Anda di halaman 1dari 18

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan berbagai macam alat yang
digunakan unruk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, dimana alat tersebut
memiliki bentuk, fungsi, serta bahan yang berbeda-beda satu sama lain. Sehingga
sebuah alat pasti memiliki karakteristik tersendiri yang mana karakteristik tersebut
memberikan sebuah pembeda antara satu alat dengan alat yang lain meskipun
kedua alat tersebut memiliki banyak kesamaan.
Pada masa ini teknologi beserta ilmu pengetahuan berkembang begitu
pesatnya hingga kehidupan manusia menjadi sangat bergantung terhadap adanya
ilmu pengatahuan dan teknologi. Hasil dari berkembangnya suatu Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi adalah adanya berbagai macam alat yang dapat
membantu beban kerja seseorang dalam melakukan kegiatannya, hal tersebut
sangat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sekarang ini. setiap alat
yang diciptakan memiliki sebuah sifat mekanik sutu material yang menyusunnya .
Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan
material menentukan fungsinya ketika digunakan. Tingkat kegetasan material
terpengaruh oleh beberapa hal, seperti beban kejut, tekikan, suhu dan lain-lain.
Untuk mengetahui keuletan daripada suatu material perlu dilakukan suatu
pengujian bahan. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keuletan material
adalah pengujian impak. Pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau
spesimen dari suatu jenis material. Pengujian impak dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu dengan metode charpy dan metode izzod. Metode charpy banyak
dilakukan di Amerika Serikat, sedangkan metode izzod banyak dilakukan di
Eropa. Dengan mengetahui sifat suatu material melalui pengujian, maka dapat
meminimalisir resiko kegagalan fungsi dari produk yang diciptakan dari material
tersebut. Keuletan material dapat diketahui apabila terjadi perpatahan. Ada dua
golongan patahan yaitu patah getas dan patah ulet. Untuk itulah praktikum kali ini
sangat penting untuk mengetahui keuletan suatu Bahan Uji pada Praktikum ini.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat kita rumuskan permasalahan yang
terjadi, diantaranya adalah :
a. Bagaimana prosedur pengujian pengujian Impak yang baik dan benar ?
b. Bagaimana besaran-besaran sifat mekanik yang diperoleh dari uji Impak ?
c. Bagaimana fenomena yang terjadi pada uji Impak ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Dari pelaksanaan praktikum ini, mempunyai beberapa tujuan serta
manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini diantaranya sebagai berikut:
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui prosedur uji impak yang baik dan benar.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui besaran-besaran dari sifat mekanik yang
diperoleh dari uji impak
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui fenomena yang terjadi dalam uji impak

1.3.2 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan praktikum adalah:
a. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur uji impak yang baik dan benar
b. Mahasiswa dapat mengetahui besaran-besaran dari sifat mekanik yang
diperoleh dari uji impak
c. Mahasiswa dapat mengetahui fenomena yang terjadi dalam uji impak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori Uji Impak

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun


kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak.
Pengujian impak menggunakan batang spesimen bertakik yang sudah
distandarisasi. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan
untuk menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan pengujian
impak dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik.
(Anrinal, 2013).

Gambar 2.1 Ilustrasi pengujian Impak

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial


dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi atau
patahan. Pada proses tumbukan, dapat dihitung kerja tumbukan yang
diterima (W), yakni kerja karena perubahan bentuk dari benda uji sampai
mencapai munculnya kepatahan. Kekuatan tumbukan dimana, Dasar
pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda
uji sehingga benda uji mengalami deformasi atau patahan. Pada proses
tumbukan, dapat dihitung kerja tumbukan yang diterima (W), yakni kerja

3
4

karena perubahan bentuk dari benda uji sampai mencapai


munculnya kepatahan. Kekuatan tumbukan dimana,
w
w s= ..................................(2.1)
A
Keterangan :
A = Penampang Patah
W = Usaha Tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan uji
Sifat material yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk
menyebabkan patahan dinamakan ketangguhan dan tergantung pada tipe
pembebanan. Walaupun demikian, tingkat dimana energi diserap dengan
nyata dapat mempengaruhi sifat material dan ukuran ketangguhan yang
berbeda mungkin didapat dari beban Impak.

2.2 Metode Pengujian Impak


Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan
sampel standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat
dan batang uji Izzod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
a. Metode Charpy
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10
mm) dengan panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V
dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.
Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum
diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji.

Gambar 2.2 Peletakan spesimen metode charpy


5

Selain itu terdapat pula kelebihan serta kekurangan metode Charpy yaitu
sebagai berikut :
1) Kelebihan :
a) Hasil pengujian lebih akurat.
b) Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
c) Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
d) Harga alat lebih murah.
e) Waktu pengujian lebih singkat.
2) Kekurangan :
a) Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
b) Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
c) Pengujian hanya dapat dilakukan pada spesimen yang kecil saja.
b. Metode Izzod
Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang
digunakan. Benda uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar
atau lingkaran dan bertakik v didekat ujung yang dijepit. Pada pengujian
impak cara izzod, pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari
penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.

Gambar 2.3 Peletakan spesimen metode izzod


6

Metode Izzod juga memiliki kekurangan serta kelebihan, yaitu sebagai


berikut :
1) Kelebihan :
a) Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan
spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu
sisinya.
b) Dapat menggunakan spesimen yang ukurannya lebih besar.
2) Kekurangan :
a) Biaya pengujian yang lebih mahal.
b) Pembebanan yang hanya dilakukan pada salah satu ujungnya saja,
sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.
c) Proses pengerjaan pengujian yang lebih sulit.
d) Hasil patahan yang kurang baik.
e) Waktu yang digunakan cukup banyak, karena prosedur pengujiannya
yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja hingga tahap
pengujian
f) Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10.000 ton

Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch
khusus takik.

2.3 Mesin Uji Impak

Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga


impak suatu beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji
tersebut. tipe dan bentuk konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam,
yaitu mulai dari jenis konvensional sampai dengan sistem digital yang
lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi
yang tinggi kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan
semakin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang
memungkinkan peningkatan laju regangan beberapa kali lipat. Patah getas
7

menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian impact


dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan
berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.
Berikut adalah contoh Mesin uji impact charpy yang biasa digunakan
dalam uji impak

Gambar 2.4 Mesin uji impak metode charpy

Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1


dilepaskan,maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada
ketinggian h2 yang juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana
pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik, skala akan
menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter (kg.m) pada saat
pendulum mencapai kedudukan 4 [Gambar 2.5]. Apabila batang uji
dipasang pada kedudukannya dan pendulum dilepaskan, maka pendulum
akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum akan mengayun
sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan pendulum
waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai patah
dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
W 1=G× h1 ( kgm)

W 1=G× λ(1−cos α )(kg m) .........................(2.2)


Keterangan :
8

W1 = usaha yang dilakukan (kg m)


G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
Λ = jarak lengan pengayun (m)
Cos λ = sudut posisi awal pendulum

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui


melalui rumus sebagai berikut :
W 2 =G× h2 (kg . m)

W 2 =G× λ(1−cos β)( kg . m) ............................(2.3)

Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
Cos β = sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji


dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :

W =W 1−W 2(kg . m)

W =G× λ(cos β−cos λ)( kg . m) ......................................(2.4)

Keterangan :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
9

Cos λ = sudut posisi awal pendulum


Cos β = sudut posisi akhir pendulum

Gambar 2.5 Prinsip dasar


mesin uji impak

Pengujian yang dilakukan dengan metode Charpy akan


menghasilkan harga impak yang lebih valid dibandingkan bila dilakukan
dengan metode Izod, karena energi yang diserap penyangga tidak terlalu
besar sehingga tidak banyak mempengaruhi harga impak. Praktikum ini
menggunakan spesimen Charpy dengan takikan V. Selain harga impak,
pengujian ini juga dapat menentukan nilai temperatur transisi. Temperatur
transisi adalah jangkauan temperatur dimana suatu material mengalami
perubahan jenis patahan dari ulet menjadi getas. Temperatur transisi
ditentukan dengan banyak cara. Pertama FATT (Fracture Appearance
Transition Temperature), yaitu temperatur dimana permukaan patahan
50% getas dan 50% ulet. Kedua memperhatikan nilai FTP (Fracture
Transiton Plastic) dan NDT (Nil Ductile Temperature). FTP adalah
temperatur dimana suatu patahan dari ulet sempurna menjadi getas.
10

Sedang NDT adalah temperatur saat tidak ada lagi deformasi


plastis lagi yang terjadi sehingga suatu material langsung mengalami patah
getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan NDT inilah yang disebut
dengan temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini adalah
menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang
diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu,
beban memiliki enegi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen
energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan
menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu
tergantung pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet.
Dengan membuat variasi perubahan temperatur, maka dilihat bentuk
patahan dan energi yang diserap oleh spesimen, lalu dibuat suatu kurva
yang menghubungkan antara temperatur dan energi yang diserapnya.
Selain mendapat kurva energi yang diserap-temperatur, dari praktikum ini
juga bisa mendapat Harga Impak. Harga Impak (HI) didapat dengan rumus
:

E
HI = ...................................................(2.5)
A
Keterangan :
HI = harga impak ( joule/mm2 )
E = energi impak ( joule )
A = luas penampang ( mm2 )

2.4 Perpatahan Impak


Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil
uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme


pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile).
Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang
menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
11

2) Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme


pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh
(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3) Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah
temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang
menunjukkan transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji
pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur
yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi
material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah
material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan
dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana
pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan
dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah
bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan
partikel atom bahan).
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang
(obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi
kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan
dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar
untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol
derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan
dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat mudah dan benda
uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih
rendah.
12

Gambar 2.6 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak material

2.5 Perpatahan getas dan perpatahan ulet


1) Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan
secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu
dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah
getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa
disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur
martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi
sehingga sangat kuat namun rapuh. Ciri-ciri daro patah getas ialah sebai
berikut :
a) Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat  dan  memantulkan 
cahaya.
b) Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu
sehingga tidak tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.
c) Tempo terjadinya patah lebih cepat.
d) Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e) Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan
multiaksial.
2) Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang
diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan
berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya
deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan
13

patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu
komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi
bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material
berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah.
Ciri-ciri dari patah ulet adalah sebagai berikut :
a) Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksia.
b) Tempo terjadinya patah lebih lama.
c) Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.
d) Permukaan  patahannya  terdapat  garis-garis  benang  serabut 
(fibrosa),  berserat, menyerap cahaya, dan penampilannya buram.

2.6 Ketangguhan Bahan


Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk
menyerap energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban
tumbukan atau kejutan. Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara
satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih
tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi ketangguhan bahan adalah sebagai berikut :
1) Bentuk Takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena
adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing
takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya
berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan kategori
masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh
suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi
beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a) Takikan Segitiga,
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah.
Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada
satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
b) Takikan Segiempat,
14

Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan
terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
c) Takikan Setengah-Lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusi tegangan
tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.
2) Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil
yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun
sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah
patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
3) Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin
tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya,
dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas
tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
4) Transisi Ulet Rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur
yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji
yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya
5) Efek Komposisi Ukuran Butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya.
Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh
sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.
6) Perlakuan Panas dan Perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati
besar-besar butir  benda uji dan untuk menghaluskan butir.
7) Pengerasan Bahan Kerja dan Pengerjaan Radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis
yang kecil pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh
dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada
temperatur rendah.
15

2.7 Deformasi Plastis dan Elastis


Suatu material dapat bertahan dari energi tekan dikarenakan energi  tekan
tidak melebihi energi material itu.  Deformasi elastis adalah perubahan bentuk
material yang di beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila
energi tarik atau tekan dihilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk
semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik, pada saat material
yang kita uji ditarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu tetapi
material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik dihilangkan. 
Sedangkan pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik hingga
mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk
semula setelah gaya tarik dihilangkan. Seperti diperlihatkan dalam grafik
tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength), untuk
deformasi elastis itu berada dibawah batas luluh sedangkan untuk deformasi
plastis berada/melewati batas luluh suatu material, dimana untuk setiap material
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X
52 di mana yield strength (SMYS) adalah 52.000 psi yang artinya karakter elastis
pada material tersebut adalah < 52.000 psi sedangkan plastisnya > 52.000 psi.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada
perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara
sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe
yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan
berusaha melawan Fe yang kita tarik.  Untuk deformasi plastis struktur mikro
sudah berubah.  Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara Fe,
kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir
menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan).
Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan
struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis proporsional antara
tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsional ini disebut sebagai yield
point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak
akan kembali   kebentuk semula.  Alasannya karena sudah terjadi perubahan,
16

sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini
disebabkan ketika masih didaerah elastis, logam dapat menahan beban yg
diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi,
sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah
memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir.
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan


a. Furnace
b. Spesimen
c. Mesin Impact Tester
d. Ragum
e. Gergaji Besi
f. Penggaris
g. Kikir

3.2 Cara kerja


3.2.1 Pengukuran dan perlakuan panas
a. Ukur panjang dan lebar Spesimen sesuai dengan ketentuan.
b. Tandai bagian-bagian spesimen Spesimen yang akan dipotong
c. Longgarkan japitan ragum, kemudian masukan spesimen ke dalam ragum,
dan japit kembali dengan ragum sampai kencang.
d. Potong Spesimen menjadi 2 buah, dimana yang satu spesimen mendapat
perlakuan panas dan yang satu lagi tanpa perlakuan panas.
e. Pada bagian tengah spesimen potong kembali hingga tersisa 2 mm dari
ketebalan awal spesimen.
f. Kikir spesimen pada bagian ujung-ujung sampai permukaannya rata dan
halus.
g. Pada spesimen dengan perlakuan panas, masukan spesimen tersebut
kedalam mesin Furnace, dan panaskan hingga suhunya mencapai 900°C
selama ± 2 jam.
h. Setelah dipanaskan Spesimaen tersebut langsung didinginkan dengan air
dengan cara mencelupkannya kedalam ember berisi air kurang lebih selama
15 menit.

17
18

3.2.2 Pengukuran nilai Harga Impact


a. Setelah selesai didinginkan kedua buah spesimen langsung dilakukan uji
impak dengan menggunakan Mesin Impact Tester.
b. Hitung panjang dan lebar spesimen dengan jangka sorong.
c. Masukan Spesimen kedalam tatakan Spesimen yang ada di Mesin uji impak
dan sesuaikan bagian Spesimen yang tersisa dengan bagian pemotong
Bahan pada bagian bandul.
d. Kemudian angkat bandul sampai sudut 90° dari posisi awal, yang
diperlihatkan pada indikator sudut di Impact Tester
e. Kunci bandul dengan pengunci agar tidak jatuh.
f. Pastikan kembali Spesimen benar-benar berada pada posisi yang sesuai.
g. Lepaskan pengunci, dan bandul akan menghantam spesimen.
h. Setelah spesimen terpental keluar dari mesin, segera injak Rem pada Mesin
uji Impak untuk menghentikan ayunan bandulnya.
i. Lihat dan catat sudut yang dihasilkan pada bagian indikator sudutnya.

Anda mungkin juga menyukai