Disusun oleh:
Salma Khairunnisa
11170930000053
Kata Pengantar iv
BAB I 1
1. PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA 2
2. PENDAHULUAN 3
3. PENDAHULUAN 3
BAB II4
1. BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA
INDONESIA? 5
2. PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH BANGSA INDONESIA
6
3. DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA 6
BAB III 4
1. BAGAIMANA PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA? 5
2. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 6
3. KONSEPSI DASAR FILSAFAT PANCASILA 6
BAB IV 4
1. MENGAPA PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA? 5
2. ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA 6
3. POKOK-POKOK ISI AJARAN PANCASILA 6
BAB V 4
1. MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT? 5
2. KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN
IDEOLOGI DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA 6
3. MORAL NEGARA DAN FAHAM INTEGRALISTIK 6
BAB VI 4
1. BAGAIMANA PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA? 5
2. REALISASI PANCASILA 6
3. SISTEM POLITIK DAN EKONOMI PANCASILA 6
BAB VII 4
1. MENGAPA PANCASILA MENJADI DASAR NILAI
PENGEMBANGAN ILMU? 5
2. NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 6
BAB VIII 4
1. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
STAASFUNDAMENTALNORM 5
BAB IX 4
1. UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA R.I TAHUN 1945 NILAI-
NILAI PANCASILA DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 5
BAB X 4
1. BHINNEKA TUNGGAL IKA 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas RESUME BUKU PENDIDIKAN PANCASILA
(DIKTI), PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan), dan ORIENTASI
FILSAFAT PANCASILA (Noor Ms Bakry) ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan resume yang menjadi
tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Disamping itu, saya mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan moril kepada saya selama pembuatan rangkuman ini berlangsung
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga resume ini dapat bermanfaat.
Lalu, saya ingin memohon maaf apabila dalam resume ini terdapat kata-kata yang
salah atau kurang berkenan kepada yang membaca. Terima kasih
Penyusun
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB 1
(PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA)
Pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa
kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila,
kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa negara berkehendak
agar pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat dalam kurikulum
perguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, sistem pendidikan tinggi di
Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Implikasinya, sistem pendidikan tinggi di
Indonesia harus terus mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segi
kebijakannya dan menyelenggarakan mata kuliah pendidikan Pancasila secara
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. beberapa nilai yang dipegang teguh
oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala, sebagai contoh:
1. Percaya kepada Tuhan dan toleran,
2. Gotong royong,
3. Musyawarah,
4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.
Indonesia adalah negara dengan 1001 masalah. Berikut adalah permasalahan yang
mendera rakyat Indonesia menunjukan bahwa sudah tergerusnya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupn bermasyarakat diantaranya, yaitu:
1. Masalah Kesadaran Perpajakan
2. Masalah Korupsi
3. Masalah Lingkungan
4. Masalah Disintegrasi Bangsa
5. Masalah Dekadensi Moral
6. Masalah Narkoba
7. Masalah Penegakan Hukum yang Berkeadilan
8. Masalah Terorisme
APA ITU MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA?
Mata kuliah pendidikan Pancasila adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kepribadian, dan
keahlian, sesuai dengan program studinya masing-masing. Dengan demikian,
mahasiswa mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilainilai Pancasila
Dalam pembelajaran pendidikan Pancasila, empat pilar pendidikan menurut
UNESCO menjadi salah satu rujukan dalam prosesnya, yang meliputi learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Delors,
1996).
SEBERAPA PENTINGNYA KITA MEMPELAJARI PENDIDIKAN
PANASILA?
Masalah masalah yang ada di Indonesia adalah alasan pokok untuk kita
mempelajari Pendidikan Pancasila, karena dengan mempelajari Pendidikan
Pancasila kita tersadar untuk memberikan perubahan-perubahan untuk menjadikan
bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik lagi. pendidikan Pancasila diharapkan
dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan serta
membangun pemahaman masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional,
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan nasional, mempunyai
tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas,
berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:
1. menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur;
3. memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai
hari nurani;
4. mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni;
5. mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi
bangsanya.
MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIK
PENDIDIKAN PANCASILA
1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Ir. Soekarno
Historia Vitae Magistra artinya Sejarah memberikan kearifan. Filsuf Yunani
Cicero (106 43SM). Yang sekarang sudah menjadi pendapat umum yaitu Sejarah
merupakan guru kehidupan
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Didalamnya
mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari
berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-
masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Soekanto
(1982:19).
Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya
besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara (Kaelan, 2000: 13). Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai
Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai
Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.
3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila
Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan Undang-Undang
(law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting.
Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh kesadaran hukum
warga negara terutama dari kalangan intelektualnya. Kesadaran hukum tidak
semata-mata mencakup hukum perdata dan pidana, tetapi juga hukum tata negara.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban akan melahirkan kehidupan yang
harmonis sebagai bentuk tujuan negera mencapai masyarakat adil dan makmur.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Bukankah Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi politik, yaitu
mengandung nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan tata
tertib sosial politik yang ideal. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Budiardjo
(1998:32) sebagai berikut:
Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, ide, norma-norma, kepercayaan
dan keyakinan, suatu Weltanschauung, yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian
dan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku
politiknya.
Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik tersebut, yaitu
menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau pedoman dalam
mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy),
dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik di pusat maupun di
daerah. Melalui kajian tersebut, Anda diharapkan lebih termotivasi berpartisipasi
memberikan masukan konstruktif, baik kepada infrastruktur politik maupun
suprastruktur politik.
MENDESKRIPSIKAN ESENSI DAN URGENSI PENDIDIKAN
PANCASILA UNTUK MASA DEPAN
Menurut penjelasan pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata kuliah
pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Dengan
landasan tersebut, Ditjen Dikti mengembangkan esensi materi pendidikan
Pancasila yang meliputi:
1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai dasar negara
4. Pencasila sebagai ideologi negara
5. Pancasila sebagai sistem filsafat
6. Pancasila sebagai sistem etika
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
Pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dalam mata kuliah pendidikan
Pancasila adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa
(student centered learning). Implikasi dari pendidikan Pancasila tersebut adalah
agar mahasiswa dapat menjadi insan profesional yang berjiwa Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila
adalah untuk membentengi dan menjawab tantangan perubahan-perubahan di
masa yang akan datang.
o Terdiri dari :
- Historis
- Filosofis
- Ketatanegaraan
- Etika politik
D. LANDASAN FILOSOFIS
Sebelum merdeka
o Bangsa berketuhanan dan berkemanusiaan
o Karena manusia makhluk Tuhan Yang Maha Esa (kenyataan
objektif)
Syarat mutlak suatu negara
o Negara berpersatuan dan berkerakyatan
o Persatuan berwujud rakyat (unsur pokok)
o Konsekuensi rakyat
o Rakyat
o Dasar ontologis demokrasi karena asal mula kekuasaan negara
adalah rakyat
TUJUAN
UU No.2 Tahun 1989 dan SK No.38/DIKTI/KEP/2003
Mengarahkan perhatian pada moral dalam kehidupan sehari-hari dengan :
- Memanfaatkan iman dan taqwa
- Mendukung kerakyatan
Arti tujuan pendidikan adalah Seperangakat tindakan intelektual penuuh
tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi dan bidang profesi
masing-masing.
Cermin sikap
- Intelektual, meliputi :
Kemafiran
Ketepatan
Keberhasilan bertindak
- Tanggung jawab, meliputi :
Iptek
Etika
Agama
Budaya
Kesimpulan tujuan
- Kemampuan bertanggung jawab sesuai hati nurani
- Mengenali masalah hidup, kesejahteraan dan solusi
- Mengenali perubahan dan perkembangan :
Ilmu pengetahuan
Teknologi
Seni : Memaknai sejarah dan nilai budaya untuk persatuan
PEMBAHASAN ILMIAH
Syarat-syarat ilmiah Pembahasan Pancasila menurut buku Tahu dan
Pengetahuan karangan I.R.Poedjawijatno ada 4, yaitu : Berobjek,
Bermetode, Bersistem, Universal
BEROBJEK
OBJEK FORMA OBJEK MATERIA
Sudut pandang tertentu dalam Sasaran pengkajian pancasila
Pembahasan Pancasila. adalah Bangsa Indonesia dengan
segala aspek budayanya yang
meliputi :
Pancasila dapat dipandang dari sudut : Non Empiris Budaya Empiris Adat
Moral Moral Pancasila Istiadat
Ekonomi Ekonomi Pancasila Moral Bukti Sejarah
Pers Pers Pancasila Religius Naskah Kenegaraan
Hukum Pancasila Yuridis Lembaran Sejarah
Filsafat Filsafat Pancasila
BERMETODE
- Analitico Syntetic : Metode pembahasan Pancasila yang
merupakan perpaduan metode
analisis dan sintetis
- Hermeneutika : Digunakan untuk menemukan makna
dibalik objek
- Koherensi Historis : Pemahaman, Penafsiran dan Interpretasi
BERSISTEM
o Hubungan dalam sistem : Interelasi artinya berhubungan
o Interpedensi artinya ketergantungan
o Sifat sistem : Koheren (runtut)
o Sehingga sila-sila Pancasila menjadi kesatuan yang sistematik
UNIVERSAL
o Berarti tidak terbatas untuk waktu, ruang, keadaan, situsi, kondisi,
dan jumlah.
o Hakikatnya : Ontologis Nilai Pancasila
o Intisari / esensi
o Makna sila-sila universal
o Tingkatan pengetahuan ilmiah :
Deskriptif : Bagaimana
Kausal : Mengapa
Normatif : Kemana
Essensial : Apa
o Proses kausalitas Pancasila : Materialis
Formalis
Effisien
Finalis
o Pengamalan :
Das Sollen : yang seharusnya
Das Sein : kenyataan
BEBERAPA PENGERTIAN PANCASILA
Lingkup pengertian : Etimologis, Historis, dan Terminologis
SECARA ETIMOLOGIS
- Bahasa Sansekerta India
Panca : lima
Syila : batu sendi, alas, dasar
Syiila : peraturan tingkah laku yang baik
Berbatu sendi 5
Dasar yang memiliki 5 unsur
- Kitab Tripitaka (Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka, dan Vinaya
Pitaka)
Five Moral Principles, menurut Budha :
Jangan membunuh
Panatipada veramani sikhapadam samadiyani
Jangan mencuri
Dinna dana veramani sikhapadam samadiyani
1.0. Pengantar
Pancasila sebagai kepribadian bangsa yang merupakan perwujudan dari jiwa
bangsa dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan adalah
merupakan filsafat hidup bangsa dan dasar filsafat negara. Tujuan umum
dikembangkannya filsafat Pancasila adalah untuk menandingi filsafat
komunis dan filsafat liberalis.
Istilah filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang melahirkan kata
inggris philosophy atau kata Arab filsafah dan biasanya diterjemahkan
sebagai cinta kebijaksanaan. Jadi, filsafat adalah mencintai perbuatan yang
baik berdasarkan putusan akal yang sesuai dengan rasa kemanusiaan. Istilah
Pancasila berasal dari kata Sansekerta pancasyila (panca = lima; syila =
dasar atau asas atau prinsip). Kedua istilah diatas digabungkan menjadi
Filsafat Pancasila yang secara etimologis berarti cinta kebijaksanaan
dengan berpedoman kepada lima prinsip. Secara terminologis, filsafat
Pancasila merupakan pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari
hakikat atau kebenaran dari lima prinsip kehidupan manusia.
2.1. Pengantar
Pancasila pada awal pertumbuhannya merupakan sebagai dasar filsafat
negara hasil kesepakatan dan perenungan yang mendalam para tokoh-
tokoh kenegaraan Indonesia, yang kemudian dihayati sebagai filsafat
hidup bangsa.
2.2. Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh
kenegaraan Indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang
akan merdeka adalah merupakan suatu sistem filsafat, karena telah
memenuhi ciri-ciri pokok filsafat.
a. Ciri-ciri Filsafat:
Bersifat koheren
Bersifat menyeluruh
Bersifat mendasar
Bersifat spekulatif
b. Dasar Filsafat Pancasila
Hakikat kodrat manusia yang sebagai dasar filsafat Pancasila,
menurut seorang ahli pikir Indonesia, Notonagoro (1905-1981),
adalah monopluralis, yaitu terdiri atas beberapa unsur menjadi satu
kesatuan. Hakikat kondrat manusia monopluralis ini dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
Susunan kodrat manusia monodualis
- Jiwa : akal, rasa, kehendak
- Raga : zat benda mati, zat nabati, zat hewani
Sifat kodrat manusia monodualis
- Sifat individu
- Sifat sosial
Kedudukan kodrat manusia monodualis
- Sebagai pribadi mandiri
- Sebagai pribadi Tuhan
2.3. Sarana Penalaran Filsafat
Penalaran filsafati atau pemikiran filsafati haruslah bersifat koheren.
Untuk memenuhi sifat tersebut, suatu penalaran filsafati haruslah
mengikuti prinsip-prinsip pemikiran pada umumnya.
A. Prinsip-prinsip Pemikiran
Dasar penalaran filsafati pada umumnya disebut dengan prinsip-
prinsip pemikiran atau prinsip-prinsip penalaran. Istilah prinsip
memiliki arti: suatu pernyataan yang mengandung kebenaran
universal, yaitu kebenarannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu,
dimana saja dan kapan saja dapat digunakan.
Prinsip-prinsip pemikiran dalam filsafat atau disebut juga aksioma
penalaran sifatnya adalah umum. Aksioma penalaran ini ada tiga
prinsip, yaitu:
Prinsip identitas
Prinsip non-kontradiksi
Prinsip eksklusi tertii
B. Metode-metode Perenungan Filsafati
Metode filsafati yang sering digunakan ada empat, yaitu:
Metode analisis
Metode sintesis
Metode analitiko-sintetik
Metode analisa abstraksi
2.4. Ideologi dan Filsafat Pancasila
Pada dasarnya, Pancasila merupakan sistem filsafat yang bersifat praktis,
yaitu dapat digunakan langsung sebagai pedoman kehidupan bangsa
Indonesia dalam bernegara untuk mencapai masyarakat adil makmur
sejahtera lahiriah batiniah.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara harus memenuhi unsur-
unsur tertentu sebagai persyaratannya dan juga harus dapat memenuhi
teori-teori kebenaran dalam filsafat, jika ingin menempatkan Pancasila
sebagai ideology yang tangguh.
Ideologi selalu berkaitan dengan pandangan hidup suatu bangsa sebagai
dasar filsafatnya yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya.
A. Unsur-unsur Ideologi
Setiap ideologi selalu tersimpul adanya tiga unsur pokok, yaitu:
Keyakinan
Mitos
Loyalitas
B. Pancasila Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan seperangkat gagasan
vital yang menggambarkan sikap atau pandangan hidup bangsa
Indonesia, sebagaimana secara formal harfiah dirumuskan dalam
bagian akhir Pembukaan UUD 1945.
C. Pancasila Ideologi Dinamik
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat praktis pada dasarnya adalah
ideologi dinamik atau sering disebut juga ideologi terbuka, bukan
ideologi static atau ideologi tertutup seperti komunis.
Ciri-ciri ideologi dinamik, yaitu:
Bersifat realis
Bersifat idealis
Bersifat fleksibel
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat praktis yang juga sebagai ideologi
negara haruslah memenuhi tiga teori kebenaran yang dikemukakan
filsafat. Tiga teori kebenaran Pancasila, yaitu:
Teori koherensi : Pertama kali dikembangkan oleh Plato (427-347
SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
Teori korespondensi : Eksponen utamanya adalah seorang ahli
pikir Inggris, Bertrand Russel (1872-1970)
Teori pragmatis : Pencetusnya yaitu seorang ahli pikir Amerika,
Charles S. Peirce (1839-1914)
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI
(KEMENRISETDIKTI)
BAB III
(BAGAIMANA PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA?)
A. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara
Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya
negara yaitu:
a) Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir
b) Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa
c) Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.
Perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu:
a. Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada
bentuk dan struktur organisasi negara
b. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama
kepada mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di
pusat maupun di daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk
pemerintahan seperti apa yang dianggap paling tepat untuk sebuah negara.
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1
UUD Negara Republik Indonesia 1945). Pasal tersebut menjelaskan hubungan
Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk negara yang dianut oleh Indonesia,
yaitu sebagai negara kesatuan bukan sebagai negara serikat.
Demikian pula dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945,
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Hal tersebut menegaskan bahwa negara Republik Indonesia menganut
demokrasi konstitusional bukan demokrasi rakyat seperti yang terdapat pada
konsep negara-negara komunis.
Pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, ditegaskan bahwa,
negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip tersebut mencerminkan bahwa
negara Indonesia sejalan dengan sila kedua Pancasila. Hal tersebut ditegaskan
oleh Atmordjo (2009: 25) bahwa : konsep negara hukum Indonesia merupakan
perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara.
3.0. Pengantar
Rumusan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, jika
dianalisis memang mempunyai landasan yang betul-betul kuat dan tumbuh
subur dalam kehidupan manusia, yaitu: ketuhanan, kemanusiaa, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima konsep ini disebut juga sebagai inti
mutlak-nya Pancasila.
3.1. Asal-mula dan Dasar Pancasila
A. Pengetahuan Kausal Pancasila
Pencetusan rumusan Pancasila secara resmi menjadi dasar filsafat negara
pada waktu ditetapkan Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
Pengetahuan tentang sebab-musabab atau pengetahuan kausal ini menurut
Aristoteles, membedakan atas empat macam sebab atau kausa, yaitu:
Kausa materialis : asal mula berupa bahan bagi Pancasila
Kausa finalis : asal mula berupa tujuan bagi Pancasila
Kausa formalis : asal mula berupa bentuk bagi Pancasila
Kausa efisien : asal mula berupa karya bagi Pancasila
B. Inti Mutlak Kehidupan Manusia
Tiga persoalan hidup manusia yang menimbulkan adanya lima hal sebagai
inti mutlaknya Pancasila dalam kehidupan manusia, yaitu:
Persoalan hidup menghadapi diri sendiri
Persoalan hidup menghadapi sesama manusia
Persoalan hidup menghadapi Tuhan
3.2. Intensi dan Ekstensi Pancasila
A. Intensi inti mutlak Pancasila
Setiap term atau konsep mempunyai intensi atau konotasi. Term atau
konsep, berdasarkan intensinya dapat dibedakan antara: term hakikat dan
term sifat.
a. Hakikat Abstrak Pancasila
Term hakikat dibedakan menjadi:
Hakikat konkrit : menunjuk ke halnya suatu kenyataan yang
berkualitas dan bereksistensi.
Hakikat abstrak : menyatakan suatu kualitas yang terlepas dari
eksistensi tertentu.
Pertama, ada tiga mainstream yang berkembang sebagai pilihan nyata bangsa
Indonesia atas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat, yaitu (1) determinisme
yang menyatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh banyak kondisi
sebelumnya sehingga manusia pada dasarnya bersifat reaktif dan pasif. Pancasila
sebagai sistem filsafat lahir sebagai reaksi atas penjajahan yang melanggar Hak
Asasi Manusia, sebagaimana amanat yang tercantum dalam alinea I Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi,
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
(2) pragmatisme yang menyatakan bahwa manusia merencanakan perilakunya
untuk mencapai tujuan masa depan sehingga manusia merupakan makhluk yang
aktif dan dapat mengambil keputusan yang memengaruhi nasib mereka. Sifat aktif
yang memunculkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu
penjajahan termuat dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat
yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan
pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil
dan makmur.
C. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem
Filsafat
1. Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal
sebagai berikut:
Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap
makhluk hidup, termasuk warga negara harus memiliki kesadaran yang otonom
(kebebasan, kemandirian) di satu pihak, dan
berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai
pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan
selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah
kepada Sang Pencipta.
Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu,
sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan)
(Notonagoro).
Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif,
legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari
negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara
terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah
keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam
Kaelan, 2013: 402).
PENDIDIKAN PANCASILA (Prof. Kaelan)
BAB 5
(PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL)
PENGERTIAN ASAL MULA PANCASILA
Pancasila terbentuk melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa
Indonesia. Secara kausalitas, Pancasila sebelum disyahkan menjadi dasar filsafat
negara, nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang
berupa nilai-nilai istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Agar memiliki
pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila, maka secara
ilmiah harus ditinjau berdasarkan proses kausalitas.
a. Asal Mula yang Langsung
Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar
filsafat negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi
Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan para pendiri negara sejak siding BPUPKI
pertama. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila adalah sebagai berikut:
Asal Mula Bahan (Kausa Materialis) : Asal Bahan Pancasila adalah pada
bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan
hidup.
Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis) : Asal mula bentuk Pancasila adalah
Ir. Soekarno bersama Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya
yang merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk,
rumusan serta nama Pancasila.
Asal Mula Karya (Kausa Effisien) : Asal mula karyanya adalah PPKI
sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang
mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah.
Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis) : Asal mula tujuan adalah para
anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang
menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh
PPKI sebgaai dasar negara yang sah.
2. Definisi Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing,
yakni state (Inggris), staat (Belanda dan Jerman), dan etat (Perancis). Kata
kata tersebut berasal dari bahasa latin status atau statum yang memiliki
pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap. Pengertian status atau
station (kedudukan). Istilah ini sering pula dihubungkan dengan
kedudukan persekutuan hidup antar manusia yang disebut dengan istilah
status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah kata status
selanjutnya dikaitkan dengan kata negara.
Sedangkan secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi
tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita cita
cita untuk bersatu, hidup
Di suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang pada
hakikatnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat, yaitu masyarakat,
wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
c. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral
berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan
kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus,
artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas
kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai
solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung
dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain,
tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai
mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan,
meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di
dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin
dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal rasa kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri
dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi
diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya
memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap
Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir, 2009: 386).
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika
1. Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah
terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah
mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut
dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran
P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang
dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk
memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada tabel
berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal
yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang
mendalam.
3. Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundangan-undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori
hukum itu suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah
memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi
suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487).
Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang
sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada
di bawahnya bersifat konkrit.
Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik dapat digambarkan sebagai
berikut (Haryatmoko, 2003: 26).
Tujua
n
Polit
Saran k Aks
a i
A. Pengantar
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian
yang dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagaai dasar filsafat
negara (Philosofische Gronslag). Pancasila merupakan suatu asas
kerokhanian negara, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan
kaidah baik moral maupun hokum dalam negara Republik Indonesia.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hokum,
oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Bagi
bangsa Indonesia setelah melakukan reformasi terutama dalam bidang
hokum Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia disebut
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pembukaan UUD 1945, yang merupakan deklarasi bangsa dan
negara Indonesia, yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, tujuan
negara serta bentuk negara Republik Indonesia. Pembukaan UUD 1945
dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki kedudukan
yang sangat penting karena merupakan suatu staatsfundamentalnorm dan
berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
A. PENGANTAR
Dalam proses reformasi hukum banyak sekali gagasan mengenai
amandemen terhadap UUD 1945, tetapi tidak bermaksud untuk mengubah
UUD itu sendiri secara keseluruhan, amandemen lebih merupakan
pelengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD
tersebut (Mahfud, 1999: 64). Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945
didasarkan pada penerapan terhadap pasal-pasal UUD yang memiliki sifat
multi interpretable yang berarti bermakna ganda, sehingga
mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada Presiden.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD
1945 adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan checks and
balances terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,
merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan
proses reformasi terhadap UUD 1945 karena hal ini akan mengantarkan
bangsa Indonesia kearah tahapan baru terhadap ketatanegaraan.
B. UNDANG-UNDANG DASAR
Pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem
pemerintahan diatur dalam UUD. Undang-Undang dasar menentukan cara-
cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan
diri satu sama lain. Undang-Undang dasar merekam hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo, 1981: 95,96).
Undang-Undang dasar 1945 hanya memuat 37 pasal, adanya pasal-
pasal lain hanya memuat aturan tambahan dan aturan peralihan. Hal ini
mengandung makna:
1) Singkat, maksudnya hanya berisi aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar, tentang norma dasar, tentang pemerintah pusat, untuk
meyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan social.
2) Supel, maksudnya ialah bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
kehidupan masyarakat itu terus berkembang, dinamis. Karena itu jangan
terlalu tergesa-gesa memberikan kristelisasi, memberikan bentuk pada
pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang aturan yang tertulis itu
bersifat mengikat, maka dari itu makin supel sifatnya makin baik.
Menurut Padmowahyono, seluruh kegiatan negara dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
1. Penyelenggaraan kehidupan negara
2. Penyelenggaraan kesejahteraan social
Berdasarkan pengertian diatas, maka sifat-sifat Undang-Undang
dasar 1945 adalah sebagai berikut:
1. Karena sifatnya yang tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu
hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara,
maupun bagi setiap warga negara.
2. Bersifat singkat dan supel, yakni memuat aturan-aturan pokok yang setiap
kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman
3. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat
dan harus dilaksanakan secara konstitusional
4. Peraturan hukum positif yang tertinggi dan sebagai alat kontrol terhadap
norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib
hukum Indonesia
C. KONSTITUSI
istilah konstitusi berasal dari Bahasa inggris Constitution atau dari
Bahasa Belanda Constitutie. Terjemahan dari dua istilah tersebut adalah
Undang-Undang dasar. Namum pengertian konstitusi dalam praktek
ketatanegaraan umumnya dapat memiliki arti:
1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar atau,
2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar.
Kata konstitusi dapat memiliki arti yang lebih luas daripada hanya
sekedar pengertian Undang-Undang Dasar, karena pengertian Undang-
Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih
terdapat konstitusi tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam Undang-
Undang Dasar.
D. STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA BERDASARKAN
UUD 1945
Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan Dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Secara filosofis demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat
adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan sebagai tujuan kekuasaan
negara. Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk social, maka dari itu dalam pengertian
demokrasi kebebasan individu harus diletakkan dalam kerangka tujuan
bersama, tidak hanya bersifat liberal maupun demokrasi klass. Kebebasan
individu yang diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama inilah yang
disebut sebagai asas kebersamaan, asas kekeluargaan namun bukan
Nepotisme.
Unsur-unsur penting dan mendasar dalam sistem pemerintahan yang demokratis
yaitu:
1. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
2. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara
3. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai
oleh warga negara
4. Suatu sistem perwakilan
5. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas
Demokrasi mengandung ciri-ciri yang merupakan patokan yaitu
setiap demokrasi adalah ide, bahwa warga negara seharusnya terlibat
dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik ,
baik Secara langsung maupun tidak langsung dengan melalui wakil-wakil
pilihan mereka. Ciri lainnya yaitu adanya keterlibatan atau partisipasi
warga negara baik langsung maupun tidak langsung didalam proses
pemerintahan negara (Thaib, 1994:44).
Dalam kehidupan ketatanegaraan yang memakai sistem demokrasi
pasti akan selalu ada yang dinamakan supra struktur politik dan infra
struktur politik sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Supra struktur
politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga
yudikatif. Adapun infra struktur politik yang terdiri atas lima komponen
yaitu: Partai Politik, Golongan (yang tidak berdasar pemilu), Golongan
Penekan, Alat Komunikasi Politik, Tokoh-tokoh Politik. Dalam sistem
demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik Dengan
Infra Struktur Politik dapat dilihat dalam prosess pembuatan kebijaksanaan
umum, atau menetapkan keputusan politik, maka kebijaksanaan atau
keputusan politik itu merupakan masukan dari Infra Struktur Politik, yang
kemudian dijabarkan oleh Supra Struktur Politik.
Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para
pendiri negara dicantumkan bahwa kedaulatan ditangan rakyat yang
termuat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Thaib, 1994:
99,100).
Penjabaran Demokrasi Menurut UUD 1945 Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pasca Amandemen 2002
Penjabaran demokrasi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan
dalam konsep demokrasi yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundaulatan Rakyat yang kemudian dilanjutkan dalam pasal 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik(ayat 1). kedaulatan adalah ditangan rakyat
(ayat 2).
Rumusan kedaulatan ditangan rakyat menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ada
ditangan rakyat dan paling sentral. Rakyat adalah asal mula dan tujuan kekuasaan
negara. Oleh karena itu, rakyat merupakan paradigma sentral kekuasaan negara.
Berikut adalah rincian structural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
demokrasi menurut UUD 1945:
a. Kekuasaan Negara
Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi yang terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut:
Kekuasaan ditangan rakyat
1. Pembukaan UUD 9145 Alinea IV
2. Pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
3. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (1)
4. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 (2)
b. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD
1945 adalah sebagai berikut:
(1) Kekuasaan Eksekutif
(2) Kekuasaan Legislatif
(3) Kekuasaan Yudikatif
(4) Kekuasaan Inspektif
Mekanisme pendelegasian kekuasaan ini dalam khasanah ilmu
hukum tatanegara dan ilmu politik dikenal sebagai distribution of power
yang merupakan unsur mutlak dari negara demokrasi.
c. Konsep Pengambilan Keputusan
Konsep pengambilan keputusan yang dianut dlama hukum
tatanegara Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah untuk mencapai mufakat
2. Apabila mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan
keputusan itu melalui suara terbanyak
d. Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (2), bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat namun
dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan UUD.
2) Pasal 2 ayat (2), MPR dipilih melaui pemilu
3) Penjelasan UUD tentang kedudukan DPR, kecuali itu anggota-anggota
DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR. Oleh karena itu, DPR
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden.
Maka konsep pengawasan menurut demokrasi Indonesia adalah
sebagai berikut:
1) Dilakukan oleh seluruh warga negara karena kekuasaan didalam sistem
ketatanegaraan Indonesia adalah ditangan rakyat
2) Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada di DPR
e. Konsep Partisipasi
Konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan dan partisipasi itu terbuka untuk
seluruh warga negara Indonesia (Thaib, 1994: 100-112).
Demokrasi Indonesia mengandung suatu pengertian bahwa rakyat
adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pengembangannya harus
ditunjang oleh adanya orientasi baik pada nilai-nilai universal, yakni
rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-
norma kemasyarakatan yaitu tuntutan dan kehendak yang berkembang
dalam masyarakat. Sistem demokrasi Indonesia sebagaimana tercantum
pada UUD 1945 hanya memuat dasar-dasarnya saja, hal ini
memungkinkan untuk diadakannya reformasi sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
f. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
2002
1) Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaaf)
2) Kekuasan negara yang tertinggi berada ditangan rakyat
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
4) Mentri negara ialah pembantu presiden, Mentri negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR
5) Kekuasaan kepala negara tidak takterbatas
g. Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Menurut UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum yang
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Ciri-ciri negara
hukum adalah:
1) Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, social, ekonomi, dan kebuadayaan
2) Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain
dan tidak memihak
3) Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya
dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya
BAB X
A. Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas, serta
keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang
mendukung kelahiran bangsa tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung
kelahiran suatu bangsa Indonesia meliputi:
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis.
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia
Faktor tersebut melahirkan proses pembentukan masyarakat, bangsa, dan
negara, beserta identitas bangsa Indonesia, yang muncul tatkala nasionalisme
berkembang di Indonesia pada awal abad XX.
Pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-
unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama sera geografis, yang
salik berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang.