Suppositoria Kelompok 9
Suppositoria Kelompok 9
PENDAHULUAN
1
1.2. Manfaat
- Dapat memahami ilmu tentang Suppositoria
- Lebih mengetahui tentang Suppositoria
- Dapat mengetahui cara pembuatan Suppositoria
- Dapat mengetahui komposisi dan sifat Suppositoria
- Lebih mengetahui kelebihan dan kekurangan Suppositoria
1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui cara membuat sediaan suppositoria yang baik.
- Untuk mengetahui sifat fisika pada sediaan suppositoria.
- Untuk mengetahui memilih komposisi bahan pembawa yang cocok
- Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sediaan suppositoria
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
perdarahan. Bila mendadak muncul perdarahan atau darah haid yang lebih banyak
dari biasa, perlu dicurigai ini kemungkinan suatu myoma uteri. Selain perdarahan
abnormal, mungkin muncul keluhan nyeri. Keluhan ini tidak pada setiap kasus
myoma. Hanya apabila myomanya sudah mengganggu organ di sekitarnya
keluhan nyeri muncul.
Myoma yang menonjol ke rongga rahim sering tumbuh bertangkai.
Apabila tangkai myoma-nya panjang, maka bola myoma-nya akan keluar dari
leher rahim dan meyembul ke saluran vagina dan bahkan bisa keluar dari vagina
(myoma geburt). Tumor myoma uteri muncul sepanjang masa reproduksi
perempuan dan tidak ditemukan setelah menopause. Pengidap myoma yang sudah
melewati masa menopause, tumornya akan mengecil sendiri lalu menghilang.
2.3. Suppositoria
2.3.1. Pengertian Suppositoria
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat
dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (FI ed.IV).
Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang
dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
4
tergliserinasi (70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air) harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350 C
Urethral Suppositoria (bacilla, bougies). Suppositoria untuk untuk saluran
urin juga disebut bougie, bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk
dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria
bergaris tengah 3 sampai 6 mm dengan panjang 140mm, walaupun ukuran ini
masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao
beratnya 4 g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya
dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 g, bila oleum cacao
sebagai basisnya.
5
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah (Lachman, Teory and
Practice of Industrial Pharmacy, 568-569) :
a) Asal dan komposisi kimia
b) Jarak lebur/leleh
c) Solid-Fat Index (SFI)
d) Bilangan hidroksil
e) Titik pemadatan
f) Bilangan penyabunan (saponifikasi)
g) Bilangan iodida
h) Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i) Bilangan asam
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut (Lachman,
teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575):
a) Bilangan asam < 0,2
b) Bilangan penyabunan 200 245
c) Bilangan iodine < 7
d) Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil.
Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990):
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari
oleum cacao, dan macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak
nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas.
6
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan
oleo distearin
Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit
redup, beraroma coklat
Melebur pada 30-36oC
Titik leleh : 31-34oC
Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut
dalam etanol panas, sedikit larut dalam etanol 95%
Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36oC menyebabkan
pembentukan kristal metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25oC
Bilangan iod 34 38
Bilangan asam 4
Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering
terhindar dari cahaya.
Bentuk polimorfisa
a. Bentuk melebur pada 24C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-
tiba sampai 0oC.
b. Bentuk diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-
23 0 C titik leburnya 28-31 oC
c. Bentuk stabil diperoleh dari bentuk , melebur pada 34-35 0C diikuti
dengan kontraksi volume
d. Bentuk melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan
oleum cacao suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang
didinginkan pada suhu yang sangat dingin. Pembentukan polimorfisa
ini tergantung dari derajat pemanasan, proses pendinginan dan keadaan
selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat dihindari dengan
cara :
Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah
pembentukan krsital non stabil.
Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnyaseeding).
7
b. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan
basis polietilenglikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan
dalam rektal sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis
ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan
oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air
karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppositoria
harus dibasahi terlebih dahulu dengan air.
Polietilenglikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik.Polietilen
glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000.
PEG yang umum digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350,
4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari
masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-
rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai
berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya
bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat
dicampur dalam berbagai perbandingan dengan cara melebur, dengan memakai
dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppositoria dengan konsistensi
dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan
memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak
perlu di kulkas dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan
tanpa kuatir suppositoria akan meleleh di tangan (hal yang umum terjadi pada
basis lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a) PEG 1000 96%, PEG 6000 4%
b) PEG 1000 75%, PEG 6000 25%
8
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu
tubuh, tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini
tidak perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam
pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran PEG yang mempunyai
titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari
basis begitu suppositoria dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan
dapat dilakukan di luar lemari es dan tidak rusak bila terkena udara panas.
suppositoria dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air untuk mencegah
rangsangan pada membran mukosa dan rasa menyengat, terutama pada kadar air
dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)
PEG Titik Leleh (C)
1000 37 40
1500 44 48
1540 40 48
4000 50 58
6000 55 63
Keuntungan basis PEG (Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174) :
1) Stabil dan inert
2) Polimer PEG tidak mudah terurai.
3) Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas sehingga
memungkinkan formula suppositoria dengan berbagai derajat kestabilan
panas dan laju disolusi yg berbeda
4) Tidak membantu pertumbuhan jamur
9
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sebagai basis suppositoria dan memberikan
keuntungan sebagai berikut (HOPE, hal 455) :
1) Titik lebur suppositoria dapat meningkat sehingga lebih tahan terhadap
suhu ruangan yang hangat.
2) Pelepasan obat tidak tergantung dari titik lelehnya.
3) Stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4) Sediaan suppositoria akan segera bercampur dengan cairan rektal.
c. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat
digunakan tanpa penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat
dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini dapat digunakan untuk memformulasi
obat yang larut air dan larut lemak.
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen
glikol dapat digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini
adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat.
Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi
dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang
lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat
terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena
dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan
molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.
Keuntungan :
1) Dapat disimpan pada suhu tinggi
2) Mudah penanganannya
3) Dapat bercampur dengan obat
4) Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
5) Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)
10
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana,
praktis dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya
dengan menggerus bahan pembawa / basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di
dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa suppositoria yang mengandung
zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong sesuai diameter
dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan
dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat
digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak
massa yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat
kompresi ini terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode
kompresi, dihasilkan suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama,
karena metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan
pembawa suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar
produksi dan digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak
coklat / oleum cacao. Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG
1450 heksametriol-1,2,6 6% dan 12% polietilen oksida 4000.
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk
pembuatan skala industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan.
Cara ini dapat dipakai untuk membuat suppositoria dengan hampir semua
pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 - 600 suppositoria. Pada
dasarnya langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan pembawa
dalam penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk
mencegah melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan
menjadi suppositoria, selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu
kamar, lalu pada lemari pendingin bersuhu 7-10 0C, lalu melepaskan suppositoria
dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari baja tahan
karat, aluminium, tembaga atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara
membujur. Pada waktu leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka
lagi saat akan mengeluarkan suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada
11
formulasinya, cetakan suppositoria mungkin memerlukan lubrikan sebelum
leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya suppositoria
dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran
mukosa seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil
maupun skala industri adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)
12
Suppositoria hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk
suppositoria basis lemak dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppositoria
basis larut air, kecuali dinyatakan lain.
(BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088)
3. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppositoria sebanyak 10, diambil secara acak.
Lalu tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppositoria yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman
bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila sediaan
mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot
sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode keseragaman
kandungan (BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
5. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppositoria lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu
per satu. Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang
85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang
dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-
125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari
6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan.
Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar
rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak
di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku
relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
13
6. Kerapuhan
Suppositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji
elastisitas. Suppositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik
pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari
lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg)
dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
14
BAB III
PRAFORMULASI
15
3.1.2. Glycerin
3.1.3. Propilenglikol
16
Nama Kimia : 1,2-Propandiol
Nama lain : maliragol
RM/BM : CH3CH(OH)CH2OH / 76,09
Kelarutan : Dapar bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan
kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak
essensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak
lemak
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis
tidak berbau; menyerap air pada udara lembab
Stabilitas : Stabil dibawah suhu normal dan tekanan;
Titik leleh : 126o-129o C
Kegunaan : sebagai basis
Incompatibilitas : inkom dengan zat pengoksida kuat, basa kuat
Penyimpanan : pada suhu ruangan (150-300 C); terhindar dari cahaya
DM : 80 mg
Titik leleh : PEG 1000 = 35-490 , PEG 6000 = <610
1. Tidak mempengaruhi lambung dan dapat melindungi zat aktif dari efek
enzimatik pada saluran pencernaan (Voight, 282).
2. Untuk memberikan efek lokal yang cepat dan segera (Ansel, 579).
3. Dalam bentuk sediaan suppositoria, obat yang tidak dapat ditoleransi
dengan mulut seperti metronidazole lebih baik karena tidak akan
menimbulkan mual atau muntah (scovilles, 3086).
4. Sediaan ovula (suppositoria vagina) bertujuan melawan infeksi yang
terjadi pada sekitar alat kelamin wanita dan untuk memperbaiki dan
mengembalikan keadaan normal mukosa vagina, hal ini sejalan dengan
metronidazole yang berkhasiat sebagai antibiotik (ansel, 596 ; IAI, 195).
17
3.3. Alasan Penambahan Zat Tambahan
3.3.1. Propilenglikol
Keuntungan penggunaan PEG yaitu tidak mengiritasi, dapat disimpan
diluar lemari es, tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, tetap kontak
dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh dan
bercampur dengan cairan visiologi vagina (Ansel, 377).
Polietilenglikol secara kimiawi stabil di udara dan dalam larutan, serta
tidak mendukung pertumbuhan mikroba dan tidak menjadi tengik (FI IV,
1193).
PEG tidak terhidrolisa atau terurai secara fisiologis, inert, dan tidak
membantu pertumbuhan jamur dan secara kimia lebih reaktif daripada
basis lemak (Lachman, 1179).
Pengunaan PEG 6000 dan PEG 1000, karena jenis PEG ini merupakan
jenis PEG yang umum dan sering digunakan dan dapat dicampur dengan
berbagai perbandingann untuk memperoleh basis suppositoria dengan
konsistensi dan karakteristik yang diinginkan (Ansel, 377).
Jenis PEG 1000 dan PEG 6000 merupakan kombinasi PEG yang sering
digunakan untuk pembuatan sistem dispersi padat (Pharmaceutical
Information, 5).
Kombinasi PEG dimaksudkan untuk mempertahankan suhu lebur sehingga
tidak cepat meleleh pada suhu kamar
PEG 6000 dan PEG 1000 memberikan pelepasan lambat untuk zat aktif
sehingga cocok untuk sediaan ovulae yang diharapkan kerjanya lama
bertahan pada tempat pemberian dengan dosis yang terkontrol.
3.3.2. Glycerin
Kategori fungsional gliserin yaitu dapat digunakan sebagai emolien dalam
formulasi untuk menjaga iritasi serta digunakan sebagai agen terapeutik
dalam berbagai aplikasi klinis (Rowe, 283).
Emolien adalah bahan-bahan yang digunakan untuk mencegah atau
mengurangi kekeringan, sebagai perlindungan bagi kulit dari sudut
biokimia kekeringan merupakan ukuran dari kandungan air kulit dan aksi
emolien merupakan fenomena yang berhubungan dengan konservasi air.
Emolien dibutuhkan dalam ovulae atau suppositoria vagina karena ovula
ini menggunakan PEG yang akan mengabsorbsi cairan fisiologi, sehingga
18
untuk memudahkan penggunaan ditambahkan emolien sebagai pelumas
untuk mencegah hidrasi kulit pada daerah vagina (Balsam, 1975).
19
BAB IV
FORMULASI
4.1. Formulasi
Rancangan Formula
Metronidazol 500 mg
PEG 1000 75%
PEG 6000 25%
Glycerin 2%
4.2.2. Bahan
a. Metronidazol
b. Glycerin
c. PEG 6000
d. PEG 1000
20
4.3. Perhitungan
Berat 1 Ovula = 3 gram
Penimbangan Bahan
BAHAN Fungsi
1 ovula 10 ovula
Metronidazol 500 mg 5 gram Antiinfeksi
PEG 1000 610 mg 6,1 gram Basis
PEG 6000 1830 mg 18,3 gram Basis
Glycerin 60 mg 600 mg Emolien
Keterangan
Metronidazol : 500 mg
Glycerin : 2% 3000 mg = 60 mg
Basis : 3000 mg (500 mg + 60 mg) = 2440 mg
PEG 1000 : 25% 2440 mg = 610 mg
PEG 6000 : 75% 2440 mg = 1830 mg
21
suppositoria membeku pada suhu kamar. Kontraksi tambahan dapat
melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan logam.
2. Penyiapan zat aktif
a. Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan
dapat menjamin distribusi yang merata dalam basis.
b. Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam
basis adalah 30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan suppositoria.
3. Pencampuran dan penuangan
a. Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau
dibasahkan dulu sebelum dimasukkan.
b. Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat
aktif yang homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan
penguraian zat aktif atau basis.
c. Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai
cetakan terpenuhi sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam
suppositoria. Cetakan dingin tidak digunakan karena menyebabkan fraktur.
Hindarkan gelembung udara terjerat dalam lelehan.
4. Pendinginan dan penyempurnaan
a. Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan
pendinginan tambahan di lemari es selama 30 menit.
5. Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :
Siapkan Bahan ; Metronidazol, PEG 1000, PEG 6000, Glycerin
Dimasukkan metronidazole digerus dalam lumpang sampai halus
Dilebur PEG 1000 diatas hot plate menggunakan cawan porselin, setelah
meleleh ditambahkan PEG 6000 sampai meleleh sempurna lalu di
tambahkan Glyserin kedalamnya aduk homogen.
Dimasukkan metronidazole ke dalam leburan kemudian diaduk hingga
homogen. Di aduk tetapi tidak terlalu kuat agar tidak terbentuk gelembung
Cetakan di isi sampai penuh (sedikit berlebih, untuk menghindari kontraksi
volume)
Didiamkan sampai suhu kamar
Dimasukkan ke lemari pendingin (8-10C) selama 10 menit
Dimasukkan dalam freezer.
22
BAB V
PEMBAHASAN
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat
atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut
dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau
gelatin tergliserinasi.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada
pelepasan zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak
tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang
larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilenglikol adalah bahan dasar yang
sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih
baik menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan
hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan
dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen
glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat
pelepasan.
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik,
kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal,
bakteri dan monilial. Tujuan pengunaan suppositoria adalah untuk
mendapatkan efek lokal yang langsung bereaksi pada tempat
pemberiannya. Contohnya pemberian suppositoria terhadap penderita
tumor Rahim. Nyeri adalah gejala umum yang dialami oleh penderita tumor
rahim. Masa tumor yang bertambah besar akan menekan saraf, tulang, dan organ
lain yang ada di sekitarnya sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri dapat juga
disebabkan oleh adanya metastatis, prosedur tindakan diagnostik dan komplikasi
terapi. Untuk menangani nyeri ini diperlukan obat antinyeri yang biasa disebut
dengan analgesik. Analgesik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi SSP
secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran. Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa
sakit.
23
Pemilihan sediaan dalam bentuk Suppositoria didasari bentuk sediaan
tersebut bisa langsung digunakan pada daerah tempat sakit tersebut, yaitu vagina.
Bentuk sediaan suppositoria ini memungkinkan absorbsi obat lebih cepat di bagian
yang sakit sehingga efek yang ditimbulkan pun akan cepat terasa, jika
dibandingkan penggunaan obat secara oral pada kasus tumor rahim ini.
Suppositoria ini dapat diserap secara lokal ataupun sistemik di daerah
vagina dengan konsentrasi yang diserap 65% (Martindale, 2009). Dimana dalam
rancangan formula zat aktif yang kami gunakan adalah metronidazole yang
diindikasikan untuk pengobatan lokal pada vulvovaginal candidiasis. Candidiasis
merupakan infeksi jamur dari genus candida, biasanya C. albians yang menyerang
kulit, mukosa mulut, saluran pernapasan, dan vagina. Candidiasis albians
(monilia) adalah jamur yang terdiri dari sel-sel oval seperti ragi dan sel-sel yang
memanjang sambung-menyambung hyphae dan disebut pseudomycelium.
Sedangkan vulvovaginal berhubungan dengan vulvo dan vaginal, yakni daerah
organ kelamin luar pada wanita. Jadi, vulvovaginal candidiasis adalah infeksi pada
alat kelamin luar wanita bergejala iritasi, keputihan, gatal-gatal dan rasa terbakar
(Dorland, 1998; Obat-obat penting, 2008).
Bahan dasar yang digunakan dalam suppositoria juga sangat berpengaruh
pada pelepasan zat terapeutik. Pada percobaan kali ini kami menggunakan basis
PEG 1000 dan PEG 6000 karena jika dilihat dari zat aktif yang digunakan,
metronidazol memiliki sifat sedikit larut dalam air dan diindikasikan untuk
pengobatan lokal pada vulvovaginal (Martindale, 2012). Sedangkan jika dilihat
dari basisnya, digunakan PEG 1000 dan PEG 6000 karena basis ini memiliki
penglepasan zat aktif yang lambat (Lachman, 2008). Tidak menggunakan
surfaktan karena sifat dari zat aktif yang sedikit larut air sudah tepat untuk
controlled released sehingga tidak diperlukan untuk menambah kelarutan
(Martindale, 548; Janssen, 2012).
Uji evaluasi dilakukan untuk mengetahui atau memeriksa kualitas dari
sediaan yang telah dibuat, untuk memastikan suppositoria memenuhi sifat fisiko
kimia dan telah layak untuk dipasarkan. Uji evaluasi yang dilakukan antara lain uji
keseragaman bobot dan uji penampilan umum disesuaikan dengan skala
laboratorium. Uji evaluasi selanjutnya yaitu uji keseragaman bentuk.
Dilakukannya uji keseragaman bentuk untuk mengetahui homogenitas dari
sediaan suppositoria yang telah kita buat (Voight, 1994). Untuk menguji
24
homogenitas dari sediaan ini, suppositoria dipotong memanjang dan diamati
secara visual bagian luar dan dalam dari masing-masing suppositoria.
Setelah uji evaluasi dilakukan, kemudian suppositoria mertonidazole
dimasukkan kedalam kemasan yang sesuai dan diberi etiket.
25
BAB VI
KESIMPULAN
1. Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.
2. Pemilihan sediaan dalam bentuk Suppositoria didasari bentuk sediaan tersebut
bisa langsung digunakan pada daerah tempat sakit.
3. Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan
zat terapetik.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L.,
Lieberman, H., A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri
III, UI-Press
27
28