Anda di halaman 1dari 4

Cai

Nandang Rusnandar

Jawa Barat selalu dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim halodo .'kemarau' dan musim ngijih
'penghujan', apabila musim ngijih, air subur di mana-mana Suatu kenyataan bahwa di Jawa Barat tidak
sedikit nama daerah yang berhubungan dengan air atau dalam bahasa sunda disebut ci, ranca, bojong,
dan tanjung,. Namun dewasa ini hutan yang lebat dan subur menjadi hutan gundul oleh
banyaknyailegalloging dari orang-orang serakah, maka banjir dan longsor pun tak terhindarkan yang
berakibat sangat menyengsarakan rakyat kecil di desa-desa--.
Nama-nama tempat dapat diartikan bahwa daerahnya sangat subur dan manusianya pun tak lepas dari
alam sekitar. Nama Ci.., ranca, bojong, dan tanjung merupakan gambaran manusia Sunda khususnya
dan Jawa Barat umumnya. Nama tempat dapat menunjukkan kecenderungan bahwa berlimpahnya air
sangat mempengaruhi sikap dan perilaku hidupnya, tak lepas dari alam sekitar.
Dalam ilmu bahasa ada yang disebut onomastika, yaitu ilmu yang menyelidiki asal-usul dan arti nama.
Salah satu cabang onomastika adalah toponimi, yaitu ilmu yang menyelidiki nama-nama tempat. Di
seluruh pelosok Jawa Barat Mulai dari Kabupaten Ciamis di paling timur Jawa Barat hingga ke Ujung
Kulon di sebelah barat Jawa Barat, Pantai selatan hingga pantai utara Jawa Barat, hampir di setiap
pelosok selalu ada nama-nama daerah yang sebagai ciri bumi berhubungan dengan wilayah yang berair
atau yang berhubungan erat dengan air di sekelilingnya. Nama-nama daerah yang berhubungan dengan
wilayah yang berair itu, seperti : Situ, telaga, Ranca, Empang rawa , bojong tanjung daerah atau tanah
yang menjorok ke air. Kita lihat nama-nama daerah yang ada di Jawa Barat, Babakansitu, Situsaeur, Situ
Gede, Rancameong, Rancabadak, Rancakalong, Rancakaso, Empangsari, Tanjunglaya, Tanjung,
Tanjungsari, Bojongkokosan, Bojongmenje, Bojongnangka, Bojongsalak, dsb. Begitu pula dengan daerah
yang berawal dengan Ci, seperti di daerah Panjalu, Cibubuhan, Cikole, Cipanjalu, Cibeureum, Cinagari,
Ciramping, Cilangkung, Cigorowek, Cihujung, Ciater, Ci dan Ci lainnya. Bahkan ada nama kampung
yang bernama Kampung Bahara yang memiliki arti air pula.
Air atau cai dalam bahasa Sunda berarti kahirupan, hirupkehidupan. Cai dalam tataran fislosofis dapat
bermakna sebagai sesuatu yang memberikan kekuatan dalam kehidupan ini. Cai disimboliasasikan oleh
Mama Mei Kartawinata dalam bukunyaPepeling (Tanpa tahun), sebagai sesuatu daya bagi kehidupan
manusia. Manusia, tercipta oleh empat unsur sajatining hurip, yaitu : Cai air, Seuneu api, Taneuh
tanah, dan Angin. Jadi manusa teh untung/ dikersakeun ku Hyang Widi/ diwarugaan ku opat dulur/
sakulit sadaging/ balung sungsum jeung nafasna/ KAMA NUSA estu asli //. Manusia itu beruntung/ diberi
kekuatan oleh Yang Widi/ dalam wujud empat unsur/ bercampur dalam kulit dan daging/ tulang dan
sungsum begitu juga dengan nafasnya/ KAMA NUSA itu asli //
Hal itu tercermin dalam pupuh kinanti seperti di bawah ini :
Eta mah Cai ti gunung, asal ti saab jaladri, peuting sumawonan beurang, estu henteu pisan cicing,
gawena neangan jalan, Perjalanan geusan balik// Ngocor nyukcruk-nyukcruk gunung, nyusukan malipir
pasir/ sakur lebak kaeusian/ balong sumur kitu deui/ tegal kebon pasawahan/ mawatna patani mukti//
Nagara ge jadi subur/ hurip abdi waras nagri/ pangeusi alam sarehat/ sato hewan kitu deui/ kokotor ge
diberesihan/ lantaran jasa ki Cai// Kitu kersaning Hyang Agung/ jembarna nu Maha Suci/ Cai maju ka
lautan/ sajajalan jeung babagi/ tapi bet taya beakna/ matak heran mun dipikir // Kapan nu jolna ti gunung/
Cai netesna saeutik/ lumaku neangan jalan/ di jalan bari babagi/ taya nu teu kabagian/ jeung sesana teu
saeutik// Ari geus deukeut ka laut/ matak gila nu ningali/ risi sieun ku gedena/ aworna laut jeung Cai/ nya
dingaranan sagara/ Cai geus pulih ka jati// Tapi dasar Cai hirup/ sanajan geus di jaladri/ taya eureunna
ngiriman/ saabna nyaian deui/ samalah reujeung nguyahan/ ka sakabeh abdi Gusti// Sangkan maranut
ka rasul/ baroga rasa sajati/ ngersakeun ka sasama/ daek silih beuli ati/ sangkan pada salametna/ ulah
pisan hiri dengki// Kapan manusa teh luhung/ piraku eleh ku Cai/ sanajan pinter carita/ taya gunana
saeutik/ lamun teu reujeung buktina/ matak bosen anu nyaksi// Abdi Gusti ngucap NUHUN/ ka Cai nu
mawa hurip/ ka Uyah nu mawa rasa/ sanajan mawa birahi/ jeung mawa nafsu sawiah/ nikmat mun
reujeung pamilih //
Artinya :
Air itu berasal dari gunung/ dari uap lautan asalnya/ malam maupun siang/ tidak pernah
diam/ untuk mencari jalan/ Perjalanan jalan untuk pulang/ Mengalir menyusuri gunung, menjadi
parit menyusuri bukit/ semua lembah terisi/ begitu pula empang dan sumur/ kebun dan
pesawahan/ membuat petani menjadi makmur/ Negara pun subur/ rakyat sejahtra negara aman/
sehat seisi jagat/ begitupun hewan/ semua yang kotor dibersihkan/ itulah jasanya Air/ Begitulah
kehendak Hyang Agung/ Akbarnya Yang Maha Suci/ Air mengalir ke lautan/ memberi sepanjang
jalan/ tapi tak pernah habis/ membuat heran bila dipikir// Padahal datang dari gunung/ hanya air
setetes/ bergerak mencari jalan/ sambil memberi di sepanjang jalan/ tiada yang tak terbagi/ dan
sisanya tidak sedikit/ Ketika dekat ke laut/ membuat getir yang melihatnya/ takut karena luasnya/
berpadunya laut dan air/ itulah namanya lautan/ air kembali ke asal/ Tapi sifat air itu hidup/
meskipun sudah di lautan/ tiada henti memberi/ uapnya memberi air kembali/ malah sambil
memberi garam/ kepada semua hamba Gusti/Agar tunduk kepada rasul/ memiliki rasa sejati/
berbuat baik kepada sesama/ saling menghargai/ agar semua selamat/ jangan berbuat dengki /
Manusia itu berakal/ masa kalah sama air/ meskipun pandai bicara/ sedikit pun tak ada gunanya/
bila tidak ada bukti/ menimbulkan rasa bosan bagi yang melihatnya/ Ya Gusti, hamba
berterimakasih/ kepada air yang memberikan kehidupan/ kepada garam yang memberi rasa/
walaupun membawa birahi/ dan nafsu sawiah/ terasa nikmat bila dengan hasil pilihan/
Untuk pemberian nama sebuah tempat, karuhun kita dahulu selalu dikaitkan dengan ciri
bumi daerah setempat, di mana nama itu sangat bermakna bagi penduduknya sendiri,sehingga
nama adalah ciri mandiri yang tak dapat dipisahkan dengan cara dan ciri kehidupannya sendiri.
Namun kini pemberian sebuah tempat sangat tidak berarti dan tidak jelas makna yang
dikandungnya, asal terdengar bagus di telinga, maka jadilah nama itu untuk suatu daerah.
Padalah, bila kita telusuri nama sebuah daerah sangat memudahkan untuk ditelusuri latar
belakang sejarah dan budayanya.
Sebuah penamaan tempat, dapat kita lihat dalam sebuah syair di bawah :
Tumurun ti Cibubuhan / Teluk bango desa deui /Cibeureum anu kasampeur
/di Cikole eureun deui// Hujung Tiwu nu kapencil / Catena tutuan gunung / cat man cat kaPasir
Putat/ Cinagari eureun deui // Mipir minggir tebeh kidulsitu lengkong /pasanggrahan desa tuan
/mudun kaWawarung pari /marariuk (Mariuk) pasawahan ///.. dst.
Artinya :
Mulai turun dari Cibubuhan/ Sampai di Teluk Bango/ Cibeureum terlewati/ Berhenti di
Cikole/ Hujungtiwu yang terpencil/ Catena dikaki gunung/ Agak ke atas ke Pasir Putat/ Berhenti
lagi di Cinagari/ Menyusuri bnagian selatan Situ Lengkong/ Pesanggrahan desa tuan/ Turun ke
Wawarungpari/ Mariuk tempat pesawahan// /../ dst
Air dalam paribahasa Sunda
Pindah cai pindah tampian, Bisa membawa diri, siga cai jeung minyak, Selalu bertengkar , siga cai
dina daun taleus, Tidak berbekas, ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak Kebersamaan / rukun
Air dan kepercayaan masyarakat terhadap makhluk halus sebagai penghuninya
Sekitar Rawa Lakbok Pulau Majeti, Ciamis, masyarakat mempercayai adanya suatu
kehidupan alam gaib (Siluman yang disebut Onom). Makhluk gaib ini digambarkan memiliki
kehikdupan yang sama dengan manusia, seperti kebutuhan untuyk makan, minum, berkeluarga
dan kebutuhan akan hibuaran. Oleh karena itu banyak onom yang kadang-kadang memasuki
keramaian masyarakat manusia, seperti belanja ke pasar, nonton, naik kendaraan dan lain
sebagainya.
Ada sekelumit cerita bahwa seorang dalang pernah diundang ke alam gaib tersebut.
Ketika pulang dalang tersebut diantar sampai ke suatu tempat tertentu dengan syarat janga
melirik / menoleh ke belakang. Jika dilanggar maka akan terjadi sesuatu, misalnya keindahan
alam yang terlihat sebelumnya akan berubah menjadi hutan belantara. Begitu juga dengan uang
atau pemberian makanan akan berubah menjadi daunt kering dan tanah.
Orang-orang Ciamis, apabila mengadakan upacara adat arak-arakan sunatan selalu
menyediakan seekor kuda tunggang tanpa penunggang, konon menurut keperecayaan mereka,
kuda itu ditunggangi oleh onom. Atau masyarakat percaya bila suatu hari perabotannya (alat-alat
dapur) tiba-tiba hilang, misalnya ketel, serok, cowet, ulekan mutu hihid, itu dipinjam oleh
masyarakat onom yang sedang mengadakan hajatan. Suatu hari perabotan tersebut akan
kembali dengan sendirinya.
Air dan Upacara
Secara filosofis, hubungan antara air Cai dengan Upacara Nyangku yang dilakukan di
Nusa dan Bumi Alit, dapat diartikan pensucian diri. Bumi alit merupakan perlambang badan
manusia itu sendiri, sedangkan perkakas atau barang pusaka itu sebagai perlambang dari alat-
alat panca indra yang ada pada tubuh manusia. Nah apabila disucikan kembali maka harus
dilaksanakan di NU-SA, artinya (Nu dalam bahasa Sunda artinya : yang; dan SA
artinya satu). Jadi Arti secara keseluruhan pelaksanaan Nyangku (membersihkan pusaka) itu
adalah membersihkan diri dari semua kotoran yang selama ini melekat pada diri, sehingga
manusia yang telah dibersihkan kotorannya dapat menjadi NUSArasa, NUSAjati, NUSAbangsa,
NUSAagama, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai