Anda di halaman 1dari 7

Tinjauan Pustaka

Manajemen Perioperatif pada


Pasien dengan Penyakit Hati

JB Suharjo B Cahyono

Bagian Penyakit Dalam RS Charitas, Palembang

Abstrak: Pasien dengan penyakit hati sering kali harus menjalani operasi. Sekitar 10% pasien
dari semua pasien dengan penyakit hati akan menjalani operasi pada dua tahun terakhir dari
masa hidupnya. Pada pasien dengan gangguan fungsi hati tindakan pembedahan dan anestesi
dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Besarnya risiko morbiditas dan mortalitas
pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang akan menjalani operasi tergantung dari jenis
tindakan operasi dan luasnya derajat kerusakan fungsi hati. Pasien dengan hepatitis akut dan
fulminan, hepatitis kronis berat, dan sirosis hati terutama kelas Child Pugh B dan C merupakan
kontraindikasi operasi. Tindakan operasi terutama operasi abdomen, jantung dan reseksi hati
serta operasi yang bersifat emergensi risiko mortalitasnya sangat tinggi. Penilaian preoperatif
dan persiapan yang optimal pada pasien dengan penyakit hati dapat menurunkan risiko
komplikasi atau kematian pasca-operasi. Penanganan faktor penyulit (malnutrisi, koagulopati,
asites, ensefalopati, hipoalbuminemia, perdarahan varises) dan pemantauan pasca-operasi
harus dilakukan secara optimal agar dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian
pasca-operasi.
Kata Kunci: Manajemen perioperatif, penyakit hati, risiko operasi

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 397
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

Perioperatif Management of The Patients with Liver Disease

JB Suharjo B Cahyono

Department of Internal Medicine Charitas Hospital, Palembang

Abstract: Patients with liver disease sometimes require surgical intervention. It is estimated that
as many as 10 % patients with liver disease will undergo surgery in the last 2 years of their lives.
Patients with liver disease, both the stress of surgery and the effects of anesthesia may increase for
morbidity and mortality. These risks depend on the surgical intervention type and degree of liver
dysfunction. Patients with acute hepatitis, fulminan hepatitis failure, severe chronic hepatitis,
Childs class C cirrhosis are contraindicated to elective surgery. Abdominal surgery, cardiac
surgery, liver resection, and emergengy surgery has worse prognosis. Preoperative assessment
and planning of patients with liver disease may decrease postoperative complications and death
risk. Attempts to manage the risks (malnutrition, coagulopathy, ascites, encephalopathy, hypoal-
buminemia, variceal bleeding) and postoperative monitoring should be done optimally to de-
crease complications and death.
Keywords: Perioperative management, liver disease and the risk of surgery

Pendahuluan perioperatif yang optimal pada pasien dengan penyakit hati


Pasien dengan penyakit hati sering kali harus menjalani yang akan menjalani operasi sangat penting karena dapat
operasi. Diperkirakan 1 di antara 700 pasien yang masuk ke menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Penilaian
rumah sakit untuk menjalani operasi elektif memiliki gambaran preoperatif yang baik dapat memprediksi kelangsungan hidup
fungsi hati yang abnormal. Sekitar 10% pasien penyakit pasien dengan akurasi 90% pada pasien sirosis yang menjalani
hati akan menjalani operasi pada dua tahun terakhir masa operasi abdomen.1
hidupnya.1 Penemuan dan pemberian obat anti viral terhadap Masalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran (1)
penyakit hepatitis B dan C terus meningkat dan berkembang bagaimana pengaruh tindakan operasi dan anestesi pada
sehingga kualitas hidup penderita juga semakin membaik. pasien dengan penyakit hati, (2) risiko tindakan operasi pada
Demikian halnya dengan penderita sirosis hati kelangsungan pasien dengan penyakit hati (3) penilaian dan penanganan
hidupnya menjadi lebih lama karena faktor penyulit seperti perioperatif pada pasien dengan penyakit hati.
varises esofagus, koagulopati, masalah gizi dan asites relatif
sudah dapat ditangani lebih baik. Pengaruh Operasi dan Anestesi
Sebelum klinisi memutuskan apakah pasien dengan Hati merupakan salah satu organ vital tubuh. Fungsi
gangguan fungsi hati layak atau tidak dilakukan operasi maka utama hati terutama bertanggungjawab terhadap metabolisme
sebelumnya harus dilakukan penilaian preoperatif sehingga glukosa dan lemak, sistesis protein (albumin, globulin, dan
dapat diprediksi risiko morbiditas dan mortalitasnya. faktor koagulan), ekskresi bilirubin, metabolisme obat dan
Masalahnya adalah sampai saat ini belum ada parameter hormon dan detoksifikasi.3 Organ hati memegang peran
sensitif yang dapat menggambarkan korelasi yang kuat antara penting dalam pengaturan sirkulasi darah karena sekitar 25%
hasil pemeriksaan biokimiawi dengan derajat kerusakan hati. curah jantung akan bersirkulasi melalui hati. Aliran darah di
Penilaian preoperatif pada pasien dengan penyakit hati hati melalui dua pembuluh darah, yaitu arteri hepatika
sangat penting karena semakin luas tingkat kerusakan hati bertanggungjawab terhadap 25 -30% total aliran darah hati
semakin besar pula risiko kematian. Jenis tindakan operasi (namun memberikan 50% pasokan oksigen ke hati), dan vena
dan sifat operasi (emergensi atau tidak) juga sangat ber- porta menyumbangkan 75% dari total aliran darah ke hati.
pengaruh pada risiko mortalitas.2 Aliran vena porta menerima darah dari lambung, limpa,
Pasien dengan gangguan fungsi hati secara hemo- pankreas dan usus yang kaya akan nutrien, namun pasokan
dinamik sangat rentan terhadap penurunan pasokan darah oksigen ke hati tidak lebih dari 50-55%.4
ke hati (hepatic blood flow). Tindakan operasi dan anestesi Pada pasien yang tidak memiliki gangguan fungsi hati,
yang dapat menurunkan pasokan darah ke hati menimbulkan pemberian obat anestesi, analgetik, sedatif, dan tindakan
komplikasi pasca-operasi. Dengan demikian manajemen pembedahan dapat meningkatkan kadar transaminase, alkali

