Anda di halaman 1dari 10

EVALUASI KINERJA DAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rumah
Sakit.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah MSDM Lanjutan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Primagraha.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa
Robbal Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Serang, Mei 2016

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Bab II Pembahasan
Definisi Evaluasi Kinerja
Evaluasi Kinerja pada Rumah Sakit
Penggunaan Balanced Scorecard dalam Evaluasi Kinerja
Tahapan Kegiatan Evaluasi Kinerja
Bab III Penutup
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisasi nirlaba atau organisasi non profit merupakan suatu organisasi yang memiliki misi pokok
untuk mendukung suatu isu publik yang tidak memiliki tujuan komersil atau mencari laba, dan jika
suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada pihak pemilik entitas
tersebut. Dalam organisasi nirlaba tidak ada kepemilikan seperti pada organisasi bisnis, karena
kepemilikannya tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali.
Rumah sakit sebagai organisasi nirlaba memiliki peran dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan
yang profesional dan bermutu serta terjangkau semua lapisan masyarakat, dan memberikan
pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan lanjutan sesuai kelas rumah sakit dan standar
yang telah ditetapkan. Sehingga, keberadaan rumah sakit merupakan ujung tombak dalam
pembangunan kesehatan masyarakat.
Namun, tidak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas kinerja pelayanan rumah sakit yang
dinilai masih rendah. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya sumber daya baik sumber daya finansial
maupun sumber daya non finansial.
Dessler dan Gary (1994) menjelaskan bahwa keberhasilan suatu institusi ditentukan oleh dua faktor
utama, yaitu sumber daya manusia atau tenaga kerja dan sarana dan prasarana pendukung atau
fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut sumber daya manusia lebih penting daripada sarana
dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki oleh
suatu organisasi, tanpa adanya sumber daya yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya,
maka organisasi tersebut tidak dapat berhasil mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasinya.
Kualitas sumber daya manusia tersebut diukur dari kinerja karyawan (performance) atau
produktifitasnya.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat
dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan internal
(Hendrawan, 2011). Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan
terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal antara lain
adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena
dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya
professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi. Rumah sakit pemerintah
yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut.
Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan
layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta
melayani masyarakat kelas
menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit dituntut untuk
secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan fenomena
tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan
kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan
menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Kinerja rumah sakit merupakan faktor penting yang harus diperhatikan untuk menghadapi tuntutan
lingkungan tersebut. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk mengukur
tingkat keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, sistem kinerja yang sesuai dan cocok untuk
organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan berkembang. Kinerja
organisasi dapat diketahui melalui pengukuran kinerja organisasi. Pengukuran kinerja adalah suatu
proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan), hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah MSDM juga untuk
mengetahui diantaranya :
1. Mengetahui definisi evaluasi kinerja
2. Mengetahui evaluasi kinerja pada rumah sakit
3. Mengetahui penggunaan metode Balanced Scorecard dalam menilai evaluasi kinerja di suatu
rumah sakit
4. Mengetahui apa saja tahapan kegiatan dalam evaluasi kinerja

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Evaluasi Kinerja


Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang atau
sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar
kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil
dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk
menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan dan juga untuk mengetahui posisi perusahaan
dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan
atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan tercapai. Hasil evaluasi
kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan.
Peningkatan kinerja
Pengembangan SDM
Pemberian kompensasi
Program peningkatan produktivitas
Program kepegawaian
Menghindari perlakuan diskriminasi

Tujuan Penilaian kinerja


Ada pendekatan ganda terhadap tujuan
penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai dasar bagi evaluasi reguler terhadap prestasi
anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Telaah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup kenaikan merit-pay, bonus dan
kenaikan gaji lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian prestasi kerja.
b. Kesempatan Promosi. Keputusan- keputusan penyusunan pegawai (staffing) yang berkenaan
dengan promosi, demosi, transfer dan pemberhentian karyawan merupakan tujuan kedua dari
penilaian prestasi kerja.
2. Tujuan Pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk
mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja (performance feedback)
merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir semua karyawan ingin mengetahui
hasil penilaian yang dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan
penilaian prestasi kerja juga untuk memberikan pedoman kepada karyawan bagi peningkatan
prestasi kerja di masa yang akan datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi
Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan memberikan informasi kepada karyawan yang dapat
digunakan sebagai dasar pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja individu dapat
memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber analisis dan identifikasi kebutuhan
pelatihan.

