Oleh :
KELOMPOK SGD 3
Jadi, pruritus (gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi tidak menyenangkan di kulit
yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus yang hebat menyebabkan
pasien menggaruk kulit lebih dalam dan lama, sehingga kadang kulit bisa sampai
berdarah karena sensasi nyeri ditoleransi lebih baik daripada rasa gatal. Pruritus yang
tidak disertai kelainan kulit disebut sebagai pruritus esensial (pruritus sine materi).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya pruritus dibagi menjadi:
1. Pruritus Primer adalah pruritus tanpa adanya penyakit dermatologi atau alat dalam
dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata, bisa bersifat psikogenik yang
disebabkan oleh kompenen psikogenik yang memberikan stimulasi pada itch centre.
2. Pruritus Sekunder adalah pruritus yang timbul sebagai akibat penyakit sistemik, pada
pruritus sistemik toksin-toksin metabolik mungkin tertimbun di cairan interstisium
dibawah kulit.
C. ETIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
1. Eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing), dermatitis
kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun mandi),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva migrans)
atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering.
2. Endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal,
gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress psikologis
yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali kausa secara
klinis belum diketahui.
(Moscella, 1986)
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab
pruritus dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
1. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu di tubuh. Penyebabnya
beragam, diantaranya:
a. Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut
b. Punggung : Notalgia paraesthetica
c. Lengan : Brachioradial pruritus
d. Tangan : Dermatitis tangan, dll.
2. Gangguan sistemik
Beberapa Gangguan Sistemik Penyebab Pruritus
a. Gangguan ginjal seperti gagal ginjal kronik.
b. Gangguan hati seperti obstruksi biliaris intrahepatika atau ekstrahepatika.
c. Endokrin atau metabolik seperti diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipoparatiroidisme, dan myxoedema.
d. Gangguan pada darah seperti defisiensi seng (anemia), polycythaemia, leukimia
limfatik, dan Hodgkin's disease.
5. Hormonal
Dua persen dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya gangguan
dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi oleh estrogen dan terkadang terdapat
hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama terjadi pada trimester ketiga
kehamilan, dimulai pada abdomen atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada
kalanya pruritus disertai dengan anoreksi, nausea, dan muntah. Pruritus akan
menghilang setelah penderita melahirkan. Ikterus kolestasis timbul setelah penderita
mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh karena terdapat
garam empedu di dalam kulit. Selain itu, pruritus juga menjadi gejala umum terjadi
menopause. Setidaknya 50% orang berumur 70 tahun atau lebih mengalami pruritus.
Kelainan kulit yang menyebabkan pruritus, seperti scabies, pemphigoid nodularis,
atau eczema grade rendah perlu dipertimbangkan selain gangguan sistemik seperti
kolestasis ataupun gagal ginjal. Pada sebagian besar kasus pruritus spontan,
penyebab pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit akibat penuaan kulit. Pruritus
pada lansia berespon baik terhadap pengobatan emollient. (Djuanda, 2007)
D. EPIDEMIOLOGI
Pruritus mengenai 20% orang dewasa di Amerika Serikat dengan sekitar 40-50% di
dasari oleh penyakit penyerta sitemik :
1. Renal pruritus mengenai sekitar 60% pasien CRF yang mendapat HD. Pasien yang
tidak mendapat HD prevalansinya sekitar 30%.
2. Pasien kolestasis dengan sirosis bilier primer 60% mengalami pruritus.
3. Pasien polisitemia vera 48-70% mengalami pruritus aquagenik.
4. Hipertiroidisme menyebabkan priritus sekitar 4-11%, umumnya pada pasien yang
tidak mendapat terapi/penanganan adekuat. Sedangkan prevalensi pruritus untuk
hipotiroidisme dan DM tidak diketahui dengan pasti karena lebih jarang terjadi.
5. Prevalensi pruritus yang berhubungan dengan keganasan sangat sedikit, sekitar 1-
8%. Didominasi oleh Hodgkin limfoma sekitar 35% dari jumlah keseluruhan dan
10% oleh non-hodgkin lymphoma (NHL).
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), manifestasi klinis pruritus adalah
1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari
Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien mengaruk yang biasanya dilakukan
semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering dilaporkan pada saat terjaga
karena perhatian pasien teralih pada aktivitas sehari-hari. Pada malam hari dimana
hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian hanyalah sedikit, keadaan pruritus yang
ringan sekalipun tidak mudah diabaikan.
Pada garukan akut dapat menimbulkan urtikaria, sedangkan pada garukan kronik
dapat menimbulkan perdarahan kutan dan likenifikasi (hasil dari aktivitas menggaruk
yang dilakukan secara terus menerus dengan plak yang menebal). Apabila garukan
dilakukan dengan menggunakan kuku dapat menyebabkan ekskoriasi linear pada
kulit dan laserasi pada kukunya sendiri.
3. Rasa gatal yang hebat dapat menyebabkan ketidakmampuan pada individu dan
menganggu penampilan pasien. Dalam beberapa kasus, gatal yang terjadi biasanya
disertai dengan nyeri dan sensasi terbakar.
F. PATOFISIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
Faktor eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun mandi),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva migrans) atau
faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering. Faktor endogen, misalnya
reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal, gangguan metabolik (DM,
hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress psikologis yang menyebabkan
meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali kausa secara klinis belum diketahui
(Moscella, 1986).
Kulit kering dan pajanan terhadap faktor tertentu (zat kimia dan rangsangan fisik dan
mekanik, misalnya logam) akan mengakibatkan kerusakan kulit oleh pruritogen.
Penyakit sistemik seperti gangguan ginjal akan meningkatkan ureum serum yang
berkontribusi sebagai agen pruritogenik. Gangguan metabolism seperti DM,
hipertiroidisme dan hipotiroidisme juga merupakan penyebab timbulnya pruritus, selain
itu penyebab lainnya seperti penyakit hepar akan menyebabkan kolestasis (sumbatan
kantung empedu) yang dapat meningkatkan sintesis senyawa opioid. Faktor lain seperti
stress yang juga berpengaruh terhadap timbulnya pruritus karena stress meningkatkan
sensitivitas respon imun, hal ini mengakibatkan sistem imun melepaskan mediator
inflamasi secara berlebihan dan menyebabkan substansi P mensensitisasi nosiseptor
secara kimiawi. Proses imunologi sebagai salah satu faktor endogen lainnya disebabkan
karena terpapar bahan allergen (pewangi, pengawet, perhiasan, pewarna rambut, balsam,
karet) akan mengakibatkan reaksi imunologi (allergen terikat dengan protein
membentuk antigen lengkap, antigen ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, antigen yang telah diproses dipresentasikan oleh sel T, sel T berdiferensiasi
dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel
memori, tersebar ke seluruh tubuh menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh, dan apabila terpapar bahan allergen kembali maka akan
menstimulasi ujung saraf bebas di dekat junction dermoepidermis, kemudian
merangsang epidermis dan percabangan serabut saraf tipe C tak termielinasi. Selanjutya,
korteks serebri mempersepsikan stimulus gatal melalui jaras asenden yang memicu
timbulnya pruritus dan adanya scratch reflexes (reflex garuk akibat eksitasi terhadap
reseptor pruritus). Stimulasi serabut saraf C hingga dipersepsikannya rasa gatal oleh
korteks serebri juga menjadi patofisiologi pruritus yang disebabkan oleh faktor eksogen
(lingkungan yag mengakibatkan kulit kering) serta faktor endogen (stress psikologik,
hormonal, dan penyakit sistemik).
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai pada
gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan
integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Reseptor rasa gatal tidak
bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang hanya ditemukan dalam
kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992 dalam Brunner&Suddart 2002).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung
saraf yang memperberat pruritus yang selanjutnya menghasilkan rasa gatal dan
menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit yang primer
dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul
tanpa manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya
memiliki awitan yang cepat, bisa berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang
normal. Pruritus juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit akibat
kerusakan kulit (erosi, ekskeriasi) yang dipicu oleh rangsangan dari saraf motorik.
Faktor Eksogen Faktor Endogen
D
Hormonal Stress
E
A B C D E
Inflamasi berlangsung
Inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung saraf lama
Nyeri Akut
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk mengetahui penyebab pruritus walaupun
pemeriksaan klinis juga bisa menandai adanya kelainan sistemik tertentu. Pemeriksaan yang
bisa dilakukan untuk mendiagnosis kemungkinan pruritus karena penyakit penyerta sistemik
antara lain :
H. PENATALAKSANAAN
Pada gatal yang tergeneralisasi dan terjadi hampir di seluruh tubuh, pasien sebaiknya
tetap dalam keadaan tubuh yang dingin dan menghindari udara panas. Hindari konsumsi
alkohol dan makanan yang pedas. Penggunaan menthol secara topikal dapat
menimbulkan sensasi dingin melalui persarafan reseptor TPR nosiseptor dan dapat
menekan terjadinya gatal.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat beberapa
cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega pada penderita,
yaitu:
b. Medikasi Oral
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal cukup parah
dan menyebabkan tidur terganggu:
1) Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa pasien.
2) Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang
efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu rasa gatal yang lebih parah.
3) Antihistamin:. Antihistamin memiliki efek yang kurang baik, kecuali pada
pruritus yang dicetuksan terutama akibat aksi histamin. Contohnya adalah
urtikaria. Antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki
antipruritus. Antihistamin penenang dapat digunakan karena efek penenangnya
tersebut
4) Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa jenis
pruritus kronik.
Secara ringkas, obat-obat yang bekerja secara perifer antara lain antagonis H1,
agonis H3, antagonis SP, antagonis TRPV1, agonis CB1, antagonis PAR-2.
Sementara yang bekerja secara sentral adalah gabapentin (untuk gatalneuropati),
talidomit (mensupresi persarafan), mirtazapin, inhibitor uptake serotonin, dan opioid
miu antagonis atau agonis kappa (Burton G, 2006)
I. HEALTH EDUCATION
Sebagian besar terapi lesi kulit ditujukan untuk mengurangi atau meredakan pruritus,
yakni keluhan subjektif yang paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan
kulit. Adapun manajemen pruritus yang kami dapat di Buku Ajar Keperawatan Pediatrik
(Donna L. Wong, 2009) adalah :
1. Menyejukan area yang terkena dan meningkatkan PH kulit dengan cara mandi air
dingin atau kompres dingin dengan tujuan untuk menurunkan stimulasi eksterna ke
area luka
2. Kompres alkalin (misalnya mandi dengan baking soda) dengan tujuan untuk
meningkatkan PH kulit, bantu mencegah untuk menggaruk kembali area yang gatal.
3. Pakaian dan alas tidur hendaknya terbuat dari bahan yang lembut dan ringan dengan
tujuan untuk mencegah iritasi akibat gesekan
4. Yang paling utama adalah diusahakan sedapat mungkin tidak menggaruk bagian yang
gatal
5. Pada anak dengan pemahaman yang kurang dan kurangnya sikap kooperatif mereka
terhadap manajemen ini, dapat dilakukan peggunaan alat seperti mitten (sejenis
sarung tangan) terutama waktu anak tidur karena reflek menggaruk pasti tidak
disadari anak sewaktu tidur
6. Memastikan agar kuku jari anak tetap pendek, dipotong dengan baik guna mencegah
infeksi sekunder (Wong, hal : 1330)
7. Penggunaan kompres dingin, batu es atau bedak dingin yang mengandung mentol
dan kamfor yang menimbulkan vasokonstriksi
8. Antihistamin seperti difenhidramin (Benadryl) yang diresepkan dengan takaran
sedatif pada saat akan tidur malam merupakan obat yang efektif untuk menghasilkan
tidur yang nyenyak dan menyenangkan.
Obat anthistamin nonsedasi seperti terfenadin (Seldane) harus dipakai untuk meredakan
pruritus pada siang harinya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRURITUS KARENA DERMATITIS
KONTAK ALERGEN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tn.B
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Status perkawinan : Menikah
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Br. Ulundesa, Beratan Kediri Tabanan
Tanggal masuk : 12 Februari 2015
Tanggal pengkajian : 12 Februari 2015
Sumber Informasi : Pasien
Diagnosa masuk : Dermatitis kontak allergen
2. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama:
Gatal di seluruh tubuh.
c. Pola eliminasi:
Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning
kecoklatan, dan pasien mengatakan BAK 5-6x /hari dengan kosistensi warana
kuning darah (-), nyeri (-).
i. Pola peran-hubungan
Pasien mengatakan sebelum dan sesudah sakit hubungan dengan keluarganya
baik. Keluarga mendukung pasien terutama dalam penyembuhan ke tenaga
kesehatan.
k. Pola keyakinan-nilai
Pasien mengatakan bahwa ia menganut agama hindu dan sembahyang secara
rutin yaitu 1-2x sehari. Saat ditanya berkaitan dengan kepercayaan, pasien
memiliki kepercayaan bahwa balian dapat menyembuhkan penyakit. Namun,
berkaitan dengan kepercayaan yang dapat mengganggu kesehatannya misalnya
larangan memotong rambut dan kuku selama sakit, pasien dan keluarganya
cukup percaya akan tetapi belum pernah menerapkan larangan tersebut selama
ia gatal-gatal.
7. Pemeriksaan diagnostik
a) Hitung darah lengkap (CBC)
b) Kadar vitamin B12 serum
c) TIBC (Total Iron Binding Capacity)
d) BUN (Blood Urea Nitrogen), serum kreatinin
e) AFP Bilirubin direk, indirek
f) USG Abdomen
g) Level TSH, T3-bebas
h) Chest Radiography
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisis Data
DO:
- Pada inspeksi kulit,
terlihat adanya
ruam di tangan,
kaki, hingga kulit
abdomen.
- Pada bagian sekitar
lutut, ditemukan
Kerusakan Integritas Kulit
adanya eksoriasi
(goresan).
2. DS:
- Pasien mengatakan Gangguan Rasa
rasa gatal yang Nyaman
meningkat di
malam hari
menyebabkan sulit
tidur.
- Pasien mengatakan
tidak mampu untuk
Korteks serebri
Gangguan Rasa Nyaman
mempersepsikan gatal
relaks.
DO:
- Pasien terkadang
tampak merintih
karena lesi pada
bagian lutut.
- Pasien tampak
gelisah karena
pruritus yang
dirasakannya.
3. DS:
- Pasien mengatakan Gangguan Citra
malu akibat adanya Tubuh
bekas lesi karena
garukan, terutama
di bagian kaki.
DO:
- Pasien tampak
menutupi bagian
yang gatal-gatal
dengan
mengenakan celana
panjang dan baju
Inflamasi
Scratchsel
Menimbulkanreflex
dan (refleks
ruampelepasan
dan lesi
Gangguan Citra Tubuh
histamine
menggaruk)
oleh ujung saraf
berlengan panjang.
4. DS:
- Pasien mengatakan Defisiensi
selalu menggaruk Pengetahuan
bagian kulit yang
gatal dengan kuku,
kecuali pada bagian
yang terasa perih
digaruk dengan
telapak tangan.
- Pasien mengatakan
telah mengalami
gatal-gatal selama
kurang lebih 1
bulan, akan tetapi
tidak mengerti cara
Defisiensi
Pengetahuan
menanganinya.
DO:
- Pasien merupakan
lulusan SD.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (bahan atau komposisi sabun) ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit (lesi, erosi, dan rash).
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit dermatitis kontak allergen
(gatal-gatal yang tidak dapat diabaikan) dan risiko munculnya manifestasi
sekunder seperti ekskoriasi, infeksi, dan perubahan pigmentasi) ditandai dengan
gangguan pola tidur, melaporkan rasa gatal.
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit (dengan mekanisme klinis adanya pruritus)
ditandai dengan mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu dalam penampilan (mengenakan celana
panjang dan baju lengan panjang untuk menutupi bagian kulit yang ruam).
E. EVALUASI
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia (bahan atau komposisi
sabun) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit (lesi, erosi, dan rash)
- S : keluarga pasien mengatakan merah-merah pada kulit pasien berkurang
- O : ruam tampak berkurang, tidak tampak penambahan lesi
- A : tujuan tercapai
- P : pertahankan kondisi klien,mengajarkan pasien melakukan pemantauan
secara berkala terhadap kemungkinan ruam maupun lesi yang dapat muncul
kembali
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin: Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Long, Barbara, C,. 1996. Keperawatan Medical Bedah, Volume 3. VAIA Pendidikan
Keperawatan Padjajaran: Bandung
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United
States of America : Mosby
Moscella SL. Hurley HJ.(editor). Dermatologu: third edition. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 1986. P.2042-7.
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. EGC: Jakarta