398 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

fhosfhatase, dan kadar bilirubin, namun umumnya bersifat anestesi. Tindakan operasi dan anestesi menurunkan pasokan
sementara. Sebaliknya pasien dengan penyakit hati penu- aliran darah menuju hati. Pasien dengan penyakit hati tingkat
runan pasokan darah ke hati akibat tindakan operasi maupun lanjut (sirosis, misalnya) sangat peka terhadap perubahan
anestesi dapat memicu dekompensasi hati.5 Kerusakan hati hemodinamik. Semakin banyak perdarahan semakin banyak
yang berat (pada sirosis hati atau hepatitis fulminan) dapat penurunan pasokan darah ke hati. Pada operasi abdomen,
menimbulkan hipoalbuminemia, trombositopenia, koa- aliran darah hati regional menurun karena oklusi struktur
gulopati, menurunnya imunitas, intoksikasi, perubahan vaskular, terutama apabila arteri hepatika atau vena porta di-
hemodinamik, ensefalopati dan sindrom hepatorenal. klemp untuk mengurangi aliran darah selama reseksi hati.
Keadaan tersebut menjadi faktor penyulit pada saat tindakan Penempatan refraktor di hati dan manipulasi visera abdomi-
operasi dan anestesi. nal dapat menurunkan pasokan darah ke hati mencapai 50-
Hati berfungsi sebagai organ sintesis protein albumin 60%. Pemberian obat anestesi secara regional maupun gen-
dan globulin. Pada pasien dengan gangguan hati dapat eral dapat menurunkan aliran darah hati sampai 30-50 %.7
terjadi hipoalbuminemia. Kondisi hipoalbuminemia sangat Pada orang normal yang menjalani tindakan operasi dan
menghambat proses penyembuhan luka. Penurunan sintesis anestesi penurunan aliran darah ke hati tidak menimbulkan
globulin di hati menyebabkan seseorang menjadi peka iskemia hepatik karena mekanisme kompensasi berupa
terhadap infeksi karena sistem imunitas tubuh secara penurunan kebutuhan oksigen dan meningkatnya ekstraksi
fungsional kemampuannya menurun. Pada disfungsi hati oksigen oleh sel hati. Pada seseorang yang mengalami
yang berat metabolisme glukosa juga terganggu. gangguan fungsi hati, mekanisme autoregulasi terganggu
Terganggunya penggunaan glukosa dan meningkatnya sehingga penurunan aliran ke hati sedikit saja mempengaruhi
kadar hormon pertumbuhan dan glukagon dapat memicu fungsi dan integritas sel hati. Ketidakcukupan pasokan
intoleransi glukosa.3 Sintesis faktor pembekuan darah yang oksigen merupakan penyebab utama dekompensasi hati
diproduksi di hati mengalami penurunan pada pasien yang pasca-operatif. 4
mengalami disfungsi hati. Koagulopati dan trombositopenia
(akibat hipertensi portal) meningkatkan risiko perdarahan baik Risiko Pembedahan pada Penyakit Hati
pre maupun pasca-operasi. Gangguan faktor pembekuan Luas disfungsi hati dan tipe operasi menentukan tingkat
darah terjadi akibat menurunnya sintesis faktor prokoagulan morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan fungsi
dan antikoagulan, terganggunya pembersihan faktor hati. Pasien dengan tingkat kerusakan hati minimal memiliki
koagulasi yang teraktifasi, defisiensi nutrisi (vitamin K, asam risiko mortalitas lebih kecil dibandingkan pasien yang
