Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK

UJI BENDING

Oleh:
Adinda Fitri Lestari
121170029

Asisten Praktikum:
Adhiaksa Prakoso (119170049)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MANUFAKTUR DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2022
s
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan dunia industri terutama yang berhubungan dengan
masalah pemilihan bahan dan penggunaannya, maka dalam proses
produksinya banyak hal atau kriteria yang harus dipenuhi agar material
tersebut dapat digunakan dalam dunia industri. Untuk penggunaan sebagai
bahab industri sifat-sifat khas dari material logam harus diketahui, sebab
logam tersebut akan digunakan untuk berbagai macam keperluan dan
berbagai macam keadaan. Sifat logam tersebut meliputi sifat mekaniknya,
sifat-sifat termal, sifat kimia, kemampuan di mesin, kemampuan kekerasan
dan lai n-lain. Sebagian material yang ada bukan hanya mengalami beban
tarik atau tekan saja, namun kombinasi dari keduanya. Kombinasi dari beban
tekan dan tarik merupakan beban bending (tekukan). Beban jenis ini terdiri
dari direct stress, transverse shear, serta torsional shear. Pengujian untuk
beban bending akan mendapatkan kekuatan lentur dan kekakuan dari
material tersebut.

Uji bending dan modulus elastisitas pada suatu material dilakukan dengan
menggunakan beban dimana tegangan utamanya dalam bentuk lentur. Nilai
modulus elastisitas pada uji bending. Hal itu disebabkan karena modulus
elastisitas pada uji tarik atau uji tekan berada pada satu arah, yaitu arah tarik
atau tekan. Sedangkan pada uji bending, modulus elastisitasnya berada pada
dua arah, yaitu tarik dan tekan. Uji lengkung dilakukan untuk mengatur
kekuatan material akibat pembebanan, atau untuk mengetahui kemampuan
bahan menerima beban tegangan tanpa
menyebabkan deformasi.(Oktarina&Idriyanti, 2020)

Melalui uji bending ini, kita dapat melihat perilaku material yang
mengalami jenis pembebanan tersebut. Standar pengujian lentur untuk
material logam yang berbentuk pelat mengacu pada ASTM E Pengujian
bending dilakukan khusus untuk material yang getas, karena material getas
tidak cocok digunakan untuk uji tarik. Bentuk spesimen uji tarik terlalu
rentan untuk material getas. Selain itu, grip pada uji tarik dapat membuat
material getas patah terlebih dahulu. Oleh karena itu pengujian bending ini
perlu dilakukan. Contoh nyata dari benda yang mengalami bending sendiri
yaitu jembatan penyebrangan, meja, kursi, chassis mobil, excavator, dan
lain-lain.

1.1 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini ialah :
a Menentukan modulus elastisitas material.
b Mengetahui kekuatan flexural material dengan metode 3 point.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengujian Bending


Pengujian bending adalah pengujian pada benda untuk mengetahui kekuatan
dan ketahanan suatu material terhadap deformasi elastis. Modulus elastisitas
(E) adalah harga kekuatan suatu material pada daerah elastis. Material yang
lentur (tidak kaku) adalah material yang dapat mengalami regangan bila
diberi tegangan atau beban tertentu.

Pengujian bending merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang
diletakanterhadap spesimen bahan. Baik bahan yang digunakan pada
kontraksi atau komponen yang menirima pembebanan terhadap suatu bahan
pada satu titik tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.
Pengujian, uji bending juga dapat memberikan informasi mengenai modulus
elastisitas material. kekuatan lentur dan kekerasan dilakukan dengan
pemberian beban pada material sehingga secara bersamaan mulai
terbentuk tegangan tarik, tekan, dan geser. Beban tersebut akan maksimum
pada permukaan spesimen, serta bernilai nol pada neutral axis-nya (Arifn,
2020).

