Anda di halaman 1dari 58

DIKTAT KULIAH (2 sks)

MX 127 Teori Bilangan


(Revisi Terakhir: Juli 2009 )

Oleh:

Didit Budi Nugroho, S.Si., M.Si.

Program Studi Matematika


Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
KATA PENGANTAR

Diktat ini merupakan catatan kuliah Teori Bilangan (MX 127) tingkat sarjana tahun
pertama yang diberikan di Universitas Kristen Satya Wacana dalam semester 1 tahun
2008-2009. Karena itu naskah ini disajikan dalam cara yang sangat dasar (elementer).
Elementer berarti hampir tidak ada Analisis yang digunakan, dan hampir tidak ada
Aljabar Abstrak.

Naskah ini dirancang untuk mencakup beberapa ide dasar teori bilangan dalam satu
semester. Selain itu, di sini juga disertakan masalah-masalah teori bilangan yang di-
gunakan dalam berbagai pelatihan dan kompetisi matematika internasional untuk me-
motivasi dan memberikan tantangan kepada mahasiswa.

Penulis berharap bahwa naskah ini akan memberikan manfaat yang lebih dalam peng-
ajaran Teori Bilangan. Untuk itu masih diperlukan masukan dan saran dari pembaca
demi perbaikan dan pengembangan naskah ini secara terus menerus.

Salatiga, Juli 2009

Didit B. Nugroho

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR SINGKATAN iii

1 Aksioma Dasar untuk Z 1

2 Bukti dengan Induksi 3

3 Keterbagian 6
3.1 Sifat-sifat Keterbagian Elementer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
3.2 Algoritma Pembagian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
3.3 Beberapa Identitas Aljabar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

4 Kongruensi Zn 18
4.1 Kongruensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
4.2 Persamaan Kongruensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
4.3 Uji Keterbagian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
4.4 Sisa lengkap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

5 Faktorisasi Tunggal 27
5.1 FPB dan KPK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
5.2 Bilangan Prima dan Faktorisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
5.3 Teorema Fermat dan Teorema Euler . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

6 Algoritma Euclid 36
6.1 Sistem Kongruensi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41

7 Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 45
7.1 Fungsi Floor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
7.2 Fungsi Legendre . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50
7.3 Bilangan Fermat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
7.4 Bilangan Mersenne . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52
7.5 Bilangan Sempurna . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53

DAFTAR PUSTAKA 54

ii
DAFTAR SINGKATAN

USAMO : United States of America Mathematical Olympiad


IMO : International Mathematical Olympiad
HMMT : HarvardMIT Math Tournament
AHSME : American High School Mathematics Examination
UMMC : University of Michigan Mathematics Competition
SMC : Stanford Mathematics Competition
AIME : American Invitational Mathematics Examination
Putnam : The William Lowell Putnam Mathematical Competition
ARML : American Regional Mathematics League
APMC : AustrianPolish Mathematics Competition

iii
Bab 1

Aksioma Dasar untuk Z

Perhatian dalam teori bilangan yaitu pada sifat-sifat bilangan bulat

: : : ; 4; 3; 2; 1; 0; 1; 2; 3; 4; : : :

Karena itu pertama kali diperkenalkan beberapa notasi dan mengingat kembali be-
berapa sifat dasar dari bilangan bulat yang akan diperlukan pada bahasan-bahasan
selanjutnya:

N = f1; 2; 3; :::g (himpunan semua bilangan asli atau bulat positif)


Z = f:::; 3; 2; 1; 0; 1; 2; 3; :::g (himpunan semua bilangan bulat)
nn o
Q = : n; m 2 Z dan m 6= 0 (himpunan semua bilangan rasional)
m
R = himpunan semua bilangan riil

Dicatat bahwa N Z Q R.

Beberapa aksioma dasar untuk Z:

1. Jika a; b 2 Z, maka a + b, a b, ab 2 Z. (Z dikatakan tertutup terhadap operasi


penjumlahan, pengurangan, dan perkalian)

2. Jika a 2 Z, maka tidak ada x 2 Z sedemikian sehingga a < x < a + 1.

3. Jika a; b 2 Z dan ab = 1, maka a = b = 1 atau a = b = 1.

4. Hukum eksponen: Untuk n; m 2 N dan a; b 2 R berlaku:

(a) (an )m = anm


(b) (ab)n = an bn
(c) an am = an+m :

Aturan-aturan di atas berlaku untuk semua n; m 2 Z jika a; b 6= 0.

5. Sifat ketaksamaan: Untuk a; b; c 2 R berlaku:

(a) Transitif : Jika a < b dan b < c, maka a < c.


(b) Jika a < b maka a + c < b + c.
(c) Jika a < b dan 0 < c maka ac < bc.

1
Bab 1. Aksioma Dasar untuk Z 2
(d) Jika a < b dan c < 0 maka bc < ac.
(e) Trikotomi : Diberikan a dan b, hanya berlaku salah satu dari:

a = b, a < b, b < a.

6. Sifat terurut baik (well-ordering ) untuk N: setiap himpunan bagian tak


kosong dari N memuat suatu elemen terkecil atau minimal. Suatu elemen terkecil
dari suatu himpunan bagian S N adalah suatu elemen s0 2 S dimana s0 s
untuk setiap s 2 S.

7. Prinsip Induksi Matematis: Diambil P (n) sebagai suatu pernyataan me-


nyangkut variabel bilangan asli n. Diambil n0 adalah suatu bilangan asli. P (n)
adalah benar untuk semua bilangan asli n n0 jika kedua pernyataan berikut
ini berlaku:

PIM(a) P (n) benar untuk n = n0 .


PIM(b) Jika P (n) benar untuk n0 n k, maka P (n) benar untuk n = k + 1.
Bab 2

Bukti dengan Induksi

Pada bab ini diberikan beberapa pernyataan yang dapat dibuktikan dengan menggu-
nakan Prinsip Induksi Matematis, atau secara sederhana disebut induksi. Berikut ini
diberikan suatu pernyataan beserta bukti induksi.

Proposisi 2.1 Jika n 5 maka 2n > 5n.

Bukti. Di sini digunakan Prinsip Induksi Matematis.

PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan 2n > 5n. Untuk n0 diambil 5. Secara
sederhana dapat dituliskan:

P (n) : 2n > 5n dan n0 = 5:

Sekarang jika n = 4 maka P (n) menjadi pernyataan 24 > 5 4 yang adalah salah.
Tetapi jika n = 5 , P (n) adalah pernyataan 25 > 5 5 atau 32 > 25 yang adalah
benar. Jadi P (n) benar untuk n = 5.

PIM(b) Diasumsikan bahwa P (k) benar untuk suatu bilangan bulat positif k 5.
Artinya, diasumsikan bahwa

2k > 5k untuk suatu k 2 N dan k 5: (2.1)

Asumsi (2.1) dinamakan hipotesis induksi dan akan digunakan untuk membuk-
tikan bahwa P (n) benar ketika n = k +1. Atau dengan kata lain akan dibuktikan
bahwa
2k+1 > 5 (k + 1) (2.2)
dan dilakukan seperti berikut ini. Berdasarkan (2.1), ruas kiri dari (2.2) dapat
dituliskan sebagai
2k+1 = 2 2k > 2 5k = 10k;
dan karena 5k > 5 untuk setiap k 5, maka 10k = 5k + 5k > 5k + 5 = 5 (k + 1),
sehingga
2k+1 > 10k > 5 (k + 1) :
yang berarti bahwa P (n) benar ketika n = k + 1.

Disimpulkan bahwa P (n) berlaku untuk n 5:

3
Bab 2. Bukti dengan Induksi 4

Contoh 2.2 (USAMO 1978) Suatu bilangan bulat dikatakan bagus (good) jika dapat
dituliskan sebagai
n = a1 + a2 + + ak ;
dimana a1 ; a2 ; ; ak adalah bilangan-bilangan bulat positif (tidak perlu berbeda) yang
memenuhi
1 1 1
+ + + = 1:
a1 a2 ak
Diberikan informasi bahwa bilangan-bilangan bulat 33 sampai 73 adalah bagus, buktikan
bahwa setiap bilangan bulat 33 adalah bagus.
Bukti. Diambil n = 33, maka bilangan-bilangan bulat 33 sampai 73 dapat dituliskan
sebagai barisan
n; n + 1; n + 2; :::; 2n + 7
yang adalah bagus berdasarkan yang diketahui. Akan dibuktikan bahwa 2n + 8 dan
2n + 9 adalah bagus. Karena n adalah bagus, maka dapat dituliskan

2n + 8 = 2 (a1 + a2 + + ak ) + 4 + 4
= 2a1 + 2a2 + + 2ak + 4 + 4

dan
1 1 1 1 1 1 1 1
+ + + + + = + + = 1:
2a1 2a2 2ak 4 4 2 4 4
Juga,
2n + 9 = 2a1 + 2a2 + + 2ak + 3 + 6
dan
1 1 1 1 1 1 1 1
+ + + + + = + + = 1:
2a1 2a2 2ak 3 6 2 3 6
Oleh karena itu,
2n + 8 dan 2n + 9 adalah bagus.

Latihan 2.3 Buktikan bahwa 2n > 6n untuk n 5.


n (n + 1)
Latihan 2.4 Buktikan bahwa 1 + 2 + +n= untuk n 1.
2
Latihan 2.5 Buktikan bahwa jika 0 < a < b maka 0 < an < bn untuk setiap n 2 N.
Latihan 2.6 Buktikan bahwa n! < nn untuk n 2.
Latihan 2.7 Buktikan bahwa jika a; r 2 R dan r 6= 1, maka untuk n 1 berlaku

a rn+1 1
a + ar + ar2 + + arn = :
r 1
Ini dapat dituliskan seperti

a rn+1 1 = (r 1) a + ar + ar2 + + arn :

Dan kasus khusus pentingnya adalah

rn+1 1 = (r 1) 1 + r + r2 + + rn :
Bab 2. Bukti dengan Induksi 5

Latihan 2.8 Buktikan bahwa 1 + 2 + 22 + + 2n = 2n+1 1 untuk n 1.

10n 1
Latihan 2.9 Buktikan bahwa 111
| {z 1} = untuk n 1.
9
n kali

n (n + 1) (2n + 1)
Latihan 2.10 Buktikan bahwa 12 +22 +32 + +n2 = untuk n 1.
6
Bab 3

Keterbagian

3.1 Sifat-sifat Keterbagian Elementer


Pertama kali diperkenalkan pernyataan d j n yang dapat dibaca seperti berikut ini:

1. d membagi n.

2. d adalah pembagi dari n.

3. d adalah suatu faktor dari n.

4. n adalah kelipatan dari n.

Jadi, lima pernyataan di bawah ini adalah ekivalen, artinya semua cara yang berbeda
mengatakan hal yang sama.

1. 2 j 6:

2. 2 membagi 6.

3. 2 adalah pembagi dari 6.

4. 2 adalah suatu faktor dari 6.

5. 6 adalah kelipatan dari 2.

Denisi 3.1 d j n berarti terdapat suatu bilangan bulat k sedemikian sehingga n = dk,
a
sedangkan d - n berarti bahwa d j n adalah salah. Dicatat bahwa a j b 6= .
b
Suatu cara lain untuk menyatakan denisi dari d j n adalah seperti berikut ini.

Denisi 3.2 d j n () n = dk untuk suatu k. (Dicatat bahwa notasi () diinter-


pretasikan dengan arti jika dan hanya jika.)

Teorema 3.3 (Sifat-sifat keterbagian) Jika n, m, dan d adalah bilangan-bilangan


bulat maka pernyataan-pernyataan berikut ini adalah benar:

(1) n j n (sifat reeksif );

(2) d j n dan n j m =) d j m (sifat transitif );

6
Bab 3. Keterbagian 7

(3) d j n dan d j m =) d j an + bm untuk setiap bilangan bulat a dan b (sifat linier);


(4) d j n =) ad j an untuk a 6= 0 (sifat perkalian);
(5) ad j an dan a 6= 0 =) d j n (sifat penghapusan);
(6) 1 j n (1 membagi sembarang bilangan);
(7) n j 1 =) n = 1 (hanya 1 dan 1 yang merupakan pembagi dari 1);
(8) d j 0 (sembarang nilai membagi nol);
(9) 0 j n =) n = 0 (nol hanya membagi nol);
(10) d, n adalah positif dan d j n =) d n (sifat perbandingan).
(11) d j n dan d j (n + m) =) d j m.

Contoh 3.4 Buktikan sifat 1 sampai 10 dalam Teorema 3.3.

Bukti. Untuk (1), dicatat bahwa n = 1 n. Untuk (2) sampai (5), (10) dan (11), syarat
d j n diberikan, artinya n = kd untuk suatu bilangan bulat k. Untuk (2), dipunyai
n j m, artinya m = k1 n, maka m = (k1 k) d atau d j m. Untuk (3), diasumsikan bahwa
m = k2 d, maka an + bm = (ka + k2 b) d. Untuk (4) dan (5), karena a 6= 0, d 6= 0 jika
dan hanya jika ad 6= 0. Dicatat bahwa n = kd jika dan hanya jika na = kda. Untuk (6),
dicatat bahwa n = n 1. Untuk (7), dicatat bahwa 1 = 1 1 atau 1 = ( 1) ( 1). Untuk
(8), dicatat bahwa 0 = d 0. Untuk (9), dipunyai 0 j n, artinya n = 0 k, maka n = 0.
Untuk (10), dicatat bahwa d; n > 0, maka jkj 1 dan juga n = jkj d d. Untuk (11),
dipunyai d j (n + m), artinya n + m = k1 d, maka kd + m = k1 d atau m = (k1 k) d
atau d j m.

Denisi 3.5 Jika c = as + bt untuk suatu bilangan bulat s dan t, dikatakan bahwa c
merupakan suatu kombinasi linier dari a dan b.

Jadi, pernyataan (3) dalam Teorema 3.3 mengatakan bahwa jika d membagi a dan b,
maka d membagi semua kombinasi linear dari a dan b. Khususnya, d membagi a + b
dan a b.

Contoh 3.6 Diambil x dan y adalah bilangan bulat. Buktikan bahwa 2x + 3y dapat
dibagi oleh 17 jika dan hanya jika 9x + 5y dapat dibagi oleh 17.

Bukti. 17 j (2x + 3y) =) 17 j 13 (2x + 3y) atau 17 j (26x + 39y) =) 17 j


[(9x + 5y) + (17x + 34y)] =) 17 j (9x + 5y), dan sebaliknya, 17 j (9x + 5y) =)
17 j 4 (9x + 5y) atau 17 j (36x + 20y) =) 17 j [(2x + 3y) + (34x + 17y)] =)
17 j (2x + 3y).

Contoh 3.7 Tentukan semua bilangan bulat positif d sedemikian sehingga d membagi
n2 + 1 dan (n + 1)2 + 1 untuk suatu bilangan bulat n.
h i
Penyelesaian. Diambil d j n2 + 1 dan d j (n + 1)2 + 1 atau d j n2 + 2n + 2 .
Jadi d j n2 + 2n + 2 n2 + 1 atau d j (2n + 1) =) d j 4n2 + 4n + 1 , sehingga
2
d j 4 n + 2n + 2 2
4n + 4n + 1 atau d j (4n + 7) : Jadi d j [(4n + 7) 2 (2n + 1)]
atau d j 5. Disimpulkan bahwa d adalah 1 atau 5. (Dapat ditunjukkan bahwa nilai
dicapai dengan mengambil n = 2:)
Bab 3. Keterbagian 8

Contoh 3.8 Buktikan bahwa 33n+3 26n 27 merupakan suatu kelipatan dari 169
untuk semua bilangan asli n.

Bukti. Di sini digunakan Prinsip Induksi Matematis.

PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan 33n+3 26n 27 = 169 n, n 2 N. Untuk


n = 1, kita menyatakan bahwa 36 53 = 676 = 169 4 yang berarti dapat dibagi
oleh 169. Jadi P (n) benar untuk n = 1.

PIM(b) Diasumsikan bahwa pernyataan benar untuk n = k 1, k > 1, yaitu

33k 26k 1 = 169N

untuk suatu bilangan bulat N . Karena itu

33k+3 26k 27 = 27 33k 26k 27 = 27 33k 26k 1 + 676k

yang direduksi menjadi


27 169N + 169 4k,
yang dapat dibagi oleh 169, yang berarti bahwa P (n) benar untuk n = k.

Contoh 3.9 (IMO 1984) Diandaikan bahwa a1 , a2 , :::, a2n adalah bilangan-bilangan
bulat berbeda sedemikian sehingga persamaan

(x a1 ) (x a2 ) (x a2n ) ( 1)n (n!)2 = 0

mempunyai suatu penyelesaian bilangan bulat r. Tunjukkan bahwa


a1 + a2 + ::: + a2n
r= :
2n
Bukti. Jelas r 6= ai untuk semua i, dan r ai adalah 2n bilangan bulat berbeda,
sehingga

j(r a1 ) (r a2 ) (r a2n )j j(1) (2) (n) ( 1) ( 2) ( n)j = (n!)2 ;

dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika

fr a1 ; r a2 ; ;r a2n g = f1; 2; ; n; 1; 2; ; ng :

Oleh karena itu

(r a1 ) + (r a2 ) + + (r a2n ) = 2nr (a1 + a2 + ::: + a2n )


= 1+2+ + n + ( 1) + ( 2) + + ( n)
= 0

yang mengakibatkan
a1 + a2 + ::: + a2n
r= :
2n
Bab 3. Keterbagian 9

Himpunan bilangan bulat dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian, yaitu him-
punan bilangan bulat ganjil dan himpunan bilangan genap:

f 1; 3; 5; :::g dan f0; 2; 4; :::g

berturut-turut.
Berikut ini diberikan beberapa ide dasar:

(1) suatu bilangan ganjil mempunyai bentuk 2k + 1, untuk suatu bilangan bulat k;

(2) suatu bilangan genap mempunyai bentuk 2k, untuk suatu bilangan bulat k;

(3) jumlahan dari dua bilangan ganjil adalah suatu bilangan genap;

(4) jumlahan dari dua bilangan genap adalah suatu bilangan genap;

(5) jumlahan dari suatu bilangan ganjil dan genap adalah suatu bilangan ganjil;

(6) hasil kali dari dua bilangan ganjil adalah suatu bilangan ganjil;

(7) hasil kali dari bilangan-bilangan bulat adalah genap jika dan hanya jika paling
sedikit dari faktor-faktornya adalah genap.

Contoh 3.10 Diambil n adalah suatu bilangan bulat yang lebih besar dari 1. Buktikan
bahwa

(a) 2n adalah jumlahan dari dua bilangan bulat ganjil berturutan.

(b) 3n adalah jumlahan dari tiga bilangan bulat berturutan.

Bukti. Untuk (a), dari hubungan 2n = 22+n 2 = 4 2n 2 dimisalkan k = 2n 2 , sehingga


karena 4k = (2k 1) + (2k + 1) maka diperoleh 2n = 4k = 2n 1 1 + 2n 1 + 1 .
Untuk (b), dari hubungan 3n = 31+n 1 = 3 3n 1 dimisalkan s = 3n 1 , sehingga karena
3s = (s 1) + s + (s + 1) maka diperoleh 3n = 3s = 3n 1 1 + 3n 1 + 3n 1 + 1 .

Contoh 3.11 Diambil k adalah suatu bilangan genap. Apakah mungkin untuk menu-
liskan 1 sebagai jumlahan dari kebalikan k bilangan ganjil?

Penyelesaian. Diasumsikan bahwa


1 1
1= + +
n1 nk
untuk bilangan-bilangan ganjil n1 , ..., nk ; maka diperoleh n1 nk = s1 + + sk ,
dimana semua si adalah ganjil. Ini tidaklah mungkin terjadi karena ruas kiri adalah
ganjil dan ruas kanan adalah genap.

Contoh 3.12 (HMMT 2004) Andi memilih lima bilangan dari himpunan f1, 2, 3,
4, 5, 6, 7g. Selanjutnya Andi memberitahu Vian berapa hasil kali dari bilangan-bilangan
terpilih tersebut, yang tidak akan menjadi informasi yang cukup bagi Vian untuk mem-
bayangkan apakah jumlahan dari bilangan-bilangan terpilih adalah genap atau ganjil.
Berapa hasil kali dari bilangan-bilangan terpilih tersebut?
Bab 3. Keterbagian 10

Penyelesaian. Mencari hasil kali dari bilangan-bilangan terpilih ekivalen dengan


mengetahui hasil kali dari dua bilangan yang tidak terpilih. Hasil kali dari bilangan-
bilangan tidak terpilih dan mungkin diperoleh dari lebih satu pasangan bilangan yaitu
hanya 12 ({3,4} dan {2,6}) dan 6 ({1,6} dan {2,3}). Tetapi dalam kemungkinan ke-
dua, jumlahan dari dua bilangan (tidak terpilih) adalah ganjil (dan juga lima bilangan
terpilih mempunyai jumlahan ganjil), sehingga belum tentu benar. Oleh karena itu ke-
mungkinan pertama pasti benar, dan hasil kali dari lima bilangan terpilih sama dengan
1 2 3 7
= 420:
12

Contoh 3.13 Buktikan bahwa


p 2n p 2n
1+ 2 + 1 2

adalah suatu bilangan bulat genap dan bahwa


p 2n p 2n p
1+ 2 1 2 =b 2

untuk suatu bilangan bulat positif b, untuk semua bilangan bulat n 1.

Bukti. Diproses dengan induksi pada n 2 N.


p 2n p 2n
PIM(a) Diambil P (n) adalah pernyataan: 1 + 2 + 1 2 adalah genap dan
p 2n p 2n p
1+ 2 1 2 = b 2 untuk suatu b 2 N. Untuk n = 1, dipunyai
p 2 p 2
1+ 2 + 1 2 =6

yang adalah bilangan genap, dan


p 2 p 2 p
1+ 2 1 2 = 4 2:

Oleh karena itu P (1) adalah benar.

PIM(b) Diasumsikan bahwa P (n) benar untuk n = k 1, k > 1, yaitu diasumsikan


bahwa
p 2(k 1) p 2(k 1)
1+ 2 + 1 2 = 2N

untuk suatu bilangan bulat N dan bahwa


p 2(k 1) p 2(k 1) p
1+ 2 1 2 =a 2

untuk suatu bilangan bulat positif a.


Bab 3. Keterbagian 11

Sekarang diperhatikan
p 2k p 2k p 2 p 2k 2
1+ 2 + 1 2 = 1+ 2 1+ 2
p 2 p 2k 2
+ 1 2 1 2
p p 2(k 1)
= 3+2 2 1+ 2
p p 2(k 1)
+ 3 2 2 1 2
p 2(k 1) p 2(k 1)
= 3 1+ 2 + 1 2 +
p p 2(k 1) p 2(k 1)
2 21+ 2 1 2
p p
= 6N + 2 2 a 2 = 2 (3N + 2a)

yang merupakan suatu bilangan bulat genap dan secara serupa


p 2k p 2k p p p
1+ 2 1 2 = 3a 2 + 2 2 (2N ) = (3a + 4N ) 2:

Jadi P (k) adalah benar.

Contoh 3.14 (USAMO 2003) Buktikan bahwa untuk setiap bilangan bulat positif n
terdapat suatu bilangan n-digit yang dapat dibagi oleh 5n dimana semua digit-nya ganjil.

Bukti. Diproses dengan induksi pada n 2 N.

PIM(a) Pernyataan adalah benar untuk n = 1 karena terdapat bilangan satu digit
yang dapat dibagi oleh 5, yaitu 5.

PIM(b) Diasumsikan bahwa N = a1 a2 :::an dapat dibagi oleh 5n dan hanya mempu-
nyai digit-digit ganjil. Diperhatikan bilangan-bilangan

N1 = 1a1 a2 :::an = 1 10n + 5n M = 5n (1 2n + M ) ;


N2 = 3a1 a2 :::an = 3 10n + 5n M = 5n (3 2n + M ) ;
N3 = 5a1 a2 :::an = 5 10n + 5n M = 5n (5 2n + M ) ;
N4 = 7a1 a2 :::an = 7 10n + 5n M = 5n (7 2n + M ) ;
N5 = 9a1 a2 :::an = 9 10n + 5n M = 5n (9 2n + M ) :

Diperhatikan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bilangan-bilangan 1


2n +M , 3 2n +M , 5 2n +M , 7 2n +M , 9 2n +M memberikan sisa-sisa yang berbeda
ketika dibagi oleh 5. Kemungkinan kedua, beda dari dua diantaranya merupakan
kelipatan dari 5, yang adalah tidak mungkin karena 2n bukan kelipatan dari 5
dan bukan beda dari sembarang bilangan-bilangan 1, 3, 5, 7, 9. Karena itu
yang benar adalah kemungkinan pertama, dan ini berarti bahwa satu di antara
bilangan-bilangan N1 , N2 , N3 , N4 , N5 dapat dibagi oleh 5n 5.
Bab 3. Keterbagian 12

Latihan 3.15 Buktikan bahwa jika d j a dan d j b maka d j a b.

Latihan 3.16 Buktikan bahwa jika d j a dan d j a b maka d j b.

Latihan 3.17 Buktikan bahwa jika d j n dan n 6= 0 maka jdj jnj.

Latihan 3.18 Buktikan bahwa jika d j n dan n j d maka jdj = jnj.


n
Latihan 3.19 Buktikan bahwa jika d j n dan n 6= 0 maka j n.
d
Latihan 3.20 Buktikan bahwa jika a 2 Z maka pembagi positif dari a dan a + 1 hanya
1:

Latihan 3.21 Diambil a dan b adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga a j b2 ,
b2 j a3 , a3 j b4 , b4 j a5 , ... . Buktikan bahwa a = b.

3.2 Algoritma Pembagian


Tujuan dari bagian ini adalah membuktikan hasil penting berikut ini.

Teorema 3.22 (Algoritma Pembagian) Jika a dan b adalah bilangan bulat dan b >
0 maka terdapat secara tunggal bilangan bulat q dan r yang memenuhi dua kondisi:

a = bq + r dan 0 r < b. (3.1)

Dalam situasi ini q dinamakan hasil bagi (quotient) dan r dinamakan sisa (remainder )
ketika a dibagi oleh b. Dicatat bahwa terdapat dua bagian untuk hasil ini. Satu bagian
adalah EKSISTENSI dari bilangan bulat q dan r yang memenuhi (3.1) dan bagian
kedua adalah KETUNGGALAN dari bilangan bulat q dan r yang memenuhi (3.1).
Bukti. Pertama kali diperkenalkan fungsi oor :

bxc = bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan x

dimana x adalah sembarang bilangan riil. Dipunyai sifat bahwa x 1 < bxc x.
Bahasan lebih lanjut mengenai fungsi oor diberikan dalam Bab 7.
Sekarang diambil b > 0 dan sembarang a mendenisikan
jak
q =
b
r = a bq:

Secara jelas dipunyai a = bq+r. Tetapi kita perlu untuk membuktikan bahwa 0 r < b.
Berdasarkan sifat fungsi oor dipunyai
a jak a
1< :
b b b
Sekarang dikalikan semua suku dari ketaksamaan dengan b yang akan menghasilkan
jak
b a> b a:
b
Bab 3. Keterbagian 13

jak
Jika ditambahkan a ke semua ruas dari ketaksamaan dan diganti dengan q maka
b
diperoleh
b > a bq 0:
Karena r = a bq, maka persamaan terakhir memberikan hasil 0 r < b.
Kita tetap harus membuktikan bahwa q dan r ditentukan secara tunggal. Untuk itu
diasumsikan bahwa
a = bq1 + r1 dan 0 r1 < b;
dan
a = bq2 + r2 dan 0 r2 < b:
Kita harus menunjukkan bahwa r1 = r2 dan q1 = q2 . Jika r1 6= r2 , tanpa kehilangan
keumuman, dapat diasumsikan bahwa r2 > r1 . Pengurangan kedua persamaan di atas
akan menghasilkan

0=a a = (bq1 + r1 ) (bq2 + r2 ) = b (q1 q 2 ) + r1 r2 :

Ini mengakibatkan
r2 r1 = b (q1 q2 ) : (3.2)
Ini berarti bahwa b j (r2 r1 ). Berdasarkan Teorema 3.3 nomor (10), ini mengaki-
batkan bahwa b r2 r1 . Tetapi karena

0 r1 < r2 < b

maka dipunyai r2 r1 < b. Ini kontradiksi dengan b r2 r1 . Jadi kita harus


menyimpulkan bahwa r1 = r2 . Sekarang dari (3.2) kita mempunyai 0 = b (q1 q2 ).
Karena b > 0, akibatnya q1 q2 = 0, artinya q1 = q2 . Ini melengkapi bukti ketunggalan
dari q dan r.

Contoh 3.23 (AHSME 1976) Diambil r adalah sisa ketika 1059, 1417 dan 2312
dibagi oleh b > 1. Tentukan nilai dari b r.

Penyelesaian. Berdasarkan Algoritma Pembagian, 1059 = q1 b+r, 1417 = q2 b+r, dan


2312 = q3 b + r untuk bilangan-bilangan bulat q1 , q2 , q3 . Dari sini, 358 = 1417 1059 =
b (q2 q1 ), 1253 = 2312 1059 = b (q3 q1 ), dan 895 = 2312 1417 = b (q3 q2 ).
Karena itu b j 358 atau b j 2 179, b j 1253 atau b j 7 179, dan b j 895 atau b j 5 179.
Karena b > 1, disimpulkan bahwa b = 179. Jadi (sebagai contoh) 1059 = 5 179 + 164,
yang berarti bahwa r = 164. Disimpulkan bahwa b r = 179 164 = 15.

Contoh 3.24 Tunjukkan bahwa n2 + 23 dapat dibagi oleh 24 untuk n tak hingga ba-
nyaknya.

Bukti. n2 + 23 = n2 1 + 24 = (n 1) (n + 1) + 24. Jika diambil n = 24k 1,


k = 0; 1; 2; :::, maka pernyataan dapat dibagi oleh 24.

Denisi 3.25 Suatu bilangan prima (prime) p adalah bilangan bulat positif lebih besar
1 yang pembagi positifnya hanya 1 dan p. Jika bilangan bulat n > 1 bukan prima, maka
bilangan tersebut dinamakan bilangan composite.

Dicatat bahwa bilangan 1 bukan bilangan prima ataupun composite.


Bab 3. Keterbagian 14

Contoh 3.26 Tunjukkan bahwa jika p > 3 adalah prima, maka 24 j p2 1 .

Bukti. Berdasarkan Algoritma Pembagian, sembarang bilangan bulat dapat dinyata-


kan sebagai salah satu dari: 6k, 6k 1, 6k 2, atau 6k + 3, dengan k 2 Z: Jika p > 3
adalah prima, maka p mempunyai bentuk p = 6k 1 (karena pilihan lainnya dapat
dibagi 2 atau 3). Dicatat bahwa (6k 1)2 1 = 36k 2 12k = 12k (3k 1). Karena k
atau 3k 1 adalah genap, maka 12k (3k 1) dapat dibagi oleh 24.

Contoh 3.27 Buktikan bahwa kuadrat dari sembarang bilangan mempunyai bentuk 4k
atau 4k + 1.

Bukti. Berdasarkan Algoritma Pembagian, sembarang bilangan bulat dapat dinyata-


kan sebagai salah satu dari: 2a atau 2a + 1. Dikuadratkan,

(2a)2 = 4a2 ; (2a + 1)2 = 4 a2 + a + 1;

sehingga pernyataan adalah benar.

Contoh 3.28 Buktikan bahwa tidak ada bilangan bulat dalam barisan

11; 111; 1111; 11111; ::: (3.3)

yang merupakan kuadrat dari suatu bilangan bulat.

Bukti. Sudah diperoleh bahwa kuadrat dari sembarang bilangan bulat mempunyai
bentuk 4k atau 4k + 1. Semua bilangan dalam barisan (3.3) mempunyai bentuk 4k 1,
yang berarti tidak bisa menjadi kuadrat dari sembarang bilangan bulat.

Contoh 3.29 Tunjukkan bahwa dari sembarang tiga bilangan bulat, selalu dapat dipilih
dua diantaranya, misalnya a dan b, sehingga a3 b ab3 dapat dibagi 10.

Bukti. Jelas bahwa a3 b ab3 = ab (a b) (a + b) selalu genap. Jika satu dari tiga
bilangan bulat mempunyai bentuk 5k, maka selesai (misalnya diambil a = 5k). Jika
tidak, dipilih tiga bilangan yang terletak dalam klas-klas sisa 5k 1 atau 5k 2.
Dua dari tiga bilangan bulat pasti terletak di salah satu dari dua kelompok tersebut.
Akibatnya jumlah atau selisih dari dua bilangan tersebut berbentuk 5k dan diperoleh
hasil yang diinginkan.

Contoh 3.30 Buktikan bahwa jika 3 j a2 + b2 , maka 3 j a dan 3 j b.

Bukti. Dibuktikan dengan kontraposisi seperti berikut ini. Diandaikan bahwa 3 - a


atau 3 - b, dan akan dibuktikan bahwa 3 - a2 + b2 . Dari hipotesis dapat dinyatakan
a = 3k 1 atau b = 3m 1. Dari sini diperoleh a2 = 3 3k 2 2k + 1 atau a2 = 3x + 1,
dan serupa dengan itu b2 = 3y + 1. Jadi a2 + b2 = 3x + 1 + 3y + 1 = 3s + 2, yang berarti
3 - a2 + b2 .

3.3 Beberapa Identitas Aljabar


Pada bagian ini diberikan beberapa contoh dimana penyelesaiannya tergantung pada
penggunaan beberapa identitas aljabar elementer.
Bab 3. Keterbagian 15

Contoh 3.31 Tentukan semua bilangan prima berbentuk n3 1, untuk bilangan bulat
n > 1.

Penyelesaian. n3 1 = (n 1) n2 + n + 1 . Jika pernyataan ini merupakan bilangan


prima, karena n2 +n+1 > 1, pasti dipunyai n 1 = 1, yang berarti n = 2. Jadi bilangan
prima yang dimaksud hanyalah 7.

Contoh 3.32 Buktikan bahwa n4 + 4, n 2 N, adalah prima hanya untuk n = 1.

Bukti. Diamati bahwa

n4 + 4 = n4 + 4n2 + 4 4n2
2
= n2 + 2 (2n)2
= n2 + 2n + 2 n2 2n + 2
= (n + 1)2 + 1 (n 1)2 + 1 :

Setiap faktor lebih besar 1 untuk n > 1, akibatnya n4 + 4 bukanlah prima.

Contoh 3.33 Tentukan semua bilangan bulat n 1 yang memenuhi n4 + 4n adalah


prima.

Penyelesaian. Untuk n = 1, jelas bahwa pernyataan merupakan bilangan prima.


Lebih lanjut haruslah diambil n adalah ganjil. Untuk n 3, semua bilangan di bawah
ini adalah bulat:

n4 + 22n = n4 + 2n2 2n + 22n 2n2 2n


2 1 2
= n 2 + 2n n2 2 (n+1)
1 1
= n2 + 2n + n2 2 (n+1) n 2 + 2n n2 2 (n+1) :

Ini mudah dilihat bahwa jika n 3, maka setiap faktor lebih besar 1, sehingga bilangan
tersebut bukan prima.

Contoh 3.34 Buktikan bahwa untuk semua n 2 N, n2 membagi (n + 1)2 1.

Bukti. Jika n = 1, maka pernyataan benar. Sekarang diandaikan n > 1, maka


berdasarkan Teorema Binomial,
n
X n k
(n + 1)2 1= n ;
k
k=1

dan setiap sukunya dapat dibagi oleh n2 :

Contoh 3.35 Buktikan bahwa

xn y n = (x y) xn 1
+ xn 2
y + xn 3 2
y + + xy n 2
+ yn 1
:

Jadi x y selalu membagi xn yn.


Bab 3. Keterbagian 16

Bukti. Diasumsikan bahwa x 6= y dan xy 6= 0. Dalam kasus ini, hasil di atas mengikuti
identitas
n
X1 an 1
ak = a 6= 1;
a 1
k=0
x
pada pengambilan a = dan dikalikan dengan y n .
y
Sebagai contoh, tanpa penghitungan dapat dilihat bahwa 87672345 81012345 dapat
dibagi 666:

Contoh 3.36 (Eotvos 1899) Tunjukkan bahwa

2903n 803n 464n + 261n

dapat dibagi oleh 1897 unuk semua bilangan asli n.

Bukti. Berdasarkan hasil sebelumnya, 2903n 803n dapat dibagi oleh 2903 803 =
2100 = 7 300, dan 261n 464n dapat dibagi oleh 261 464 = 203 = 7 ( 29). Jadi
pernyataan 2903n 803n 464n + 261n dapat dibagi oleh 7. Dan juga, 2903n 464n
dapat dibagi oleh 2903 464 = 9 271 dan 261n 803n dapat dibagi oleh 261 803 =
542 = ( 2) 271. Jadi pernyataan juga dapat dibagi oleh 271. Karena 7 dan 271 tidak
mempunyai faktor prima yang sama (kecuali 1), maka disimpulkan bahwa pernyataan
dapat dibagi oleh 7 271 = 1897.

Contoh 3.37 (UMMC 1987) Diberikan bahwa 1002004008016032 mempunyai suatu


faktor prima p > 250000, cari bilangan tersebut.

Penyelesaian. Jika a = 103 dan b = 2, maka

a6 b6
1002004008016032 = a5 + a4 b + a3 b2 + a2 b3 + ab4 + b5 = :
a b
Pernyataan terakhir dinyatakan sebagai

a6 b6
= (a + b) a2 + ab + b2 a2 ab + b2
a b
= 1002 1002004 998004
= 4 4 1002 250501 k;

dimana k < 250000. Oleh karena itu p = 250501.

Contoh 3.38 (Grnert 1856) Jika x; y; z; n 2 N dan n z, maka tidak berlaku


hubungan
xn + y n = z n :

Bukti. Jelas bahwa jika berlaku hubungan xn + y n = z n untuk x; y; z 2 N, maka


x < z dan y < z. Berdasarkan kesimetrian, bisa diandaikan bahwa x < y. Selanjutnya
pernyataan dibuktikan dengan kontraposisi. Jadi diandaikan bahwa xn + y n = z n dan
n z, maka

zn y n = (z y) z n 1
+ yz n 2
+ + yn 1
1 nxn 1
> xn

yang bertentangan dengan pernyataan xn + y n = z n .


Bab 3. Keterbagian 17

Contoh 3.39 Buktikan bahwa untuk n ganjil,

xn + y n = (x + y) xn 1
xn 2
y + xn 3 2
y + + xy n 2
+ yn 1
:

Jadi jika n adalah ganjil, maka x + y membagi xn + y n .

Bukti. Bukti diperoleh dengan pensubstitusian y untuk y dalam Contoh 3.35 dan
diperhatikan bahwa ( y)n = y n untuk n ganjil.

Contoh 3.40 Tunjukkan bahwa 1001 membagi

11993 + 21993 + 31993 + + 10001993 :

Penyelesaian. Berdasarkan contoh sebelumnya karena setiap 11993 + 10001993 , 21993 +


9991993 , ..., 5001993 + 50011993 dapat dibagi oleh 1001.

Contoh 3.41 (SMC 250) Tunjukkan bahwa untuk sembarang bilangan asli n, terda-
pat bilangan asli lain x sedemikian sehingga setiap suku dari barisan
x
x + 1; xx + 1; xx + 1; :::

dapat dibagi oleh n.

Bukti. Cukup diambil x = 2n 1.


Bab 4

Kongruensi Zn

4.1 Kongruensi
Denisi 4.1 Diambil n 2 N. Untuk x; y 2 Z, x dikatakan kongruen dengan y modulo
n jika n j (y x) dan dituliskan x = y (mod n) atau . Selanjutnya y dinamakan sisa
n
dari x ketika dibagi oleh n.

Lebih lanjut, modulo n adalah relasi ekivalensi pada Z, artinya untuk x; y; z 2 Z


berlaku:

1. (reeksif ) x = x (mod n),

2. (simetris) x = y (mod n) =) y = x (mod n);

3. (transitif ) x = y (mod n) dan y = z (mod n) =) x = z (mod n).

Klas kongruensi dari suatu bilangan bulat x modulo n, dinotasikan dengan xn (ser-
ingkali juga digunakan notasi x atau [x]n ), adalah himpunan dari semua bilangan bulat
yang kongruen dengan x modulo n. Dengan kata lain, menggunakan denisi keterba-
gian,

xn = fy 2 Z : n j (y x)g
= fy 2 Z : y x = kn; k 2 Zg
= fx + kn : k 2 Zg .

Himpunan dari klas-klas kongruensi dinotasikan dengan Zn . Elemen-elemen berbeda


dari Zn biasanya didaftar seperti

0n ; 1n ; 2n ; :::; (n 1)n :

Contoh 4.2 Diambil n = 4, maka dipunyai klas-klas kongruensi dari Zn :

08 = f0 + 4k : k 2 Zg = f0; 4; 8; :::g ;
14 = f1 + 4k : k 2 Zg = f:::; 7; 3; 1; 5; 9; :::g ;
24 = f2 + 4k : k 2 Zg = f:::; 6; 2; 2; 6; 10; :::g ;
34 = f3 + 4k : k 2 Zg = f:::; 5; 1; 3; 7; 11; :::g :

Klas-klas ekivalensi dapat dijumlahkan dan dikalikan menggunakan sifat berikut ini.

18
Bab 4. Kongruensi Zn 19

Lemma 4.3 Diambil n 2 N. Pada Zn berlaku rumus

xn yn = (x y)n ; xn yn = (xy)n :

Bukti. Jika x0n = xn dan yn0 = yn maka

x0 + y 0 = x + y + x0 x + y0 y = x + y (mod n);
0 0 0 0
xy = x+ x x y+ y y
0 0
= xy + y x x +x y y + x0 x y0 y
= xy (mod n):

Selanjutnya, dengan mengaplikasikan rumus perkalian di atas akan diperoleh sifat


bahwa jika a = b (mod n) maka ak = bk .

Contoh 4.4 Tentukan sisa ketika 61987 dibagi oleh 37.


993
Penyelesaian. Dapat dituliskan 61987 = 6 61986 = 6 62 = 6 ( 1)993 karena
62 = 1 (mod 37). Jadi 61987 = 6 = 31 (mod 37).

Contoh 4.5 Cari digit terakhir dalam ekspansi desimal dari 4100 .

Penyelesaian. Digit terakhir adalah sisa ketika dibagi oleh 10. Jadi harus dihitung
klas kongruensi dari 4100 (mod 10). Dipunyai 42 = 6(mod 10), dan selanjutnya 62 =
6(mod 10). Jadi 4100 = (42 )50 = 650 = 6(mod 10).
7
Contoh 4.6 Cari digit satuan dari 77 :
7
Penyelesaian. Harus dicari 77 (mod 10). Diamati bahwa 72 = 1 (mod 10), 73 =
2
72 7 = 7 = 3 (mod 10), dan 74 = 72 = 1 (mod 10). Selain itu, 72 = 1 (mod 4)
3
dan 77 = 72 7 = 3 (mod 4), yang berarti bahwa terdapat suatu bilangan bulat t
sedemikian sehingga 77 = 3 + 4t. Sekarang diperoleh
7 t
77 = 74t+3 = 74 73 = 1t 3 = 3 (mod 10):

Jadi digit terakhir adalah 3.

Contoh 4.7 (Putnam 1986) Berapakah digit satuan dari

1020000
?
10100 + 3

Penyelesaian. Dimisalkan a 3 = 10100 , maka


200
1020000 (a 3)200 1 X 200 200
= = a k
( 3)k
10100 + 3 a a k
k=0
199
X 200 199
= a k
( 3)k : (4.1)
k
k=0
Bab 4. Kongruensi Zn 20

200
X 200
Karena ( 1)k = 0, maka untuk a = 3 (mod 10) persamaan (??) menjadi
k
k=0

199
X 200
3 199
( 1)k = 3199 = 3(mod 10):
k
k=0

Contoh 4.8 Apakah 4100 dapat dibagi 3?

Penyelesaian. Karena 4100 = 1100 = 1(mod 3), berarti 3 j 4100 .

Contoh 4.9 Buktikan bahwa 7 membagi 32n+1 + 2n+2 untuk setiap n 2 N.

Bukti. Diamati bahwa 32n+1 = 3 9n = 3 2n (mod 7) dan 2n+2 = 4 2n (mod 7).


Karena itu
32n+1 + 2n+2 = 7 2n = 0 (mod 7),
untuk setiap n 2 N.

Contoh 4.10 Buktikan hasil Euler: 641 j 232 + 1 .

Bukti. Diamati bahwa 641 = 27 5 + 1 = 24 + 54 . Karena itu 27 5 = 1 (mod 641)


dan 54 = 24 (mod 641). Sekarang, 27 5 = 1 (mod 641) menghasilkan 54 228 =
4
5 27 = 1 (mod 641). Kongruensi terakhir dan 54 = 24 (mod 641) menghasilkan
2 = 24 228 = 54 228 = 1 (mod 641), yang berarti bahwa 641 j 232 + 1 .
32

Contoh 4.11 Tentukan bilangan-bilangan kuadrat sempurna di modulo 13:

Penyelesaian. Karena r2 = (13 r)2 , maka hanya dipunyai r = 0; 1; :::; 6. Diamati


bahwa 02 = 0, 12 = 1, 22 = 4, 32 = 9, 42 = 3, 52 = 12, dan 62 = 10 (mod 13). Jadi
kuadrat sempurna di modulo 13 yaitu 0; 1; 4; 9; 3; 12; 10.

Contoh 4.12 Buktikan bahwa tidak ada bilangan bulat yang memenuhi x2 5y 2 = 2:

Bukti. Jika x2 = 2 + 5y 2 , maka x2 = 2 (mod 5). Tetapi karena 2 bukanlah kuadrat


sempurna modulo 5, maka dapat disimpulkan tidak ada bilangan bulat yang memenuhi
x2 5y 2 = 2:

Contoh 4.13 Buktikan bahwa 7 j 22225555 + 55552222 .

Bukti. Diamati bahwa 2222 = 3 (mod 7), 5555 = 4 (mod 7), 35 = 5 (mod 7), dan
42 = 2 = 5 (mod 7). Diperoleh

22225555 + 55552222 = 35555 + 42222


= 35(1111) + 42(1111)
= 51111 51111 = 0 (mod 7):

Contoh 4.14 Cari bilangan-bilangan bulat n sedemikian sehingga 2n + 27 dapat dibagi


oleh 7.
Bab 4. Kongruensi Zn 21

Penyelesaian. Diamati bahwa 21 = 2, 22 = 4, 23 = 1, 24 = 2, 25 = 4, 26 = 1 (mod 7)


dan juga 23k = 1 (mod 3) untuk semua k 2 N. Karena itu 23k + 27 = 1 + 27 = 0 (mod 7)
untuk semua k 2 N. Jadi n = 3k; k 2 N.

Contoh 4.15 Tentukan semua bilangan bulat n sedemikian sehingga 13 j 4(n2 + 1).

Penyelesaian. Ini adalah ekivalen dengan menyelesaikan kongruensi 4(n2 + 1) =


0(mod 13). Karena faktor persekutuan terkecil dari 4 dan 3 adalah 1, maka kita dapat
menghapus 4 untuk mendapatkan n2 = 1(mod 13). Penghitungan kuadrat-kuadrat
di modulo 13 memberikan ( 1)2 = 1, ( 2)2 = 4, ( 3)2 = 9, ( 4)2 = 3(mod 13),
( 5)2 = 1(mod 13), dan ( 6)2 = 3(mod 13). Jadi, telah dilakukan penghitungan
untuk perwakilan dari setiap klas kongruensi, sehingga jawaban untuk pertanyaan asli
adalah x 5(mod 13).

