1. Berasal dari bahan itu sendiri, antara lain: kemurnian bahan; struktur bahan;
bentuk Kristal; unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan; dan teknik
pencampuran bahan
2. Berasal dari lingkungan. Antara lain:
1. Tingkat pencemaran udara. Gas-gas polutan yang ada bisa membentuk asam
nitrat dan asam sulfat. Oleh sebab itu, udara menjadi bersifat korosif dan
berikatan dengan apa saja termasuk komponen-komponen renik di dalam
peralatan elektronik.
2. Suhu dan kelembaban
3. Atmosfer (desa, kota, industri). Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif
ke udara dapat mempercepat proses korosi.
4. Air (fresh, salk, distilled)
5. Uap dan gas (klorin, ammonia, hydrogen sulfat). Udara dalam ruangan yang
terlalu asam atau basa dapat mempercepat proses korosi peralatan yang ada
dalam ruangan tersebut.
6. Asam-asam mineral (HCl, asam sulfat, dsb), fluor,hydrogen fluoride beserta
persenyawaannya dikenal sebagai bahan korosif.
7. Asam-asam organik (asam asetat, asam sitrat)
8. Alkali. Amonia (NH3) merupakan bahan yang digunakan dalam industri dimana
pada kondisi suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam gas dan sangat
mudah terlepas ke udara.
9. Tanah.
10. Pelarut-pelarut organik.
11. Minyak (vegetable and petroleum).
Stainless Steel
Stainless Steel secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya
emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena
pengaruh kondisi lingkungan, sementara stainless steel masih
mengalami korosi. Stainless steel atau biasa disebut baja tahan karat
merupakan logam yang terdiri dari besi, kromium, mangan, silikon,
karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam jumlah yang cukup
banyak. Unsur kromium yang terkandung sekitar 12% atau lebih
nantinya akan menyebabkan stainless steel tahan terhadap karat.
Kromium nantinya akan membentuk lapisan pelindung antikorosi
(protective layer) atau kromium-oksida bersama dengan oksigen yang
berasal dari udara atau air.
Korosi pada Stainless Steel
Korosi pada stainless steel adalah kromium oksida yang secara otomatis
terbentuk pada permukaan bahan sehubungan dengan afinitas kromium
yang tinggi untuk bergabung dengan oksigen. Lapisan kromium oksida
ini bersifat pasif (secara kimiawi tidak aktif), kuat (melekat secara erat di
permukaan stainless steel tersebut) dan memperbaharui dirinya sendiri.
Lapisan Kromium ini hanya sekitar 130 angstrom(1A = 10-10m) tebalnya
dan melindungi stainless steel dari korosi. Lapisan tersebut berupa
bahan film yang dapat memperbaharui dirinya sendiri. Apabila film ini
hilang atau rusak (sebagaimana yang sering terjadi ketika permukaan
stainless steel terkena mesin atau tergores), film tersebut dapat
membentuk kembali dirinya sendiri. Walaupun demikian kondisi
lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer(kromium
oksida) tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi
terbentuk, maka korosi pada stainless steel akan tetap terjadi. Sifat
logam sendiri mudah melepaskan elektron dimana korosi merupakan
melarut/bereaksinya logam dengan oksigen atau bahan lain dan korosi
akan terjadi lebih cepat dengan hadirnya zat elektrolit, misal suatu asam
atau larutan garam.
Jenis- jenis korosi pada stainless steel (SS) dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Uniform Corrosion
2. Pitting Corrosion
Pitting corrosion ini awalnya terlihat kecil
dipermukaan SS tetapi semakin membesar pada bagian dalam SS.
Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan pH
rendah, temperature moderat, serta konsentrasi klorida yang cukup
tinggi. Umumnya SS berkadar Krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan
Nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap pitting
corrosion. Korosi ini sangat berbahaya karena menyerang permukaan
dan penampakan visualnya sangat kecil, sehingga sulit untuk diatasi
dan dicegah terutama pada pipa-pipa bertekanan tinggi.
3. Crevice Corrosion
Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi oksidasi terhadap
krom (Cr) SS sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (miskin
oksigen). Sering pula terjadi akibat desain konstruksi peralatan yang
tidak memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misal celah antara
gasket/ packing, celah yang terbentuk akibat pengelasan yang tidak
sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/ sudut antara 2 atau lebih
lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Praktis korosi ini terjadi di
daerah yang sangat sempit (celah, sudut, takik dsb). Crevice Corrosion
dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih berat/ hebat dan
terjadi pada temperature dibawah temperature moderate yang biasa
menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk menghindari masalah ini,
salah satunya dengan membuat desain peralatan lebih terbuka
walaupun kenyataannya sangat sulit untuk semua aplikasi.
5. Intergranular Corrosion
a. Organik Inhibitor
b. Inorganik Inhibitor
DAFTAR PUSTAKA :