Anda di halaman 1dari 17

Referat

Abses Hepar

Pembimbing:

Dr. Nugroho Sp.B

disusun Oleh:

Pande Putu Perdani Widhiasari

030.04.171

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawat

Periode 30 Maret 6 Juni 2009

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakt


BAB I

PENDAHULUAN

Abses hat adalah bentuk infeksi pada hat yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestnal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hat. Abses hat
merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang sepert di
Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tnggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang
buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hat di daerah perkotaan.

Secara umum abses hat dibagi menjadi 2 yaitu abses hat amebik dan abses hat
piogenik di mana kasus abses hat amebik lebih sering terjadi dibanding abses hat piogenik.
Abses hat amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses
hat piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida,
Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hat sering tmbul sebagai komplikasi dari
peradangan akut saluran empedu. Abses hat piogenik merupakan kasus yang relatf jarang,
pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936.

Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi
penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah
penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki laki
lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering
pada dekade empat.

Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hat adalah berupa nyeri
perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai
dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah, berat
badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.

Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan pemberian


antbiotka spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase perkutan dan
operasi reseksi hat.
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :

1. Facies diaphragmatka
2. Facies visceralis (inferior)

1. Facies diaphragmatika

Facies diaphragmatka adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah


diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatka dibagi menjadi facies
anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tdak jelas, kecuali
di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hat dapat menyebar ke sistem
pulmonum melalui facies diapharagma ini secara perkontnuitatum. Abses menembus
diaphragma dan akan tmbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia.
Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat tmbul dari ruptur abses hat.

2. Facies viseralis

Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa


struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta
hepats (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea.
Sebelah kiri porta hepats terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan
ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk segitga dengan
vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas
dan bawah.
Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepats, omentum minus
yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra
renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura
ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan
organ intestnal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestnal tersebut dapat menjalar
ke hepar.

Pendarahan

Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatka yang bercabang menjadi kiri dan
kanan dalam porta hepats (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus
hepats dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial
dan lateral. Arteri hepatka merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta
abdminalis) dan memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestnal dibawa menuju ke hepar oleh vena
porta hepats cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-
produk digestf dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus
dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setap
lobulus yang mengalir melalui vena hepatka. Fileplebits atau radang pada vena porta
dapat menyebabkan abses pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar.

Persarafan

nervus simpatkus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada
lig. hepatogastrika dan masuk porta hepats
nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepats menyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik

Aliran limfatk hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepats (nodus
hepatkus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika
fellea. Dari nodus hepatkus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.
Struktur

Hat terbagi menjadi 8 segmen


berdasarkan percabangan arteri hepats,
vena porta dan duktus pankreatkus sesuai
dengan segi praktsnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepats dekstra dibagi
menjadi divisi medialis dekstra
(segmentum anterior medialis dekstra dan
segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum anterior
lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars hepats sinistra dibagi
menjadi pars post hepats lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum posterior
lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra
(segmentum medialis sinistra).

Secara mikroskopis di dalam hat manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setap


lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hat berbentuk kubus yang tersusun radial
mengellilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hat terdapat kapiler yang disebut
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatka. Sinusoid dibatasi oleh sel
fagositk (sel kupffler) yang merupakan sistem retkuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing dalam tubuh, jadi hat merupakan organ utama
pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteri hepatka yang mengelilingi lobulus hat, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antara
lembaran sel hat.

Hat terdiri atas bermacam-macam sel.


Hepatosit meliput 60% sel hat, sisanya adalah
sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non
parenkim yang termasuk di dalamnya
endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang
berbentuk sepert bintang. Hepatosit dipisahkan
oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatka dan duktus hepatkus. Membran
hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga
tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran
empedu dan merupakan penunjuk tempat
permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hat merupakan lapisan
endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).
Fisiologi Hati

Hat mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hat adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hat mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per
hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitn, dan kolesterol merupakan komponen
terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam
empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk
menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen sepert amonia. Bilirubin
merupakan hasil akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tdak berperan aktf,
tetapi pentng sebagai indikator penyakit hat dan saluran empedu, karena bilirubin dapat
memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan pentng dalam fisiologi hat, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hat (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini
diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan
tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang
disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutaton lebih baik dibandingkan zona lainnya.
Fungsi hat dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin,
protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hat dalam metabolisme lemak
adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.

Hat merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15%
massa hat dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat pentng
dalam menanggulangi antgen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antgen
tersebut kepada limfosit.
BAB III

PEMBAHASAN

Etiologi

Abses hat amebik disebabkan oleh strain virulen


Entamoeba hystolitica yang tnggi. Sebagai host definitf,
individu-individu yang asimptomats mengeluarkan
tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan
makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung
tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna
oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit
dewasa tnggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding
kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di
bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan
sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam
terjadinya amubiasis invasif.

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci,


Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus
aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis
enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal.

Abses hat dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen
melalui arteri hepatka. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hat melalui
embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisits,
divertkulits, inflammatory bowel disease dan pylephlebits. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokardits, sepsis urinarius, dan
intravenous drug abuse.

Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan
fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-
tempat yang jauh meliput paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal
dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama
terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatts amuba. Bila
tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatk, kolangits, koledolitasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan
sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hat.

Trauma tumpul dan nekrosis hat yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi
cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

Patogenesis

Patogenesis amebiasis hat belum dapat diketahui secara past. Ada beberapa
mekanisme sepert faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor
resistensi parasit, berubah-ubahnya antgen permukaan dan penurunan imunitas cell
mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E.
Histolytica pada mukus usus, diikut oleh perusakan sawar intestnal, lisis sel epitel intestnal
serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke
hat melalui vena porta.

Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma digant dengan jaringan nekrotk
yang dikelilingi kapsul tpis sepert jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan
setelah kejadian amebiasis intestnal. Secara patologis, amebiasis hat ini berukuran kecil
sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotk sepert keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2
abses 6% dan abses multpel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena
di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah
didapatkan bahan nekrotk dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid
dengan sitoplasma bergranul serta int kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tdak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis
hat tdak disertai pembentukan jaringan parut karena tdak terbentuknya jaringan fibrosis.

Hat adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hat dapat berbentuk
soliter atau multpel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini
memungkinkan terinfeksinya hat oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hat akan menghindari terinfeksinya hat oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hat dapat
menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multpel terjadi pada abses.
Lobus kanan hat lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini
berdasarkan anatomi hat di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatk.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hat piogenik. Obstruksi
pada traktus biliaris sepert penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktf
congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatka sehingga akan
terbentuk formasi abses fileplebits. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.

Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hat
sehingga terjadi abses hat piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis
hat, perdarahan intrahepatk dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan
dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hat dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hat yang
disebabkan oleh trauma biasanya soliter.

Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septk tromboplebits lokal yang
mengarah pada abses hat. Septk emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid
hat, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multpel tapi
dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia
sepert endokardits dan pyelonephrits.

Abses hat piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hat amebic,
hydatd cystc cavites, dan tumor hat. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hat, embolisasi arteri hepatka pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan
penghancuran benda asing dari dalam tubuh.

Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan
kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste ,
berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang
dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak sepert abses bakterial,
cairan abses amuba steril dan tdak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel
dan enzimatk secara umum tdak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding
dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotk hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari
jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses
lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses
piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tdak didapatkan pada kapsul dari abses amuba
hepar.
Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik abses hat piogenik lebih berat dari


pada abses hat amebik. Dicurigai adanya abses hat piogenik
apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP
letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada
bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentonal.

Demam atau panas tnggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia,
malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3
jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya
berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multpel,
massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan
tanda-tanda peritonits.

Diagnosis

Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan art yang
sangat pentng dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat disembuhkan.
Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya.

Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri tekan
pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang teraba sebesar
tga jari sampai enam jari arcus-costarum.

Pemeriksaan lain-lain sepert foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk
mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditmbulkan oleh amebiasis hat. Diagnosa past
adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitvitasnya sekitar 85-95%.

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutn yaitu kadar Hb
darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hat, termasuk
kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tdak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya.
Pada penderita akut anemia tdak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang
bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tnggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum
dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hat
yang disebabkan abses hat.

Abnormalitas tes fungsi hat lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hat
amebik dibanding abses hat piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 %
penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim
hat, maka PPT (plasma protrombin tme) meningkat.

Serologis

Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliput IHA (Indirect Hemagglutination),


GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay),
counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement fixaton. IHA
dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positf jika
pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitvitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitvitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi,
hasil yang positf bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun
dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colits karena amuba
yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitf, tetapi tdak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun
demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positf sampai 6 bulan setelah
sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastkan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.

Pemeriksaan penunjang

USG memiliki sensitvitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentfikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multpel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hat adalah sebagai berikut :

1. Peninggian dome dari diafragma kanan.


2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.

CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen

USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berart
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hat normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hat
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Kriteria diagnostk untuk hepatc amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :


1. Pembesaran hat yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat ant amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positf dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintscanning" hat adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutnaton" test positf

Komplikasi

Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering


terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang
terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies
diaphragm hepar yang berdekatan dengan system
pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses
menembus diagfragma dan akan tmbul efusi pleura,
empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat
tmbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah
yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.

Komplikasi abses hat amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga
tubuh dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens
perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang
memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke
bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard
menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.

(gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hat)


Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga
peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonits
umum. Abses kronis, artnya sebelum perforasi,
omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk
mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonits
lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah
kulit (sepert gambar di samping) sehingga
menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan
tmbulnya infeksi sekunder.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi


dan antbiotka spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan
abses yang sulit dicapai dengan antbiotka tunggal tanpa aspirasi cairan abses.
Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan
tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah
perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam
penempatan kateter drainase. Kadang pada abses hat piogenik multpel diperlukan reseksi
hat.

