Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

MT2205 PRAKTIKUM PENGUJIAN MEKANIK

Modul C
Uji Bending

Oleh:

Dliya’uljihad Fie Zilalilqur’an


13720011

Kelompok 2
Muhammad Iqbal Nurhasan 13720009
Prasetyo Wibisono 13720013
Ghatsa Zahira Shofa 13720026
William Livanrio 13720036
Muhammad Prawira Dahlan 13720063

Tanggal Praktikum 7 Maret 2022


Tanggal Pengumpulan Laporan 12 Maret 2022
Asisten (NIM) Gilang Alvian M (13718028)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia perindustrian, berbagai macam material dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan industri. Setiap material memiliki sifat mekanik yang
berbeda-beda sehingga penggunaannya pun berbeda disesuaikan dengan
kebutuhannya. Untuk mengetahui sifat mekanik suatu material umumnya metode
pengujian yang dilakukan adalah uji tarik. Namun pengujian tarik ini memiliki
keterbatasan, yaitu tidak bisa diterapkan pada material yang bersifat getas karena
material getas hampir tidak mengalami deformasi. Ketika dilakukan uji tarik
material tersebut akan langsung pecah. Oleh karena itu, pengujian material dapat
digantikan dengan uji bending. Pengujian bending merupakan salah satu pengujian
sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen. Material komponen akan
menerima pembebanan pada satu titik tengah dari bahan yang ditahan diatas dua
tumpuan. Alat uji bending sering digunakan untuk pengujian bahan-bahan produksi
seperti baja, besi cor, dan lainnya. Selain itu alat ini juga digunakan untuk
menguji kekuatan sambungan las, dimana hasil yang didapat adalah besarnya
kekuatan lengkung dari sambungan las tersebut.

1.2 Tujuan
1. Menentukan modulus elastisitas material ST 37 hasil pengujian bending.
2. Menentukan kekuatan luluh material ST 37 hasil pengujian bending.
3. Menentukan kekuatan lentur material ST 37 hasil pengujian bending.
4. Menentukan kekerasan awal dan akhir material ST 37 hasil pengujian
bending.
5. Menentukan kondisi akhir material ST 37 hasil pengujian bending.

2
BAB II
TEORI DASAR

Pengujian bending merupakan salah satu bentuk pengujian untuk


menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan
untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan dari
spesimen. Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian
kekuatan lengkung (bending) pada suatu bahan atau material. Pada umumnya alat
uji bending memiliki beberapa bagian utama, seperti: rangka, alat tekan, point
bending dan alat ukur. Rangka berfungsi sebagai penahan gaya balik yang terjadi
pada saat melakukan uji bending. Rangka harus memiliki kekuatan lebih besar dari
kekuatan alat tekan, agar tidak terjadi kerusakan pada rangka pada saat melakukan
pengujian. Alat tekan berfungsi sebagai alat yang memberikan gaya tekan pada
benda uji pada saat melakukan pengujian. Alat penekan harus memiliki kekuatan
lebih besar dari benda yang di uji (ditekan). Point bending berfungsi sebagai
tumpuan benda uji dan juga sebagai penerus gaya tekan yangd ikeluarkan oleh alat
tekan. Panjang pendek tumpuan point bending berpengaruh terhadap hasil
pengujian. Alat ukur adalah suatu alat yang yang menunjukan besarnya kekuatan
tekan yang terjadi pada benda uji. Uji bending adalah suatu proses pengujian
material dengan cara ditekan untuk mendapatkan hasil berupa data tentang
kekuatan lengkung (bending) suatu material yang di uji. Proses pengujian bending
memiliki 2 macam pengujian, yaitu three-point bending dan four-point bending.

a. Three-Point Bending
Three-point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2 tumpuan
dan 1 penekan.

Gambar 2.1 Skema pengujian three-point bending [ 1 ]

3
b. Four-Point Bending
Four-point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2 tumpuan
dan 2 penekan

Gambar 2.2 Skema pengujian four-point bending [ 1 ]

Kelebihan dan kekurangan dari masing masing pengujian three-point bending dan
four-point bending adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan dari metode pengujian


bending
Three Point Bending Four Point Bending
+ Kemudahan persiapan spesimen
+ Penggunaan rumus perhitungan
dan
lebih mudah
pengujian
+ Lebih akurat hasil pengujiannya
+ Pembuatan point lebih mudah
- Kesulitan menentukan titik tengah
persis, karena jika posisi tidak di
- Pembuatan point lebih rumit
tengah persis penggunaan rumus
- 2 point atas harus bersamaan
berubah
menekan benda uji. Jika salah
- Kemungkinan terjadi pergeseran,
satu point lebih dulu menekan
sehingga benda yang diuji
benda uji maka terjadi three
pecah/patah tidak tepat di tengah
point bending, sehingga rumus
maka rumus yang digunakan
yang digunakan berbeda.
kombinasi tegangan lengkung
dengan tegangan geser

c. Diagram gaya normal, gaya geser, dan momen bending pada spesimen yang diuji
three-point bending.

4
Gambar 2.3 Diagram gaya geser (kiri) diagram momen bending

(kanan) [ 2 ]

Pada Gambar 2.3 momen maksimum hanya terdapat pada 1 titik dan posisinya
berada di tengah spesimen atau ½ L, posisi dimana pembebanan three-point
bending diterapkan pada spesimen.

d. Distribusi tegangan pada penampang spesimen pengujian lentur.

Gambar 2.4 Distribusi tegangan akibat momen bending [ 3 ]

Tegangan yang dirasakan pada sumbu netral spesimen ketika uji bending bernilai
nol. Sedangkan tegangan maksimum berada pada permukaan spesimen dimana
salah satu permukaan mengalami tegangan tarik dan permukaan lainnya mengalami
tegangan tekan[3].

e. State of stress dan lingkaran mohr permukaan atas, bawah dan sumbu netral
spesimen.

5
Gambar 2.5 State of stress dan lingkaran mohr permukaan atas

(kiri) dan permukaan bawah (kanan) [4]

State of stress pada bagian atas neutral axis akan mengalami tegangan tekan
sehingga lingkaran mohr berada pada nilai sigma yang negatif, yaitu di sebelah kiri.
Sementara untuk state of stress pada bagian bawah neutral axis akan mengalami
tegangan tarik sehingga lingkaran mohr berada pada nilai sigma yang positif, yaitu
di sebelah kanan.

Gambar 2.6 State of stress dan lingkaran mohr pada neutral

axis [ 4 ]

Pada neutral axis spesimen tidak merasakan tegangan tekan atau tarik, yang
dirasakan adalah tegangan geser maksimum, maka dari itu pusat lingkaran mohrnya
terletak di (0,0).

f. Penentuan modulus elastisitas dan flexural strength

Modulus elastisitas merupakan ketahanan material ketika mengalami


deformasi elastisselama dilakukan pembebanan. Modulus elastisitas suatu benda
didefinisikan sebagai kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah
deformasi elastis. Dalam pengujian lentur, modulus elastisitas dapat dirumuskan
sebagai berikut.

𝐹𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼

6
Sementara, nilai flexural strength dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut.

𝑀𝑐
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝐼

7
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

8
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1. Data Praktikum


Material: Baja ST-37 Kekerasan awal (HRA): 29.9; 43.6;
44.6
Panjang (mm): 250 Kekerasan akhir (HRA): 53.4; 47.2;
54.0
Lebar (mm): 19.15; 19.0; 19.0 (Rata- Mesin uji: Tarno Grocki
rata:19.05)
Tinggi (mm): 19.0; 19.4; 19.15 (rata- Jarak antar tumpuan (mm): 150
rata: 19.18)
Diameter antar tumpuan (mm): 40

Tabel 4.1 Data hasil percobaan


Load Defleksi (10-2 mm) Keterangan
(kN)
1 9 Spesimen mengelupas ketika
2 13 melewati pembebanan 15 kN
3 20
4 25 Setelah pengujian bending
5 30 selesai, temperatur spesimen
6 33 terasa sedikit panas
7 39
8 42
9 45
10 50
11 54
12 57
13 64
14 73
15 210
Maximum load: 27.8 kN

9
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Kurva Beban-Defleksi Uji Bending Baja ST-37

Kurva Beban-Defleksi
16
14
12
Beban (kN)

10
8
6
4
2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Defleksi (mm)

Gambar 4.1 Kurva Beban -Defleksi

4.2.2 Mencari tegangan normal pada Spesimen Baja ST-37

Menghitung tegangan normal dengan menggunakan persamaan berikut :

𝑀𝑐
𝜎=
𝐼

𝐹𝐿 1

𝜎= 4 2
1 3
12 𝑏ℎ

𝐼 = 11201 𝑚𝑚4

𝑐 = 9.59 𝑚𝑚

Tabel 4.2 Data tegangan normal


Load Defleksi (10-2 mm) Tegangan Normal (kN/mm2)
(kN)
1 9 0.054

10
2 13 0.107
3 20 0.161
4 25 0.214
5 30 0.268
6 33 0.321
7 39 0.374
8 42 0.428
9 45 0.482
10 50 0.535
11 54 0.589
12 57 0.642
13 64 0.696
14 73 0.749
15 210 0.803

Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh kurva tegangan normal–defleksi berikut :

Tegangan Normal-Defleksi
1.2
y = 0.3742x + 0.2376
Tegangan Normal (kN/mm)

1 R² = 0.5564

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Defleksi (mm)

Gambar 4.2 Tegangan Normal -Defleksi

Flexural strength dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:

𝑀𝑐
𝜎=
𝐼

11
𝐹𝑚𝑎𝑥 𝐿
Dimana 𝑀 = , 𝐹𝑚𝑎𝑥 merupakan beban maksimum yakni sebesar 27.8 kN.
4

Maka, didapat flexural strength sebesar 892.56 MPa.

4.2.3 Penentuan Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas dapat dihitung menggunakan persamaan

𝐹𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼

Kurva Beban-Defleksi
25

20 y = 6.9919x + 4.4388
R² = 0.5561
Beban (kN)

15

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Defleksi (mm)

Gambar 4.3 Kurva Beban -Defleksi dengan regresi linear

𝐹
Pada Gambar 4.3 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐 dengan nilai 𝑚 = 𝛿 = 6.9919 , maka perhitungan

modulus elastisitas menjadi:

𝑚𝐿3 6.9919 × 2503


𝐸= = = 203.2𝐺𝑃𝑎
48𝐼 48 × 11201

4.2.4 Penentuan Yield Strength

12
Kurva Offset Stress-Offset Strain
0.9
0.8
Offset Stress (kN/mm2)

0.7
0.6
0.5
0.4 0.42, 0.428

0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Offset Strain (mm)

Gambar 4.4 Kurva Offset Stress -Offset Strain

Berdasarkan kurva pada Gambar 4.4 Nilai yield strength dari baja ST-37 adalah
428 MPa.

4.2.5 Tabel Perbandingan

Material
Sifat Data Praktikum Data Literatur
Modulus Elastisitas 203.2 GPa 210 GPa[5]
Yield Strength 428 MPa 225-235 MPa[5]
Flexural Strength 892.56 MPa 428.6 MPa[6]
Kekerasan Awal 39.37 HRA -
Kekerasan Akhir 51.53 HRA -
Kondisi Akhir Spesimen mengalami pengelupasan pada lapisan
luar

13
BAB V
ANALISIS DATA

Pengujian bending dilakukan dengan menggunakan metode three-point


bending dimana spesimen diletakkan di atas 2 penumpu dan dikenai beban pada
titik tengah spesimen. Penumpu diposisikan pada ujung kiri dan ujung kanan
dengan jarak antar penumpu sebesar 150 mm. Selama dilakukan pengujian bending,
mulanya spesimen perlahan-lahan membengkok akibat pembebanan. Namun
setelah melewati beban sebesar 15 kN, laju defleksi dari spesimen tersebut sedikit
lebih cepat dari sebelumnya hingga spesimen membentuk 90° pada pembebanan
27.8 kN. Ketika melewati pembebanan 15 kN terjadi fenomena dimana lapisan luar
spesimen mengalami pengelupasan.

Setelah dilakukan uji bending, kondisi fisik akhir spesimen terlihat seperti
huruf V, namun spesimen tidak mengalami patah atau retak hanya berdeformasi
plastis saja. Berdasarkan Gambar 4.1 Kurva Beban-Defleksi dapat dilihat bahwa
setelah deformasi elastis, material baja ST-37 mengalami deformasi plastis dengan
laju pertambahan elongasi yang cukup besar. Kondisi akhir ini penting untuk
mengetahui kualitas material secara visual setelah benda ditekuk.

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari hasil praktikum ini adalah
modulus elastisitas, yield strength, dan flexural strength. Modulus elastisitas yang
didapat dari hasil praktikum dengan data literatur tidak mengalami perbedaan yang
cukup signifikan. Pada praktikum didapat modulus elastisitas sebesar 203.2 GPa
sementara pada literatur nilai modulus elastisitas baja ST-37 adalah 210 GPa. Nilai
yield strength yang didapat dari hasil praktikum adalah 428 MPa dan pada literatur
nilainya adalah 225-235 MPa. Nilai flexural strength yang didapat pada praktikum
ini adalah 892.56 MPa dan data yang didapat dari literatur adalah 428.6 MPa.
Perbedaan sifat mekanik yang didapat dari hasil praktikum dan data literatur
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penempatan posisi beban
yang tidak tepat di tengah spesimen atau ketika dalam proses pengujian bending
beban atau spesimen tersebut bergeser sehingga perhitungan dalam rumus berbeda.

14
Kesalahan dalam membaca besar defleksi juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan data sifat mekanik tersebut.

Pengujian nilai kekerasan awal dilakukan pada ruas spesimen yang tidak
terdeformasi plastis. Sementara pengujian nilai kekerasan akhir dilakukan pada ruas
spesimen yang terdeformasi plastis. Untuk nilai kekerasan yang didapat dari hasil
praktikum ini kemungkinan tidak valid karena spesimen yang digunakan pada uji
keras masih terdapat lapisan korosi pada bagian luarnya. Dari beberapa data
percobaan uji keras yang diambil, kemungkinan nilai yang didapat bukanlah nilai
kekerasan dari material tersebut melainkan nilai kekerasan pada lapisan korosinya.

15
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Nilai modulus elastisitas (E) berdasarkan hasil percobaan adalah 203.2 GPa
2. Nilai yield strength berdasarkan hasil percobaan adalah 428 MPa
3. Nilai flexural strength berdasarkan hasil percobaan adalah
4. Nilai kekerasan awal sebesar 39.37 HRA dan kekerasan akhir sebesar 51.53
HRA
5. Kondisi akhir dari spesimen tersebut tidak mengalami patah namun
membengkok seperti huruf V setelah dilakukan pengujian three-point
bending lapisan terluarnya juga mengalami pengelupasan.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah material yang akan dilakukan uji keras
sebaiknya digrinding sampai semua lapisan korosinya hilang karena ketika
praktikum kemarin, spesimen yang dilakukan uji keras masi terlihat kotor. Jadi ada
kemungkinan nilai kekerasannya merupakan hasil uji keras dari permukaan yang
mengalami korosi bukan nilai kekerasan dari material tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] ASTM E 855-90, “Standard Test Method for Bend Testing of Metallic Flat
Materials for Spring Applications Involving Static Loading”
[2] Palgunadi, D. (2013). Bab II Teori dasar. Uji Bending, 5–18.

[3] R. Hibbeler, Mechanics of Materials 8th Edition, New York: McGraw-Hill,

2011.
[4] "L1 Modul C: Uji Bending," Youtube Teknik Material ITB, 6 Februari 2022
[Online]. Available: https://youtu.be/1_DjuE5MdhE. [Accessed 3 Maret
2022].

[5] S. Taskaya, B. Zengin, K. Kaymaz and M. Askin, "Elastic Stress Analysis of


St 37 and St 70 Steels with Finite Element Method," p. 104, 2019.

[6] A. Thakur and G.-e. Aregaw, "Effect of Heat Treatment on Mechanical


Properties and Microstructure of ST 37-2 Rear Trailing Arm," vol. 9, p. 88,
2019.

17
LAMPIRAN

Spesimen sebelum dilakukan uji b ending (kiri) dan setelah

dilakukan uji bending ( kanan)

Spesimen ketika dalam proses pengujian bending

Spesimen ketika dilakukan pengujian keras Rockwell

18

Anda mungkin juga menyukai