Gambar 2.1 Pembebanan dalam pengujian bending


Sumber: http://tinsy.me/2RnMaE 
Momen bending sebagai beban internal tersebut akan menjadi nilai tegangan
maksimum pada permukaan atau pada permukaan terjauh dari sumbu
netralnya. Sebenarnya pada pembebanan uji ini spesimen mengalami dua
jenis pembebanan internal yaitu pembebanan tegangan normal dan tegangan
geser. Pengaruh dari pembebanan ini pada tegangan normal adalah adanya
perbedaan tegangan pada penampang bawah dan atas dari sumbu netral.
Modulus elastisitas adalah kemampuan material untuk mengalami deformasi
elastis. Deformasi elastis adalah suatu keadaan saat material diberikan
pembebanan akan mengalami perubahan dimensi tetapi masih dapat kembali
seperti semula ketika pembebanan dihentikan

Pengujian lengkung beban ialah pengujian lengkung yang bertujuan untuk


mengetahui aspek-aspek kemampuan bahan uji dalam dalam menerima
pembebanan lengkung yakni :
a. Kekuatan atau tegangan lengkung (σ)
b. Lenturan atau defleksi (δ) sudut yang terbentuk oleh lenturan atau
sudut defleksi
c. Elastisitas (E)

Untuk melakukan uji bending ada faktor dan aspek yang harus
dipertimbangkan dan dimengerti yaitu :
a. Tekanan (p)
Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan luasan
benda yang dikenai gaya. Besarnya tekanan yang terjadi dipengaruhi
oleh dimensi benda yang di uji. Dimensi mempengaruhi tekanan yang
terjadi karena semakin besar dimensi benda uji yang digunakan maka
semakin besar pula gaya yang terjadi. Selain itu alat penekan juga
mempengaruhi besarnya tekanan yang terjadi. Alat penekan yang
digunakan menggunakan sistem hidrolik. Hal lain yang mempengaruhi
besar tekanan adalah luas penampang dari torak yang digunakan. Maka
daya pompa harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan, dan motor
harus bias melebihi daya pompa, perhitungan tekanan :
P
= F……………………………………………(1)
A
Keterangan :

P = tekanan (Kgf/ 𝑐𝑚2)


F = gaya atau beban (kgf)
A = luas penampang (𝑚2)
b. Benda Uji
Benda uji adalah suatu benda yang di uji kekuatan lengkungnya dengan
menggunakan alat uji bending. Jenis material benda uji yang digunakan
sebagai benda uji sangatlah berpengaruh dalam pengujian bending.
Karena tiap jenis material memiliki kekuatan lengkung yang berbeda-
beda, yang nantinya berpengaruh terhadap hasil uji bending itu sendiri.

2.2 Metode Uji Bending


Pengujian kekuatan bending dapat dilakukan dengan metode three point
bending atau metode four point bending menurut kondisi dari benda uji yang
dipergunakan.

Perbedaan dari kedua cara pengujian ini hanya terletak dari bentuk dan
jumlah Point yang digunakan. Three point bending menggunakan dua point
pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan satu point pada
bagian atas yang berfungsi sebagai penekan. Sedangkan four point bending
menggunakandua point pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan
dan dua point pada bagian atas yang berfungsi sebagai penekan. Selain itu
juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari cara pengujian
three point dan four point.

a. Metode Three Point Bending


Three point bending adalah pengujian yang menggunakan 2 tumpuan dan
1 penekan. Spesimen uji dikenai beban satu titik tepat dibagian tengah
spesimen uji (½ L). Pembebanan harus tepat berada pada ½ L, agar
mendapatkan momen maksimum pada pengujian. Standar yang digunakan
adalah ASTM D790-02.Berikut ini adalah ilustrasi dari pengujian
kekuatan bending dengan metode Three Point Bending ( Wijaya, 2019)

Gambar 2.2 Pengujian bending Three Point


Sumber: http://tinsy.me/iUzkrg

Uji bending tiga titik memberikan nilai modulus elastisitas pada tekukan,
tegangan lentur, regangan lentur dan respon tegangan-regangan lentur
material. Pengujian ini dilakukan pada mesin uji universal dengan
perlengkapan lengkung tiga titik atau empat titik. Keuntungan utama uji
lentur tiga titik adalah kemudahan persiapan dan pengujian spesimen.
Namun, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu hasil dari
metode pengujian sensitif terhadap spesimen dan geometri
pembebanan dan laju regangan.

Akibat Pengujian bending, bagian atas spesimen mengalami tekanan,


sedangkan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Bila tidak
mampu Menerima beban, spesimen tersebut akan patah, hal tersebut
mengakibatkan kegagalan pada pengujian komposit. Kekuatan lentur pada
sisi bagian atas sama nilai dengan kekuatan lentur pada sisi bagian bawah.
Sehingga Fluxura Strength dapat dirumuskan Sebagai berikut :

3 FL
σ= 2 ………………………………………………(2)
2b h

600 s h
εf = 2
% …………………………………………...(3)
L
σf
E= …………………………………………………(4)
εf

Keterangan :
𝜎 : Flexural stress (MPa)
F : Force /Load (N)
L : Panjang Span / Support span (mm)
b : Lebar/ Width (mm)
h : Tebal / Depth (mm)
ε f : Flexural strain (%)
S : Defleksi (mm)

b. Metode Four Point Bending


Uji Bending empat titik memberikan nilai modulus elastisitas dalam
pembengkokan, tegangan lentur, regangan lentur dan respons tegangan
regangan lentur material. Tes ini sangat mirip dengan tes lentur tekuk tiga
titik. Perbedaan utama adalah bahwa dengan penambahan bantalan
keempat, bagian balok antara dua titik pembebanan berada di bawah
tegangan maksimum, dibandingkan dengan hanya bahan yang tepat di
bawah bantalan pusat dalam kasus pembengkokan tiga titik.

Pada four point bending, benda kerja dikenai beban pada dua titik, yaitu
1 2
pada L dan L. Pembebanan menggunakan four point bending lebih
3 3
baik dari pada menggunakan three point bending ini dikarenakan adanya
rentang pada spesimen yang menyebabkan tegangan geser = 0. Ilustrasi
pengujian dapat dilihat di gambar berikut :
Gambar 2.3 Metode Four Point Bending
Sumber: http://tinsy.me/VKApBX
Besar kekuatan bending tergantung pada jenis material dan pembebanan.
Akibat pengujian bending, bagian atas spesimen mengalami tekanan,
sedangkan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Dalam material
komposit kekuatan tekannya lebih tinggi dari pada kekuatan tariknya.
Karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima, spesimen
tersebut akan patah, hal tersebut mengakibatkan kegagalan pada pengujian
komposit. Kekuatan bending pada sisi bagian atas sama nilai dengan
kekuatan bending pada sisi bagian bawah.

Perbedaan ini sangat penting ketika mempelajari bahan rapuh, di mana


jumlah dan tingkat keparahan cacat yang terkena tegangan maksimum
secara langsung berkaitan dengan kekuatan lentur dan inisiasi retak.
Dibandingkan dengan uji lentur tekuk tiga titik, tidak ada gaya geser pada
uji lentur tekuk empat titik di area antara dua pin pembebanan. Oleh
karena itu, uji tekuk empat titik sangat cocok untuk material rapuh yang
tida dapat menahan tegangan geser dengan baik.

1. Transversal Bending
Pada transversal bending, saat mengambil benda uji penting agar benda
uji tegak lurus terhadap arah pengelasan. Menurut arah pembebanan
dan posisi pengamatan, uji transversal bending dibagi menjadi tiga
jenis:
a) Face Bend
Face Bend yaitu jika bending dilakukan mengakibatkan
Permukaan las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami
tegangan tekan (gambar 2.4). Pengamatan dilakukan pada permukaan
las yang mengalami tegangan tarik. Apakah mengalami retak atau tidak.
Jika mengalami retak di manakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ
Metode Four Point Bending
Uji Bending empat titik memberikan nilai modulus elastisitas dalam
pembengkokan, tegangan lentur, regangan lentur dan respons tegangan
regangan lentur material. Tes ini sangat mirip dengan tes lentur tekuk
tiga titik. Perbedaan utama adalah bahwa dengan penambahan bantalan
keempat, bagian balok antara dua titik pembebanan berada di bawah
tegangan maksimum, dibandingkan dengan hanya bahan yang tepat di
bawah bantalan pusat dalam kasus pembengkokan tiga titik.