Antibiotik Terapi medikamentosa adalah antbiotk


yang bersifat amubisid sepert metronidazol atau
tnidazol. Dosis 50 mg/kgBB/hari diberikan tga kali
sehari selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95%
penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena
sama efektfnya, diperlukan pada penderita yang
mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positf pada
pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar.
Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan
penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol mudah didapat dan aman,
walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah
mual dan rasa logam. Neuropat perifer kadang-kadang dapat terjadi.

Emetn, dehidroemetn, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetn dan
dehidroemetn diberikan secara intramuskular. Emetn memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus trah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
secara teratur. Emetn dan dehidroemetn diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetn dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.

Aspirasi Selain diberi antbiotka, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi sepert pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tndakan harus diperhatkan prosedur aseptk dan antseptk untuk mencegah infeksi
sekunder.

Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan


perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

Operasi

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan


abses yang tdak berhasil membaik dengan cara yang
lebih konservatf. Laparotomi diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa
penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba
mengenai sekitarnya. Penderita dengan septkemia
karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder
juga dicalonkan untuk tndakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tdak berhasil.

Jika tndakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal


kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan
larutan antbiotk serta dengan ultrasonografi intraoperatf.

Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:


Terapi antbiotka gagal
Aspirasi tdak berhasil
Abses tdak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase
Adanya komplikasi intraabdominal

Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:

Abses multpel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease

Hepatektomi

Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hat yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multpel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hat yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hat.

Prognosis

Prognosa abses hat tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari
infeksi, ada tdaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multpel, tdak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau
adanya penyakit lain.

Kesimpulan
Abses hat merupakan infeksi pada hat yang disebabkan bakteri, jamur, maupun
nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi dan infeksi dalam
perut lainnya. Abses hat dibedakan menjadi 2 yaitu abses hat amebik dan abses hat
piogenik. Adapun gejala-gejala yang sering tmbul diantaranya demam tnggi, nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen, hepatomegali, ikterus. Diagnosis yang di pakai sama sepert
penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Terapi yang
diberikan adalah antbiotka spektrum luas, aspirasi cairan abses, drainase, laparatomi dan
hepatektomi. Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam
waktu yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah pentng untuk dapat mendiagnosanya
sedini mungkin.

Ilustrasi Kasus
Laki - laki 50 tahun, Islam, Suku Sasak, mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 3
minggu sebelum masuk rumah sakit, memberat sejak 1 minggu sebelum MRS. Nyeri
dirasakan terus menerus, berkurang bila penderita membungkuk. Panas badan sumer-sumer
tmbul bersamaan dengan keluhan nyeri perut. Penderita mengeluh mual namun tdak
muntah. Makan dan minum berkurang bila dibandingkan saat penderita sehat. Buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal. Karena keluhan tersebut, penderita berobat
ke dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dikatakan menderita abses liver dan BPH. Selanjutnya
penderita dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram.
Dari pemeriksaaan fisik didapatkan kesadaran kompos ments, keadaan umum
sedang. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu axilla
36oC. Pada mata tdak didapatkan anemia dan ikterus. Telinga, hidung, tenggorakan dalam
batas normal. Pemeriksaan leher dalam batas normal. Dari pemeriksaan jantung didapatkan
suara jantung 1 dan 2 tunggal, teratur, tdak didapatkan murmur. Pada pemeriksaan paru
didapatkan suara nafas vesikuler kanan dan kiri tdak didapatkan rhonki ataupun wheezing.
Pada pemeriksaan abdomen tdak didapatkan distensi, bising usus normal. Hat teraba
membesar 3 jari bawah arcus costae dan 3 jari bawah prosessus xiphoideus, tepi tumpul,
fluktuatf, didapatkan nyeri tekan dan nyeri ketok. Limpa tdak teraba, perkusi traube space
tmpani. Ekstremitas tdak didapatkan kelainan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung leukosit 7,3 x 103/mm3,
hitung eritrosit 3,67 x 106/mm3, hemoglobin 10,1 g%, hematokrit 32,1%, MCV 87,5 fL, MCH
27,5 pg, MCHC 31,5 g/dL, trombosit 265 x 103/mm3. Ureum darah 14 mg%, kreatnin serum
0,5 mg%. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen menunjukkan gambaran abses
hat dengan diameter 8,6 x 7,8 cm. Penderita didiagnosis dengan abses hat lalu dilakukan
penatalaksanaan dengan cara melakukan pungsi abses secara terpadu. Pungsi abses
pertama didapatkan sebanyak 150 cc, cairan berwarna coklat kehijauan. Pungsi kedua
dilakukan dua hari kemudian sebanyak 100 cc, cairan warna coklat kehijauan. Dilakukan
kultur pus setap dilakukan pungsi, tdak didapatkan adanya kuman. Penderita didiagnosis
akhir dengan abses hat amuba.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2004

3. Christophers Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company.


1960; 797-799

4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar:


www.ejournal.unud.ac.id.

5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008

6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com

7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.

8. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:


www.pubmedcentral.nih.gov 2005

Anda mungkin juga menyukai