folat), splenomegali, defek kualitatif trombosit dan akibat mengalami sirosis atau hepatitis akut yang berat.2
penekanan trombopoiesis sumsum tulang. 6 Tipe operasi dan sifat operasi (emergensi atau tidak)
Pada pasien sirosis, umumnya mengalami perubahan menentukan risiko mortalitas. Pada pasien sirosis hati yang
pola hemodinamik yang bersifat hiperdinamik berupa menjalani operasi abdomen terbuka memiliki risiko lebih tinggi
peningkatan curah jantung, menurunnya resistensi vaskular dibandingkan operasi laparoskopi. Seperti disebutkan,
sistemik dan meningkatnya volume intravaskular. Perfusi penempatan refraktor di hati dan manipulasi visera abdomi-
jaringan menurun karena adanya shunting arterio-venosa. nal pada operasi abdomen terbuka dapat menyebabkan
Respons sistem kardiovaskular terhadap simpatomimetik penurunan pasokan darah ke hati sebesar 50-60%. Operasi
eksogen dan endogen menurun. Shunting intra-pulmomal, abdomen terbuka mortalitasnya dapat mencapai 57%
meningkatnya cairan ekstravaskular, diafragma yang me- dibandingkan laparoskopi yang hanya 20% (lihat Tabel 1).
ngalami elevasi karena desakan asites menyebabkan tim- Operasi laparoskopi lebih aman dibandingkan operasi
bulnya mismatch rasio ventilasi terhadap aliran darah, terbuka. Pada studi retrospektif yang melibatkan 226 pasien
hipoksemia dan hipoventilasi. Aliran darah ke ginjal juga sirosis (Child Pugh A atau B) yang menjalani kolesistektomi
cenderung menurun sehingga risiko terjadinya sindrom laparoskopi, dilaporkan kematian hanya 2 orang (0,88%).8
hepatorenal meningkat. 3 Operasi bedah emergensi dibandingkan operasi elektif lebih
Hati berperan dalam metabolisme dan eliminasi berbagai memberikan risiko mortalitas. Pada pasien dengan sirosis hati
jenis obat. Metabolisme obat pada pasien dengan disfungsi operasi jantung emergensi menyebabkan mortalitas sebesar
berat akan terganggu karena menurunnya jumlah hepatosit 80% dibandingkan operasi elektif (3-46 %).9
dan pasokan aliran darah hati. Waktu paruh beberapa obat Tingkat kerusakan hati berkorelasi dengan mortalitas
menjadi meningkat dan eliminasi menurun. Risiko intoksikasi pasien. Pasien sirosis hati dengan nilai prothrombine time
obat meningkat. Contohnya, kerja obat penyekat neuro- (PT) di atas normal, 47% di antaranya meninggal dibandingkan
muskular (neuromuscular blocking) menjadi lebih panjang pasien yang memiliki PT normal yaitu 7%. Pasien sirosis
karena aktivitas enzim pseudokolinesterase menurun pada dengan kategori Child kelas A yang meninggal hanya 10%
pasien dengan gangguan fungsi hati. dibandingkan Child kelas B 31% dan Child kelas C 76%.1
Morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit Zacks et al10 melaporkan risiko mortalitas perioperatif
hati dipengaruhi oleh faktor stres tindakan operasi dan pada 86 753 pasien dengan penyakit hati yang menjalani

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 399
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

