Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

NAMA : VICTORIA HUSADANI

NIM : G0013229

KELOMPOK : A6

I. JUDUL :
Medan Penglihatan
II. TUJUAN PEMBELAJARAN :
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan medan penglihatan dengan benar
2. Mahasiswa dapat melakukan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan medan
penglihatan.
III. DASAR TEORI
Medan penglihatan merupakan proyeksi ruangan penglihatan yang dapat dilihat oleh
sebuah mata yang tidak bergerak.Bentuk medan penglihatan tidak akan seperti
lingkaran tetapi tergantung dari faktor-faktor penghalang.
1. Faktor anatomis meliputi :
- Tonjolan tulang-tulang muka :
Cahaya yang masuk terhalang penonjolan tulang
pada daerah nasal, tertutup tonjolan hidung
kranial yang tertutup alis, margo orbitalis, dan os frontalis
pada daerah kaudal yang tertutup tonjolan pipi
maksimal, karena tidak ada bangunan yang menghalangi cahaya masuk
- Aktifitas retina
Lebih aktif di bagian nasal dan superior
- Lebar fissura palpebrae
Pada ptosis mempersempit medan penglihatan
2. Faktor teknik pemeriksaan meliputi :
- Derajat intelegensia pasien/probandus
- Pengaruh cahaya
- Sifat dan intensitas rangsang
Medan penglihatan dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Tes konfrontasi dengan tangan
Hasil yang diperoleh kasar karena jarak yang digunakan berdasarkan perkiraan
atau estimasi. Tidak dapat mendeteksi lesi yang kecil
2. Tes dengan perimeter/kampimeter
Hasil yang diperoleh lebih akurat karena kelengkungan perimeter sesuai
kelengkuan mata

Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan medan penglihatan yang menggunakan
perimeter

Mata yang tidak diperiksa harus ditutup sebaik-baiknya.


Fiksasi penglihatan harus tetap pada titik pusat perimeter.
Tangkai berkepala putih harus digerakkan secara perlahan untuk menghindari
kelelahan mata.
Probandus hanya cukup dengan memberi isyarat apabila sudah melihat atau
tidak melihat sesuatu (untuk menentukan bintik buta).
IV. HASIL PERCOBAAN
Medan penglihatan pada probadus :
Nama : Yosa Angga
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hasil pemeriksaan medan penglihatan pada mata kanan dan mata kiri dengan objek
benda putih, ditampilkan seperti pada lampiran.
Mata kiri Mata kanan
Batas superior = 55 Batas superior = 65
Batas medial = 65 Batas medial = 65
Batas lateral = 90 Batas lateral = 80
Batas inferior = 80 Batas inferior = 80

V. DISKUSI
Pada pemeriksaan dengan perimeter, orang normal akan memberikan hasil :
Batas superior = 60-65
Batas medial = 50-65
Batas lateral = 90-105
Batas inferior = 65-75
Probandus yang diperiksa memiliki medan penglihatan yang cukup normal dengan
batasan medan penglihatan sesuai dengan kisaran nilai normal, kecuali pada batas
kaudal. Pada batas kaudal didapatkan interpretasi medan penglihatan probandus
meluas yaitiu 80 dari nilai kisaran normal 65-75. Kesalahan pengamat dalam
mengukur, kesalahan pencatatan, maupun ketidaktelitian pengamat dapat
mempengaruhi hasil yang diberikan. Perluasan lapang padang dapat pula terjadi pada
pemberian obat midriatik, maupun pengaruh simpatis pada seseorang. Sedangkan
penyempitan medan penglihatan terdapat pada berbagai penyakit yang menyebabkan
lesi pada jaras penglihatan, seperti glaukoma, tumor hipofisis, dan ablasio retina.
Dari hasil percobaan terbukti bahwa faktor anatomis berupa penonjolan tulang dapat
mempengaruhi medan penglihatan, terlihat nilai maksimal di bagian lateral
dibandingkan nilai medan penglihatan bagian superior, medial, inferior.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan objek benda putih. Warna putih dipilih
karena akan merangsang fotoreseptor 3 tipe warna dasarmaksimal panjang
gelombangnya. Percobaan dengan menggunakan objek benda berwarna merah, hijau,
biru tidak dilakukan karena probandus sudah lelah dan untuk mempersingkat waktu
percobaan. Dengan menggunakan berbagai warna objek benda sebenarnya bertujuan
ntuk membandingkan sel kerucut dan sel batang pada retina probandus.
VI. KESIMPULAN
1. Perimeter dapat memberikan hasil yang akurat dengan nilai-nilai kisaran
medan penglihatan
2. Kesalahan pengamat dalam mengukur, kesalahan pencatatan, maupun
ketidaktelitian pengamat dapat mempengaruhi hasil yang diberikan
3. Faktor anatomis memberikan pengaruh pada medan penglihatan seseorang
I. JUDUL :
Bintik buta
II. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Mahasiswa dapat menentukan bentuk, letak, dan luas bintik buta.
III. DASAR TEORI
Bintik buta adalah suatu daerah di retina yang tidak dapat berfungsi sebagai reseptor
cahaya karena pada daerah tersebut tidak dijumpai adanya sel konus dan basilus yang
berfungsi sebagai reseptor cahaya.
Pemeriksaan menggunakan peta perimeter. Suatu bintik buta yang disedbabkan oleh
sedikitnya sel konus dan basilus di retina di atas lempeng optik dijumpai kira-kira 15
sebelah lateral dari pusat penglihatan.
Selain di area lempeng optik, kadangkala bintik buta dapat dijumpai di bagian medan
penglihatan yang lain, disebut skotoma. Skotoma disebabkan oleh karena
kerusan n opticus akibat glukoma, reaksi alergi, keracunan timah, dan
pemakain tembakau berlebihan
IV. HASIL
Percobaan dengan probandus :
Nama : Witri Widiati
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Hasil
Mata kanan, diperoleh : Mata kiri, diperoleh :
Diameter bintik buta = 3 cm Diameter bintik buta = 3 cm
Interpretasi hasil dengan Interpretasi hasil dengan
menggunakan perhitungan luas menggunakan perhitungan luas
noda buta yang sesungguhnya noda buta yang sesungguhnya
berdasarkan persamaan : berdasarkan persamaan :
AB:BD = AC:DE AB:BD = AC:DE
35 cm : 1,5 cm = 3 cm : DE 35 cm : 1,5 cm = 3 cm : DE
DE = 1,5 x 3 / 35 DE = 1,5 x 3 / 35
DE = 0,13 cm DE = 0,13 cm

Dengan keterangan :
AB = jarak mata probandus ke pusat kampimeter (35cm)
BD = jarak kornea ke papila n. Optici (diameter antero-posterior) 1,5cm
AC = diameter papila n. Optici proyeksi (xcm)
DE = diameter papila n. Optici sesungguhnya
V. DISKUSI
Nilai normal diameter papila n. Optici sesungguhnya sebesar 1,4-1,8 mm. Pada
percobaan yang dilakukan, probandus memiliki diameter papila n. Optici
sesungguhnya sebesar 1,3 mm baik pada mata kanan maupun mata kiri. Hal ini dapat
terjadi karena kesalahan pemeriksa dalam menggambar lingkaran bintik buta, maupun
karena probadus kurang rapat menutup sebelah mata yang tidak diperiksa. Pada
probandus tidak ditemukan bintik buta pada medan penglihatan lain.
VI. KESIMPULAN
1. Probandus memiliki diameter papila n. Optici sesungguhnya sebesar 1,3 mm
dan tidak ditemukan bintik buta pada medan penglihatan lain baik oculi
dextra, maupun sinistra.
2. Pengukuran dengan peta perimeter dapat mengukur diameter papila n. Optici
sesungguhnya melalui persamaan AB:BD = AC:DE
I. JUDUL :
Buta Warna
II. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan buta warna dengan benar.
III. DASAR TEORI
Sensasi penglihatan adalah suatu fenomena yang sangat individual (subjektif).
Terdapat tiga teori tentang penglihatan warna. Pertama teori Young menyatakan 3
macam warna dasar, merah, hijau, dan biru/violet. Dari ketiga warna dasar dapat
dibuat warna lain dengan mencampur ketiga warna. Teori Helm-holtz membenarkan
teori Young/teori tri warna bahwa dalam retina ada 3 macam reseptor warna/sel konus
yang masing-masing oeka terhadap sinar warna merah, hijau, biru. Teori ketiga, yaitu
teori warna Young-Helm Holtz merupakan gabungan dari kedua teori
Orang dikatakan tidak mengalami buta warna harus mempunyai 3 macam reseptor
warna/sel konus. Pembagian buta warna menurut jumlah reseptor konus pada retina
adalah
1. Trichromat anomali : jika ada satu sel konus tidak begitu peka terhadap warna
dasar
Protanomali : kurang mampu melihat merah
Deuteranomali : kurang mampu melihat hijau
Tritanomali : kurang mampu melihat biru
2. Dichromat : hanya terdapat 2 macam sel konus pada retina
Protanopia : tidak mempunyai sel kerucut merah
Deuteranopia : tidak mempunyai sel kerucut hijau
Tritanopia : tidak mempunyai sel kerucut biru
3. Monochromat : buta warna berat biasanya disertai kelemahan visus. Hanya
terdapat 1 macam sel konus. Hanya dapat membedakan warna hitam-putih-
kelabu.

Pemeriksaan buta warna :

1. Diperiksa dengan benang wol dari Helm green. Probandus diminta


mengumpulkan benang-benang yang sewarna
2. Membaca gambaran/angka-angka yang terdapat pada pseudo isochromatis dari
Ishihara/Stilling
IV. HASIL
Percobaan dengan probandus I
Nama : Taranida Hanifah
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Hasilnya, probandus dapat menginterpretasikan angka dengan benar sesuai dengan
normalnya, dan dapat mengikuti alur warna dengan tepat pada pemeriksaan membaca
gambaran/angka-angka yang terdapat pada pseudo isochromatis dari Ishihara/Stilling
Percobaan dengan probandus II
Nama : Vincentius Novian
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Hasilnya, probandus dapat menginterpretasikan angka dengan benar sesuai dengan
normalnya, dan dapat mengikuti alur warna dengan tepat pada pemeriksaan membaca
gambaran/angka-angka yang terdapat pada pseudo isochromatis dari Ishihara/Stilling

V. DISKUSI
Probandus I dan II didapatkan normal, dengan menggunakan buku Ishihara dapat
dideteksi tidak adanya kelemahan warna merah-hijau. Untuk mengetahui kelemahan
warna biru ata violet bisa dideteksi dengan buku pseudoisochromatis 24 gambar dari
Hardy, Rand, dan Ritter. Probandus dapat menginterpretasikan angka dengan tepat
dalam waktu kurang dari 3 detik. Waktu 3 detik yang diberikan bertujuan agar
probandus normal tidak salah menginterpretasikan angka. Dalam satu halaman buku
ishihara orang normal akan melihat 2 angka, denga 1 angka dominan. Sehingga waktu
3 detik itu dapat digunakan agar probandus hanya sempat menginterpretasikan 1
angka dominan. Untuk menginterpretasikan hasil buta warna dengan memasukkan
data dan membandingkan dengan nilai pada tabel.
VI. KESIMPULAN
1. Probandus I dan II didapatkan normal
2. Buku Ishihara dapat mendeteksi buta warna merah-hijau

Anda mungkin juga menyukai