2005).

3. DEFINISI MIKRONUTRIEN

Defisiensi mikronutrien: berbagai komponent / zat dalam makanan dapat

berpengaruh dalam perkembangan kanker melalui beberapa mekanisme termasuk

gangguan metabolisme carcinogen, antioksidan, peningkatan diferensiasi, hambatan

pertumbuhan dan pengaturan imunologik. Vitamin C dan E berfungsi sebagai

6antioksidan, merangsang sistem imun, mengurangi nitrit yang mencegah pembentukan

nitrosamine yang berperan dalam pembentukan sel tumor. Vitamin A mengontrol

diferensiasi sel dan berperan dalam pertahanan imunologis host. Penurunanan kadar

vitamin tertentu dapat berhubungan dengan keganasan tertentu (vitamin A pada kanker

colorectal, esophagus, leukemia, limfoma; beta carotene pada kanker gaster, pancreas,

oral dan tiroid; Vit.E pada kanker paru, gaster, prostate, gall bladder, leukemia, limfoma,

malignant bone tumor, tumor-tumor susunan saraf pusat; Vit. C pada kanker paru, gaster,

pancreas, esophagus, colon, prostate; Vit.D (dan Calcium) pada kanker colon (Lutz,

1994; Rock, 2004 Trujillo, 2005). Trace elements seperti selenium, zinc, manganase dan

copper adalah cofactor untuk beberapa enzim antioksidan seperti glutahione

peroksidase, RNA polymerase, superoxide dismutase, dan diamine oksidase.

Metabolismenya dipengaruhi pada penderita kanker, sebagai contoh terdapat peningkatan

kadar zinc diurine penderita melanoma, keganasan ginekologis dan paru, juga kadar yang

rendah dalam plasma penderita Ca prostat dan mamma. Defisiensi selenium terdapat pada

Ca cervix, paru dan gall bladder (Trujillo, 2005).

4. GANGGUAN ELEKTROLIT

Hipercalcemia, hiperfosfatemia, hipocalcemia dan hiperkalemia berhubungan


dengan tumor lysis syndrome (TLS) yang sering terjadi pada limfoma sebagai akibat

rapid tumor breakdown baik secara langsung akibat pertumbuhan tumor yang cepat

diikuti dengan kematian sel tumor secara langsung atau akibat terapi ditandai dengan

hiperurusemia akibat pemecahan DNA, hiperkalemia akibat pemecahan cytosol,

hiperfosfatemia akibat pemecahan protein dan hipercalcemia akibat hiperfosfatemia.

Hipocalcemia, hipomagnesemia dan hipofosfatemia sering terjadi pada penggunaan

preparat platinum, hiponatremia pada penggunaan preparat cyclophosphamid dan

vincristine (Trujillo, 2005).

PENGARUH MALNUTRISI PADA PENDERITA KANKER

Malnutrisi dan cachexia dapat memberikan dampak yang buruk terhadap struktur

dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh. Pada sistem kardiovaskular: penurunan

berat badan sebesar 24% berhubungan dengan penurunan isi jantung sebesar 17%, dapat

7terjadi hipotensi arterial, bradikardi, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen

menurun, stroke volume dan cardiac output menurun; pada paru: perubahan anatomi

akibat atrofi dan melemahnya otot pernafasan, gangguan kemampuan membersihkan

sekret, menurunnya elastisitas jaringan paru dan mengakibatkan pembesaran rongga

udara; pada gastrointestinal: atrofi gastrointestinal dan pankreas sehingga enzim

pencernaan menurun, motilitas dan sekresi asam lambung menurun, terjadi pertumbuhan

bakteri yang berlebihan pada usus halus, malabsorbsi dan intoleransi laktosa akibat

edema usus halus pada hipoalbunemia; pada liver peningkatan glikogen, infiltrasi lemak;

pada ginjal : glumerular filtration rate dan aliran darah turun; pada sistem hematologi:

dapat terjadi pansitopenia yaitu anemia normochrom normositer, leukopenia,

trombositopenia, hipoplasia elemen selular sumsum tulang; pada sistem imun

menyebabkan penurunan imunitas selular sedangkan imunitas humoral tidak jelas

pengaruhnya; penyembuhan luka terhambat akibat terhambatnya nervaskularisasi,

proliferasi fibroblas, sintesis kolagen, remodelling luka dan adanya edema pada penderita

dengan hipoalbuminemia; pada sistem muskoloskeletal berupa berkurangnya massa otot


skeletal, meningkatnya kelelahan, berubahnya pola kontraksi dan relaksasi otot,

berkurangnya massa tulang dan osteoporotik. Keadaan ini akan menyebabkan

peningkatan kepekaan terhadap infeksi, gangguan penyembuhan luka, toleransi yang

jelak terhadap terapi, menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas dan

morbiditas penderita kanker (Suastika, 1992; Jaskowiak, 2003; Klein, 2004;

Boediwarsono, 2006).

PENENTUAN STATUS NUTRISI PADA KANKER

Penentuan status nutrisi pada penderita kanker berdasarkan atas anamnesis,

pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan antropometri dan meriksaan laboratorium (Denke,

1998; Bristian, 2004). Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik merupakan cara

efektif dalam penentuan status nutrisi penderita. Pada anamnesis perlu ditanyakan adalah

berat badan rata-rata pada 3 bulan terakhir, informasi tentang asupan makanan baik jenis

makanan, kemampuan mengkonsumsi makanan dan ha-hal yang berpengaruh

terhadapnya misalnya adanya nyeri, mual-muntah, sulit menelan, luka berbau dan terapi

yang sedang dijalani. Pemeriksaan fisik meliputi adanya kulit kering, bersisik, atrofi otot

8(muscle wasting) adanya edema pitting, penurunan kekuatan otot dan cadangan lemak,

pemeriksaan antropometri berupa BB, body mass index (BMI= rasio BB/TB), ketebalan

otot triceps (triceps skinfold thickness) dan midarm mucle sirumference. BMI dapat

digunakan untuk menilai status nutrisi penderita. Nilai BMI 18,5 24,9 kg/m2

adalah

normal, protein energy-malnutrition : ringan BMI 17,0 18,4 kg/m2

, sedang BMI 16,0

16,9 kg/m2

dan berat BMI < 16,0 kg/m2

(Lutz, 1994; Denke, 1998; Bristian, 2004). Nilai

tricep skin fold (TST) dan mid-upperarm mucle circumference (MUAMC) dapat menilai

status otot, kulit dan fat untuk menentukan status nutrisi (tabel lampiran 1) (Denke, 1998;
Bristian, 2004).

Pemeriksaan laboratoris dengan menentukan kadar protein serum terdiri dari

albumin serum, trasferin dan prealbumin. Pengukuran kadar protein serum dapat

menolong memprediksi prognosis penderita. Kadar albumin yang rendah secara kronis

diikuti dengan perpanjangan hospital stay, penyembuhan luka yang buruk, infeksi dan

meningkatkan mortalitas. Kadar prealbumin < 5 mg/dl menunjukkan prognosis buruk, 5,0

10,9 mg/dl menunjukkan resiko yang bermakna dan memerlukan support nutrisi yang

agresif, 11.0 15 mg/dl meningkatkan resiko dan perlu nutrisi dan monitor yang ketat

(Denke, 1998; Bristian, 2004; Shike, 2005).

INDIKASI TERAPI NUTRISI

Terapi nutrisi diberikan kepada penderita malnutrisi atau pada penderita yang

dalam perjalanan penyakitnya diperkirakan akan menjadi malnutrisi (Waller, 1996;

Boediwarsono, 2006). Secara praktis bila didapatkan 2 dari 3 berikut ini, yaitu adanya

penurunan berat badan > 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar trasferin serum < 150

mg/dl, kadar albumin serum < 3,4 g/dl merupakan indikasi pemberian terapi nutrisi

(Waller, 1996; Boediwarsono, 206).

PEMBERIAN NUTRISI

Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan

nutrisi parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup

makanan dan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi,

penderita dan keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah

9cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem

pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka

diet enteral (EN) harus dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena

meningkatkan aliran darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta

keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Diet

enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus seperti
gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada

lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus,

mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated

lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus (Shike, 1996;

Bruera, 2003; Rombeau, 2004; Trujillo, 2005; Boediwarsono, 2006).

Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan proses

menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996;

Mahon, 2004; Trujillo, 2005).

Daftar makanan yang sering diberikan pada penderita kanker sesuai jenis

gangguan sistem pencernaan: penderita dengan ulserasi pada mukosa mulut (makanan

yang lembut atau lunak atau mengandung cairan, makanan dingin lebih baik daripada

panas, gunakan anaesthetic mouthwash sebelum makan, food lubrixant seperti butter,

margarine dan milk untuk xerostomia, untuk mengatasi kesulitan menelan penderita

melakukan proses inhalasi, menelan dan ekshalasi), paska laringektomi supraglotik

(makanan padat dan lembut, hindari makanan cair), striktura esofagus (makanan lemak,

usahakan dalam bentuk cair atau hyghly caloric nutritional supplements), reseksi

lambung (5 atau 6 kali makanan kecil perhari, batasi monosakarida dan laktosa, berikan

tambahan zat besi dan Vit B12 parenteral) insufisiensi pankreas (batasi lemak, medium

chain triglyceride, suplemen enzim pankreas), reseksi usus = short bowel (makanan porsi

kecil dan sering, batasi lemak, serat, monokarbohidrat dan laktosa, tambahkan calcium,

magnesium, zine dan Vit B12 secara parenteral, untuk pederita paska reseksi ileum

terminale, chronic radiation enteritis (batasi lemak, serat dan laktose) (Lutz, 1994; Shike,

1996).

Nutrisi enteral adalah cara pemberian makanan melalui selang/ tube kesaluran

pencernaan. Pemasangan selang yang umum adalah melalui hidung sampai kelambung

10(Nasogastric tube). Bila pemberian nutrisi diperlukan untuk jangka lama atau ada

kesulitan pemasangan selang dapat dilakukan secara bedah atau endoskopi yaitu
esofagostomi, gastrostomi atau jejonostomi (Lutz, 1994; Shike, 1996; Waller, 1996).

Kecepatan pemberian nutrisi enteral tergantung pada kondisi penderita. Penderita dengan

kanker kepala leher dimana saluran cerna masih baik dapat diberikan bolus 300 500 cc

beberapa kali perhari, penderita pasca gastrektomi memerlukan pemberian secara drip

pelan-pelan 200 cc/jam, penderita short bowel, malabsorbsi, radiation induced enteritis

100 cc/jam (Waller, 1996). Bahan makanan untuk nutrisi enteral dapat disediakan dengan

melalui konsultasi gizi, dapat juga menggunakan formula nutrisi enteral yang beredar

dipasaran yang secara umum terdapat 2 kategori berdasarkan kandungan karohidrat

lemak dan protein yaitu full digestion formula dan partial digestion formula. Terdapat

juga sediaan tinggi protein atau mengandung zat yang dibutuhkan untuk meningkakan

status imunologis penderita (Shike, 1996; Boediwarsono, 2006).

Nutrisi parenteral (NPE) diberikan untuk mencukupi sumber nutrien essensial

tanpa menggunakan traktus gastrointestinal yaitu secara intravena (Askandar, 2001). NPE

dapat dibedakan menjadi NPE parsial (NPE-P) dan NPE total (NPE-T) dapat melalui

vena perifer atau sentral. Tumor yang mengenai sistem pencernaan atau tindakan yang

melibatkan sistem pencernaan sehingga terjadi gangguan proses menelan dan pencernaan

merupakan indikasi pemberian NPE. Dalam pemberian NPE pertimbangkan jenis larutan

yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan makro dan mikronutrien, perhatikan

osmolaritas larutan (sebaiknya kurang dari 800-1000 mOsm/l dan bila tidak mungkin

lakukan infus cabang) (Askandar, 2005; Trujillo, 2005).

KEBUTUHAN MAKRONUTRIEN PADA PENDERITA KANKER

Kebutuhan makronutrien (karbohidrat lemak dan protein) penderita kanker sangat

individual beberapa penelitian mendapatkan data bahwa 50 60% penderita kanker rawat

inap mengalami abnormalitas resting energy expenditur (REE) yang sangat bervariasi

sehingga sulit untuk menentukan kebutuhan kalori secara umum (Baron, 2005). Untuk

menentukan kebutuhan kalori, harus ditetapkan lebih dahulu tujuan dari terapi nutrisi dan

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti status nutrisi, jenis tumor, terapi
tumor yang diberikan, adanya infeksi dan lamanya penyakit. Kebutuhan kalori untuk

11tujuan maintenance adalah 115 130% dari REE, sedangkan uintuk meningkatkan BB

diperlukan sampai 150% REE (Boediwarsono, 2006). Pengukuran REE berdasarkan

rumus Harnis Benedict: untuk pria REE (kcal/hari) = 666 + (13,7 x BB) + (5 x TB)-(6,8 x

umur); wanita REE (kcal/hari) = 655 + (9,5 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x umur). BB

adalah berat badan dalam kilogram, T B adalah tinggi bdan dalam cm, umur dalam tahun.

Pada penderita dapat ditambahkan sekitar 20-50% dari REE yang diberikan dalam bentuk

kalori non protein untuk memenuhi energy expenditur selama aktivitas atau sehubungan

dengan penyakitnya. Kebutuhan energi juga dapat diperkirakan dengan cara perkalian

sebagai berikut : BB x 30 35 kcal/hari. Kebutuhan protein adalah 0,8 1,2 gram per kg

BB perhari. Pada penderita dengan malnutrisi dapat diberikan 1,5 g/kg BB/ hari.

Diperlukan polyunsaturated fatty acid (linoleic acid) sekitar 2-4% dari total kalori dan

kolesterol< 200 mg/hari (Baron, 2005; Boediwarsono, 2006).

KEBUTUHAN MIKRONUTRIEN

Mikronitrien terdiri dari vitamin, mineral dan frace elemen. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa defisiensi vitamin tertentu, mineral dan frace elemen berhubungan

dengan penyakit kanker tertentu. Anjuran konsumsi vitamin adalah : Vitamin C 300

400 mg/hari namun beberapa peneliti menganjurkan intake Vitamin C 300 1000 mg

menurunkan resiko dari penyakit kanker, Vitamin A ( carotene) sebagai anti oksidan

25.000 50.000 IU, Vitamin E 100 400 unit/hari sebagai antioksidan. Anjuran

konsumsi kalium, natrium dan chlorida masing-masing 45 145 meq/hari, calcium 60

meq/hari, magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Trujillo, 2004; Baron, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

1. Askandar Tjokroprawiro (2001): Parenteral Nutrition in Patient with Diabetes

Mellitus (experiences In Clinicqal Practice). In: Syposium New In Sights into the

Rationale Parenteral Nutrition in Clinical Practice.Editor. Askandar

Tjokroprawiro, Hendromartono, Ari Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto, Sri


Murtiwi, Soebagiyo Adi. Mei 2001, hlm.1-18.

122. Baron RB (2005): Nutrition. In: Current Medical Diagnosis and Treatment 44

th

ed

editors : Tierney LM, Phee SJ, Papadiks MA, McGraw-Hill New York, pp 1214-

1242.

3. Bristian B (2004): Nutritional Assessment. In: Cecil Textbook of Medicine 22

nd

ed editors : Goldman L, Ausiello D, Saunders Philadelphia, pp 1312 1315.

4. Boediwarsono (2006): Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Dalam: Naskah

Lengkap Surabaya Hematology Oncology Update IV. Medical Care of the Cancer

Patient, editor: Boediwarsono, Soegianto, Ami Ashariati, Made Putra Sedana,

Ugroseno. Hlm 134-141.

5. Bozzetti (1989): Effect of Artificeal Nutrition of the Nutritional Status of Cancer

Patients.Journal of Parenteral and Enteral Nutrition. JPEN Vol. 13 Issue 4, pp

406-420.

6. Bruera ED, Fainsinger RL (2003): Clinical management of Cachexia and

anorexia. In: Oxford textbook of Palliative Medicine 2bd ed. Editors: Dolyle D,

Hanks G, Donald NM, Oxford University Press, pp 548 557.

7. Denke M, Wilson D (1998): Nutrition and Nutritional Requirements. In:

Harrisons Principles of Internal Medicine 14

th

ed Editors: Fauci, Braunwald,

Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 445 447.

8. Denke M, Wilson D (1998): Assessment of Nutritional Status. In: Harrisons

Principles of Internal Medicine 14

th
ed Editors: Fauci, Braunwald, Isselbacher,

Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 448 452.

9. Denke M, Wilson D (1998): Protein and Energy Malnutrition. In: Harrisons

Principles of Internal Medicine 14

th

ed Editors: Fauci, Braunwald, Isselbacher,

Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp 452 454.

10. Doyle C, Kushi LH, Byers T, Courneya KS, Wahnefried WD (2006): Nutrition

and physical activity during and after cancer treatment. An American Cancer

Society Guide for Informed Choices. C.A.J. Clin Vol. 56 Nu.6, November

December pp 323-353.

11. Jakowiak NI, Alexander HR (2003): The Pathophysiology of Cancer Cachexia.

In: Oxford Textbook of Palliative Medicine 2

nd

ed editors: Doyle D, Hanks G,

Donald NM, Oxford University Press. Pp 534 548.

1312. Klein S (2004): Protein Energy Malnutrition. In: Cecil Textbook of Medicine

22

nd

ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia pp 1315 1318.

13. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Food services, Nutritional Care, and Nutrient

Delivery in the Healthcare Facility. In: Nutrition and Dietary Therapy. Editors:

Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,. Philadelphia, pp 365 399.

14. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Diet in Cancer. In: Nutrition and Diet Therapy.

Editors: Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,. Philadelphia, pp 616 - 633.

15. Mahon M (2004): Parenteral Nutrisi In: Cecil Textbook of Medicine 22

nd
ed

editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1322 132.

16. Mason JB (12004): Consequences of Tetered Micronutrient Status. In: Cecil

Textbook of Medicine 22

nd

ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders

Philadelphia, pp 1326 1336.

17. Mross S (2006): Enteral and Parenteral Nutrition. In Terminally ill Cancer

Patients: A review of the Literature. Am J of Hospice and Palliative Medicine

Vol. 23 Nu 5, pp 369 377.

18. Rock CL (2004): Nutrition in the Prevalention and treatment of disease. In: Cecil

Textbook of Medicine 22

nd

ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders

Philadelphia, pp 1308 1315.

19. Rombeau (2004): Enteral Nutrition. In: Cecil Textbook of Medicine 22

nd

ed

editiors: Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1319 1322.

20. Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology /

Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221 334.

21. Strasser F, Bruera ED (2002): Update on Anorhexia and Cachexia. In: Hematol

Pncol Clin N Am editors: Waller PW, Bruera ED, WB. Company Philadelphia,

London, June Vol 16 Number 3, pp 589-617.

22. Suastika K (1992): Pengaruh Malnutrisi Terhadap Berbagai System dan Organ

Tubuh. Dalam: Majalah Ilmu Penyakit Dalam. Vol 18, No 3, Juli-September, Hlm

163 170.
23. Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M (2005): Cancer. In: The

American Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support Practice Manual.

142

nd

ed editors: Merritt R, Delyge MH, Holcombe B, Muller C, Ochoa J,

ASPEN.www. Nutrition Care.org, pp 150-170.

24. Twycross RG, Lack SA (1990): Alimentary Symptoms. In: Therapeutics in

Terminal Cancer. 2

nd

ed editors: Twycross RG, Lack SA, Churchil Livingstone

Edinberg London, pp 41 80.

25. Waller A, Caroline NL (1996): Nutrition and Hydration. In: Handbook of

Palliative Care in Cancer 2

nd

ed. Editors: Waller A, Caroline NL, ButterworthHeinemann Boston, pp 45 57.

26. Waller A, Caroline NL (1996):Anorexia. In: Handbook of Palliative Care In

Cancer 2

nd

ed. Editors: Waller A, Caroline NL, Butterworth-Heinemann Boston,

pp 123 127.

27. Walsh TD, Anena OM (1989): Anorexia and Weigh Loss. In: Symptom Control

editor: Walsh TD. Blackwell Scientific Publications, Oxford London, pp 13-26.

28. Watson MS, Lucas CF, Hoy A, Bach I (2005): Cachexia, Anorexia and Fatique.

In Oxford Handbook of Palliative Care 1

st

ed editors: Watson MS, Lucas CF, Hoy

A, Bach I, Oxford University Press, pp 283 290.


29. Woodruff R (1997): Constitutional. In: Symptom Control in Advance Cancer.

Editor: Woodroff R. Asperula Pty Ltd, Asutralia, pp 316 323.

http://www.palliative-surabaya.com/gambar/pdf/buku_pkb_vi-bagian_1308082008.pdf

Anda mungkin juga menyukai