Gambar 2.4 Face Bend pada transversal Bending


Sumber: http://tinsy.me/Brd66q 

b) Root Bend
Root Bend yaitu jika bending dilakukan mengakibatkan akar las
mengalami tegangan tarikdan dasar las mengalami tegangan tekan
(gambar 2.5). Pengamatan dilakukan pada akar lasyang mengalami
tegangan tarik, apakah mengalami retak atau tidak. Jika mengalami
retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau di fusion
line (garis perbatasan WM dan HAZ)

Gambar 2.5 Root Bend pada transversal Bending


Sumber: http://tinsy.me/7Mh7uP

c. Side Bend
Side Bend jika bending dilakukan mengakibatkan sisi las (gambar
2.6). Pengujian ini dilakukan jika ketebalan material yang di
las lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi
las tersebut, apakah mengalami retak atau tidak. Jika mengalami
retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion
line (garis perbatasan WM dan HAZ)

Gambar 2.6 Side Bend pada transversal Bending


Sumber: http://tinsy.me/6TT2s7 

2. Longitudinal Bending
Pada pengujian jenis ini, spesimen diambil searah dengan arah
pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan.
Pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :
a) Face Bend
Face Bend jika bending dilakukan mengakibatkan permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan
(gambar 2.7). Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang
mengalami tegangan tarik, apakah mengalami retak atau tidak. Jika
mengalami retak di manakah letaknya, apakah di weld metal,
HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Gambar 2.7 Face Bend pada longitudinal Bending
Sumber: http://tinsy.me/Z6tFAA 

b) Root Bend
Root Bend jika bending dilakukan mengakibatkan akar las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan
Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik,
apakah mengalami retak atau tidak. Jika mengalami retak di
manakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion line
(garis perbatasan WM dan HAZ)

Gambar 2.8 Root Band pada longitudinal Bending


Suumber: http://tinsy.me/XLKyDj

2.3 Tegangan Geser


Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau menyinggung
permukaan. Tegangan geser yang bekerja pada permukaan positif suatu
elemen adalah positif apabila bekerja dalam arah positif dari salah satu
sumbu-sumbu positif dan negatif apabila bekerja dalam arah negatif dari
sumbu-sumbu. Tegangan geser yang bekerja pada permukaan negatif suatu
elemen adalah positif apabila bekerja dalam arah negatif sumbu dan negatif
apabila bekerja dalam arah positif. Tegangan geser merupakan tegangan yang
bekerja sejajar atau menyinggung permukaan. Tegangan geser yang bekerja
pada permukaan positif suatu elemen.

Gambar 2.4 Tegangan Geser


Sumber: http://tinsy.me/chhpNH 

2.4 Regangan
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam
kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut regangan.
Regangan juga disebut derajat deformasi. Kata regangan berhubungan dengan
perubahan relatif dalam dimensi atau bentuk suatu benda yang mendapat
tekanan.

2.5 Komposit
Komposit adalah penggabungan dari dua atau lebih material ke dalam satu
unit struktur yang mempunyai sifat-sifat yang tidak dapat dipenuhi apabila
material-material tersebut masih berdiri sendiri atau sebelum digabung.
Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut:
a. Memperbaiki sifat mekanik atau sifat spesifik tertentu.
b. Mempermudah desain yang sulit pada manufaktur.
c. Keleluasan dalam bentuk atau desain yang dapat menghemat biaya.
d. Menjadikan bahan lebih ringan.

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau
material lain yang memiliki sifat mekanik yang berbeda dari material
penyusunnya, dimana salah satu material digunakan sebagai pengisi (Matrix)
dan material lainnya. Komposit biasanya terdiri dari dua bahan dasar, yaitu
serat dan matriks. Serat biasanya fleksibel dan memiliki kekuatan tarik yang
sangat baik, tetapi tidak dapat digunakan pada suhu tinggi, tetapi matriks
biasanya ulet, lunak, elastis dan mengikat ketika mencapai titik beku. Dengan
menggabungkan kedua bahan ini dengan sifat yang berbeda, diperoleh bahan
baru (bahan komposit) dengan sifat yang berbeda dari partikel penyusunnya
(Gibson, 1994).

Istilah komposit dalam pengertian material berarti komposit yang tersusun


dari dua atau lebih material yang berbeda atau bercampur secara
makroskopis. Composite berasal dari kata kerja “to compose”, yang berarti
menyusun atau menggabung, komposit dapat didefinisikan sebagai kombinasi
dari dua atau lebih material yang berbeda. Secara umum ada dua jenis
komposit, yaitu penguat dan matriks. Bahan penguat biasanya serat sebagai
bahan penguat dan pengisi, sedangkan matriks adalah bahan yang digunakan
untuk merekatkan serat. Serat yang digunakan dalam komposit dapat terdiri
dari kaca, alami atau karbon. Matriks yang digunakan biasanya terdiri dari
bahan polimer yang mudah ditempa. Faktor-faktor yang memengaruhi
performa komposit sebagai berikut :

a. Faktor Serat
Serat merupakan pengisi matriks yang digunakan untuk memperbaiki
sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, dan juga diharapkan
sebagai bahan penguat matriks komposit untuk menahan gaya-gaya yang
terkait.
b. Letak Serat
Dalam pembuatan komposit, penempatan dan orientasi serat dalam
matriks menentukan kekuatan mekanik komposit dan posisi serta
orientasi dapat mempengaruhi kinerja komposit. Dalam orientasi
campuran dan serat, terdapat beberapa keuntungan. Jika orientasi serat
lebih acak, sifat mekanik melemah dalam satu arah, dan sebagai arah
masing-masing serat mengembang, begitu juga kekuatan ke segala arah.
Kemudian kekuatannya meningkat.
c. Panjang Serat
Serat campuran komposit memiliki dua kegunaan: serat pendek dan serat
panjang. Serat panjang lebih kuat dari serat pendek. Panjang serat dan
diameter serat sering disebut sebagai aspek rasio. Semakin tinggi aspek
rasio, semakin tinggi kekuatan tarik serat komposit. Serat panjang
(continuous fibres) lebih efisien untuk peletakan dibandingkan serat
pendek. Namun, serat pendek lebih mudah diletakkan daripada serat
panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses komposit
serat. Secara umum, serat panjang lebih mudah ditangani daripada serat
pendek.
d. Bentuk Serat
Bentuk serat yang digunakan untuk membuat komposit tidak
berpengaruh nyata, tetapi diameter serat yang berpengaruh. Secara
umum, semakin kecil diameter serat, semakin tinggi kekuatan ikatannya.
Selain bentuknya, kandungan serat juga berpengaruh.
e. Faktor Matrik
Matriks komposit bertindak sebagai bahan pengikat serat untuk
membentuk unit struktural, melindunginya dari kerusakan eksternal,
mentransmisikan atau mentransfer beban eksternal pada bidang geser
antara serat, dan menghubungkan matriks satu sama lain. Produksi
komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat
dan matriks.
f. Faktor ikatan fiber-matrik
Ikatan antara serat dan matriks dipengaruhi oleh rongga seperti celah
serat atau bentuk serat yang tidak sempurna yang mencegah matriks
mengisi rongga dalam cetakan. Ketika komposit dibebani, area tegangan
bergerak ke area kosong, mengurangi kekuatan komposit.
g. Katalis
Katalis ini digunakan dalam komposit untuk mempercepat pengeringan
resin dan serat. Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah resin menjadi
plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampur. Semakin banyak
katalis yang ditambahkan, semakin cepat proses cuting. Namun, terlalu
banyak katalis dapat membentuk bahan rapuh atau membakar resin.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Universal Testing Machine Zwick Roell All Round Z250SR (250 kN)

Gambar 3.1 Universal Testing Machine Zwick Roell All Round Z250SR
[modul rekayasa material]

b. Triplek

Gambar 3.2 2 Buah Triplek

c. Jangka Sorong
Gambar 3.3 Jangka Sorong

3.2 Prosedur Praktikum

Adapun prosedur praktikum uji tarik ini sebagai berikut :


a. Memastikan grounding listrik dibawah 1 volt dan menghidupkan saklar
MCB 2 unit pada panel.
b. Memastikan kunci sudah terpasang pada power pack dan mesin UTM.
c. Memutar switch on pada test control II, memastikan lampu berwarna
kuning.
d. Menghidupkan PC (tanda PC dengan UTM connect adalah lampu pada
test control II) berwarna hijau dan muncul tanda 2 segitiga hijau pada
PC.
e. Kemudian membuka aplikasi TextXpert III atau dapat membuka file
yang sudah pernah dibuat (lihat gambar 3.2 untuk tampilan aplikasi).

Gambar 3.4 Tampilan Aplikasi TextXpert II


Sumber: modul rekayasa material

f. Memastikan kunci pada test control II posisi set up dan kunci pada power
pack on
g. Menekan tombol on pada test control II
h. Memilih menu set up system setting berisi flow chart. Atur dan sesuaikan
sesuai garis pada gambar.

Gambar 3.5 Tampilan menu SET UP TESTING SYSTEM


[modul reakaysa material]

i. Setelah memilih, langkah selanjutnya adalah memasang sampel. Atur


crosshead menggunakan remote crosshead (pastikan jarak cross head
atas dan bawah sesuai dengan gage length spesimen). Untuk melihat jarak
sesuai dengan aktual lihat gambar 3.4 tekan icon A.
j. Memasang bagian atas dahulu, untuk mencekam material menggunakan
remote power pack, pastikan tekanan disesuaikan dengan spesimen (Bar),
kemudian baru tekan grip bawah. Pastikan grip sebelah kanan atas dan
bawah rata dan sejajar.
k. Perlu diperhatikan dalam pemasangan ini posisi spesimen harus tegak
lurus untuk menghindari spesimen lepas atau slip.
l. Pada saat penekanan spesimen, menekan tombol sambil tidak berbunyi
lagi.
m. Menu configure fest berisi tentang flow chart:
1. Start position
berisi tentang pengaturan Grip to grip separation at the start position
untuk mengukur jarak antar grip dengan tekan icon A. Speed, start
position untuk mengatur kecepatan awal pada saat penyesuain posisi.
Gambar 3.6 tampilan pada Start Position
Sumber: modul rekayasa material
2. Pre-Load
digunakan untuk mengatur kekuatan awal sebelum pengujian, atau
angka minimal yang ter-record pada aplikasi.
3. Spesimen Data
Input spesimen untuk memberikan identitas seperti spesimen ID, type,
part no, removal dan note. Spesimen shape for cross- section
calculation untuk menentukan bentuk dari spesimen seperti bar, plat
dan lain-lain. Kemudian menu diameter (diameter spesimen) dan test
length (panjang gage length).

Gambar 3.7 Tampilan Pada Spesimen Data


Sumber: modul rekayasa material

4. Test
Pada menu ini kita dapat mengatur kecepatan masing-masing pada saat
modulus young, yield point atau kita dapat mengatur kecepatan konstan
pengujian tarik.
Gambar 3.8 Tampilan pada menu test
Sumber: modul rekayasa material

5. End of test
Force shutdown threshold merupakan ambang batas untuk
mematikanpaksa %Fmax

Gambar 3.9 tampilan menu End of test.


Sumber: modul rekayasa material

6. Result
Menu untuk menampilkan data apa saja yang akan diambil.

Gambar 3.10 Menu tampilan result


Sumber: modul rekayasa material

7. Break investigation
Berisi Number of capture for break detection yakni seberapa banyak
titik yang akan di deteksi, force transition, negatif elogation step dan
positif elogation step.
8. Action after the test
Input after the test digunakan untuk memberikan optical assesment,
detail about break, findings dan comment. Set the start position
after the test digunakan untuk mengembalikan posisi grip ke semula,
catatan menu ini hanya digunakan pada saat uji tekan, karna pada saat
uji tarik sampel yang telah mengalami pertambahan panjang
(deformasi) dapat terbentur. Kemudian untuk menu spesimen load
removal untuk menghilangkan beban setelah pengujian.