Faktor-Faktor Penilaian kinerja


Tiga dimensi kinerja yang perlu dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja, yaitu:
1. Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan organisasi untuk
menahan orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan dalam penilaian terhadap
ketidakhadiran, keterlambatan, dan lama waktu kerja.
2. Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan Kebutuhan organisasi untuk
memperoleh hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas
kinerja yang harus dicapai oleh seorang karyawan.
3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan di luar persyaratan-persyaratan tugas formal untuk
meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam bentuk kerja sama, tindakan protektif,
gagasan-gagasan yang konstruktif dan kreatif, pelatihan diri, serta sikap-sikap lain yang
menguntungkan organisasi.

2.2 Evaluasi Kinerja Rumah Sakit


Untuk mengukur kinerja organisasi, maka diperlukan suatu sistem berbasis kinerja. Sistem
pengukuran kinerja yang baik diperlukan sebagai instrumen dalam mengukur kinerja yang handal
dan berkualitas. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu
mengukur kinerja harta-harta tidak berwujud (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber
daya manusia) perusahaan. Selain itu pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu
bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan sektor eksternal, serta
tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik (Gunawan, 2010).
Rumah sakit sebagai instansi pemberi pelayanan seharusnya tidak hanya sekedar menampung orang
sakit, melainkan juga harus memperhatikan aspek kepuasan bagi para pemakai jasanya, dalam hal
ini pasien. Rumah Sakit dihadapkan pada tuntutan dari masyarakat yang semakin kritis terhadap jasa
pelayanan yang diterimanya, dimana rumah sakit dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan
medis dan pelayanan administratifnya. Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang
sangat diperlukan dan sangat diutamakan dalam menjalankan rumah sakit sesuai dengan tugas dan
fungsinya ini. Untuk dapat mengukur Kinerja Rumah Sakit perlu diketahui teknik membuat KPI
(Key Performance Indicator) rumah sakit.
Rencana Strategi (Renstra) 5 tahunan rumah sakit akan dijabarkan dalam rencana kerja tahunan,
dimana rencana kerja tahunan ini terdiri dari
target layanan serta target manajemen/keuangan rumah sakit. Nantinya target pelayanan dan
keuangan tahunan harus dikerucutkan lagi menjadi target bulanan unit yang dinamakan KPI (Key
Performance Indicator) unit. KPI (Key Performance Indicator) yang telah ada haruslah dimonitoring
dan dievaluasi secara rutin. Baik secara harian, mingguan, bulanan, 3 bulanan serta tahunan.
Perbandingan antara target pencapaian dan target standar inilah yang dinamakan indicator rumah
sakit.

Ukuran-ukuran kinerja yang dapat dievaluasi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kinerja
yang dimaksud meliputi kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan kinerja manfaat.
Kinerja pelayanan dapat diukur dari pencapaian volume dan mutu pelayanan klinis yang dilakukan
di berbagai instalasi, dengan membandingkan antara perencanaan yang terdapat di Rencana Strategis
Bisnis dengan pencapaian pada saat dilakukannya evaluasi. Selain itu, kinerja mutu juga dapat
diukur dari pencapaian indikator-indikator SPM. Namun sebagai standar minimal, indikator SPM ini
berfungsi untuk menjaga agar mutu pelayanan RS tidak berada di bawah batas toleransi yang
berkaitan dengan keselamatan pasien.
Kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan
pada perencanaan (Rencana Strategis Bisnis). Indikator ini tidak selalu berbicara mengenai berapa
pendapatan yang bisa diperoleh RS dalam melayani pasien, namun juga berapa penghematan yang
berhasil dilakukan melalui proses yang lebih efisien. Selain itu, kinerja keuangan secara teknis juga
dapat dilihat dari penerapan Permendagri 61/2007, antara lain penggunaan informasi unit cost
pelayanan sebagai dasar penetapan tarif, penggunaan RBA untuk menyusun anggaran dan
sebagainya. Jenis ukuran yang akan dievaluasi tergantung pada jenis indikator kinerja keuangan
yang ditetapkan pada RSB masing-masing RS.
Kinerja manfaat dapat dilihat antara lain dari jenis-jenis pelayanan yang dikembangkan setelah
menerapkan PPK-BLUD, sehingga dengan adanya jenis layanan ini masyarakat tidak perlu mencari
pelayanan sejenis ke luar daerah, dan sebagainya. Selain itu, kinerja manfaat juga dapat dilihat dari
trend masyarakat miskin yang dapat dilayani di RS ini.

2.3 Metode Balanced Scorecard untuk mengevaluasi kinerja pada beberapa Rumah Sakit
Menurut Pramadhany (2011), pada awalnya Balanced Scorecard dirancang untuk digunakan pada
organisasi yang bersifat mencari laba, namun kemudian berkembang dan diterapkan pada organisasi
nirlaba. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan pada organisasi laba dengan
organisasi nirlaba, diantaranya: pada organisasi laba perspektif finansial adalah tujuan utama dari
perspektif yang ada, sedangkan pada organisasi nirlaba perspektif konsumen merupakan tujuan
utama dari perspektif yang ada. Perspektif finansial dalam organisasi laba adalah berupa finansial
atau keuntungan, sedangkan dalam organisasi nirlaba perspektif finansial adalah
pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tentang pentingnya peran metode Balanced Scorecard dalam mengukur
kinerja organisasi, maka beberapa peneliti menggunakan metode tersebut untuk menilai kinerja
rumah sakit sebagai organisasi nirlaba. Maskur (2004) mengukur kinerja Rumah Sakit Dr. Kariadi
Semarang dengan pendekatan Balanced Scorecard dengan hasil masing-masing pada perspektif
keuangan menunjukkan kinerja belum mencapai maksimal, perspektif konsumen menunjukkan
kinerja belum mencapai maksimal, perspektif proses bisnis internal menunjukkan kinerja jauh dari
skor maksimal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan kinerja belum
mencapai maksimal. Namun, secara keseluruhan Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang termasuk
dalam kategori bagus walaupun kinerja masing-masing perspektif belum maskimal yaitu mencapai
skor 71,3 dari skala hingga 100.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari penelitian Maskur (2004), indikator kepuasan konsumen
atau pasien atas pelayanan untuk mendapatkan pemeriksaan di Rumah Sakit Dr.Kariadi merasa tidak
puas atas suasana ketenangan rumah sakit dan waktu tunggu. Sedangkan pada indikator kepuasan
karyawan selama bekerja di
Rumah Sakit Dr. Kariadi karyawan merasa tidak puas atas indikator motivasi. Sehingga diperlukan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh manajemen Rumah Sakit Dr. Kariadi untuk
memperbaiki indikator ketenangan rumah sakit serta waktu tunggu untuk mendapatkan pemeriksaan
dari perpektif konsumen dan perlunya perbaikan terhadap motivasi karyawan oleh manajemen
rumah sakit. Hal ini dikarenakan dengan peningkatan motivasi kerja karyawan maka akan
meningkatkan kinerja atau produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugasnya di Rumah Sakit
Dr. Kariadi.
Nany dkk. (2008) juga menerapkan metode Balanced Scorecard sebagai pengukur kinerja
manajemen pada rumah sakit umum daerah (RSUD) Indramayu. Hasil pengukuran kinerja
manajemen RSUD Indramayu menunjukkan bahwa pada perspektif keuangan menunjukkan bahwa
ROI yang digunakan sebagai tolok ukur variabel perspektif keuangan cenderung meningkat, namun
pertumbuhan pendapatan cenderung menurun.
Penurunan pendapatan yang tidak dengan segera ditangani pada akhirnya akan menurunkan jumlah
laba bersih dan ROI. Hasil pengukuran perspektif pelanggan menunjukkan bahwa retensi pasien
cenderung menurun dan akuisisi pasien cenderung meningkat, namun para pasien merasa belum
puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh RSUD Indramayu. Apabila ketidakpuasan para pasien
ini tidak dengan segera ditangani, pada akhirnya jumlah pasien yang berobat, jumlah pendapatan,
jumlah laba bersih dan ROI akan menurun. Hasil pengukuran perspektif proses bisnis intern
menunjukkan bahwa produktivas dan profit margin cenderung meningkat. Peningkatan
produktivitas dan profit margin pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan rumah
sakit. Hasil pengukuran perspektif pertumbuhan dan pembelajaran menunjukkan bahwa
produktivitas karyawan cenderung meningkat, namun retensi karyawan cenderung meningkat pula
serta para karyawan merasa belum puas selama bekerja di RSUD Indramayu. Apabila ketidakpuasan
para karyawan ini tidak dengan segera ditangani, pada akhirnya jumlah karyawan yang keluar akan
meningkat, produktivitas karyawan, kinerja rumah sakit, jumlah pasien, jumlah laba bersih dan ROI
akan menurun.
Nany dkk (2008) menyimpulkan dari hasil pengukuran kinerja RSUD Indramayu dengan Balanced
Scorecard menunjukkan bahwa kinerja manajemen cenderung meningkat, yang terlihat dari
peningkatan ROI, penurunan retensi pasien, peningkatan akuisisi pasien, peningkatan produktivitas,
peningkatan profit margin serta peningkatan produktivitas karyawan. Hasil pengukuran kinerja
manajemen dengan Balanced Scorecard juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikator yang
apabila tidak segera ditangani secara serius dapat menjadi ancaman yang serius bagi kinerja
manajemen. Indikator-indikator tersebut antara lain adalah penurunan pertumbuhan pendapatan,
para pasien belum puas terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit, peningkatan retensi
karyawan serta para karyawan belum puas selama bekerja di rumah sakit. Kinerja keuangan yang
buruk seringkali merupakan akibat dari kinerja non keuangan yang buruk. Kinerja non keuangan
yang buruk seringkali merupakan tanda-tanda awal
memburuknya kinerja keuangan.

2.4 Tahapan Kegiatan Evaluasi Kinerja


Kegiatan evaluasi kinerja Rumah Sakit yang melaksanakan kegiatan evaluasi kinerja diawali dengan
cara penyusunan instrument penilaian oleh tim penilai, peninjauan lapangan, diskusi hasil
peninjauan lapangan dan laporan hasil evaluasi.
a. Penyusunan instrumen penilaian
Penyusunan instrumen berdasarkan kinerja pelayanan, kinerja manfaat dan kinerja keuangan.
Kinerja pelayanan dapat dilihat dari masing-masing Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit.
Kinerja manfaat dilihat dari SPM dan kinerja keuangan menggunakan dasar Permendagri No.
61/2007 yaitu melihat penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK, tarif berdasarkan unit cost,
penganggaran disusun menggunakan RBA dan kinerja keuangan lainnya yang terdapat pada laporan
keuangan.
b. Peninjauan lapangan dan diskusi
Peninjauan lapangan diperlukan untuk mengisi atau mencocokkan target kinerja pelayanan,
keuangan dan manfaat yang ada pada perencanaan dengan pencapaian nyata Rumah Sakit,
menggunakan instrumen yang telah disusun sebleumnya. Dari hasil peninjauan
lapangan, tim melakukan diskusi internal dan dengan pihak RS, mengenai kesenjangan yang ada,
serta mendiskusikan alternatif solusi yang dapat diambil untuk perbaikan atau peningkatan kinerja
periode berikutnya.
c. Laporan hasil evaluasi
Tim menyusun laporan hasil evaluasi kinerja disertai dengan rekomendasi-rekomendasi yang perlu
ditindaklanjuti oleh Rumah Sakit maupun stakeholders-nya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rumah sakit pemerintah sebagai organisasi nirlaba telah mengalami dinamisasi perubahan seiring
banyaknya tuntutan dari lingkungan eskternal dan internal. Rumah sakit pemerintah yang terdapat di
tingkat pusat maupun daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut yang
menilai rumah sakit untuk mencapai kinerja yang lebih baik.
Rumah sakit pemerintah perlu diukur kinerjanya karena pengukuran kinerja dapat digunakan untuk
menilai keberhasilan suatu organisasi serta untuk melakukan penyusunan strategi-strategi yang
sesuai. Beberapa peneliti mencoba menilai kelayakan kinerja rumah sakit di Indonesia dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard. Tujuannya adalah agar dapat diketahui dengan pasti
apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung
atau kegagalan pihak manajamen.
Penggunaan metode ini dianggap cukup handal karena selain mampu mengukur aspek internal
organisasi juga dapat mengukur aspek hubungan dengan pihak eksternal, serta dapat menilai kinerja
yang ekonomis, efisiensi, dan efektif dari sumber data laporan keuangan rumah sakit.
Dari hasil penelitian mengindikasikan hasil penilaian kinerja rumah sakit yang bervariasi pada tiap
rumah sakit di Indonesia yaitu masih adanya hasil kinerja yang belum maksimal, sehingga rumah
sakit sebagai organisasi milik pemerintah dinilai kinerjanya kurang baik dari hasil pengukuran
masing-masing perspektif tersebut. Secara umum, pada perspektif keuangan kinerja rumah sakit
dapat diukur dari neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas, dan analisis rasio keuangan
sebagai tolak ukur sesuai indikator value for money dalam menguji hasil kinerja keuangan yang
ekonomis, efisien, dan efektif. Untuk perspektif kinerja kepuasan pelanggan digunakan tolok ukur
aspek wujud fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati terhadap pelanggan (pasien rumah
sakit). Untuk kinerja perspektif bisnis internal, digunakan aspek sarana dan prasarana rumah sakit,
proses, dan kepuasan bekerja.

3.2 Saran
Berdasarkan hasil dari pengukuran kinerja rumah sakit yang masih memerlukan perhatian dan aspek
perbaikan, rumah sakit pemerintah tampaknya harus didukung oleh birokrasi yang responsif untuk
segera melakukan kebijakan perbaikan dalam mengantisipasi perubahan di lapangan untuk
meningkatkan kinerja internal rumah sakit. Sehingga rumah sakit sebagai organisasi publik dapat
memberikan kepuasan kepada pasiennya; lebih efisien, ekonomis, dan efektif dalam mengelola
keuangan rumah sakit; memiliki proses bisnis internal yang baik untuk mencapai kepuasan dalam
bekerja; serta pegawai rumah sakit berkesempatan dan berani dalam mengembangkan diri,
berinovasi, dan menciptakan budaya organisasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Maskur. 2004. Pengukuran Kinerja dengan Pendekatan Balanced Scorecard, Tesis, Program Studi
Magister Manajemen Universitas Diponegoro.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Pramadhany, W.E.Y. 2011. Penerapan Metode Balanced Scorecard sebagai Tolok Ukur Penilaian
Kinerja pada Organisasi Nirlaba, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Prasetyono, Nurul Kompyurini. 2007. Analisis Kinerja Rumah Sakit Daerah dengan Pendekatan
Balanced Scorecard berdasarkan Komitmen Organisasi, Pengendalian Intern, dan Penerapan
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi X Makasar.

Nany, Lyna R., Kartika W.H. 2008. Penerapan Balanced Scorecard sebagai Pengukur Kinerja
Manajemen pada Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu, Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 4 No 1, Hal. 48-58.

yanuar-nugroho.blogspot.com/2012/07/kinerja-rumah-sakit-pemerintah-aplikasi.html

manajemenrumahsakit.net/2014/08/evaluasi-kinerja-rsud-sebagai-blud/

www.fkm.ui.ac.id/monitoring-evaluasi-kinerja-pelayanan-rumah-sakit/
https://shelmi.wordpress.com/2009/02/27/evaluasi-kinerja/

Anda mungkin juga menyukai