Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANDIRI

BAHAN KONSTRUKSI TEKNIK KIMIA


KOROSI

Oleh : Ganis Kharisma Wiranti


1307122855
Teknik Kimia S1- B

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2013/2014

Pendahuluan
Korosi merupakan masalah yang paling sering dijumpai dalam dunia industri, karna
peralatan yang digunakan banyak yang menggunakan logam. Di Amerika biaya yang digunakan
untuk penanggulangan korosi sekitar $ 276 milyar/tahun sedangkan di Indonesia biaya yang
dikeluarkan sekitar $ 4 milyar/tahun. Oleh karna itu diperlukan berbagai upaya untuk
mengurangi kerugian yang ditimbulkan korosi. Salah satunya cara yang sederhana adalah dengan
melakukan pengecatan pada objek logam tersebut. Atau dapat juga dilakukan dengan cara
proteksi katodik.
Prinsip dari pengendalian korosi adalah meniadakan salah satu komponen yang
menyebabkan korosi. Sedangkan proteksi katodik adaalah metode pengendalian korosi
berdasarkan pada reaksi yang terjadi pada sel elektrolisi sederhana dan mengkondisikan suatu
paduan, biasanya baja dijadikan katoda atau elektroda yang tidak akan terkorosi pada sel
tersebut. Proteksi katodik terbatas pada lingkungan yang mempunyai konduktifitas yang sesuai.

KOROSI
Pengertian

Korosi atau perkaratan berasal dari bahasa latin Corrodere yang berarti perusakan
logam. Beberapa definisi lain tentang korosi diantaranya, korosi adalah proses degradasi atau
deteorisasi perusakan material yang terjadi disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
Korosi merupakan suatu penyakit dalam dunia teknik. Korosi yang paling banyak dijumpai
adalah korosi pada logam. Korosi menyebabkan umur logam yang berkarat tersebut menjadi
lebih singkat serta pengeroposan pada batnag logam tersebut.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi
adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses
elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi
mengalami oksidasi.
Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)
atau
O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III)
yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana
dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode,
bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.

Jenis-jenis Korosi
Adapun beberapa jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai berikut.
1. Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam
metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron
akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia
(katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan
elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit
menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga
terrbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat permukaan.
Pengendalian korosi galvanic adalah :

Hindari pemakaian 2 jenis logam yang berbeda

pergunakan logam yang lebih anodik dengan rasio yang lebih besar dibanding logam
katodik

Lapisi pada pertemuan dua logam yang berbeda jenis

Gunakan logam ketiga yang lebih anodic

2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)


Korosi sumuran adalah korosi yang terjadi akibat cacat pada permukaan material seperti celah
atau lubang kecil. Pada daerah cacat ini akan lebih anodik dibandingkan permukaan material
sehingga korosi akan menuju bagian dalam material.
Cara pengendalian korosi sumuran adalah :

Hindari permukaan logam dari cacat goresan.

Perhalus permukaan material.

Hindari variasi yang sedikit pada komposisi material.

3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)


Korosi erosi adalah korosi yang di sebabkan oleh erosi yang mengikis lapisan pelindung material
, zat erosi itu dapat berupa fluida yang mengandung material abrasive. Korosi tipe ini sering di
temui pada pipa-pipa minyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi ini antara lain :

Persentase ketidaksamaan, material yang lebih anodik

Area permukaan Anodik dan Katodik

Temperatur

Persentase larutan elektrolit

Kesediaan oksigen

Cara pengendalian korosi erosi :

Menghindari partikel abrasive pada fluida

Mengurangi kecepatan aliran fluida

4. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)


Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (Compressive) berpengaruh sangat kecil pada
proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara tegangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang
korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut retak karat tegangan.
Cara pengendalian korosi tegangan adalah :

Turunkan besarnya tegangan

Turunkan tegangan sisa termal

Kurangi beban luar atau perbesar area potongan

5. Korosi Celah (Crevice Corrosion)


Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan
diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya korosi.
Konsentrasi Oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian
dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam
menuju mulut logam yang menimbulkan korosi.
Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam. Dimana celah sempit yang terisi elektrolit (pH rendah)
maka terjadilah sel korosi dengan katodanya permukaan sebelah luar celah yang basah dengan

air yang lebih banyak mengandung zat asam dari pada daerah dalam yang besifat anodik. Maka
dari snilah terjadinya korosi dengan adanya katoda dan anoda.
Cara pengendalian korosi celah :
1. Hindari pemakaian sambungan paku keling atau baut, gunakan sambungan las.
2. Gunakan gasket non absorbing.
3. Usahakan menghindari daerah dengan aliran udara.
6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)
Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah bertekanan tinggi dan
rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan tersebut mengalir. Maka
terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali
menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk
memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak
terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang
terlindungi.
Karena terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa dan menjadi takik.
Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena permukaan di dalam takik tidak sempat
membentuk film pelindung karena kecepatan cairan yang tinggi dan proses kavitasi akan
berlangsung secara berulang-ulang.
7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah batas kekuatan
luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena terjadinya kelelahan logam. Kelelahan
dapat dipercepat dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang
mengakibatkan kelelahan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah yang menderita
beban.
8. Korosi antar kristal
Terjadinya korosi hanya pada batas kristal, akibat dari serangan elektrolit. Karena tegangan pada
kristal adalah paling tinggi. Dan terjadiny karbida pada batas butir yang dapat mengakibatkan
korosi ini.
Berdasarkan sifatnya korosi terbagi atas :
1. Korosi Aktif
Ciri-ciri dari korosi aktif ini antara lain :
1. Mudah melepaskan ion
2. Mudah menempel di tangan

3. Contoh : Paku yang berkarat


2. Korosi Pasif
Ciri-ciri dari korosi pasif ini antara lain :
1. Sulit melepaskan ion
2. Sulit menempel di tangan
Contoh : Korosi pada AL
Faktor-faktor yang menyebabkan korosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang berasal
dari bahan itu sendiri dan lingkungan. Faktor-faktor yang meliputi kemurnian bahan bahan,
bahan struktural, bentuk kristal, unsur jejak hadir dalam materi, pencampuran teknik material
dan sebagainya.
Faktor lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat
kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi)
terdiri dari asam, basa dan garam, baik dalam bentuk senyawa anorganik dan organik. Fluorin,
hidrogen fluorida dan senyawa, yang dikenal sebagai persenyawaannya korosif. Dalam industri,
bahan ini umumnya digunakan untuk sintesis bahan organik.
Ammoniak (NH3) merupakan bahan kimia yang banyak digunakan dalam kegiatan
industri. Pada suhu normal dan tekanan, bahan ini dalam bentuk gas dan dilepaskan ke udara
sangat mudah. Ammoniak dalam kegiatan industri umumnya digunakan untuk sintesis bahan
organik, sebagai antibeku dalam peralatan pendingin, juga sebagai bahan untuk pembuatan
pupuk. Berbagai partikel aerosol, debu dan gas-gas asam seperti NOx dan SOx bisa diubah
menjadi asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) di udara. Oleh karena itu, udara menjadi
terlalu asam dan gas-gas terlarut korosif dengan asam di udara. Dalam lingkungan dengan
tingkat polusi tinggi, berbagai barang mulai dari komponen elektronik mikroskopis untuk
jembatan baja semakin mudah rusak, bahkan hancur karena korosi.
Cara pengcegahan korosi
Korosi pada besi menimbulkan banyak kerugian, karena barang-barang atau bangunan yang
menggunakan besi menjadi tidak awet. Korosi pada besi dapat dicegah dengan membuat besi
menjadi baja tahan karat (stainless steel), namun proses ini membutuhkan biaya yang mahal,
sehingga tidak sesuai dengan kebanyakan pengunaan besi.
Cara pencegahan korosi pada besi dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pengecatan

Fungsi pengecatan adalah untuk melindungi besi kontak dengan air dan udara. Cat yang
mengandung timbal dan seng akan lebih melindungi besi terhadap korosi. Pengecatan harus
sempurna karena jika terdapat bagian yang tidak tertutup oleh cat, maka besi di bawah cat akan
terkorosi. Pagar bangunan dan jembatan biasanya dilindungi dari korosi dengan pengecatan.
b. Dibalut plastik
Plastik mencegah besi kontak dengan air dan udara. Peralatan rumah tangga biasanya dibalut
plastik untuk menghindari korosi.
c. Pelapisan dengan krom (Cromium plating)
Krom memberi lapisan pelindung, sehingga besi yang dikrom akan menjadi mengkilap.
Cromium plating dilakukan dengan proses elektrolisis. Krom dapat memberikan perlindungan
meskipun lapisan krom tersebut ada yang rusak. Cara ini umumnya dilakukan pada kendaraan
bermotor, misalnya bumper mobil.
d. Pelapisan dengan timah (Tin plating)
Timah termasuk logam yang tahan karat. Kaleng kemasan dari besi umumnya dilapisi dengan
timah. Proses pelapisan dilakukan secara elektrolisis atau elektroplating. Lapisan timah akan
melindungi besi selama lapisan itu masih utuh. Apabila terdapat goresan, maka timah justru
mempercepat proses korosi karena potensial elektrode besi lebih positif dari timah.
e. Pelapisan dengan seng (Galvanisasi)
Seng dapat melindungi besi meskipun lapisannya ada yang rusak. Hal ini karena potensial
elektrode besi lebih negative daripada seng, maka besi yang kontak dengan seng akan
membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Sehingga seng akan mengalami
oksidasi, sedangkan besi akan terlindungi.
f. Pengorbanan anode (Sacrificial Anode)
Perbaikan pipa bawah tanah yang terkorosi mungkin memerlukan perbaikan yang mahal
biayanya. Hal ini dapat diatasi dengan teknik sacrificial anode, yaitu dengan cara menanamkan
logam magnesium kemudian dihubungkan ke pipa besi melalui sebuah kawat. Logam
magnesium itu akan berkarat, sedangkan besi tidak karena magnesium merupakan logam yang
aktif (lebih mudah berkarat).
Cara pengendalian korosi
Metoda-metoda yang di lakukan dalam pengendalian korosi adalah :

Menekan terjadinya reaksi kimia atau elektrokimianya seperti reaksi anoda dan katoda

Mengisolasi logam dari lingkungannya

Mengurangi ion hydrogen di dalam lingkungan yang di kenal dengan mineralisasi

Mengurangi oksigen yang larut dalam air

Mencegah kontak dari dua material yang tidak sejenis

Memilih logam-logam yang memiliki unsure-unsur yang berdekatan

Mencegah celah atau menutup celah

Mengadakan proteksi katodik,dengan menempelkan anoda umpan.

Kesimpulan
1. Korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan material yang terjadi
disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
2. Faktor utama terjadinya korosi adalah oksigen dan air.
3. Pencegahan korosi dapat dilakukan dengan cara : pengecatan, dibalut plastik,
pelapisan dengan krom, pelapisan dengan timah, pelapisan dengan seng dan
pengorbanan anode.
4. Korosi memperpendek umur suatu logam

Daftar pustaka
Wibowo, Wiwin. (2012). Korosi (Pengkaratan). [Online]. Tersedia:
http://wiwinwibowo.wordpress.com/tag/proses-korosi/. [21 Desember 2013]
Iskandar, Gina Indriyani. (2012). Proses terjadinya Korosi (Karat). [Online]. Tersedia:
http://ginaindrianyiskandar.wordpress.com/2012/04/04/proses-terjadinya-korosi-karat/. [21
Desember 2013]

TUGAS MANDIRI
BAHAN KONSTRUKSI TEKNIK KIMIA
SEMEN PORTLAND

Oleh : Ganis Kharisma Wiranti


1307122855
Teknik Kimia S1- B

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2013/2014

Pendahuluan
Pada awalnya semen telah dikenal pada abad ke 17. Pada saat itu semen merupakan
semen alam yang terbuat dari campuran kapur padam, pozolan, dan agregat. Penemuan ini
kemudian disempurnakan oleh beberapa ahli, sehingga sampai pada semen yang kita kenal
sekarang semen Portland. Semen Portland tersusun atas senyawa-senyawa utama seperti CaO,
SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Semen Portland mengandung satu atau lebih senyawa Kalsium Sulfat.
Senyawa ini terbentuk pada waktu penggilingan karna adanya penambahan bahan-bahan mentah.
Campuran tersebut membentuk clinker yang kemudian ditambah dengan gypsum maka akan
terbentuk semen Portland.
Kebutuhan akan semen dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Kebutuhan akan
semen memiliki peranan penting terhadap peradaban umat manusia. Akibatnya, kebutuhan akan
semen Portland sebagai komponen utama dalam pembuatan beton juga meningkat, seiring
dengan maraknya pembangunan-pembangunan pada saat ini.

Portland cement
Semen Portland (sering disebut sebagai OPC, dari Ordinary Portland Cement) adalah
jenis yang paling umum dari semen dalam penggunaan umum di seluruh dunia karena
merupakan bahan dasar beton dan plesteran semen. Ini merupakan bubuk halus yang diproduksi
dengan menggiling klinker semen Portland.
Klinker semen Portland adalah bahan hidrolik yang terdiri dari sekurang-kurangnya dua
pertiga oleh massa kalsium silikat (3 CaO SiO2 dan CaO 2 SiO2) dan sisanya terdiri dari
aluminium-dan besi yang mengandung fase klinker dan senyawa lainnya. Rasio CaO untuk SiO2
tidak kurang dari 2,0. Kandungan Magnesium oksida (MgO) tidak melebihi 5,0% massa.
ASTM C 150 mendefinisikan semen portland sebagai "semen hidrolik (semen yang
mengeras tidak hanya dengan bereaksi dengan air tetapi juga membentuk produk tahan air) yang
dihasilkan oleh penghancuran klinker dasarnya yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
biasanya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai tambahan. Biaya rendah dan
ketersediaan luas dari batu kapur, serpih, dan bahan alami lainnya membuat semen portland
banyak digunakan selama seabad terakhir di seluruh dunia. Beton menjadi salah satu bahan
konstruksi yang paling serbaguna yang tersedia di dunia.
Klinker semen portland dibuat dengan cara pemanasan, di dalam kiln, campuran
homogen bahan baku ke suhu calcining, yaitu sekitar 1450 C untuk semen modern. Aluminium
oksida dan oksida besi yang hadir sebagai fluks dan berkontribusi sedikit sebagai kekuatan.
Untuk semen khusus, seperti jenis Low Heat (LH) dan Sulfate Resistant (SR) , perlu untuk
membatasi jumlah trikalsium aluminat (3 CaO Al2O3) yang terbentuk. Bahan baku utama
untuk pembuatan klinker biasanya batu kapur (CaCO3) yang dicampur dengan bahan kedua yang
berisi tanah liat sebagai sumber alumino-silikat. Biasanya, sebuah kapur murni yang
mengandung tanah liat atau SiO2 digunakan. Kandungan CaCO3 batu kapur ini dapat kurangdari
80%. Kedua bahan baku (bahan dalam rawmix selain kapur) tergantung pada kemurnian batu
kapur.s fired by coal, the ash of the coal acts as a secondary raw material.Beberapa bahan baku
yang digunakan adalah tanah liat, pasir, bijih besi, bauksit, dan ampas bijih(slag). Ketika alat
pembakaran semen (cement kiln) dibakar oleh batubara, abu batubara bertindak sebagai bahan
baku kedua.
Penggunaan yang paling umum untuk semen Portland adalah dalam produksi beton.
Beton adalah material komposit yang terdiri dari agregat (kerikil dan pasir), semen, dan air.
Sebagai bahan konstruksi, beton dapat dicetak dalam hampir semua bentuk yang diinginkan, dan
sekali mengeras, dapat menjadi elemen (bantalan beban) struktural. Semen Portland juga
digunakan dalam mortar (dengan pasir dan air) untuk plester.

Sejarah
Semen Portland dikembangkan dari semen alami yang terbuat di Inggris pada awal abad
kesembilan belas, dan namanya berasal dari kemiripannya dengan batu Portland, jenis bangunan
batu yang digali di Isle of Portland di Dorset, Inggris. Semen Portland pertama kali dikenal dari
Joseph Aspdin, seorang tukang batu Inggris dari Leeds.
Sifat-sifat Portland semen
Sifat-sifat fisika semen meliputi kehalusan butir, konsistensi, waktu pengikatan, panas
hidrasi, perubahan volume, dan kekuatan tekan. Berikut ini adalah penjelasan untuk masingmasing sifat.
Kehalusan Butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time)
menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Kehalusan penggilingan butir semen
dinamakan penampang spesifik, yaitu luas butir permukaan semen. Jika permukaan penampang
semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran
semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau
naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak
dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan
"Turbidimeter" dari Wagner atau "Air Permeability" dari Blaine.
Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat pencampuran awal,
yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi
bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan
kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregate
pencampurya.
Waktu Pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari mulai
bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan
tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua:
1). waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi
pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan,
2). waktu ikatan akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga
beton mengeras.
Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0 - 2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang
dan 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam.Waktu ikatan awal sangat
penting pada kontrol pekerjaan beton. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time
lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini
diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating)
dan penyelesaiannya (finishing). Proses ikatan ini disertai perubahan temperatur yang dimulai
terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu berakhimya ikatan akhir. Waktu

ikatan akan memendek karena naiknya temperatur. Waktu ikatan ini sangat dipengaruhi oleh
jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan sekitarnya.
Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan
dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang
dipakai dan kehalusan butir semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat
mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur
beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.
Panas hidrasi naik sesuai dengan nilai temperatur pada saat hidrasi terjadi. Untuk semen
biasa, panas hidrasi bervariasi mulai 37 kalori/gram pada temperatur sekitar 5 0C hingga 80
kalori/gram pada temperatur 40 0C. Semua jenis semen umumnya telah membebaskan sekitar
50% panas totalnya pada satu hingga tiga hari pertama 70% pada hari ketujuh, serta 83-91%
setelah 6 bulan. Laju perubahan panas ini bergantung pada komposisi semen.
Perubahan Volume (Kekalan)
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan
kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan
volume setelah pengikatan terjadi. Ketidak kekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya
jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesium yang terdapat dalam
campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya
expansi.
Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian ditekan sampai
hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan
tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5x5x5 cm. Setelah berumur 3, 7, 14
dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan
tekannya.
Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-oksida serta
bahan-bahan pengotor lainnya. Semen yang digunakan untuk membangun suatu struktur harus
mempunyai kualitas tertentu agar dapat berfungsi secara efektif. Pemeriksaan secara berkala
perlu dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah menjadi
pasta semen. Pemeriksaan semen atau pengujian semen harus dilakukan sesuai dengan standar
mutu. Standar yang paling umum dianut di dunia adalah Standar ASTM, "American Society for
Testing and Material" C-150 dan British Standar (BS-12). Di Indonesia, kita menggunakan
Standar Industri Indonesia, (SII-0013-81) yang mengadopsi ASTM C-150-80. SU kini telah
diperbarui menjadi SNI.

Pembuatan Portland semen


Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Penambangan di quarry
2. Pemecahan di crushing plant
3. Penggilingan (blending)
4. Pencampuran bahan-bahan
5. Pembakaran (ciln)
6. Penggilingan kembali hasil pembakaran,
7. Penambahan bahan tambah (gipsum)
8. Pengikatan (packing plant)
Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses basah dan
proses kering.
Proses Basah
Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry) dan digiling
hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika yang diolah merupakan
bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung.
Bubur halus yang dihasilkan selanjutnya dimasukan dalam sebuah pengering (oven)
berbentuk silinder yang dipasang miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit demi sedikit dinaikkan dan
diputar dengan kecepatan tertentu. Bahan akan mengalami perubahan sedikit demi sedikit akibat
naiknya suhu dan akibat terjadinya sliding di dalam ciln. Pada suhu 100 0C air mulai menguap;
pada suhu 850 0C karbondioksida dilepaskan. Pada suhu sekitar 1400 0C, berlangsung
permulaan perpaduan di daerah pembakaran, dimana akan terbentuk klinker yang terdiri dari
senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Klinker tersebut selanjutnya didinginkan,
kemudian dihaluskan menjadi butir halus dan ditambah dengan bahan gipsum sekitar 1%-5%.
Proses Kering
Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras misalnya untuk
batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan digiling dalam keadaan kering
menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam ciln dan proses
selanjutnya sama dengan proses basah.
Dalam fabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang peluru (ciln) hingga halus dan
ditambahkan beberapa bahan tambahan, termasuk gipsum. Jenis semen yang diproduksi pabrik
disesuaikan dengan kebutuhan. Secara ringkas, proses pembuatan semen portland dapat
dijelaskan sebagai berikut (Nawy, 1985:9).
1.Bahan baku yang berasal dari tambang (quarry) berupa campuran CaO SiO2, dan Al2O3
digiling (blended) bersama-sama beberapa bahan tambah lainnya, baik dalam proses basah
maupun dalam proses kering.
2.Hasil campuran tersebut dituangkan ke ujung atas ciln yang diletakan agak miring.
3.Selama ciln berputar dan dipanaskan, bahan tersebut mengalir dengan lambat dari ujung atas
ke ujung bawah.
4.Temperatur dalam ciln dinaikkan secara perlahan hingga mencapai temperatur klinker (clincer
temperature) dimana difusi awal terjadi. Temperatur mi dipertahankan sampai campuran
membentuk butiran semen portland pada suhu 1400 0C (2700 0F). Butiran yang dihasilkan
disebut sebagai klinker (clincer) dan memiliki diameter antara 1.5-50 mm.

5.Klinker tersebut kemudian didinginkan dalam clinker storage dan selanjutnya dihancurkan
menjadi butiran-butiran yang halus.
6.Bahan tambah, yakni sedikit gipsum (sekitar 1%-5%) ditambahkan untuk mengontrol waktu
ikat semen, yakni waktu pengerasan semen di lapangan.
7.Hasil yang diperoleh kemudian disimpan pada sebuah cement silo untuk penggunaan yang
kecil, yakni kebutuhan masyarakat. Pengolahan selanjutnya adalah pengepakan dalam packing
plant. Untuk kebutuhan pekerjaan besar, pndistribusian semen dapat dilakukan menggunakan
capsule truck.

Kesimpulan
1. Semen portland adalah semen yang disusun oleh senyawa-senyawa utama CaO,
SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. semen portland mengandung satu atau lebih senyawa
kalsium sulfat. Senyawa ini terbentuk pada waktu penggilingan karena adanya
penambahan bahan-bahan mentah. Campuran tersebut membentuk clinker yang
kemudian ditambah dengan gypsum maka akan terbentuk semen portland.
2. Proses pembuatan semen Portland ada dua, yaitu: Proses basah dan proses kering.
3. Proses tersebut dibagi berdasarkan bahan yang diolah, yaitu : Proses basah (bahan
lunak) dan Proses kering (bahan keras)

Daftar Pustaka
Nawy, Edward G. 1985. Beton Bertulang : Suatu Pendekatan Dasar, terj Bambang
Suryoatmono. Bandung: Refika Aditama.
http://pengertiandancontoh.blogspot.com/. [22 Desember 2013]
Febrian. (2011). Portland Cement. [Online]. Tersedia:
http://febriansasi.blogspot.com/2011/12/portland-cement.html. [22 Desember 2013]

Anda mungkin juga menyukai