Tanggal diterima
Nilai
Oleh :
NPM : 1415021065
Kelompok : 10
LABORATORIUM MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Adapun tujuan dai melakukan praktikum pengujian impak ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban
impak seperti kekuatan, keuletan atau kegetasan dan ketangguhan bahan.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan
keuletan suatu material.
3. Untuk memahami pengujian impak dengan metode charpy.
4. Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat
perpatahan berdasarkan patahan melalui pengujian impak.
5. Mengerti tentang grafik hasil pengujian impak.
4
A. Dasar Teori
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji mengalami deformasi atau patahan. Pada proses
tumbukan, dapat dihitung kerja tumbukan yang diterima W, yakni kerja
karena perubahan bentuk dari benda uji sampai mencapai munculnya
kepatahan. Kekuatan tumbukan dimana,
W
WS = ..........................................................(2.1)
A
Keterangan:
A = Penampang patah
W = Kerja tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan kerja.
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel
standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan
batang uji Izzod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
1. Metoda Charpy
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10
mm) dengan panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V
dengan sudut 45 o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum
diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji.
6
a. Kelebihan :
1) Hasil pengujian lebih akurat.
2) Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
3) Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
4) Harga alat lebih murah.
5) Waktu pengujian lebih singkat.
b. Kekurangan :
1) Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2) Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3) Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4) Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam
perancangan karena level tegangan yang diberikan tidak rata.
2. Metoda Izzod
Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang
digunakan. Benda uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar
atau lingkaran dan bertakik v didekat ujung yang dijepit. Pada pengujian
7
a. Kelebihan
1) Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan
spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu
ujungnya.
2) Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.
b. Kerugian :
1) Biaya pengujian yang lebih mahal.
2) Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga
hasil yang diperoleh kurang baik.
3) Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar.
4) Hasil perpatahan yang kurang baik.
5) Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya
yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap
pengujian.
6) Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10.000 ton.
8
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus
takik.
Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu beban
yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk
konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis
konvensional sampai dengan sistem digital yang lebih maju. Dalam
pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan
diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar deformasi
yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan laju
regangan beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada
baja dan besi. Pengujian impact dipergunakan untuk menentukan kualitas
bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2
mm banyak dipakai. Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan
pada gambar dibawah ini. (Ismail, 2012)
W1 = G h1 (kg m)............................................(2.2)
W1 = G (1 - cos ) (kg m).................................(2.3)
Keterangan :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :
W2 = G h2 (kg m)
W2 = G (1 - cos ) (kg m)...................................(2.4)
Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi akhir pendulum
10
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat
diketahui melalui rumus sebagai berikut :
W = W1 - W2 (kg m)
W = G (cos - cos ) (kg m)...............................(2.5)
Keterangan :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum
cos = sudut posisi akhir pendulum
karena energi yang diserap penyangga tidak terlalu besar sehingga tidak
banyak mempengaruhi harga impak. Praktikum ini menggunakan spesimen
Charpy dengan takikan V. Selain harga impak, pengujian ini juga dapat
menentukan nilai temperatur transisi. Temperatur transisi adalah jangkauan
temperatur dimana suatu material mengalami perubahan jenis patahan dari
ulet menjadi getas. Temperatur transisi ditentukan dengan banyak cara.
Pertama FATT (Fracture Appearance Transition Temperature), yaitu
temperatur dimana permukaan patahan 50% getas dan 50% ulet. Kedua
memperhatikan nilai FTP (Fracture Transiton Plastic) dan NDT (Nil Ductile
Temperature). FTP adalah temperatur dimana suatu patahan dari ulet
sempurna menjadi getas. Sedang NDT adalah temperatur saat tidak ada lagi
deformasi plastis lagi yang terjadi sehingga suatu material langsung
mengalami patah getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan NDT inilah
yang disebut dengan temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini adalah
menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang diserap
oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban
memiliki enegi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi kinetik
mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan
spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis
materialnya, apakah patah getas atau patah ulet. Dengan membuat variasi
perubahan temperatur, maka dilihat bentuk patahan dan energi yang diserap
oleh spesimen, lalu dibuat suatu kurva yang menghubungkan antara
temperatur dan energi yang diserapnya. Selain mendapat kurva energi yang
diserap-temperatur, dari praktikum ini juga bisa mendapat Harga Impak.
