Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI UMUR 33 TAHUN POST PLATING/PINING


DENGAN FRAKTUR RADIUS ULNA

Oleh :
Rida indriningrum
205.12.1.0022

Pembimbing :

Dr. Andre Steven Tjahja, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSD MARDI WALUYO BLITAR
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Seorang Laki-Laki
Umur 33 Tahun Post Plating/Pining Dengan Fraktur Radius Ulna. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Andre Steven Tjahja, Sp.KFR atas
bimbingannya dalam penulisan laporan kasus ini. Tujuan penulisan laporan kasus ini
adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik (KK)
di bagian Rehabilitasi Medik dalam Fakultas Kedokteran Islam Malang di RSD
Mardi Waluyo Blitar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih terdapat
banyak kekurangan di dalamnya. Kritik dan saran untuk penyempurnaan penyusunan
laporan kasus ini sangat penulis harapkan, sehingga dapat memberikan hasil akhir
yang lebih baik nantinya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Blitar, Agustus 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi...................................................................................................................
.................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1
BAB II Tinjauan Pustaka........................................................................................ 3
2.1 Persalinan sungsang................................................................................ 3
A. Definisi....................................................................................................... 3
B. Epidemiologi.............................................................................................. 4
C. Etiologi....................................................................................................... 4

2
D. Klasifikasi.................................................................................................. 5
E. Tanda dan Gejala........................................................................................ 6
F. Diagnosis.................................................................................................... 7
G. Penatalaksanaan .......................................................................................... 9
H. Mekanisme................................................................................................ 13
I. Jenis Pimpinan Persalinan............................................................................16
J. Prosedur Pertolongan persalinan...................................................................16
K. Komplikasi...................................................................................................18
L. Prognosis......................................................................................................19
BAB III Laporan Kasus......................................................................................21
BAB IV Pembahasan ..... 27
BAB V Kesimpulan dan saran............................................................................29
Daftar Pustaka.....................................................................................................30

BAB I
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 03 RW 01 Bening jingkong sutojayan-bilitar
Status : menikah
Tanggal Periksa : 25 Juli 2013
No RM : 13546711

B. Keluhan Utama
Jari tangan kanan kaku tidak bisa di gerakkan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


1 jam sebelum pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu
pasien sedang menyetir truk gandeng pengangkut makanan ikan. duduk di
depan kiri samping pasien tanpa mengenakan sabuk pengaman. Saat hendak
beristirahat pasien memarkirkan truk di pinggir jalan raya. Namun saat
pasien ingin memeriksa sambungan besi segitiga pada truk gandeng yang di
lepas karena ingin di perbaiki secara tiba-tiba truk bagian depan berjalan
mundur menabrak gandengan truk belakangnya. Secara reflek tangan
pasien berusahan menahan truk bagian depan yang berjalan mundur agar
tidak menabrak gandengan belakangnya, namun keadaan berkata lain

3
pergelangan tangan pasien lah yang malah terjepit truk gandeng tersebut.
Saat kejadian pasien masih dalam keadaan sadar dan meminta tolong.
Namun setelah kejadian saat di bawa ke RS siti kotijah pasien tampak
lemes, pingsan <5menit, kejang (-), muntah (-), pusing (+). Tangan terasa
sakit bila digerakkan. Kemudian pasien langsung diarahkan ke RS siti
kotijah dari lokasi kejadian oleh temannya tanpa peran pengawas. Kejadian
pukul 05.30 namun baru di oprasi pukul 13.00. Setelah dioprasi selama 1
bulan di gendong tidak di gerakkan. Cuma di latih trus kaku lagi. Nyeri
sekarang terasa seperti kesemutan, getar kayak ketarik.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal/makan telur gatal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat mondok : (-)
Riwayat operasi : (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang suami dengan 1 orang anak. Bekerja sebagai pekerja
swasta (usaha kuliner). Ia dirawat di RS siti kitijah dengan biaya sendiri
(umum).

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum cukup, GCS E4V5M6, gizi cukup
B. Status Lokalis
Tangan: lokasi radius dan ulna dextra,

4
R manus : terpasang pen pada tulang radius dan ulna dextra, NVD (-)
Cruris dextra : terpasang backslab, NVD (-), hecting silk .
C. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 16 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,80C per aksiler
D. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ulkus
decubitus (+) daerah gluteuus
E. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam,
tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
F. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-)
G. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
I. Mulut
R. maxilla goyang (-), diskontinuitas (-), bibir kering (-), sianosis (-),
lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat
(+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
J. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), benjolan (-)
K. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), RH (-), WH (-)

5
L. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
Tanda Patrick/Fabere : (-/-)
Tanda Anti Patrick : (-/-)
Tanda Laseque/SLR : (-/-)
Thomas test : (-)
Ober test : (-)
M. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 3 cm BACD, permukaan
rata, tepi tumpul, nyeri tekan (-), bruit (-) dan lien tidak teraba.

N. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

+ -
- -
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
- Rasa Ekseteroseptik Lengan Tungkai
Suhu (+/+) (+/+)
Lengan Tungkai
Nyeri (+/+) ( + /+ )
Rabaan (+/+) (+/+)
- Rasa Propioseptik Lengan Tungkai
Rasa Getar (+/+) (+/+)
Rasa Posisi (+/+) (+/+)
Rasa Nyeri Tekan (+/+) (+/+)
Rasa Nyeri Tusukan ( + / + ) (+/+)
- Rasa Kortikal
Stereognosis : normal
Barognosis : normal
Pengenalan 2 titik : normal

Fungsi Motorik dan Reflek :


Atas Tengah Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
a. Lengan
- Pertumbuhan n/n n/n n/n
- Tonus n/n n/n n/n
- Reflek Fisiologis

6
Reflek Biseps +2/+2
Reflek Triseps +2/+2
- Reflek Patologis
Reflek Hoffman -/-
Reflek Tromner -/-

Atas Tengah Bawah


Ka/ki ka/ki ka/ki
b. Tungkai
- Pertumbuhan n/n n/n n/n
- Tonus n/n n /n n /n
- Klonus
Lutut -/-
Kaki -/-
- Reflek Fisiologis
Reflek Patella +2/+2
Reflek Achilles +2/+2
- Reflek Patologis
Reflek Babinsky -/-
Reflek Chaddock -/-
Reflek Oppenheim -/-
Reflek Schaeffer -/-
Reflek Rosolimo -/-

Range of Motion (ROM)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70
Ekstensi 0 - 40 0 - 40
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-90 0-180 0-180 0-180
Ektensi 0-15 0-30 0-30 0-30
Abduksi 0-90 0-150 0-150 0-150
Shoulder
Adduksi 0-40 0-75 0-75 0-75
Eksternal Rotasi 0-40 0-90 0-90 0-90
Internal Rotasi 0-40 0-90 0-90 0-90
Elbow Fleksi 0-90 0-150 0-150 0-150

7
Ekstensi 0-90 0-150 0-150 0-150
Pronasi 0-40 0-90 0-90 0-90
Supinasi 0-40 0-90 0-90 0-90
Fleksi 10 0-90 0 0-90
Ekstensi 10 0-70 0 0-70
Wrist
Ulnar Deviasi 0 0-30 0 0-30
Radius deviasi 0 0-20 0 0-20
Finger MCP I Fleksi 0 0-50 0 0-50
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
PIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
MCP I Ekstensi 0-90 0-90 0-90 0-90

Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5
Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulde Fleksor M Deltoideus anterior 3 4
M Biseps 3 4
r
Ekstensor M Deltoideus anterior 3 4
M Teres mayor 3 4
Abduktor M Deltoideus 3 4
M Biceps 3 4
Adduktor M Lattissimus dorsi 3 4
M Pectoralis mayor 3 4
Internal M Lattissimus dorsi 3 4
M Pectoralis mayor 3 4
Rotasi
Eksternal M Teres mayor 3 4
M Infra supinatus 3 4
Rotasi
Elbow Fleksor M Biceps 2 4
M Brachialis 2 4
Ekstensor M Triceps 2 4
Supinator M Supinator 2 4
Pronator M Pronator teres 2 4
Wrist Fleksor M Fleksor carpi 2 4
radialis
Ekstensor M Ekstensor 2 4
digitorum
Abduktor M Ekstensor carpi 2 4
radialis
Adduktor M ekstensor carpi 2 4
ulnaris

8
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 4 4
Ekstensor M Ekstensor 4 4
digitorum

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


B. Foto Rontgen

9
10
Kesimpulan :
Tampak gambaran fraktur pada 1/3 distal radius dan ulna, kemudian tampak
terpasang pen pada 1/3 distal radius dan ulna

IV. ASSESSMENT
CF Radius (d) 1/3 distal grade 1
CF ulna (d) 1/3 distal grade 1
V. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa :
1. Asam mefenamat
2. Amoxilin
3. Milanta
VI. DAFTAR MASALAH
Problem Medis :
CF Radius (d) 1/3 distal grade 1
CF ulna (d) 1/3 distal grade 1

Problem Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi : Gangguan gerak.
2. Terapi wicara : Tidak ada
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Keterbatasan mobilisasi
6. Psikologi : Beban pikiran keluarga.
Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
a. Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur
a. Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan
mencegah atropi otot-otot
b. Positioning dan turning
c. ROM exercise aktif dan pasif
2. Terapi wicara: tidak ada
3. Okupasi terapi : melatih keterampilan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik :
a. Motivasi dan edukasi keluarga
tentang penyakit penderita

11
b. Motivasi dan edukasi keluarga
untuk membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha
menjalankan program di RS dan Home program
5. Ortesa-Protesa : memfasilitasi ambulasi dengan
pembuatan deker
6. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk mengurangi
kecemasan keluarga

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP


Impairment : multiple fraktur pada ekstremitas
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak
Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial
yang terhambat
VIII. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat
waktu perawatan
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan
handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. FRAKTUR
EKSTREMITAS
A. Definisi

Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang


dikemukakan para ahli melalui berbagai literatur. Menurut FKUI (2000),

12
fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF
dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Black dan Matassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya
kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang
berlebihan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan
suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan.
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat
jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.

B. Anatomi Fisiologi Tulang Radius

1. Anatomi Radius

Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum


radii),berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk
foveaarticularis (=fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii.
Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia
articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii
terpisah dari corpus radiioleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada
sisi medial terdapt tuberositasradii. Corpus radii di bagian tengah agak
cepat membentuk margo interossea(=crista interossea), margo anterior
(=margo volaris), dan margo posterior. Ujungdistal radius melebar ke arah
lateral membentuk processus styloideus radii, dibagian medial membentuk
incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapatsulcus-sulcus yang ditempati
oleh tendo. Permukaan ujung distal radiusmembentuk facies articularis carpi.

13
Gambar 1. Tulang Radius (dikutip dari atlas anatomi Sobotta)

2. Anatomi Ulna

Ujung proximal ulna lebih besar dari pada ujung distalnya. Hal yang
sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat
incisuratrochlearis (= incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral,
membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal
disebut olecranon.Di sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus
coronoideus, dan disebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat
perlekatan m.brachialis. dibagian lateral dan incisura trochlearis terdapat
incisura radialis, yang berhadapandengan caput radii. Di sebelah caudal
incisura radialis terdapat crista musculisupinatoris. Corpus ulnae membentuk
facies anterior, facies posterior, faciesmedialis, margo interosseus, margo
anterior dan margo posterior.

Ujung distalulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae


berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt processus
styloideus sertasilcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan
dengan cartilagotriangularis dan dengan radius.

14
Gambar 2. Tulang Ulna(dikutip dari atlas anatomi Sobotta)

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang


diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan
didistal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang
mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat
hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.
Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi
atau bilapatahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai
dislokasi sendiradioulnar yang dekat dengan patah tersebut.Selain itu, radius
dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu ototsupinator, m.pronator
teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga
otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius danulna
menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi danrotasi,
terutama pada radius.

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-


mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikon). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksida patit), yang tertimbun pada

15
matriks garam (hidroksia patit) yang tertmbun pada matriks kolagen dan
proteaglikan matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresi matriks tulang.

Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi


tulang dan terletak dalam osteum (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorbsi
dan remodeling tulang.

Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang


pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna.
Ujung atas radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan
permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi
kepala radius bersendi dengan takik radial dari ulna. Di bawah kepala terletak
leher dan di bawah serta di sebeelah medial dari leher ada tuberositas radii,
yang dikaitkan pada tendon dan insersi otot bisep.

Batang radius. Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih


bundar daripada di bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah.
Batangnya melengkung ke sebelah luar dan terbagi dalam beberapa
permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan
pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior dan di sebelah posterior
memberi kaitan pada extensor dan supinator di sebelah dalam lengan bawah
dan tangan.

Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua
buah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius berbendi dengan ska
foid dan tulang semilunar dalam formasi persendian pergelangan tangan.
Permukaan persendian di sebelah medial dari yang bawah bersendi dengan
kepala dari ulna dalam formasi persendian radio-ulna inferior. Sebelah lateral
dari ujung bawah diperpanjang ke bawah menjadi prosesus stiloid radius.

16
Fungsi dari tulang pada lengan bawah atau tulaang radius adalah
untuk pronasi dan supinasi harus dipertahankan dengan menjaga posisi dan
kesejajaran anatomik yang baik.

Gambar 3. Sendi radioulna proksimal

Gambar 4. Sendi radioulnar distal

17
Gambar 5. Potongan melintang sepanjang tulang lengan bawah, tampak distal

C. Etiologi dan Patogenesis

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun


mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:


a. Trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba /


mendadak dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan secara
langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.

b. Tekanan berulang.

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering

18
dikemukakan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet,
penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelainan tulang.

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang


tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat
rapuh (osteoporosis).

D. Patofisiologi
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periosteum dan jaringan
tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi
jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan
untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf.

Fraktur kaput radii sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga
dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku
(hemarthosis) harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan
gerakan awal.

Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi


kaput radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips
posterior dan sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan

19
bawah) biasanya terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya
dapat mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami
pergeseran bila kedua tulang patah.

Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan


pada beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang.
Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh
darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak.
Apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana
diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan
terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan.

Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada
tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang)
dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga
menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan
kelemahan.

E. Proses Penyembuhan Tulang

a. Stadium Pembentukan Hematoma


Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah
yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan
otot) terjadi 1 2 x 24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi
fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah
fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi
setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas
pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur
telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi

20
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi
eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6
-8 bulan.

F. Klasifikasi Fraktur
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli:
A. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks
(masih ada korteks yang utuh).
C. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan
dengan dunia luar, meliputi:
Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak keluar melewati kulit.
Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf, otot dan kulit.
D. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan
periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak
dengan tulang lembek.
Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).
Longitudinal yaitu patah memanjang.
Oblique yaitu garis patah miring.
Spiral yaitu patah melingkar.
Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil

21
E. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan
kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi.
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
i. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.
ii. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
iii. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
iv. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang
menjauh dan over lapp ( memendek ).

F. Gambaran Klinik
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
1) Nyeri : dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2) Bengkak / edema : edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
(protein plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasasi daerah
di jaringan sekitarnya.
3) Memar / ekimosis : merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasasi daerah di jaringan sekitarnya.
4) Spasme otot : merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar
fraktur.
5) Penurunan sensasi : terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf
karena edema.
6) Gangguan fungsi : terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri
atau spasme otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7) Mobilitas abnormal : adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
8) Krepitasi : merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
9) Deformitas : abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan
atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10) Gambaran X-ray menentukan fraktur : gambaran ini akan menentukan lokasi
dan tipe fraktur
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

22
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

H. Komplikasi

Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000)


antara lain:

1) Shock Neurogenik
Pada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila
penanganan awal dilakukan dengan cara yang kurang benar ( cara
mengangkat, pembidaian dan pengangkutan ). Shock bisa juga terjadi sebagai
kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
2) Infeksi
Biasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur
terbuka. Kerusakan jaringan lunak akan memudahkan timbulnya infeksi baik
pada jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri
( osteomyelitis ).
3) Nekrosis divaskuler
Jaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan
menjadi emboli dan dapat mengganggu sistem peredaran darah dibawahnya.
4) Cedera vaskuler dan saraf
Cedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik
secara langsung oleh trauma bersamaan dengan terjadinya fraktur, ataupun
secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem
disekitar fraktur.
5) Mal union
Mal union dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
interposisi jaringan lunak, fraktur communited, fraktur tulang dengan
vaskularisasi kurang baik, reposisi kurang baik, immobilisasi yang salah dan
infeksi.
6) Luka akibat tekanan

23
Luka ini biasanya timbul pada fase immobilisasi karena pasien tidur
dengan posisi menetap dalam jangka waktu yang lama.
7) Kaku sendi
Hal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak / kurang
digerakkan sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul,
inextensibility otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya
jaringan fibrous pada ligament.

I. Penatalaksanaan Fraktur

Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur. Salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif. Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya terjadi oleh akibat tiga fraktur utama
yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997),
yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk
semula (anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki
fungsi bagian tulang yang rusak.
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya
adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan
yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reposisi / Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat
darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita
dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.

Jenis-jenis fracture reduction ( reposisi ) yaitu:


1. Manipulasi atau close reduction
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan
bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.
2. Open reduction

24
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. sering
dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan
infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open
reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi
untuk melakukan ROM.
3. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera
pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan
pins / kawat ke dalam tulang.

c. Retensi

Setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah dipastikan pada
posisi baik hendaknya di immobilisasi dan gerakkan anggota badan yang
mengalami fraktur diminimalisir untuk mencegah fragmen tulang berubah posisi.
Fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,
traksi dan teknik fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah.

25
J. Penanganan Fisioterapi pada fraktur

A. Latihan fisiologis otot


Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan kehilangan
volume, panjang dan kekuatannya. Adalah penting jika program latihan yang
aman ditentukan dan dievaluasi dibawah pengawasan fisioterapi untuk
mengembalikan panjang dan fisiologis otot. Dan mencegah komplikasi sekunder
yang biasanya mengikuti.
Latihan untuk menjaga fisiologis otot dilakukan sedini mungkin.
B. Mobilisasi sendi
Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama ketika anggota
gerak badan tidak digerakkan dalam beberapa minggu. Focus fisioterapi adalah
melatih dengan teknik dimana dapat menambah dan mengembalikan lingkup
gerak sendi yang terpengaruh ketika fraktur sudah sembuh.
Jangan menggunakan teknik Force Passive, karena bisa menyebabkan
Reflex Sympathetic Diystrophy dan Heterotropic Ossification. Gunakan waktu
dan gravitasi atau berat badan pasien sendiri.
Bila di gips, mobilisasi sendi mulai diberikan secara hati hati pada minggu
kedua. Sedangkan bila dengan internal fixasi, bisa diberikan sedini mungkin.
C. Massage
Pelepasan keketatan otot dan trigger points yang terjadi pada otot yang
mengikuti pembidaian dan penge-gips-an akan mengurangi nyeri dan
mengembalikan panjang otot.
D. Pemanasan dan Terapi listrik
Sangat umum terjadi kekakuan jaringan lunak bila imobilisasi lama.
Pemanasan dan terapi listrik menunjukkan manfaat tambahan bagi terapi manual
dan terapi latihan dalam mengurangi nyeri dan mengembalikan panjang otot.
E. Edukasi jalan
Jika fraktur memerlukan penggunaan alat bantu jalan, fisioterapi dapat
menunjukkan alat yang paling sesuai dan cara jalannya untuk mendukung
kesembuhan optimal dan aman.
Demi amannya, latihan jalan dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Non Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban ( menggantung ).
Dilakukan selama 3 minggu setelah di operasi.
2. Partial Weight Bearing

26
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu
sendiri. Dilakukan bila callus telah mulai terbentuk ( 3 6 minggu ) setelah
operasi.
3. Full Weight Bearing
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Dilakukan setelah 3 bulan
pasca operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi secara kuat.
Contoh Latihan untuk fraktur lengan atas
Waktu Gips Platina
1 Minggu -gerak aktif jari-jari danGerak pasif sendi siku
pergelangan tangan secaradan bahu dalam batas
penuh untuk mencegahnyeri masih bisa
bengkak ditolerir

-tidak boleh latihan LGS


dan penguatan sendi siku
dan bahu.
2 Minggu -Gerak pasif pasif sendi-latihan LGS sendi
siku dan bahu dalam batassiku dan bahu
nyeri bisa ditolerir.
-latihan pendulum
-tidak boleh latihansendi bahu
-tidak boleh ada
penguatan.
beban.
4-6 Minggu -lat. Peningkatan LGS-lat. Peningkatan LGS
sendi siku dan bahu. sendi siku dan bahu.

-latihan -latihan penguatan


penguatan(isometrik danringan (isometrik dan
isotonik) isotonik)
-latihan beban ringan -latihan beban ringan
-gunakan tangan untuk
aktivitas sehari hari.
8-12 Minggu -Full Weight Bearing Aktifitas penuh

-lat. Peningkatan LGS

27
sendi siku dan bahu.
-latihan penguatan dengan
beban ditingkatkan.

BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis kerja Tn. A yaitu Ulkus Kornea, hal ini berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien. Pasien datang ke RSUD mardi
waluya blitar pukul 09.00 dengan keluhan Jari tangan kanan kaku tidak bisa di
gerakkan
Awalnya, 1 jam sebelum pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu
pasien sedang menyetir truk gandeng pengangkut makanan ikan. duduk di depan kiri
samping pasien tanpa mengenakan sabuk pengaman. Saat hendak beristirahat pasien
memarkirkan truk di pinggir jalan raya. Namun saat pasien ingin memeriksa
sambungan besi segitiga pada truk gandeng yang di lepas karena ingin di perbaiki
secara tiba-tiba truk bagian depan berjalan mundur menabrak gandengan truk
belakangnya. Secara reflek tangan pasien berusahan menahan truk bagian depan

28
yang berjalan mundur agar tidak menabrak gandengan belakangnya, namun keadaan
berkata lain pergelangan tangan pasien lah yang malah terjepit truk gandeng tersebut.
Saat kejadian pasien masih dalam keadaan sadar dan meminta tolong. Namun setelah
kejadian saat di bawa ke RS siti kotijah pasien tampak lemes, pingsan <5menit,
kejang (-), muntah (-), pusing (+). Tangan terasa sakit bila digerakkan. Kemudian
pasien langsung diarahkan ke RS siti kotijah dari lokasi kejadian oleh temannya
tanpa peran pengawas. Kejadian pukul 05.30 namun baru di oprasi pukul 13.00.
Setelah dioprasi selama 1 bulan di gendong tidak di gerakkan. Cuma di latih trus
kaku lagi. Nyeri sekarang terasa seperti kesemutan, getar kayak ketarik.

DAFTAR PUSTAKA

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,


EGC, Jakarta

Sylvia, A. Price, Patofisiologi, Buku II, Edisi 4, Penerbit EGC, 1995.


Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia
Medica, Jakarta. Dudley (1992), Ilmu Bedah G

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi


11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2372.

Fraktur dan Fraktur Radius Ulna.


Diunduhdari:http://heriblog.wordpress.com/page/2/.3.

Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, WilsonLorraine
McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.4.

29
Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dankomplikasi
dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.5.

Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin.


Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT.
Yarsif Watampone. Jakarta. 2009. Hal 6-11.8.

Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I. Penerbit
Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7.9.

Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi ManusiaSobotta .
Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006.Hal 158, 166, 167,
dan 169.10.

Carter Michel A., Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam: PriceSylvia A,
Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006.Hal 1357-1359

Eiff et. al., Radius and Ulna Fractures in :Fracture Management ForPrimary Care
. Second Edition. Publisher Saunders. UK. 2004. Page 116-119.14.

Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G., Trauma Ekstremitas dalam : CorrPeter.
Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku KedokteranEGC. Jakarta. 2011.
Hal 97-107.15.

Helmes Erakinc. J and Misra Rakesh.R. in: A-Z Emergency Radiology. from
GMM. Cambridge. Page 94-101.17.

Rujito S. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Fraktur DenganPemasangan


illizarov. Diunduh dari:http:// www.rujito-fisioterapi.com/category/fisioterapi -pada-
fraktur/.18.

30
Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. Patah Tuland dan Dislokasi dalam: Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 2005.

Bone Healing, Komlpikasi dan Prognosis Fraktur. Diunduh


dari:http://www.wrongdiagnosis.com/f/fracture/prognosis.htm20.

Soetikno, R. Cedera Epifisis dalam : Radiologi Emergensi. CetakanPertama.


Penerbit Refika Aditama. Bandung. 2011.

Rasjad, C. Trauma Pada Tulang dalam :Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi
Ketiga. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007.

Fraktur Radius Ulna. Diunduh dari:http://www.artikelkedokteran.com/838/fraktur-


radius-ulna.html

http://satriaperwira.wordpress.com/2009/01/28/fraktur-femur/

http://74.125.153.132/search?
q=cache:_31UbMgGMxMJ:etd.eprints.ums.ac.id/1806/2/J100050057.pdf+treatment
+fraktur+femur+tibia+fibula&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id

http://askep-ragilpambudi.blogspot.com/

http://transmed-dictionary.blogspot.com/2008_03_01_archive.html

31

Anda mungkin juga menyukai