Anda di halaman 1dari 9

Masalah Umum 1

pada Anjing dan Kucing

DEMAM (PIREKSIA)

Demam adalah peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh penyakit

dan merupakan tanda klinik yang terjadi pada berbagai kondisi patologik.

Demam merupakan masalah yang sering dijumpai pada anjing dan kucing.

Hiperpireksia mengacu pada demam yang lebih tinggi dari 105oF.

Demam intermiten adalah salah satu demam dimana suhu tubuh

menurun sampai normal dan setelah itu meningkat lagi. Keadaan tersebut

terjadi setiap hari. Demam remiten ditandai oleh adanya variasi suhu setiap

hari, tetapi suhu terendah tetap di atas suhu normal. Demam kambuh

(relapsing fever) memiliki periode singkat peningkatan temperatur diselingi oleh

periode suhu normal selama sehari atau lebih. Demam septik ditandai oleh

variasi naik-turunnya suhu tubuh harian sangat tinggi.

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang nyata yang disebabkan

oleh suhu lingkungan yang tinggi dan menurunnya kemampuan anjing dan

kucing untuk melepaskan panas tubuhnya. Patogenesis hipertermia (heat

stroke) tidak melibatkan aktivasi dan pelepasan pirogen. Hipertermia bukan

hasil dari upaya tubuh untuk meningkatkan suhu tetapi hal tersebut disebabkan

oleh pengaruh fisiologik, patologik, atau farmakologik, dimana panas yang

terbentuk melebihi panas yang hilang. Demam yang tinggi dapat juga

mengakibatkan pacuan panas (heat stroke) jika suhu lingkungan di atas 80o-

85oF, tetapi jarang terjadi.


Masalah Umum 2
pada Anjing dan Kucing

PENGATURAN SUHU TUBUH

Mamalia adalah vertebrata endotermik yang mampu mengatur suhu

tubuhnya dengan cara mengatur produksi panas dan pengeluaran panas.

Pusat termoregulator berlokasi di susunan saraf pusat (CNS) pada daerah

hipotalamus anterior (anterior hypothalamus [AH]). Perubahan suhu lingkungan

dan suhu tubuh dirasakan oleh termoreseptor perifer dan pusat, dan informasi

tersebut disampaikan ke AH melalui sitem saraf. Termoreseptor yang

merasakan bahwa suhu tubuh di bawah suhu normal (normal set poin) akan

merangsang AH sehingga tubuh meningkatkan produksi suhu dan menurunkan

pengeluaran panas, dan jika suhu tubuh di atas normal/terlalu panas maka

tubuh akan melepaskan panas. Melalui mekanisme ini, anjing dan kucing dapat

mempertahankan suhu tubuhnya pada kondisi lingkungan yang sangat

bervariasi.

Skema Patofisiologi Demam


(Sumber: Ettinger dan Felmand, 2005)
Masalah Umum 3
pada Anjing dan Kucing

Sensor panas berada di seluruh tubuh tetapi paling banyak terdapat

pada kulit, korda spinal, abdomen, dan hipotalamus. Efektor refleks adalah

struktur yang secara nyata terlibat dalam peningkatan dan penurunan suhu

tubuh. Contoh dari efektor tersebut adalah otot rangka, kulit, dan sistem

respirasi.

Panas tubuh sebagian besar dihasilkan oleh oksidasi nutrien di hati.

Otot banyak menghasilkan panas selama aktivitas fisik. Panas yang dihasilkan

dapat dengan cepat ditingkatkan atau diturunkan sesuai kebutuhan, karena itu

sistem muskular penting dalam pengaturan panas. Panas dapat dikeluarkan

dari dalam tubuh melalui tiga cara: radiasi, penguapan, dan konveksi. Pada

anjing dan kucing, mekanisme utama pengeluaran panas adalah melalui radiasi

dan penguapan. Oleh karena hewan kecil tubuhnya ditutupi rambut dan

memiliki sedikit kelenjar keringat, panas tidak dengan cepat dapat dikeluarkan

melalui kulit. Panting adalah cara utama untuk mengeluarkan panas.

Apabila suhu tubuh hewan menurun, dua efektor penting akan

terangsang. Vasokonstriksi perifer membantu mengurangi kehilangan panas,

dan peningkatan aktivitas otot (menggigil) menghasilkan tambahan panas. Jika

suhu tubuh meningkat pada hewan normal, vasodilatasi perifer, panting, dan

penurunan aktivitas otot adalah mekanisme penurunan panas. Pada

umumnya, mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh adalah kontrol secara

simpatik, sementara penurunan suhu adalah pengaturan secara parasimpatik.


Masalah Umum 4
pada Anjing dan Kucing

AKTIVATOR DEMAM

Demam diinisiasi oleh berbagai substansi, termasuk agen infeksius atau

produknya, kompleks imun, radang atau nekrosis jaringan, dan beberapa agen

farmakologik termasuk antibiotik, dan tumor. Substansi tersebut disebut

pirogen eksogenus. Substansi tersebut tidak secara langsung mempengaruhi

pusat termoregulator. Ukuran dan kompleksitas molekul dari kebanyakan

pirogen eksogenus menghambat masuknya ke dalam hipotalamus. Pirogen

eksogenus kecil kemampuannya mempengaruhi pusat termoregulator secara

langsung, dapat menyebabkan inang melepaskan pirogen endogenus.

Respon terhadap rangsangan dari pirogen eksogenus, dikeluarkan

protein (cytokine) dari sel sistem imun yang memicu respon demam. Walaupun

limfosit T dan B dan leukosit yang lain memegang peranan yang signifikan,

makrofag adalah sel imun yang utama. Protein tersebut disebut pirogen

endogenus atau sitokin penyebab demam. Walaupun ilterleukin-1 (IL-1)

dianggap sebagai sitokin yang paling penting, namun setidaknya ada 11 sitokin

telah teridentifikasi dapat menginisiasi respon demam. Beberapa sel neoplastik

juga dapat menghasilkan sitokin yang memicu respon demam. Sitokin

bergerak melalui pembuluh darah ke AH, kemudian berikatan dengan sel

endotel pembuluh darah di AH dan merangsang pelepasan prostaglandin

(PGs). Prostaglandin utamanya adalah E2 (PGE2) dan mungkin juga

prostaglandin E2 (PGE2).
Masalah Umum 5
pada Anjing dan Kucing

Pirogen endogenus secara langsung atau tidak langsung meningkatkan

set poin termoregulator di AH. Ketika set poin suhu ditingkatkan atau suhu

diset pada poin yang lebih tinggi, suhu tubuh dianggap terlalu rendah. Panas

akan disimpan (vasokonstriksi), produksi panas ditingkatkan. Proses ini akan

meningkatkan temperatur. Ketika perangsang demam dihilangkan, termostat

hipotalamik diset kembali pada keadaan normal dan suhu tubuh diturunkan

dengan vasodilatasi perifer, berkeringat, dan panting.

FUNGSI DEMAM

Kebanyakan klinikus beranggapan bahwa demam adalah kondisi yang

harus ditekan untuk membuat pasien merasa lebih nyaman. Padahal

peningkatan suhu tubuh ringan sampai sedang jarang menimbulkan akibat

yang fatal dan justru bermanfaat bagi tubuh. Demam dapat secara langsung

menghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteri dan virus). Sebagai

contoh, anak anjing yang baru lahir memiliki suhu tubuh yang lebih rendah

daripada anjing dewasa, dan sangat lebih peka terhadap infeksi virus herpes.

Demam dapat menurunkan pengambilan zat besi oleh mikroba. Zat besi sangat

penting untuk pertumbuhan dan replikasi mikroba. Beberapa respon imun

dapat terpengaruh oleh demam. Lisosom lebih mudah pecah selama demam,

dan enzim proteolitik yang merusak agen viral dilepaskan. Demam dapat juga

meningkatkan produksi interferon yang menghambat pertumbuhan virus. Ada

beberapa bukti bahwa mobilitas leukosit dan aktivitas fagositik bertambah


Masalah Umum 6
pada Anjing dan Kucing

akibat demam. Di samping itu, aktivitas bakterisidal leukosit juga bertambah

akibat demam. Terakhir, demam dapat meningkatkan transformasi limfosit.

Demam yang terjadi pada keadaan noninfeksius nampaknya memiliki

sedikit manfaat dan bahkan dapat memperberat tanda klinis yang lain. Namun,

demam di bawah 106oF pada anjing dan kucing bermanfaat. Demam di atas

106oF berbahaya terhadap metabolism sel. Demam tersebut harus ditekan.

Bahkan jika demam melebihi 107oF, menimbulkan risiko kerusakan organ

secara permanen.

PENANGANAN PASIEN HIPERTERMIK

Apabila anjing dan kucing temperatur tubuhnya meningkat, harus

diupayakan pendekatan masalah secara logis untuk menghindari kesimpulan

yang salah. Harus dilakukan pemeriksaan sejarah dan fisik secara lengkap,

kecuali jika masalahnya sangat ekstrim (temperatur lebih tinggi dari 41oC) dan

hewan terlihat melakukan upaya keras untuk melepaskan panas (panting,

perubahan postur) atau tidak sadar. Pada kasus seperti itu, harus dilakukan

upaya pendinginan seluruh tubuh dengan segera. Pada kasus yang lain, harus

dilakukan anamnesis yang baik terlebih dahulu. Pertanyaan khusus mengenai

luka atau infeksi sebelumnya, kontak dengan hewan lain, penyakit pada hewan

kesayangan yang serumah, lingkungan, dan terapi sebelumnya atau yang

sedang dijalani sangat bermanfaat. Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

secara lengkap, klinikus akan dapat menentukan apakah kenaikan temperatur

tersebut demam atau bukan. Temperatur kurang dari 41oC, kecuali


Masalah Umum 7
pada Anjing dan Kucing

berlangsung lama, biasanya tidak mengancam kehidupan hewan dan evaluasi

klinik yang tepat seharusnya dilakukan sebelum penggunaan antipiretik.

Penekan demam secara simptomatis biasanya tidak perlu kecuali suhu

rektal melebihi 105oF (40,6oC) atau ketika terjadi anoreksia yang cukup lama

dan depresi akibat skunder dari demam. Sebelum melakukan terapi terhadap

demam, harus dipertimbangkan antara keuntungan penggunaan obat dan

potensi efek negatif dari penggunaan obat tersebut. Terapi demam biasanya

menggunakan penghambat sintesis prostaglandin. Senyawa yang paling

umum digunakan adalah salisilat (asam asetilsalisilat dan sodium salisilat) dan

dipiron.

Aspirin dan antipiretik lain seperti salisilat tidak mempengaruhi produksi

pirogen endogenus. Obat tersebut menurunkan pengaruh pirogen yang

mengatur termostat di hipotalamus. Aspirin merupakan obat pilihan awal yang

diberikan secara oral dengan dosis 10 mg/kg setiap 12 jam pada anjing dan 10

mg/kg setiap 48 jam pada kucing. Aspirin dapat mengakibatkan iritasi mukosa

lambung dan menurunkan agregasi platelet.

Untuk menekan demam dapat menggunakan acetaminofen dengan

dosis 10 mg/kg secara oral setiap 12 jam. Terapi acetaminofen pada anjing

dapat menimbulkan nekrosis pada hati, tetapi jarang. Karena toksisitas

tersebut, acetaminofen tidak direkomendasikan pada kucing.

Dipiron adalah agen anti-inflamasi nonsteroid yang bersifat antipiretik

pada anjing dan kucing, tersedia dalam bentuk cairan untuk penggunaan

secara subkutan, intramuskular, atau intravena dengan dosis 25 mg/kg. Dipiron


Masalah Umum 8
pada Anjing dan Kucing

dapat menyebabkan gastritis, menurunnya koagulasi, leukopenia,

agranulositosis pada anjing dan kucing, terutama apabila digunakan pada

periode yang panjang. Karena itu penggunaan dipiron dibatasi hanya untuk

penurunan panas untuk waktu pendek.

Untuk mencegah penurunan bobot badan, hewan yang mengalami

demam harus mendapatkan hidrasi yang baik dan kalori yang cukup.

Komplikasi demam dapat berupa konstipasi dan karenanya dapat diatasi

dengan pemberian enema atau laksansia (atau keduanya).

Hewan yang mengalami demam dengan suhu tubuh di atas 106oF

(41oC) harus didinginkan dengan bungkusan es, menggosok dengan alkohol,

atau enema air dingin. Pengobatan diulangi sesuai kebutuhan untuk

mempertahankan suhu tubuh di bawah 105oF (40,6oC).

TERAPI ALTERNATIF

Glukokortikoid memiliki efek antipiretik yang kuat, dengan menurunkan

jumlah pirogen endogenus yang dilepaskan oleh leukosit akibat endotoksin dan

sepsis. Glukokortikoid menekan migrasi leukosit, respon peradangan lokal, dan

proses imunologik yang merangsang pelepasan pirogen endogenus.

Glukokortikoid juga dapat menghambat pelepasan prostaglandin, efeknya

menghambat produksi panas secara sentral. Namun, glukokortikoid dapat

menimbulkan efek berbahaya pada penyakit infeksius sehingga glukokortikoid

kontraindikasi terhadap penyakit tersebut. Glukokortikoid paling bermanfaat


Masalah Umum 9
pada Anjing dan Kucing

sebagai agen antipiretik pada penyakit neoplastik atau penyakit berperantara

imun.

Fenotiasin efektif menurunkan suhu tubuh, berperan di pusat

termoregulator, dan menyebabkan vasodilatasi perifer. Sedasi, ataksia, dan

hipotensi merupakan efek samping serius akibat penggunaan fenotiasin,

sehingga fenotiasin harus dipertimbangkan dengan baik sebelum digunakan

sebagai agen antipiretik.

DAFTAR PUSTAKA

Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal


Medicine Vol. 1. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

Kahn, C. M. dan S. Line. 2008. The Merck Veterinary Manual (E-book). 9th Ed.
Whitehouse Station, N.J., USA: Merck and Co., Inc.

Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C. Ferguson. 1997. Small Animal


Medical Therapeutics. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

Lorenz, M. D. dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal Medical Diagnosis. 2nd


Ed. Iowa, USA: Blackwell Publishing.

Anda mungkin juga menyukai