Anda di halaman 1dari 119

TUGAS RESUME BUKU

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun oleh:
Salma Khairunnisa
11170930000053

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iv
BAB I 1
1. PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA 2
2. PENDAHULUAN 3
3. PENDAHULUAN 3
BAB II4
1. BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA
INDONESIA? 5
2. PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH BANGSA INDONESIA
6
3. DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA 6
BAB III 4
1. BAGAIMANA PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA? 5
2. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 6
3. KONSEPSI DASAR FILSAFAT PANCASILA 6
BAB IV 4
1. MENGAPA PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA? 5
2. ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA 6
3. POKOK-POKOK ISI AJARAN PANCASILA 6
BAB V 4
1. MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT? 5
2. KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN
IDEOLOGI DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA 6
3. MORAL NEGARA DAN FAHAM INTEGRALISTIK 6
BAB VI 4
1. BAGAIMANA PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA? 5
2. REALISASI PANCASILA 6
3. SISTEM POLITIK DAN EKONOMI PANCASILA 6

BAB VII 4
1. MENGAPA PANCASILA MENJADI DASAR NILAI
PENGEMBANGAN ILMU? 5
2. NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 6

BAB VIII 4
1. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
STAASFUNDAMENTALNORM 5

BAB IX 4
1. UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA R.I TAHUN 1945 NILAI-
NILAI PANCASILA DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 5

BAB X 4
1. BHINNEKA TUNGGAL IKA 5
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas RESUME BUKU PENDIDIKAN PANCASILA
(DIKTI), PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan), dan ORIENTASI
FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry) ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan resume yang menjadi
tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Disamping itu, saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan moril kepada saya selama pembuatan rangkuman ini berlangsung
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga resume ini dapat bermanfaat.
Lalu, saya ingin memohon maaf apabila dalam resume ini terdapat kata-kata yang
salah atau kurang berkenan kepada yang membaca. Terima kasih

Depok, Oktober 2017

Penyusun
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB 1
(PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA)
Pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila,
kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa negara berkehendak
agar pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat dalam kurikulum
perguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, sistem pendidikan tinggi di
Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Implikasinya, sistem pendidikan tinggi di
Indonesia harus terus mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segi
kebijakannya dan menyelenggarakan mata kuliah pendidikan Pancasila secara
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. beberapa nilai yang dipegang teguh
oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala, sebagai contoh:
1. Percaya kepada Tuhan dan toleran,
2. Gotong royong,
3. Musyawarah,
4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.
Indonesia adalah negara dengan 1001 masalah. Berikut adalah permasalahan yang
mendera rakyat Indonesia menunjukan bahwa sudah tergerusnya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupn bermasyarakat diantaranya, yaitu:
1. Masalah Kesadaran Perpajakan
2. Masalah Korupsi
3. Masalah Lingkungan
4. Masalah Disintegrasi Bangsa
5. Masalah Dekadensi Moral
6. Masalah Narkoba
7. Masalah Penegakan Hukum yang Berkeadilan
8. Masalah Terorisme
APA ITU MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA?
Mata kuliah pendidikan Pancasila adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kepribadian, dan
keahlian, sesuai dengan program studinya masing-masing. Dengan demikian,
mahasiswa mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilainilai Pancasila
Dalam pembelajaran pendidikan Pancasila, empat pilar pendidikan menurut
UNESCO menjadi salah satu rujukan dalam prosesnya, yang meliputi learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors,
1996).
SEBERAPA PENTINGNYA KITA MEMPELAJARI PENDIDIKAN
PANASILA?
Masalah masalah yang ada di Indonesia adalah alasan pokok untuk kita
mempelajari Pendidikan Pancasila, karena dengan mempelajari Pendidikan
Pancasila kita tersadar untuk memberikan perubahan-perubahan untuk menjadikan
bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik lagi. pendidikan Pancasila diharapkan
dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan serta
membangun pemahaman masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional,
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan nasional, mempunyai
tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas,
berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:
1. menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur;
3. memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai
hari nurani;
4. mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni;
5. mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi
bangsanya.
MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIK
PENDIDIKAN PANCASILA
1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Ir. Soekarno
Historia Vitae Magistra artinya Sejarah memberikan kearifan. Filsuf Yunani
Cicero (106 43SM). Yang sekarang sudah menjadi pendapat umum yaitu Sejarah
merupakan guru kehidupan
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Didalamnya
mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari
berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-
masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Soekanto
(1982:19).
Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya
besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara (Kaelan, 2000: 13). Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai
Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai
Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.
3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila
Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan Undang-Undang
(law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting.
Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh kesadaran hukum
warga negara terutama dari kalangan intelektualnya. Kesadaran hukum tidak
semata-mata mencakup hukum perdata dan pidana, tetapi juga hukum tata negara.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban akan melahirkan kehidupan yang
harmonis sebagai bentuk tujuan negera mencapai masyarakat adil dan makmur.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Bukankah Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi politik, yaitu
mengandung nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan tata
tertib sosial politik yang ideal. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Budiardjo
(1998:32) sebagai berikut:
Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, ide, norma-norma, kepercayaan
dan keyakinan, suatu Weltanschauung, yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian
dan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku
politiknya.
Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik tersebut, yaitu
menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau pedoman dalam
mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy),
dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik di pusat maupun di
daerah. Melalui kajian tersebut, Anda diharapkan lebih termotivasi berpartisipasi
memberikan masukan konstruktif, baik kepada infrastruktur politik maupun
suprastruktur politik.
MENDESKRIPSIKAN ESENSI DAN URGENSI PENDIDIKAN
PANCASILA UNTUK MASA DEPAN
Menurut penjelasan pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata kuliah
pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Dengan
landasan tersebut, Ditjen Dikti mengembangkan esensi materi pendidikan
Pancasila yang meliputi:
1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai dasar negara
4. Pencasila sebagai ideologi negara
5. Pancasila sebagai sistem filsafat
6. Pancasila sebagai sistem etika
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
Pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dalam mata kuliah pendidikan
Pancasila adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa
(student centered learning). Implikasi dari pendidikan Pancasila tersebut adalah
agar mahasiswa dapat menjadi insan profesional yang berjiwa Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila
adalah untuk membentengi dan menjawab tantangan perubahan-perubahan di
masa yang akan datang.

PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)


BAB 1
(PENDAHULUAN)
Pancasila = dasar filsafat
- Disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945
- Tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
- Diundangkan dalam :
a. Berita RI Tahun 2 No.7
b. Batang Tubuh UUDS 1945
c. TAP MPR Tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 Mengembalikan kedudukan
dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara RI
LANDASAN
Landasan Pendidikan Pancasila dibagi empat yaitu: Historis, Kultural,
Yuridis, dan Filosofis
A. LANDASAN HISTORIS
Terbentuk melalui proses panjang sejak zaman kerajaan
Suatu prinsip tersimpul dalam pandangan dan filsaat hidup bangsa berupa
ciri khas, sifat,
dan karakter.
Nasionalisme Indonesia bukan dengan kekuasaan atau hegemoni ideologi
tapi dengan
kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah.
Kausa Materialis Pancasila :
B. LANDASAN KULTURAL
Setiap bangsa memiliki ciri khas dan pandangan hidup yang berbeda dengan
bangsa lain.
Sila-sila Pancasila merupakan karya besar bangsa yang dimiliki melalui proses
refleksi filosofis pendiri negara, diantaranya :
o Soekarno
o Moh.Yamin
o Moh.Hatta
o Soepomo
Sila-sila Pancasila merupakan hasil pemikiran tentang bangsa dan negara
yang mendasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai.
C. LANDASAN YURIDIS
UU No.2 Tahun 1989 memuat Sistem Pendidikan Nasional di Perguruan
Tinggi
Pasal 39 berisi kurikulum (jenis/jalur/jenjang) dinyatakan wajib memuat
pendidikan Pancasila, Agama, dan Kewarganegaraan
SK Mendiknas No.232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Pasal 10 ayat 1
menyatakan setiap pelajaran wajib memuat Agama, Pancasila dan
Kewarganegaraan.
SK Dirjen PT : SK No.38/DIKTI/KEP/2002 (pasal 3)
o Untuk :
- Mampu berpikir
- Nasional
- Dinamis

o Terdiri dari :
- Historis
- Filosofis
- Ketatanegaraan
- Etika politik
D. LANDASAN FILOSOFIS
Sebelum merdeka
o Bangsa berketuhanan dan berkemanusiaan
o Karena manusia makhluk Tuhan Yang Maha Esa (kenyataan
objektif)
Syarat mutlak suatu negara
o Negara berpersatuan dan berkerakyatan
o Persatuan berwujud rakyat (unsur pokok)
o Konsekuensi rakyat
o Rakyat
o Dasar ontologis demokrasi karena asal mula kekuasaan negara
adalah rakyat
TUJUAN
UU No.2 Tahun 1989 dan SK No.38/DIKTI/KEP/2003
Mengarahkan perhatian pada moral dalam kehidupan sehari-hari dengan :
- Memanfaatkan iman dan taqwa
- Mendukung kerakyatan
Arti tujuan pendidikan adalah Seperangakat tindakan intelektual penuuh
tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi dan bidang profesi
masing-masing.
Cermin sikap
- Intelektual, meliputi :
Kemafiran
Ketepatan
Keberhasilan bertindak
- Tanggung jawab, meliputi :
Iptek
Etika
Agama
Budaya
Kesimpulan tujuan
- Kemampuan bertanggung jawab sesuai hati nurani
- Mengenali masalah hidup, kesejahteraan dan solusi
- Mengenali perubahan dan perkembangan :
Ilmu pengetahuan
Teknologi
Seni : Memaknai sejarah dan nilai budaya untuk persatuan
PEMBAHASAN ILMIAH
Syarat-syarat ilmiah Pembahasan Pancasila menurut buku Tahu dan
Pengetahuan karangan I.R.Poedjawijatno ada 4, yaitu : Berobjek,
Bermetode, Bersistem, Universal
BEROBJEK
OBJEK FORMA OBJEK MATERIA
Sudut pandang tertentu dalam Sasaran pengkajian pancasila
Pembahasan Pancasila. adalah Bangsa Indonesia dengan
segala aspek budayanya yang
meliputi :
Pancasila dapat dipandang dari sudut : Non Empiris Budaya Empiris Adat
Moral Moral Pancasila Istiadat
Ekonomi Ekonomi Pancasila Moral Bukti Sejarah
Pers Pers Pancasila Religius Naskah Kenegaraan
Hukum Pancasila Yuridis Lembaran Sejarah
Filsafat Filsafat Pancasila
BERMETODE
- Analitico Syntetic : Metode pembahasan Pancasila yang
merupakan perpaduan metode
analisis dan sintetis
- Hermeneutika : Digunakan untuk menemukan makna
dibalik objek
- Koherensi Historis : Pemahaman, Penafsiran dan Interpretasi
BERSISTEM
o Hubungan dalam sistem : Interelasi artinya berhubungan
o Interpedensi artinya ketergantungan
o Sifat sistem : Koheren (runtut)
o Sehingga sila-sila Pancasila menjadi kesatuan yang sistematik
UNIVERSAL
o Berarti tidak terbatas untuk waktu, ruang, keadaan, situsi, kondisi,
dan jumlah.
o Hakikatnya : Ontologis Nilai Pancasila
o Intisari / esensi
o Makna sila-sila universal
o Tingkatan pengetahuan ilmiah :
Deskriptif : Bagaimana
Kausal : Mengapa
Normatif : Kemana
Essensial : Apa
o Proses kausalitas Pancasila : Materialis
Formalis
Effisien
Finalis
o Pengamalan :
Das Sollen : yang seharusnya
Das Sein : kenyataan
BEBERAPA PENGERTIAN PANCASILA
Lingkup pengertian : Etimologis, Historis, dan Terminologis
SECARA ETIMOLOGIS
- Bahasa Sansekerta India
Panca : lima
Syila : batu sendi, alas, dasar
Syiila : peraturan tingkah laku yang baik
Berbatu sendi 5
Dasar yang memiliki 5 unsur
- Kitab Tripitaka (Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka, dan Vinaya
Pitaka)
Five Moral Principles, menurut Budha :
Jangan membunuh
Panatipada veramani sikhapadam samadiyani

Jangan mencuri
Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani

Kameshu micchacara veramani sikhapadam Jangan berzina


samadiyani
Jangan berbohong
Musawada veramani sikhapadam samadiyani

Surya meraya masjja pamada tikana veramani Jangan mabuk

- Syair Pujian Empu Prapanca (sarga 53 bait 2)


o Yatnaggegwani Pancasyiila Kertasangkarbhisekaka krama berarti 5
pantangan, berupa :
Mateni : Membunuh
Maling : Mencuri
Madon : Berzina
Mabok : Mabuk
Main : Berjudi
SECARA HISTORIS
Menurut Mr.Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Menurut Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
- Nasionalisme / Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme / Perikemanusiaan
- Mufakat / Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang Berkebudayaan
Dalam perkembangannya PANCASILA diusulkan menjadi TRISILA yang
berisi :
- Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme
- Sosiso Demokrasi : Demokrasi dan Kesejahteraan Rakyat
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam perkembangannya TRISILA diusulkan menjadi EKASILA yang
merupakan gotong royong.
Menurut Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
SECARA TERMINOLOGIS
Bagian UUD 1945
- Pembukaan (4 alinea)
- 37 Pasal
- Peraturan Peralihan (4 pasal)
- Aturan Tambahan (2 ayat)
Konstitusi RIS (berlaku sejak 29 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950)
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kerakyatan
- Keadilan Sosial
UUDS 1950 (berlaku sejak 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959)
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kerakyatan
- Keadilan Sosial
Kalangan Masyarakat
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kedaulatan Rakyat
- Keadilan Sosial
Pembukaan UUD 1945 dan TAP MPR XX/MPRS/1966 dan INPRES
No.12,13 April
1968 menegaskan :
Pengucapan, penulisan, dan rumusan Pancasila yang sah dan benar adalah
PEMBUKAAN UUD 1945
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry)
BAB I
PENDAHULUAN

1.0. Pengantar
Pancasila sebagai kepribadian bangsa yang merupakan perwujudan dari jiwa
bangsa dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan adalah
merupakan filsafat hidup bangsa dan dasar filsafat negara. Tujuan umum
dikembangkannya filsafat Pancasila adalah untuk menandingi filsafat
komunis dan filsafat liberalis.
Istilah filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang melahirkan kata
inggris philosophy atau kata Arab filsafah dan biasanya diterjemahkan
sebagai cinta kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah mencintai perbuatan yang
baik berdasarkan putusan akal yang sesuai dengan rasa kemanusiaan. Istilah
Pancasila berasal dari kata Sansekerta pancasyila (panca = lima; syila =
dasar atau asas atau prinsip). Kedua istilah diatas digabungkan menjadi
Filsafat Pancasila yang secara etimologis berarti cinta kebijaksanaan
dengan berpedoman kepada lima prinsip. Secara terminologis, filsafat
Pancasila merupakan pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari
hakikat atau kebenaran dari lima prinsip kehidupan manusia.

Tujuan filsafat Pancasila yang sekaligus merupakan dasar dikembangkannya


filsafat Pancasila adalah untuk memahami dan menjelaskan lima prinsip
kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara, mengajukan kritik
dan menilai prinsip tersebut menemukan hakikatnya secara manusiawi serta
mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik sebagai pandangan
dunia.

1.1. Pengetahuan Ilmiah Pancasila

1. Memenuhi empat syarat sifat ilmiah,


Harus berobjek : Pancasila yang dipelajari harus mempunyai objek,
yaitu tata cara hidup manusia yang sudah menjadi kebiasaan atau
yang sudah membudaya.
Harus bermetode : Dalam mempelajari Pancasila harus ada metode,
yaitu suatu cara untuk mencari persesuaian antara rumusan
Pancasila dengan objek materialnya sehingga mencapai kebenaran.
Harus sistematik : Pembahasan Pancasila harus mempunyai
susunan yang harmonis menurut aturan tertentu yang ada
hubungannya satu dengan lainnya.
Bersifat universal : Kebenaran yang diperoleh harus bersifat
universal, yaitu kebenaran yang dicapai dari persesuaian beserta
rumusannya harus bersifat umum.

2. Mencakup empat pengetahuan ilmiah


Pengetahuan deskriptif
Pengetahuan normatif
Pengetahuan esensi
Pengetahuan kausal
1.2. Perenungan Kefilsafatan Pancasila
Perenungan adalah pemikiran tentang hal-hal bersifat umum sebagai suatu
konsep yang terlepas dari fakta. Perenungan kefilsafatan dapat dirumuskan
sebagai: Pemikiran secara rasional untuk menyusun suatu sistem pengetahuan
yang memadai guna memahami dunia dan alam semesta maupun manusia dan
kehidupannya serta memahami semua yang ada.

Perenungan filsafat tidak berusaha menemukan fakta-fakta, filsafat


menerimanya dari mereka yang menemukannya, namun filsafat selalu
menunjuk fakta-fakta untuk menguji apakah penjelasannya sudah memadai.
Filsafat membicarakan fakta-fakta dengan dua cara, yaitu:
1. Filsafat mengajukan kritik atas makna yang dikandung fakta-fakta.
2. Filsafat menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum dari fakta-
fakta.

PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI


(KEMENRISETDIKTI)
BAB II
(BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA
INDONESIA?)
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia
1. Periode Pengusulan Pancasila
Pancasila pada awalnya dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang
dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh
Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60
orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh
dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase
(orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima
tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei
1945, dimulailah sidang yang pertama dengan materi pokok pembicaraan calon
dasar negara. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato. Pada hari itu, Ir. Soekarno
menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
3) Mufakat atau Demokrasi,
4) Kesejahteraan Sosial,
5) Ketuhanan yang berkebudayaan.
Soekarno juga mengusulkan gagasan lain apabila peserta tidak menyukai angka
lima bisa menggunakkan Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2)
Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga
menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar
filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan
kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh.
Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara.
Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk
sementara.
2. Periode Perumusan Pancasila
Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli
1945 adalah disetujuinya naskah awal Pembukaan Hukum Dasar yang
kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Pada alinea keempat Piagam
Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6
Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah
Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
bagi Indonesia (PPKI)
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang
19 Agustus 1945,
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal
Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang
berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh).
Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera membentuk
suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai dengan maklumat
Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi
membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta,
Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo,
Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir,
Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan,
Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono Kartodirdjo, dkk., 1975:
16--17).
Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan sekutu
akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang
meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang semakin
lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah
tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi dari menyerahnya
Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas pendudukan Jepang beralih
kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum tentara sekutu
dapat menjangkau wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang
masih ditugasi sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan. Kekosongan
kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI yang semula
dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa lagi, maka para
pemimpin nasional pada waktu itu segera mengambil keputusan politis yang
penting. Keputusan politis penting itu berupa melepaskan diri dari bayang-bayang
kekuasaan Jepang dan mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.
3. Periode Pengesahan Pancasila
Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan
ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis oleh dua tokoh
proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal.
Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan pernyataan
kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi nama Piagam
Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena situasi politik
yang berubah (Lihat Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah
Revolusi, William Frederick dan Soeri Soeroto, 2002: hal. 308 - 311). Sampai
detik ini, teks Proklamasi yang dikenal luas adalah sebagai berikut:
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI
bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi bangsa Indonesia dari
semula bangsa terjajah menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula
merupakan badan buatan pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap mandiri
sebagai badan nasional. Atas prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang
lagi, dengan maksud agar lebih mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia.
Mereka adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo,
Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan
kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin
negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang
dihasilkan mencakup hal-hal berikut:
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD 45) yang terdiri
atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari
Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga
berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan
Hatta).
3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI
ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan.
Komite ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang disahkan
PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam
Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan
masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang
mempertanyakan 7 kata di belakang kata Ketuhanan, yaitu dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tuntutan ini ditanggapi
secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati,
yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan
diganti dengan istilah Yang Maha Esa.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu
yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk Badan
Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-Undang
Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Siding yang
dilaksanakan leh bada konstituante tidak menghasilkan undang undang baru untuk
menggantikan UUDS 1950, akibatnya keluarlah dekrit presiden pada tanggal 5
Juli 1959, yang mengembalikan UUD 1945 sebagai UUD yang berlaku. Setelah
pengeluaran dekrit tersebut banyak terjaid penyelewengan terhadap UUD 1945
seperti diangkatnya Soekarno menjadi presiden seumur hidup, kemudian
kekuasaan Soekarno juga berada di puncak piramida melewati kekuasaan MPRS,
serta Soekarno menjadi Menteri dalm kabinetnya sendiri. Fenomena ini
menimbulkan banyak perlawanan dan protes dari amsyarakat dan golongan.
Peristiwa G30S PKI adalah salah satu peristiwa yang terjadi akibat
penyelewengan tersebut.
B. Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia.
1. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Identitas bangsa identik dengan latar belakang budaya bangsa itu sendiri.
Kebudayaan sendiri adalah meurut (Sastrapratedja, 1991: 144) suatu desain
untuk hidup yang merupakan suatu perencanaan dan sesuai dengan perencanaan
itu masyarakat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan fisik, sosial, dan
gagasan. Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut
sebagai jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai literatur, baik
dalam bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia maupun dalam bentuk bahasan
tentang pemerintahan di Indonesia.
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap
mental, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas,
artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada
sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada pribadi yang benar-benar sama.
Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya sendiri, demikian pula halnya
dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157). Di samping itu, proses akulturasi dan
inkulturasi ikut memengaruhi kepribadian bangsa Indonesia dengan berbagai
variasi yang sangat beragam.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini
kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa
Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa dan menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam
kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158).
4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya
masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa).
Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia.
Pancasila telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia
(Bakry, 1994: 157).
5. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian
bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar
negara Indonesia (Bakry, 1994: 161).
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila dalam Kajian
Sejarah Bangsa Indonesia
1. Sumber Historis Pancasila
Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik
pemujaan yang beranekaragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah
diakui. Dalam Encyclopedia of Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada
dalam agama, seperti kepercayaan kepadakekuatan supranatural, perbedaan antara
yang sakral dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau
doa sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas
keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia
dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.
2. Sumber Sosiologis Pancasila
Misalnya dapat dilihat, bahwa kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling
membantu antar tetangga maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-
desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan
sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial. Gotong royong juga tercermin pada
sistem perpajakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat secara
bersama-sama mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan pembangunan.
3. Sumber Politis Pancasila
misalnya nilai kerakyatan dapat ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan
yang pola kehidupan bersama yang bersatu dan demokratis yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan sebagaimana tercermin dalam sila keempat Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Semangat seperti ini diperlukan dalam mengambil keputusan yang mencerminkan
musyawarah.
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam
Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan pembenar
kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya Soeharto ada kalangan
yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa pemerintahan era
reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek terhadap Pancasila,
seolah-olah Pancasila ditinggalkan.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Penyelewengan atas Pancasila terjadi pada saat dikeluarkannya TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur
Hidup. 60 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hal
tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa, Presiden dan wakil presiden memangku jabatan selama lima
(5) tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia untuk Masa Depan
1. Essensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Grondslag)
karena mengandung unsur-unsur sebagai berikut: alasan filosofis berdirinya suatu
negara; setiap produk hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung unsur-
unsur sebagai berikut: nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat.
2. Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia dikarenakan hal-hal berikut:
pengidentikan Pancasila dengan ideologi lain, penyalahgunaan Pancasila sebagai
alat justifikasi kekuasaan rezim tertentu, melemahnya pemahaman dan
pelaksanaan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
F. Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila dalam Kajian
Sejarah Bangsa Indonesia
Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pancasila merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The
Founding fathers).
2. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan,
dan adat istiadat.
3. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat
kenegaraan.
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
berikut:
1. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap
bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa,
tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa
Indonesia.
3. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena
bersumber dan digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat
yang hidup dan berkembang di bumi Indonesia.
4. Kemukakan argumen Anda tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik
bangsa Indonesia.
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)
BAB 2
(PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN
PANCASILA)
Untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya
dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan
suatu asa hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama, yaitu negara yang
berdasarkan Pancasila.
ZAMAN KUTAI
Masyarakat Kutai memebuka sejarah Indonesia pertama kalinya menampilkan
nilai social politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan kenduri serta sedekah
pada para Brahmana.
ZAMAN SRIWIJAYA
Tiga tahap pembentukan negara Indonesia :
1. Sriwijaya/ syailendra (600-1400) - kedatuan
2. Majapahit (1293-1525) - keprabuan
3. Modern (17 Agustus 1945-sekarang)
Marvuat vanua criwijaya siddhayatra subhiksa berarti suatu cita-cita negara yang
adil dan makmur, hal ini merupakan cita-cita tentang kesejahteraan bersama
dalam suatu Negara yang sudah tercermin sejak zaman kerajaan Sriwijaya.
ZAMAN KERAJAAN SEBELUM MAJAPAHIT
Banyak kerajaan kecil yang mendukung akan lahirnya kerajaan Majapahit seperti
Isana, Kalasan, Darmawangsa, dll.
ZAMAN MAJAPAHIT
Empu Prapanca menilis Negarakertagama yang memuat istilah Pancasila. Begitu
juga Empu Tantular yang mengarang kitab Sutasoma yang memuat Bhineka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Magrua yang berarti walau berbeda namun satu
jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini
menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu Hindu dan
Budha. Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang
Ratu dan Menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit tahun 1331, yang
berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : Saya
barua akan berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di
bawah kekuasaan negara.Impian ini telah mempersatukan silayah nusantara dalam
sebuah kesatuan menjadi kenyataan hingga saat ini.
ZAMAN PENJAJAHAN
Belanda terbukti menindas rakyat Indonesia melalui berbagai cara, namun berkat
kegigihan para pejuang untuk bebas dari penjajah, kerajaan dan pemerintahan
yang ada saat itu melakukan perundingan silih berganti. Namun, semua
perlawanan senantiasa kandas karena tidka disertai rasa persatuan dan kesatuan
dalam menaklukkan penjajah.
KEBANGKITAN NASIONAL
Terjadinya pergolakkan kebangkitan dunia timur mendorong bangkitnya semangat
kesadaran berbangsa yang ditandai dengan lahirnya Budi Utomo, disusul dengan
lahirnya SDI, SI, Indische Partij, PNI, dll. Munculnya organisasi kepemudaan
menunjukkan bahwa persatuan untuk melawan penjajah mulai terealisasikan.
ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Indonesia jatuh ke tangan Jepang karena Belanda takluk pada Jepang. Tak ada
bedanya dengan Belanda, Jepang pun memeras tenaga rakyat untuk kepentingan
Jepang. Janji merdeka diberikan pada Indonesia berkali-kali melalui BPUPKI dan
PPKI. BPUPKI mengadakan sidang untuk mewujudkan keinginan merdeka, yaitu
pada :
1. 29 Mei 1945 1 Juni 1945 : Membahas usulan0usulan rumusan dasar
negara. Sidang ini dihadiri oleh beberapa tokoh penting, seperti Mr. Muh.
Yamin, Prof. Dr. Soepomo, Ir. Soekarno
2. 10 Juli 1945 16 Juli 1945 :Membentuk Panitia Sembilan untuk
membuat pembukuan hukum dasar yang lebih kita kenal dengan istilah
Undang-Undang Dasar
SIDANG BPUPKI
a. Sidang Pertama (18 Agustus 1945). Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang
dan menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut :
Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang
kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan
Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai
perubahan karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian
berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan
musyawarah darurat.
b. Sidang Kedua (19 Agustus 1945). Pada sidang kali ini, PPKI berhaisl
menetapkan daerah Propinsi sebagai berikut :
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatera
Borneo
Sulawesi
Maluku
Sunda Kecil
3. Sidang Ketiga (20 Agustus 1945). Sidang ketiga ini dilakukan pembahasan
terhadap agenda tentang Badan Penolong Keluarga Korban Perang, adapun
keputusan yang dihasilkan adalah terdiri atas delapan pasal. Salah satu dari pasal
tersebut yaitu, pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Keamanan
Rakrat (BKR)
4. Sidang Keempat (22 Agustus 1945). Pada sidang keempat PPKI membahas
agenda tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya
berkedudukan di Jakarta.
PROKLAMASI KEMERDEKAAN DAN SIDANG PPKI
Proklamasi Jepang kalah perang melawan tentara sekutu, Jepang terdesak
memberikan kemerdekaan Indonesia melalui PPKI sebagai tim perncang
kemerdekaan Indoensia. PPKI beranggotakan 21 orang, yang tidak satupun
anggotanya dari pihak Jepang sehingga dapat leluasa merundingkan proklamasi
untuk kemerdekaan Indonesia.
MASA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Arti proklamasi kemerdekaan bagi Indonesia:
1. Secara yuridis, Proklamasi menjadi awal tidak berlakunya hukum kolonial,
dan mulai berlakunya hukum masional.
2. Secara politis ideologis, Proklamasi berarti bahwa Indonesia terbebas dari
penjajahan dan memiliki kedulatan untuk menentukan nasib sendiri.
Pembentukan Negara RIS
Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memeliki kedaulatan. Oleh
karena itu, persetujuan KMB bukanlah penyerahan kedaulatan, melainkan
pengalihan atau pengakuan kedaulatan.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Ketidakstabilan negara disegala bidang membuat Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi :
Membubarkan Konstituante
UUDS 1950 tidak berlaku lagi dengan diberlakukannya UUD 1945
Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Landasan hukum Dekrit adalah hukum darurat:
Hukum tata negara darurat subjektif
Hukum tata negara darurat objektif
Masa Orde Baru
Muncul Tritura akibat adanya peristiwa pemberontakan PKI yang berisi:
Pembubaran PKI
Pembersihan kabinet dari unsur PKI
Penurunan harga kebutuhan pokok
Pemerintahan orde baru melaksanakan program-programnya dalam upaya
merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry)
BAB II
DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA

2.1. Pengantar
Pancasila pada awal pertumbuhannya merupakan sebagai dasar filsafat
negara hasil kesepakatan dan perenungan yang mendalam para tokoh-
tokoh kenegaraan Indonesia, yang kemudian dihayati sebagai filsafat
hidup bangsa.
2.2. Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh
kenegaraan Indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang
akan merdeka adalah merupakan suatu sistem filsafat, karena telah
memenuhi ciri-ciri pokok filsafat.
a. Ciri-ciri Filsafat:
Bersifat koheren
Bersifat menyeluruh
Bersifat mendasar
Bersifat spekulatif
b. Dasar Filsafat Pancasila
Hakikat kodrat manusia yang sebagai dasar filsafat Pancasila,
menurut seorang ahli pikir Indonesia, Notonagoro (1905-1981),
adalah monopluralis, yaitu terdiri atas beberapa unsur menjadi satu
kesatuan. Hakikat kondrat manusia monopluralis ini dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
Susunan kodrat manusia monodualis
- Jiwa : akal, rasa, kehendak
- Raga : zat benda mati, zat nabati, zat hewani
Sifat kodrat manusia monodualis
- Sifat individu
- Sifat sosial
Kedudukan kodrat manusia monodualis
- Sebagai pribadi mandiri
- Sebagai pribadi Tuhan
2.3. Sarana Penalaran Filsafat
Penalaran filsafati atau pemikiran filsafati haruslah bersifat koheren.
Untuk memenuhi sifat tersebut, suatu penalaran filsafati haruslah
mengikuti prinsip-prinsip pemikiran pada umumnya.
A. Prinsip-prinsip Pemikiran
Dasar penalaran filsafati pada umumnya disebut dengan prinsip-
prinsip pemikiran atau prinsip-prinsip penalaran. Istilah prinsip
memiliki arti: suatu pernyataan yang mengandung kebenaran
universal, yaitu kebenarannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu,
dimana saja dan kapan saja dapat digunakan.
Prinsip-prinsip pemikiran dalam filsafat atau disebut juga aksioma
penalaran sifatnya adalah umum. Aksioma penalaran ini ada tiga
prinsip, yaitu:
Prinsip identitas
Prinsip non-kontradiksi
Prinsip eksklusi tertii
B. Metode-metode Perenungan Filsafati
Metode filsafati yang sering digunakan ada empat, yaitu:
Metode analisis
Metode sintesis
Metode analitiko-sintetik
Metode analisa abstraksi
2.4. Ideologi dan Filsafat Pancasila
Pada dasarnya, Pancasila merupakan sistem filsafat yang bersifat praktis,
yaitu dapat digunakan langsung sebagai pedoman kehidupan bangsa
Indonesia dalam bernegara untuk mencapai masyarakat adil makmur
sejahtera lahiriah batiniah.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara harus memenuhi unsur-
unsur tertentu sebagai persyaratannya dan juga harus dapat memenuhi
teori-teori kebenaran dalam filsafat, jika ingin menempatkan Pancasila
sebagai ideology yang tangguh.
Ideologi selalu berkaitan dengan pandangan hidup suatu bangsa sebagai
dasar filsafatnya yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya.
A. Unsur-unsur Ideologi
Setiap ideologi selalu tersimpul adanya tiga unsur pokok, yaitu:
Keyakinan
Mitos
Loyalitas
B. Pancasila Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan seperangkat gagasan
vital yang menggambarkan sikap atau pandangan hidup bangsa
Indonesia, sebagaimana secara formal harfiah dirumuskan dalam
bagian akhir Pembukaan UUD 1945.
C. Pancasila Ideologi Dinamik
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat praktis pada dasarnya adalah
ideologi dinamik atau sering disebut juga ideologi terbuka, bukan
ideologi static atau ideologi tertutup seperti komunis.
Ciri-ciri ideologi dinamik, yaitu:
Bersifat realis
Bersifat idealis
Bersifat fleksibel
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat praktis yang juga sebagai ideologi
negara haruslah memenuhi tiga teori kebenaran yang dikemukakan
filsafat. Tiga teori kebenaran Pancasila, yaitu:
Teori koherensi : Pertama kali dikembangkan oleh Plato (427-347
SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
Teori korespondensi : Eksponen utamanya adalah seorang ahli
pikir Inggris, Bertrand Russel (1872-1970)
Teori pragmatis : Pencetusnya yaitu seorang ahli pikir Amerika,
Charles S. Peirce (1839-1914)
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB III
(BAGAIMANA PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA?)
A. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara
Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya
negara yaitu:
a) Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir
b) Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa
c) Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.
Perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu:
a. Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada
bentuk dan struktur organisasi negara
b. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama
kepada mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di
pusat maupun di daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk
pemerintahan seperti apa yang dianggap paling tepat untuk sebuah negara.
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1
UUD Negara Republik Indonesia 1945). Pasal tersebut menjelaskan hubungan
Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk negara yang dianut oleh Indonesia,
yaitu sebagai negara kesatuan bukan sebagai negara serikat.
Demikian pula dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945,
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Hal tersebut menegaskan bahwa negara Republik Indonesia menganut
demokrasi konstitusional bukan demokrasi rakyat seperti yang terdapat pada
konsep negara-negara komunis.
Pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, ditegaskan bahwa,
negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip tersebut mencerminkan bahwa
negara Indonesia sejalan dengan sila kedua Pancasila. Hal tersebut ditegaskan
oleh Atmordjo (2009: 25) bahwa : konsep negara hukum Indonesia merupakan
perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara.

PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)


BAB 3
(PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT)
Jika seseorang berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan itu sumbernya rasio
makaorang tersebut berfilsafat rasionalisme. Jikalau seseorang berpandangan
bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah kenikmatan, kesenangan dan
kepuasan lahiriah maka paham ini disebut hedonisme. Secara etimologis, filsafat
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philein =>cinta, ophos =>hikmah/
kebijaksanaan/ wisdom. Secara harfiah, filsafat mengandung makna
kebijaksanaan Bidang ilmu yang mencakup filsafat:
1. Manusia
2. Alam
3. Pengetahuan
4. Etika
5. Logika
Filsafat secara menyeluruh berarti:
A. Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari
para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran.
Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari
persoalan yang bersumber pada akal manusia.
B. Filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis.
1. Metafisika : Membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, yang
meliputi bidang-bidang ontologi, kosmologi, dan
antropologi.
2. Epistemologi : Berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3. Metodologi : Berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan.
4. Logika : Berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumusan
dan dalil berfikir yang benar.
5. Etika : Berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
6. Estetika : Berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan
RUMUSAN KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU
SISTEM
Sistem adalah suatu keasatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekarja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan utuh yang memiliki ciri-ciri :
Suatu kesatuan bagian-bagian
Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
Keseluruhan dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan
sistem)
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada
merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Monopluralis merupakan kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis,
memiliki hakikat secara filosofis yang bersumber pada hakikat dasara ontologis
manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat
manusia.
2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramida
Secara ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada landasan Pancasila
yaitu :
Tuhan
Manusia
Satu
Rakyat
Adil
Hakikat dan inti Pancasila :
Ketuhanan
Kemanusiaan
Persatuan
Kerakyatan
Keadilan
3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan
saling
Mengkualifikasi Kesatuan sila-sila Pancasila yang meajemuk tunggal, hierarki
piramidal juga dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat
sila lainnya, atau dengann lain perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi
oleh keempat sila lainnya.
KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI KESATUAN SISTEM
FILSAFAT
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar
ontologis, dasar epistemologis, dan dasar oskologis sendiri yang berbeda degan
sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme,
komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
1. Dasar Antropologis Sila-Sila Pancasila
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem Nilai-nilai yang terkandung dalam sila
satu sampai dnegan sila lima merupakan cita-cita dan dambaan bangsa Indonesia
yang akan diwujudkannya dalam kehidupan. Dahulu cita-cita tersebut telah
didambakan oleh bangsa Indonesia agar terwujud Dalsm suatu masyarakat yang
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja, dengan harapan diupayakan
terealisasi dalam setiap tingkah laku dan perbuatan setiap Indonesia.
PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA
DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Dasar Filofofis
Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
INTI ISI SILA PANCASILA
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Sila Perstuan Indonesia
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan, Perwakilan,
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry)
BAB III
(KONSEPSI DASAR FILSAFAT PANCASILA)

3.0. Pengantar
Rumusan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, jika
dianalisis memang mempunyai landasan yang betul-betul kuat dan tumbuh
subur dalam kehidupan manusia, yaitu: ketuhanan, kemanusiaa, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima konsep ini disebut juga sebagai inti
mutlak-nya Pancasila.
3.1. Asal-mula dan Dasar Pancasila
A. Pengetahuan Kausal Pancasila
Pencetusan rumusan Pancasila secara resmi menjadi dasar filsafat negara
pada waktu ditetapkan Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
Pengetahuan tentang sebab-musabab atau pengetahuan kausal ini menurut
Aristoteles, membedakan atas empat macam sebab atau kausa, yaitu:
Kausa materialis : asal mula berupa bahan bagi Pancasila
Kausa finalis : asal mula berupa tujuan bagi Pancasila
Kausa formalis : asal mula berupa bentuk bagi Pancasila
Kausa efisien : asal mula berupa karya bagi Pancasila
B. Inti Mutlak Kehidupan Manusia
Tiga persoalan hidup manusia yang menimbulkan adanya lima hal sebagai
inti mutlaknya Pancasila dalam kehidupan manusia, yaitu:
Persoalan hidup menghadapi diri sendiri
Persoalan hidup menghadapi sesama manusia
Persoalan hidup menghadapi Tuhan
3.2. Intensi dan Ekstensi Pancasila
A. Intensi inti mutlak Pancasila
Setiap term atau konsep mempunyai intensi atau konotasi. Term atau
konsep, berdasarkan intensinya dapat dibedakan antara: term hakikat dan
term sifat.
a. Hakikat Abstrak Pancasila
Term hakikat dibedakan menjadi:
Hakikat konkrit : menunjuk ke halnya suatu kenyataan yang
berkualitas dan bereksistensi.
Hakikat abstrak : menyatakan suatu kualitas yang terlepas dari
eksistensi tertentu.

b. Sifat Abstrak Pancasila


Term sifat ini dibedakan menjadi:
Sifat konkrit : menunjuk pensifatannya suatu kenyataan
yang berkualitas dan bereksistensi
Sifat abstrak : menyatakan pensifatan yang tidak bereksistensi.
B. Ekstensi Inti-mutlak Pancasila
Setiap term, disamping mempunyai intensi juga mempunyai ekstensi atau
denotasi. Ekstensi merupakan keseluruhan hal yang ditunjuk oleh term.
Ekstensi term ini pada dasarnya menunjukkan adanya suatu himpunan,
karena sejumlah hal-hal yang ditunjuk itu menjadi satu kesatuan dengan
ciri tertentu.
Term ataupun konsep, berdasarkan ekstensinya dibedakan menjadi:
Term umum: universal dan kolektif
Term khusus : particular dan singular
C. Dua Sifat Umum dalam Pancasila
Inti mutlak Pancasila mempunyai sifat universal, dapat digunakan
manusia dimana saja kapan saja, tidak dipengaruhi ruang dan waktu.
Kelima inti mutlak yang menjadi dasar Pancasila, sifat keumumannya
dapat diterapkan pada semua hal yang termasuk dalam lingkungan
konsep-konsep tersebut. Sifat keumumannya, yaitu:
1. Ketuhanan : pengakuan dan keyakinan yang diwujudkan dalam
bentuk perbuatan terhadap adanya Dzat Yang Maha Kuasa.
2. Kemanusiaan : Perbuatan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
hidup manusiawi
3. Persatuan : keadaan dan sifat-sifat yang sesuai dengan hakekat satu,
atau dengan arti lain ialah kesadaran untuk mengusahakan suatu
keseluruhan kearah satu kesatuan
4. Kerakyatan : suatu pemerintahan negara atas dasar pertimbangan-
pertimbangan kehendak rakyat, atau dapat juga diartikan sifat-sifat
dan keadaan yang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rakyat.
5. Keadilan : sifat-sifat dan keadaan yang sesuai degan hakekat adil
untuk mengakui hak sesama.
Rumusan Pancasila secara lengkap yang bersifat umum kolektif, dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
Isi arti umum universal : dapat digunakan bukan hanya di
Indonesia saja, contohnya sila ke 1, 2 dan 3
Isi arti umum kolektif : hanya berlaku untuk satu kelompok
tertentu, contohnya sila ke 4 dan 5.
3.3. Perkembangan inti mutlak Pancasila
Secara sosiologis, perkembangan masyarakat mempunyai fase-fase.
Menurut Soekarno, fase ini ada lima fase, yaitu:
1. Fase berburu
2. Fase beternak
3. Fase bercocok tanam
4. Fase kerajinan
5. Fase industri
3.4. Isi arti dan kepribadian Pancasila
A. Isi arti sila-sila Pancasila
Arti sila Ketuhanan : hakikat ketuhanan sebagai dasar
negara ialah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat Tuhan sebagai Kausa Prima.
Arti sila Kemanusiaan : sifat-sifat dan keadaan negara
harus sesuai dengan hakikat manusia monopluralis dalam
kesatuan yang seimbang dan harmonis
Arti sila Persatuan : sifat-sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat satu dalam arti mutlak tidak dapat
terbagi dan tepisah dari yang lain
Arti sila Kerakyatan : sifat-sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat rakyat sebagai pendukung
kekuasaan
Arti sila Keadilan : sifat-sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat adil sebagai tujuan atau cita-cita,
dimana wajib lebih diutamakan daripada hak.
B. Kepribadian Pancasila
Cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai dengan Pancasila adalah
untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat, atau
secara umum untuk mensejahterakan manusia.
Notonagoro dalam buku Pancasila secara ilmiah popular
menjelaskan tentang hakikat secara metafisis yang dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Hakikat abstrak
2. Hakikat pribadi
3. Hakikat konkrit
Dengan adanya tiga macam hakikat, berarti ada tiga macam
kepribadian, yaitu:
1. Kepribadian kemanusiaan
2. Kepribadian kebangsaan
3. Kepribadian perorangan
Selanjutnya Notonagoro merumuskan juga secara singkat tentang
kepribadian kebangsaan Indonesia atau kepribadian Pancasila,
yaitu kepribadian Pancasila adalah kesatuan sifat-sifat yang tetap
terlekat pada bangsa dan orang Indonesia yang tetap tidak
berubah, terdiri atas sifat-sifat hakikat kemanusiaan dan sifat-sifat
hakikat khusus Indonesia, yang menyebabkan bangsa Indonesia
dan orang Indonesia sebagai diri pribadi terpisah dan berbeda dari
bangsa lain dan orang bangsa lain.
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB IV
(MENGAPA PANCASILA MENJADI IDEOLOGI
NEGARA?)
Ideologi merupakan seperangkat sistem yang diyakini setiap warga
negara dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. setiap
system keyakinan itu terbentuk melalui suatu proses yang panjang karena
ideology melibatkan berbagai sumber seperti kebudayaan, agama, dan
pemikiran para tokoh.
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara
etimologis, artinya ilmu tentang ideide (the science of ideas), atau ajaran
tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013:60-61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai
cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan
paham,teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).

Beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai


berikut:
a. Sastrapratedja (2001: 43): Ideologi adalah seperangkat gagasan/
pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu
sistem yang teratur.
b. Soerjanto (1991: 47): Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya.
c. Mubyarto (1991: 239): Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan,
dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang
menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan
masyarakat atau bangsa itu.

Beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi


sebagai berikut:
a. Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan Ideologi adalah
sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen
yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk
membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan
sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi legitimasi yang rasional dari
penerapan preskripsi teknik.
b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional Gouldner mengatakan
bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam
wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika
emosi.
c. Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial Hirst meletakkan ideologi di dalam
kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu
sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis.

Beberapa fungsi ideologi sebagai berikut:


a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di lingkungan
sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang
untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta
memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi
dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi
besar dunia, maka Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia
sebagai berikut:
a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir dari
perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi;kedua, proses perubahan
sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh
masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu
untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki
(Sastrapratedja, 2001: 50 69).

2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk
tantangan. Salah satu tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah
globalisasi. Globalisasi merupakan era saling keterhubungan antara
masyarakat suatu bangsa dan masyarakat bangsa yang lain sehingga
masyarakat dunia menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kebudayaan
global terbentuk dari pertemuan beragam kepentingan yang mendekatkan
masyarakat dunia. Sastrapratedja menengarai beberapa karakteristik
kebudayaan global sebagai berikut:
a. Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap
pengaruh timbal balik.
b. Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam
berbagai kelompok dengan pluralisme etnis dan religius.
c. Masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda
bekerjasama dan bersaing sehingga tidak ada satu pun ideologi yang
dominan.
d. Kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap
bersifat plural dan heterogen.
e. Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), kebebasan, demokrasi menjadi nilai-nilai
yang dihayati bersama, tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda
(Sastrapratedja, 2001: 26--27).

Berdasarkan karakteristik kebudayaan global tersebut, maka perlu


ditelusuri fase-fase perkembangan globalisasi sebagai bentuk tantangan
terhadap ideologi Pancasila. Adapun fase-fase perkembangan globalisasi
itu adalah sebagai berikut:
a. Fase embrio; berlangsung di Eropa dari abad ke-15 sampai abad ke-18 dengan
munculnya komunitas nasional dan runtuhnya sistem transnasional Abad Tengah.
b. Fase pertumbuhan yang meliputi abad ke-18 dengan ciri pergeseran kepada
gagasan negara kesatuan, kristalisasi konsep hubungan internasional, standarisasi
konsep kewarganegaraan.
c. Fase take off yang berlangsung dari 1870 sampai pertengahan 1920 yang
ditandai dengan diterimanya konsep baru tentang negara kebangsaan,identitas dan
kepribadian nasional, mulai masuknya negara-negara non-Eropa ke dalam
masyarakat internasional.
d. Fase perjuangan hegemoni yang dimulai 1920 sampai dengan
pertengahan 1960 yang ditandai dengan meningkatnya konflik
internasional dan ideologis, seperti kapitalisme, sosialisme, fasisme, dan nazisme,
dan jatuhnya bom atom yang menggugah pikiran tentang masa depan manusia
yang diikuti terbentuknya Perserikatan Bangsa-bangsa(PBB).
e. Fase ketidakpastian; berlangsung dari 1960--1990 ditandai dengan munculnya
gagasan dunia ketiga, proliferasi nuklir, konsepsi individu menjadi lebih
kompleks, hak-hak kewarganegaraan semakin tegas dirumuskan, berkembangnya
media global yang semakin canggih.
f. Fase kebudayaan global; fase ini ditandai oleh perubahan radikal di Eropa
Timur dan Uni Soviet (runtuhnya dominasi komunisme di beberapa negara),
berakhirnya perang dingin, dan melemahnya konfrontasi ideologi(Sastrapratedja,
2001: 49 50).
B. Menggali Sumber Historis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara
a. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan
sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno
dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960. Namun
seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960--1965, Soekarno
lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan
Komunisme)sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia.
b. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dijadikan
sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi
Kemasyarakatan. Periode ini diawali dengan keluarnya TAP MPR No.
II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila. TAP MPR ini
menjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua lapisan
masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalam memasyarakatkan
Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk
rezim Orde Baru (mono tafsir ideologi) yang berkuasa pada waktu itu.
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur
pada 21 Mei 1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus
penataran P-4. Pada masa sekarang ini, resonansi Pancasila kurang
bergema karena pemerintahan Habibie lebih disibukkan masalah politis,
baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, lembaga yang
bertanggungjawab terhadap sosialisasi nilai-nilai Pancasila dibubarkan
berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No.
10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(BP-7). Sebenarnya,
dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk lembaga serupa, tetapi
lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan,dan mengawal Pancasila
hingga saat ini belum ada.

d. Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Abdurrahman


Wahid
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul
wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang
pelarangan PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang
lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap
ideologi Pancasila cenderung melemah.
e. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan
formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20
tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata
pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
f. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)
Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode dapat
dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai
ideologi negara. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk
membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan mengawal
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana
diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999. Suasana politik lebih
banyak ditandai dengan pertarungan politik untuk memperebutkan
kekuasaan atau meraih suara sebanyakbanyaknya dalam pemilu.
Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani
Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada
pasal 35 ayat (3).
Habibie dalam pidato 1 Juni 2011, mengemukakan bahwa salah satu faktor
penyebab dilupakannya Pancasila di era reformasi ialah:
"......sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan
kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi
reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari
masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada
munculnya amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai
grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang
menaungi seluruh warga negara yang plural"
B. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Ideologi Negara
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto
diletakkan pada kedudukan yang sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978
tentang pemasayarakatan P-4. Pada masa Soeharto ini pula, ideologi
Pancasila menjadi asas tunggal bagi semua organisasi politik (Orpol) dan
organisasi masyarakat (Ormas).
Pada masa era reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara mengalami pasang
surut dengan ditandai beberapa hal, seperti: enggannya para penyelenggara negara
mewacanakan tentang Pancasila, bahkan berujung pada hilangnya Pancasila dari
kurikulum nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran penyelenggara
negara tentang pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi
pada kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering
terabaikan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi
menurun drastis.

1) Hakikat Pancasila sebagai Ideologi Negara


a. Dimensi realitas; mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai real yang hidup dalam masyarakatnya.
Hal ini mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila bersumber dari nilai-nilai
kehidupan bangsa Indonesia sekaligus juga berarti bahwa nilai-nilai Pancasila
harus dijabarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya dengan
kehidupan bermasyarakat maupun dalam segala aspek penyelenggaraan negara.
b. Dimensi idealitas; mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini berarti bahwa
nilai-nilai dasar Pancasila mengandung adanya tujuan yang dicapai sehingga
menimbulkan harapan dan optimisme serta mampu menggugah motivasi untuk
mewujudkan cita-cita.
c. Dimensi fleksibilitas; mengandung relevansi atau kekuatan yang merangsang
masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi
bersifat terbuka karena bersifat demokratis dan mengandung dinamika internal
yang mengundang dan merangsang warga negara yang meyakininya untuk
mengembangkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya.
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)
BAB 4
(PANCASILA SEBAGAI ETIKA POITIK)
Dalam filsafat Pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sitematis dan komprehensif (menyeluruh) dan
sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu pemikiran
filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman
dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar.
Norma-norma tersebut meliputi:
1. Norma moral. Berkaitan dengan tingkah laku manusia, dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila
telah terjabarkan dalam suatu norma-norma moralitas atau norma-norma
etika sehingga Pancasila merupakan system etika dalam masyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2. Norma hukum. Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber
hokum dinegara Indoensia. Nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari
Bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia
sebagai asal mula materi (kausa materialis) nilai-nilai Pancasila.
PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggungjawab berhadapan dengan pembelajaran moral. Etika terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. EtikaUmum
2. EtikaKhusus:
a. Etika Individual, membahas kewajiban manusia terhadap diri
sendiri
b. Etika Sosial, membahas kewajiban manusia terhadap manusia lain.
PENGERTIAN NILAI, NORMA, DAN MORAL
A. PENGERTIAN NILAI
Nilai merupakan kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Jadi hakikatnya, nilai merupakan sifat atau kualitas yang
melakat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
B. HIERARKI NILAI
Kelompok nilai Golongan manusia Notonagoro membagi
menurut tinggi dan menurut Walter G. nilai menjadi tiga
rendahnya: Everet: macam:
Nilai-nilai kenikmatan Nilai-nilai ekonomis Nilai material
Nilai-nilai kehidupan Nilai-nilai kejasmanian Nilai vital
Nilai-nilai kejiwaan Nilai-nilai hiburan Nilai kerohanian:
Nilai-nilai kerohanian Nilai-nilai social
Nilai kebenaran,
Nilai-nilai watak
Nilai keindahan,
Nilai-nilai estetis
Nilai kebaikan,
Nilai-nilai intelektual
Nilai-nilai keagamaan dan
Nilai religius
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKTIS
NILAI DASAR : Nilai dasar tidak dapat diamati melalui indera
manusia, namun berkaitan dengan tingkah laku manusia atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata. Nilai bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya Tuhan, manusia
atau segala sesuatu lainnya.
NILAI INSTRUMENTAL : Merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan
diarahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental juga merupakan
suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
NILAI PRAKSIS : Merupakan perwujudan dari nilai instrumental
sehingga dapat berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang
atau bahkan tidak dapat bertentangan karena nilai dasar, nilai instrumental dan
nilai praksis merupakan suatu sistem perwujudan yang tidak boleh menyimpang
dari system tersebut.
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry)
BAB IV
(POKOK-POKOK ISI AJARAN PANCASILA)
A. PENGANTAR
Isi ajaran Pancasila yang murni adalah merupakan hakikat atau esensi dari
Pancasila, yang selanjutnya harus ditafsirkan supaya dapat dimengerti
betul maknanya secara tepat, dan apa saja hal-hal yang terkandung di
dalamnya.
Pembahasan isi arti Pancasil secara kefilsafatan, diusahakan dengan
memberi makna istilah-istilah secara leterlek (harfiah) atau gramatikal.
Adapun rumusan Pancasila sebagaimana terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan
Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

B. URAIAN SINGKAT AJARAN SILA PERTAMA


a. Ketuhanan
Istilah ketuhanan berasal dari pokok kata Tuhan, yaitu suatu Dzat Yang
Maha Kuasa, pencipta segala yang ada di alam semesta ini, yang biasa
disebut Penyebab Pertama atau Kuasa Prime. Sedangkan istilah
Ketuhanan berarti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam
bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta.
b. Pemikiran Tentang adanya Tuhan
Di alam semesta ini, dapat dilihat adanya himpunan-himpunan benda-
benda alami. Himpunan-himpunan itu berada dalam satu himpunan
yang paling luas dan mencakup segala himpunan yang ada, yaitu
himpunan sebab-akibat, karena segala sesuatu yang berada dalam alam
semesta ini tidak lepas dari rentetan sebab-akibat, baik secara
sederhana maupun komplek yang tidak dapat diketahui secara
langsung, tetapi dapat dipikirkan.
c. Yang Maha Esa
Yang Maha Esa berarti yang Maha Tunggal, tiada tersusun, tiada
duanya, tunggal dalam Dzat-Nya, tunggal dalam sifat-Nya dan tunggal
dalam perbuatan-Nya.
d. Hukum Bukti Ke-Esaan Tuhan
Pemikiran tentang pembuktian ke-Esa-an Tuhan maupun pembuktian
tentang adanya Tuhan sebagaimana yang diuraikan disebut istilah
menggunakan dalil akli atau hukum akal, yaitu dalil-dalil atau
hokum-hukum berdasarkan pertimbangan akal.
e. Ajaran Tentang Ke-Esaan Tuhan
Ajaran tentang adanya Tuhan Yang Esa ini, dikutipkan dari ajaran
Hindu-Dharma, ajaran Kristiani, maupun ajaran Islam.
f. Ketuhanan Yang Maha Esa
Yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah: keyakinan
dan pengakuan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan terhadap
suatu Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya, yang Sempurna sebagai
Penyebab Pertama.

C. URAIAN SINGKAT AJARAN SILA KEDUA


a. Kemanusiaan
Dari kata manusia disusun suatu istilah kemanusiaan, yaitu berarti
kesadaran, sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai hidup
manusiawi secara universal. Nilai-nilai hidup manusiawi yang
dimaksudkan di sini ialah pertimbangan baik-buruk secara kodrati
berada dalam hati nurani manusia yang sesuai dengan ide
kemanusiaan.
b. Adil
Adil ialah memperlakukan dan memberikan sebagai rasa wajib sesuatu
hal yang telah menjadi haknya, baik terhadap diri-sendiri, sesame
manusia, maupun terhadap Tuhan.
c. Beradab
Beradab berasal dari perkataan adab, yang mengandung pengertian
tata-kesopanan. Beradab artinya bersikap, berkeputusan dan bertindak
berdasarkan pertimbangan nilai-nilai moral yang berlaku dalam hidup
bersama.
d. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan Kemanusiaan yang
adil dan beradap adalah: kesadaran, sikap dan perbuatan yang sesuai
dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntunan
mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
e. Perikemanusiaan dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua ini secara spontan sering juga dinyatakan dengan rumusan
perikemanusiaan, yang sebenarnya pengertiannya berbeda berbeda
dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Perikemanusiaan
disamakan dengan Humanisme, yang diartikan cinta kasih kepada
sesama manusia.

D. URAIAN SINGKAT AJARAN SILA KETIGA


a. Persatuan
Istilah persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah
belah. Persatuan berarti sifat-siat dan keadaan yang sesuai dengan
hakikat satu, yang mengandung pengertian distaukannya bermacam-
macam bentuk menjadi satu kebulatan.
b. Indonesia
Yang dimaksudkan kata Indonesia dalam rumusan Persatuan
Indonesia, adalah dalam artian politis yaitu persatuan rakyat Indonesia
atau persatuan kelompok manusia yang menjadi WNI.
c. Persatuan Indonesia
Yang dimaksudkan Persatuan Indonesia dalam Pancasila dapat
diuraikan secara singkat sebagai berikut: usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan satu kesatuan rakyat untuk membina Nasionalisme dalam
Negara Indonesia.
d. Pembinaan Nasionalisme Indonesia
Dalam pembinaan Nasionalisme Indonesia ini, perlu juga
dikembangkan adanya tiga unsur pokok yang merupakan faktor
penting bagi pembentukannya dan bersifat dinamis.

E. URAIAN SINGKAT AJARAN SILA KEEMPAT


a. Kerakyatan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia
yang menjadi warga dalam suatu Negara. Yang dimaksud Kerakyatan
adalah suatu sistem pemerintahan Negara atas dasar pertimbangan
kehendak rakyat.
b. Tujuan Akhir Kerakyatan atau Demokrasi
Tujuan akhir demokrasi adalah sama dengan tujuan akhir dari rakyat
atau tujuan akhir dari manusia, yaitu kebahagiaan hidup. Yang
dimaksud kebahagiaan hidup ialah suatu keadaan hidup manusia yang
kebutuhan jasmaniah dan rohaniah relative berubah0ubah dapat
terpenuhinya.
c. Hikmat Kebijaksanaan
Secara sederhana dan bebas, arti hikmat itu adalah kebenaran yang
mengandung manfaat bagi kepentingan umum. Kebijaksanaan adalah
melakukan perbuatan-perbuatan atas dorongan kehendak yang tertuju
pada kebaikan, berdasarkan putusan akal untuk mencapai kebenaran
yang sesuai dengan rasa kemanusiaan.
d. Permusyawaratan
Permusyawaratn berari suatu sistem dalam merumuskan atau
memutuskan sesuatu persoalan dengan cara mengadakan rapat sebagai
forum pertukaran pendapat untuk mencapai kesepakatan bersama.
e. Perwakilan
Perwakilan berarti suatu tata-cara dalam mengusahakan turut sertanya
rakyat ambil bagian dalam pemerintahan dilakukan dengan melalui
badan-badan tertentu sebagai wakilnya.
f. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Maka sila keempat Pacasila dapat diuraikan sebagai berikut: suatu
sistem pemerintahan rakyat dengan cara melalui badan-badan
tertentu serta di dalam menetapkan sesuatu peraturan dengan jalan
musyawarah untuk mufakat atas dasar kebenaran dari Tuhan dan
putusan akal sesuai dengan rasa kemanusiaan yang memperhatikan
dan memepertimbangkan kehendak rakyat untuk mencapai kebaikan
hidup bersama.

F. URAIAN SINGKAT AJARAN SILA KELIMA


a. Keadilan
Keadilan dalam sila kelima ini diartikan sifat-sifat dan keadaan yang
sesuai dengan hakikat adil untuk mengakui hak sesama.
b. Sosial
Timbul istilah sosialisme, yang secara umumberarti suatu faham
yang mendasarkan cita-citanya itu atas kebersamaan dalam
persaudaraan umat manusia untuk kesejahteraan bersama.
c. Keadilan Sosial
Konsep yang terkandung salam keadilan social adalah suatu tata
masyarakat yang selalu memperhatikan dan memperlakukan hak
manusia sebagaimana mestinya dalam hubungan atar pribadi serta
keseluruhan terhadap pribadi maupun pribadi terhadap keseluruhan,
baik material maupun spiritual.
d. Seluruh Rakyat Indonesia
Yang dimaksudkannya ialah sekelompok manusia yang menjadi warga
Negara Indonesia, baik berbangsa Indonesia asli maupun keturunan
asing, demikian juga baik yang berada di dalam wilayah Republik
Indonesia maupun warga Negara Indonesia yang berada di Negara
lain.
e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Maka sila kelima diuraikan secara singkat sebagai berikut: suatu tata
masyarakat adil dan makmur sejahterq lahiriah dan batiniah, yang
setiapwarga mendapatkan segala sesuatu yang telah menjadi haknya
sesuai dengan hakikat manusia adil dan beradab.

PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI


(KEMENRISETDIKTI)
BAB V
MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM
FILSAFAT?
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang
menggugah kesadaran para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika
menggagas ide Philosophische Grondslag. Perenungan ini mengalir ke
arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas
bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi
sejak siding BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI,
termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai
sistem filsafat.

A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem


Filsafat
Pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang
dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti
komprehensif).
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep. (arti analisis linguistik).
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (artiaktual-
fundamental).
Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu system mendasar dan fundamental
karena mendasari seluruh kebijakan penyelenggaraan negara. Ketika suatu sistem
bersifat mendasar dan fundamental, maka sistem tersebut dapat dinamakan
sebagai sistem filsafat.

B. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai


Sistem Filsafat
1. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus
Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila
dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan
sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat.
Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilai-nilai
Pancasila
dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang,
baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai Genetivus Subjectivus memerlukan landasan pijak
filosofis yang kuat yang mencakup tiga dimensi, yaitu landasan ontologis,
landasan epistemologis, dan landasan aksiologis.
Ontologi menurut Aritoteles merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang hakikat segala yang ada secara umum sehingga dapat
dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang membahas sesuatu secara
khusus.
Ontologi membahas tentang hakikat yang paling dalam dari
sesuatu yang ada, yaitu unsur yang paling umum dan bersifat abstrak,
disebut juga dengan istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah
menganalisis tentang substansi (Taylor, 1955: 42). Substansi menurut
Kamus Latin Indonesia, berasal dari bahasa Latin substare artinya
serentak ada, bertahan, ada dalam kenyataan. Substantialitas artinya
sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud, hal wujud (Verhoeven dan
Carvallo, 1969: 1256).

Penerapan keempat masalah ontologis tersebut ke dalam Pancasila sebagai sistem


filsafat menghasilkan hal-hal berikut:

Pertama, ada tiga mainstream yang berkembang sebagai pilihan nyata bangsa
Indonesia atas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat, yaitu (1) determinisme
yang menyatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh banyak kondisi
sebelumnya sehingga manusia pada dasarnya bersifat reaktif dan pasif. Pancasila
sebagai sistem filsafat lahir sebagai reaksi atas penjajahan yang melanggar Hak
Asasi Manusia, sebagaimana amanat yang tercantum dalam alinea I Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi,
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
(2) pragmatisme yang menyatakan bahwa manusia merencanakan perilakunya
untuk mencapai tujuan masa depan sehingga manusia merupakan makhluk yang
aktif dan dapat mengambil keputusan yang memengaruhi nasib mereka. Sifat aktif
yang memunculkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu
penjajahan termuat dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat
yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan
pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil
dan makmur.
C. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem
Filsafat
1. Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal
sebagai berikut:

Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap
makhluk hidup, termasuk warga negara harus memiliki kesadaran yang otonom
(kebebasan, kemandirian) di satu pihak, dan
berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai
pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan
selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah
kepada Sang Pencipta.

Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu,
sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan)
(Notonagoro).

Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa


kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3
jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah air mental. Tanah air real
adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka, yang
dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah Negara bangsa yang
berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang
warganya, yang membuat undang-undang, menggariskan hukum dan peraturan,
menata, mengatur dan memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan atau
membatalkan, memberikan
perlindungan, dan menghukum, memberikan paspor atau surat pengenal lainnya.
Tanah air mental bukan bersifat territorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideology atau
seperangkat gagasan vital (Daoed Joesoef, 1987: 18-20)

Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya,


keputusan yang diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk
mufakat, bukan membenarkan begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli
pendapat minoritas.

Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif,
legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari
negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara
terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah
keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam
Kaelan, 2013: 402).
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)
BAB 5
(PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL)
PENGERTIAN ASAL MULA PANCASILA
Pancasila terbentuk melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa
Indonesia. Secara kausalitas, Pancasila sebelum disyahkan menjadi dasar filsafat
negara, nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang
berupa nilai-nilai istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Agar memiliki
pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila, maka secara
ilmiah harus ditinjau berdasarkan proses kausalitas.
a. Asal Mula yang Langsung
Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar
filsafat negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi
Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan para pendiri negara sejak siding BPUPKI
pertama. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila adalah sebagai berikut:
Asal Mula Bahan (Kausa Materialis) : Asal Bahan Pancasila adalah pada
bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan
hidup.
Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis) : Asal mula bentuk Pancasila adalah
Ir. Soekarno bersama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya
yang merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk,
rumusan serta nama Pancasila.
Asal Mula Karya (Kausa Effisien) : Asal mula karyanya adalah PPKI
sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang
mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah.
Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis) : Asal mula tujuan adalah para
anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang
menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh
PPKI sebgaai dasar negara yang sah.

b. Asal Mula yang Tidak Langsung


Asal mula tidak langsung terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup
sehari-hari bangsa Indonesia dengan rincian berikut:
Unsur Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar filsafat negara yaitu;
Nilai Ketuhanan, Nilai Kermanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Kerakyatan,
dan Nilai Keadilan
Terkandung dalam pandangan hidup masyarakat sebelum membentuk
negara yaitu: Nilai adat istiadat, Nilai kebudayaan, Nilai religius
Asal mula tidak langsung Pancasila merupakan kausa materialis atau asal
mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila. Pancasila bukanlah hasil
perenungan seseorang atau kelompok atau bahkan hasil sintesa paham-
paham besar dunia, melainkan pandangan hidup bangsa Indonesia.
c. Bangsa Indoenesia ber-Pancasila dalamTri Prakara
Pancasila terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah
kebangsaan Indonesia yang terangkum dalam tiga asas atau Tri Prakara, yaitu:
Pancasila Asas Kebudayaan
Pancasila Asas Religius
Pancasila Asas Kenegaraan
KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA
Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakikatnya memiliki makna serta
dimensi masing-masing yang konsekuensi aktualisasinya pun memiliki aspek
yang berbeda-beda, walaupun hakikat dan sumbernya sama.
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur adalah
suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan. Pandangan hiudp berfungsi
sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam
interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Pandangan hidup
bangsa dapat disebut sebagai ideology bangsa (nasional), dan pandangan hidup
negara dapat disebut sebagai ideologi negara.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala
sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
b. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari
Undang-Undang Dasar 1945
c. Mewujudkan cita cita hokum bagi hokum dasar negara.
d. Mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
e. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945 bagi
penyelenggara negara.

3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia


Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan
hidup dan budaya bangsa. Karena ciri khas Pancasila memiliki kesesuaian dengan
bangsa Indonesia.
a. Pengertian Ideologi
Ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar atau sering kita sebut sebagai
cita-cita. Pengertian ideology secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan
gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang
menyangkut; Bidang Politik, Bidang Sosial, Bidang Kebudayaan, dan Bidang
Keagamaan. Ideologi negara yang merupakan system kenegaraan utnuk rakyat
dan bangsa pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang memilki ciri khas
diantaranya; Mempunyai derajat tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan. Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan,
diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
b. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Ideologi tertutup merupakan suatu system pemikiran tertutup yang membenarkan
pengorbanan masyarakat. Bukan hanya berupa nilai dan cita-cita tertentu
melainkan sebuah tuntutan bagi rakyatnya. Ideologi terbuka merupakan suatu
system pemikiran terbuka yang tidak hanya dibenarkan, dibutuhkan karena bukan
merupakan paksaan dari pihak luar melainkan digali dan diambil dari harta
kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
c. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Ideologi particular diartikan sebagai suatu keyakinan yang tersusun secara
sistemats dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas social tertentu dalam
masyarakat. Ideologi komprehensif diartikan sebagai suatu system pemikiran
menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan social yang memiliki cita-cita
melakukan transformasi sosial besar-besaran menuju bentuk tertentu.
d. Hubungan antara Filsafat dan Ideologi
Dari tradisi sejarah filsafat barat dapat dibuktikan bahwa tumbuhnya ideology
seperti liberalisme, kapitalisme, marxismeleninisme, maupun nazisme dan
facisme bersumber kepdaaliran-aliran filsafat yang berkembang disana.
Pancasila sebagai asas kerohanian bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam
pengertian ini, Indonesia dengan keanekaragamannya membentuk suatu kesatuan
integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. Berdasarkan pengertian paham
integralistik tersebut maka rincian pandangannya adalah sebagai berikut:
Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral. Semua
golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan
lainnya. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam kehidupan bersama
adalah perhimpunan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada
sesuatu golongan, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
Negara tidak hanya menjamin kepentingan seseorang atau golongannya
saja namun menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa
seluruhnya.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang
Maha Esa Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai
makhluk Tuhan. Maka, bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral
adalah berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga berKetuhanan
Yang Maha Esa.
Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa
Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa secara ilmiah filosofis mengandung makna
terdapat kesesuaian hubungan sebab akibat antara Tuhan, manusia dan negara
Yang merupakan dasar untuk memimpin cita-cita kenegaraan untuk
menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggaran negara.
Hubungan Negara dan Agama Negara pada hakikatnya merupakan suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar kodrat
manusia tersebut merupakan sifat dasar negara, sehingga negara sebagai
manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan
manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, negara
memiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah sebgai
pendiri negara. Hubungan ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis setiap
individu.
Hubungan Negara dan Agama Menurut Pancasila Hubungan menurut
Pancasila adalah sebagai berikut:
Negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa
dengan konsekuensi setiap warga memiliki hak untuk memeluk dan
menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing. Tidak mengakui
atheism dan sekularisme.
Tidak mengizinkan pertentangan agama, golongan agama, inter serta antar
pemeluk agama tertentu.
Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama tertentu.
Memberikan toleransi terhadap pemeluk agama lainya yang menjalankan
ibadah.
Segala peraturan harus sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara merupakan berkah rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Theokrasi Negara menyatu
dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan,
segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara didasarkan atas
firman Tuhan.
1. Negara Theokrasi Langsung Doktrin dan ajaran yang berkembang dalam
negara Theokrasi langsung sebagai upaya memperkuat dan meyakinkan
rakyat terhadap kekuasaan Tuhan dalam negara.
2. Negara Theokrasi Tidak Langsung Bukan Tuhan sendiri yang memerintah
dalam negara, melainkan Kepala Negara atau Raja yang memerintah
negara atas kehendak Tuhan.
Hubungan Negara dan Agama Menurut Sekularisme Paham sekularisme
membedakan dan memisahkan antara agama dan negara. Bentuk, sistem
segala aspek kenegaraan tidak ada hubungannya adengan agama. Sekularisme
bepandangan bahwa masalah keduniawian berhubungan dengan manusia saja
tanpa Tuhan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil
dan Beradab Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang
berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme
(kebangsaan) berdasar hakikat kodrat manusia. Kebangsaan Indonesia adalah
kebangsaan yang berkemanusiaan, bukan suatu kebangsaan yang
Chauvimisme.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan Pokok-
pokok yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara
dapat dirinci sebagai berikut: Manusia Indonesia sebagai warga negara dan
masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
Dalam menggunakan hak-haknya, selalu memperhatikan dan mempertimbangkan
kepentingan negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta
kewajiban yang sama maka pada dasarnya tidak dibenarkan memaksakan
kehendak pada pihak lain. Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu
dimusyawarahkan. Keputusan diusahakan ditentukan secara musyawarah.
Musyawarah untuk mencapai mufakat disertai semangat kebersamaan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkeadilan sosial Sebagai
suatu negara hukum yang berkeadilan social maka negara Indonesia harus
mengakui dan melindungi hak asasi manusia. Dalam hidup bersama baik
dalam masyarakat, bangsa dan negara harus terwujud suatu keadilan (Keadilan
Sosial) yang meliputi tiga hal: Keadilan Distributif Keadilan Legal Keadilan
Komutatif, Ideologi Liberal Atas dasar ontologis hakikat manusia, dalam
kehidupan masyarakat bersama yang disebut negara, kebebasan individu
sebagai basis demokrasi bahkan merupakan unsur fundamental. Pemahaman
atas eksistensi rakyat dalam suatu negara inilah yang merupakan sumber
perbedaan konsep, antara lain terdapat konsep yang menekankan bahwa rakyat
adalah sebagai suatu kesatuan integral dari elemen-elemen yang menyusun
negara, bahkan komunisme menekankan bahwa rakyat adalah suatu totalitas
diatas eksistensi individu.
4. Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Liberalisme Nilai-nilai agama
dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan
kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh
kesepakatan individu-individu sebagai warganegaranya.
Ideologi Sosialis Komunis Dalam kaitannya dengan negara, bahwa negara
sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal. Mengubah
masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan kemenangan pada
pihak kelas proletar. Hak asas iman usia hanya berpusat pada hak kolektif,
sehingga hak individual pada hakikatnya tidak ada.
Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Komunisme Negara yang
berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan bersifat antitheis,
melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam negara
adalah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry)
BAB V
(MORAL NEGARA DAN PAHAM INTEGRALISTIK)
A. Ketuhanan Dasar Filsafat Negara
Pancasila sebagai falsafah negara, ideologi negara, landasan dasar dan
pandangan hidup bangsa Indonesia, berarti Pancasila merupakan sumber nilai
bagi segala penyelenggaraan negara baik yang bersifat kejasmanian maupun
kerohanian. Hal ini berarti bahwa dalam segala aspek penyelenggaraan atau
kehidupan bernegara yang materiil maupun spiritual harus sesuai dengan nilai-
nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila secara bulat dan utuh.
Dalam kaitannya dengan sila Ketuhanan yang maha Esa mempunyai
makna bahwa segala aspek penyelenggaraan hidup bernegara harus sesuai
dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Karena sejak awal pembentukan
bangsa ini, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan. Maksudnya
adalah bahwa masyarakat Indonesia merupakan manusia yang mempunyai
iman dan kepercayaan terhadap Tuhan, dan iman kepercayaan inilah yang
menjadi dasar dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Agama merupakan salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi
manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Oleh kerenanya, agama tidak dapat
dipaksakan atau dalam menganut suatu agama tertentu itu tidak dapat
dipaksakan kepada dan oleh seseorang. Agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan atas keyakinan, karena menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayai dan diyakininya.
Yang ingin diwujudkan dan dikembangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Pancasila adalah adanya sikap saling menghormati, menghargai,
toleransi, serta terjalinnya kerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat tercipta dan selalu
terbinanya kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkannya, perlu adanya
pemahaman yang utuh dan menyeluruh terhadap Pancasila dan sila-sila yang
terkandung di dalamnya.
Butir-butir pengamalan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa :
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2. Saling menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
3. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
4. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa.
Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang
agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di
luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika
melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang
aman dan sejahtera pasti akan terwujud. Untuk memperkokoh rasa bangga
terhadap Pancasila, maka perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir
Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya dengan saling menghargai antar
umat beragama diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap
masyarakat yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam
melaksanakan kegiatan beribadah.

B. Hubungan Agama dan Negara


1. Definisi Agama
Menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus
seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal
dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan,
The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo
artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan
kepada Tuhan.
Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa
Sansekerta, agama dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-
bahasa barat sekarang bisa disebut Religion dan Religious.
Dari pendapat tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki
perbedaan-perbedaan pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada
kata agama dalam bahasa Sansekerta, dengan kata religio bahasa latin,
dan kata din dalam bahasa Arab. Namun secara terminologis, ketiganya
memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang menurut
kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk
perbaikan pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip
tinggi moralitas manusia, untuk menegakkan hubungan baik antar anggota
masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk diskriminasi buruk.
Agama adalah kekuatan ghaib yang diyakini berada di atas
kekuatan manusia didorong oleh kelemahan dan keterbatasannya. Manusia
merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina
hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Sebagai realisasinya
adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan ghaib tersebut.

2. Definisi Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing,
yakni state (Inggris), staat (Belanda dan Jerman), dan etat (Perancis). Kata
kata tersebut berasal dari bahasa latin status atau statum yang memiliki
pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap. Pengertian status atau
station (kedudukan). Istilah ini sering pula dihubungkan dengan
kedudukan persekutuan hidup antar manusia yang disebut dengan istilah
status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah kata status
selanjutnya dikaitkan dengan kata negara.
Sedangkan secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi
tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita cita
cita untuk bersatu, hidup
Di suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang pada
hakikatnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat, yaitu masyarakat,
wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.

3. Hubungan Agama dan Negara


Dalam buku Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani yang
disusun oleh Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disebutkan bahwa terdapat beberapa paham menyangkut hubungan antara
agama dan negara. Berikut di antaranya:
1. Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan
sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan
agama, karena pemerintah -menurut paham ini- dijalankan berdasarkan
menurut firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyrakat,
bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan
kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga sebagai manifestasi
Tuhan.
2. Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan
negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem
kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan
hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan
agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut
paham sekuler, tidak dapat dipisahkan.
3. Paham Komunisme
Paham komunisme memandang hakikat hubungan negara dengan
agama berdasarkan pada filosofi materalisme dialektis dan meterialisme
historis. Paham ini menimbulkan paham atheis, yang berarti tidak
bertuhan. Paham yang dipelopori oleh karl Max ini, memandang agama
sebagai candu masyarakat (Marx, dalam Louis Leahy, 1992). Menurutnya,
manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama dalam paham ini,
dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan
dirinya sendiri.
4. Islam
Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut
Munawir Sjadzali (1990:235-236), ada tiga aliran yang menanggapinya.
Paradigma Integralistik: merupakan paham dan konsep hubungan agama
dan negara yang menganggap bahwa agama dan negara merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga
yang menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian bahwa negara
merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga negara.
Paradigma Simbiotik: menurut konsep ini, hubungan agama dan negara
dipahami saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam konteks
ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam
pembinaan moral, etika dan spiritualitas.
Paradigma Sekularistik: beranggapan bahwa ada pemisahan (dispartias)
antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang
berbeda dan satu sam lain memiliki garapan bidangnya masing-masing,
sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi. Berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini,
maka hukum positif yang berlaku adalah hokum yang betul-betul berasal
dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak kaitannya
dengan hukum agama.
Dari beberapa paham di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa paham
sekuler dan komunisme memiliki kesamaan persepsi yaitu pemisahan
agama dengan negara. Bahkan paham komunis meniadakan agama, sebab
baginya agama adalah candu. Paham ini jelas berlawanan dengan paham
teokrasi yang menganggap bahwa agama dan negara tak dapat dipisahkan.
Adapun dalam Islam sendiri terdapat perbedaan pandangan antara
penyatuan agama dengan negara serta pemisahan keduanya.

4. Hubungan Agama dan Negara dalam Pandangan/Tinjauan Politik Islam


Pendapat para pakar berkenaan dengan relasi agama dan negara
dalam Islam dapat dibagi atas tiga pendapat yakni paradigma integralistik,
paradigma simbiotik, dan paradigma sekularistik:
a. Paradigma Integralistik
Menurut paradigma integralistik, konsep hubungan agama dan
negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini memberikan
pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus
lembaga agama. Konsep ini menegaskan bahwa Islam tidak mengenal
pemisahan antara agama dan politik (negara). Paradigma integralistik ini
dianut oleh kelompok Islam Syiah.
b. Paradigma Simbiotik
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan negara
dipahami saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Agama
membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan
mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara memerlukan
agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral,
etika, dan spiritualitas.
c. Paradigma sekularistik
Menurut paradigma sekularistik, ada pemisahan (disparitas) antara
agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua (2) bentuk yang
berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing,
sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi (campur tangan).
Dalam Islam, hubungan agama dan negara menjadi perdebatan
yang cukup panjang di antara para pakar Islam hingga kini. Bahkan
menurut Azyumardi Azra, perdebatan ini telah belangsung sejak hampir
satu abad, dan berlangsung hingga dewasa ini. lebih lanjut Azra
mengatakan bahwa ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan
negara diilhami oleh hubungan yang agak canggung dalam Islam sebagai
agama dan negara. Berbagai eksperimen dilakukan dalam menyelaraskan
antara din dan konsep kultur politik masyarakat muslm, dan eksperimen
tersebut dalam banyak hal sangat beragam.
Samir Amin mengungkapkan bahwa selayaknya dunia Islam
melakukan diferensiasi antara utopia utopia yang muncul di masa lalai
dan mengekspresikan konflik sosial antarkalangan yang dieksploitir,
penguasa yang dizalimi, dan kalangan yang menyeru pada gerakan
gerakan kontemporer untuk mendirikan Negara Islam. Hanya saja menurut
Amir, sejarah yang benar membukktikan bahwa penyatuan agama dan
kekuasaan tidak terwujud kecuali pada masa masa belakangan dari
perkembangan masyarakat Islam.

C. Negara Hukum Berpaham Integralistik


1. Paham Integralistik
Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan
gabungan dan paham individualisme dan sosialisme. Paham integralistik
ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan penguasa (negara).
Soepomo, yang sudah diberi gelar pahlawan, adalah pencetus
konsepsi "negara integralistik", yang serupa tapi tak sama dengan bentuk
negara kesatuan Indonesia saat ini.
Konsepsi ini, dikemukakan Soepomo saat berpidato di depan rapat
BPUPKI, pada 31 Mei 1945. Dalam rapat yang membicarakan tentang
dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka itu, Soepomo mengutarakan tiga
persoalan penting yang perlu disasar sebelum terwujudnya Negara
Indonesia Merdeka.
Pertama, pilihan antara persatuan negara (eenheidsstaat), negara
serikat (bondstaat), atau persekutan negara (statenbond). Kedua, soal
hubungan antara negara dan agama. Ketiga, sekaligus yang terakhir,
pilihan antara republik atau monarki.
Pemikiran Mr.Soepomo tentang konsep Negara integralistik
(paham Negara kekeluargaan) dikemukakan dalam sidang BPUPKI yang
kedua, tepatnya pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In di
jalan Pejambon 6 Jakarta, menyatakan bahwa cita cita negara yang
sesuai dengan Indonesia adalah negara integralistik.
Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo
mengusulkan paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar
pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu justru mempersatukan
dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar
individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak
kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak
mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai
kebersamaan, kekeluargaan, ke binneka tunggal ika an, nilai religiusitas
serta selaras.
Bila dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan
sebagai berikut :
1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya.
3. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat
yang organis.
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya.
5. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan
saja.
8. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral.
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang
berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa
dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta
religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada
hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara
Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena
agama adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam
hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan
kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling
mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang
berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan
tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi
manusia dan tanggung jawab pribadinya.

D. Fungsi dan Kedudukan Pancasila


1. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan
dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara.
Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau
pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti
inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh
kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan
Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti
melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber
pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara
hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal, dan meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara
(Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut
terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila.
Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut
lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.
Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke
dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya
ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain
sebagainya.

2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup


Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup.
Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan
yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup
berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan
sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang
secara dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa.
Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya
mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup
sehari-hari.
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap
hidup yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga
dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hdup yang
diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya
masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai
cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian
memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa
Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia,
juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana
termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil
kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh
PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh
masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan
dijunjung tinggi.
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Ideologi berasal dari kata idea = gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita.logos= ilmu. Kata idea berasal dari kata bahasa Yunani
eidos=bentuk. Idein=melihat.
Secara harfiah, Ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ide-ide
(the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Ideologi menurut Kamus Umum Bhs Indonesia adalah keyakinan yang
dicita-citakan sebagai dasar pemerintahan negara. Sedangkan pengertian
ideologi secara umum adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide,
keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan
sistematis, yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok
manusia tertentu dalam pelbagai bidang kehidupan yang menyangkut
bidang politik (termasuk bidang pertahanan dan keamanan), bidang sosial,
bidang kebudayaan, dan bidang keagamaan.
Di dalam Pancasila telah tertuang cita-cita, ide-ide, gagasan-
gagasan yang ingin dicapai bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila
dijadikan Ideologi Bangsa.

4. Pancasila sebagai Sumbet Segala Sumber Hukum


Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib
hukum Indonesia maka Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak
boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam
ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan
atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi
suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan
atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa
serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian
kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di
aktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasarakat,
berbangsa dan bernegara.

5. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia


Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan
dalam teori "Von Savigny" bahwa setiap Volksgeist (jiwa rakyat/jiwa
bangsa) Indonesia telah melaksanakan Pancasila. Dengan kata lain,
lahirnya Pancasila bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia.

6. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia


Pancasila dalam pengertian ini adalah bahwa sikap, tingkah laku,
dan perbuatan Bangsa Indonesia mempunyai ciri khas. Artinya, dapat
dibedakan dengan bangsa lain, dan kepribadian bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila disebut juga sebagai kepribadian
bansa Indonesia.

7. Pancasila Sebagai Cita-Cita dan Tujuan Nasional


Artinya cita-cita luhur Bangsa Indonesia tegas termuat dalam
Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan
perjuangan jiwa proklamasi, yaitu Jiwa Pancasila. Dengan demikian,
Pancasila merupakan Cita-Cita dan Tujuan Nasional Bangsa Indonesia
(Alinea II dan IV Pembukaan UUD 1945).

8. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia


Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945. PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat
Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.

PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI


(KEMENRISETDIKTI)
BAB VI
(BAGAIMANA PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA?)
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap,
dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika
sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang
membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada
umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku
manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali
disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
b. Aliran-Aliran Etika
Aliran Orientasi Watak nilai Keterangan

Etika Keutamaan Disiplin, kejujuran, Moralitas yang didasarkan


Keutamaan atau kebajikan belas kasih, murah pada agama kebanyakan
hati, dan seterusnya menganut etika keutamaan.
Teleologis Konsekuensi Kebenaran dan Aliran etika yang berorientasi
atau akibat kesalahan pada konsekuensi atau hasil
didasarkan pada seperti: Eudaemonisme,
tujuan akhir Hedonisme, Utilitarianisme.
Deontologis Kewajiban Kelayakan, Pandangan etika yang
atau kepatutan, mementingkan kewajiban
keharusan kepantasan seperti halnya pemikiran
Immanuel Kant yang terkenal
dengan sikap imperatif
kategoris, perbuatan baik
dilakukan tanpa pamrih.

c. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral
berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan
kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus,
artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas
kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai
solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung
dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain,
tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai
mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan,
meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di
dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin
dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal rasa kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri
dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi
diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya
memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap
Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir, 2009: 386).
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika
1. Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah
terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah
mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut
dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran
P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang
dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk
memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada tabel
berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal
yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang
mendalam.
3. Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundangan-undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori
hukum itu suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah
memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi
suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487).
Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang
sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada
di bawahnya bersifat konkrit.
Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik dapat digambarkan sebagai
berikut (Haryatmoko, 2003: 26).

Tujua
n

Polit
Saran k Aks
a i

D. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


1. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force)
untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia
yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus
homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung
implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga
menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga
bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok.
Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan
melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah
bangsa.
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan
dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau
menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue
ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)


BAB 6
(PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA)
A. PENGANTAR
Pancasila merupakan sumber hukum dasar negara baik yang tertulis yaitu
Undang-Undang Dasar negara maupun hukum dasar tidak tertulis ataupun
konvensi. Negara dilaksanakan berdasarkan pada suatu konstitusi atas Undang-
Undang Dasar negara. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, hak
dan kewajiban warga negara, keadilan sosial dan lainnya diatur dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara. Pembukaan UUD 1945 dalam konteks
ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting
karena merupakan suatu staatsfundamentalnorm dan berada pada hierarki tertib
hukum tertinggi di Negara Indonesia.

B. PEMBUKAAN UUD 1945


a. Pembukaan UUD 1945 sebagai Tertib Hukum Tertinggi
Keududukan Pembukaan Uud 1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum
Indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu :
i. Memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum
Indonesia
ii. Memasukkan diri dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum
tertinggi
Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari
segala sumber hukum Indonesia.
b. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Aadanya Tertib Hukum
Indonesia Syarat-syarat tertib hukum Indonesia dianataranya adalah :
i. Adanya kesatuan subjek
ii. Adanya kesatuan asas kerohanian
iii. Adanya kesatuan daerah
iv. Adanya kesatuan waktu
c. Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental
Dari segi terjadinya
Ditemukan oleh pembentuk negara dan terjelma dalam suatu pernyataan lahir
sebagai penjelmaan kehendak Pembentuk negara untuk menjadikan hal-hal tertntu
sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya.
Dari segi isinya
Memuat dasar-dasar pokok negara sebagai berikut :
1) Dasar tujuan negara
2) Ketentuan diadakannya UUD Negara
3) Bentuk negara
4) Dasar filsafat negara

d. Pembukaan UUD 1945 Tetap Terlekat pada Kelangsungan Hidup Negara


Republik Indonesia
Berdasarkan hakikat kedudukan Pembukaan UUD 194 sebagai naskah Proklamasi
yang terinci sebagai penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan RI, serta dalam ilmu
hukum memenuhi syarat bagi terjadinya suatu tertib hukum Indonesia dan sebagi
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental.
e. Tujuan Pembukaan UUD 1945
Alinea I : mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan kemerdekaan sudah
selayaknya, karena berdasarkan atas hak kodrat yang bersifat mutlak dari moral
bangsa Indonesia untuk merdeka.
Alinea II : menetapkan cita-cita Indonesia yang ingin dicapai dengan
kemerdekaan yaitu terpeliharanya secara ungguh-sungguh kemerdekaan dan
kedauatan negara, kesatuan bangsa, negara dan daerah atas keadlian hukum dan
moral bagi diri sendiri dan pihak lain serta kemakmuran bersama yang
berkeadlian.
Alinea III : menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan, menjadi permulaan dan
dasar hidup kebangsaan dan kenegaraan bagi seluruh orang Indonesia yang luhur
dan suci dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Alinea IV : melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-dasar
tertentusebagai ketentuan pedoman dan pegangan yang tetap dan praktis yaitu
dalam realisasihidup bersama dalam suatu negara Indonesia.
f. Nilai-nilai Hukum Tuhan, Hukum Kodrat dan Hukum Etis yang
Terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
C. HUBUNGAN PEMBUKAAN DAN BATANG TUBUH UUD 1945
Dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD 1945, menempatkan pembukaan
UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang amat penting. Bahkan boleh dikatakan
bahwa sebenarnya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945 inilah yang menjadi
inti sari Pembukaan dalam arti sebenarnya.
D. HUBUNGAN PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PANCASILA
Pembukaan UUD 1945 secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia. Maka, hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah
bersifat timbal balik sebagai hubungan secara formal dan hubungan secara
material.
E. HUBUNGAN PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PROKLAMASI
Memiliki hubungan yang menunjukkan kesatuanyang utuh dan apa yang
terkandung dalam pembukaan adalah merupakan amanat daris eluruh Rakyat
Indonesia tatkala mendirikan negara dan untuk mewujudkan tujuan bersama.
ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms. Bakry UGM)
BAB VI
(SISTEM POLITIK DAN EKONOMI PANCASILA)
Dalam bab ini ada dua topik pembicaraan yaitu fundamen politik negara sebagai
landasan sistem politik negara Indonesia. Politik negara ini merupakan penerapan
ideologi dalam bidang kenegaraa. Ideologi bersifat asasi sedang politik adalah
suatu kebijaksanaan. Lalu membicarakan Ekonomi Pancasila sebagai satu-satunya
sistem ekonomi yang harus ditegakkan untuk mencapai kesejahteraan bersama
sesuai tujuan negara yang terkandung dalam alinea keempat pembukaan UUD
1945, yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.
6.1. Nasionalisme Dalam Pancasila
Nasionalisme bagi bangsa Indonesia merupakan suatu faham yang
menyatukan pebagai suku bangsa dan pelbagai keturunan bangsa asing dalam
wadah kesatuan negara Republik Indonesia. Dan karena rakyat Indonesia ber-
Pancasila, maka nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme
Pancasila, yaitu faham kebangsaan yang berlandaskan pada sila persatuan, yang
dijiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, serta menjiwai sila kerakyatan dan
keadilan sosial atau sistem demokrasi dan sistem ekonomi.
Nasionalisme Indonesia sebagai suatu solidaritas bangsa telah dinyatakan
sejak Sumpah Pemuda tahun 1928, yang kemudian dimantapkan menjelang
Proklamasi Kemerdakaan dengan prinsip Persatuan Indonesia.
6.2. Sistem Politik Indonesia
Dalam sistem politik Indonesia keseimbangan partisipasi masyarakat dan
inisiatif pemerintah merupakan bentuk konkrit. Sistem pemerintahan dengan
mendasarkan pada tuntutan dan dukungan dari rakyat, sedang tuntutat dn
dukungan tersebut dipertimbangkan oleh masyarakat dan hasilnya berupa
kebijksanaan untuk rakyat sebagai inisiatif pemerintah.
Sistem politik Indonesia yang mendasarkan kebersamaan dan
kekeluargaan sebagaimana diuraikan di atas adalah penjabaran dari
demokrasi Pancasila. Sehingga dalam menjuwudkan stabilitas politik
negara ditentukan adanya penjabaran konkrit sistem kerakyatan yang
dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
62.1. Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani demos berarti rakyat, dan
kratos/krateion berarti kekuasaan/berkuasa, jadi demokrasi berarti rakyat yang
berkuasa atau pemerintahan rakyat. Demokrasi atau kerakyatan yang berdasarkan
Pancasila tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu Demokrasi yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Demokrasi Pancasila berarti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakikan, dengan taqwa kepada Tuhan
dan kesadaran keagaman yang disertai semangat toleransi yang tinggi, saling
menghormati sesama umat beragama, memberikan kepada setiap orang hak
pribadinya, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan juga kerakyatan
yang dilandasi oleh integritas, dan stabilitas nasional.
62.2 Mekanisme Demokrasi Pancasila
Mekanisme demokrasi Pancasila ini terdiri atas tujuh prinsip mekanisme,
yaitu: faham negara hukum, faham konstitusionalisme, supremasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat, pemerintahan yang bertanggungjawab, pemerintahan
berdasarkan perwakilan, sistem pemerintahan presidensial, dan pengawasan
parlemen terhadap pemerintah.
6.3 Dasar Pemikiran Ekonomi Pancasila
Dengan landasan pasal 33 dan 34 UUD 1945, maka sistem ekonomi
Pancasila adalah berlandaskan sistem kerakyatan terpimpin,yaitu dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan. Semua kekuatan produksi seperti sumber daya manusia,
sumber daya alam, lembaga, modal dan teknologi ditujukan dalam rangka
produksi mengingkatkan pendapatan untuk kemakmuran rakyat.
63.1 Rumusan Singkat Ekonomi Pancasila
Apabila dikaji maka teoeri mengenai pembangunan ekonomi mencakup
didalamnya lima hal penting sebagai berikut:
a. Kesadaran sosial berjiwa Pancasila.
b. Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan.
c. Pengikutsertaan seluruh rakyat Indonesia.
d. Cara gotong royong kerakyatan terpimpin.
e. Asas kebersamaan dan kekeluargaan.
Dengan lima hal penting tersebut diatas, ringkasnya dapat dirumuskan
sebagai berikut (Dari: Lembaga Ekonomi Pancasila.)
1. Ekonomi Pancasila mengarahkan segala usaha dalam lapangan
ekonomi dan keuangan sesuai dengan keprobadioan dan kebutuhan
bangsa Indonesia, secara demokratis dan gotong-royong atas dasar
asas kekeluargaan.
2. Ekonomi Pancasila menggali bumi, air serta segenap kekayaan alam
negara untu meningkatkan harkat hidup rakyat seluruhnya.
3. Ekonomi Pancasila adalah sosialistis dan anti kapitalisme liberal
4. Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, maka cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
5. Ekonomi Pancasila sesuai dengan pasal 27 UUD 1945 menjamin
terlkasananya hak atas pekerjaan dan penghisupan yang layak bagi
kemanusiaan. Hubungan kerja dan Ekonomi Pancasila adalah atas
dasar asas kekeluargaan.
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB VII
(MENGAPA PANCASILA MENJADI DASAR NILAI PENGEMBANGAN
ILMU?)
A. Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada
beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek
yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilainilai Pancasila sebagai
faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila
berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya
mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara
bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus
berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal
dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
1. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di
Indonesia
Sumber historis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di
Indonesia dapat ditelusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 berbunyi:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya
Kata mencerdaskan kehidupan bangsa mengacu pada pengembangan
iptek melalui pendidikan. Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang
terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa itu haruslah berdasar
pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya, yakni
Pancasila. Proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang terlepas dari
nilai-nilai sipiritualitas, kemanusiaan, solidaritas kebangsaan,
musyawarah, dan keadilan merupakan pencederaan terhadap amanat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dokumen
sejarah bangsa Indonesia.
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di
Indonesia
Sumber sosiologis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek
dapat ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan
dimensi ketuhanan dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak
sejalan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, biasanya terjadi
penolakan.
3. Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di
Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan
oleh para penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang
meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi
ilmu, antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima
gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951,
mengungkapkan hal sebagai berikut:
Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia
dipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau
praktiknya bangsa, atau praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memang
sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia,
bangsa, dan dunia kemanusiaan itu. Itulah sebabnya saya selalu
mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan
pengetahuan dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah untuk
perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amal
harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal
dengan amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu
kepada derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk
kemudian beramal terus menerus di wajah ibu pertiwi (Ketut, 2011).
Pada era Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
sambutan pada acara silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (AIPI) dan masyarakat ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong.
SBY menegaskan sebagai berikut:
Setiap negara mempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang
berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-
masing. Saya berpendapat, di Indonesia, kita juga harus mengembangkan
sistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu kemitraan antara
pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi
dengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan
pandangan ini dalam waktu dekat saya akan membentuk komite inovasi
nasional, yang langsung bertanggungjawab kepada presiden, untuk ikut
memastikan bahwa sistem inovasi nasional dapat berkembang dan
berjalan dengan baik. Semua ini penting kalau kita sungguh ingin
Indonesia menjadi knowledge society. Strategi yang kita tempuh untuk
menjadi negara maju, developed country, adalah dengan memadukan
pendekatan sumber daya alam, iptek, dan budaya atau knowledge based,
Resource based and culture based development (Yudhoyono, 2010).
Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran
Pancasila sebagai dasar nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan
negara merupakan suatu upaya untuk mengaktualisasikan Pancasila
dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6).
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)
BAB 7
(PANCASILA SEBAGAI PERADIGMA KEHIDUPAN DALAM
BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA)
A. PENGERTIAN PARADIGMA
Paradigma merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang
umum sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta penerapan
dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter
ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam masalah ini, istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai,
kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun pendidikan.
B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan
kehendak, aspek raga, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan
juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian dijabarkan dalam bebagai bidang
pembangunan antara lain politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan,
ilmu pengetahuan, teknologi serta agama.
C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering
diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumbernya itu sendiri. Reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita
serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia Nilai-Nilai Pancasila itulah
yang merupakan paradigma Reformasi Total tersebut.
GERAKAN REFORMASI
Awal keberhasilan gerakan Reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden
Soeharto pada 21 Mei 1998 yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil
Presiden Prof. Dr. B. J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian
diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan
Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan
rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama
pengubahan lima paket UU. Dengan demikian, reformasi harus diikuti juga
dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada
berbagai instansi pemerintahan.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI HUKUM
Perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan dengan kemajuan
jaman, begitu pula dengan cara berpikir masyarakat yang cenderung menyukai
hal-hal yang dinamis. Semakin banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang
dilakukan oleh manusia, tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan-
kelemahan didalamnya, maka dari itu dari apa yang telah diciptakan atau
diperoleh dari penelitian tersebut ada baiknya berdasar pada nilai-nilai yang
menjadi tolak ukur kesetaraan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Yaitu sila pancasila. Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang
diperoleh manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat
bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara indonesia guna melaksanakan pembangunan nasional, reformasi, dan
pendidikan pada khususnya.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI POLITIK
Politik sangat berperan penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia,
karena sistem politik negara harus berdasarkan hak dasar kemanusiaan, atau yang
lebih dikenal dengan hak asasi manusia. Sehingga sistem politik negara pancasila
mampu memberikan dasar-dasar moral, diharapakan supaya para elit politik dan
penyelenggaranya memiliki budi pekerti yang luhur, dan berpegang pada cita-cita
moral rakyat yangl uhur. Sebagai warga negara indonesia manusia harus
ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik, bukan sekedar objek politik yang
diharapkan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena Pancasila
sebagai paradigma dalam berpolitik, maka sistem politik di Indonesia berasaskan
demokrasi, bukan otoriter. Berdasar padahal diatas, pengembangan politik di
Indonesia harus berlandaskan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral
persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan, apabila pelaku politik baik
warga negara maupun penyelenggaranya berkembang atas dasar moral tersebut
maka akan menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral yangbaik.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI EKONOMI
Sesuai dengan Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, maka sistem
dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan, dan
kemanusiaan. Hal ini untuk menghindari adanya pengembangan ekonomi yang
cenderung mengarah pada persaingan bebas, yaitu yang terkuat dialah yang akan
menang, seperti yang pernah terjadi pada abad ke-18, yaitu tumbuhnya
perekonomian kapitalis.
Dengan adanya kejadian pada abad ke-18 tersebut, maka eropa pada awal abad
ke-19 bereaksi untuk merubah perkembangan ekonomi tersebut menjadi
sosialisme komunisme, yang berjuang untuk nasib rakyat proletar yang
sebelumnya ditindas oleh kaum kapitalis. Ekonomi yang humanistik
mendasarkan pada tujuan demi mensejahterakan rakyat luas, sistem ekonomi ini
dikembangkan oleh mubyarto, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan saja
melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa.
Tujuan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi
lebih sejahtera, oleh sebab itu kita harus menghindarkan diri dari persaingan
bebas, monopoli dan yang lainnya yang berakibat pada penderitaan dan
penindasan manusia.
D. AKTUALISASI PANCASILA
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi objektif
dan subjektif. Aktualisasi objektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai
bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain
legislatif, eksekutif maupun yudhikatif. Sedangkan aktualisasi subjektif adalah
aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam
kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat.
E. TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Pendidikan tinggi sebgai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan Menara
gading yang jauh dari kepentingan masyarakat malainkan, senantiasa mengemban
dan mengabdi kepada masyarakat. Maka menurut PP no. 60 Tahun 1999, bahwa
perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu:
I. Pendidikan Tinggi
II. Penelitian
III. Pengabdian Kepada Masyarakat

PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)


BAB VIII

(NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PEMBUKAAN UUD 1945


(STAATSFUNDAMENTALNORM))

A. Pengantar
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian
yang dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagaai dasar filsafat
negara (Philosofische Gronslag). Pancasila merupakan suatu asas
kerokhanian negara, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan
kaidah baik moral maupun hokum dalam negara Republik Indonesia.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hokum,
oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Bagi
bangsa Indonesia setelah melakukan reformasi terutama dalam bidang
hokum Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia disebut
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pembukaan UUD 1945, yang merupakan deklarasi bangsa dan
negara Indonesia, yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, tujuan
negara serta bentuk negara Republik Indonesia. Pembukaan UUD 1945
dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki kedudukan
yang sangat penting karena merupakan suatu staatsfundamentalnorm dan
berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.

B. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas empat alinea, dan
setiap alinea memiliki spesifikasi jikalau ditinjau dari berdasarkan isinya. Alinea
pertama, kedua dan ketiga memuat segolongan pernyataan yang tidak memiliki
hubungan kausal organis dengan pasal-pasalnya. Adapun bagian keempat (Alinea
keempat) memuat dasar-dasar fundamental negara, yaitu: tujuan negara, ketentuan
UUD negara, bentuk negara dan dasar filsafat negara Pancasila.
1. Pembukaan UUD 1945 dalam Tertib Hukum Indonesia
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum
Indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu: pertama,
memberikan faktor-faktor mulak bagi terwujudnya terib hukum Indonesia, dan
kedua, memasukkan diri dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum
tertinggi.
Dalam filsafat hukum suatu sumber hukum meliputi dua macam
pengertian, yaitu (1)sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari
bentuk dan tata cara penyusunan hukum yang mengikat terhadap komunitasnya,
dan (2)sumber material hukum, yaitu sumber hukum yang menentukan materi
atau isi suatu norma hukum.
Pancasila yang didalamnya terkandung nilai-nilai religious, nilai hukum
moral, nilai hukum kodrat, dan nilai filosofis merupakan suatu sumber hukum
material bagi hukum positif Indonesia.
2. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Adanya Tertib Hukum
Indonesia
Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, termuat unsur-unsur
yang menurut ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di
Indonesia (rechts orde), atau (legal order), yaitu suatu kebulatan dan
keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
Syarat-syarat tertib hukum ada empat hal yaitu: Adanya kesatuan
subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum. Adanya
kesatuan asas kerokhanian, yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan
peraturan-peraturan hukum. Adanya kesatuan daerah. Adanya kesatuan
waktu.
Kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai
berikut:
Pertama: menjadi dasarnya, karena UUD 1945 memberikan faktor-faktor mutlak
bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia.
Kedua: Pembukaan UUD 1945 memasukkan diri didalamnya sebagai ketentuan
hukum yang tertinggi, sesuai dengan kedudukannya yaitu sebagai asas
bagi hukum dasar baik yang tertulis (UUD), maupun hukum dasar tidak
tertulis (convensi), serta peraturan-peraturan hukum yang lainnya yang
lebih rendah.
3. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Staatsfundamentalnorm
Pembukaan UUD 1945, dalam hubungannnya dengan tertib hukum
Indonesia, memberikan faktor-faktor mutlak bagi tertib hukum Indonesia dan
sebagai asas bagi hukum dasar negara, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis dan terpisah dari UUD , dan dalam hal ini yang dimaksudkan adalah
Pembukaan UUD 1945 itu sendiri yang berkedudukan sebagai Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm).
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental menurut ilmu hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan hukum yang tetap, terlekat pada kelangsungan
hidup negara, dan oleh karena berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi maka
secara hukum tidak dapat diubah, karena mengubah Pembukaan UUD 1945
identek dengan pembubaran negara Republik Indonesia
4. Eksistensi Pembukaan UUD 1945 bagi Kelangsungan Negara Republik
Indonesia
Berdasarkan hakikat kedudukan Pembukaan UUD 1945 Proklamasi yang
sebagai naskah terinci, sebagai jelmaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, serta dalam ilmu hukum memenuhi syarat bagi adanya suatu tertib hukum
di Indonesia, dan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental
(Staatsfundamentalnorm), maka Pembukaan UUD 1945 memiliki hakikat
kedudukan hukum yang kuat bahjan secara yuridis tidak dapat diubah,terekat pada
kelangsungan hidup negara.

C. Pengertian Isi Pembukaan UUD 1945


1. Alinea Pertama
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Dalam alinea pertana tersebut terkandung suatu pengakuan tentang nilai
hak kodrat, yaitu yang tersimpul dalam kalimat Bahwa kemerdekaan adalah
hak segala bangsa...
2. Alinea Kedua
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur.
Alinea kedua ini sebagai suatu konsekuensi logis dari pernyataan akan
kemerdekaan pada alinea pertama.
3. Alinea Ketiga
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Pernyataan kembali proklamsi yang tercantum dalam alinea III tidak dapat
dilepaskan dengan pernyataan pada alinea I dan II, sehingga alinea III merupakan
suatu titik kulminasi, yang pada akhirnya dilanjutkan pada alinea IV yaitu tentang
pendirian negara Indonesia.
4. Alinea Keempat
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Isi isi pokok yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat
adalah meliputi empat hal yang merupakan prinsip-prinsip pokok kenegaraan,
yaitu
a. Tentang Tujuan Negara
Tujuan khusus yaitu dalam hubungannya dengan politik dalam negeri
Indonesia, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Adapun tujuan umum yaitu dalam hubungan dengan politik luar negeri
Indonesia yaitu bangsa-bangsa ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Tentang Ketentuan Diadakannya UUD Negara
..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia..
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum.
c. Tentang Bentuk Negara
..yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat..
Bentuk negara Indonesia adalah Republik yang berkedaulatan rakyat.
d. Tentang Dasar Filsafat Negara
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan pembukaan UUD 1945
(a) (Alinea I) untuk mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan
kemerdekaan sudah selayaknya.
(b) (Alinea II) untuk menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang ingin
dicapai dengan kemerdekaan.
(c) (Alinea III) untuk menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan, menjadi
permulaan dan dasar hidup kebangsaan dan kenegaraan bagi seluruh
orang Indonesia.
(d) (Alinea IV) untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan
dasar-dasar tertentu.
D. Nilai-nilai Hukum yang Terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 alinea I,II dan III terkandung nilai-nilai Hukum
Kodrat (alinea I) yang konsekuensinya direalisasikan dalam alinea II, Hukum
Tuhan dan Hukum Etis (alinea III), yang kemudian dijelmakan dalam alinea IV
yang merupakan dasar bagi pelaksanaan dan penjabaran hukum positif Indonesia.
Kerangka hukum yang kaitannya dengan negara Indonesia sebagai berikut:
bahwa negara Indonesia terhadap nilai-nilai hukum Tuhan, hukum kodrat hukum
etis dan hukum filosofisnyaitu mengambilnya sebagai materi, nilai, bentuk dan
sifat dari unsur-unsur nilai-nilai hukum.
E. Pokok-pokok Pikiran yang Terkandung dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945
1. Pokok Pikiran Pertama: Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan, dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini
menegaskan bahwa dalam Pembukaan diterima aliran pengertian negara
persatuan.
2. Pokok Pikiran Kedua: Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan
atau cita-cita yang ingin dicapai dalam pembukaan.
3. Pokok Pikiran Ketiga: Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan
atas kerakyatan dan permusayawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini
dalam Pembukaan mengandung konsekuensi logis sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan
rakyat dan berdasarkan permusyawaratan/perwakilan.
4. Pokok Pikiran Keempat: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok
pikiran keempat dalam Pembukaan ini mengandung konsekuensi logis
bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur.
F. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pasal-pasal Undang-
Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945, mempunyai fungsi hubungan langsung yang
bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945, karena isi dalam
Pembukaan dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945.
G. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam
alinea IV. Sebab segala aspek penyelenggaraan pemerintahan negara yang
berdasarkan Pancasila terdapat dalam Pembukaan alinea IV.
H. Hubungan Antara Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan
Proklamasi 17 Agustus 1945
Sebagaimana yang pernah ditentukan dalam ketetapan MPRS/MPR,
bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi 17
Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka sifat hubungan antara
Pembukaan dengan Proklamasi adalah sebagai berikut: Petama, memberikan
penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
yaitu menegakkan hak kodratt dan hak moral dari setiap bangsa akan
kemerdekaan. Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya
Proklamsi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa perjuangan gigih bangsa Indonesia
dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu adalah sebagai gugatan
dihadapan bangsa-bangsa di dunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa
Indonesia. Ketiga, memberikan penanggungjawaban terhadap dilaksanakan
Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang
diperoleh melalui perjuangan luhu, disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia.

PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)


BAB IX

(UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA R.I. TAHUN 1945 NILAI-NILAI


PANCASILA DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945)

A. PENGANTAR
Dalam proses reformasi hukum banyak sekali gagasan mengenai
amandemen terhadap UUD 1945, tetapi tidak bermaksud untuk mengubah
UUD itu sendiri secara keseluruhan, amandemen lebih merupakan
pelengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD
tersebut (Mahfud, 1999: 64). Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945
didasarkan pada penerapan terhadap pasal-pasal UUD yang memiliki sifat
multi interpretable yang berarti bermakna ganda, sehingga
mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada Presiden.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD
1945 adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan checks and
balances terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,
merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan
proses reformasi terhadap UUD 1945 karena hal ini akan mengantarkan
bangsa Indonesia kearah tahapan baru terhadap ketatanegaraan.
B. UNDANG-UNDANG DASAR
Pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem
pemerintahan diatur dalam UUD. Undang-Undang dasar menentukan cara-
cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan
diri satu sama lain. Undang-Undang dasar merekam hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo, 1981: 95,96).
Undang-Undang dasar 1945 hanya memuat 37 pasal, adanya pasal-
pasal lain hanya memuat aturan tambahan dan aturan peralihan. Hal ini
mengandung makna:
1) Singkat, maksudnya hanya berisi aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar, tentang norma dasar, tentang pemerintah pusat, untuk
meyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan social.
2) Supel, maksudnya ialah bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
kehidupan masyarakat itu terus berkembang, dinamis. Karena itu jangan
terlalu tergesa-gesa memberikan kristelisasi, memberikan bentuk pada
pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang aturan yang tertulis itu
bersifat mengikat, maka dari itu makin supel sifatnya makin baik.
Menurut Padmowahyono, seluruh kegiatan negara dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
1. Penyelenggaraan kehidupan negara
2. Penyelenggaraan kesejahteraan social
Berdasarkan pengertian diatas, maka sifat-sifat Undang-Undang
dasar 1945 adalah sebagai berikut:
1. Karena sifatnya yang tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu
hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara,
maupun bagi setiap warga negara.
2. Bersifat singkat dan supel, yakni memuat aturan-aturan pokok yang setiap
kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman
3. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat
dan harus dilaksanakan secara konstitusional
4. Peraturan hukum positif yang tertinggi dan sebagai alat kontrol terhadap
norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib
hukum Indonesia
C. KONSTITUSI
istilah konstitusi berasal dari Bahasa inggris Constitution atau dari
Bahasa Belanda Constitutie. Terjemahan dari dua istilah tersebut adalah
Undang-Undang dasar. Namum pengertian konstitusi dalam praktek
ketatanegaraan umumnya dapat memiliki arti:
1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar atau,
2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar.
Kata konstitusi dapat memiliki arti yang lebih luas daripada hanya
sekedar pengertian Undang-Undang Dasar, karena pengertian Undang-
Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih
terdapat konstitusi tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam Undang-
Undang Dasar.
D. STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA BERDASARKAN
UUD 1945
Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan Dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Secara filosofis demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat
adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan sebagai tujuan kekuasaan
negara. Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk social, maka dari itu dalam pengertian
demokrasi kebebasan individu harus diletakkan dalam kerangka tujuan
bersama, tidak hanya bersifat liberal maupun demokrasi klass. Kebebasan
individu yang diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama inilah yang
disebut sebagai asas kebersamaan, asas kekeluargaan namun bukan
Nepotisme.
Unsur-unsur penting dan mendasar dalam sistem pemerintahan yang demokratis
yaitu:
1. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
2. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara
3. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai
oleh warga negara
4. Suatu sistem perwakilan
5. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas
Demokrasi mengandung ciri-ciri yang merupakan patokan yaitu
setiap demokrasi adalah ide, bahwa warga negara seharusnya terlibat
dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik ,
baik Secara langsung maupun tidak langsung dengan melalui wakil-wakil
pilihan mereka. Ciri lainnya yaitu adanya keterlibatan atau partisipasi
warga negara baik langsung maupun tidak langsung didalam proses
pemerintahan negara (Thaib, 1994:44).
Dalam kehidupan ketatanegaraan yang memakai sistem demokrasi
pasti akan selalu ada yang dinamakan supra struktur politik dan infra
struktur politik sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Supra struktur
politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga
yudikatif. Adapun infra struktur politik yang terdiri atas lima komponen
yaitu: Partai Politik, Golongan (yang tidak berdasar pemilu), Golongan
Penekan, Alat Komunikasi Politik, Tokoh-tokoh Politik. Dalam sistem
demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik Dengan
Infra Struktur Politik dapat dilihat dalam prosess pembuatan kebijaksanaan
umum, atau menetapkan keputusan politik, maka kebijaksanaan atau
keputusan politik itu merupakan masukan dari Infra Struktur Politik, yang
kemudian dijabarkan oleh Supra Struktur Politik.
Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para
pendiri negara dicantumkan bahwa kedaulatan ditangan rakyat yang
termuat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Thaib, 1994:
99,100).
Penjabaran Demokrasi Menurut UUD 1945 Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Amandemen 2002
Penjabaran demokrasi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan
dalam konsep demokrasi yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundaulatan Rakyat yang kemudian dilanjutkan dalam pasal 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik(ayat 1). kedaulatan adalah ditangan rakyat
(ayat 2).
Rumusan kedaulatan ditangan rakyat menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ada
ditangan rakyat dan paling sentral. Rakyat adalah asal mula dan tujuan kekuasaan
negara. Oleh karena itu, rakyat merupakan paradigma sentral kekuasaan negara.
Berikut adalah rincian structural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
demokrasi menurut UUD 1945:
a. Kekuasaan Negara
Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi yang terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut:
Kekuasaan ditangan rakyat
1. Pembukaan UUD 9145 Alinea IV
2. Pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
3. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (1)
4. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (2)
b. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD
1945 adalah sebagai berikut:
(1) Kekuasaan Eksekutif
(2) Kekuasaan Legislatif
(3) Kekuasaan Yudikatif
(4) Kekuasaan Inspektif
Mekanisme pendelegasian kekuasaan ini dalam khasanah ilmu
hukum tatanegara dan ilmu politik dikenal sebagai distribution of power
yang merupakan unsur mutlak dari negara demokrasi.
c. Konsep Pengambilan Keputusan
Konsep pengambilan keputusan yang dianut dlama hukum
tatanegara Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah untuk mencapai mufakat
2. Apabila mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan
keputusan itu melalui suara terbanyak
d. Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (2), bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat namun
dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan UUD.
2) Pasal 2 ayat (2), MPR dipilih melaui pemilu
3) Penjelasan UUD tentang kedudukan DPR, kecuali itu anggota-anggota
DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR. Oleh karena itu, DPR
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden.
Maka konsep pengawasan menurut demokrasi Indonesia adalah
sebagai berikut:
1) Dilakukan oleh seluruh warga negara karena kekuasaan didalam sistem
ketatanegaraan Indonesia adalah ditangan rakyat
2) Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada di DPR
e. Konsep Partisipasi
Konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan dan partisipasi itu terbuka untuk
seluruh warga negara Indonesia (Thaib, 1994: 100-112).
Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat
adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pengembangannya harus
ditunjang oleh adanya orientasi baik pada nilai-nilai universal, yakni
rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-
norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak yang berkembang
dalam masyarakat. Sistem demokrasi Indonesia sebagaimana tercantum
pada UUD 1945 hanya memuat dasar-dasarnya saja, hal ini
memungkinkan untuk diadakannya reformasi sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
f. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
2002
1) Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaaf)
2) Kekuasan negara yang tertinggi berada ditangan rakyat
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
4) Mentri negara ialah pembantu presiden, Mentri negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR
5) Kekuasaan kepala negara tidak takterbatas
g. Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Menurut UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum yang
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Ciri-ciri negara
hukum adalah:
1) Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, social, ekonomi, dan kebuadayaan
2) Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain
dan tidak memihak
3) Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya
dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya

E. ISI POKOK PASAL-PASAL UUD NEGARA REPUBLIK


INDONESIA TAHUN 1945
a) Bentuk dan kedaulatan (Bab I)
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (Bab II)
c) Kekuasaan Pemerintahan Negara (Bab III)
d) Kementrian Negara (Bab V)
e) Pemerintahan Daerah (Bab VI) :
1. Asas otonomi
2. Pengakuan keistimewaan pemerintah daerah
f) Dewan Perwakilan Rakyat (Bab VII)
g) Dewan perwakilan Daerah (Bab VII A)
h) Pemilihan Umum (Bab VII B)
i) Hal Keuangan (Bab VIII)
j) Badan pemeriksa Keuangan (Bab VII A)
k) Kekuasaan Kehakiman (Bab IX)
l) Wilayah Negara (Bab IX A)
m) Warga Negara dan Penduduk (Bab X )
n) Agama (Bab XI)
o) Pertahanan dan Keamanan Negara (Bab XII)
p) Pendidikan dan Kebudayaan (Bab XIII)
q) Perekonomiaan Nasional dan Kesejahteraan Sosial (Bab XIV)
r) Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu kebangasaan (Bab XV)
s) Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XVI)
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)

BAB X

(BHINNEKA TUNGGAL IKA)

A. Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas, serta
keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang
mendukung kelahiran bangsa tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung
kelahiran suatu bangsa Indonesia meliputi:
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis.
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia
Faktor tersebut melahirkan proses pembentukan masyarakat, bangsa, dan
negara, beserta identitas bangsa Indonesia, yang muncul tatkala nasionalisme
berkembang di Indonesia pada awal abad XX.
Pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-
unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama sera geografis, yang
salik berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang.

B. Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terkandung dalam lambang negara
Garuda Pancasila, bersama-sama dengan Bendera Negara Merah Putih, Bahasa
Negara Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, merupakan jati
diri dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang di
dalamnya terdapat seloka Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 36A
disebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lambang Negara,
bendera, serta lagu kebangsaan antara lain.
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang
kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Merahh Putih;
penodaan terhadap bendera Negara sahabat; penodaan terhadap Bendera
Merah Putih dan Lambang negara Garuda Pancasila; serta penggunaan
bendera Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak
menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a;
dan Pasal 473.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan
Lambang Negara.

Pengaturan perihal bendera, bahasa, lagu kebangsaan serta lambang negara


dalam bentuk undang-undang sebagaimana diamanatkann Pasal 36C Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu segera
direalisasikan.Ketentuan tentang Lambang Negara termuat dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009.

C. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia


Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia Lambang Negara Republik
Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951, yang disusun oleh Panitia
Negara yang diangkat oleh Pemerintah dan duduk didalamnya adalah Mr.
Muhammad Yamin.
Nama Lambang Negara Garuda Pancasila, karena ujud lambang yang
dipergunakan adalah burung garuda, dan didalamnya memuat lambang sila-sila
Pancasila dan disertai semboyan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Burung garuda merupakan kekayaan satwa nusantara, sebagai salah satu
jenis burung bahkan terdapat secara luas di tanah bangsa serumpun dan memiliki
kesamaan kebudayaan yaiu madagaskar dan malagsi, dan satwa itu dahulu
diistilahkan dengan nama Vueumahery yang berarti burung saki.
Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang melambangkan realitas bangsa dan
negara Indonesia yang tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri
atas berbagai macam, suku, adat-istiadat , golongan, kebudayaan dan agama,
wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau menyatu menjadi bangsa dan negara
Indonesia.
Secara linguistis makna struktural seloka itu adalah beda itu, satu itu.
Secara morfologis kata Bhinneka berasal dari kata polimorfemis yaitu bhinna
dan ika. Kata Bhina berasal dari bahasa Sansekerta Bhid, yang dapat
diterjemahkan menjadi beda. Dalam proses linguistis karena digabungkan
dengan morfem ika maka menjadi Bhinna. ika artinya itu, Bhinneka artinya
beda itu, sedangkan tunggal ika artinya satu itu. Jikalau diterjemahkan secara
bebas maka, makna Bhinneka Tunggal Ika, Tan hana dharma mangrwa, adalah:
meskipun berbeda-beda akan tetapi satu jua. Tidak ada hukum yang mendua
(dualisme).

D. Makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika


Sintesis persatuan dan kesatuan dituangkan dalam suatu asas kerokhanian
yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Prinsip-
prinsip nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat
majemuk tunggal.
Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah
sebagai berikut:
a) Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu
proses sejarah.
b) Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki
persamaan nasib.
c) Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki
keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhan itu merupakan satu
kebudayaan.
d) Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam
wilayah Ibu Pertiwi.
e) Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki
kesamaan cita-cita.
Esensi negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontolohisa tentang
hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Masyarakat sebagai unsur
dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam
masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam satu interaksi saling
memberi dan saling menerima antar warganya. Sebagai suatu totalitas, masyarakat
memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti lahiriah, melainkan juga dalam
arti batiniah, atau kesatuan idea yang menjadi fondamen dalam kehidupan
kebangsaan.
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan kesatuan dari negara
bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara
yang bersifat fundamental. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam
masyarakat, negara tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja demi
kepentingan seluruh rakyat.
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraandan kebangsaan
menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Semangat moralitas suatu seloka yang
merupakan simbol semiotik moralitas bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Anda mungkin juga menyukai