Kolelitiasis
Oleh:
Natasha Santoso 1902611208
Pembimbing:
dr. I Made Mulyawan SpB-KBD
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan bahan pembentuk:
Tabel 2.1 Jenis Batu Empedu3
Karakteristik Kolesterol Bilirubin Campuran
Warna Kuning-putih Hitam sampai Kuning-coklat
dengan pigmentasi coklat tua sampai jingga
di tengah ± cincin
± cangkang hitam
atau putih
Permukaan Keras dan Berkilau atau Lembut,
berkilau pudar berminyak,
terlaminasi
Bentuk Bulat atau bersegi Bersegi atau tajam Ovoid atau tidak
rata
Jumlah Single atau Multipel, banyak Single atau
multipel multipel
Lokasi Biasanya kantung Biasanya kantung Biasanya saluran
empedu empedu empedu
Komposisi 45-98% kolesterol 10-50% pigmen Kalsium
+ 2-20% kalsium polimer + kalsium bilirubinat +
bilirubinat ± bilirubinat dan polimer 10-60%;
cangkang dari fosfat ± kalsium kalsium palmitat
pigmen atau karbonat 5-20%; sampai
kalsium karbonat 45% kolesterol
2.4 Patogenesis
Terdapat 3 proses yang menyebabkan terbentuknya batu kolesterol di
kantung empedu, yaitu supersaturasi empedu, nukleasi dan inisiasi pembentukan
batu, dan pembesaran batu dengan penambahan secara bertahap. Batu kolesterol
dan campuran membutuhkan keadaan supersatursi kolesterol pada empedu yang
didasari oleh konsentrasi kolesterol, asam empedu, fosfatidilkolin (lecithin) dan
air. Kenaikan sekresi kolesterol atau penurunan asam empedu atau sekresi lecithin
menginduksi supersaturasi. Pembentukan batu diinisiasi oleh stasis empedu,
infeksi, atau mucin.6
Pembentukan batu empedu sering didahului oleh adanya endapan empedu,
campuran kental glikoprotein, endapan kalsium, dan kristal kolesterol di kantong
empedu atau saluran empedu. Hal utama yang mendasari pembentukan batu
empedu kolesterol adalah kelebihan kolesterol empedu dibandingkan dengan
pelarut garam empedu atau fosfolipid. Penurunan ekspresi protein transpor garam
empedu ileum apikal transporter asam empedu yang bergantung natrium, protein
pengikat lipid ileum sitosol, dan transporter zat terlarut organik basolateral α dan
β juga berperan dalam pembentukan batu empedu kolesterol.7
Sebagian besar batu empedu sebagian besar terdiri dari empedu yang
jenuh dengan kolesterol. Hipersaturasi ini, yang dihasilkan dari konsentrasi
kolesterol yang lebih besar daripada persentase kelarutannya, disebabkan terutama
oleh hipersekresi kolesterol karena perubahan metabolisme kolesterol hepatik.
(mempromosikan kristalisasi) dan protein antinukleat (menghambat kristalisasi)
dalam empedu juga dapat mempercepat kristalisasi kolesterol dalam empedu.
Mucin, campuran glikoprotein yang disekresikan oleh sel epitel empedu, telah
didokumentasikan sebagai protein pronukleat. Ini adalah penurunan degradasi
musin oleh enzim lisosom yang diyakini dapat mendorong pembentukan kristal
kolesterol.7
Pada inisiasi pembentukan batu empedu di membrane kanalikuli
hepatosik, ABCDG5-G8 mengangkut kolesterol ke kantung empedu yang diatur
oleh reseptor nuclear LXR. ABCB11 dan ABCB4 mengangkut garam empedu
dan fosatidilkolin ke empedu dengan diregulasi oleh reseptor nuclear FXR.
Kelebihan sekresi kolesterol hati atau sekresi garam empedu-fosfatidilkolin yang
tidak cukup menyebabkan supersaturasi kolesterol empedu. Selanjutnya, vesikel
supersaturasi kolesterol dapat terbentuk, yang dipromosikan oleh konsentrasi
empedu, komposisi empedu hidrofobik, atau rantai asil fosfolipid tak jenuh.
Nukleasi kristal kolesterol dapat terjadi dari vesikel jenuh ganda yang teragregasi
atau tergabung.8
Kehilangan motilitas dinding otot kantung empedu dan kontraksi
sphincteric yang berlebihan juga terlibat dalam pembentukan batu empedu.
Hipomotilitas ini menyebabkan stasis empedu yang berkepanjangan
(pengosongan kantong empedu tertunda), seiring dengan penurunan fungsi
reservoir. Kurangnya aliran empedu menyebabkan akumulasi empedu dan
kecenderungan meningkat untuk pembentukan batu. Pengisian tidak efektif dan
proporsi yang lebih tinggi dari empedu hati dialihkan dari kantong empedu ke
saluran empedu kecil dapat terjadi sebagai akibat dari hipomotilitas.7
Batu berpigmen sebagian besar terdiri dari kalsium hidrogen bilirubinat,
Ca(HUCB)2, yang dipolimerisasi dan dioksidasi dalam batu berwarna hitam dan
tidak dipolimerisasi pada batu berwarna coklat. Terdapat garam kalsium lainnya
yang juga membentuk kedua jenis batu, yaitu kristal kalsium fosfat dan/atau
karbonat dalam kasus batu hitam dan garam kalsium amorf dari asam lemak jenuh
rantai panjang (sabun) dalam kasus batu coklat. Kolesterol terdapat dalam
proporsi yang lebih bervariasi dalam coklat dari pada hitam dan di sterol empedu
mungkin sama sekali tidak ada.9
Batu hitam terbentuk dalam kantung empedu steril. Batu berpigmen hitam
terbentuk karena adanya hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh faktor
hiperbilirubinbilia (hemolisis, hepatitis kronis, erythropoiesis yang tidak efektif
dan siklus enterohepatik patologis bilirubin tak terkonjugasi). Hidrolisis bilier-
glukuronidase bilier endogen dari konjugat bilirubin menghasilkan hidrogen
bilirubinat yang mengendap dengan kalsium terionisasi. Mukosa kantong empedu
yang inflamasi mengeluarkan spesies oksigen reaktif yang mengubah endapan
awal menjadi batu empedu pigmen hitam dengan partisipasi dari campuran
matriks glikoprotein mucin yang berperan sebagai struktur penyangga sementara
dari batu empedu. Permukaan mukosa kantung empedu tidak teratur dengan celah
dalam (sinus Rokitansky-Aschoff) yang dapat memfasilitasi pembentukan batu
mikro hitam karena efek β-glucuronidase, spesies oksigen reaktif dan matriks
glikoprotein musin diperkuat.9
Penyebab lain dari batu hitam adalah hipomotilitas kantung empedu,
penyakit sekunder dari diabetes melitus, nutrisi parenteral total, dan vagotomi
trunkal. Data terbaru menunjukkan bahwa batu hitam mungkin juga dilengkapi
oleh kondisi empedu yang terinfeksi nanobakteri yang menghasilkan
hidroksiapatit seperti yang terdapat pada nefrolitiasis, namun klaim ini belum
dijelaskan lebih lanjut secara klinis atau eksperimental.
Batu coklat terbentuk sekunder karena stasis dan infeksi bakteri anaerob di
setiap bagian dari cabang empedu, termasuk kantong empedu. Infeksi terjadi pada
cabang bilier oleh mikrobiota anaerobik yang memproduksi β-glucuronidase,
enzim yang menghidrolisis bilirubin glucuronosyl menjadi UCB. Bakteri
memproduksi detergent-resistant phospholipase A1 yang memproduksi palmitik
bebas dan asam stearik yang menjadi hasil produk dari hidrolisis ikatan sn-1 ester
dari phosphatidylcholine bilier. Hal tersebut diawali oleh counter-ions kalsium
sebagai rantai panjang sabun tidak larut. Ikatan amide garam empedu terkonjugasi
dihidrolisis oleh cholyglycylamidase yang diproduksi oleh bakteri anaerob,
menjadi bentuk bebas, seperti asam empedu tidak terkonjugasi. Ini mampu
mengendap sebagai asam empedu yang tidak larut per se atau kemungkinan
sebagai garam empedu kalsium. Endapan ini terkumpul dalam nuclei yang
tersumbat seperti kolesterol migrasi kecil atau batu hitam yang terbentuk di
kantong empedu, telur parasit dan cacing mati atau cacing.9
2.5 Diagnosis
Biasanya pasien memiliki keluhan kolik empedu, yaitu nyeri akut tiba-tiba
pada abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium (dermatome T8/9) dengan
karakteristik nyeri menetap dengan intensitas sedang sampai berat.5 Kolik empedu
terutama dirasakan postprandial karena stimulasi vagal yang meransang kontraksi
kantung empedu sehingga batu terdorong hingga ke saluran cystic.10 Nyeri
ditimbulkan oleh batu yang menyumbat dibagian leher dari kantung empedu.
Nyeri biasanya hilang dalam kurun waktu 1 – 5 jam setelah batu lepas dari bagian
leher kantung empedu atau mengonsumsi analgesik. Keluhan lainnya adalah nyeri
menjalar, intoleransi lemak, dan nyeri tekan di abdomen kuadran atas. Selain itu,
gejala yang dapat muncul adalah jaundice (jika penyumbatan terjadi dalam kurun
waktu lama), demam bila terdapat komplikasi, dan muntah – muntah.5 Kolelitiasis
sering kali dideteksi tidak sengaja ketika pemeriksaan ultrasonografi atau
computed tomography abdomen.5
2.7 Terapi
Peleburan batu empedu dapat dicapai dengan pemberian asam empedu,
seperti asam ursodeoxycycolate acid (UDCA), dan chenodeoxycholic acid
(CDCA). Pasien yang kemungkinan besar akan mendapat manfaat dari terapi
disolusi oral adalah mereka yang memiliki banyak batu yang mengapung dengan
temuan negatif pada radiografi abdomen, berdiameter kurang dari 15 mm dengan
ultrasonografi dan kolangiografi ekskretoris, dan dengan nilai CT kurang dari 60
HU. Perlu dicatat bahwa ada batas efikasi terapeutik, dan efek disolusi tidak dapat
diharapkan dengan batu empedu yang terkalsifikasi dengan jelas, berpigmen, atau
jika kantong empedu tidak berfungsi.11
Dosis optimal dan rejimen pemberian formulasi asam empedu berbeda,
tergantung pada laporan yang dipublikasikan. UDCA pada 7-11,1 mg / kg berat
badan / hari atau 600 mg / hari setelah setiap makan atau sebelum tidur. Dosis
UCDA yang digunakan di Jepang adalah 600 mg / hari. Jika CDCA digunakan
dalam kombinasi dengan UDCA, CDCA dengan 300 mg / hari diminum setelah
setiap kali makan. Kemanjuran pembubaran dinilai dengan pencitraan diagnostik
setelah 6-12 bulan pengobatan.11
UDCA meningkatkan konversi kolesterol menjadi asam empedu,
menaikan transport kolesterol sebagai kristal likuid, dan memiliki kemampuan
inhibisi prostaglandin dan glikoprotein empedu. Dosis yang dibutuhkan adalah 12
mg/kg berat badan setiap hari. Namun, CDCA memiliki efek samping berupa
diare, hepatotoksik, hiperkolesterolemia, dan leukopenia.5 Perawatan nonsurgical
dengan asam ursodeoxycholic (UDCA) telah dilaporkan secara signifikan
mengurangi risiko nyeri saluran empedu, pembedahan, dan kolesistitis akut
bahkan pada pasien simptomatik. UDCA direkomendasikan untuk pasien
bergejala yang tidak menjalani operasi jika diindikasikan terapi pembubaran.11
Pengobatan dengan ESWL dalam kombinasi dengan terapi disolusi oral
mencapai eliminasi lengkap batu empedu pada 87% kelompok pasien bergejala.
Terapi ESWL diindikasikan untuk batu empedu kolesterol X-ray-negatif. Batu
dengan nilai CT kurang dari 50 HU dan gambaran ultrasonografi karakteristik
batu empedu kolesterol murni adalah optimal. Juga fungsi kandung empedu
normal (kandung empedu dapat divisualisasikan pada kolangiografi intravena).11
Endoskopi retrograde sphincterotomy (ERS) setelah endoskopi retrograde
kolangiopancreatography (ERCP) dapat memecah batu dengan menggunakan
prosedur yang disebut extracorporeal shock wave lithotripsy (sering disebut
"lithotripsy") yang merupakan metode pemekatan gelombang kejut ultrasonik ke
batu untuk memecahnya menjadi potongan-potongan kecil kemudian disekresi
melalui feses. Namun, terapi ini hanya cocok pada jumlah batu yang sedikit.12
Pasien kolelitiasis asimptomatik disarankan untuk melakukan pemantauan
dan terapi gaya hidup. Bila terdapat kesulitan untuk mengevaluasi batu karena
penebalan dinding kandung empedu, disarankan untuk melakukan
kolesistektomi.11
Kolesistektomi (pengangkatan kantung empedu) 99% dapat
menghilangkan kolelitiasis rekuren. Indikasi pembedahan hanya pada pasien
bergejala. Hilangnya kantung empedu tidak menghasilkan efek negatif pada
sebagian besar pasien. Namun, ada 10% - 15% yang mengalami sindrom pasca
kolesistektomi yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan nyeri yang
menetap di perut bagian atas, serta 10% resiko terkena diare kronis.
Kolesistektomi dilakukan dengan 2 prosedur, yaitu open kolesistektomi dan
laparoscopik kolesistektomi. Open kolesistektomi dilakukan dengan laparotomi
abdomen dibawah costa bagian bawah. Penyembuhan pasca operasi
membutuhkan waktu kurang lebih 3 – 5 hari di rumah sakit dan dapat beraktivitas
normal setelah beberapa minggu. Laparoskopi kolesistektomi dilakukan dengan
membuat lubang tiga sampai empat buah untuk kamera dan instrument.
Penyembuhan pasca operasi hanya memerlukan 1 hari di rumah sakit dan dalam
waktu seminggu sudah dapat kembali beraktivitas normal.13 Pembedahan tidak
dianjurkan untuk pasien dengan diabetes, anak-anak, atau riwayat transplantasi
organ.11
Telah dilaporkan bahwa 3,6–8% kolesistektomi laparoskopi dialihkan
secara intraoperatif menjadi prosedur terbuka karena berbagai alasan, termasuk
kesulitan teknis, kerusakan saluran empedu, masalah anestesi, dan kerusakan
perangkat. Peralihan ke kolesistektomi terbuka terjadi lebih sering pada pria
daripada pada wanita; pada pasien berusia 60 tahun atau lebih; dan pada mereka
yang memiliki riwayat operasi perut bagian atas, diabetes, penyakit
kardiovaskular yang ada, peradangan yang ditandai (yaitu, kolesistitis akut), batu
yang terkena di leher sistik kandung empedu, abses pericholecystic, dinding
kandung empedu yang menebal, peningkatan kadar alkali fosfatase, atau jumlah
sel darah putih yang tinggi. Pergantian juga dilakukan pada pasien yang
ditemukan kanker kantung empedu selama operasi. Analisis multivariat telah
mengidentifikasi adanya kolesistitis akut dan temuan penebalan dinding kandung
empedu sebagai faktor independen yang signifikan untuk beralih ke operasi
terbuka.11
Perawatan kolik empedu akut terutama melibatkan kontrol nyeri dengan
obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau penghilang rasa sakit narkotika.
NSAID lebih disukai untuk sebagian besar pasien karena mereka sama-sama
efektif dengan efek samping yang lebih sedikit. Sebuah uji coba terkontrol secara
acak terhadap 324 pasien yang diberikan ketorolak intravena atau meperidine
(Demerol) menemukan bahwa kedua obat tersebut sama efektifnya dalam
menghilangkan rasa sakit, tetapi pasien yang menerima NSAID memiliki efek
samping yang lebih sedikit. Pilihan lain untuk mengendalikan rasa sakit adalah
agen antispasmodik (Skopolamin), yang dianggap menenangkan dan meredakan
kejang kantung empedu. Namun, studi perbandingan telah menunjukkan bahwa
NSAID memberikan penghilang rasa sakit yang lebih cepat dan lebih efektif.
Pasien harus berpuasa sebagai bagian dari manajemen kolik empedu konservatif
dan untuk menghindari pelepasan kolesistokinin endogen.5
Pada terapi diet, pasien disarankan untuk mengonsumsi makanan yang
memiliki kantungan serat tinggi, karbohidrat yang mengandung sukrosa dan
fruktosa, dan lemak tidak jenuh. Makanan yang mengandung karbohidrat yang
mengandung glukosa dan lemak jenuh berefek pada penurunan sintesis asam
empedu di liver sehingga menurunkan jumlah asam empedu di kantung empedu.
Serat berfungsi untuk menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi
(melalui feses) dari asam deoksikolik yang diproduksi dari asam empedu oleh
bakteri usus yang berpengaruh pada penurunan tingkat kelarutan kolesterol di
empedu. Makanan berserat yang disarankan untuk dikonsumsi adalah sayur, buah,
pectin, oat bran, dan guar gum.
Buckwheat memiliki efek protektif lebih tinggi dari kedelai dengan cara
menurunkan konsentrasi kolesterol dan pembentukan batu empedu. Selain itu,
makanan yang mengandung kasein, seperti produk dari hewan, meningkatkan
pembentukan batu empedu. Alternatif dari produk hewan adalah protein dari
tumbuhan, seperti kedelai.
Makanan yang bersifat alergen dapat menyebabkan nyeri pada kantung
empedu karena efek pembengkakan saluran empedu dan aliran empedu yang
terhambat. Contoh makanan tersebut adalah telur, daging babi, susu, kopi, dan
lainnya. Kopi dapat mencegah pembentukan batu empedu jika dikonsumsi
sebanyak 4 cangkir sehari, dengan cara meningkatkan kontraksi kantung empedu.
Namun hal tersebut dilakukan setelah kolelitiasis telah disembuhkan. Restriksi
kalori pada pasien kolelitiasis harus dilakukan dengan hati-hati karena penurunan
berat badan terlalu cepat dan puasa dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu
dalam kantung empedu.14
Minyak ikan memiliki efek meningkatkan sekresi empedu fosfolipid dan
menurunkan konsentrasi kolesterol di kantung empedu dan menurunkan
pembentukan batu. Omega 3 eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic
acid (DHA) mencegah pembentukan batu empedu dan menurunkan jumlah
kalsium empedu dan protein total. Asam lemak omega 3 juga meningkatkan
stabilitas fosfolipid-kolesterol vesikel empedu. 14
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat kolelitiasis adalah kolesistitis,
kolangitis, pancreatitis, dan kanker kantung empedu dan saluran empedu, dan
sindrom mirizzi. Setiap tahun, 1 dari 100 orang yang memiliki gejala kelainan
pada kantung empedu seperti kolik, penyakitnya berkembang menjadi
komplikasi.15
Kantung empedu mengalami inflamasi ketika batu empedu menyumbat
saluran ekskresi empedu, sehingga terdapat penumpukan cairan dan pelebaran
dinding kantung empedu yang menyebabkan iritasi. Bakteri mudah tumbuh di
bagian yang iritasi dan inflamasi. Gejala yang muncul pada inflamasi akut adalah
nyeri berat dan menetap pada abdomen kanan atas, dan demam. Nyeri pada saat
dipalpasi abdomen kanan atas dan terasa mengikat. Nyeri menjalar ke bahu kanan.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dan peningkatan kadar
bilirubin dan alkaline phosphatase. Inflamasi akut dapat menyebabkan komplikasi
lebih jauh bila tidak ditangani dengan baik. Dapat terbentuk nanah di kantung
empedu lalu kematian organ dan penyebaran inflamasi ke organ disekitarnya.
Pada infeksi kronik, keadaan dinding kantung empedu menjadi tebal dan
terkalsifikasi atau disebut kantung empedu porselin. Sehingga, kantung empedu
tidak dapat berkontraksi lagi.15
Cholangitis adalah inflamasi pada bagian saluran empedu yang dapat
terjadi karena batu di saluran empedu. Gejala yang muncul adalah nyeri hebat di
abdomen kanan atas, demam, dan terkadang jaundice. Enzim liver dan bilirubin
biasanya meningkat.15
Pankreatitis sering kali disebabkan oleh batu empedu di saluran empedu.
Penyumbatan terjadi di bagian percabangan kantung empedu dan pankreas. Cairan
pencernaan yang diproduksi oleh pankreas tidak dapat diserap sehingga
menyerang pankreas. Pemeriksaan laboratorium biasanya menunjukkan
peningkatan amilase dan lipase dan tes fungsi liver abnormal. Pankreatitis adalah
penyakit yang mengancam nyawa bila tidak diterapi dengan baik atau terlambat.15
Batu empedu meningkatkan resiko kanker kantung empedu dan saluran
empedu, walaupun tipe kanker tersebut jarang ada. 5 dari 1.000 orang yang
memiliki riwayat batu empedu mengalami kanker kantung empedu, terutama
orang yang memiliki batu besar dan kantung empedu porselin. Peningkatan
ukuran batu (> 3 cm), jumlah, volume, dan berat, semuanya dikaitkan dengan
peningkatan resiko kanker. Yang kurang penting adalah durasi kolelitiasis. Batu
kolesterol tampaknya lebih umum daripada batu pigmen pada pasien kanker
kantung empedu. Konsensus umumnya tidak mendukung kolesistektomi
profilaksis untuk batu asimptomatik karena kolelitiasis terlalu umum dan kanker
kantung empedu terlalu jarang.2
Sindrom Mirizzi adalah batu empedu yang berlokasi di saluran kistik atau
kantung Hartmann yang menyumbat common hepatic duct atau common biliary
duct. Gejala yang dirasakan mirip dengan choledocholithiasis. Sindrom Mirizzi
dapat berkembang menjadi fistula cholecystocholedochal. Terapi utama adalah
operasi kolesistektomi dan ERCP.16