Sumpah pemuda adalah sebuah ikrar dari para pemuda yang dijadikan bukti otentik
bahwa pada tangga 28 oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah
seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari
lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari
perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis
pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat
itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia
asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil
mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Pada tahun 1908, nama Indonesia untuk pertama kalinya di gunakan oleh Perhimpunan
Indonesia. Perhimpunan Indonesia adalah organisasi yang didirikan oleh pelajar-pelajar
Indonesia di negeri Belanda. Organisasi ini awalnya bernama Indische Vereeniging. Namun,
pada tahun 1922 nama itu diganti menjadi Indonesische Vereeniging, tetapi pada tahun yang
sama namanya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia. Para pahlawan kita, seperti Ki Hajar
Dewantara, Budi Utomo, dan DR. Mohammad Hatta, turut memopulerkan istilah Indonesia
untuk mengimbangi istilah Hindia Belanda yang dipakai oleh pemerintah kolonial Belanda saat
itu.
1. Kongres Pemuda 1
Terselenggaranya Kongres Pemuda 1 tidak terlepas dari adanya Perhimpunan
Indonesia. Pada tahun 1925 di Indonesia telah mulai didirikan Perhimpunan Pelajar pelajar
Indonesia (PPPI), tetapi peresmiannya baru pada tahun 1926.anggota- anggotanya terdiri dari
pelajar-pelajar sekolah tinggi yang ada di Jakarta dan di Bandung. Para tokoh PPPI antara lain
adalah : Sugondo Djojopuspito, sigit, Abdul Sjukur, Gularso, Sumitro, Samijono,
Hendromartono, Subari, Rohjani, S. djoenet Poesponegoro, Kunjtoro, Wilopo, Surjadi, Moh.
Yamin, A.K. gani, Abu Hanifah, dan lain-lain. PPPI di Indonesia sering mendapatkan kiriman
majalah Indonesia Merdeka dari Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Disamping majalah
Indonesia Merdeka terbitan PPPI di negeri Belanda, PPPI sendiri juga menerbitkan majalah
Indonesia Raya. Yang pemimpin redaksinya Abu Hanifah. Pandangan organisasi PPPI sudah
menunjukkan persatuan dan kesatuan sebagaimana yang terdapat pada PI. Pemuda-pemuda
di Bandung menginginkan agar mulai melepaskan sifat-sifat kedaerahan. Hal itu
didasarkan atas dorongan Mr. sartono dan Mr. Sunario
Pada tanggal 20 Februari 1927 nama Jong Indonesia telah diubah menjadi Pemuda
Indonesia. Para pemimpin organisasi pemuda Indonesia ini ialah Sugiono, Sunardi, Moeljadi,
Soepangkat, Agus Prawiranata, Soekamso, Soelasmi, Kotjo Sungkono, dan Abdul Gani.
Sedangkan ketuanya pertama kali ialah Sugiono. Mengenai gerakan politik organisasi pemuda
ini belum belum ikut langsung dalam gerakan politik. Selama beberapa tahun diperdebatkan
bentuk persatuan yang diinginkan.
Akhirnya para pemuda Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres Pemuda yang
berlangsung di Jakarta pada 30 April-2 mei 1926. Kongres Pemuda 1 bertujuan untuk
Membentuk badan sentral organisasi pemuda menjadi bahasa persatuan atau bahasa
pergaulan bagi rakyat Indonesia.
Hasil utama yang dicapai dalam Kongres Pemuda 1 itu antara lain sebagai berikut :
a. Mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia (walaupun dalam hal ini masih
tampak samar samar)
b.Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan lain lain.
2. Kongres Pemuda II
Namun, sampai berlangsungnya kongres pemuda II pada tanggal 28 oktober 1928
organisasi Pemuda Indonesia belum juga bergerak secara langsung di bidang politik Kongres
Pemuda 1 ini menerima dan mengakui cita cita persatuan Indonesia, walaupun
perumusannya masih samar samar dan belum jelas. Oleh karena itu, antara PPPI, Pemuda
Indonesia, PI, dan PNI berencana untuk memfusikan organisasi mereka dengan alas an untuk
mewujudkan persatuan Indonesia dan persamaan cita cita. Peleburan (fusi) dari organisasi
pemuda itu ternyata semakin lama semakin diperlukan karena kaum pemuda sangat
merasakan bahwa bentuk organisasi masih bersifat kedaerahan, seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi,
Jong Islamieten Bond, Studerence Minahasa, dan pemuda kaum Theosofi. Hal ini jelas tampak
adanya perbedaan pada waktu diselenggarakan Kongres pemuda 1. Dalam pembicaraan
ternyata kepentingan daerah masih sangat menonjol.
Oleh karena itu, dalam kongres banyak pidato yang berjudul Indonesia Bersatu para
pemuda diharapkan memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh untuk mengatasi
kepentingan golongan, agama, dan daerah. Juga secara jelas diuraikan tentang Sejarah
Perjuangan Indonesia dan ditekankan masalah- masalah yang perlu mendapat perhatian
pemuda untuk meresapkan dan dihayati dalam rangka mencapai cita cita Indonesia merdeka.
Jadi, para peserta memang menyadari bahwa pada saat itu masih sulit untuk
membentuk kebulatan tekad dalam perjuangan mencapai cita cita Nasional. Selain itu, belum
banyak para anggota PI yang kembali ke tanah air dan juga belum ada anggota PI yang
mengikuti Kongres pemuda 1 tersebut. Oleh karena itu, cita cita untuk mencapai persatuan
memang belum kuat. Baru dalam persiapan Kongres Pemuda II tanggal 28 oktober 1928,
banyak bekas anggota PI yang ikut serta memikirkan jalannya Kongres Pemuda II yang akan
diselenggarakan. Memang dapat dipahami, bahwa kondisi politik sangat berat. Hal tersebut
dikarenakan adanya pemberontakan komunis yang gagal dan pihak Pemerintah Kolonial
Belanda terus meningkatkan pengawasan pergerakan nasional dalam bidang politik. Itu artinya
manifestasi persatuan pemuda Indonesia berhasil diwujudkan dalam Kongres Pemuda II
pada 26 28 Oktober 1928. dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga
kali rapat.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106,
Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.
Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari
pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri,
hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Peserta : Abdul Muthalib Sangadji, Purnama Wulan, Abdul Rachman, Raden Soeharto,
Abu Hanifah, Raden Soekamso, Adnan Kapau Gani, Ramelan, Amir (Dienaren van Indie),
Saerun (Keng Po), Anta Permana, Sahardjo, Anwari, Sarbini, Arnold Manonutu, Sarmidi
Mangunsarkoro, Assaat, Sartono, Bahder Djohan, S.M. Kartosoewirjo, Dali, Setiawan, Darsa,
Sigit (Indonesische Studieclub), Dien Pantouw, Siti Sundari, Djuanda, Sjahpuddin Latif,
Dr.Pijper, Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken), Emma Puradiredja, Soejono Djoenoed
Poeponegoro, Halim, R.M. Djoko Marsaid, Hamami, Soekamto, Jo Tumbuhan, Soekmono,
Joesoepadi, Soekowati (Volksraad), Jos Masdani, Soemanang, Kadir, Soemarto, Karto
Menggolo, Soenario (PAPI & INPO), Kasman Singodimedjo, Soerjadi, Koentjoro
Poerbopranoto, Soewadji Prawirohardjo, Martakusuma, Soewirjo, Masmoen Rasid, Soeworo,
Mohammad Ali Hanafiah, Suhara, Mohammad Nazif, Sujono (Volksraad), Mohammad Roem,
Sulaeman, Mohammad Tabrani, Suwarni, Mohammad Tamzil, Tjahija, Muhidin (Pasundan),
Van der Plaas (Pemerintah Belanda), Mukarno, Wilopo, Muwardi, Wage Rudolf Soepratman,
Nona Tumbel.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin.
Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut :
PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu,
Tanah Indonesia).
KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa
Indonesia).
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa
Indonesia).
Apabila kita ingin mengetahui lebih lanjut mengenai banyak hal tentang Sumpah
Pemuda kita bisa menunjungi Museum Sumpah Pemuda yang berada di Gedung Sekretariat
PPI Jl. Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi utama seperti biola asli
milik Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta foto-
foto bersejarah peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak
sejarah pergerakan pemuda-pemudi Indonesia.
Kongres ini merupakan puncak Integrasi ideology Nasional dan merupakan peristiwa
nasional yang belum pernah terjadi pada masa itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kongres itu
membawa semangat nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi hal itu di sebabkan utusan
yang datang mengucapkan "Sumpah Pemuda" yang menjadi landasan perjuangan untuk
mencapai kemerdekaan. Kalau pada bulan April 1926 telah berlangsung Kongres Pemuda 1
yang biasa dikatakan belum berhasil sesuai dengan yang di harapkan, maka dalam Kongres
Pemuda II benar benar dapat memenuhi harapan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun
kongres Pemuda 1 tidak dapat dikatakan gagal total karena telah berhasil meletakkan dasar
dasar perstuan. Dalam Kongres Pemuda 1 belum banyak orang orang bekas anggota
Perhimpunan Indonesia yang ikut membantu pembicaraan sejak persiapan maupun dalam
persidangan. Sedangkan dalam kongres Pemuda II telah banyak orang orang bekas anggota
Perhimpunan Indonesia yang secara aktif mengambil bagian dalam persiapan sampai dengan
pelaksanaan Kongres. Pelaksanaan dan hasil kongres Pemuda 1 dan Kongres Pemuda II
adalah sangat berbeda, namun, kedua Kongres tersebut tetap mempunyai tujuan yang sama
yaitu menuju tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, kesadaran para pemuda Indonesia
saat itu pun semakin kuat karena mereka tidak berjuang sendiri. Maka tak heran, Sumpah
Pemuda adalah salah satu tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia.
6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki
oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.
7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan dan dibentuk lembaga baru yang akan
meneruskan tugas BPUPKI yaitu PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan Ir.
Soekarno sebagai ketuanya. 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat
diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa
pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada 24 Agustus.
10 Agustus 1945, Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita
lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-
siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom
atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah.
Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini
kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
11 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan
kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari. 14 Agustus 1945, Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman
kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), Syahrir mendesak
agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro
dengan Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan
mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan
kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk
dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah,
dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar,
dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap, Soekarno
mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu
adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang
masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Belanda. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut,
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang digelar di rumah Sie Kong Liang, 27-28 Oktober 1928, di
Jalan Kramat Raya 106, sekitar 1 kilometer dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Waktu itu, ada sekitar 700
peserta yang hadir, tetapi kenyataannya sekarang hanya 82 peserta yang tercatat. Artinya, sebagian tokoh yang
berkiprah dalam sejarah ini justru luput tercatat.
Dalam Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda (2015). Tercatat 82 nama yang tersusun secara alfabetis
sebagai peserta Kongres Pemuda II, yang kala itu disebut sebagai "Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda
Indonesia di Weltevreden (27-28 Oktober)".
Berikut ini Tokoh-tokoh yang berperan dalam Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda Kedua yang
diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta):
Mr. Sunario
Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 28 Agustus 1902
meninggal di Jakarta, 18 Mei 1997 pada umur 94 tahun) adalah salah satu tokoh
Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah menjabat
sebagai pengurus Perhimpunan Indonesia di Belanda.
Sunario adalah satu-satunya tokoh yang berperan aktif dalam dua peristiwa yang
menjadi tonggak sejarah nasional Manifesto 1925 dan Konggres Pemuda II. Ketika
Manifesto Politik itu dicetuskan ia menjadi Pengurus Perhimpunan Indonesia bersama
Hatta. Sunario menjadi Sekretaris II, Hatta bendahara I. Akhir Desember 1925, ia
meraih gelar Meester in de rechten, lalu pulang ke Indonesia. Aktif sebagai pengacara,
ia membela para aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi Hindia Belanda. Ia
menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam kongres itu
Sunario menjadi pembicara dengan makalah "Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia." (Baca
selengkapnya: "Biografi Sunario Sastrowardoyo - Tokoh Manifesto 1925 dan Konggres Pemuda II")
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-7, Masa jabatan: 9 April 1957 10 Juli 1959
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke-2, Masa jabatan: 1960 1963
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ke-3, Masa jabatan: 1960 1972
Informasi pribadi
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Indonesia ke-3, Masa jabatan: 24 Februari 1966 27
Maret 1966
Menteri Koordinator Kompartemen Distribusi Indonesia, Masa jabatan: 6 Maret 1962 27 Agustus
1964
Menteri Sosial Republik Indonesia ke-13, Masa jabatan: 9 April 1957 10 Juli 1959
Presiden Soekarno
Menteri Kesehatan Republik Indonesia ke-3, Masa jabatan: 12 Agustus 1955 24 Maret 1956, Masa
jabatan: 6 September 1950 30 Juli 1953, Masa jabatan: 20 Desember 1949 6 September 1950, Masa
jabatan: 3 Juli 1947 4 Agustus 1949
Informasi pribadi:
Soegondo Djojopoespito
Sugondo Djojopuspito (lahir di Tuban, Jawa Timur, 22 Februari 1905 meninggal di
Yogyakarta, 23 April 1978 pada umur 73 tahun) adalah tokoh pemuda tahun 1928
yang memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah
Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia.
Pendidikan:
HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun 1911-1918 di kota Tuban, mondok di Cokroaminoto Surabaya, mondok di
rumah HOS Cokroaminoto bersama Soekarno, lulus MULO, tahun 1922, AMS afdeling B (Sekolah Menengah
Atas bagian B - paspal - 3 tahun) di Yogyakarta tahun 1922-1925, melalui HOS Cokroaminoto dititipkan mondok
di rumah Ki Hadjardewantoro di Lempoejangan Stationweg 28 Jogjakarta (dulu Jl. Tanjung, sekarang Jl. Gajah
Mada, Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah atas biaya pamannya dan bea siswa di
Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - didirikan tahun 1924 - cikal bakal Fakultas
Hukum Universitas Indonesia sekarang), Kuliah di RHS hanya mencapai lulus tingkat Candidat Satu (C1).
Pekerjaan:
Djoko Marsaid
Djoko Marsaid. Merupakan wakil ketua pada saat Kongres Pemuda berlangsung. Djoko mewakili organisasinya,
Jong Java. Tidak banyak informasi mengenai Djoko Marsaid ini. Meskipun begitu, namanya tetap tercantum
sebagai tokoh penting dalam perumusan Sumpah Pemuda.
Mohammad Yamin
Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24
Agustus 1903 meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah
sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati
sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern
Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang
mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia. (Baca Selengkapnya: Biografi
Mohammad Yamin)
Menteri Penerangan Indonesia ke-14. Masa jabatan: 6 Maret 1962 17 Oktober 1962
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia ke-8. Masa jabatan: 30 Juli 1953 12
Agustus 1955
Menteri Kehakiman Indonesia ke-6. Masa jabatan: 27 April 1951 3 April 1952
Informasi pribadi
Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan baru: Amir Syarifuddin Harahap) (lahir di
Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907 meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 19
Desember 1948 pada umur 41 tahun) adalah seorang politikus sosialis dan salah
satu pemimpin terawal Republik Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri
ketika Revolusi Nasional Indonesia sedang berlangsung. Berasal dari keluarga
Batak Muslim, Amir menjadi pemimpin sayap kiri terdepan pada masa Revolusi.
Pada tahun 1948, ia dieksekusi mati oleh pemerintah karena terlibat dalam
pemberontakan komunis. ((Baca Selengkapnya: Biografi Amir Sjarifoeddin -
Perdana Menteri Indonesia ke-2)
Perdana Menteri Indonesia ke-2, Masa jabatan: 3 Juli 1947 29 Januari 1948
Menteri Pertahanan Indonesia ke-3, Masa jabatan: 14 November 1945 29 Januari 1948
Menteri Penerangan ke-1, Masa jabatan: 2 September 1945 12 Maret 1946
Informasi pribadi
Lahir: Amir Sjarifoeddin Harahap, 27 April 1907 Medan, Sumatera Utara, Hindia Belanda
Meninggal: 19 Desember 1948 (umur 41) Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Kebangsaan: Indonesia
Partai politik: PSI, PKI
Profesi: Politikus
Agama: Kristen Protestan
S. Mangoensarkoro
Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi Mangunsarkoro (lahir 23 Mei 1904 meninggal 8
Juni 1957 pada umur 53 tahun) adalah pejuang di bidang pendidikan nasional, ia
dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949
hingga tahun 1950. (Baca selengkapnya: Biografi Ki Sarmidi Mangunsarkoro -
Pejuang Pendidikan Nasional)
Informasi pribadi
Informasi pribadi
Kasman Singodimedjo
A.K. Gani
Dr. Adnan Kapau Gani atau biasa disingkat A.K. Gani (lahir di Palembayan, Agam,
Sumatera Barat, Hindia Belanda, 16 September 1905 meninggal di Palembang,
Sumatera Selatan, Indonesia, 23 Desember 1968 pada umur 63 tahun) adalah
seorang dokter dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana
Menteri pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Kabinet Amir Sjarifuddin II.
Biodata A. K. Gani
Jabatan
Wakil Perdana Menteri Indonesia ke-1, Masa jabatan: 11 November 1947 29 Januari 1948
Menteri Perdagangan Indonesia ke-3, Masa jabatan: 2 Oktober 1946 29 Januari 1948
Presiden Soekarno
Menteri Pertanian Indonesia ke-4, Masa jabatan: 2 Oktober 1946 29 Januari 1948
Informasi pribadi
Atas prakarsa Soenario, rumah Sie Kong Liong dipugar oleh Gubernur DKI kala itu, Ali Sadikin, dan ditetapkan
menjadi Gedung Sumpah Pemuda sebelum akhirnya berubah nama menjadi Museum Sumpah Pemuda.