Contoh 4.16 Di modulo 7, apakah ada x; y 2 N sedemikian sehingga x3 = 2y + 15?

Penyelesaian. Diamati bahwa setiap pangkat dari 2 kongruen dengan 1; 2; atau


4 (mod 7). Jadi 2y + 15 = 2; 3; atau 5 (mod 7). Di sisi lain, karena pangkat tiga
sempurna di modulo 7 yaitu 0; 1, dan 6, maka tidak mungkin terjadi 2y + 15 = x3 .
Disimpulkan tidak ada x; y 2 N sedemikian sehingga x3 = 2y + 15.

Contoh 4.17 Buktikan bahwa 2k 5, k = 0; 1; 2; ::: tidak pernah mempunyai sisa 1


ketika dibagi oleh 7.

Bukti. Diamati bahwa 21 = 24 = ::: = 2, 22 = 25 = ::: = 4, 20 = 23 = 26 = ::: =


1 (mod 7). Jadi 2k 5 = 3; 4; atau 6 yang tidak lain adalah sisa atas pembagian oleh
7.

Contoh 4.18 (AIME 1994) Barisan naik

3; 15; 24; 48; ::: (4.2)

terdiri dari kelipatan positif dari 3 dan kurang satu dari suatu kuadrat sempurna. Be-
rapakah sisa dari suku ke-1994 dari barisan tersebut ketika dibagi oleh 1000?

Penyelesaian. Diinginkan 3 j n2 1 atau 3 j (n 1) (n + 1). Karena 3 adalah


bilangan prima, ini mengharuskan n = 3k + 1 atau n = 3k 1, k = 1; 2; 3; :::. Barisan
3k + 1, k = 1; 2; ::: menghasilkan suku-suku n2 1 = (3k + 1)2 1 yang merupakan
suku-suku di posisi genap dari barisan (4.2). Barisan 3k 1, k = 1; 2; ::: menghasilkan
suku-suku n2 1 = (3k 1)2 1 yang merupakan suku-suku di posisi ganjil dari
barisan (4.2). Selanjutnya harus dicari suku ke-997 dari barisan 3k + 1, k = 1; 2; :::,
yaitu (3 997 + 1)2 1 = (3 ( 3) + 1)2 1 = 82 1 = 63 (mod 1000). Jadi, sisa yang
dicari adalah 63.

Contoh 4.19 (USAMO 1979) Tentukan semua penyelesaian tak negatif

(n1 ; n2 ; :::; n14 )

di modulo 16, jika ada, dari persamaan

n41 + n42 + n414 = 1599. (4.3)


Bab 4. Kongruensi Zn 22

Penyelesaian. Semua pangkat 4 sempurna di modulo 16 adalah 0; 1 (mod 16). Ini


berarti bahwa
n41 + n42 + n214
paling besar adalah 14 (mod 16), padahal 1599 = 15 (mod 16). Jadi tidak ada penyele-
saian untuk (4.3).

Contoh 4.20 Diambil


1 1 ( 1)n
n!! = n! + + :
2! 3! n!

Buktikan bahwa untuk semua n 2 N, n > 3,

n!! = n! (mod (n 1)) :

Bukti. Dipunyai

1 1
n! n!! = n (n 1) (n
2)! 1 +
2! 3!
!
n 1 n
( 1) ( 1)
+ +
(n 1)! n!
n ( 1)n
= (n 1) m + ( 1)n 1
+
n 1 n 1
= (n 1) (m + ( 1)n )

dengan m 2 Z, dan dicatat bahwa (n 2)! dapat dibagi oleh k; k n 2.

4.2 Persamaan Kongruensi


Denisi 4.21 Bilangan bulat x0 yang memenuhi persamaan (kongruensi) dinamakan
penyelesaian untuk persamaan tersebut.

Pertama kali dipelajari persamaan linear terhadap penjumlahan. Persamaan linear


(terhadap penjumlahan) dalam kongruensi:

a + x = b (mod n)

selalu mempunyai penyelesaian. Kunci dari penyelesaian persamaan tersebut adalah


bilangan c sedemikian sehingga c + a = n.

Contoh 4.22 Cari semua x yang memenuhi persamaan 7 + x = 4 (mod 5).

Penyelesaian. Persamaan diubah menjadi 2 + x = 4 (mod 5) dan

3 + 2 + x = 3 + 4 (mod 5)
5 + x = 7 (mod 5)
x = 2 (mod 5) :
Bab 4. Kongruensi Zn 23

Berikutnya dipelajari persamaan linear terhadap perkalian dalam kongruensi:

ax = b (mod n) :

Kunci dari penyelesaian persamaan tersebut adalah bilangan c sedemikian sehingga


ac = 1 (mod n). Tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Sebagi contoh, diambil n = 4
dan a; c 2 f0; 1; 2; 3g. Jika a = 2 (mod 4), maka tidak ada c 2 f0; 1; 2; 3g sehingga
2c = 1 (mod 2).

Contoh 4.23 Periksa apakah persamaan-persamaan berikut ini mempunyai penyele-


saian:

a) 2x = 1 (mod 4)

b) 3x = 1 (mod 4)

c) 12x = 8 (mod 15)

Penyelesaian. Diperiksa satu persatu seperti berikut.

a) Jika persamaan tersebut mempunyai penyelesaian, maka penyelesaiannya adalah

2x 1 = 4t, dengan t adalah suatu bilangan bulat.

Karena ruas kiri adalah bilangan ganjil dan ruas kanan adalah bilangan genap,
maka kesamaan tersebut tidak pernah terjadi. Jadi, persamaan kongruensi tidak
mempunyai penyelesaian.

b) Karena (3; 4) = 1, maka terdapat bilangan bulat p, q sehingga

3p + 4q = 1 atau 3p = 1 4q:

Bilangan p = 3 dan q = 2. Jadi, persamaan di atas mempunyai penyelesaian


x = p + 4r = 3 + 4r dengan r adalah suatu bilangan bulat.

c) Jika persamaan tersebut mempunyai penyelesaian, maka terdapat x yang memenuhi

12x 8 = 15t:

Ruas kanan dapat dibagi 3, maka ruas kiri harus dapat dibagi 3. Suku 12x
habis dibagi 3, tetapi 8 tidak habis dibagi 3. Jadi persamaan tidak mempunyai
penyelesaian.

Contoh 4.24 Selesaikan setiap kongruensi di bawah ini.

a) 5x = 7 (mod 12).

b) 3x = 6 (mod 101) :

c) 2x = 8 (mod 10) :

Penyelesaian. Diselesaikan satu persatu seperti berikut.


Bab 4. Kongruensi Zn 24

a) Dicatat bahwa 5 5 = 25 = 1 (mod 12). Karena itu

5 5x = 5 7 (mod 12)
x = 35 (mod 12) = 11:

b) Dicatat 34 3 = 102 = 1 (mod 101). Karena itu

34 3x = 34 6 (mod 101)
x = 204 (mod 101) = 2:

c) Di sini (2; 10) = 2, sehingga metode seperti di atas tidak bisa diaplikasikan. Berdasarkan
denisi kongruensi dan keterbagian, diminta 2x 8 = k 10 = 0 (mod 10) untuk
suatu k 2 Z. Persamaan dapat dituliskan menjadi

2 (x 4) = 0 (mod 10) = 10

dan memberikan persamaan

x 4=0 atau x 4 = 5:

Karena itu diperoleh penyelesaian untuk persamaan kongruensi yaitu x = 4 atau


x = 9.

Latihan 4.25 Cari penyelesaian untuk persamaan berikut ini.

a) 5x = 4 (mod 11) :

b) 3x = 7 (mod 17) :

c) 9x = 4 (mod 49) :

d) 100x = 7 mod 112 :

Latihan 4.26 Jika ada, cari penyelesaian untuk persamaan berikut ini.

a) 4x = 5 (mod 6) :

b) 6x = 2 (mod 8) :

c) 14x = 12 (mod 21) :

d) 8x = 4 (mod 12) :

Latihan 4.27 Untuk a = 1; 2; :::; 6, cari semua penyelesaian untuk persamaan ax =


1 (mod 7).

Latihan 4.28 Cari semua bilangan bulat a dimana 1 a 5 sehingga ax = 1 (mod 6).

Latihan 4.29 Diberikan bilangan-bilangan bulat a dan b. Jika 0 < a < 7 dan 0 < b <
7, tentukan a dan b sedemikian sehingga ab = 0 (mod 15).
Bab 4. Kongruensi Zn 25

4.3 Uji Keterbagian


Berikut ini diberikan suatu contoh aturan keterbagian yang sangat terkenal.

Teorema 4.30 (Casting-out 9s) Suatu bilangan asli n dapat dibagi oleh 9 jika dan
hanya jika jumlahan dari digit-digitnya dapat dibagi oleh 9.

Bukti. Diambil n = ak 10k + ak 1 10k 1 + + a1 10 + a0 sebagai ekspansi basis-


j
10 dari n. Untuk 10 = 1 (mod 9), dipunyai 10 = 1 (mod 9). Karena itu diperoleh
n = ak + ak 1 + + a1 + a0 .

Contoh 4.31 (AHSME 1992) Bilangan bulat dua digit dari 19 sampai 92 dituliskan
secara berturutan untuk membentuk bilangan bulat

192021222324:::89909192: (4.4)

Berapakah pangkat terbesar dari 3 yang membagi bilangan tersebut?

Penyelesaian. Dengan penggunaan aturan casting-out 9, bilangan (4.4) dapat dibagi


oleh 9 jika dan hanya jika

19 + 20 + + 91 + 92 = 372 3

Oleh karena itu, bilangan (4.4) dapat dibagi oleh 3 tetapi tidak oleh 9.

Contoh 4.32 (IMO 1975) Ketika 44444444 dituliskan dalam notasi desimal, jumlah-
an dari digit-digitnya adalah A. Diambil B sebagai jumlahan dari digit-digit pada
bilangan A. Tentukan jumlahan dari digit-digit pada bilangan B. (A dan B dituliskan
dalam notasi desimal)

Penyelesaian. Dipunyai 4444 = 7 (mod 9), karena itu 44443 = 73 = 1 (mod 9). Jadi
44444444 = 44443(1481) 4444 = 1 7 = 7 (mod 9). Diambil C sebagai jumlahan dari
digit-digit pada bilangan B.
Berdasarkan aturan casting-out 9, 7 = 44444444 = A = B = C (mod 9). Sekarang,
4444 log (4444) < 4444 log 104 = 17776. Ini berarti bahwa 44444444 mempunyai paling
banyak 17776 digit, sehingga jumlahan dari digit-digit pada 44444444 adalah paling
besar 9 17776 = 159984, yang berarti A 159984. Di antara semua bilangan asli
159984, bilangan yang mempunyai jumlahan digit terbesar adalah 99999, sehingga
diperoleh B 45. Dari semua bilangan asli 45, bilangan yang mempunyai jumlahan
digit terbesar adalah 39. Jadi jumlahan dari digit-digit B adalah paling besar 12.
Tetapi karena C = 7 (mod 9), maka diperoleh C = 7. Jadi, jumlahan dari digit-digit
pada bilangan B adalah 7.

4.4 Sisa lengkap


Denisi 4.33 Suatu himpunan x1 ; x2 ; :::; xn dinamakan sistem sisa lengkap (complete
residue system) modulo n jika untuk setiap bilangan bulat y terdapat secara tepat satu
indeks j sedemikian sehingga y = xj (mod n).
Bab 4. Kongruensi Zn 26

Dalam hal ini jelas bahwa untuk sembarang himpunan berhingga A dari bilangan-
bilangan bulat, himpunan A akan membentuk himpunan sisa lengkap modulo n jika
dan hanya jika himpunan A mempunyai n anggota dan setiap anggota dari himpunan
tidak saling kongruen modulo n. Sebagai contoh, himpunan A = f0; 1; 2; 3; 4; 5g mem-
bentuk suatu himpunan sisa lengkap modulo 6, karena setiap bilangan bulat x kongruen
dengan satu dan hanya satu anggota dari A. Himpunan B = f 3; 2; 1; 1; 2; 3g tidak
membentuk himpunan sisa lengkap modulo 6 karena 3 = 3 (mod 6).
Sekarang diperhatikan himpunan Zn = f0; 1; 2; :::; n 1g. Sebagai contoh, diambil
n = 3 sehingga dipunyai Z3 = f0; 1; 2g. Elemen 0 menyatakan semua semua bilangan
bulat yang dapat dibagi oleh 3, sedangkan 1 dan 2 berturut-turut menyatakan semua
bilangan bulat yang mempunyai sisa 1 dan 2 ketika dibagi oleh 3. Didenisikan jumlah-
an pada Z3 seperti berikut ini. Diberikan a; b 2 Z3 , maka terdapat c 2 Z3 sedemikian
sehingga a +3 b = c (mod 3). Tabel 4.1 memuat semua penjumlahan yang mungkin.

Tabel 4.1: Tabel penjumlahan untuk Z3 .

+3 0 1 2
0 0 1 2
1 1 2 0
2 2 0 1

Diamati bahwa Z3 bersama-sama dengan operasi +3 seperti yang diberikan dalam Tabel
4.1 memenuhi sifat-sifat:

1. Elemen 0 2 Zn merupakan suatu elemen identitas untuk Z3 , yaitu 0 memenuhi


0 +3 a = a +3 0 = a untuk semua a 2 Z3 .

2. Setiap elemen a 2 Z3 mempunyai suatu invers penjumlahan b, yaitu suatu elemen


sedemikan sehingga a +3 b = b +3 a = 0. Invers penjumlahan dari a dinotasikan
dengan a. Dicatat bahwa di Z3 dipunyai 0 = 0, 1 = 2, dan 2 = 1.

3. Operasi penjumlahan di Z3 adalah asosiatif, yaitu untuk setiap a; b; c 2 Z3 berlaku


a +3 (b +3 c) = (a +3 b) +3 c.

Selanjutnya dikatakan bahwa (Z3 ; +3 ) membentuk suatu grup (group) dan dinamakan
grup dari sisa dibawah penjumlahan modulo 3.
Secara serupa, didenisikan (Zn ; +n ) sebagai grup dari sisa dibawah penjumlahan mod-
ulo n.

Latihan 4.34 Konstruksikan tabel penjumlahan untuk Z6 dan Z8 .

Latihan 4.35 Berapa banyak pasangan berurutan (a; b) 6= 0 yang berbeda di Z12 sede-
mikian sehingga a +12 b = 0?
Bab 5

Faktorisasi Tunggal

5.1 FPB dan KPK


Diberikan a; b 2 Z dan keduanya tidak nol. Bilangan bulat positif terbesar yang mem-
bagi a dan b dinamakan faktor persekutuan terbesar (greatest common divisor ) dari a
dan b, dan dinotasikan dengan (a; b). Dicatat bahwa jika d j a dan d j b maka d j (a; b).
Sebagai contoh, (68; 8) = 2, (1998; 1999) = 1.

Jika (a; b) = 1, maka a dan b dikatakan prima relatif (relatively prime) atau koprima
(coprime). Jadi, jika a; b adalah prima relatif, maka keduanya tidak mempunyai faktor
bersama yang lebih besar dari 1.

Jika a; b 2 Z, keduanya tidak nol, bilangan bulat positif terkecil yang merupakan keli-
patan dari a dan b dinamakan kelipatan persekutuan terkecil (least common multiple)
dari a dan b, dan dinotasikan dengan [a; b]. Dicatat bahwa jika a j c dan b j c maka
[a; b] j c.

Berikut ini diberikan teorema-teorema yang berkaitan dengan faktor persekutuan terbe-
sar.

Teorema 5.1 (Teorema Bachet-Bezout) Faktor persekutuan terbesar, disingkat FPB,


dari sembarang dua bilangan bulat a dan b dapat dituliskan sebagai kombinasi linier dari
a dan b, yaitu terdapat bilangan bulat x; y dimana

(a; b) = ax + by:

Bukti. Dimisalkan F = fax + by > 0 : x; y 2 Zg. Jelas bahwa satu di antara a,


b berada di F, untuk a dan b yang tak nol. Berdasarkan Prinsip Terurut Baik,
F mempunyai elemen terkecil, misalnya d. Oleh karena terdapat x0 , y0 sedemikian
sehingga d = ax0 + by0 . akan dibuktikan bahwa d = (a; b). Atau dengan kata lain akan
dibuktikan bahwa d j a, d j b dan jika t j a, t j b maka t j d.
Pertama kali akan dibuktikan d j a. Berdasarkan Algoritma Pembagian, dapat dicari
bilangan bulat q, r, dengan 0 r < d sedemikian sehingga a = dq + r. Karena itu

r=a dq = a q (ax0 + by0 ) = a (1 qx0 ) by0 :

Jika r > 0, maka r 2 F lebih kecil daripada elemen terkecil d di F, yang kontradiksi
dengan kenyataan bahwa d adalah elemen terkecil di F. Jadi r = 0. Akibatnya dq = a,
yang berarti d j a. Dengan cara serupa dapat dibuktikan bahwa d j b.

27
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 28

Berikutnya diandaikan bahwa t j a dan t j b, maka a = tm dan b = tn untuk bilangan


bulat m, n. Karena itu d = ax0 + by0 = t (mx0 + ny0 ), yang berarti t j d.

Di sini jelas bahwa sembarang kombinasi linier dari a dan b dapat dibagi oleh (a; b).

Akibat 5.2 Bilangan bulat positif a dan b adalah prima relatif jika dan hanya jika
terdapat bilangan bulat x dan y sedemikian sehingga ax + by = 1.

Lemma 5.3 (Lemma Euclid) Jika a j bc dan (a; b) = 1, maka a j c.

Bukti. Untuk (a; b) = 1, berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, terdapat bilangan


bulat x; y dimana ax + by = 1. Karena a j bc, terdapat suatu bilangan bulat s dimana
as = bc. Selanjutnya c = c 1 = cax + cby = cax + asy, yang berarti a j c.

Teorema 5.4 Jika (a; b) = d, maka

a b
; = 1:
d d

Bukti. Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, terdapat bilangan bulat x; y dimana


a b a b
ax + by = d. Karena itu diperoleh x+ y = 1 dimana , adalah bilangan-
d d d d
a b
bilangan bulat. Disimpulkan bahwa ; = 1:
d d

Teorema 5.5 Jika c adalah suatu bilangan bulat positif, maka

(ca; cb) = c (a; b) :

Bukti. Diambil d1 = (ca; cb) dan d2 = (a; b). Akan dibuktikan bahwa d1 j cd2 dan cd2 j
d1 . Untuk d2 j a dan d2 j b, maka cd2 j ca dan cd2 j cb. Jadi cd2 merupakan pembagi
persekutuan dari ca dan cb, karena itu d1 j cd2 . Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout,
dapat ditemukan bilangan-bilangan bulat x; y dimana d1 = acx + bcy = c (ax + by).
Tetapi karena ax + by merupakan kombinasi linier dari a dan b, maka ini dapat dibagi
oleh d2 . Karena itu terdapat suatu bilangan bulat s sedemikian sehingga sd2 = ax+by.
Ini berarti bahwa d1 = csd2 , artinya cd2 j d1 .
Serupa dengan di atas, berlaku (ca; cb) = jcj (a; b) untuk sembarang bilangan bulat tak
nol c.

Lemma 5.6 Untuk bilangan-bilangan bulat tak nol a, b, c berlaku

(a; bc) = (a; (a; b) c) :

Bukti. Karena (a; (a; b) c) membagi (a; b) c dan (a; b) c membagi bc (menurut Teorema
5.5(a; b) c) maka (a; (a; b) c) membagi bc. Jadi (a; (a; b) c) membagi a dan bc, atau
dituliskan (a; (a; b) c) j (a; bc). Di sisi lain, (a; bc) membagi a dan bc, karena itu (a; bc)
membagi ac dan bc. Oleh karena itu, (a; bc) membagi (ac; bc) = (a; b) c. Jadi (a; bc)
membagi a dan (a; b) c, atau dituliskan (a; bc) j (a; (a; b) c). Disimpulkan (a; bc) =
(a; (a; b) c).

Teorema 5.7 a2 ; b2 = (a; b)2 .


Bab 5. Faktorisasi Tunggal 29

Bukti. Diandaikan bahwa (m; n) = 1. Diaplikasikan lemma sebelumnya dua kali untuk
memperoleh
m2 ; n2 = m2 ; m2 ; n n = m2 ; (n; (m; n) m) n :
Untuk (m; n) = 1, ruas kanan dari pernyataan di atas sama dengan m2 ; n . Diaplika-
sikan kembali lemma di atas, diperoleh

m2 ; n = (n; (m; n) m) = 1:

Jadi (m; n) = 1 mengakibatkan m2 ; n2 = m2 ; n = 1. Berdasarkan Teorema 5.4,

a b
; = 1,
(a; b) (a; b)

karena itu
a2 b2
; = 1.
(a; b)2 (a; b)2
Berdasarkan Teorema 5.5, pernyataan terakhir dikalikan dengan (a; b)2 untuk memper-
oleh
a2 ; b2 = (a; b)2 .

Contoh 5.8 Diambil (a; b) = 1. Buktikan bahwa a + b; a2 ab + b2 = 1 atau 3.

Bukti. Dimisalkan d = a + b; a2 ab + b2 . Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout,


sembarang kombinasi linier dari a + b dan a2 ab + b2 dapat dibagi oleh d. Karena itu
d membagi
(a + b) (a + b) + ( 1) a2 ab + b2 = 3ab:
Karena itu d membagi a + b dan 3ab, akibatnya d membagi 3b (a + b) + ( 1) 3ab = 3b2
atau dituliskan d j 3b2 . Serupa dengan itu, diperoleh d j 3a2 . Jadi

d j 3a2 ; 3b2 = 3 a2 ; b2 = 3 (a; b)2 = 3:

Disimpulkan bahwa d = 1 atau 3.

21n + 4
Contoh 5.9 (IMO 1959) Buktikan bahwa pecahan adalah irreducible (tidak
14n + 3
dapat disederhanakan) untuk setiap bilangan asli n.

Bukti. Untuk semua bilangan asli n dipunyai 3 (14n + 3) 2 (21n + 4) = 1. Jadi,


berdasarkan Akibat 5.2, diperoleh bahwa pembilang dan penyebut adalah prima relatif,
atau dengan kata lain tidak mempunyai faktor persekutuan yang lebih besar dari 1.

Contoh 5.10 (AIME 1985) Bilangan-bilangan dalam barisan

101; 104; 109; 116; :::

mempunyai bentuk an = 100+n2 , n = 1; 2; :::. Untuk setiap n, diambil dn = (an ; an+1 ).


Cari maksfdn gn 1 .
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 30

Penyelesaian. Diamati bahwa

dn = 100 + n2 ; 100 + (n + 1)2


= 100 + n2 ; 100 + n2 + 2n + 1
= 100 + n2 ; 2n + 1 :

Jadi dn j 2 100 + n2 n (2n + 1) atau dn j (200 n). Oleh karena itu

dn j (2 (200 n) + (2n + 1))

atau dn j 401 untuk semua n. Jadi maksfdn gn 1 = 401.

Contoh 5.11 Buktikan bahwa jika m dan n adalah bilangan-bilangan asli dan m adalah
ganjil, maka (2m 1; 2n + 1) = 1.

Bukti. Dimisalkan d = (2m 1; 2n + 1). Karena 2m 1 dan 2n +1 adalah ganjil, maka


d haruslah suatu bilangan ganjil. Selain itu, dapat dituliskan 2m 1 = kd dan 2n +1 = ld
untuk bilangan-bilangan asli k dan l. Oleh karena itu, 2mn = (kd + 1)n = td+1, dimana
n
X1 n
t= k n j dn j 1 . Melalui cara yang sama diperoleh 2mn = (ld 1)m = ud 1,
j
j=0
dengan menggunakan kenyataan bahwa m adalah ganjil. Untuk td + 1 = ud 1 atau
dapat dituliskan (u t) d = 2, haruslah d j 2. Akibatnya d = 1.

Contoh 5.12 Berapa banyak bilangan bulat positif 1260 yang prima relatif terhadap
1260?

Penyelesaian. Karena 1260 = 22 32 5 7, sekarang masalahnya adalah mencari


bilangan-bilangan yang lebih kecil dari 1260 dan tidak dapat dibagi oleh 2, 3, 5, atau 7.
Diambil A menyatakan himpunan dari bilangan-bilangan bulat 1260 dan merupakan
kelipatan dari 2, B adalah himpunan kelipatan dari 3, dan seterusnya. Berdasarkan
Prinsip Inklusi-Eksklusi,

jA [ B [ C [ Dj = jAj + jBj + jCj + jDj


jA \ Bj jA \ Cj jA \ Dj
jB \ Cj jB \ Dj jC \ Dj
+ jA \ B \ Cj + jA \ B \ Dj + jA \ C \ Dj + jB \ C \ Dj
jA \ B \ C \ Dj
= 630 + 420 + 252 + 180 210 126 90 84 60 36
+42 + 30 + 18 + 12 6
= 972:

Jadi, banyaknya bilangan bulat positif 1260 yang prima relatif terhadap 1260 adalah
1260 972 = 288.

5.2 Bilangan Prima dan Faktorisasi


Diingat kembali denisi suatu bilangan prima, yaitu suatu bilangan bulat positif lebih
besar dari 1 yang hanya mempunyai pembagi positif 1 dan dirinya sendiri. Jelas bahwa
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 31

hanya 2 yang merupakan bilangan prima genap, dan juga hanya 2 dan 3 yang meru-
pakan bilangan-bilangan prima yang berturutan. Suatu bilangan, selain 1, yang tidak
prima dinamakan bilangan composite. Jelas bahwa jika n > 1 adalah composite maka
n dapat dituliskan sebagai n = ab, dimana 1 < a b < n dan a; b 2 N.

Contoh 5.13 Tentukan semua bilangan bulat positif n untuk yang mana 3n 4, 4n 5,
dan 5n 3 adalah bilangan-bilangan prima.

Penyelesaian. Jumlah dari ketiga bilangan tersebut adalah 12n 12, yang jelas
merupakan suatu bilangan genap, maka paling sedikit satu diantaranya adalah bilangan
genap. Dipunyai bahwa bilangan prima genap hanyalah 2. Diamati bahwa 4n 5 tidak
mungkin menjadi bilangan genap karena 4n selalu genap untuk setiap n, sehingga jika
dikurangi suatu bilangan ganjil maka hasilnya ganjil. Tetapi 3n 4 dan 5n 3 adalah
mungkin untuk menjadi bilangan genap. Karena itu diselesaikan persamaan 3n 4 = 2
dan 5n 3 = 2 yang secara berturutan menghasilkan n = 2 dan n = 1. Secara mudah
bisa diperiksa bahwa n = 2 akan membuat ketiga bilangan tersebut adalah prima.

Contoh 5.14 (AHSME 1976) Jika p dan q adalah prima, dan x2 px + q = 0


mempunyai dua akar bulat positif berbeda, tentukan p dan q.

Penyelesaian. Diambil x1 dan x2 , dengan x1 < x2 , sebagai dua akar bulat positif yang
berbeda. Karena itu bisa dituliskan x2 px+q = (x x1 ) (x x2 ), yang mengakibatkan
p = x1 + x2 dan q = x1 x2 . Karena q adalah prima, maka x1 = 1. Jadi, q = x2 dan
p = x2 + 1, yang berarti p dan q adalah dua bilangan prima yang berurutan, yaitu
q = 2 dan p = 3.

Teorema 5.15 Jika n > 1, maka n dapat dibagi oleh paling sedikit satu bilangan prima.

Bukti. Karena n > 1, maka dipunyai paling sedikit satu pembagi > 1. Berdasarkan
Prinsip Terurut Baik, n pasti mempunyai paling sedikit satu pembagi positif yang lebih
besar dari 1, misalnya q. Diklaim bahwa q adalah prima. Jika q bukan prima maka
dapat dituliskan q = ab, 1 < a b < q. Ini berarti bahwa a adalah suatu pembagi dari
n yang lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari q. Timbul kontradiksi dengan kenyataan
bahwa q adalah minimal.

Teorema 5.16 (Euclid) Terdapat tak hingga banyak bilangan prima.

Bukti. Diandaikan terdapat berhingga banyak bilangan prima, misalnya p1 , p2 , ...,


pn . Diambil
N = p1 p2 pn + 1
Bilangan bulat N adalah lebih besar dari 1, sehingga berdasarkan teorema sebelum-
nya diperoleh bahwa N pasti mempunyai suatu pembagi prima p. Bilangan prima p
haruslah salah satu dari bilangan-bilangan p1 , p2 , ..., pn . Tetapi, diamati bahwa p pasti
berbeda dari sembarang p1 , p2 , ..., pn karena N mempunyai sisa 1 ketika dibagi oleh
sembarang pi . Jadi timbul kontradiksi.

Teorema 5.17 Jika bilangan bulat positif n adalah composite, maka n pasti mempun-
p
yai suatu faktor prima p dengan p n.
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 32

p
Bukti. Diandaikan bahwa n = ab, dimana 1 < a b < n. Jika a; b > n, maka
p p
n = ab > n n = n, yang adalah kontradiksi. Jadi n mempunyai suatu faktor 6= 1
p p
dan n. Karena itu, faktor prima dari n adalah n.

Contoh 5.18 Berapa banyak bilangan prima 100?


p
Penyelesaian. Diamati bahwa 100 = 10. Berdasarkan teorema sebelumnya, semua
bilangan composite dalam range 10 n 100 mempunyai suatu faktor prima diantara
2, 3, 5, atau 7. Dimisalkan Am adalah himpunan bilangan-bilangan bulat positif yang
merupakan kelipatan dari m dan 100. Diperoleh jA2 j = 50, jA3 j = 33, jA5 j = 20,
jA7 j = 14, jA6 j = 16, jA10 j = 10, jA14 j = 7, jA15 j = 6, jA21 j = 4, jA35 j = 2, jA30 j = 3,
jA42 j = 2, jA70 j = 1, jA105 j = 0, jA210 j = 0. Jadi, banyaknya bilangan prima 100
adalah

= 100 (banyak bilangan composite 100) 1


= 100 + 4 (kelipatan dari 2; 3; 5; atau 7 100) 1
= 100 + 4 (50 + 33 + 20 + 14) + (16 + 10 + 7 + 6 + 4 + 2)
(3 + 2 + 1 + 0) 0 1
= 25

dengan mengingat bahwa 1 bukanlah prima atau composite.


Sekarang diperhatikan bilangan bulat 1332. Jelas bahwa bilangan tersebut dapat dibagi
oleh 2, sehingga diperoleh 1332 = 2 666. Selanjutnya, 666 dapat dibagi oleh 6, sehingga
1332 = 2 2 3 111. Terakhir, 111 dapat dibagi oleh 3, sehingga diperoleh 1332 =
2 2 3 3 37. Karena 2, 3, 37 adalah bilangan-bilangan prima maka proses faktorisasi
dari 1332 berhenti. Selanjutnya faktorisasi dari 1332 dapat dituliskan seperti 22 32 37.
Faktorisasi demikian dinamakan faktorisasi kanonis (canonical factorisation).

Teorema 5.19 (Teorema Fundamental Aritmatika) Setiap bilangan asli n 1


mempunyai suatu faktorisasi tunggal dalam bentuk

n = pa11 pa22 pas s

dimana pi adalah prima berbeda dan ai adalah bilangan bulat positif.

Bukti. Diasumsikan bahwa

n = pa11 pa22 pas s = q1b1 q2b2 qtbt

merupakan dua faktorisasi kanonis dari n. Berdasarkan Lemma Euclid, disimpulkan


bahwa setiap p pasti membagi suatu q dan setiap q membagi suatu p. Akibatnya s = t.
Selanjutnya, dari p1 < p2 < < ps dan q1 < q2 < < qt disimpulkan bahwa pi = qi ,
1 i s.
Jika ai > bi untuk suatu i, atas pembagian oleh pai i , diperoleh
b b
pa11 pa22 pai i bi
pas s = pb11 pb22 pi i 11 pi+1
i+1
pbss ;

yang adalah tidak mungkin, karena ruas kiri dapat dibagi oleh pi dan ruas kanan tidak
dapat dibagi oleh pi . Serupa dengan itu, diperoleh hasil yang sama untuk ai < bi . Jadi
haruslah ai = bi untuk semua i.
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 33

p
Contoh 5.20 Diambil p adalah suatu bilangan prima. Buktikan bahwa p bukan suatu
bilangan rasional.
p p a
Bukti. Diasumsikan bahwa p adalah rasional, artinya p = dimana a dan b
b
bilangan-bilangan asli yang prima relatif sebab faktor-faktor persekutuannya dapat
dihapus. Karena itu bisa dituliskan pb2 = a2 . Jadi p j a2 dan juga p j a. Dituliskan a =
a1 p untuk suatu bilangan bulat a1 , maka dipunyai pb2 = a21 p2 , sehingga b2 = a21 p yang
berarti p j b. Jadi, p adalah faktor persekutuan dari a dan b, sehingga ini kontradiksi
p
dengan asumsi. Jadi, p bukan suatu bilangan rasional.

Contoh 5.21 Buktikan bahwa terdapat tepat satu bilangan asli n dimana 28 + 211 + 2n
adalah pangkat dua sempurna.

Bukti. Jika k 2 = 28 +211 +2n = 2304+2n = 482 +2n , maka k 2 482 = (k 48) (k + 48) =
2n . Berdasarkan faktorisasi tunggal diperoleh k 48 = 2s , k + 48 = 2t , s + t = n. Dari
sini diperoleh 2t 2s = 96 = 3 25 atau 2s 2t s 1 = 3 25 . Berdasarkan faktorisasi
tunggal, dari kesamaan terakhir diperoleh s = 5, t s = 2. Jadi, s = 5 dan t = 7,
sehingga n = s + t = 12.
Untuk suatu bilangan prima p, pk dikatakan membagi penuh (fully divide) n dan dit-
uliskan pk k n jika k adalah bilangan bulat positif terbesar sedemikian sehingga pk j n.

Contoh 5.22 (ARML 2003) Tentukan pembagi terbesar dari 1001001001 yang tidak
melebihi 1000.

Penyelesaian. Dipunyai

1001001001 = 1001 106 + 1001 = 1001 106 + 1


= 7 11 13 106 + 1 :
3
Berdasarkan rumus x6 + 1 = x2 + 1 = x2 + 1 x4 x2 + 1 , dituliskan 106 + 1 =
101 9901. Karena itu dapat dituliskan 1001001001 = 7 11 13 101 9901. Dari sini
tidaklah sulit untuk memeriksa bahwa tidak ada kombinasi dari 7, 11, 13, dan 101 yang
dapat menghasilkan suatu hasil kali yang lebih besar dari 9901 tetapi kurang dari 1000.
Jadi jawabannya adalah 9901.
n
Contoh 5.23 Diambil n adalah suatu bilangan bulat positif. Buktikan bahwa 32 + 1
dapat dibagi oleh 2, tetapi tidak dapat dibagi oleh 4.
n n
Bukti. Jelas bahwa 32 adalah ganjil dan 32 + 1 adalah genap. Dicatat bahwa
n 2n 1 n 1 n 1
32 = 32 = 92 = (8 + 1)2 . Dipunyai rumus binomial

m m m m m
(x + y)m = xm + x 1
y+ x 2 2
y + + xy m 1
+ ym:
1 2 m 1

Diambil x = 8, y = 1, dan m = 2n 1 dalam persamaan di atas, maka pada ruas kanan


dapat dilihat bahwa setiap bagian jumlahan merupakan kelipatan dari 8 kecuali yang
n
terakhir (yaitu y m = 1). Karena itu sisa dari 32 ketika dibagi oleh 4 adalah sama
n
dengan 1, dan sisa dari 32 + 1 ketika dibagi oleh 4 adalah sama dengan 2.

Contoh 5.24 Tentukan n sedemikian sehingga 2n k 31024 1 .


Bab 5. Faktorisasi Tunggal 34

Penyelesaian. Dicatat bahwa 210 = 1024 dan x2 y 2 = (x + y) (x y). Karena itu

10 9 2
32 1 = 32 12
9 9 9 8 8
= 32 + 1 32 1 = 32 + 1 32 + 1 32 1
9 8 7 1 0
= = 32 + 1 32 + 1 32 + 1 32 + 1 32 + 1 (3 1) :

k
Berdasarkan contoh sebelumnya, 2 j 32 + 1 untuk bilangan bulat positif k. Karena
itu, dari persamaan terakhir dapat dilihat bahwa setiap faktor dapat dibagi oleh 2.
10
Karena banyaknya faktor adalah 11 dan juga 32 1 dapat dibagi oleh 20 , maka
n = 11 + 1 = 12.

5.3 Teorema Fermat dan Teorema Euler


Untuk sembarang bilangan bulat positif m dinotasikan ' (m) sebagai banyaknya bi-
langan bulat positif yang kurang dari m dan prima relatif terhadap m. Fungsi '
dinamakan fungsi totient Euler. Ini jelas bahwa ' (1) = 1 dan ' (p) = p 1 untuk
sembarang bilangan prima p. Selain itu, jika n adalah suatu bilangan bulat positif
sedemikian sehingga ' (n) = n 1, maka n adalah prima. Selain itu ' pk = pk pk 1
untuk semua bilangan bulat positif k, karena terdapat pk 1 bilangan bulat x yang
memenuhi 0 x < pk yang dapat dibagi oleh p, dan bilangan-bilangan bulat yang
prima relatif terhadap pk tidak dapat dibagi oleh p.

Proposisi 5.25 Diambil m adalah suatu bilangan bulat positif dan a adalah bilangan
bulat yang prima relatif terhadap m. Diandaikan bahwa S adalah sistem sisa lengkap
modulo m. Himpunan
T = aS = fas : s 2 Sg
juga merupakan sistem lengkap modulo m.

Proposisi di atas menyediakan dua teorema yang sangat terkenal dalam teori bilangan.

Teorema 5.26 (Teorema Euler) Diambil a dan m adalah bilangan-bilangan bulat


positif prima relatif, maka a'(m) = 1 (mod m) :

Bukti. Diperhatikan himpunan S = a1 ; a2 ; :::; a'(m) yang terdiri dari semua bilan-
gan bulat positif yang kurang dari m dan prima relatif terhadap m. Karena (a; m) = 1,
dari proposisi sebelumnya diperoleh bahwa

aS = aa1 ; aa2 ; :::; aa'(m)

merupakan sistem sisa lengkap modulo m yang lain, maka

(aa1 ) (aa2 ) ::: aa'(m) = a1 a2 :::a'(m) (mod m):

Dengan penggunaan (ak ; m) = 1, k = 1; 2; :::; ' (m) diperoleh hasil yang diinginkan.

Teorema 5.27 (Teorema Fermat) Diambil p adalah suatu bilangan prima, maka
ap = a (mod p) untuk semua bilangan bulat a. Selain itu jika a adalah prima relatif
terhadap p, maka ap 1 = 1(mod p)
Bab 5. Faktorisasi Tunggal 35

Contoh 5.28 Diambil p adalah bilangan prima. Buktikan bahwa p membagi abp bap
untuk semua bilangan bulat a dan b.

Bukti. Dicatat bahwa abp bap = ab bp 1 ap 1 .


Jika p j ab, maka p j (abp bap ); jika p - ab, maka (p; a) = (p; b) = 1, sehingga
bp 1 = ap 1 = 1(mod p), berdasarkan Teorema kecil Fermat. Karena p j bp 1 ap 1 ,
akibatnya p j (abp bap ). Oleh karena itu p j (abp bap ) untuk semua p.

Contoh 5.29 Diambil suatu bilangan prima p 7. Buktikan bahwa bilangan prima

11:::1
| {z }
p 1

dapat dibagi p.

Bukti. Dipunyai
10p 1 1
11:::1
| {z } = ;
9
p 1

dan kesimpulan diperoleh dari Teorema Fermat. (Dicatat juga bahwa (10; p) = 1).

Contoh 5.30 Diambil suatu bilangan prima p 5. Buktikan bahwa p8 = 1(mod 240).

Bukti. Dicatat bahwa 240 = 24 3 5. Berdasarkan Teorema Fermat, p2 = 1(mod 3)


dan p4 = 1(mod 5). Karena suatu bilangan bulat positif adalah prima relatif terhadap
24 jika hanya jika bilangan bulat positif adalah ganjil, maka ' 24 = 23 . Berdasarkan
Teorema Euler, dipunyai 28 = 1(mod 16). Oleh karena itu p8 = 1(mod m) untuk m = 3,
5, dan 6, yang berakibat p8 = 1(mod 240).

Contoh 5.31 (IMO 2005) Diperhatikan barisan a1 ; a2 ; ::: yang didenisikan oleh

an = 2n + 3n + 6n 1

untuk semua bilangan bulat positif n. Tentukan semua bilangan bulat positif yang prima
relatif terhadap setiap suku dari barisan.

Penyelesaian. Cukup ditunjukkan bahwa setiap bilangan prima p membagi an untuk


suatu bilangan bulat positif n. Dicatat bahwa p = 2 dan p = 3 membagi a2 = 48.
Diandaikan p 5. Berdasarkan Teorema Fermat, dipunyai 2p 1 = 3p 1 = 6p 1 =
1 (mod p), maka

3 2p 1
+ 2 3p 1
+ 6p 1
= 3 + 2 + 1 = 6(mod 6);

atau 6 2p 2 + 3p 2 + 6p 2 1 = 0(mod p), artinya 6ap 2 dapat dibagi oleh p. Karena


p adalah prima relatif terhadap 6, ap 2 dapat dibagi oleh p. Karena itu jawabannya
adalah 1.
Bab 6

Algoritma Euclid

Sekarang akan diperiksa suatu prosedur yang menghindari pemfaktoran dua bilangan
bulat positif untuk memperoleh faktor persekutuan terbesar. Ini dinamakan Algoritma
Euclid dan digambarkan seperti berikut ini. Diambil a, b adalah bilangan-bilangan bu-
lat tak nol. Setelah Algoritma Pembagian diaplikasikan secara berulang-ulang, diper-
oleh barisan kesamaan, dengan r0 = a dan r1 = b,

r0 = q 1 r1 + r2 ; 0 < r2 < jr1 j ;


r1 = q 2 r2 + r3 ; 0 < r3 < r2 ;
r2 = q 3 r3 + r4 ; 0 < r4 < r3 ;
.. ..
. .
rn 3 = q n 2 rn 2 + rn 1 ; 0 < rn 1 < rn 2 ;
rn 2 = q n 1 rn 1 + rn ; 0 < rn < rn 1 ;
rn 1 = q n rn :

Dicatat bahwa
0 rn < rn 1 < < r3 < r2 < b;
karena itu pada akhirnya dicapai rn+1 yang sama dengan nol. Selain itu, diperhatikan
bahwa barisan kesamaan memperbolehkan setiap rk , k = 2; :::; n dinyatakan dalam
suku-suku dari rk 2 dan rk 1 . Sebagai contoh, dipunyai

rn 1 = rn 2 qn 1 rn 1 :

Digunakan pernyataan tersebut secara berulang, maka dapat dituliskan

rn = ur0 + vr1 = ua + vb:

Jadi rn dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dari a dan b. Berdasarkan
Teorema Bachet-Bezout, disimpulkan bahwa rn adalah FPB dari a dan b. Jadi, suku
sisa tak nol terakhir rn yang dihasilkan oleh algoritma Euclid adalah (a; b).
Selanjutnya, FPB dari dua bilangan bulat boleh dinyatakan sebagai suatu kombinasi
linier dari dua bilangan bulat tersebut dengan menggunakan metode substitusi balik.

Contoh 6.1 Tentukan (84; 60), dan selanjutnya nyatakan sebagai suatu kombinasi li-
nier dari kedua bilangan bulat tersebut.

36
Bab 6. Algoritma Euclid 37

Penyelesaian. Diambil a = 84 dan b = 60, maka

84 = 1 60 + 24; 24 = 84 + ( 1) 60;
60 = 2 24 + 12; 12 = 60 + ( 2) 24;
24 = 1 12; 12 = (84; 60) :

Selanjutnya dikerjakan secara mundur untuk mendapatkan

12 = 60 + ( 2) 24
= 60 + ( 2) (84 + 60 ( 1))
= ( 2) 84 + 3 60.

Jadi,
(84; 60) = 12 = ( 2) 84 + 3 60.

Contoh 6.2 Tentukan (190; 72), dan selanjutnya nyatakan sebagai suatu kombinasi
linier dari kedua bilangan bulat tersebut.

Penyelesaian. Diambil a = 190 dan b = 72, maka

190 = ( 2) ( 72) + 46; 46 = 190 + 2 ( 72) ;


72 = ( 2) 46 + 20; 20 = 72 + 2 46;
46 = 2 20 + 6; 6 = 46 + ( 2) 20;
20 = 3 6 + 2; 2 = 20 + ( 3) 6;
6 = 3 2; 2 = (190; 72) :

Selanjutnya dikerjakan secara mundur untuk mendapatkan

2 = 20 + ( 3) 6
= 20 + ( 3) (46 + ( 2) 20)
= ( 3) 46 + 7 20
= ( 3) 4 + 7 ( 72 + 2 46)
= 7 ( 72) + 11 46
= 7 ( 72) + 11 (190 + 2 ( 72))
= 11 190 + 29 ( 72) :

Jadi, (190; 72) = 2 = 11 190 + 29 ( 72).


Ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan kenyataan bahwa (190; 72) = (190; 72)
dan dikerjakan seperti berikut ini.

Contoh 6.3 Tentukan (190; 72), dan selanjutnya nyatakan sebagai suatu kombinasi
linier dari kedua bilangan bulat tersebut.
Bab 6. Algoritma Euclid 38

Penyelesaian. Diambil a = 190 dan b = 72, maka

190 = 2 72 + 46; 46 = 190 + ( 2) 72;


72 = 1 46 + 26; 26 = 72 + ( 1) 46;
46 = 1 26 + 20; 20 = 46 + ( 1) 26;
26 = 1 20 + 6 6 = 26 + ( 1) 20
20 = 3 6 + 2; 2 = 20 + ( 3) 6;
6 = 3 2; 2 = (190; 72) :

Selanjutnya dikerjakan secara mundur untuk mendapatkan

2 = 20 + ( 3) 6
= 20 + ( 3) (26 + ( 1) 20)
= ( 3) 26 + 4 20
= ( 3) 26 + 4 (46 + ( 1) 26)
= 4 46 + ( 7) 26
= 4 46 + ( 7) (72 + ( 1) 46)
= ( 7) 72 + 11 46
= ( 7) 72 + 11 (190 + ( 2) 72)
= 11 190 + 29 ( 72) :

Jadi, (190; 72) = 2 = 11 190 + 29 ( 72).


Dicatat bahwa jika (a; b) = ua + vb, maka nilai-nilai u; v tidak tunggal. Sebagai contoh,

83 190 + 219 ( 72) = 2:

Secara umum, bilangan-bilangan u; v dapat dimodikasi menjadi u + tb dan v ta


karena
(u + tb) a + (v ta) b = (ua + vb) + (tba tab) = ua + vb:
Jadi, pendekatan-pendekatan berbeda untuk menentukan kombinasi linier dari (a; b)
dapat menghasilkan jawaban-jawaban berbeda.
Suatu persamaan yang meminta penyelesaian-penyelesaian bilangan bulat dinamakan
persamaan diophantine. Berdasarkan Teorema Bachet-Bezout, diperhatikan bahwa
persamaan diophantine linier
ax + by = c (6.1)
mempunyai suatu penyelesaian bilangan bulat jika dan hanya jika (a; b) j c. Algoritma
Euclid merupakan suatu cara yang esien untuk mencari suatu penyelesaian bagi per-
samaan (6.1). Sebagai contoh, dari masalah sebelumnya, penyelesaian bilangan bulat
untuk persamaan diophantine
190x + 72y = 2
adalah x = 11, y = 29.

Contoh 6.4 Tunjukkan bahwa persamaan diophantine 206x + 446y = 40 mempunyai


penyelesaian-penyelesaian bulat. Cari penyelesaian (x; y) sedemikian sehingga x + y
mengambil nilai positif terkecil.
Bab 6. Algoritma Euclid 39

Penyelesaian. Diaplikasikan Algoritma Euclid:

446 = 2:206 + 34 =) 206 = 6:34 + 2 =) 34 = 2:17:

Karena (206; 446) = 2 dan 2 j 40, maka terdapat penyelesaian-penyelesaian bilangan


bulat.
Selanjutnya disubstitusi balik untuk memperoleh

2 = 206 6 34 = 206 6 (446 2 206) = 13:206 6:446:

Sekarang, karena 40 = 20 2, maka dapat dituliskan

40 = 20 (13 206 6 446) = 260 206 120 446:

Jadi, penyelesaiannya adalah x = 260 dan y = 120. Penyelesaian umumnya adalah


446
x = 260 t = 260 223t;
2
206
y = 120 + t = 120 + 103t;
2
untuk suatu t 2 Z. Karena itu, x + y = 140 120t, dan t 2 Z, sehingga x + y bernilai
positif terkecil untuk t = 1, bernilai negatif untuk t 2, dan x + y > 140 untuk t 0.
Jadi, penyelesaian yang diminta yaitu x = 37 dan y = 17.

Contoh 6.5 Cari semua penyelesaian bulat x dimana 0 x < 9 dari kongruensi
linear 6x = 15 (mod 9), atau, jika tidak ada penyelesaian, berikan alasan kenapa tidak
ada penyelesaian.

Penyelesaian. Kita harus menyelesaikan persamaan diophantine 6x + 9y = 15 atau


ekivalen dengan 2x + 3y = 5. Karena 2 ( 1) + 3 (1) = 1, maka 2 ( 5) + 3 (5) = 5.
Oleh karena itu, suatu penyelesaiannya adalah x = 5. Karena (6; 9) = 3, semua
penyelesaiannya mempunyai bentuk
9
x= 5 t= 5 3t
3
untuk suatu t 2 Z. Terdapat tiga penyelesaian mod 9, yaitu 5 3 ( 2) = 1, 5
3 ( 3) = 4, dan 5 3 ( 4) = 7.

Contoh 6.6 Vian ingin membeli beberapa prangko klas kedua dengan harga $20 per
prangko, dan beberapa prangko klas pertama dengan harga $26 per prangko. Uang yang
saya miliki 264. Berapa banyak prangko yang dapat dibeli oleh Vian?

Penyelesaian. Dimisalkan x adalah banyaknya prangko klas kedua, dan y adalah


banyaknya prangko klas pertama. Selanjutnya x; y 2 Z, dengan 20x + 26y = 264, dan
x; y 0.
Sekarang dicari suatu penyelesaian bilangan bulat dari persamaan (menggunakan Al-
goritma Euclid)
26 = 1 20 + 6 =) 6 = 3 2 + 0:
Selanjutnya disubstitusi balik untuk memperoleh

2 = 20 3 6 = 20 3 (26 20) = 4 20 3 26:


Bab 6. Algoritma Euclid 40

Jadi, 2 = 4 20 3 6. Sekarang 264 = 132 2, sehingga

264 = 132 (4 20 3 26) = 528 20 396 26:

Dari sini, penyelesaian umumnya adalah


26 20
x = 528 + t dan y= 396 t
2 2
untuk suatu t 2 Z. Dengan kata lain, x = 528 + 13t dan y = 396 10t untuk suatu
t 2 Z.
Diminta juga bahwa x dan y adalah tak negatif. x 0 ekivalen dengan 528 + 13t 0,
528
yaitu t 13 = (40 + 38 ). Untuk t 2 Z, harus dipunyai t 40. y 0 ekivalen
396 6
dengan 396 10t 0, yaitu t 10 = (39 + 10 ). Untuk t 2 Z, harus dipunyai
t 40. Penyelesaian persekutuannya yaitu t = 40. Ini memberikan hasil:

x = 528 + ( 40:13) = 8; dan y= 396 ( 40) 10 = 4:

Dengan kata lain, Vian membeli 8 prangko klas kedua dan 4 prangko klas pertama.

Contoh 6.7 Tentukan suatu penyelesaian bulat untuk persamaan

91x + 126y + 294z = 21:

Penyelesaian. Dimulai dengan mencari (126; 294). Diaplikasikan Algoritma Euclid:

294 = 2 126 + 42 =) 126 = 3:42 + 0:

Jadi, (126; 294) = 42. Selanjutnya disubstitusi balik untuk memperoleh

42 = 1:294 2:126: (6.2)

Ini berarti bahwa (91; 126; 294) = (91; (126; 294)) = (91; 42). Diaplikasikan Algoritma
Euclid:
91 = 2:42 + 7 =) 42 = 6:7 + 0;
dan disubstitusi balik untuk memperoleh

7 = 1:91 2:42: (6.3)

Sekarang dicari suatu penyelesaian bulat dari persamaan

91X + 42W = 21:

Karena (91; 42) = 7 j 21, maka terdapat penyelesaian-penyelesaian bulat. Karena


21 = 3:7, maka dengan penggunaan (6.3) dan (6.2) dipunyai

21 = 3 7
= 3 (1 91 2 42) = 3 91 6 42
= 3 91 6 (1 294 2 126)
= 3 91 6 294 + 12 126:
Bab 6. Algoritma Euclid 41

Jadi, dipunyai penyelesaian bulat

x = 3; y = 12; z = 6:

Contoh 6.8 (HMMT 2002) Hitung

x = 2002 + 2; 20022 + 2; 20023 + 2; ::: :

Penyelesaian. Dicatat bahwa

20022 + 2 = 2002 (2000 + 2) + 2 = 2000 (2002 + 2) + 6:

Jadi, berdasarkan Algoritma Euclid dipunyai

2002 + 2; 20022 + 2 = (2004; 6) = 6:

Karena itu x j 2002 + 2; 20022 + 2 = (2004; 6) atau x j 6. Di sisi lain, setiap bilangan
dalam barisan 2002+2; 20022 +2; 20023 +2; ::: dapat dibagi oleh 2. Lebih lanjut, karena
2002 = 2001 + 1 = 667 3 + 1, untuk semua bilangan bulat positif k, 2002k = 3ak + 1
untuk suatu bilangan bulat ak . Jadi, 2002k + 2 dapat dibagi oleh 3. Karena 2 dan
3 adalah prima relatif, setiap bilangan dalam barisan tersebut dapat dibagi 6. Oleh
karena itu x = 6.

Latihan 6.9 Tentukan

1. (34567; 987)

2. (560; 600)

3. (4554; 36)

4. (8098643070; 8173826342)

Latihan 6.10 Selesaikan persamaan diophantine berikut ini, jika diketahui bahwa penye-
lesaiannya ada.

1. 24x + 25y = 18

2. 3456x + 246y = 44

3. 1998x + 2000y = 33

6.1 Sistem Kongruensi Linear


Suatu sistem kongruensi linear dalam variabel x mempunyai bentuk
8
>
> a1 x = b1 (mod n1 )
>
< a2 x = b2 (mod n2 )
.. :
>
> .
>
:
ar x = br (mod nr )
Bab 6. Algoritma Euclid 42

Berikut ini diberikan suatu contoh yang mengilustrasikan bahwa hubungan antara mod-
ulo kongruensi-kongruensi merupakan syarat terpenting dalam menentukan apakah su-
atu sistem kongruensi linear mempunyai penyelesaian atau tidak.

Contoh 6.11 Apakah sistem kongruensi

x = 8 (mod 12) ; x = 6 (mod 9)

mempunyai penyelesaian? Berikan penjelasan.

Penyelesaian. Karena (12; 9) = 3 dan kongruensi pertama mengakibatkan x = 8 =


2 (mod 3), sedangkan kongruensi kedua mengakibatkan x = 6 = 0 (mod 3), maka sistem
tidak mempunyai penyelesaian.
Sifat penyelesaian dari suatu sistem kongruensi linear ditemukan pertama kali oleh
matematikawan Cina kuno dan ditulis pertama kali dalam Shushu Jiuzhang (Nine
Chapters on the Mathematical Arts) oleh matematikawan abad 13 Qin Jiushao.

Teorema 6.12 (Teorema Sisa Cina) Jika n1 ; n2 2 Z+ adalah koprima dan b1 ; b2 2


Z, maka sistem kongruensi

x = b1 (mod n1 ) ; x = b2 (mod n2 )

mempunyai suatu penyelesaian tunggal di modulo n1 n2 .

Contoh 6.13 Selesaikan sistem

x = 2 (mod 5) ; x = 1 (mod 3) :

Penyelesaian. Dituliskan x = 2 (mod 5) menjadi x = 2 + 5m untuk suatu m 2 Z dan


dituliskan x = 1 (mod 3) menjadi x = 1 + 3n untuk suatu n 2 Z. Disamakan kedua
persamaan untuk memperoleh 2 + 5m = 1 + 3n atau 3n 5m = 1. Persamaan terakhir
dapat diselesaikan menggunakan algoritma Euclid yang menyatakan kombinasi linear
dari (3; 5) = 1:
3 2 + ( 5) 1 = 1:
Jadi penyelesaiannya adalah m = 1 dan n = 2, sedangkan penyelesaian umumnya yaitu

m = 1 + 3t dan n = 2 + 5t; untuk suatu t 2 Z;

karena 3 (2 + 5t) 5 (1 + 3t) = 1. Jadi, x yang memenuhi kedua kongruensi yaitu

x = 2 + 5 (1 + 3t) = 7 + 15t; t 2 Z;

atau dengan kata lain x = 7 (mod 15).

Contoh 6.14 Selesaikan sistem kongruensi

3x = 1 (mod 4) ; 5x = 2 (mod 7) :

Penyelesaian. Dimulai dengan pengamatan bahwa 32 = 9 = 1 (mod 4) dan 3 5 =


15 = 1 (mod 7), karena itu sistem kongruensi asli ekivalen dengan sistem kongruensi

x = 3 (mod 4) ; x = 6 (mod 7) :
Bab 6. Algoritma Euclid 43

Selanjutnya sistem diselesaikan seperti pada contoh sebelumnya (diserahkan kepada


pembaca sebagai latihan) untuk memperoleh penyelesaian bilangan bulat umum yaitu
x = 27 (mod 28).

Contoh 6.15 Tentukan semua penyelesaian bulat dari sistem kongruensi

7x = 1 (mod 8) ; x = 2 (mod 3) ; x = 1 (mod 5) :

Penyelesaian. Diproses dalam dua tahap. Tahap pertama diselesaikan sistem kon-
gruensi
7x = 1 (mod 8) ; x = 2 (mod 3)
di modulo 24. Diamati bahwa 72 = 1 (mod 8), sehingga sistem kongruensi menjadi

x = 7 (mod 8) ; x = 2 (mod 3) :

Diaplikasikan Algoritma Euclid untuk memperoleh

( 1) 8+3 3 = 1;

dan karena itu diperoleh penyelesaian tunggal

x = ( 1) 8 2+3 3 7 = 23 (mod 24) :

Tahap kedua diselesaikan sistem kongruensi

x = 23 (mod 24) ; x = 1 (mod 5) :

Dipunyai bahwa x = 23 (mod 24) = 1 (mod 24), sehingga sistem kongruensi menjadi

x= 1 (mod 24) ; x = 1 (mod 5) :

Diaplikasikan Algoritma Euclid untuk memperoleh

( 1) 24 + 5 5 = 1;

dan karena itu diperoleh penyelesaian tunggal

x = ( 1) 24 1+5 5 ( 1) = 71 (mod 120) :

Jadi, penyelesaian bulat umum dari sistem yaitu x = 71 + 120n, n 2 N.

Latihan 6.16 Selesaikan sistem persamaan berikut ini.

a) x = 1 (mod 2) ; x = 2 (mod 3) :

b) 3x = 1 (mod 5) ; 2x = 3 (mod 7) :

c) x = 5 (mod 15) ; 4x = 7 (mod 11) :

d) 2x = 3 (mod 5) ; 7x = 9 (mod 13) :

Latihan 6.17 Selesaikan sistem persamaan berikut ini.

a) x = 1 (mod 2) ; x = 1 (mod 3) ; x = 1 (mod 5) :


Bab 6. Algoritma Euclid 44

b) x = 1 (mod 2) ; x = 2 (mod 3) ; x = 4 (mod 5) :

c) 2x = 1 (mod 3) ; 3x = 4 (mod 5) ; 3x = 7 (mod 8) :

d) 5x = 2 (mod 3) ; 4x = 3 (mod 10) ; 5x = 9 (mod 25) :

Latihan 6.18 Cari penyelesaian untuk sistem persamaan

x = 1 (mod 3) ; x = 3 (mod 5) ; x = 5 (mod 7) ; x = 7 (mod 9) :


Bab 7

Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik

7.1 Fungsi Floor


Untuk suatu bilangan riil x, terdapat secara tunggal bilangan bulat n sedemikian se-
hingga n x < n + 1. Dengan kata lain, n adalah bilangan bulat terbesar yang tidak
melebihi x, atau n dinamakan oor dari x, dan dinotasikan dengan bxc. Selisih x bxc
dinamakan bagian pecahan dari x dan dinotasikan dengan fxg. Bilangan bulat terkecil
yang lebih besar atau sama dengan x dinamakan ceiling dari x dan dinotasikan de-
ngan dxe. Jika x adalah suatu bilangan bulat, maka bxc = dxe dan fxg = 0; jika x
bukan suatu bilangan bulat, maka dxe = bxc + 1. Berikut ini diberikan contoh-contoh
sederhana:

1. b3; 1c = 3 dan d3; 1e = 4

2. b3c = 3 dan d3e = 3

3. b 3; 1c = 4 dan d 3; 1e = 3

Lemma 7.1 Untuk setiap x 2 R berlaku

x 1 < bxc x:

Bukti. Diambil n = bxc, maka dipunyai bahwa n x < n + 1. Hal ini memberikan
bxc x, seperti dalam denisi. Ini juga memberikan x < n + 1 yang mengakibatkan
bahwa x 1 < n, artinya x 1 < bxc.
Selanjutnya, fungsi oor memiliki sifat-sifat seperti dalam teorema berikut ini.

Teorema 7.2 Jika ; 2 R, a 2 Z, n 2 N, maka

(1) b + ac = b c + a
j k b c
(2) =
n n
(3) b c + b c b + c b c+b c+1

Bukti.

(1) Diambil m = b + ac, maka m +a < m+1. Karena itu m a < m a+1.
Ini berarti bahwa m a = b c atau m = b c + a.

45
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 46

j k j k
(2) Dituliskan sebagai = + , 0 < 1. Karena n adalah suatu
n n n n
bilangan bulat, berdasarkan (1) disimpulkan bahwa
j j k k j k
b c= n +n =n + bn c :
n n
bn c bn c
Dipunyai 0 bn c n < n, sehingga 0 < 1. Jika diambil = ,
n n
maka diperoleh
b c j k
= + ; 0 < 1:
n n
b c j k
Ini berarti bahwa = .
n n
(3) Dari ketaksamaan 1<b c dan 1<b c diperoleh + 2<
b c+b c + . Karena b c + b c adalah suatu bilangan bulat yang kurang
dari atau sama dengan + , maka b c+b c pasti kurang dari atau sama dengan
bagian bulat dari + , yaitu b + c. Selain itu, + kurang dari bilangan bulat
b c + b c + 2, sehingga b + c pasti kurang dari b c + b c + 2, dan akibatnya
b + c < b c + b c + 2 menghasilkan b + c b c + b c + 1.

Contoh 7.3 (APMC 1999) Diambil suatu barisan bilangan riil a1 , a2 , ... yang
memenuhi
ai+j ai + aj
untuk semua i; j = 1; 2; :::. Buktikan bahwa
a2 a3 an
a1 + + + + an
2 3 n
untuk semua bilangan bulat positif n.
Bukti. Digunakan induksi kuat seperti berikut ini. Basis induksi untuk n = 1 dan
2 adalah trivial. Sekarang diasumsikan bahwa pernyataan benar untuk n k untuk
suatu bilangan bulat positif k 2. Artinya,

a1 a1 ;
a2
a1 + a2 ;
2
..
.
a2 ak
a1 + + + ak :
2 k
Dijumlahkan semua ketaksamaan untuk memperoleh
a2 ak
ka1 + (k 1) + + a1 + a2 + + ak :
2 k
Selanjutnya kedua ruas dari ketaksamaan terakhir ditambahkan dengan a1 +a2 + +ak ,
yang menghasilkan
a2 a3 an
(k + 1) a1 + + + + (a1 + ak ) + (a2 + ak 1) + + (ak + a1 )
2 3 n
kak+1 :
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 47

Jika kedua ruas dari ketaksamaan terakhir dibagi dengan (k + 1), maka

a2 a3 an kak+1
a1 + + + +
2 3 n k+1
atau
a2 a3 an ak+1
a1 + + + + + ak+1 :
2 3 n k+1
Ini berarti pernyataan benar untuk n = k + 1.

Contoh 7.4 (USAMO 1981) Untuk suatu bilangan positif x, buktikan bahwa

b2xc b3xc bnxc


bxc + + + + bnxc :
2 3 n
Bukti. Berdasarkan Teorema 7.2 (3), ini merupakan kasus khusus dari Contoh 7.3
dengan mengambil ai = bixc.

Contoh 7.5 (Putnam 1948) Jika n adalah suatu bilangan bulat positif, tunjukkan
bahwa p p p
n+ n+1 = 4n + 2 :

Bukti. Diperhatikan bahwa


p p 2
p
4n + 1 < n+ n+1 = 2n + 2 n2 + n + 1 < 4n + 3
p p p p
karena n2 + n > n2 = n dan juga n2 + n < n2 + 2n + 1 = n + 1. Karena itu
diperoleh p p p p
4n + 1 < n + n + 1 < 4n + 3:
Bilangan 4n+2 dan 4n+3 bukan merupakan bilangan kuadrat karena bilangan-bilangan
kuadrat dalam mod(4) kongruen dengan 0 atau 1, sehingga
p p
4n + 2 = 4n + 3 :

Oleh karena itu p p p


n+ n+1 = 4n + 2 :

Contoh 7.6 (Australia 1999) Selesaikan sistem persamaan:

x + byc + fzg = 200;


fxg + y + bzc = 190; 1;
bxc + fyg + z = 178; 8:

Penyelesaian. Karena x = bxc + fxg untuk semua bilangan riil x, maka jumlahan
dari tiga persamaan dalam sistem adalah

2x + 2y + 2z = 568; 9 atau x + y + z = 284; 45:


Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 48

Selain itu, jika persamaan terakhir dikurangi dengan setiap persamaan dalam sistem,
maka diperoleh

fyg + bzc = 84; 45;


bxc + fzg = 94; 35;
fxg + byc = 105; 65:

Oleh karena itu bzc = bfyg + bzcc = b84; 45c = 84. Jadi, bzc = 84 dan fyg = 0; 45.
Dengan cara serupa diperoleh bxc = 94 dan fzg = 0; 35, dan juga byc = 105 dan
fxg = 0; 65. Dari sini dihasilkan x = 94; 65, y = 105; 45, dan z = 84; 35.
1
Contoh 7.7 (ARML 2003) Cari bilangan bulat positif n sedemikian sehingga pa-
p n
ling dekat dengan 123456789 .

Penyelesaian. Dicatat bahwa

11111; 112 = 123456765; 4321 < 123456789


< 123456789; 87654321 = 11111; 11112 :

Karena itu jp k
123456789 = 11111

dan np o
1 1
< 0; 11 < 123456789 < 0; 1111 < :
10 9

Contoh 7.8 (AIME 1997) Diandaikan bahwa a adalah positif, a 1 = a2 , dan


2 < a2 < 3. Cari nilai dari a12 144a 1 .

Penyelesaian. Pertama kali dicatat bahwa hipotesis yang diberikan mengakibatkan


a 1 = a 1 fkarena 1 < a dan 0 < a 1 < 1) dan a2 = a2 2. Karena itu a harus
memenuhi persamaan a 1 = a2 2 atau a3 2a 1 = 0. Persamaan terakhir dapat
dituliskan seperti
(a + 1) a2 a 1 = 0
p
1+ 5
yang akar positifnya hanya a = . Digunakan hubungan a2 = a+1 dan a3 = 2a+1
2
untuk menghitung

a6 = 8a + 5, a12 = 144a + 89, dan a13 = 233a + 144

yang mengakibatkan bahwa

a13 144
a12 144a 1
= = 233.
a

Contoh 7.9 Cari semua penyelesaian riil untuk persamaan

4x2 40 bxc + 51 = 0:
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 49

Penyelesaian. Dicatat bahwa

(2x 3) (2x 17) = 4x2 40x + 51


2
4x 40 bxc + 51 = 0;

yang memberikan 32 x 17 2 , dan berakibat 1 bxc 8. Di sisi lain, persamaan yang


diberikan dapat dituliskan seperti
p
40 bxc 51
x= ;
2
sehingga dari sini dipunyai
$p %
40 bxc 51
bxc = :
2

Dari pilihan bxc 2 f1; 2; :::; 8g, hanyap 2, 6,p7, atau


p
8 yang memenuhi
p
persamaan terakhir.
29 189 229 269
Jadi, penyelesaian untuk x adalah 2 , 2 , 2 , dan 2 .

Proposisi 7.10 (Identitas Hermite) Jika x adalah suatu bilangan riil dan n adalah
suatu bilangan bulat positif, maka

1 2 n 1
bxc + x + + x+ + + x+ = bnxc :
n n n

Bukti. Jika x adalah suatu bilangan bulat, maka hasil jelas benar. Diandaikan bahwa
x bukan suatu bilangan bulat, artinya 0 < fxg < 1. Karena itu terdapat 1 i n 1
sedemikian sehingga
i 1 i
fxg + < 1 dan fxg + 1; (7.1)
n n
artinya
n i n i+1
fxg < : (7.2)
n n
Berdasarkan (7.1) dipunyai

1 i 1
bxc = x + = = x+
n n

dan
i n 1
x+ = = x+ = bxc + 1;
n n
dan juga

1 2 n 1
bxc + x + + x+ + + x+
n n n
= i bxc + (n i) (bxc + 1) = n bxc + n i: (7.3)

Di sisi lain, berdasarkan (7.2) diperoleh

n bxc + n i n bxc + n fxg = nx < n bxc + n i + 1;


Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 50

yang mengakibatkan
bnxc = n bxc + n i: (7.4)
Dari (7.3) dan (7.4) disimpulkan bahwa

1 2 n 1
bxc + x + + x+ + + x+ = n bxc + n i
n n n
= bnxc :

Contoh 7.11 (AIME 1991) Diandaikan bahwa r adalah suatu bilangan riil dimana

19 20 91
r+ + r+ + + r+ = 546:
100 100 100

Cari b100rc.
Penyelesaian. Jumlahan yang diberikan mempunyai 91 19+1 = 73 suku, dan setiap
suku sama dengan brc atau brc + 1. Diamati bahwa 73 7 < 546 < 73 8, sehingga
diperoleh brc = 7. Karena 546 = 73 7 + 35, maka 38 suku pertama bernilai 7 dan 35
suku terakhir bernilai 8; artinya

56 57
r+ = 7 dan r+ = 8:
100 100

Akibatnya 7; 43 r < 7; 44, dan karena itu b100rc = 743.


Contoh 7.12 (IMO 1968) Diambil x adalah suatu bilangan riil. Buktikan bahwa
1
X x + 2k
= bxc :
2k+1
k=0

Bukti. Dalam identitas Hermite diambil n = 2 yang memberikan

1
bxc + x + = b2xc ;
2
atau
1
x+ = b2xc bxc :
2
Diaplikasikan identitas terakhir secara berulang untuk memperoleh
1 j
!
xk j x k
1
X X1 X
x + 2k x 1
= + = = bxc :
2k+1 2k+1 2 2k 2k+1
k=0 k=0 k=0

7.2 Fungsi Legendre


Diambil p adalah suatu bilangan prima. Untuk sembarang bilangan bulat positif n,
didenisikan ep (n) = k sedemikian sehingga pk k n!. Fungsi aritmatika ep (n) dina-
makan fungsi Legendre yang berasosiasi dengan bilangan prima p.
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 51

jak
Dicatat bahwa jika a > 0 dan n adalah suatu bilangan bulat positif, maka adalah
n
banyaknya bilangan bulat positif yang tidak melebihi a dan merupakan kelipatan dari
n.

Teorema 7.13 (Rumus Legendre) Jika n adalah suatu bilangan bulat positif dan p
adalah suatu bilangan prima, maka
1
X n n n n
ep (n) = k = = + 2 + 3 + :
pj p p p
j=1

Bukti. Diandaikan m 2 N dan 1 m n. Jika pr j m dan pr+1 - n, ingin dihitung


kontribusi dari r. Dengan kata lain, ingin dihitung kontribusi 1 untuk setiap j 2 N
sedemikian sehingga pj j m. Karena itu
n X
X 1 X n
1 X 1
X n
k= 1= 1=
pj
m=1 j=1 j=1 m=1 j=1
pj jm pj jm

dalam pandangan dari catatan di atas.

Contoh 7.14 Diambil s dan t adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga

7s k 400! dan 3t k ((3!)!)!:

Hitung s + t.

Penyelesaian. Dicatat bahwa ((3!)!)! = (6!)! = 720!. Diaplikasikan rumus Legendre


untuk memperoleh

400 400 400


s = e7 (400) = + 2
+ = 57 + 8 + 1 = 66
7 7 73

dan
720 720 720 720 720
t = e3 (720) = + + + +
3 32 33 34 35
= 240 + 80 + 26 + 8 + 2 = 356:

Jadi s + t = 66 + 356 = 422.

7.3 Bilangan Fermat


Untuk mencari semua bilangan prima berbentuk 2m + 1, Fermat melihat bahwa m
harus merupakan pangkat dari 2. Tentu saja jika m = k h dengan k adalah suatu
bilangan bulat ganjil yang lebih besar dari 1, maka
k
2m + 1 = 2h + 1 = 2h + 1 2h(k 1)
2h(k 2)
+ 2h + 1 ;

dan juga 2m + 1 tidak akan menjadi suatu bilangan prima.


Bilangan-bilangan bulat
n
fn = 22 + 1; n 0
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 52

dinamakan bilangan-bilangan Fermat. Dipunyai

f0 = 3; f1 = 5; f2 = 17; f3 = 257; f4 = 65537; dan f5 = 4294967297:

Setelah diperiksa bahwa lima bilangan di atas adalah prima, Fermat menduga bahwa fn
adalah prima untuk semua n. Tetapi Euler membuktikan bahwa 641 j f5 . Argumennya
adalah seperti berikut:
4
f5 = 232 + 1 = 228 54 + 24 5 27 + 1 = 228 641 6404 1
28 2
= 641 2 639 640 + 1 :

Ini tetap tidak diketahui apakah terdapat tak berhingga banyak bilangan-bilangan Fer-
mat prima.
Contoh 7.15 Buktikan bahwa untuk bilangan bulat positif m dan n dengan m > n, fn
membagi fm 2.
Bukti. Diaplikasikan rumus a2 b2 = (a b) (a + b) secara berulang untuk menun-
jukkan bahwa
fm 2 = fm 1 fm 2 f1 f0 :

Contoh 7.16 Untuk bilangan bulat positif berbeda m dan n, buktikan bahwa fm dan
fn adalah prima relatif.
Bukti. Berdasarkan contoh sebelumnya, dipunyai bahwa (fm ; fn ) = (f2 ; 2) = 1.
Contoh 7.17 Buktikan bahwa untuk semua bilangan bulat positif n, fn membagi 2fn
2.
Bukti. Dipunyai
n
2n n 22 n
2fn 2 = 2 22 1 =2 22 1 : (7.5)

n
Jelas bahwa 22 n adalah genap. Dicatat bahwa untuk suatu bilangan bulat positif
2n n
2m, x2m 1 dapat dibagi oleh x + 1. Karena itu x + 1 membagi x2 1. Dengan
n
n n n 22 n
pengambilan x = 22 disimpulkan bahwa fn = 22 + 1 = x + 1 membagi 22 1,
sehingga dari (7.5) diperoleh bahwa fn membagi 2fn 2.

7.4 Bilangan Mersenne


Bilangan-bilangan bulat Mn = 2n 1, n 1, dinamakan bilangan Mersenne. Ini jelas
bahwa jika n adalah composite, maka Mn juga composite. Karena itu Mk adalah prima
hanya jika k adalah prima. Selain itu, jika n = ab, dimana a dan b adalah bilangan-
bilangan bulat lebih besar dari 1, maka Ma dan Mb membagi Mn . Meskipun begitu
terdapat bilangan prima n untuk yang mana Mn adalah composite. Sebagai contoh,
47 j M23 , 167 j M83 , 263 j M13 , dan seterusnya.
Berikut ini diberikan suatu hasil tanpa bukti pada bilangan Mersenne.
Teorema 7.18 Jika p adalah suatu bilangan prima ganjil dan q adalah suatu pembagi
prima dari Mp , maka q = 2kp + 1 untuk suatu bilangan bulat positif k.
Bab 7. Fungsi-fungsi Bilangan-Teoritik 53

7.5 Bilangan Sempurna


Untuk setiap bilangan bulat positif n didenisikan fungsi
X
(n) = m;
mjn

dimana m adalah bilangan bulat positif. Secara jelas, nilai (n) menyatakan jumlahan
dari semua pembagi positif dari bilangan bulat positif n. Suatu bilangan bulat n
2 dimana (n) = 2n dikenal sebagai bilangan sempurna (perfect number ). Sebagai
contoh, bilangan 6, 28, 496 adalah sempurna. Mudah dilihat bahwa 6 = 1+ 2+ 3 dan
28 = 1+ 2+ 4+ 7+ 14.
Berikut ini diberikan dua hasil (tanpa bukti) pada bilangan sempurna.

Teorema 7.19 Suatu bilangan bulat positif genap n adalah sempurna jika dan hanya
jika n = 2k 1 Mk = 2k 1 2k 1 untuk suatu bilangan bulat positif k dimana Mk
adalah prima. Lebih lanjut, tidak ada bilangan sempurna genap lainnya.

Teorema 7.20 Jika n adalah suatu bilangan sempurna ganjil, maka faktorisasi prima
dari n mempunyai bentuk
n = pa q12b1 q22b2 qt2bt ;
dimana a dan p kongruen terhadap 1 modulo 4 dan t 2.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Andreescu, T., D. Andrica, Z. Feng (2006). 104 Number Theory Problems: From
the Training of the USA IMO Team. Birkhuser Boston.

[2] Baker, A. (2003). Algebra & Number Theory. Naskah. University of Glasgow.

[3] Budhi, W.S. (2003). Langkah Awal Menuju ke Olimpiade Matematika. Ricardo.

[4] Chen, W.W.L. (2003). Elementary Number Theory. Naskah. University of London.

[5] Clark, W.E. (2002). Elementary Number Theory. Naskah. University of South
Florida.

[6] Santos, D.A. (2007). Number Theory for Mathematical Contests. GNU Free Docu-
mentation License.

[7] Sato, N. (2009). Number Theory. CiteSeerX.

[8] Wilkins, D.R. (2005). Part I: Topics in Number Theory. Naskah.

54

Anda mungkin juga menyukai