Table 1. Risiko Pembedahan pada Pasien dengan Penyakit memberikan risiko yang lebih besar.12
Hati 8
Penilaian Preoperatif
Penyakit Tipe operasi Morta- Faktor prognostik
hati litas Tujuan penilaian preoperatif pada pasien dengan
penyakit hati adalah untuk menentukan derajat disfungsi hati,
Sirosis Bedah non- 20% Asites, albumin, pro-
menilai faktor risiko morbiditas dan mortalitas berkaitan
laparoskopik thrombin time (PT)
Bedah ulkus 54% PT, tekanan darah sisto- dengan tindakan operasi, sehingga penanganan preoperatif
peptik lik, hemoglobin (Hb) dapat diberikan secara lebih optimal dan komplikasi pasca-
Herniorapi 13% Tindakan bedah segera operasi dapat ditekan.
umbilikal
Risiko morbiditas dan mortalitas pasien dengan penyakit
Kolektomi 24% Ensefalopati, asites, albu-
min, Hb hati tergantung pada derajat disfungsi hati dan tipe operasi.
Laparotomi 47% Risiko mortalitas pasien dengan hepatitis akut dan hepatitis
trauma abdomen kronis, atau sirosis kelas Child A dan C sangat berbeda tetapi
Bedah abdomen 57% Klas Child Pugh, Tin-
sampai saat ini belum ada parameter valid yang dapat
emergensi dakan bedah segera
Kolesistektomi 0.9-6% mencerminkan tingkat kerusakan hati. Pemeriksaan bio-
laparoskopi kimiawi konvensional yang mencerminkan gangguan fungsi
Bedah jantung 80% Klas Child Pugh hati berkorelasi lemah dengan tingkat disfungsi hati.13 Salah
emergensi
satu contoh, pasien dengan sirosis awal parameter bio-
Bedah jantung 3-46% Skor Child - Pugh
elektif kimiawinya masih mungkin dalam keadaan normal. Contoh
Operasi lutut 0% lain, pada pasien dengan peningkatan transaminase masih
Reseksi prostat 6,7% sulit untuk menilai apakah perjalanan gangguan tersebut baru
transuretral
mulai atau sudah dalam perbaikan. Oleh sebab itu dalam
Hepatis Berbagai operasi 0%
kronis memberikan penilaian preoperatif diperlukan pengumpulan
Hepatitis C Kolesistektomi 0% dan penilaian data secara lebih teliti sehingga dapat di-
laparoskopi rencanakan kapan saatnya tindakan operasi. Pada Bagan 1
Hepatitis Laparotomi 100%
dapat dilihat bagaimana pola pendekatan preoperatif pada
akut eksplorasi
Ikterus Bedah abdomen 5-60% pasien dengan penyakit hati.
obstruktif Evaluasi preoperatif dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis selain menggali keluhan pasien
juga diarahkan untuk mendapatkan faktor risiko penyakit hati,
seperti riwayat transfusi darah, minum alkohol berlebih,
tindakan kolesistektomi. Disimpulkan bahwa pasien dengan penggunaan obat narkotika intravena dan hubungan seks
gangguan hati yang menjalani operasi risiko mortalitasnya yang berisiko tinggi. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
meningkat 8 kali. Kelompok yang memiliki risiko meninggal mendapatkan tanda-tanda hepatitis akut/kronis seperti: pru-
terbesar pasien dengan penyakit hati yang mengalami ritus, ikterus, hepato-splenomegali, asites, palmar eritem, atrofi
komplikasi mortalitasnya 17,6% (odd ratio/OR 20,44), hepa- testis, spider nevi, dilatasi vena di dinding abdomen, gine-
titis akut mortalitasnya 16,78% (OR 19,49), penyakit hati komasti, dan sebagainya.
terkait alkohol 6,45% (OR 6,67), sirosis hati 5,38% (OR 5,50), Temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat lebih
dibandingkan dengan pasien yang tanpa mengalami mengarahkan ada tidaknya disfungsi hati sehingga dapat
gangguan fungsi hati mortalitasnya hanya 1,02% (OR 1).10 digunakan sebagai pertimbangan perlu tidaknya pemeriksaan
Berdasarkan analisis retrospektif dari 373 pasien dengan labortorium dan pemeriksaan pendukung lainnya. Peme-
ikterus obsruktif, angka mortalitas sebesar 60% pada pasien riksaan rutin uji fungsi hati tidak direkomendasikan mengingat
yang memiliki 3 faktor risiko hematokrit <30%, bilirubin >11 prevalensi abnormalitas fungsi hati cukup rendah pada pasien
mg/dL dan adanya penyebab obstruksi berupa keganasan, yang sehat.2 Meskipun demikian apabila pasien memiliki
dibandingkan yang tidak memiliki ketiga faktor tersebut penyakit komorbid, pemeriksaan penunjang lebih lengkap
mortalitasnya hanya 5%. Bila terjadi obstruksi bilier, perlu dilakukan. Pasien yang mengalami disfungsi hati berat
sumbatan dibebaskan tanpa pembedahan, lebih terpilih untuk akan mengalami kegagalan fungsi hati primer dan sekunder.
sementara dipasang stent secara endoskopis.11 Faktor penyulit yang merupakan bentuk kegagalan fungsi
Pada pasien dengan hepatitis kronis, risiko pembedahan hati primer, seperti asites, koagulopati, ensefalopati,
berkorelasi dengan beratnya penampilan klinis, biokimiawi hipoalbuminemia, peningkatan kadar bilirubin, asites dan
dan histologi. Operasi elektif aman untuk hepatitis kronis malnutrisi harus diidentifikasi. Bentuk kegagalan fungsi hati
ringan asimptomatik. Sebaliknya risiko pasien dengan hepa- sekunder yang dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular,
titis kronis dengan penampilan klinis yang nyata dan otak, sistem endokrin, ginjal dan sistem imunitas juga harus
gambaran histologisnya lebih berat, tindakan operasi dinilai dengan teliti.14

400 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

Asimtomatik transplantasi hati mortalitasnya dapat mencapai 10-90%.16


Secara kebetulan sering ditemukan pasien sehat Pasien dengan hepatitis akut atau hepatitis fulminan
(asimtomatik) yang akan menjalani operasi menunjukkan merupakan kontra-indikasi operasi. Pada pasien dengan hepa-
peningkatan kadar transaminase pada pemeriksaan titis akut operasi harus ditunda sampai terjadi perbaikan.
laboratorium. Penyebab peningkatan enzim transaminase Apabila operasi tidak dapat ditunda dan harus segera
harus dicari, apakah akibat infeksi virus, alkohol, perlemakan dilakukan, maka pasien harus dipantau secara ketat untuk
hati, autoimun hepatitis atau obat-obatan. Pemeriksaan lebih menghindari komplikasi pasca-opeasi dan penggunaan obat
lengkap seperti serologi virus, fungsi hati dan ginjal serta yang bersifat hepatotoksik harus dihindari.13
pemeriksaan USG perlu dilakukan bila perlu. Penyebab
peningkatan transaminase yang sudah diketahui harus Hepatitis Kronis
dieliminasi, minum alkohol dihentikan, mengurangi obat- Pada pasien hepatitis kronis, risiko operasi berkorelasi
obatan dihentikan, hepatitis autoimun perlu diberi terapi ste- dengan parameter klinis, biokimiawi dan histopatalogi.
roid. Enzim transaminase perlu diperiksa ulang. Bila masih Operasi elektif pada pasien hepatitis kronis ringan asimp-
meningkat >2-3 di atas nilai normal sebaiknya operasi ditunda tomatik dilaporkan aman. Pada pasien hepatitis kronis
sampai diketahui penyebab dasarnya.15 Apabila operasi simptomatik, yang mengalami penurunan fungsi sintesis dan
bersifat emergensi maka operasi perlu dilakukan secara hati- ekskresi, dengan gambaran histopatologi nekrosis multi-
hati dan pasien dimonitor secara ketat (lihat bagan).13 Apabila lobuler, risiko mortalitas akibat operasi meningkat. Pada pasien
kadar transaminase stabil operasi dapat dilakukan. perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik, tindakan
operasi bukan kontra-indikasi. Meskipun demikian risiko
Hepatitis Akut mortalitas pada pasien dengan steatosis derajat sedang
Kadang kadang pasien dengan hepatitis akut harus sampai berat risiko mortalitasnya meningkat.5
menjalani operasi. Hepatitis akut dapat terjadi akibat berbagai
faktor seperti infeksi virus, iskemia, alkohol, toksin, trombosis Sirosis Hati
atau obat-obatan. Angka mortalitas pasien dengan hepatitis Penilaian menggunakan Chil-Pugh classification atau
akut sangat tinggi. Angka mortalitas pasien dengan hepati- Pugh scoring system dan Model of End State Liver Disease
tis virus akut dan hepatitis alkoholik mencapai 100%. Hepa- (MELD) score sering digunakan untuk menilai risiko operasi
titis fulminan merupakan bentuk disfungsi hati berat yang pada pasien sirosis hati (Tabel 2). Klasifikasi Child-Pugh (klas
ditandai dengan koagulopati dan ensefalopati. Tanpa A, B atau C) menilai kombinasi 3 parameter biokimiawi (pro-

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium

Klinis asimtomatik Penyakit hati akut Penyakit hati kronis


(tetapi pemeriksaan
biokimiawi abnormal)