Harga Impak (HI) didapat dengan rumus :
E
HI = .......................................................(2.6)
A
Keterangan :
HI = harga impak ( joule/mm2 )
E = energi impak ( joule )
A = luas penampang ( mm2 )
12
D. Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik
maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh
(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur
transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan
transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur
yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda
maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau
getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada
temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada
dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving
force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang
berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi
pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi
vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan
energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga
pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat
13
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang
relatif lebih rendah. (Zuchry, 2012)
2. Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang
diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan
berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya
deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan
patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain
itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan,
jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada
material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon
rendah. Ciri-cirinya seperti:
a. Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksia.
b. Tempo terjadinya patah lebih lama.
c. Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.
15
F. Ketangguhan Bahan
1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material,
karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-
masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang
dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan
kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang
16
2. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil
yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun
sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah
patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin
tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya,
dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas
tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
Suatu material dapat bertahan dari energi tekan dikarenakan energi tekan
tidak melebihi energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk
material yang di beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan
bila energi tarik atau tekan dihilang kan benda tersebut akan kembali ke
bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik, pada
saat material yang kita uji ditarik maka aka ada perubahan panjang pada
material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila
gaya tarik dihilangkan. Sedangkan pada deformasi plastis material yang
sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk
tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik dihilangkan.
Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang
namanya batas luluh (yield strength), untuk deformasi elastis itu berada
dibawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis berada/melewati batas
luluh suatu material, dimana untuk setiap material memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana yield
strength (SMYS) adalah 52.000 psi yang artinya karakter elastis pada
material tersebut adalah < 52.000 psi sedangkan plastisnya > 52.000 psi.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada
perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang.
18
Secara sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah
atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka
pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik. Untuk deformasi plastis
struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya
ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru
(biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi
plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang
menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik
itu dibatasi oleh garis proporsional antara tegangan san tegangan, nah ujung
dari titik proporsional ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari
daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak akan kembali kebentuk
semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah
elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih
didaerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan
oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi, sehingga menghambat
pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik,
dislokasi sudah memotong batas butir. (Anrinal, 2013)
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Furnace
2. Spesimen
3. Impact Tester
4. Senter
5. Pinset Penjepit
6. Box
B. Prosedur Praktikum
B. Pembahasan
I
50
m
p
0
a
32 0 850
k
Temperatur
Material A memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu
sebesar 32 oc, serta menghasilkan energi impak 224 J, harga impak yang
terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,407 J/mm2. Material B
memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 0 oc.
serta menghasilkan energi impak 197 J, harga impak yang terjadi diperoleh
melalui perhitungan sebesar 0,358 J/mm2. Material C memiliki luas
penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 850 oc, serta
menghasilkan energi impak 139 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui
perhitungan sebesar 0,252 J/mm2.
Melalui data yang diperoleh diatas dapat kita amati pengaruh daripada suhu
spesimen terhadap harga impak. Pada spesimen A, dengan suhu yang sama
dengan suhu ruangan, harga impak yang diperoleh cukup besar, dan
merupakan harga impak terbesar dibanding dua spesimen lainnya. Melalui
gambar sebelum dan sesudah pengujian dibawah, dapat diamati patahan yang
terjadi berupa patahan getas. Dapat disimpulkan pada suhu ruang logam
spesimen yang digunakan bersifat getas.
25
Dari pengujian uji impak yang telah dilakukan maka didapat jenis atau
klasifikasi patahan, jenis patahan yang didapat pada pengujian impak kali ini
adalah patahan getas dan patahan ulet. Namun pada percobaan impak ini
sebaiknya dilakukan pengukuran takikan pada spesimen dengan mikroskop
untuk mengetahui pengaruh ukuran takikan terhadap harga impak. Kemudian
setelah melakukan pengujian sebaiknya dilakukan pengukuran menggunakan
mikroskop sehingga dapat diamati perbedaan ukuran patahan dari masing-
masing spesimen.
28
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA