Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No.

1, (2015) 1-5 1

PENGARUH VARIASI GAS BACK PURGING PADA PENGELASAN GTAW A/SA-312 TP304
TERHADAP KUALITAS HASIL PENGELASAN DALAM APLIKASI CARGO PIPING KAPAL LNG
CARRIER DITINJAU DARI DEFECT, NILAI KEKERASAN, NILAI KETANGGUHAN SERTA LAJU
KOROSI

Muhd Ridho Baihaque dan M. Nurul Misbah


Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: mnmisbah@na.its.ac.id

Abstrak Stainless steel A/SA-312 TP304 merupakan hardenability yang tinggi, mempunyai shock resistant yang
stainless steel seri austenitic yang mengandung 16-20% kromium, tinggi dan ketangguhan yang baik pada temperatur rendah.
7-22% nikel, dan nitrogen dimana memiliki karakteristik sifat Salah satu jenis austenitic stainless steel yaitu seri A/SA-
ketahanan korosi yang tinggi dan juga ketangguhan yang baik 312 TP304. Dimana austenitic stainless steel seri ini paling
pada temperatur cryogenic. Material stainless steel seri ini sering paling banyak digunakan pada umumnya. Namun, kasus yang
dijumpai pada jaringan perpipaan pada kapal LNG carrier paling sering ditemui pada pengelasan austenitic stainless steel
dimana pada tahap fabrikasi dan konstruksinya tidak luput dari adalah korosi batas butir dan korosi pitting. Korosi ini terjadi
proses pengelasan. Namun kasus yang ditemui dilapangan adalah akibat terbentuknya presipitasi karbida pada batas butir,
menurunnya sifat ketahanan korosi dikarenakan terjadinya karbida Cr terpresipitasi dan pecahnya lapisan tipis oksida
chromium depletion paska pengelasan. Oleh karena itu pada pasif, yang menyebabkan daerah sekitar batas butir akan
setiap pengelasan austenitic stainless steel selalu ditambahkan mengalami pemiskinan kromium (chromium depletion) pada
perlakuan back purging saat proses pengelasan dengan tujuan temperatur sentisitasi (425oC sampai dengan 871oC) saat
untuk melindungi daerah root pada pipa dari oksidasi yang dapat proses pengelasan sampai jauh dibawah kadar 12% yang
menyebabkan terjadinya korosi. merupakan kadar ambang batas syarat ketahanan baja terhadap
Pada penelitian ini dilakukan 2 variabel gas back purging korosi [8].
antara gas argon (Ar) dan nitrogen (N) pada pengelasan GTAW Oleh karena itu pada setiap pengelasan austenitic stainless
austenitic stainless steel A/SA-312 TP304 kemudian dilakukan
steel selalu menggunakan back purging dengan tujuan untuk
pengujian hardness, impact, corrosion rate serta analisa terhadap
defect atau discontinuity yang mungkin akan terjadi. mempertahankan sifat ketahanan korosinya. Penelitian ini
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variasi gas back dilakukan dengan maksud untuk mengetahui perbedaan gas
purging antara gas argon dan gas nitrogen tidak terlalu signifikan back purging antara gas argon (Ar) dan nitrogen (N) dalam
terhadap hardness value, impact value serta discontinuity yang kaitannya pemilihan gas back purging yang terbaik untuk
terjadi, tetapi perbedaan variasi gas back purging sangat aplikasi pada pengelasan austenitic stainless steel.
mempengaruhi corrosion resistant pada hasil logam lasan dimana
pemilihan gas back purging terbaik terdapat pada pemilihan gas
argon dengan nilai laju korosi sebesar 0.040988 mmpy sedangkan II. TINJAUAN PUSTAKA
pada pemilihan gas nitrogen sebesar 0.133200 mmpy.
A. Austenitic Stainless Steel
Kata KunciAustenitic stainless steel, argon (Ar), back
Austenitic stainless steel merupakan stainless steel yang
purging, corrosion rate, discontinuity, hardness value, impact
value, nitrogen (N). mengandung 16-20% kromium, 7-22% nikel, dan nitrogen.
Dimana kadar kromium tinggi membentuk lapisan kromium
oksida (Cr2O3) sebagai protective layer untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN ketahanan korosi. Lapisan kromium oksida (Cr2O3) tersebut

M ATERIAL austenitic stainless steel sering kita jumpai


pada pada konstruksi dan fabrikasi kapal LNG carrier.
Khususnya dalam sistem perpipaan seperti halnya pada cargo
berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara
kasat mata. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperatur
rendah disebabkan unsur Nickel membuat stainless steel tidak
pipe yang tidak luput dalam proses pengelasan. Dalam hal ini, menjadi rapuh pada temperatur rendah (dengan kata lain
pengelasan pada pipa harus memenuhi standar kualitas memiliki toughness yang baik pada kondisi low temperature)
keamanan dan ketahanan dalam pengoperasian untuk [4].
menghindari adanya kerugian biaya saat terjadi shutdown yang
dikarenakan welding repair.
B. Korosi pada Stainless Steel
Austenitic stainless steel merupakan baja paduan tinggi
karena unsur krom (Cr) yang ditonjolkan lebih dari 12%. Pada Korosi pada stainless steel adalah kromium oksida yang
kenyataannya, stainless steel mempunyai keunggulan yaitu secara otomatis terbentuk pada permukaan bahan sehubungan
tahan korosi, tahan terhadap oksidasi pada temperatur tinggi, dengan afinitas kromium yang tinggi untuk bergabung dengan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5 2

oksigen. Lapisan kromium oksida ini bersifat pasif (secara Dimana pertimbangan mengenai masukan panas diperoleh
kimiawi tidak aktif), kuat (melekat secara erat di permukaan dari beberapa faktor, salah satu yang paling utama adalah
ketebalan dari base metal yang akan di las seperti pada tabel 1
nilai heat input stainless steel yang telah dijelaskan
terdahulu[13].

D. Metode Back Purging


Ketika pengelasan dilakukan hanya pada satu sisi
permukaan saja, maka penting kiranya untuk melindungi root
Gambar. 1. Mekanisme korosi pada stainless steel pass sambungan las dari oksidasi selama pengelasan dengan
(http://www.j4stainless.com/bahasa/info.html) menggunakan gas inert (umumnya argon). Teknik shielding
stainless steel tersebut) dan memperbaharui dirinya sendiri. tersebut disebut back purging. Gas back pur ging digunakan
Lapisan Kromium ini hanya sekitar 130 angstrom (1A=10- pada pengelasan GTAW dengan solid filler rod agar root pass
10m) tebalnya dan melindungi stainless steel dari korosi. dapat penetrasi ke sisi belakang sambungan las dengan baik.
Lapisan tersebut berupa bahan film yang dapat Penetrasi yang jelek dapat menyebabkan oksidasi yang
memperbaharui dirinya sendiri. Apabila film ini hilang atau disebabkan tingginya kadar kromium lasan. Oleh karena
rusak (sebagaimana yang sering terjadi ketika permukaan itulah harus menggunakan gas inert seperti argon (Ar) atau
stainless steel terkena mesin atau tergores), film tersebut nitrogen (N) sebagai gas back purging [14]. Gas argon (Ar)
dapat membentuk kembali dirinya sendiri. Walaupun dan nitrogen (N) tidak akan bereaksi dengan logam
demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab panas/lelehan logam dan mampu mengikat setiap sisa oksigen
kerusakan protective layer (kromium oksida) tersebut. Pada yang masih ada, dengan asumsi suhu yang cukup tinggi dan
keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, dapat mengembalikan oksida tersebut ada unsur-unsur
maka korosi pada stainless steel akan tetap terjadi [7]. Sifat penyusunnya. Dimana, kontaminasi udara dapat menyebabkan
logam sendiri mudah melepaskan elektron dimana korosi kurang cukupnya fusi dan penetrasi yang dapat menyebabkan
merupakan melarut/bereaksinya logam dengan oksigen atau permukaan bagian belakang pada root pass bead teroksidasi.
bahan lain dan korosi akan terjadi lebih cepat dengan Oleh karena itu, penggunaan gas back purging harus sangat
hadirnya zat elektrolit, misal suatu asam atau larutan garam. penting dalam pengelasan austenitic stainless steel untuk
mempertahankan ketahanan korosinya.
C. Pengelasan Stainless Steel
Proses pengelasan memerlukan masukan panas (heat III. METODOLOGI PENELITIAN
input), dimana masukan panas tersebut berasal dari energi Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan bahan terlebih
listrik yang dirubah menjadi energi panas yang kemudian dahulu yakni material pipa austenitic stainless steel A/SA312
digunakan untuk meleburkan elektroda dan logam induk (base TP304 NPS4 SCH80 dan juga filler metal AWS A5.9
metal) [15]. Ketika melakukan pengelasan berbagai logam ER308L lalu dilakukan pengelasan menggunakan proses
termasuk stainless steel, masukan panas harus dikendalikan GTAW dengan variasi gas back purging antara argon UHP
dengan berbagai alasan yaitu masukan panas menyebabkan (Ultra High Purity) dan nitrogen UHP (Ultra High Purity)
distortion, lateral shrinkage dan segala kecenderungan dalam posisi 1G desain sambungan butt joint V grove 60o.
merusak fasa . Semua itu dapat mempengaruhi srtuktur lasan. Dalam proses pengelasan dilakukan record parameter aktual
Berikut ini adalah formula untuk menghitung masukan panas. sebagai berikut:
Tabel 2. Parameter Aktual Pengelasan
A xV
Heat Input = (1)
S

Dimana heat input besaran satuan (kJ/mm), Current (A),


Voltage (V) dan Travel speed (mm/s).
Tabel 1. Heat Input of Welding Stainless Steel
Type of Stainless steel Heat input

Austenitic stainless steel Max 2.0 kJ/mm

Stabilised austenitic stainless steel Max 1.5 kJ/mm

Fully austenitic stainless steel Max 1.2 kJ/mm


Parameter pengelasan bertujuan untuk memenuhi
Duplex 0.5 2.5 kJ/mm persyaratan heat input yang sesuai berdasarkan dengan
Super Duplex 0.2 1.5 kJ/mm referensi yang ada. Kemudian dilakukan pengujian dan
Sumber: Sandberg, 2004
analisa terhadap kualitas hasil lasan masing-masing variabel,
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5 3

mulai dari visual examination, radiography testing, root, dimana secara visual terlihat tampak hitam pekat dan
microhardness testing, impact testing serta corrosion rate. luas. Lain halnya pada variasi purging gas Nitrogen yang
terlihat abu-abu seperti kabut. Perbedaan warna discoloration
tersebut diakibatkan oleh reaksi heating oxide pada saat
pengelasan dimana sifat gas argon dan nitrogen berbeda
kemudian membentuk lapisan oksida yang berbeda pula.
Gambar 2. Lokasi titik pengujian microhardness
Microhardness test dilakukan dengan memberikan 3 titik B. Pengujian Radiografi
pada masing-masing daerah yaitu base metal, weld metal, Data hasil pengujian radiografi menunjukkan tidak adanya
HAZ. Microhardness test dilakukan dengan metode vickers perbedaan yang signifikan terhadap kualitas hasil pengelasan
(HVN) yang menggunakan pembebanan 100 grf dengan akibat pengaruh variasi gas back purging antara argon (Ar)
waktu 15 detik [3]. dan nitrogen (N) bahkan tidak nampak adanya defect yang
Pengujian impact menggunakan metode charpy dengan V timbul.
notch 45o. Ukuran beserta dimensi spesimen mngacu pada
standar ASTM A370 dengan pengambilan spesimen
pengujian impact dilakukan pada weld metal pada masing-
masing benda uji dan dilaksanakan pada suhu low
temperature. Dalam pengujian impact digunakan pembatasan
suhu -25oC, -40oC dan -70oC untuk mencapai pendekatan
pada temperatur kerja -164oC.
Kemudian untuk dilakukan pengujian laju korosi dengan
metode polarisasi elektrokimia dengan bantuan NOVA
Gambar 4. Film hasil dari pengujian radiografi variasi back purging gas
Software menggunakan alat potensiostat galvanostat autolab argon (a) dan gas nitrogen (b)
(PGSTAT302N) pada daerah weld metal, HAZ, dan base
metal yang diambil dari setiap sampel (variasi purging gas
argon dan nitrogen). Hasil dari pengujian laju korosi C. Pengujian Microhardness
diperbandingkan dengan perhitungan manual menggunakan Dari data hasil pengujian microhardness yang telah
persamaan Faraday [5]: dilakukan pada kedua specimen variasi back purging gas
argon dan nitrogen pada daerah weld metal, HAZ baikpun
a i
CR = K (2) weld metal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
n D Dimana nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah weld
Dengan K adalah konstanta Faraday 0,00327 untuk mmpy, Tabel 3. Data hasil pengujian microhardness
a adalah berat atom yang terkorosi (gram), i adalah kerapatan
arus (A/cm2), n adalah jumlah elektron valensi yang
terkorosi, dan D adalah densitas logam (gram/cm3).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Perbedaan visual pada hasil pengelasan pengaruh purging gas


argon dan nitrogen

A. Visual Examination
Visual examination digunakan inspeksi kualifikasi hasil
lasan secara visual pada reinforcement dan root, dalam
evaluasi hasil proses pengelasan dari variasi purging gas Gambar 5. Diagram perbandingan nilai hardness variasi back purging gas
Argon menyebabkan terjadinya discoloration permukaan pada argon dan nitrogen
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5 4

metal kemudian disusul pada daerah HAZ lalu pada daerah bantu (counter electrode). Dimana pada pengujian dilakukan
base metal. dengan memasukkan inputan yang diperlukan seperti besar
potensial awal, besar potensial akhir, dan scan rate.
D. Pengujian Impact
Dari kurva polarisasi hasil scan rate menggunakan NOVA
Dari data hasil pengujian impact yang telah dilakukan pada Sotware pada gambar 5 diatas dapat dijelaskan hubungan
masing-masing specimen pada daerah weld metal, HAZ antara beda potensial (E) dan arus (dalam bentuk log I) yang
baikpun weld metal dapat disimpulkan nilai ketangguhan selanjutnya diekstrapolasi untuk mendapatkan koordinat Ecorr
meningkat seiring dengan rendahnya suhu dalam batasan (potensial saat terkorosi) dan Icorr (arus saat terjadi korosi).
pengujian pada suhu minimum -70oC sebagai media Setelah diperoleh Icorr maka perhitungan secara otomatis akan
Tabel 4. Data hasil pengujian impact Tabel 5. Data hasil pengujian laju korosi NOVA Software

dianalisa oleh Nova software analisis sesuai rumus uji


elektrokimia pada persamaan 02 terdahulu. Kemudian
didapatkan hasil pengujian sebagai berikut:
Berikut perhitungan manual pengujian korosi variasi back
purging gas argon menggunakan persamaan Faraday:
- Daerah weld metal

- Daerah HAZ

Gambar 6. Diagram perbandingan nilai impact variasi back purging gas


argon dan nitrogen - Daerah base metal
pendekatan suhu kerja aktual, tetapi tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan antara perbedaan variasi
back purging gas argon dan nitrogen.

Perhitungan manual pengujian korosi variasi back purging


E. Pengujian Laju Korosi gas nitrogen menggunakan persamaan Faraday:
Pada pengujian laju korosi ini, menggunakan NaCl 3,5% - Daerah weld metal
sebagai larutan elektrolisis, Ag/AgCl digunakan sebagai
elektroda acuan (refference) dan platina sebagai elektroda

- Daerah HAZ

- Daerah base metal

Gambar 7. Hasil scan rate pada daerah root variasi back purging gas argon
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5 5

daripada variasi purging gas nitrogen, hal ini dapat dibuktikan


pada visual examination.

V. KESIMPULAN
Dari penyajian data dan analisa hasil pengujian dalam
penelitian ini dapat diambil kesimpulan antara lain :
1) Pemilihan purging gas antara gas argon (Ar) dan nitrogen
(N2) pada pengelasan pipa austenitic stainless steel tidak
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap discontinuity
yang terjadi, namun terdapat perbedaan warna dekolorisasi
yang muncul pada daerah weldmetal (root) dan HAZ paska
Gambar 8. Diagram perbandingan nilai laju korosi back purging gas
proses pengelasan dimana variasi purging gas argon (Ar)
argon dan nitrogen
Nampak hitam pekat serta memiliki permukaan yang kasar
Dari data hasil pengujian laju korosi diatas dengan metode dibandingkan beda halnya dengan variasi purging gas
potensio dinamik menggunakan prinsip polarisasi elektrokimia nitrogen (N2) yang nampak agak keabu-abuan dan memiliki
maka didapatkan hasil pengujian pada weld metal (root) permukaan yang halus. Perbedaan warna discoloration
dimana hasil pengelasan variasi purging gas argon lebih baik tersebut diakibatkan oleh reaksi heating oxide pada saat
daripada variasi purging gas nitrogen. Dengan corrosion rate pengelasan dimana sifat gas argon dan nitrogen berbeda
pada hasil lasan variasi purging gas argon sebesar 0.040988 kemudian membentuk lapisan oksida yang berbeda pula.
mmpy sedangkan variasi purging gas nitrogen sebesar 0.13320 2) Variasi purging gas pada pengelasan austenitic stainless
mmpy. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hasil analisa steel juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan
pada daerah HAZ maupun base metal dimana didapatkan data terhadap nilai kekerasan dan nilai ketangguhan serta defect
laju korosi pada variasi purging gas nitrogen lebih rendah yang terjadi, baikpun dalam kondisi low temperature. Hal
daripada argon. Dengan corrosion rate pada hasil lasan variasi ini dikarenakan purging gas bukan merupakan essential
purging gas nitrogen daerah HAZ sebesar 0.014049 mmpy variable pengelasan sehingga tidak terlalu mempengaruhi
sedangkan variasi purging gas argon sebesar 0.051603 mmpy mechanical properties pada logam lasan.
dan corrosion rate pada hasil lasan variasi purging gas 3) Dari analisa penelitian didapatkan bahwa variasi purging
nitrogen daerah base metal sebesar 0.001380 mmpy sedangkan gas mempunyai pengaruh terhadap terjadinya laju korosi.
variasi purging gas argon sebesar 0.004424 mmpy. Hasil pengujian didapatkan bahwa tingkat laju korosi
Dari pengujian tersebut diperoleh data bahwa nilai laju purging gas nitrogen (N2) pada HAZ dan basemetal lebih
korosi berbeda berdasarkan variasi purging gas argon dan rendah daripada argon (Ar). Hal ini disebabkan reaksi
nitrogen. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari heating oxide yang berbeda dikarenakan sifat nitrogen (N2)
kedua gas inert tersebut, seperti halnya nitrogen yang mampu yang mampu menjaga dan mempertahankan temperatur
menjaga temperatur dan argon yang mudah bereaksi dan lingkungan pada saat pengelasan, sehingga dapat
terbakar bada temperatur tinggi sehingga mengakibatkan meminimalisir terjadinya chromium depletion yang
reaksi heating oxide yang berbeda. Pada saat pengelasan, filler berakibat terjadinya presipitasi karbida krom pada daerah
metal mengalami fase melting menjadi weldmetal, terkait batas butir dalam pencapaian suhu sentisisasi. Sebaliknya
dengan tingginya temperatur serta distribusi panas pengelasan pada daerah weldmetal (root), nilai laju korosi purging gas
khususnya di daerah weldmetal (root) mengalami pertumbuhan argon (Ar) lebih rendah daripada nitrogen (N2). Hal ini
selaput oksida menyebabkan lapisan oksida semakin menebal. disebabkan karena pada variasi purging gas argon dimana
Dengan semakin menebalnya lapisan oksida maka akan sulit temperatur tinggi akan mengalami laju pendinginan yang
terjadi korosi. lambat terkait dengan distribusi panas pengelasan dan
Pada variasi purging gas argon dan nitrogen selaput oksida restrukturisasi atom, ion-ion besi berdifusi keluar untuk
mengalami pertumbuhan parabolik (melekat, tebal dan membentuk oksida (Fe2O3) menembus kromium oksida
memiliki berat), pertumbuhan selaput oksida parabolik ini (Cr2O3) yang berongga. Oleh karena itu lapisan oksida
melekat kepermukaan logam dan menjadi penghalang yang pada variasi purging gas argon lebih tebal dan berwarna
homogen terhadap difusi ion-ion logam dan ion-ion oksida. hitam daripada variasi purging gas nitrogen, hal ini dapat
Pada saat pengelasan dengan purging gas argon dimana dibuktikan pada visual examination. Dengan adanya
temperatur tinggi akan mengalami laju pendinginan yang pertumbuhan selaput oksida pada root of weldmetal
lambat terkait dengan distribusi panas pengelasan dan menyebabkan lapisan oksida semakin tebal. Dengan
restrukturisasi atom, ion-ion besi berdifusi keluar untuk semakin menebalnya lapisan oksida maka akan sulit terjadi
membentuk oksida (Fe2O3) menembus kromium oksida korosi.
(Cr2O3) yang berongga. Oleh karena itu lapisan oksida pada
variasi purging gas argon lebih tebal dan berwarna hitam
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 1, (2015) 1-5 6

DAFTAR PUSTAKA
[1] ASME Section IIA. (2013). Materials Part A, Ferrous Material
Specifications, Boiler and Pressure Vessel. New York: The American
Society of Mechanical Engineers
[2] ASTM Specification A312/SA312M. (2000). Standard Specification for
Seamless and Welded Austenitic stainless steel Pipes. New York: The
American Society For Testing and Materials
[3] ASTM Specification A370. (2002). Standard Test Methods and
Difinition for Mechanical Testing Of Steel Product. New York: The
American Society For Testing and Materials
[4] Callister, W. D. (2007). Material Science and Engineering An
Introduction. New York: A Wiley-Interscience Publication
[5] Fontana, Mars G. (1987). Corrosion Engineering (Third Edition).
Singapore: McGraw-Hill
[6] http://www.j4stainless.com/bahasa/info.html
[7] J. R. Davis. (2006). Corrosion of Weldments. Ohio: ASM International
[8] Messler, Robert W. (1999). Principles of Welding, Processes, Physics,
Chemistry and Metallurgy. New York : A Wiley-Interscience
Publication.
[9] Michael McGuire. (2008). Stainless steel for Design Engineers. Ohio:
ASM International
[10] M.M. Munir. (2000). Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS.
[11] NACE International. (2002). NACE Corrosion Engineers Reference
Book (Third Edition). Texas: NACE Press
[12] Okumura, T., dan Wiryo Sumarto, H. (1987). Teknik Pengelasan
Logam, Edisi VII. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
[13] Sanberg P.R. (2004). Welding of Stainless Steel. New York : A Wiley-
Interscience Publication.
[14] Widharto, S. (2001). Karat dan Pencegahannya. Jakarta: P.T Pradnya
Paramita.
[15] Widharto, Sri. (2007). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Gagas
Media.

Anda mungkin juga menyukai