Hepatitis akut Hepatitis


fulminan Sirosis Non sirosis

Operasi elektif Operasi Operasi elektif Child C Child B Child A


emergensi

Investigasi Operasi Tunda Pertimbang


penyebab ekstra sampai Kandidat kan Operasi Operasi
sebelum Hati-hati kondisi Transplanta tindakan dengan dengan
dilakukan Pemantaun membaik si alternatif Hati-hati hati-hati
operasi ketat operasi

Bagan 1. Pendekatan Preoperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati 13

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 401
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

thrombin time, albumin, bilirubin) dan 3 parameter klinis (sta- ahli gizi medik, intencivist, dan disiplin ilmu lain sesuai
tus nutrisi, ada/tidak asites, ensefalopati).2 Sistem skor Pugh keperluan.13,18
hampir sama dengan klasifikasi Child-Pugh hanya parameter Penanganan faktor penyulit seperti malnutrisi, koa-
nutrisi tidak dinilai. Penilaiannya hampir sama, yaitu: Child gulopati, asites, ensefalopati, gangguan fungsi ginjal dan
kelas A identik dengan skor Pugh 5-6, Child kelas B identik elektrolit, perdarahan varises, serta pemilihan teknik, obat
dengan skor Pugh 7-9 dan Child C identik dengan skor Pugh anestesi dan pemantauan pasca-operasi harus dilakukan
10-15. Makin tinggi kelas atau skor makin besar mortalitasnya. secara optimal agar dapat menurunkan komplikasi dan
MELD score pada awalnya dikembangkan dan divalidasi kematian pasca-operasi. Koagulopati dan trombositopenia
untuk menilai prognosis pasien sirosis yang menjalani pada pasien penyakit hati harus dikoreksi karena berisiko
prosedur transjugular intrahepatic portosystemic shunt perdarahan durante atau setelah operasi. Koagulopati
(TIPS). Nilai skor terdiri atas 3 parameter objektif, yaitu se- dikoreksi dengan pemberian vitamin K 10 mg secara
rum international normalized ratio (INR), bilirubin total dan parenteral, fresh frozen plasma (FFP) setiap 12 jam dengan
kadar kreatinin. Berdasarkan beberapa studi, MELD score, dosis 10-15 ml/kg. Dosis >30 mL/kg dalam 24 jam berisiko
yang merupakan parameter objektif dalam menilai derajat terjadinya kelebihan volume (volume overload). Infus
sirosis, sangat bermanfaat sebagai prediktor preoperative creopricipitate perlu diberikan apabila kadar fibrinogen <75
risiko mortalitas pada pasien sirosis yang menjalani operasi. mg/dL. Bila kadar trombosit < 50.000/mm3 transfusi trombosit
Pasien sirosis dengan skor >15 memiliki risiko mortalitas perlu diberikan.19
tinggi.17 Apabila operasi harus dilakukan maka perlu dipilih Gangguan fungsi ginjal dan elektrolit menjadi faktor
alternatif metode operasi (misalnya, laparotomi terbuka risiko terjadinya sindrom hepato-renal. Sindrom hepato-re-
diganti dengan laparoskopi), atau operasi dilakukan secara nal didefinisikan sebagai gagal ginjal fungsional pada pasien
hati-hati dan pasien dipantau secara ketat. Pasien sirosis dengan gangguan fungsi hati (sirosis). Menghindari obat-
hati mempunyai risiko mortalitas tinggi apabila (1) menjalani obatan yang bersifat nefrotoksik (obat anti inflamasi non-
operasi emergensi, operasi abdomen (kolesistektomi, reseksi steroid, antibiotik golongan aminoglikosid) dan selalu
gaster, kolektomi), operasi jantung dan reseksi hati, (2). pasien memperhatikan keseimbangan cairan tubuh dapat me-
memiliki penampilan klinis seperti seperti: sirosis Child (C>B), ngurangi risiko gagal ginjal akut. Tindakan dialisis preoperatif
asites, ensefalopati, infeksi, anemia, malnutrisi, ikterus, perlu dilakukan apabila dengan cara konvensional azotemia
hipoalbuminemia, hipertensi portal, pemanjangan waktu tidak terkoreksi.20
protrombin >2,5 di atas normal yang tidak terkoreksi dengan Asites pada pasien sirosis harus dikendalikan, karena
vitamin K.5 dapat mengganggu ekspansi paru, menyebabkan herniasi
dinding abdomen dan mengganggu penyembuhan luka.
2
Tabel 2. Klasifikasi Child Pugh pada Penyakit Hati Asites dapat dikurangi dengan pemberian diuretik atau
parasentesis sebelum operasi, atau drainase pada saat
Kriteria Kelas A Kelas B Kelas C
laparotomi.5 Parasentesis 4-5 liter tanpa pemberian albumin
Status nutrisi Normal Malnutrisi sedang Malnutrisi berat relatif aman. Total parasentesis yang mencapai 8-10 liter perlu
Asites Tidak Mudah dikontrol Sulit dikontrol diimbangi dengan pemberian albumin infus.21 Cairan asites
dijumpai dengan diuretik sebaiknya diperiksa untuk mengetahui peritonitis bakterial
Derajat - 1 2 atau 3
ensefalopati spontan.
Prothrombin 0-2>kontrol 2-4> kontrol >6 kontrol Sebelum operasi pasien dengan gangguan fungsi hati
time mungkin mengalami ensefalopati, yang akan meningkatkan
(N: 25-41 detik) risiko operasi. Pasien hepatitis kronis yang mengalami
Bilirubin 0-2 mg/dL 2-3 mg/dL >3 mg/dL
(N: 1 mg/dL) ensefalopati risiko mortalitasnya mencapai 88%. Sasaran
Albumin >3,5 mg/dL 2,5-3,5 mg/dL <2,5 mg/dL pengobatan ensefalopati adalah memberikan terapi suportif,
(N: >3,5 mg/dL mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus seperti
Morbiditas dan 10% 30% 82% gangguan elektrolit, pemberian diuretik, sepsis, pemberian
mortalitas
perioperatif sedatif, perdarahan gastro-intestinal, hipoksemia, dan alka-
losis metabolik.21
Pasien dengan gangguan fungsi hati yang mengalami
Manajemen Perioperatif malnutrisi memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi
Penyebab kematian utama pada pasien penyakit hati dibandingkan yang tidak mengalami gangguan nutrisi.
berat yang menjalani operasi adalah perdarahan, sepsis, Malnutrisi meningkatkan kebutuhan transfusi sel darah
kegagalan hati (ensefalopati) dan sindrom hepato-renal. Agar merah, FFP, memperlama penyembuhan dan perawatan. Pada
penanganan menjadi lebih optimal maka pasien penyakit pasien penyakit hati tingkat lanjut, pemberian nutrisi
hati sebaiknya dirawat oleh tim multi disiplin yang terdiri dari parenteral atau enteral harus segera dimulai pada preoperatif
ahli bedah, anestesi, internist/hepatologist, cardiologist, karena pasca-operatif terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi.

402 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007
Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Hati

Pemilihan nutrisi harus mengandung karbohidrat dan lemak 2. Haranath SP. Perioperative management of the patient with
lebih tinggi serta mengurangi asam amino aromatik.2,21 liver disease. Loist updated: 2006. Acsessect February 2007. Avai-
lable from http://www.emedicine.com.
Anestesi regional maupun umum menurunkan aliran 3. Ziser A, Plevak DJ. Morbidity and mortality in cirrhotic patients
darah hati sampai 30-50%. Penurunan aliran darah ke hati undergoing anesthesia and surgery. Current Opinion in
disebabkan pengaruh intermittent positive presure ventila- Anaesthesiology 2001;14:707-11.
tion dan efek obat anestesi yang mempengaruhi tekanan 4. Pannen BHJ. Hepatic blood flow during anaesthesia and surgery.
Europian Society of Anaesthesiologist 2000. Available from http:/
darah serta curah jantung dapat memicu dekompensasi hati www.euroanesthesia.org/rc-vienna/04rcl.HTM.
dan ensefalopati. Pada induksi anastesi apabila diperlukan 5. Friedman L.S. The risk of surgery in patients with liver disease.
dosis tiopental harus diturunkan. Pemberian ketamine drip Hepatology 1999; 29(6):1617-23.
pada 151 pasien yang mengalami gangguan fungsi hati 6. Sallah S., Bobzien B. Bleeding problem in patients with liver
disease. Postgrad Med 1999;106(4):187-95.
bersifat aman dan tidak mengganggu fungsi hati.15 Tidak 7. Malde AD. Viral hepatitis and anaesthesiologist. Indian J Anaesth
jelas manakah yang lebih baik antara anestesi regional atau 2004;48:264-75.
umum, namun anestesi regional sebaiknya dihindari pada 8. Yeh CN, Chen MF, Jan YY. Laparoscopic cholecystectomy in
pasien yang mengalami trombositopeni terkait hipersplenik. 226 cirrhotic patients. Experience of a single center in Taiwan.
Surg Endosc 2002;16: 1583-7.
Apabila menggunakan anestesi umum dosis sebaiknya 9. Suman A., Carey W. Assessing the risk of surgery in patients with
dititrasi. Penggunaan isofluran relatif memberikan risiko lebih liver disease. Cleveland Clinic J of Medicine 2006;73(4):398-
kecil dibandingkan preparat lain karena efek penurunan aliran 404.
darah ke hati lebih minimal.20,23 10. Zacks SI, Sandler RS, Brown RS. Liver disease markedly increases
the risk of perioperative death in cholecystectomy patients (ab-
Pasca-operasi pasien dengan gangguan fungsi hati stract). Hepatology 1997;26(4):179A.
harus dipantau secara ketat. Jika preoperatif pasien memiliki 11. Dixon JM, Armstrong CP, Duffy SW, Davies GC. Factors affect-
faktor risiko tinggi maka pemantauan di ICU diperlukan. ing morbidity and mortality after surgery for obstructive jaun-
Pasien harus dipantau secara teliti adanya tanda tanda dice: a review of 373 patients. Gut 1983: 24:845-52.
12. Runyon BA. Surgical procedures are well tolerated by patients
dekompensasi hati, yaitu peningkatan kadar bilirubin with asymptomatic chronic hepatitis. J Clin Gastroenterol
dibandingkan preoperasi, koagulopati, tanda-tanda dissemi- 1986;8:542-4.
nated intravascular coagulation (DIC), ensefalopati dan 13. Patel T. Surgery in he patient with liver disease. Mayo Clin Prac
asites. Fungsi renal harus dipantau untuk mengantisipasi 1999;74:593-9.
14. Wiklund RA. Preoperative preparation of patients with advanced
risiko sindrom hepato-renal. Kadar glukosa juga perlu liver disease. Crit Care Med 2004;32(4,Suppl):S106-S115.
dipantau karena pada dekompensasi hati sering terjadi 15. Malde AD. Viral hepatitis and anaesthesiologist. Indian J Anaesth
hipoglikemia. Tidak kalah penting adalah selalu menjaga 2004;48:264-75.
stabilitas hemodinamik dan melakukan tindakan medis secara 16. OGrady JG. Acute liver failure. Postgrad Med J 2005;8:148-54.
17. Northup PG, Wanamaker RC, Lee VD, Adams RB, Berg CL. Ann
steril untuk mengurangi risiko infeksi.2,5,13 Surgery 2005; 242:244-51.
18. Lu W, Wai CT. Surgery in patients with advanced liver cirrhosis:a
Kesimpulan Pandoras box. Singapore Med J 2006;47(2):152-5.
19. Sallah S., Bobzien B. Bleeding problem in patients with liver
Pasien dengan penyakit hati, yang mengalami gangguan disease. Postgrad Med 1999;106 (4):187-95
sintesis, metabolisme, perubahan hemodinamik dan 20. Keegan MT, Plevak DJ. Preoperative assessment of the patient
koagulopati memiliki risiko tinggi mengalami morbiditas dan with liver disease. Am J Gastroeterol 2005;100:2116-27
21. Heidelbaugh JL, Sherbondy M. Cirrhosis and chronic liver failure:
mortalitas akibat stres tindakan bedah dan anestesi. Tipe
Part II. Complication and treatment. Am Fam Physician
operasi dan luasnya disfungsi hati menentukan tingkat 2006;74(5):767-76.
morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan fungsi 22. Rice HE, OKeefe GE, Helton WS, Johansen K. Morbid prog-
hati. Pasien dengan operasi abdomen terbuka dan bersifat nostic features in patients with chronic liver failure undergoing
nonhepatic surgery. Arch Surg 1997;132(8):880-4.
emergensi memiliki risiko mortalitas yang tinggi. Penilaian
23. Clarke P, Bellamy MC. Anaesthesia for patients with liver dis-
preoperatif dan persiapan yang optimal pada pasien penyakit ease. Bulletin 4 The Royal College of Anaesthetists 2000;158-
hati dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian pasca- 61.
operasi. Penanganan faktor penyulit (malnutrisi, koagulopati,
asites, ensefalopati, hipoalbuminemia, perdarahan varies) dan
SS
pemantauan pasca-operasi harus dilakukan secara optimal
agar dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian pasca-
operasi.

Daftar Pustaka
1. Garrison RN, Cryer HM, Howard DA, Polk HC. Clarification of
risk factors for abdominal operations in patients with hepatic
cirrhosis. Ann Surg 1984;199(6): 648-54.

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 403

Anda mungkin juga menyukai