Gambar 3.11 tampilan menu Action after the test


Sumber: modul rekayasa material

9. Measurement value storage


Travel save interval up to break, time to save interval dan force save
interval digunakan untuk mengukur pada saat interval preset.
10. Control parameters.
11. Parameter for the report.
Gambar 3.12 tampilan menu untuk Report
Sumber: modul rekayasa material

12. Report
13. Export interfaces

Gambar 3.13 tampilan data apa saja yang didapat


Sumber: modul rekayasa material

N. Run test

Gambar 3.14 Tampilan hasil pengujian tarik


Sumber: modul rekayasa material

O. Untuk memulai pengujian, putar kunci pada TestControl II dari set


up ke test, kemudian tekan start, setelah spesimen patah tekan stop.
P. export test data untuk mengambil data hasil pengujian.
Q. Setelah pengujian selesai melepaskan spesimen, close aplikasi (lampu
berubah dari hijau ke kuning), mematikan komputer (lampu berubah
dari kuning ke putih).
R. Mematikan power pack dan memutar saklar di test control II ke off
S. Menurunkan 2 unit MCB kemudian membersikan, merapihkan dan
mengembalikan alat dan bahan yang telah digunakan. Pastikan isi log
book penggunaan alat.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data


a. Spesifikasi data yang diambil selama praktikum
Tabel 4.1 Spesifikasi Mesin

Spesifikasi Mesin
Mesin ; Universal Testing Machine
Merk/Type ; Zwick Roell
Serial ; Z250SR
Number
Beban ; 250 kN
Skala
Penuh

Test Speed ;- mm/min


Grip to ; 70 mm
Grip

Material ; Triplek Bentuk ;Pelat Spesifikasi


Uji

b. Spesimen Uji
Gambar 4.1 spesimen uji sebelum patah
Gambar 4.2 Spesimen Uji setelah patah

4.2 Pengolahan Data Spesimen 1


a. Pehitungan
1. Fluxural Stress
3 FL 3 × 80,288× 70
σ flexural= 2
= 2
=65.048 MPa
2bh 2 ×14,4 ×3
1. Fluxural Strain
σf 600 ×13 ×3
εf = 2
%= %=5,71289 %
L 642
2. Modulus Elastisitas
65,048
E= =11,38618
5,71289
3. Kurva Force vs Defleksi

Gambar 4.3 Kurva Force terhadap Defleksi


1. Kurva Stress vs Strain

Gambar 4.4 Kurva Stress terhadap Strain

4.3 Pengolahan Data Spesimen 2


a. Perhitungan
1. Fluxural Stress
3 FL 3 × 88,692× 70
σ flexural= = =71.856 MPa
2 b h2 2× 14,4 ×3 2
1. Fluxural Strain
σf 600 ×10,061 ×3
εf = 2
%= 2
%=4,42133 %
L 64
2. Modulus Elastisitas
71,856
E= =16,25212
4,42133

3. Kurva Force vs Defleksi


Gambar 4.5 Kurva Force terhadap Defleksi

Gambar 4.6 Grafik Stress terhadap Strain


BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis
Kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima
suatu benda akibat dari pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang
besar atau kegagalan. Besar kekuatan bending tergantung pada jenis spesimen
dan pembebanan yang diberikan. Pada praktikum yang telah dilakukan, bahan
yang kita gunakan untuk melakukan pengujian adalah Polyatic Acid (PLA).
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan kita dapat mengetahui
bahwasanya spesimen yang kita uji bersifat getas, yang berarti spesimen
tersebut mudah patah. Dan ini terjadi karena adanya deformasi plastis pada
saat pengujian.

Gambar 5.1 spesimen patah

Patahan yang terjadi tepat berada ditengah karena adanya beban yang
diberikan saat pengujian. Pada specimen uji satu patahan lebih terlihat jelas
sedangkan pada uji tarik 2 tidak terlihat. Dapat diartikan bahwa specimen 2
lebih kuat atau lebih ulet sedangkan specimen 1 lebih getas darpada
spesimeen 1 lebih getas daripada spesimen 2. Dan titik patah sesuai tepat
pada titik pengujian bending.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil praktikum yag telah dilakukan didapatkan dua buah
grafik yaitu force dengan defleksi dan grafik flexural stress vs flexural
strain . Pada praktikum ini kita juga melapukan data nilai flexural stress dan
flexural strain serta nilai modulus elastisitas. Nilai flexural stress diperoleh
data sebesar 54,53142Mpa. Nilai flexural strain diperoleh sebesar 2,777824.
Nilai modulus elastisitas diperoleh sebesar 19,63098 MPa.

Gambar 5.2 kurva flexural stress vs strain

Pada grafik force dengan defleksi , specimen memiliki sifat getas sehingga
specimen tersebut tidak mengalami deformasi plastis. Spesimen tersebut
langsung patah disebabkan adanya gaya tekan dari alat uji bending tersebut.

Gambar 5.3 kurva force vs deflection


Dalam praktikum kali ini diperoleh hasil perbandingan 2 spesimen yaitu spesimen
2 lebih kuat atau ulet. Sedangkan spesimen 1 lebih getas dikarenakan flexural
stress terhadap flexural strain pada spesimen 1 lebih kecil daripada spesimen 2
yaitu sebesar 5,71289%, sedangkan flexural stress pada strain pada spesimen 2
yaitu sebesar 4,42133%
BAB VI
SARAN DAN KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum material modul mengujian bending, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
a. Pengujian bending digunakan untuk mengetahui kekuatan ketahanan
suatu material terhadap deformasi elastis
b. Nilai modulus elastisitas pada specimen satu yaitu sebesar 11,38618
Mpa
c. Nilai modulus elastisitas pada specimen 2 adalah sebesar 16,25212 Mpa
d. Kesalahan nilai pengujian bending dengan metode three point
bending dapat terjadi ketika momen maksimumnya berada pada
satu titik yang tidak tepat
e. Jangkauan deformasi elastis terjadi dengan cukup panjang hal ini
dikarenakan material yang digunakan berbahan plastic yang memiliki
sifat elastis
f. Hasil dari uji bending ini dapat dilihat bahwa specimen ke 2 adalah
specimen yang paling kuat dibandingkan dengan specimen 1, karena
specimen 1 mengalami bengkok atau melengkung sedangkan specimen 2
tidak mengalami bengkok atau melengkung.

6.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan pada praktikum kal ini adalah sebagai berikut :
a. Sebelum melakukan praktikum disarankan praktikan untuk membaca
dan memahami modul praktikum
b. Praktikan dan asisten praktikum disarankan lebih aktif dan komunikatif
lagi
c. Penggunaan specimen uji yang lebih bervariasi
d. Menambah atau melengkapi kelengkapan alat dan juga bahan yang
digunakan dalam praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, T. G. (2019). PENGARUH ANYAMAN SERAT GONI DENGAN


MATRIK EPOXY TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN IMPACT.
SEMARANG: TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG.
Oktarina, K., & Indriyanti, Y. (2020). Analisis pengaruh kuat arus terhadap uji
bending pada pengelasan plat kapal tanker dengan gap 2 mm sesuai
dengan aplikasi wps di PT. daya radar utama lampung. Jurnal Inovator, 8-
13.
Arifin, A. Z., & Pangestu, E. M. (2020, April). Makalah Bend Test. Retrieved
November 17, 2021 from https://idoc.pub/documents/makalah-bend-test-
6nq8o57pv1nw

Abdul Khamid (24 Agustus 2011). Rancangan Bangun Alat Uji Bending dan
Hasil Penguian Untuk Bahan Besi Cor
Gibson, Ronald F. 1994. Principles Of Composite Material Mechanics New
York:MC Graw Hill, Inc
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai