1. Prostaglandin
Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukan bahwa
peningkatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai
penyebab terjadinya dismenorea. Atas dasar itu disimpulkan bahwa
(PG) yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan
hiperaktivitas miometrium. Jika (PG) dilepaskan dalam jumlah
berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea
timbul pula pengaruh umum lainya seperti diare, mual, muntah
(Sukarni & Wahyu, 2013).
2. Hormon Streroid Seks
Dismenorea primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya,
dismenorea hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh
progesteron. Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi
ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan
terbentuknya PGF-alfa dalam jumlah yang banyak. Estradiol lebih
tinggi pada wanita yang menderita dismenorea dibandingkan
wanita normal (Sukarni &Wahyu, 2013).
3. Sistem Saraf (Neurologik)
Uterus dipersyarafi oleh Sistem Saraf Otonom (SSO) yang terdiri dari
sistim saraf simpatis dan parasimpatis. Dismenorea ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan pengendalian sistem saraf otonom terhadap mio-
metrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh
saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium
uteri interneum menjadi hipertonik (Sukarni &Wahyu, 2013).
4. Vasopresin
Wanita dengan dismenorea primer teryata memiliki kadar vasopresin
yang sangat tinggi, dan berbeda bermakna dari wanita tanpa
dismenorea. Ini merupakan bahwa vasopressin dapat merupakan faktor
etiologi yang penting pada dismenorea primer (Sukarni & Wahyu, 2013).
5. Psikis
Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya
talamus dan korteks. Derajat penderita yang dialami akibat rangsang
nyeri tergantung pada latar belakang pendidkan penderita. Pada
dismenorea faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh,
nyeri dapat dibangkitkan dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan
psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dismenorea
hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan (Sukarni &Wahyu,
2013).
Tanda dan Gelaja Dismenorea Primer
• Gejala umum dismenorea primer adalah nyeri yang
terkonsentrasi pada abdomen bawah, region
umbilical atau region suprapubicd ari abdomen.
• Dismenorea primer juga sering dirasakan pada
abdomen kiri atau kanan.
• Nyeri ini dapat menjalar ke paha atau punggung bawah.
• Gejala lain yang menyertai berupa mual dan muntah,
diare, sakit kepala, pusing (Sukarni & Wahyu) dan pada
kasus berat nyeri menstruasi dapat menyebabkan
seseorang pingsan (Anurogo & Wulandari, 2011)
Pencegahan Dismenorea Primer
Menurut Anurogo & Wulandari (2011) langkah-langkah yang dilakukan
untuk mencegah dismenore (nyeri haid), yaitu :
• Hindari stres, sebisa mungkin hidup tenang dan bahagia;
• Memilih pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai,
memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna;
• Saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari makanan yang
cenderung asam dan pedas;
• Istirahat yang cukup;
• Tidur yang cukup, sesusai standar keperluan masing masing 6-8 jam
sehari sesuai dengan kebiasaan;
• Rajin minum susu dengan kalsium tinggi;
• Lakukan olahraga secara teratur setidaknya 30 menit tiap hari;
• Lakukan peregangan anti nyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid;
• Menjelang haid, cobalah merendam dengan menggunakan air hangat
yang diberi garam mandi dan beberapa tetes minyak esensial bunga
lavender atau sesuai selera masing-masing;
• Usahakan tidak mengkonsumsi obat anti nyeri;
• Selama masa nyeri jangan melakukan olahraga berat atau bekerja
berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan;
• Hindari mengomsumsi alkohol, rokok, kopi, maupun cokelat, karena
akan memicu bertambahnya kadar estrogen;
• Jangan makan segala sesuatu yang dingin secara berlebihan;
• Perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayur makanan berkadar
lemak rendah, konsumsi vitamin E, vitamin B6, dan minyak ikan
untuk mengurangi peradangan;
• Suhu panas merupakan ramuan tua yang perlu dicoba, seperti
menggunakan bantal pemanas, kompres handuk atau botol berisi air
panas di perut dan punggung bawah serta minum minuman yang
hangat;
• Terapi alternative;
• Pijatan dengan aroma terapi juga dapat mengurangi rasa tidak
nyaman;
• Mendengarkan musik, membaca buku atau menonton TV juga bisa
dapat membantu mengurangi rasa sakit
Manejemen Dismenorea Primer
• Kompres dengan botol panas (hangat) pada bagian yang
terasa kram (bisa di perut atau pinggang bagian
belakang);
• Mandi air hangat, boleh juga menggunakan aroma terapi
menenangkan diri;
• Mengonsumsi minuman hangat yang mengandung
kalsium tinggi;
• Menggosok-gosok perut atau pinggang yang sakit, ambil
posisi menungging sehingga rahim tergantung ke bawah.
Hal tersebut dalam membantu relaksasi;
• Obat-obatan yang digunakan harus berdasarkan
pengawasan dokter. Boleh minum analgesik (penghilang
rasa sakit), tetapi dosisnya tidak lebih dari tiga kali sehari
Terapi non farmakologi untuk
meringankan gelaja dismenorea, yaitu:
• Pengobatan dengan herbal seperti mengkonsumsi kunyit
asam pagi dan sore hari;
• Penggunaan suplemen minyak ikan, vitamin E;
• Relaksasi, penting untuk memberikan kesempatan bagi
tubuh memproduksi hormon yang penting untuk
mendapatkan haid tanpa rasa nyeri;
• Akupuntur, sebagian besar penanganan akulpuntur yang
ada di indonesia untuk menangani dismenorea
digabungkan dengan pengobatan medis;
• Hipnoterapi sangat efektif untuk mengatasi nyeri haid,
salah satunya adalah mengubah pola pikit dari negatif ke
positif.
Nyeri Haid/Dismenore Sekunder
• Nyeri haid sekunder disebabkan oleh kondisi
atau gangguan pada sistem reproduksi wanita.
• Nyeri ini biasanya terjadi lebih awal daripada
nyeri menstruasi biasa dan berlangsung lebih
lama
Penyebab nyeri haid biasanya
• kontraksi rahim menekan pembuluh darah yang mengelilingi rahim,
sehingga memutuskan suplai darah dan oksigen ke rahim.
• Ketiadaan oksigen menyebabkan jaringan rahim melepaskan
prostaglandin yang menciptakan rasa nyeri
1. Stres
• Stres adalah penyebab umum dari polimenorea serta kelainan menstruasi
lainnya pada wanita.
• Hal ini karena stres dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal dalam tubuh
2. Infeksi dan Penyakit Menular Seksual (PMS)
• Infeksi, termasuk klamidia dan gonore, juga dapat menyebabkan polimenorea.
• Selain mengalami gejala siklus menstruasi yang pendek, wanita dengan
klamidia juga mungkin akan mengalami sakit perut yang parah dan keputihan.
• Sementara gejala gonore lainnya adalah rasa gatal yang ekstrim di area vagina,
sensasi terbakar saat buang air kecil, dan keputihan.
• Kedua kondisi ini memang bisa diobati dengan antibiotik.
• Infeksi dan penyakit menular seksual harus didiagnosis dan diobati segera
karena jika tidak, infeksi tersebut dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan serius.
3. Endometriosis
• Endometritis adalah suatu kondisi di mana sel-sel yang
biasanya melapisi rahim ditemukan di area lain seperti
ovarium atau saluran tuba.
• Kondisi ini memiliki gejala sebagai berikut:
• Menstruasi yang berat dan nyeri
• Nyeri saat berhubungan badan
• Bercak di sela-sela menstruasi
• Kelainan siklus menstruasi
4. Menopause
• Menopause adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan waktu saat siklus menstruasi wanita
berhenti secara permanen.
• Ini biasanya terjadi pada wanita berusia akhir 40-an
atau awal 50-an.
• Menjelang masa ini (perimenopause), tubuh wanita
mengalami perubahan hormonal besar-besaran yang
dapat menyebabkan:
Depresi
Perubahan suasana hati
Hot flashes
Kelainan pada siklus menstruasi, seperti polimenorea
5) Penyebab Lainnya
Penyebab lain yang mendasari terjadinya
polimenorea, termasuk hiperaktivitas kelenjar
hipofisis anterior, yang menyebabkan:
Seringnya ovulasi
Gangguan psikologis
Malnutrisi
Radang panggul kronis
Diagnosis
Berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik, akan
memutuskan tes diagnosis yang diperlukan. Tes ini bisa
saja termasuk:
Tes kehamilan
Tes darah
USG Transvaginal
Histeroskopi
Pemeriksaan kadar hormon reproduksi, seperti
progesteron, LH, FSH, dan prolaktin
Penanganan
• Polimenorea bersifat sementara dan dapat disembuhkan. Polimenorea
yang berlangsung terus-menerus dapat menimbulkan gangguan
hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus-menerus. Hal ini
memicu terjadinya anemia.
• Selain itu, kondisi polimenorea dapat memicu terjadinya gangguan
kesuburan, karena adanya gangguan proses ovulasi. Tujuan terapi
polimenorea adalah untuk mengontrol perdarahan serta mencegah
terjadinya perdarahan berulang yang dapat menyebabkan komplikasi,
seperti anemia dan gangguan kesuburan.
• Terapi yang diberikan tergantung pada usia, resiko kesehatan, dan pilihan
kontrasepsi. Pada umumnya, terapi farmakologi kondisi polimenorea
meliputi terapi hormonal, seperti hormon estrogen dan hormonal
kombinasi (estrogen dan progesteron), serta tablet penambah darah untuk
mengoreksi kondisi anemia.
• Pemberian obat NSAIDs (nonsteroidal anti-inflammatory drugs), seperti
ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat, menunjukkan penurunan
kejadian perdarahan. Pemberian obat NSAIDs akan menurunkan level
prostaglandin yang tinggi pada pasien dengan kondisi perdarahan yang
lebih intens.
Oligomenorhe
• kondisi ketika seorang wanita jarang sekali mengalami
menstruasi, yakni jika siklus menstruasinya lebih dari
35–90 hari atau mendapat haid kurang dari 8–9 kali
dalam kurun waktu setahun
• Oligomenorea sering dialami remaja yang baru
memasuki pubertas dan wanita yang memasuki masa
menopause.
• Gangguan menstruasi ini merupakan dampak dari
aktivitas hormon yang sedang tidak stabil di masa-masa
tersebut
Penyebab oligomenorrhea, di antaranya:
1. Stres
• Stres bisa menyebabkan tubuh memproduksi hormon stres atau kortisol. Hormon ini akan
memengaruhi kemampuan tubuh dalam produksi kadar hormon yang memicu haid, yaitu
estrogen dan progesteron, hal itu bisa mengganggu siklus menstruasi dan mungkin
menyebabkan adanya perdarahan antarperiode menstruasi.
2. Mensturasi pertama
• Menstruasi pertama (menarche) juga bisa menyebabkan metrorrhagia. Ini karena saat
pertama kali mengalami menstruasi, kadar hormon di dalam tubuh wanita belum seimbang
sehingga wajar jika siklus haidnya belum lancar.
• Kondisi ini juga kerap mengakibatkan perdarahan di luar siklus haid. Perdarahan yang
muncul biasanya berupa flek darah yang warnanya bisa kecokelatan atau merah cerah.
• 3. Malnutrisi
• Wanita yang kurang gizi atau malnutrisi cenderung memiliki siklus menstruasi tidak teratur
dan mengalami perdarahan tidak normal di luar siklus haid. Penyebab metrorrhagia pada
kondisi malnutrisi adalah karena tubuh tidak memiliki cukup gizi dan hormon untuk
memproduksi sel telur (ovulasi) serta memicu menstruasi.
4. Kontrasepsi
• Penggunaan kontrasepsi, seperti pil KB yang mengandung kombinasi estrogen dan
progesteron dapat pula menyebabkan metrorrhagia. Penggunaan awal atau penghentian
kontrasepsi yang mengandung hormon bisa mengakibatkan perdarahan di luar menstruasi.
5. Menopause
• Saat memasuki masa menopause, wanita akan mengalami perubahan kadar hormon yang
memicu haid di dalam tubuhnya. Kondisi ini pada akhirnya dapat menyebabkan metrorrhagia.
• Gonore
• Sifilis
Jenis IMS yang disebabkan karena Virus
(P e n y a k it
• PRP ul)
n g P a n g g
Rada
n k e r s e rv iks
• Ka
K om p l ik a si
•
kehamilan
Kontak seksual
• Ketidaktahuan
• Tidak ada perlindungan seksual
• Aktif secara seksual pada usia muda
• Lapisan mukosa mulut rahim lebih rentan
• Perilaku mencari pengobatan yang buruk
• Remaja wanita berhubungan seksual dengan pria beda
usia jauh lebih tua
Cara penularan IMS
• Cairan darah
• Cairan vagina
• Cairan sperma
• ASI dan atau Proses menyusui
Antara ASI yang mengandung virus,
Dan atau proses menyusui karena ada luka
(lecet pada puting saat menyusui)
IMS tidak menular melalui
• Duduk di samping orang yang terkena IMS
• Menggunakan WC umum
• Bekerja terlalu keras
• Menggunakan kolam renang umum
• Memegang gagang pintu
• Salaman dan pelukan
• Melalui peralatan makanan
• Melalui bersin/ batuk
• Melalui keringat
Perempuan lebih rentan terkena IMS
Pengobatan: Antibiotik
Gonore
Tipe: Bakterial
Gonore
Menular pada Bayi
Herpes Genital (HSV-2)
• Tipe : Viral
• Cara penularan : kontak seksual antar kulit baik vaginal, anal
maupun oral
• Gejala :
▫ pada perempuan terdapat luka lecet disekitar kelamin, dinding liang
kemaluan dan anus.
▫ Pada laki-laki terdapat luka lecet dibatang maupun kepala penis atau
anus.
• Masa inkubasi: 1-26 hari atau 6-7 hari
• Pengobatan: obat antivirus (achiclovir)
• Akibat: peningkatan risiko terinfeksi HIV, kelahiran prematur pada
wanita hamil
• Pencegahan: tidak melakukan hubungan seks anal, vaginal maupun
oral dengan orang yang terinfeksi. Pemakaian kondom
Herpes Genital
Human Papilloma Virus (HPV)
• Tipe: Viral
• Cara penularan: hubungan seksual vaginal, oral, anal
• Gejala: tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai bunga kol
tumbuh pada atau didalam alat kelamin, anus dan tenggorokan
• Pengobatan: tidak ada pengobatan, kutil dapat dihilangkan
menggunakan operasi, laser
• Konsekuensi yang mungkin terjadi: HPV merupakan virus yang
dapat menyebabkan kutil kelamin. Beberapa strain berhubungan
dengan terjadinya kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis.
• Konsekuensi: pada bayi dapat menyebbakan timbulnya kutil pada
tenggorokan yang menyumbat jalan nafas sehingga harus di
keluarkan.
• Pencegahan: tidak melakukan seks
HPV
Sifilis
• Tipe: bakterial
• Cara penularan: hubungan seks vaginal, anal atau oral. Kontak dengan
bagian yang terinfeksi
• Gejala:
▫ TAHAP 1(sifilis primer): Terjadi 9-90 hari setelah terinfeksi, timbul luka yang tidak
nyeri dipenis
▫ TAHAP 2 (sifilis sekunder): terjadi beberapa bulan setelah tahap pertama, bercak
merah tidak gatal ditangan dan kaki, pembesaran kelenjar limfa, kutil disekitar alat
kelamin dan anus.
▫ TAHAP 3(sifilis laten): tidak ada keluhan namun infeksi menyerang oragn tubuh lain.
Diketahui hanya lewat pemeriksaan darah
▫ TAHAP 4 (sifilis tersier): timbul 5-50 tahun setelah sifilis sekunder. Kerusakan
menetap pada otak, pembuluh darah, jantung, serabut saraf dan sumsum tulang
belakang.
▫ TAHAP 5 (sifilis congenital): ibu hamil terkena sifili dan melahirkan anak
menyebabkan kelainan bentuk muka, kelainan tulang, kebutaan, ketulian,kelainan
bentuk gigi, kelainan kulit, lahir mati
• Pengobatan: penisilin, namun kerusakan orgamn tubuh tidak dapat
diperbaiki
• Konsekuensi: memperbesar resiko tertular HIV,
Sifilis
Trikomoniasis
• Tipe: disebabkan oleh protozoa Trichomonas Vaginalis
• Prevalensi: terjadi paling banyak pada perempuan muda dan aktif seksual,
diperkirakan 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.
• Cara penularan: kontak seksual, pemakaian baju penderita
• Gejala:
▫ Pada Perempuan terjadi keputihan, berbusa dan berwarna kehijauan, rasa
sakit saat buang air kecil dan saat berhubungan seksual, nyeri vagina, gatal
atau tidak ada gejala sama sekali.
▫ Laki-laki: terjadi radang saluran kencing, luka pada penis, namun pada
umumnya tanpa gejala.
• pengobatan: dapat disembuhkan dengan kombinasi obat
• Konsekuensi: pada ibu hamil menyebabkan ketuba pecah dini dan
kelahiran bayi prematur
• Pencegahan: tidak melakukan hubungan seksual, kondom dapat
mengurangi resiko tertular.
Trikomonas
Mitos-mitos seputar IMS
• Minum antibiotik sebelum berhubungan seks menurunkan risiko
terkena IMS
• Mencuci alat kelamin dengan sabun dapat menurunkan risiko
tertular IMS
• Pasangan yang menawan dan bersih pasti bebas IMS
• Pasangan usia muda tidak mungkin kena IMS
• IMS dapat dilihat langsung
• IMS bisa sembuh dengan minum alkohol
• IMS menular melalui pemakaian toilet umum
• Hubungan seks pada waktu tertentu
• Mencuci liang senggama dengan odol, betadine untuk cegah IMS
• Naik ke tempat tidur dari sisi tertentu
• Hubungan seks dengan perawan tidak akan terkena IMS
KEGANASAN PADA
SERVIK, UTERUS,
OVARIUM
• Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di
leher rahim.
• Umumnya, kanker serviks tidak menunjukkan gejala pada
tahap awal.
• Gejala baru muncul saat kanker sudah mulai menyebar.
• Dalam banyak kasus, kanker serviks terkait dengan infeksi
menular seksual.
• Penyebab utama lesi prakanker dan kanker serviks adalah
infeksi Human Papiloma Virus (HPV)
Jenis kanker serviks terbagi dua, yaitu:
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS).
• KSS adalah jenis kanker serviks yang paling sering
terjadi.
• KSS bermula pada sel skuamosa, yaitu sel yang
melapisi bagian luar leher rahim.
2. Adenokarsinoma.
• Jenis kanker serviks ini bermula pada sel kelenjar
pada saluran leher rahim.
Pada kasus yang jarang, kedua jenis kanker serviks di
atas dapat terjadi secara bersamaan
Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
1. Melakukan hubungan seksual diusia muda, yaitu
dibawah 18 tahun
2. Bergonta-ganti pasangan seksual
3. Melakukan hubungan seksual dengan pria yang
sering bergonta-ganti pasangan seksual
4. Merokok ataupun sebagai perokok pasif
5. Infeksi berulang pada jalan kelamin, salah satunya
karena kurang menjaga kebersihan alat kelamin
6. Memiliki riwayat keluarga dengan kanker
7. Adanya riwayat tes pap smear yang abnormal
sebelumnya.
Perjalanan penyakit Kanker SErviks
Tanda Gejala
• Perdarahan dari vagina di luar periode menstruasi,
setelah berhubungan seks, setelah pemeriksaan
panggul, atau setelah menopause
• Keputihan yang encer, berwarna kecokelatan,
bercampur darah, dan berbau busuk
• Nyeri panggul atau punggung yang tidak mereda
• Sakit ketika buang air kecil atau berhubungan seksual
• Terdapat darah pada urine
Stadium Kanker Serviks
1. Stadium 1
Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum
menyebar ke luar rahim. Terdapat kemungkinan kanker sudah
menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum
menyerang organ di sekitarnya. Ukuran kanker bervariasi,
bahkan bisa lebih dari 4 cm.
2. Stadium 2
Kanker sudah menyebar ke rahim, namun belum menyebar
hingga ke bagian bawah vagina atau dinding panggul. Terdapat
kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening
di sekitarnya, namun belum menyerang organ di sekitarnya.
Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.
3. Stadium 3
Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina, serta
menekan saluran kemih dan menyebabkan
hidronefrosis. Terdapat kemungkinan kanker sudah
menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya,
namun belum menyerang organ di sekitarnya.
4. Stadium 4
Kanker telah menyebar ke organ lain, seperti kandung
kemih, hati, paru-paru, usus, atau tulang.
KLASIFIKASI STADIUM
• 0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
• I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus
uterus dapat diabaikan)
• IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi
hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB.
• IA1 apabila invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya
dan 7,0 mm atau kurang pada ukuran secara horizontal.
• IA2 apabila invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidaklebih dari
5,0mm dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang.
• IB apabila lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau
secara mikroskopik lesi lebih besar dari IA2.
• IB1 apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter
terbesar 4,0 cm atau kurang.
• IB2 apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter
terbesar lebih dari 4,0 cm 5.
• II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul
atau mencapai 1/3 bawah vagina.
• IIA Tanpa invansi ke parametrium
• IIA1 apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter
terbesar 4,0 cm atau kurang.
• IIA2 apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter
terbesar lebih dari 4,0 cm.
• IIB Tumor dengan invansi ke parametrium
• III Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal.
• IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding
panggul
• IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal.
• IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau
meluas keluar panggul kecil (true pelvis).
• IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan
dari kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta,
paru, hati, atau tulang).
Penatalaksanaan
Metode Terapi Lesi Prakanker Serviks
• Krioterapi
• Elektrokauter
• Diatermi Elektrokoagulasi
• Laser
Tata Laksana Kanker Serviks Invasif
Stadium 0 / KIS (Karsinoma In Situ) Konisasi
(Cold knife conization):
1) Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat
pada yang masih memerlukan fertilitas;
2) Bila tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi;
3) Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi
total;
4) Bila hasil konisasi ternyata invasive, terapi
sesuai tata laksana kanker invasif.
Stadium IA1 (LVSI negatif)
1) Konisasi (Cold knife conization) bila free
margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
dipertahankan (Tingkat Evidens B).
2) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi
atau simple histerektomi.
3) Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan.
Stadium IA1 (LVSI positif)
1) Operasi trakelektomi radikal dan
limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan.
2) Bila operasi tidak dapat dilakukan karena
kontraindikasi medik dapat dilakukan
Brakhiterapi
Stadium IA2, IB1, IIA1
Pilihan:
1) Operatif Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
pelvik. (Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A).
• Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat
faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium,
batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion,
LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi
eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja. Apabila tepi
sayatan tidak bebas tumor/closed margin, maka radiasi
eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2) Non Operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) dan
Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren
dan brakiterapi).
INFERTILITAS
• Infertilitas adalah gangguan sistem
reproduksi yang menyebabkan kegagalan
untuk mencapai kehamilan klinis setelah 12
bulan atau lebih berhubungan intim secara
teratur tanpa menggunakan kontrasepsi
(WHO).
Ada 2 jenis infertilitas :
Wanita :
Terjadi kelainan sistem endokrin.
Hipomenore dan amenore.
Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan
masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi
genetik.
Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki
payudara yang tidak berkembang, dan gonatnya abnormal.
Wanita infertil dapat memiliki uterus.
Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang
akibat infeksi, adhesi, atau tumor.
Traktus reproduksi internal yang abnormal.
Pria
Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi);
Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu;
Riwayat infeksi genitorurinaria;
Hipertiroidisme dan hipotiroid;
Tumor hipofisis atau prolactinoma;
Disfungsi ereksi berat;
Ejakulasi retrograt;
Hypo / epispadia;
Mikropenis;
Andesensus testis (testis masih dalam perut / dalam liat paha;
Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas
sperma);
Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis);
Varikokel (varises pembuluh balik darah testis); dan
• Abnormalitas cairan semen.
Pemeriksaan Pasangan Infertil
Langkah pemeriksaan pasangan infertil dirancang dengan urutan
seperti di bawah ini :
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik umum untuk pasangan infertil meliputi
pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan pernapasan.
Juga dilakukan foto toraks pada kedua pihak
3) Pemeriksaan Laboratorium
• Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin
(darah, urine lengkap, fungsi hepar dan ginjal, gula darah).
• Pemeriksaan laboratorium khusus terhadap suami meliputi
pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini
diperlukan syarat yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3-
5 hari, ditampung dalam gelas, modifikasi dengan bersenggama
memakai kondom yang telah dicuci bersih, dan bahan yang
ditampung harus mencapai laboratorium dalam waktu ½ sampai
1 jam, pemeriksaan setelah ejakulasi dalam waktu 2 jam di
laboratorium. Jumlah spermatozoa diharapkan minimal
20juta/ml.
• Pemeriksaan sperma untuk mengetahui jumlah, volume,
viskositas, bau, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair
kembali.
4) Pemeriksaan Terhadap Ovulasi
• Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan
telur).
• Tindakan ini dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan
dalam tidak dijumpai kelainan alat kelamin wanita.
• Untuk membuktikan terjadi ovulasi (pelepasan telur), dilakukan
pemeriksaan suhu basal badan.
• Progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum dapat meningkatkan
suhu basal badan, yang diukur segera setelah bangun tidur. Dengan
terjadinya ovulasi, suhu basal badan rendah atau meningkat menjadi
bifasik.
• Waktu perubahan tersebut dianggap terjadi ovulasi, sehingga harus
dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seks dengan kemungkinan
hamil yang besar.
5) Pemeriksaan Terhadap Saluran Telur
• Saluran telur (tuba fallopi) mempunyai fungsi
yang sangat vital dalam proses kehamilan
yaitu tempat saluran spermatozoa dan ovum,
tempat terjadinya konsepsi (pertemuan sel
telur dan spermatozoa), tempat tumbuh dan
berkembangnya hasil konsepsi, tempat
saluran hasil konsepsi menuju rahim untuk
dapat bernidasi (menanamkan diri).
Pemeriksaan Khusus meliputi:
1) Histeroskopi
• Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat
optik ke dalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut
saluran telur dalam rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan
dalam rahim), lapisan dalam rahim (situasi umum lapisan dalam rahim
karena pengaruh hormon, polip atau mioma dalam rahim) dan
keterangan lain yang diperlukan.
2) Laparoskopi
• Pemeriksaan laparoskopi adalah pemeriksaan dengan memasukkan alat
optik ke dalam ruang abdomen (perut), untuk mendapatkan keterangan
tentang keadaan indung telur yang meliputi ukuran dan situasi
permukaannya, adanya graaf folikel, korpus luteum atau korpus albikans,
abnormalitas bentuk, keadaan tuba fallopi (yang meliputi kelainan
anatomi atau terdapat perlekatan); keadaan peritoneum rahim, dan
sekitarnya (kemungkinan endometritis dan bekas infeksi). Pengambilan
cairan pada peritoneum untuk pemeriksaan sitologi pewarnaan dan
pembiakan.
3) Ultrasonografi
• Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting
pada pasangan infertil terutama ultrasonografi
vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran
yang lebih jelas tentang anatomi alat kelamin
bagian dalam, mengikuti tumbuh kembang folikel
de graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi
(pengambilan) telur (ovum) pada folikel
graaf untuk pembiakan bayi tabung.
• Ultrasonografi vaginal dilakukan pada sekitar
waktu ovulasi dan didahului dengan pemberian
pengobatan dengan klimofen sitrat atau obat
perangsang indung telur lainnya.
4) Uji pasca-senggama
• Pemeriksaan uji pasca-senggama dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan tembus spermatozoa dalam
lendir serviks.
• Pasangan dianjurkan melakukan hubungan seks di rumah
dan setelah 2 jam datang ke rumah sakit untuk
pemeriksaan.
• Lendir serviks diambil dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan jumlah spermatozoa yang dijumpai dalam
lendir tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan sekitar
perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12, 13, dan 14,
dengan perhitungan menstruasi hari pertama dianggap
ke-1. Namun hasilnya masih belum mendapat
kesepakatan para ahli.
5) Pemeriksaan Hormonal
• Setelah semua pemeriksaan dilakukan, apabila belum dapat
dipastikan penyebab infertilitas dapat dilakukan
pemeriksaan hormonal untuk mengetahui hubungan aksis
hipotalamus, hipofise, dan ovarium.
• Hormon yang diperiksa adalah gonadotropin (Folicle
Stimulation Hormon (FSH) dan Hormon Luteinisasi (LH)) dan
hormon (esterogen, progesteron, dan prolaktin).
• Pemeriksaan hormonal ini dapat menetapkan kemungkinan
infertilitas dari kegagalannya melepaskan telur (ovulasi).
• Semua pemeriksaan harus selesai dalam waktu 3 siklus
menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat dilakukan.
• Oleh karena itu pasangan infertilitas diharapkan mengikuti
rancangan pemeriksaan sehingga kepastian penyebabnya
dapat ditegakkan sebagai titik awal pengobatan selanjutnya
Penatalaksanaan
Wanita
Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan waktu
yang tepat untuk coital;
Pemberian terapi obat, seperti :
Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi
hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh.
Terapi penggantian hormon.
Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal.
Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan
infeksi dini yang adekuat.
GIFT (Gemete Intrafallopian Transfer);
Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas;
Bedah plastik misalnya penyatuan uterus bikonuate;
Pengangkatan tumor atau fibroid; dan
Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi.
Pria
Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat;
Agen antimikroba;
Testosterone enantat dan testosteron spionat untuk stimulasi kejantanan;
HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme;
FSH dan HCG untuk meningkatkan spermatogenesis (produksi sperma);
Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau
hipotalamus;
Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik;
Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma;
Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan
ketat; dan
• Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida
Fibrio adenoma
Fibroadenoma