Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Korosi merupakan peristiwa perusakan atau degradasi material logam


akibat bereaksi secara kimia dengan lingkungan. Korosi menjadi salah
satu aspek pertimbangan penting dalam pemilihan material pabrikasi,
karena korosi dapat menyebabkan kerugian. Stainless steel (SS)
merupakan salah satu logam yang paling banyak digunakan dalam
industri farmasi. Peralatan industri farmasi banyak yang menggunakan
bahan dasar stainless steel seperti mesin pengaduk,mesin pengisi
cairan, autoklaf, mesin pencampur serbuk obat, fluid bed dryer.
Penggunaan stainless steel sebagai bahan pembuat alat-alat industri
dikarenakan Stainless Steel ini memiliki sifat sifat non-magnetik, sifat
mekanik yang baik, mudah dipabrikasi, dapat di las ( weldability) dengan
baik, mudah dibersihkan dan mempunyai ketahanan korosi yang lebih
baik dari pada baja tahan karat martensitik dan baja tahan karat feritik,
sehingga pemakaiannya lebih banyak pada lingkungan korosi berat.
Korosi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korosi adalah proses,
perubahan, atau perusakkan yang disebabkan oleh reaksi kimia. Proses
kimia atau elektrokimia yang kompleks yang merusak logam melalui
reaksi dengan lingkungannya. Bisa dikatakan korosi apabila kerusakan
atau degradasi logam akibat bereaksi dengan berbagai zat
dilingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki.

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Korosi


Faktor yang mempengaruhi korosi dibedakan menjadi 2 :

1. Berasal dari bahan itu sendiri, antara lain: kemurnian bahan; struktur bahan;
bentuk Kristal; unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan; dan teknik
pencampuran bahan
2. Berasal dari lingkungan. Antara lain:
1. Tingkat pencemaran udara. Gas-gas polutan yang ada bisa membentuk asam
nitrat dan asam sulfat. Oleh sebab itu, udara menjadi bersifat korosif dan
berikatan dengan apa saja termasuk komponen-komponen renik di dalam
peralatan elektronik.
2. Suhu dan kelembaban
3. Atmosfer (desa, kota, industri). Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif
ke udara dapat mempercepat proses korosi.
4. Air (fresh, salk, distilled)
5. Uap dan gas (klorin, ammonia, hydrogen sulfat). Udara dalam ruangan yang
terlalu asam atau basa dapat mempercepat proses korosi peralatan yang ada
dalam ruangan tersebut.
6. Asam-asam mineral (HCl, asam sulfat, dsb), fluor,hydrogen fluoride beserta
persenyawaannya dikenal sebagai bahan korosif.
7. Asam-asam organik (asam asetat, asam sitrat)
8. Alkali. Amonia (NH3) merupakan bahan yang digunakan dalam industri dimana
pada kondisi suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam gas dan sangat
mudah terlepas ke udara.
9. Tanah.
10. Pelarut-pelarut organik.
11. Minyak (vegetable and petroleum).
Stainless Steel
Stainless Steel secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya
emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena
pengaruh kondisi lingkungan, sementara stainless steel masih
mengalami korosi. Stainless steel atau biasa disebut baja tahan karat
merupakan logam yang terdiri dari besi, kromium, mangan, silikon,
karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam jumlah yang cukup
banyak. Unsur kromium yang terkandung sekitar 12% atau lebih
nantinya akan menyebabkan stainless steel tahan terhadap karat.
Kromium nantinya akan membentuk lapisan pelindung antikorosi
(protective layer) atau kromium-oksida bersama dengan oksigen yang
berasal dari udara atau air.
Korosi pada Stainless Steel
Korosi pada stainless steel adalah kromium oksida yang secara otomatis
terbentuk pada permukaan bahan sehubungan dengan afinitas kromium
yang tinggi untuk bergabung dengan oksigen. Lapisan kromium oksida
ini bersifat pasif (secara kimiawi tidak aktif), kuat (melekat secara erat di
permukaan stainless steel tersebut) dan memperbaharui dirinya sendiri.
Lapisan Kromium ini hanya sekitar 130 angstrom(1A = 10-10m) tebalnya
dan melindungi stainless steel dari korosi. Lapisan tersebut berupa
bahan film yang dapat memperbaharui dirinya sendiri. Apabila film ini
hilang atau rusak (sebagaimana yang sering terjadi ketika permukaan
stainless steel terkena mesin atau tergores), film tersebut dapat
membentuk kembali dirinya sendiri. Walaupun demikian kondisi
lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer(kromium
oksida) tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi
terbentuk, maka korosi pada stainless steel akan tetap terjadi. Sifat
logam sendiri mudah melepaskan elektron dimana korosi merupakan
melarut/bereaksinya logam dengan oksigen atau bahan lain dan korosi
akan terjadi lebih cepat dengan hadirnya zat elektrolit, misal suatu asam
atau larutan garam.

Jenis- jenis korosi pada stainless steel (SS) dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Uniform Corrosion

Uniform corrosion terjadi disebabkan rusaknya seluruh atau sebagian


protective layer pada SS sehingga SS secara merata akan
berkurang/aus. Korosi ini terjadi umumnya disebabkan oleh cairan atau
larutan asam kuat maupun alkali panas. Asam hidroklorit dan asam
hidrofluor adalah lingkungan yang perlu dihindari SS apalagi
dikombinasikan dengan temperatur serta konsentrasi yang cukup tinggi.
Korosi uniform yang menyebabkan berkurangnya dimensi permukaan
benda secara merata.

2. Pitting Corrosion
Pitting corrosion ini awalnya terlihat kecil
dipermukaan SS tetapi semakin membesar pada bagian dalam SS.
Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan pH
rendah, temperature moderat, serta konsentrasi klorida yang cukup
tinggi. Umumnya SS berkadar Krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan
Nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap pitting
corrosion. Korosi ini sangat berbahaya karena menyerang permukaan
dan penampakan visualnya sangat kecil, sehingga sulit untuk diatasi
dan dicegah terutama pada pipa-pipa bertekanan tinggi.
3. Crevice Corrosion

Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi oksidasi terhadap
krom (Cr) SS sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (miskin
oksigen). Sering pula terjadi akibat desain konstruksi peralatan yang
tidak memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misal celah antara
gasket/ packing, celah yang terbentuk akibat pengelasan yang tidak
sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/ sudut antara 2 atau lebih
lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Praktis korosi ini terjadi di
daerah yang sangat sempit (celah, sudut, takik dsb). Crevice Corrosion
dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih berat/ hebat dan
terjadi pada temperature dibawah temperature moderate yang biasa
menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk menghindari masalah ini,
salah satunya dengan membuat desain peralatan lebih terbuka
walaupun kenyataannya sangat sulit untuk semua aplikasi.

4. Stress Corrosion Cracking


Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion,
compressive maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka SS
cenderung lebih cepat mengalami korosi. Karat yang mengakibatkan
berkurangnya penampang luas efektif permukaan SS menyebabkan
tegangan kerja (working Strees) pada SS akan bertambah besar. Korosi
ini dapat terjadi pula misal pada pin, baut-mur dengan lubangnya/
dudukannya, SS yang memiliki tegangan sisa akibat rolling, bending,
welding dan sebagainya. Korosi ini meningkat jika part yang mengalami
stress berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut
yang temperaturnya cukup tinggi. Sebagai akibatnya aplikasi SS
dibatasi untuk menangani cairan panas ber-temperatur di atas 50 0C
bahkan dengan kadar klorida yang sangat sedikit sekalipun (beberapa
ppm). Pada beberapa kasus, korosi ini dapat dikurangi dengan cara
shot peening, penembakan permukaan logam dengan butir pasir
logam, atau juga meng-annealing setelah SS selesai di- machining,
sehingga dapat mengurangi tegangan pada permukaan logam.

5. Intergranular Corrosion

Korosi ini disebabkan ketidak sempurnaan mikrostruktur SS. Ketika


austenic SS berada pada temperature 425-850 oC (temperatur sensitasi)
atau ketika dipanaskan dan dibiarkan mendingin secara perlahan
(seperti halnya sesudah welding atau pendinginan setelah annealing)
maka karbon akan menarik krom untuk membentuk partikel kromium
karbida (chromium carbide) di daerah batas butir ( grain boundary) struktur SS.
Formasi kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan
menghilangkan/ mengurangi sifat perlindungan kromium pada daerah
tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan mudah terserang oleh
korosi. Secara umum SS dengan kadar karbon < 2 % relative tahan
terhadap korosi ini. Ketidak sempurnaan mikrostruktur ini diperbaiki
dengan menambahkan unsur yang memiliki afinitas (daya tarik)
terhadap Karbon lebih besar untuk membentuk karbida, seperti Titanium
(misal pada SS 321) dan Niobium (misal pada SS 347). Cara lain adalah
dengan menggunakan SS berkadar karbon rendah yang di tandai indeks
L -low carbon steel- (misal 316L atau 304L). SS dengan kadar karbon
tinggi juga akan tahan terhadap korosi jenis ini asalkan digunakan pada
temperatur tinggi pula (misal 304H, 316H, 321H, 347H, 30815/ Sirius
S15, 310/ Sirius 310 dan juga 314/ Sirius 314).
6. Galvanic Corrosion

Galvanic corrosion terjadi disebabkan sambungan dissimilar material (2


material yang berbeda terhubung secara elektris/ tersambung misal baut
dengan mur, paku keling/ rivet dengan body tangki, hasil welding
dengan benda kerja) dan/ atau terendam dalam larutan elektrolit,
sehingga dissimilar material tersebut menjadi semacam sambungan
listrik. Mekanisme ini disebakan satu material berfungsi sebagai anoda
dan yang lainnya sebagai katoda sehingga terbentuk jembatan
elektrokimia. Dengan terjadinya hubungan elektrik tersebut maka logam
yang bersifat anoda (less noble) akan lebih mudah terkorosi. Urutan
tersebut ditunjukkan pada seri elektrokimia logam berikut :

Logam deret sebelah kiri cenderung menjadi anoda (mudah berkarat)


sementara logam sebelah kanan cenderung menjadi katoda. Galvanic
corrosion ini tergantung pada : Perbedaan kemuliaan dissimilar material,
rasio luas permukaan dissimilar material, dan
Konduktifitas larutan.

Adanya korosi dapat menyebabkan masalah seperti :


1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/ halus pada tangki dan pipa-pipa sehingga
menyebabkan kebocoran cairan ataupun gasHal ini perlu diperhatikan apabila
gas atau cairan yang tersimpan dalam alat-alat industry farmasi berbahaya
apabila terkena tubuh,nantinya bisa melukai manusia disekitarnya atau
berpotensi menimbulkan arus pendek listrik (korsleting).
2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan/ pengurangan ketebalan/
volume material sehingga strength juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak,
bengkok, patah dan sebagainyaUmur dari alat-alat yang terbuat dari stainless
steel akan menjadi singkat karena alat tidak bisa digunakan kembali akibat
kerusakan tersebut.
3. Dekorasi permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan kerak karat
ataupun lubang-lubangAlat yang berasal dari satinless steel akan terkesan
usang,sehingga tidak meyakinkan kualitas dari penggunaan alat tersebut.
4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau material
lainnyaAlat industry farmasi yang mengalami korosi cukup berbahaya bila
digunakan karena alat-alat tersebut memiliki kontak langsung dengan bahan-
bahan dasar sediaan farmasi yang ditakutkan karat yang timbul akan
mengkontaminasi bahan-bahan tersebut dan bisa saja mempengaruhi fungsi dari
bahan tersebut
Pencegahan Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang
dapat menjelaskan mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-
usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi. Banyak cara sudah
ditemukan untuk pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah
dengan cara proteksi katodik, coating, pembalutan dan penggunaan
chemical inhibitor.
1. Proteksi Katiodik
Untuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-tidaknya untuk
memperlambat proses korosi tersebut, maka dipasanglah suatu anoda
buatan di luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda adalah suatu
bagian logam yang kehilangan elektron. Ion positifnya meninggalkan
logam tersebut dan masuk ke dalam larutan yang ada sehingga logam
tersebut berkarat. Terlihat disini karena perbedaan potensial maka arus
elektron akan mengalir dari anoda yang dipasang dan akan menahan
melawan arus elektron dari logam yang didekatnya, sehingga logam
tersebut berubah menjadi daerah katoda. Inilah yang disebut Cathodic
Protection. Dalam hal diatas elektron disuplai kepada logam yang
diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah
anoda tersebut selalu diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi
dari logam yang diproteksi. Anoda buatan tersebut ditanam dalam suatu
elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam (dalam
hal ini pipa) yang akan diprotekasi dan antara dan pipa dihubungkan
dengan kabel yang sesuai agar proses listrik diantara anoda dan pipa
tersebut dapat mengalir terus menerus.
2. Coating
Cara ini sering dilakukan dengan melapisi logam (coating) dengan suatu
bahan agar logam tersebut terhindar dari korosi.

Pelapisan dengan semen (concrete coating)


Pelapisan ini digunakan pada pipa yang akan dipasang pada daerah air
laut, dimana ketebalan semen diharapkan akan dapat menghindarkan
kontaminasi secara langsung antara air laut dengan permukaan pipa
dan juga selain itu lapisan semen ini juga digunakan sebagai pemberat
pipa yang akan diletakkan didasar laut sehingga tidak memerlukan lagi
pemberat. Namun kelemahan dari pelapisan semen pada jaringan pipa
dasar laut adalah sulit sekali untuk melakukan pemeliharaan atau
melakukan inspeksi dengan peralatan yang sederhana, hal ini
disebabkan jaringan pipa tersebut sudah tertutup Lumpur didasar laut.
Untuk keperluan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan intelegent
pig yang dimasukkan dalam jaringan pipa dan didorong oleh fluida yang
mengalir pada jaringan pipa tersebut. Dengan pekerjaan yang relatif
sederhana intelegent pig dapat memberikan informasi tentang cacat yang
ada pada jalur pipa transportasi cukup akurat, baik jenis cacatnya
maupun lokasi dimana cacat itu berada. Sehingga sangat memudahkan
bagi kita untuk memperbaikinya.
Pengecatan (Painting)
Pengecatan untuk subsea pipeline hanya mungkin dilakukan pada awal
instalasi, sehingga untuk pipa yang terendam air pemeliharaan dengan
cara pengecatan tidak mungkin dan tidak dilakukan. Pemeliharaan
dengan pengecatan dilakukan untuk instalasi pipa yang berada pada
bagian permukaan.
Dalam pengecatan perlu diperhatikan penggunaan cat yang sesuai
dengan standart dan ketebalan cat perlu diperhatikan, yaitu ketebalan
antara primer coat, intermediate coat dan top coat. Sebelum pipa dicat harus
dilakukan sandblasting terlebih dahulu, untuk memastikan bahwa tidak
ada air atau kotoran yang dapat menyebabkan korosi setelah dilakukan
pengecatan. Untuk subsea pipeline cara ini tidak dilakukan karena umur
cat yang terbatas, sehingga untuk subsea pipeline cara yang sering
digunakan yaitu dengan cara pelapisan dengan meggunakan semen
atau aspal.
Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)
Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut
inhibitor corrosion yang bekerja dengan cara membentuk lapisan
pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul pertama yang
tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis
option. Corrosion inhibitor umumnya berbentuk fluid atau cairan yang
diinjeksikan pada production line. Karena inhibitor tersebut merupakan
masalah yang penting dalam menangani kororsi maka perlu dilakukan
pemilihan inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Material corrosion
inhibitor terbagi 2, yaitu :

a. Organik Inhibitor

Inhibitor yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan yang mengandung


unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari organik inhibitor
antara lain: Turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine,
amida, asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter.

b. Inorganik Inhibitor

Inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung


unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inorganik inhibitor
antara lain kromat, nitrit, silikat, dan pospat.

DAFTAR PUSTAKA :

Kurniawan, D. W., dan Sulaiman,T.N. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.


Purwokerto:Laboratorium Farmasetika Unsoed
Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi
MinyakBumi. http: // library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-halima.pdf/. diakses 19 mei
2012
Anonim. 2011. Korosi pada Stainless Steel. http://edukasi.kompasiana.com/. Diakses :
19 Mei 2012
Anonim.2005. Mengapa Stainless Steel Tidak Berkarat. http://www.chem-is-try.org/.
Diakses: 19 Mei 2012
Ridwan Fakih. 1993. Basic Corrosion Engineering. Petroleum Engineering PT CPl:
Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai