Anda di halaman 1dari 155

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Pengertian Geologi

Geologi berasal dari kata Yunani: ge yang berarti bumi dan logos yang berarti
ilmu(Bailey, 1939). Jadi dari asal katanya geologi berarti ilmu yang mempelajari bumi. Akan
tetapi pengertian bumi sendiri dapat mencakup selubung gas yang mengitari planet bumi
(atmosfer), akumulasi air di permukaan bumi dan di dalam kerak bumi (hidrosfer), serta bagian
padat dari planet bumi itu sendiri (litosfer).
Pada mulanya orang berusaha memahami semua gejala alam yang ada disekitarnya. Upaya
untuk mengetahui secara mendalam gejala alam yang ada di sekitar manusia diawali oleh para
filosof yang uraiannya berupa tinjauan filsafati sehingga dikenallah istilah Filsafat Alamiah yang
kemudian menjelma menjadi Ilmu Pengetahuan Alam yang ditunjang oleh ilmu Matematika,
Fisika, Kimia, Astronomi dan Geologi (Emmons, 1960). Dengan demikian ilmu geologi berada
dalam deretan ilmu pengetahuan alam. Semula geologi mempelajari bumi dalam pengertian luas
yang mencakup atmosfer, hidrosfer dan litosfer, namun belakangan karena berkembangnya
spesialisasi, geologi terfokus pada litosfer saja.
Spesialisasi berkembang karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk terbatas di
mana tak seorangpun mampu memahami bumi dalam pengertian luas secara mendalam. Karena itu
timbul pembatasan ruang lingkup kajian sehingga bumi dalam pengertian luas dipelajari berbagai
ilmu seperti Meteorologi dan Klimatologi mempelajari gejala alam di Atmosfer, Hidrologi dan
Oseanografi mempelajari gejala alam di hidrosfer sedang litosfer dipelajari dalam ilmu Geologi.
Ruang lingkup kajian geologi yang sudah dibatasi pada litosfer saja masih sangat luas sehingga
terjadi spesialisasi lebih lanjut menghasilkan berbagai sub-bidang geologi/cabang-cabang geologi,
bahkan cenderung untuk berdiri sendiri. Spesialisasi ini sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kemajuan peradaban sehingga kebutuhan manusia juga meningkat. Orang tidak
merasa puas lagi dengan hanya memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan melainkan ke
kebutuhan tingkat tinggi dan sangat kompleks seperti kebutuhan berbagai asesori, hiburan,
pendidikan dan sebagainya. Semua itu membutuhkan berbagai bahan baku yang gudang utamanya
di bumi, sehingga untuk mendapatkannya perlu mempelajari sumbernya secara mendalam.

1
Muncullah berbagai cabang geologi antara lain Geologi Pertambangan yang dapat dipecah lagi
menjadi Geologi Minyak dan Gas Bumi, Geologi Batubara dan seterusnya, Geologi Teknik,
Mineralogi dan sebagainya.
Selain tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, gejala spesialisasi juga ditunjang oleh
bencana alam yang sering menimpa manusia sejak dahulu. Sebagai makhluk berakal, manusia
tidak mau mati konyol sehingga berusaha untuk menanggulangi bencana alam tersebut dengan
cara mempelajari sumber bencana alam tersebut. Muncullah cabang-cabang geologi seperti
Vulkanologi, Seismologi, dan sebagainya.
Demikianlah dari Geologi bermunculan sub-bidang geologi antara lain:
- Petrologi, khusus mempelajari batuan sebagai penyusun bumi.
- Mineralogi, mempelajari mineral sebagai penyusun batuan.
- Geologi Struktur, mempelajari struktur/susunan/hubungan batu-batuan penyusun kerak
bumi.
- Stratigrafi, mempelajari perlapisan batuan sedimen.
- Palaeontologi, mempelajari fosil-fosil yang terkandung di dalam batuan dalam rangka
mengungkapkan rahasia kehidupan pada masa silam.
- Vulkanologi, mempelajari masalah kegunungapian.
- Seismologi, mempelajari asal usul gempa bumi.
- Geologi Pertambangan, mempelajari bahan galian yang bernilai ekonomi.
- Geologi Minyak dan Gas Bumi, lebih mengkhusus pada asal-usul terjadinya minyak dan
gas bumi.
- Geologi Teknik, mempelajari kondisi geologis dalam kaitannya dengan konstruksi
bangunan seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, bendungan jembatan, gedung
bertingkat dan sebagainya.
- Geomorfologi, mempelajari asal-usul bentuk-bentuk permukaan bumi.
Sering kita ketemu dengan istilah Geofisika dan Geokimia, tidak lain dari aplikasi teori-
teori dan teknik-teknik fisika (Geofisika) atau teori-teori dan teknik kimia (Geokimia) dalam
mempelajari bumi dalam pengertian luas termasuk atmosfer dan hidrosfer. Semua ilmu yang
mempelajari seluk beluk planet bumi secara keseluruhan diikat dalam satu istilah Earth Sciences
atau Ilmu Ke-bumian. Geologi termasuk salah satunya, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai
sebutan lain untuk menyatakan Earth Science (Menard. 1974). Geografi termasuk dalam

2
kelompok Earth Sciences.
Karena geologi tidak hanya berkenaan dengan gambaran dan proses-proses yang terlihat
pada masa sekarang melainkan juga perkembangannya melewati waktu yang sangat lama sejak
sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, maka sering pula dibedakan atas Geologi Fisik dan Geologi
Sejarah. Cabang-cabang geologi yang disebutkan terdahulu dapat dimasukkan kedalam kedua
bagian ini, misalnya Petrologi, Mineralogi, Geologi struktur dan sebagainya tergolong Geologi
Fisik, sedang Palaeontologi, Stratigrafi dan Geokronologi (suatu sub-spesialisasi gabungan antara
Geokimia dan Geofisika yang berusaha menentukan umur mutlak berdasarkan mineral-mineral
yang terkandung di dalam batuan) tergolong Geologi Sejarah.
Sub bidang geologi atau cabang-cabang geologi saling berhubungan, saling tergantung,
saling menunjang satu sama lain dalam mengungkapkan masalah-masalah yang berkenaan dengan
bumi. Hasil penelitian dari salah satu sub bidang sangat bermanfaat bagi sub bidang yang lain
dalam mengungkapkan masalah yang menjadi titik perhatiannya.
Demikianlah gambaran ruang lingkup kajian geologi, begitu luas baik dalam dimensi ruang
maupun dimensi waktu. Berkaitan dengan fraksi-fraksi yang sangat kecil yang hanya dapat
diamati di bawah mikroskop sampai ke yang sangat besar sehingga mata kita tidak mampu
melihatnya secara keseluruhan. Bertalian dengan proses-proses yang sangat lambat sehingga
manusia sering keliru menafsirkannya sebagai statis, sampai ke proses yang sangat cepat sehingga
dengan mudah diamati perubahannya.
Sebagai suatu kesimpulan, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi khususnya
litosfer, mengenai materi penyusun bumi, bagaimana proses-proses yang dialami serta
perubahan-perubahan yang dihasilkan oleh proses-proses tadi.

B. Hubungan Geologi dan Geografi


Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat
bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan
dan berusaha mencari fungsi unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu. Hasil seminar dan
lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988, mendefinisikan
geografi sebagai ilmu yang mempelajari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks
keruangan. Fenomena geosfer yang dimaksud mencakup atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer dan

3
antroposfer. Jadi geografi mempelajari hubungan dan interaksi manusia dan lingkungannya
dengan tekanan pada manusianya. Geo dalam geografi sama dengan pengertian world ( dunia,
bumi dan manusia serta segala yang ada di atas permukaan), sedang geo dalam geologi lebih tepat
diartikan earth (bumi). Dengan demikian yang lebih tepat disebut ilmu bumi adalah geologi.
Obyeknya memang ada kesamaan yaitu bumi tetapi sudut pandangnya berbeda. Geografi
memandang bumi sebagaimana yang ada, seolah-olah statis, sedang geologi memandang bumi
selalu berubah sebagai akibat proses yang dialaminya. Dari hubungan tersebut terlihat bahwa
geologi berperan sebagai ilmu bantu bagi geografi sebab salah satu fenomena geosfer yang
dipelajari dalam geografi menjadi kajian geologi, yaitu litosfer. Geologi bukan cabang Geografi,
sama seperti Ilmu tanah, Meteorologi, Hidrologi dan sebagainya yang juga dipelajari dalam
Geografi.

C. Asal mula Bumi

Gambar 1. 1. Matahari dengan kedelapan planetnya

Asal mula bumi atau terjadinya bumi adalah masalah astronomi, sama dengan terjadinya
jagad raya, planet-planet dan semua benda-benda angkasa. Terjadinya bumi dalam sistem
tatasurya kita merupakan masalah yang sangat sulit, bukan karena tidak adanya ciri-ciri atau
petunjuk, tetapi justru karena terlalu banyak dan tidak jelas ciri-ciri mana yang mula-mula dan
yang telah mengalami perubahan sepanjang perjalanan sejarah. Petunjuk astronomi antara lain
revolusi bumi, rotasi bumi, densitas planet, ukuran planet, dan sebagainya. Pada waktu para ahli
dari seluruh dunia membahas terjadinya bumi pada tahun 1952, tidak ada kesepakatan antara
mereka bahkan cenderung memanas karena masing-masing mempertahankan pendapatnya.
Akhirnya Harold Urey berdiri dan mengatakan None of us was there at that time (Menard, 1974)
. Namun karena banyak fenomena geologi berkaitan dengan benda-benda angkasa lainnya maka
akan dibicarakan secara ringkas sebagai langkah awal pembicaraan geologi.
Sejak abad XVIII sudah muncul berbagai pemikiran mengenai terjadinya bumi dan planet-

4
planet lain dalam sistem tatasurya. Beberapa akan diuraikan secara ringkas di bawah ini.
Tahun 1749 George Buffon (Astronom Perancis) menduga bahwa mula-mula ada sebuah
bintang yang melintas dekat matahari, menyebabkan sebagian dari selubung debu gas matahari
tertarik keluar. Debu gas tersebut akan mengalami pendinginan dan berkumpul menjadi planet-
planet, salah satunya adalah bumi. Pemikiran Buffon ini pada abad XX dikembangkan menjadi
Teori Planetesimal dan Hipotesis Protoplanet.
Tahun 1775 Immanuel Kant (Jerman) & Pierre Laplace (Astronom Perancis)
mengemukakan Teori Kabut Pilin/Kabut Panas yang intinya: mula-mula ada awan debu panas
yang berputar perlahan-lahan dan semakin cepat akibat pemampatan gravitasional. Karena
rotasinya semakin cepat maka gaya sentrifugal bertambah besar yang mendorong awan debu ke
arah luar, sehingga terbentuk gelangan-gelangan awan debu yang mengitari pusatnya. Gelang-
gelang awan debu ini selanjutnya tarik-menarik membentuk planet-planet, sedang materi awan
debu yang berada di bagian pusat semakin panas dan menjadi matahari.
Tahun 1905 T. C. Chamberlin (Geolog dari Univ. Chicago) & F. R. Moulton
(Astronom dari Univ. Chicago) mengembangkan pemikiran Buffon menjadi Teori Planetesimal
yang intinya: mula-mula ada bintang yang melintas dekat matahari, menyebabkan terjadinya
pasang luar biasa di permukaan matahari. Selubung gas matahari mencuat keluar, kemudian
terpecah kedalam beberapa kelompok sambil mengitari matahari. Setelah dingin gas debu tadi
akan berkondensasi menjadi fragmen-fragmen padat dari ukuran debu sampai cukup besar.
Fragmen-fragmen padat dan dingin dalam jumlah banyak ini dikenal sebagai planetesimal dan
mengisi ruang antar bintang. Selanjutnya planetesimal berukuran besar akan menarik yang kecil
sehingga ukurannya semakin besar dan bertumbuh menjadi planet-planet. Planet yang baru
terbentuk ukurannya kecil, dingin dan tanpa atmosfer. Pertumbuhan berlangsung terus
menyebabkan ukurannya semakin besar dan kompaksi gravitasional menyebabkan planet-planet
tersebut mengalami pemanasan di bagian intinya.
Tahun 1944 C.F. von Weizacker dan Gerald Kuiper (1951) memodifikasi teori
planetesimal menjadi Hypotesis Protoplanet. Menurut hipotesis protoplanet, Matahari dan planet-
planetnya terjadi bersamaan dalam galaksi Bima Sakti (Milky Way Galaxy). Galaksi ini terdiri
dari sekitar 100 milyar bintang seperti Matahari, bentuknya seperti cakram di mana bagian tengah
lebih padat ( 80 % bintang) dan bagian tepi agak renggang (20 % bintang). Matahari terletak di
bagian tepi galaksi, dan tergolong bintang berukuran sedang.

5
Sekitar 5 6 milyar tahun yang lalu terdapat awan debu gas yang dingin dalam jumlah
banyak di bagian tepi Galaksi Bima Sakti, berputar pada porosnya sambil mengikuti perputaran
galaksi secara keseluruhan. Awan debu tersebut diduga tersusun terutama Hidrogen dan Helium
dengan sedikit unsur-unsur O2, Ne, CO2, CH4, NH3 (Matahari tersusun dari 70 % H2 dan 25 % He,
Stokes, 1978), berputar maka massa awan debu berkonsentrasi dibagian tengah dikelilingi
selubung debu gas yang agak renggang. Masa di bagian tengah makin mampat dan makin panas
0
sampai jutaan derajad celcius menjadi Matahari (temperatur inti Matahari 15 juta C,
permukaan 6.000 0 C). Pada temperatur sekitar 10 juta derajad celcius menurut Hans Bethe, akan
terjadi reaksi nuklir yang prinsipnya sama dengan pembuatan bom hidrogen yaitu 4 atom H
dengan 4 elektronnya bergabung menjadi 1 atom He dengan 2 elektronnya. Dua elektron yang
hilang diubah menjadi energi (Stokes, 1978). Jadi selalu terjadi transformasi H2 menjadi He di
Matahari dengan pelepasan energi yang luar biasa menyebabkan matahari merah membara. Stokes
memperkirakan sekitar 4 juta ton3 He/detik dipancarkan dari permukaan matahari. Helium yang
dipancarkan dari permukaan matahari ini akan berubah menjadi karbon disertai ledakan hebat
yang menghasilkan unsur-unsur berat seperti besi. Begitu juga dengan awan debu yang mengitari
matahari akan berkondensasi dan berkonsentrasi menjadi planetesimal. Planetesimal-planetesimal
tersebut bila bertumbukan akan bergabung, yang besar menarik yang kecil sehingga semakin besar
ukurannya yang dikenal sebagai protoplanet. Ukuran protoplanet diduga ratusan kali lebih besar
dari planet yang ada sekarang, tetapi densitasnya kecil karena terutama tersusun dari unsur-unsur
gas dengan sedikit unsur berat. Umumnya planet-planet dalam (Terrestrial planet: Mercfurius,
Venus, Bumi dan Mars) berukuran kecil namun densitasnya lebih besar dibanding planet-planet
luar (Jovian planets: Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus). Hal ini terjadi karena gas-gas
lembam (inert gas) seperti Ne, Ar, Cr, Xe pada planet-planet yang dekat dengan matahari tersapu
oleh badai matahari (pancaran ion-ion dan proton dari permukaan matahari). Di samping itu,
menurut William Lee Stokes (1978) berkaitan dengan proses pendinginan yang dialami. Planet-
planet luar pendinginannya cepat sehingga terbentuk lapisan es yang tebal. Planet-planet dalam
proses pendinginannya lambat sehingga terjadi serangkaian reaksi-reaksi yang menghasilkan
unsur-unsur berat:
5500K: uap air bereaksi dengan Ca Tremolite (Ca2(Mg2Fe)5Si8O22(OH)2
4250K: H2O + Olivin Serpentin (Mg6Si4O10(OH)8
1750K: uap air es

6
1500K: es + amonia hidrat padat NH3H2O
1200K: NH3H2O + CH4 hidrat padat CH47H2O.
Wujud air di planet-planet juga sesuai kedekatannya dengan Matahari. Di Venus (planet II
dari matahari) air berwujud gas (uap air), di Mars (planet IV dari matahari) air berwujud padat (es)
dan di bumi (planet III dari matahari) air terutama berwujud cair.
Mengenai asal-usul air dan gas di atmosfer dan permukaan bumi ada dua pandangan yaitu
hypotesis degassing dan photochemical dissociation.
1. Hipotesis Degassing (Outgassing): pada awal-awal pertumbuhan protoplanet bumi,
temperatur miningkat karena berputar pada porosnya. Lutgen (1979) mengatakan temperatur
permukaan bumi sampai 8.0000C. Karena itu bumi diduga mengalami peleburan sempurna
sehingga terjadi pemisahan materi bumi menurut berat jenisnya Gas dan air naik ke
permukaan menempati atmosfer dan permukaan bumi. Tetapi karena temperatur bumi masih
tinggi maka gas-gas tersebut hilang keluar jagat raya, bumi belum mempunyai atmosfer.
Setelah bumi mengalami pendinginan sampai temperatur tertentu mulailah terbentuk atmosfer
bumi dengan komposisi gas seperti gas-gas yang dikeluarkan oleh letusan gunung api yaitu
CO2, N2, dan uap air. Mulai terbentuk awan di atmosfer namun hujan yang jatuh segera
menguap lagi karena temperatur di permukaan bumi masih tinggi. Setelah temperatur
permukaan bumi rendah baru hujan yang jatuh mengisi bagian-bagian cekungan di permukaan
bumi menjadi lautan. Timbul pertanyaan, apabila gas-gas di atmosfer berasal dari degassing
maka tidak akan mengandung oksigen bebas (Sekarang komposisi atmosfer: 78% N2, 21% O2,
0,9% A, 0,03% CO2, uap air dll.). Kemudian diduga bahwa sumber utama oksigen bebas di
atmosfer sekarang adalah proses dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan hijau yang
menggunakan sinar matahari mengubah air dan CO2 dari udara menjadi senyawa organik dan
setelah digunakan, tumbuh-tumbuhan melepaskan oksigen ke atmosfer.
2. Photochemical Dissociation: diduga atmosfer bumi mula-mula mirip dengan atmosfer Jupiter
sekarang (kaya CH4, NH3, H2, Ne, He, dan sedikit uap air). Pada waktu itu belum ada oksigen
bebas di atmosfer, belum ada lapisan ozon di statosfer. Perubahan komposisi atmosfer bumi
yang semula kaya CH4, NH3 dan sedikit uap air menjadi kaya N2, O2, CO2, uap air lewat
serangkaian reaksi kimia akibat radiasi matahari:
Radiasi ultraviolet yang berlimpah menguraikan air: 2H2O 2H2 + O2
Oksigen yang terbentuk dalam reaksi di atas bereaksi dengan CH4 dan NH3: 2 O2 + CH4

7
CO2 +2H2O; 3 O2 + 4 NH3 2 N2 + 6 H2O.
H2O yang terbentuk dalam reaksi di atas terurai lagi oleh radiasi ultraviolet, oksigen yang
dihasilkan, bereaksi dengan CH4 dan NH3 lagi dan seterusnya sehingga dari waktu ke waktu
kandungan nitrogen, karbon-dioksida dan oksigen bebas di atmosfer bumi bertambah. Mulai
terbentuk lapisan ozon yang melindungi kehidupan di bumi.
Jadi mungkin keduanya saling menunjang. Mula-mula photochemical dissociation yang
berlangsung dan setelah lapisan ozon terbentuk maka sumber utama oksigen bebas di atmosfer
berasal dari hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan berhijau daun.

8
BAB II. LAPISAN-LAPISAN BUMI

A. Sumber Keterangan Bagian Dalam Bumi


Jari-jari bumi ke katulistiwa 6378km dan ke kutub 6357km. Pemboran kerak bumi di
Oklahoma untuk meneliti bagian dalam bumi hanya mencapai 5253 meter, dan proyek Mohole
dekat pulau Guadalupe (lepas pantai Meksiko) mengebor sampai kedalaman 9 km. Dari dalamnya
pengeboran tersebut nampak bahwa hanya kulit luar dari bumi kita yang dapat diselidiki secara
langsung. Meskipun demikian, kita mengetahui para ahli telah berceritera banyak tentang bagian
dalam bumi, seperti: wujud, densitas batuan, temperatur, kecepatan gelombang melalui berbagai
lapisan dan sebagainya. Dari mana para ahli memperoleh keterangan mengenai bagian dalam
bumi? Patut dimaklumi bahwa bagian dalam dari bumi sulit sekali bahkan tidak mungkin
diselidiki secara langsung, sehingga wajar pula kalau banyak hal yang tidak diketahui secara pasti.
Para ahli melakukan penyelidikan secara tidak langsung, dimana tak dapat dilupakan bantuan dari
ilmu Kosmologi, Geokimia, dan Geofisika.
Lewat pengetahuan Kosmologi seperti gaya tarik menari antar benda-benda angkasa,
massa, volume, diameter, jarak antar benda angkasa dan sebagainya, para ahli menganalisis
sampai ke kesimpulan mengenai keadaan bagian dalam dari bumi. Penelitian geokimia atas sampel
batuan, lava dan bahan-bahan lain yang dikeluarkan letusan gunung api mengantarkan ke
kesimpulan mengenai komposisi batuan, densitas serta sifat-sifat batuan di lapisan dalam.
Demikian juga batuan meteorit, sampel batuan dari bulan, diselidiki ahli geokimia dan
dibandingkan dengan batuan bumi untuk sampai ke kesimpulan mengenai bagian dalam bumi.
Hasil penyelidikan geofisika juga sangat membantu meramalkan keadaan bagian dalam bumi.
Terutama keterangan yang disumbangkan oleh hasil penelitian gravitasi, kemagnetan bumi dan
seisme. Berikut ini akan diuraikan secara singkat ketiga sumbangan geofisika tersebut.
1. Gravitasi Bumi
Bumi mempunyai gaya tarik ke intinya sehingga semua benda yang ada di permukaan
bumi tidak melayang ke ruang angkasa. Dasar dari pengetahuan tentang gravitasi adalah
penemuan Isaac Newton yang mempelajari gerak-gerak planet dalam tatasurya yang
menghasilkan Hukum Gravitasi Universal (Menard, 1974).

9
Gm1m2
Fg = (Robinson, 1982)
r2
Fg = gaya gravitasi
G = Konstante besarnya 6,67 x 10-8 cm3/gr.det2
m1 & m2 = massa pertama dan massa kedua

Pada hakekatnya menimbang berat benda adalah menghitung besarnya gaya tarik bumi
terhadap benda tersebut ( berat adalah gaya tarik gravitasi terhadap suatu benda, sedang massa
merupakan jumlah material dalam suatu benda; berat = massa x gravitasi). Besarnya gravitasi di
permukaan bumi tidak sama di setiap tempat. Di katulistiwa berkisar 978 gal dan di kutub 983,1
gal (1 gal = percepatan 1 cm/det2). Karena perbedaan gravitasi di daerah katulistiwa dan kutub
tersebut maka berat benda yang ditimbang di kutub lebih besar sekitar 0,5 % dibanding berat
benda yang sama bila ditimbang di katulistiwa.
Dasar pengukuran gravitasi di permukaan bumi adalah percobaan benda jatuh dengan
rumus St = gt2. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat berupa ayunan dalam ruang
hampa namun sebelumnya harus melalui percoban benda jatuh untuk menentukan skala alat
tersebut (g = k/T2). Alat lain yang digunakan meluas dewasa ini dan lebih praktis adalah
gravimeter, suatu sistem massa yang digantungkan pada suatu pegas dimana akan terjadi gaya
tarik gravitasi antara massa tersebut dengan massa bumi. Sistem ini dihubungkan dengan jarum
penunjuk skala sehingga orang tinggal membaca hasil pengukuran di suatun tempat. Akan tetapi
pada waktu merancang alat ini harus dilengkapi dengan percobaan benda jatuh untuk menentukan
besarnya gravitasi yang ditunjukkan oleh jarum.
Besarnya gravitasi di permukaan bumi tidak sama karena perbedaan besar jari-jari bumi,
perbedaan ketinggian dan perbedaan densitas batuan penyusun kerak bumi. Berdasarkan
pengukuran gravitasi di permukaan bumi yang dibandingkan dengan gravitasi teoritis yang
seharusnya dimiliki, para ahli mengetahui adanya penyimpangan gravitasi atau anomali gravitasi.
Gravitasi teoritis yang dimaksud adalah besar gravitasi di permukaan bumi yang disebut spheroid,
yaitu permukaan bumi rata-rata berbentuk elipsoidal, suatu permukaan bumi hayal yang sangat
penting untuk perhitungan-perhitungan. Semua titik di permukaan speroid pada lintang yang sama,
potensi gravitasinya sama karena jaraknya ke inti bumi sama serta gaya sentrifugal akibat rotasi
bumi sama. Besarnya gravitasi teoritis di berbagai lintang dapat dihitung dengan rumus:

10
= 978,031846 (1 + 0,005278895 sin2 + 0,000023462 sin4) gal. Ket. = lintang.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa besarnya gravitasi dipengaruhi oleh ketinggian
tempat dan densitas batuan, maka faktor tersebut harus diperhitungkan dalam pengukuran
gravitasi. Setiap naik 1 meter gravitasi akan turun sebesar 0,3086 mgal dan sebagai kibat tambahan
batuan setiap 1 meter menyebabkan naiknya gravitasi sebesar 0,0419 ( = densitas batuan).
Apabila lintang dan ketinggian tempat saja yang diperhitungkan maka hasilnya disebut Anomali
Udara Bebas (free air anomaly). Tetapi kalau tambahan batuan juga diperhitungkan maka disebut
Anomali Bouguer sesuai dengan nama ahli geodesi Perancis , Pierre Bouguer, yang mula-mula
mengusulkan agar dilakukan koreksi terhadap batuan. Besarnya Anomali Bouguer adalah: g (+
0, 3086 h 0,0419 h) mgal.
Sebagaimana pengertian anomali gravitasi yaitu selisih gravitasi sebenarnya/ gravitasi
lapangan dengan gravitasi teoritis, maka ada dua kemungkinan tipe anomali yaitu anomali
gravitasi positip dan negatip.
Anomali gravitasi positip, bila gravitasi sebenarnya lebih besar dari gravitasi teoritis.
Daerah yang mengalami gravitasi positip cenderung akan mengalami penurunan untuk
mencapai keseimbangan.
Anomali gravitasi negatip, bila gravitasi sebenarnya lebih kecil dari gravitasi teoritis.
Daerah yang mengalami anomali gravitasi negatip cenderung mengalami pengangkatan
untuk mencapai keseimbangan. Lihat Gambar 2.1
Bertolak dari pemikiran bahwa bumi volumenya tetap maka para ahli memikirkan bahwa
adanya bagian bumi yang menonjol seperti benua tentunya dikompensasikan oleh bagian lain
yang menurun seperti dasar laut. Kalau kita memperhatikan globe jelas terlihat bahwa belahan
bumi utara didominasi oleh daratan sedang belahan bumi selatan didominasi oleh lautan.
Pegunungan tinggi diimbangi oleh adanya palung laut. Keadaan semacam itu disebut kedudukan
seimbang atau disebut isostasi oleh CE Dutton. Selama belum tercapai keseimbangan maka kerak
bumi akan bergerak mencari keseimbangannya. Mengenai isostasi, ada dua hipotesis yang terkenal
dikalangan ahli geologi yaitu hipotesis Pratt dan hipotesis Airy.

11
Gambar 2. 1. Anomali Gravitasi

Hipotesis Pratt (Pratt hypotesis of isostasy). Sebenarnya Pratt tidak menggunakan istilah
isostasi ketika mengemukakan hipotesisnya pada tahun 1859, melainkan kompensasi. Pratt
mengatakan bahwa massa benua lebih tinggi dari pada massa dasar laut, tetapi densitas batuan
yang menyusun dasar laut lebih besar dari pada densitas batuan di benua. Dengan kata lain
adanya perbedaan ketinggian antara benua dan dasar laut adalah karena perbedaan kepadatan
batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut. Ketinggian
dikompensasikan oleh densitas batuan.
Pratt memberikan ilustrasi dengan menggunakan berbagai logam yang tidak sama berat
jenisnya tetapi berat dan penampangnya dibuat sama, kemudian diapungkan di dalam air raksa.
Ternyata logam yang berat jenisnya lebih besar hanya sedikit tersembul di atas permukaan air
raksa, sedang logam yang berat jenisnya kecil banyak tersembul di atas permukaan air raksa.

Gambar 2. 2. Ilustrasi Pratt

12
Hipotesis Airy (Airys hypothesis of isostasy). Airy mengemukakan hipotesisnya pada tahun
1855 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan
yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan densitas batuan tidak
terlalu besar untuk menghasilkan perbedaaan ketinggian permukaan bumi yang sedemikian
besarnya. Airy memberikan ilustrasi yang mirip dengan ilustrasi Pratt, hanya menggunakan
logam yang sejenis, penampangnya juga dibuat sama tetapi tebalnya tidak sama. Setelah logam
dimasukkan kedalam air raksa, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas
permukaan air raksa dari pada logam yang tipis. Dengan demikian Airy berkesimpulan bahwa
perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan disebabkan oleh perbedaan densitas batuan
tetapi akibat dari perbedaan tebal lapisan kerak bumi. Itulah sebabnya hipotesis Airy ini sering
pula disebut the Roots of Mountains hypothesis of isostasy. Pendapat Airy ini lebih banyak
dianut oleh para ahli geologi, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah. Densitas batuan
penyusun kerak bumi memang tidak sama, demikian juga tidak semua pegunungan akarnya
jauh masuk kedalam bumi. Dengan demikian keduanya saling melengkapi. Leon Long
memberikan penilaian 65% untuk Airy dan 35% untuk Pratt.

Gambar 2. 3. Ilustrasi Airy

Massa bumi dapat ditaksir dengan menganggap bumi bulat sempurna dengan jari-jari rerata
6371 km dan gravitasi rata-rata 980 gal. Rumus besarnya gravitasi di permukaan yang bulat
sempurna adalah g = G.m/r2. Rumus tersebut diperoleh dari rumus gravitasi universal: Fg =
Gm1m2/r2 dan rumus Hukum II Newton tentang gerak : F = mg. Bila rumus gravitasi
universal ditulis dengan cara lain:
Gm1m2 Gm2 G.m2 G.m1
Fg = = m1 { } = m1.g2 g2 = dan g1 =
r2 r2 r2 r2
Jadi kalau bumi bulat sempurna dengan jari-jari 6371 km dan gravitasi 980 gal maka massa bumi
dapat diperoleh dari rumus di atas = 5,96 x 1027 gram.
Volume bumi = 4/3 r kat2. r kutub = 1,08 x 1027 cm3 di mana r katulistiwa = 6378 km

13
dan r kutub = 6357 km.
Massa bumi 5,96 x 1027 gr
Densitas bumi = = = 5,52 gram/cm3
Volume bumi 1,08 x 1027 cm3

2. Kemagnetan Bumi (Magnetisme).


Bumi merupakan medan magnet yang luar biasa besarnya, suatu berita menakjubkan yang
pertama kali dipublikasikan oleh William Gilbert tahun 1600 dan karenanya jarum kompas selalu
menunjuk ke arah utara dan selatan Kutub Magnet Bumi. Menurut Gilbert bumi bersifat magnet
karena inti bumi penuh dengan loadstone, batuan yng banyak mengandung magnetit. Dia membuat
globe yang bagian intinya diisi dengan loadstone sehingga orang meyakini pendapatnya lebih dari
dua abad lamanya. Akan tetapi belakangan orang mulai menolak pendapat Gilbert, yang anehnya
justru bermula dari percobaan Gilbert sendiri dimana ia memanasi globenya sampai merah
membara, dan ternyata berakibat globenya kehilangan sifat kemagnetan. Orang mulai sangsi
karena tentunya inti bumi temperaturnya tinggi.
Abad ke-19 para ahli fisika mengetahui bahwa loadstone bukanlah satu-satunya sumber
kemagnetan. Kemagnetan merupakan fenomena yang tak dapat dipisahkan hubungannya dengan
arus listrik. Masalahnya adalah bagaimana arus kuat terdapat di dalam bumi yang menyebabkan
bumi bersifat magnet. Pertanyaan ini baru terjawab setelah ahli seismologi menemukan bahwa inti
bagian luar bumi berwujud cair sehingga diduga di inti bagian luar inilah terjadi arus listrik.
Medan magnet adalah daerah sekitar magnet yang masih terpengaruh magnet tersebut.
Garis-garis gaya medan magnet memusat ke kedua kutub magnet. Jarum kompas dalam medan
magnet mempunyai kedudukan sejajar dengan garis gaya magnet di tempat itu. Gaya yang bekerja
pada jarum kompas tergantung pada intensitas medan magnet yang merupakan hasil bagi antara
gaya yang dihasilkan kutub magnet dengan kekuatan kutub magnet. Intensitas medan magnet
diukur dengan magnetometer, besarnya berkisar 25.000 gamma dekat ekuator dan 70.000 gamma
di sekitar kutub. Kekuatan kutub magnet dikatakan 1 unit kekuatan kutub bila satu kutub
mendorong kutub lainnya 1 dyne sejauh 1cm. Bila mendorong 2 dyne sejauh 1cm berarti kekuatan
kutubnya 2.
Sumbu magnet bumi membentuk sudut 11,50 dengan sumbu bumi. Tahun 1955
ditemukan posisi kutub magnet bumi di 780 34 LU 2900 40 BT dan 780 34LS 1100 40 BT.
Dari posisi kedua kutub magnet bumi tersebut berarti sumbu magnet bumi tidak melalui inti bumi.

14
Di kutub magnet inklinasi seharusnya 900 (sudut antara bidang horizontal dengan jarum kompas,
positip bila jarum kompas penunjuk utara mengarah ke bawah dan negatip bila mengarah ke atas)
namun kenyataannya tidak mencapai 900 di kutub tadi. Hal ini terjadi karena di dalam bumi masih
ada 11 magnet lain yang mempengaruhinya. Kutub magnet lain yang disebut dip pole,
diketemukan tahun 1960 di 750 LU 1010 BB dan 670 LS 1430 BT.

Gambar 2. 4. Garis gaya Medan Magnet

Penelitian medan magnet bumi menunjukkan penyimpangan karena mineral penyusun


batuan ada yang bersifat magnet seperti Magnetit (Fe3O4), Hematit (Fe2O3), Ilmenit (FeTiO3)
dan Pyrrhotit (Fe2-xS). Atom-atom dalam mineral tersebut tersusun geometris dimana orbit
individual dan kisaran elektron diarahkan lewat suatu zone kecil tertentu berdiameter beberapa
mikron dan dikenal sebagai magnetic domain, menyebabkan mineral tersebut bersifat magnetis.
Kekuatan kemagnetannya tergantung pada proporsi kisaran elektronnya yang searah atau terbalik
satu sama lain. Magnetit dan pyrrhotit memiliki kemagnetan kuat karena elektron-elektronnya
searah, sedang hematit dan ilmenit kekuatannya lemah karena elektron sekitarnya cenderung
arahnya terbalik. Pada temperatur diatas temperatur Curie/temperatur kritis (550-6000C) gerak-
gerak atom begitu besar sehingga magnetic domainnya tidak ada dan berakibat sifat

15
kemagnetannya hilang. Ketika temperatur turun di bawah temperatur kritis tersebut maka arahnya
diatur lagi oleh pengaruh medan magnet bumi. Dari arah yang ditunjukkan mineral-mineral
magnetik dalam batuan, orang mengetahui bahwa magnet bumi telah mengalami pembalikan
selama perjalanan sejarah bumi. Periode pembalikan kutub tersebut tidak teratur, lamanya tidak
sama misalnya perubahan ke posisi kutub sekarang memerlukan waktu sekitar 690.000 tahun.
Sebelumnya sekitar 200.000 tahun dan sebelumnya lagi 60.000 tahun. Sejak 110 juta tahun
terakhir para ahli mengetahui sekitar 80 kali pembalikan kutub magnet bumi (Stokes, 1978). Akan
tetapi belum banyak penjelasan yang memuaskan mengenai penyebab dari pembalikan kutub
magnet tersebut. Penelitian Paleomagnetisme memberikan gambaran mengenai posisi benua-
benua di mana hasilnya menunjang pendapat bahwa benua-benua telah mengalami pergeseran dari
posisinya semula.
Kehadiran mineral-mineral ferromagnetik dalam batuan menyebabkan penyimpangan
magnetik/anomali medan magnet. Anomali magnetik dapat memberikan gambaran apakah batuan
kerak bumi banyak mengandung mineral ferromagnetik atau tidak. Karena itu penelitian
kemagnetan biasanya digunakan dalam pencarian bahan galian. Lihat Gambar 2.5.
Analisis anomali magnetik hampir sama saja dengan analisis anomali gravitasi. Mula-mula
dilakukan penelitian dengan magnetometer (biasanya dari pesawat) untuk menghitung total
intensitas medan magnet. Hasilnya kemudian dikurangi dengan medan magnetik utama untuk
memperoleh anomali magnetik. Pengukuran dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil yang
mantap. Dewasa ini analisis dilakukan dengan komputer sehingga cepat memperoleh hasilnya.

16
Gambar 2. 5. Anomali magnetik negatip(kiri) & positip (kanan)
3. Seismik
Apabila terjadi pelepasan energi didalam kerak bumi akibat patahan atau letusan
gunungapi maupun longsor, maka energi tersebut akan diteruskan ke segala arah melalui materi
batuan berupa perambatan getaran dalam bentuk gelombang. Perambatan gelombang inilah yang
disebut gempa. Secara garis besar gelombang gempa dapat dibedakan atas dua macam yaitu Body
wave dan Surface wave.
Body Wave adalah gelombang yang merambat di dalam bumi dari pusat gempa ke segala arah.
Berdasarkan cara perambatan melalui batuan penyusun bumi, dikenal 2 macam:
1. Gelombang Longitudinal (Gelombang Primer / Gel. P). Disebut gelombang Primer
karena gelombang ini yang paling cepat merambat sehingga paling dahulu tercatat oleh alat
pencatat gempa (seismograf). Arah getarannya ke depan dan ke belakang sehingga
partikel-partikel materi yang dilaluinya mengalami penekanan dan perenggangan. Oleh
karena itu maka sering pula disebut Push Pull wave atau kadang-kadang disebut
Compressive wave . Gelombang ini dikenal pula dengan nama Gelombang suara karena

17
cara perambatannya sama dengan perambatan suara di udara. Sifat dari gelombang ini
adalah dapat melalui media yang berwujud padat, cair maupun gas. Tergolong cepat karena
berkaitan dengan arah getarannya yang searah dengan arah geraknya. Bila melalui materi
bumi maka kecepatannya berkisar 6 km/detik di lapisan kerak bumi dan 8,5 km/detik di
lapisan selimut bumi. Perhatikan Gambar2. 6.
2. Gelombang Transversal (Gelombang Sekunder/Gel S). Berbeda dengan gelombang
longitudinal, arah getarannya tegak lurus pada arah geraknya. Karena itu maka
kecepatannya lebih rendah dibanding gelombang longitudinal. Akibat lain adalah hanya
dapat melalui media yang berwujud padat. Bila melalui media berwujud cair atau gas,
gelombang ini hilang atau tidak tercatat pada seismograf karena ikatan molekul cairan dan
gas tidak kuat. Dengan sedikit tekanan saja molekul-molekul cairan dan gas sudah
bergerak lepas satu sama lain. Adapun kecepatannya hanya sekitar 2/3 kecepatan
grelombang primer.
Surface wave adalah gelombang yang merambat dari hiposentrum ke permukaan bumi
kemudian dari episentrum merambat ke segala arah. Jalan yang ditempuh lebih panjang
sehingga paling belakangan sampai ke alat pencatat gempa. Oleh karena itu sering disebut
gelombang panjang (Long Wave). Kecepatannya berkisar 3 4 km/detik.

Gambar 2. 6. Cara perambatan Gelombang


Longitudinal dan Transversal

18
Perbedaan sifat antara gelombang primer dan sekunder dapat digunakan untuk
memperkirakan wujud lapisan-lapisan dalam. Dari kecepatan gelombang melalui lapisan-lapisan
bumi dapat digunakan untuk memperkirakan materi penyusun bumi di setiap- lapisan.
Para ahli mempelajari seismogram, hasil pencatatan gelombang di berbagai stasion untuk
mengetahui lapisan-lapisan bumi, tebal masing-masing lapisan , kecepatan gelombang waktu
melalui setiap lapisan sehingga dapat diperkirakan materi penyusun setiap lapisan. Seismogram
sangat rumit karena gelombang yang tercatat di seismogram berasal dari berbagai jalur dalam
kerak bumi. Pada perbatasan lapisan satu dengan lapisan lainnya di mana terjadi perubahan
kecepatan gelombang, maka ada gelombang yang dipantulkan dan ada yang dibiaskan bahkan
menghasilkan gelombang baru karena terjadi pelepasan energi ketika mengenai batas lapisan.
Refraksi ( Pembiasan) terjadi karena perubahan kecepatan ketika melalui lapisan atas dan
lapisan bawahnya. Sesuai dengan Hukum Snellius maka cosinus sudut datang berbanding cosinus
sudut pergi sama dengan kecepatan gelombang melalui lapisan atas (V1) berbanding kecepatan
gelombang melalui lapisan bawah (V2). Pada refleksi (pemantulan) gelombang di perbatasan
lapisan, sudut datang = sudut pantul.

Gambar 2. 7. (B) Jalannya pemantulan gelombang pada


satu lapisan dengan kurva Travel time di atasnya (C). Gelombang P dan S setelah mengenai
perbatasan lapisan, menghasilkan gelombang baru

19
Karena pulsa-pulsa gelombang yang tercatat pada seismogram campur aduk antara gelombang
yang dibiaskan dan gelombang yang dipantulkan berbagai lapisan maka harus dipilah-pilah
dahulu. Untuk itu digunakan kurva Travel time dan data seismogram dari berbagai jarak.

Gambar 2. 8. Jalannya pembiasan gelombang dengan kurva Travel time di atasnya

Pulsa-pulsa gelombang yang dibiaskan terletak pada kurva berupa garis lurus, sedang
pulsa-pulsa gelombang hasil pemantulan terletak pada kurva berupa garis lengkung (hiperbola).
Setiap kurva garis lurus mewakili gelombang-gelombang yang dibiaskan puncak salah satu
lapisan. Begitu juga setiap kurva lengkung mewakili gelombang-gelombang yang dipantulkan
salah satu lapisan.
Kecepatan gelombang yang dibiaskan ketika melewati lapisan-lapisan dapat diketahui dari
kemiringan kurva garis lurus. Perhatikan gambar dari setiap kurva garis lurus diperoleh waktu (t)

20
yang diperlukan gelombang menempuh jarak (x) tertentu sepanjang puncak lapisan di mana
dibiaskan. Kecepatan gelombang di lapisan itu = x/t. Tetapi kemiringan kurva kebalikannya yaitu
t/x. Berarti kecepatan gelombang dihitung dari kemiringan kurva saja (V = 1/S, di mana S adalah
kemiringan kurva). Kecepatan gelombang dapat pula dihitung dari bentuk kurva garis lengkung
tetapi analisisnya lebih rumit.
X V2 V1
Untuk mengetahui tebal lapisan: h = V
2 V1 + V2
V1 = Kecepatan gelombang di lapisan atas,
V2 = Kecepatan gelombang di lapisan bawah
X = Jarak sampai ke perpotongan kedua kurva garis lurus,
h = Tebal lapisan.

Gambar 2. 9. Kemiringan slope untuk


menghitung kecepatan gelombang melalui lapisan

21
Gambar 2. 10. Penelitian Seismik di lapangan

Untuk meneliti lapisan-lapisan bumi sampai ke inti bumi, dibutuhkan ledakan nuklir. Akan
tetapi gambaran lapisan-lapisan sedimen di kerak bumi menjadi kabur.
Untuk memperoleh gambaran lapisan-lapisan sedimen di kerak bumi, digunakan ledakan-
ledakan kecil dengan geophone (seismograf portable). Geophone diatur berderet dalam satu garis
lurus dari pusat ledakan. Masing-masing geophone dihubungkan dengan alat pencatat di truk oleh
sinyal-sinyal elektronik, di mana alat pencatat di truk akan mencatat secara serempak pada satu
grafik. Jarak pemasangan geophone sekitar 4 atau 5 kali kedalaman yang akan diteliti. Bila lapisan
yang akan diteliti < 50 m tebalnya maka geophone diatur dengan interval 10 m sejauh kira-kira
300m dari pusat ledakan. Ledakan cukup kg bahan peledak. Bila penelitian kerak bumi sampai
kedalaman kira-kira 100 km, digunakan bahan peledak beberapa ton dan beberapa truk pencatat
gempa dengan geophone yang diatur dengan interval 50 m sejauh 1.000 km. Dalam penelitian

22
pencarian minyak bumi, praktis akan sulit mencatat fase-fase pemantulan gelombang dari lapisan
dengan kedalaman < 100 m dan > 10 km. Yang nampak jelas adalah lapisan-lapisan pada
kedalaman 100 m 10 km.

B. Lapisan-lapisan Bumi
Berbagai dugaan dikemukakan orang mengenai bagian dalam bumi misalnya wujud,
temperatur dan tekanan. Ada yang mengatakan bahwa makin dalam temperatur makin tinggi
dengan gradien geothermis 20/100 m dekat permukaan bumi, namun makin kedalam gradien
geothermis makin kecil. Higgins dan Kennedy (1971) mengatakan bahwa bila inti bumi terutama
tersusun dari besi maka temperaturnya berkisar 4.000 5.0000 C. Dibawah tekanan lapisan di
atasnya besi akan lebur pada temperatur 3.7000C. yaitu pada sekitar perbatasan Mantle dan Inti
bumi bagian luar (Allison, 1974). Atas dasar perhitungan temperatur di inti bumi tersebut, muncul
pendapat bahwa inti bumi berwujud gas karena pada temperatur 4.000 5.0000C materi padat
akan lebur kemudian berubah menjadi gas. Sebagian ahli lain tidak sependapat dengan alasan
bahwa makin kedalam tekanan juga semakin tinggi karena beban lapisan di atasnya. Oleh karena
itu dibawah tekanan yang begitu besar (sekitar 3 juta atmosfer), inti bumi akan berwujud padat.
Muncul pula pendapat lain yang menggabungkan pandangan di atas, mengatakan bahwa inti bumi
berwujud kental karena sekalipun temperatur sangat tinggi namun tekanan yang begitu tinggi akan
menghalangi perubahan ke gas.
Dalam perkembangan selanjutnya, atas bantuan penelitian seismik yang makin maju para
ahli mengemukakan keterangan-keterangan bagian dalam bumi yang lebih memuaskan dan
menyusun gambaran struktur bumi sebagai berikut: bumi dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu
Kerak bumi (Crust), Selimut bumi (Mantle) dan Inti bumi (Core) (Stokes, 1978).

1. Kerak bumi (Crust). Lapisan ini menempati bagian paling luar dengan tebal berkisar 6 50
km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat, di benua sekitar 20 50 km sedang di dasar laut
0 -5 km atau bersama air laut di atasnya sekitar 10 12 km. Tersusun dari materi-materi padat
terutama yang kaya silisium dan aluminium. Ada yang membedakan atas 2 lapisan yaitu: a).
Lapisan granitis, lapisan yang kebanyakan terdiri dari batuan granit. Kecepatan gelombang
longitudinal di lapisan ini sekitar 6,5 km/detik. Tetapi lapisan ini tidak dijumpai di dasar laut.

b). Lapisan basaltis, lapisan yang letaknya di bawah lapisan granitis dan kebanyakan tersusun

23
dari materi basalt. Kecepatan gelombang longitudinal di lapisan ini sekitar 6,5 8 km/detik.

2. Selimut bumi (Mantle). Lapisan ini terletak di bawah kerak bumi dan pada umumnya
dibedakan atas 3 lapisan:

a). Litosfer, letaknya paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi berwujud padat dan kaya
silisium aluminium, tebalnya sekitar 50 100 km. Bersama-sama dengan kerak bumi sering pula
disebut lempeng litosfer yang mengapung di atas lapisan yang agak kental yaitu astenosfer. Batas
bawahnya berupa lapisan yang agak lain sifatnya dimana kecepatan gelombang longitudinal lebih
lambat dan disebut Low Velocity Layer. Biasanya digabungkan dengan lapisan agak kental di
bawahnya yaitu astenosfer.

b). Astenosfer, lapisan di bawah litosfer yang wujudnya agak kental, kaya dengan silisium
aluminium dan magnesium. Diduga batuan penyusun lapisan ini lebur sekitar 1 10%.
Kemungkinan titik lebur silikat yang menyusun lapisan ini turun karena adanya air yang masuk ke
lapisan ini sehingga walaupun temperatur di lapisan ini belum cukup tinggi sebagian material
silikat mulai lebur. Tebal lapisan ini sekitar 130-160 km, dan dengan lapisan transisi low velocity
layer bersama-sama tebalnya sekitar 100 400 km.

c). Mesosfer, lapisan yang lebih tebal dan lebih berat, kaya dengan silisium dan magnesium.
Tebalnya sekitar 2.400 2750 km, kecepatan gelombang longitudinal naik dari sekitar 8 km/detik
sampai 13,5 km / detik. Pada perbatasan ke lapisan lebih dalam (inti bumi) terdapat lapisan transisi
di mana kecepatan gelombang longitudinal menurun sangat tajam dari 13,5 km/detik ke 8km/detik.
Lapisan ini dikenal dengan nama Gutenberg Wiechert Discontinuety Layer yang biasanya
dijumpai pada kedalaman 2698 km.

3. Inti Bumi (Core), lapisan ini menempati bagian paling dalam dan dapat dibagi 2 bagian:

a). Inti Bagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dilalui gelombang
transversal. Tebal lapisan ini sekitar 2160 km, kemungkinan tersusun dari materi yang kaya
silisium, besi, dan magnesium.

b). Inti Bagian Dalam (Inner core) pada kedalaman sekitar 5145 km terjadi perubahan kecepatan
gelombang longitudinal dari rendah ke tinggi, sebagai petunjuk batas antara inti bagian luar dan

24
inti bagian dalam. Tebal lapisan ini sekitar 1320 km, diduga berwujud padat, tersusun dari materi
yang kaya nikel dan besi dengan densitas lebih besar.

Gambar 2. 11. Lapisan-Lapisan Bumi

25
BAB III. MATERI BUMI

Bumi tersusun dari materi padat yang disebut batuan, sedang batuan sendiri tersusun dari
mineral-mineral. Mineral tersusun dari satu unsur atau senyawa berbagai unsur. Adapun unsur-
unsur penyusun bumi yang utama ada 8 yaitu oksigen, silikon, aluminium, besi, kalsium, sodium
(natrium), potasium (kalium) dan magnesium (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Unsur-Unsur Utama Penyusun Bumi

No. Unsur % Berat % Atom % Volume *


1. Oksigen (O) 46,6 60,5 93,8
2 Silikon (Si) 27,7 20,5 0,9
3 Aluminium (Al) 8,1 6,2 0,8
4 Besi (Fe) 5,0 1,9 0,5
5 Kalsium (Ca) 3,6 1,9 1,0
6 Sodium (Na) 2,8 2,6 1,2
7 Potasium (K) 2,6 1,8 1,5
8 Magnesium (Mg) 2,1 1,4 0,3
9 Lain-lain 1,5 3,2 -
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber: Plummer, Charles. C, McGeary, David, 1985.
Keterangan: * khusus untuk 8 unsur utama

A. Mineral
Dalam kehidupan sehari-hari, mineral mempunyai pengertian yang bervariasi, misalnya
dalam bidang pertambangan mineral adalah bahan galian atau bahan tambang, dalam bidang
farmasi yang dimaksud dengan mineral adalah unsur yang terkandung di dalam suatu obat. Dalam
bidang geologi, khususnya mineralogi, yang dimaksud dengan mineral adalah bahan alamiah yang
anorganik, umumnya berbentuk kristal, tersusun dari satu unsur atau senyawa beberapa unsur
dengan bentuk dan komposisi kimia tetap serta memiliki sifat-sifat fisik yang khas (Wicander,
Reed, Monroe, James S, 2002).
Lebih 3500 jenis mineral yang sudah diketahui orang (Monroe, Wicander, 2001). Akan
tetapi hanya sekitar 20-an jenis mineral yang banyak dijumpai dalam batuan, terutama
persenyawaan antara kedelapan unsur utama.
Berdasarkan kandungan kimianya maka mineral-mineral dapat dikelompokkan atas:
mineral-mineral silikat, oksida, sulfida, halida, karbonat dan sulfat.

26
1. Kelompok mineral silikat: merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan
unsur-unsur lain yang bermuatan positip. Senyawa dasar mineral silikat adalah silika
tetrahedron yang terdiri dari satu ion silikon dikelilingi oleh empat oksigen, diberi simbol
(SiO4)-4. Perhatikan Gambar 3.1.

Dibesarkan Ukuran realistis Simbol


diagramatis

Gambar 3.1 Silika tetrahedron, senyawa dasar


mineral silikat
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

Supaya silika tetrahedron stabil:


a. Ada tambahan ion bermuatan positip. Ini disebut ikatan ionik (Gambar 3.2).
b. Atau membagi oksigen dengan tetrahedron di sekitarnya (berarti berkurang kebutuhan ion +).
Ikatan ini disebut ikatan kovalen. (Gambar 3.3).
Ikatan keempat oksigen dengan satu silikon 50% berupa ikatan ionik dan 50% ikatan
kovalen. Dalam satu silika tetrahedron ini muatannya negatif 4, sehingga rumus silika
tetrahedron menjadi (SiO4)-4 di mana Si bermuatan +4, dan O2 bermuatan-2 setiap oksigen.

Gambar 3. 2. Ikatan ionik


Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

27
Gambar 3. 3. Ikatan Kovalen
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

Mineral-mineral silikat dapat dikelompokkan atas mineral silikat ferromagnesia dan


nonferromagnesia. Mineral silikat ferromagnesia adalah mineral silikat yang mengandung besi dan
atau magnesium. Senyawa dasar silikat yaitu silika tetrahedron bergabung dengan ion-ion besi,
magnesium, kalsium dan lain-lain membentuk mineral ferromagnesia. Termasuk di dalamnya
adalah olivin (Mg,Fe)2SiO4 banyak dalam batuan basa mirip butir-butir gula berwarna kuning atau
hijau namun ceratnya putih; augit (Ca(Mg,Fe,Al)2(AlSi)2O6 yang berwarna dari hijau gelap sampai
hitam namun ceratnya tidak berwarna; hornblende, suatu senyawa silikat yang kompleks antara
Ca, Na, Mg, Fe dan Al berwarna hijau gelap sampai hitam namun ceratnya tidak berwarna, banyak
tersebar dalam batuan beku dan metamorf; biotit K(Mg,Fe)3(AlSi3)O10(OH,F)2, yang sering pula
disebut mika hitam karena warnanya gelap.
Mineral silikat nonferomagnesia adalah mineral silikat yang tidak mengandung besi atau
magnesium. Termasuk di dalamnya adalah felspar, mineral yang paling banyak menyusun
batuan (58%), terdiri dari ortoklas (KAlSi3O8), Albit (NaAlSi3O8) dan anortit (CaAl2Si2O8);
muscovit KAl3Si3O10(OH)2, sering disebut mika putih karena warnanya putih namun bila ada
unsur lain yang mengotori kelihatan berwarna agak kekuningan, coklat atau merah; kuarsa (Si02)
yang merupakan mineral terbanyak kedua menyusun batuan, umumnya berwarna putih atau seperti
susu atau berwarna ungu, kemerahan, kuning pudar dan sebagainya sebagai akibat pengotoran
unsur lain. Perhatikan beberapa contoh mineral silikat pada Gambar 3.4.

28
Gambar 3. 4. Beberapa contohmineral silikat
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,James S, 2002.

Struktur mineral silikat, berkisar dari isolated silica yang tergantung pada ion
bermuatan + sampai framework silicate structure dimana semua atom oksigen digunakan bersama
dengan tetrahedron di sekitarnya. Perhatikan gambar struktur silikat di bawah ini.
2. Mineral-mineral Oksida, terbentuk dari persenyawaan antara oksigen dengan unsur-unsur
bermuatan positip. Umumnya lebih kuat dari mineral lain kecuali dengan mineral silikat
tertentu dan umumnya lebih berat dari mineral lain kecuali dengan mineral sulfida. Termasuk
mineral oksida antara lain: korundum (Al2O3), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kasiterit
(SnO2).
3. Mineral-mineral Sulfida, terbentuk dari penggabungan secara langsung unsur-unsur (besi,
perak, tembaga, timah hitam, zink, air raksa) dengan belerang. Beberapa diantara mineral
sulfida menjadi sumber bahan tambang yang komersial seperti kalkopirit (CuFeS2), kalkosit
(Cu2S), galena (PbS), dan spalerit (ZnS).
4. Mineral-mineral Halida, dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan klor. Termasuk di
dalamnya adalah mineral halid (garam dapur, NaCl) dan garam K (KCl).
5. Mineral-mineral karbonat, dibentuk oleh persenyawaan unsur-unsur dengan ion (CO3)-2.

29
Termasuk didalamnya adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit CaMg(CO3)2.
6. Mineral-mineral Sulfat, dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan ion (SO4)-2. Termasuk di
dalamnya adalah anhidrid (CaSO4), gipsum (CaSO4.2H2O), barit (BaSO4).

Gambar 3. 5. Struktur Silikat

30
Gambar 3. 6. Struktur terisolir,
pada olivin

Gambar 3. 7. Struktur Rantai


Tunggal, pada pyroksen

31
Gambar 3. 8. Struktur Rantai
A. Rantai tunggal, misalnya
pada pyroksen
B. Rantai ganda, misalnya pada
amfibol

Gambar 3. 9. Asbes sebagai contoh struktur rantai tunggal.

Gambar 3. 10. Struktur berangkai, misalnya kuarsa dan felspar

32
Gambar 3. 11. Struktur lembaran misalnya pada mika (kiri), lembaran berikutnya terletak
di atasnya digabungkan oleh ion-ion positip (kanan)

Mengidentifikasi suatu jenis mineral tidaklah mudah, perlu keahlian khusus dan
pengalaman serta penggunaan peralatan laboratorium. Secara tepat perlu analisis kimia untuk
mengetahui kandungan kimia setiap mineral dan perbandingan unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya. Akan tetapi kalau di lapangan, identifikasi mineral dilakukan secara makro dengan
mengamati sifat fisiknya seperti bentuk kristal, warna, cerat, kilap, bidang belah, kekerasan,
pecahan, berat jenis dan sebagainya. Kadang-kadang dengan memperhatikan sekitar 2 atau 3 sifat
fisiknya saja kita sudah dapat mengetahui jenis mineralnya.
a. Bentuk kristal (Crystalform) , dihasilkan dari keteraturan ikatan atom penyusun mineral
dalam menempatkan atom-atomnya pada bidang-bidang tertentu dan pada jarak tertentu
dengan atom lain. Bentuk kristal bermacam-macam, tetapi dapat dikelompokkan atas
bentuk kubus, tetragonal, hexagonal, ortorombik, monoklin dan triklin. Perhatikan Tabel 2
dan Gambar 3. 12. Dari bentuk kristal mineral, misalnya berbentuk kubus, berarti
kemungkinan mineral tersebut halit, galena, fluorit, pirit, garnet, atau intan, sehingga perlu
di perhatikan lagi bentuk fisik lainnya seperti kekerasannya, kilapnya, bidang belahnya,
ceratnya dan sebagainya.

33
Tabel 2. Bentuk-Bentuk Kristal Mineral
Sistem Karakteristik Contoh Mineral
1. Isometrik 3 sumbu sama panjang dan saling Halit, Galena, Fluorit, Pirit,
(Kubus) tegak lurus Garnet, Intan
2. Tetragonal 3 sumbu saling tegak lurus, hanya 2 Zirkon, Kalkopirit, Kuarsa, Kalsit,
yang sama panjang Turmalin
3. Heksagonal 3 sumbu sama panjang dan sumbu
keempat tegak lurus pada bidang yang Beril, Kuarsa, Kalsit, Turmalin
dibentuknya
4. Ortorombik 3 sumbu tidak sama panjang tetapi Barit, Belerang, Topaz
saling tegak lurus
5. Monoklin 3 sumbu tidak sama panjang, 2 sumbu Gipsum, Ortoklas, Augit,
saling tegak lurus Hornblende
6. Triklin 3 sumbu tidak sama panjang, tidak ada Aksinit, Plagioklas
yang tegak lurus

A. Isometrik, misalnya B. Tetragonal, misalnya C. Ortorombik, misalnya


pada pirit pada zirkon pada barit

D. Monoklin, misalnya E. Heksagonal, misalnya F. Triklin, misalnya


pada gipsum pada beril pada aksinit.

Gambar 3. 12. Contoh Bentuk Kristal dan jenis mineral


(Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004)

b. Kekerasan mineral (Hardness), berkenaan dengan ketahanan mineral terhadap goresan.


Biasanya dibandingkan dengan tingkat kekerasan 10 mineral standar yang disusun oleh
Friedrich Mohs dari Austria sehingga dikenal sebagai skala Mohs. Caranya, dengan menggores

34
mineral yang ingin diketahui tingkat kekerasannya kemudian dibandingkan dengan menggores
mineral-mineral standar pada skala Mohs. Dapat pula dilakukan dengan saling menggoreskan
antara mineral yang ingin diketahui kekerasannya dengan mineral standar. Kalau mineral
tergores maka berarti kekerasannya di bawah mineral yang digunakan menggores dan
sebaliknya kalau aus berarti mineral penggores lebih rendah kekerasannya.
Talk =1 ; Felspar =6
Gyps = 2 ; Kuarsa =7
Kalsit = 3 ; Topaz =8
Fluorit = 4 ; Corundum = 9
Apatit = 5 ; Intan =10
Kalau kita teruskan contoh dalam poin a, bentuk kristalnya kubus masih ada beberapa mineral
yang memiliki bentuk kristal kubus, maka dilihat dari kekerasannya misalnya 6-6,5, maka
kemungkinannya adalah pirit karena intan kekerasannya 10, halit 2,5, galena 2,5, fluorit 4.
Bila ingin memastikan, tinggal mengecek warnanya apakah kuning loyang dan ceratnya
coklat kehitaman.
c. Berat Jenis (Specific Gravity), diperoleh dengan membandingkan berat mineral dengan berat
air dengan volume yang sama. Contoh: biotit berat jenisnya 3, kasiterit 7, kalsit 2,71,
corundum 4, galena 7,5, halit 2,16, hematit 5,2, magnetit 5,2, olivin 3,4, pirit 5, kuarsa 2,65,
topaz 3,5, dan lain-lain. Berat jenis juga sulit diketahui di lapangan, hanya ditaksir beratnya
dengan menggunakan tangan.
d. Bidang belah/Belahan (Cleavage), tendensi mineral membelah pada bidang-bidang tertentu
dengan arah tertentu. Di mana ikatan atom lemah dan relatif sedikit maka disitulah mineral
cenderung membelah. Biasanya untuk melihat belahannya mineral kita putar-putar sambil
melihat ke arah mana belahannya. Perhatikan bidang belah mika pada Gambar 3. 13 dan
beberapa contoh mineral pada Gambar 3. 14.
e. Pecahan (Fracture), bentuk pecahan mineral secara alamiah. Istilah yang digunakan antara
lain: Conchoidal, bila pecahan mineral permukaannya melengkung seperti pecahan kaca;
Huckly, bila permukaannya tajam-tajam; Splintery, bila pecahan mineral tipis-tipis; Earthy,
bila pecahan mineral seperti remah tanah.
f. Warna (Colour), terlalu kasar karena warna dipengaruhi oleh pengotoran unsur lain.

35
Gambar 3. 13. Bidang belah/
Belahan pada mika

Gambar 3. 14. Beberapa contoh mineral dengan belahannya

g. Cerat (Streak), adalah warna serbuk mineral. Lebih bagus dibanding warna karena tidak

36
terpengaruh oleh pengotoran unsur lain. Sebagai contoh, mineral hematit warnanya gelap,
tetapi ceratnya kemerahan. Biasanya cerat diperoleh dengan menggoreskan mineral pada
permukaan porselin yang belum dipoles. Perhatikan Gambar 3.15. berikut ini.

Gambar 3. 15. Cerat dari hematit terlihat pada porselin berwarna


merah kecoklatan, sedang warna hematit sendiri gelap.
Sumber: Skinner, B.J., Porter dkk, 2004
h. Kilap (Luster), berkenaan dengan kenampakan permukaan mineral dalam memantulkan cahaya
ke mata kita. Istilah-istilah yang umumnya digunakan adalah: Metallic, bila memantulkan
cahaya seperti logam misalnya pirit, kalkopirit, galena dan sebagainya; Non-metallic, ada
beberapa istilah yang digunakan: vitreous (seperti kaca) misalnya pada kalsit, kuarsa dan
sebagainya, resinous (seperti damar) misalnya pada spalerit dan belerang, greasy (kotor seperti
permukaan yang berlemak) misalnya pada serpentin, pearly (seperti mutiara) misalnya pada
gipsum dan talk, silky (seperti sutera) misalnya pada malachite, Dull (seperti tanah) misalnya
pada kaolinit dan glaukonit.
i. Lain-lain seperti taste (rasa), touch (rasa ketika disentuh), tenacity (sifat kohesif yang
dapat dilihat dari mudah tidaknya ditempa, dibengkokkan), sifat kemagnetan, sifat kelistrikan,
sifat radioaktivitas, dan bau.

Gambar 3. 16. Calsedon. (a). Agate, batuan yang terbentuk dari presipitasi silika. Bagian
dalamnya terbentuk kristal-kristal kuarsa. (b). Rijang (Chert), nama yang digunakan untuk
sejumlah batuan yang kompak, keras terbentuk dari mikrokristalin silika.

37
B. Batuan
Batuan adalah materi padat berupa mineral maupun bahan organik yang menyusun bumi.
Berdasarkan cara terjadinya, batuan dapat digolongkan menjadi batuan beku, batuan sedimen dan
batuan metamorf (malihan).
1. Batuan Beku, terbentuk dari magma yang membeku. Menurut tempatnya membeku, dibedakan
atas batuan beku dalam, batuan beku korok dan batuan beku luar.
Batuan beku dalam membeku sebelum mencapai permukaan bumi. Karena itu pendinginan
berlangsung lambat sehingga ada kesempatan membentuk kristal-kristal besar. Ciri khas batuan
beku dalam adalah kristalnya besar atau disebut bertekstur kasar (Paneritik), yaitu tekstur batuan
yang tersusun dari kristal mineral agak besar (lebih dari 0,5 mm), dapat diamati dengan mata
telanjang. Sering pula disebut tekstur granitis karena batuan granit memperlihatkan tekstur yang
demikian. Dapat dibedakan lagi menjadi kasar (diameternya lebih dari 5 mm), sedang (dimeternya
1-5 mm) dan halus (diameternya 0,5-1mm). Dari ukurannya tubuh batuan beku dalam dibedakan
atas batuan beku dalam yang pipih (Tabular Pluton), biasanya relatif dekat ke permukaan bumi
dan batuan beku dalam yang massif (Massive Pluton), biasanya letaknya relatif agak dalam dan
besar (Sokes, 1978). Baik tabular pluton maupun massive pluton dibedakan lagi berdasarkan
keselarasannya dengan batuan di sekitar. Tabular pluton yang selaras (concordant) dengan batuan
sekitar disebut sill dan yang tidak selaras (discordant) dengan batuan sekitar disebut dike. Massive
pluton yang selaras dengan batuan sekitar disebut lakolit dan yang tidak selaras disebut batolit.
Perhatikan Gambar 3. 17.

38
Gambar 3.17. Hubungan berbagai massa batuan beku

Batuan beku luar (sering pula disebut batuan leleran/batuan vulkanik) yang membeku di
permukaan bumi. Batuan ini mengalami pendinginan cepat sehingga kristal-kristal yang dihasilkan
halus atau disebut bertekstur halus (Apanitik/Felsitik), yaitu tekstur batuan yang tersusun dari
kristal mineral sangat halus sehingga sulit dilihat dengan mata telanjang, tetapi bila dilihat
dibawah kaca pembesar nampak kristal-kristal mineral penyusun batuan tersebut. Jumlah batuan
beku luar tidak sebanyak batuan beku dalam, kurang dari 1/10 batuan beku keseluruhan. Magma
yang keluar ke permukaan bumi dapat melalui puncak gunungapi berupa bahan-bahan padat yang
disemburkan ke udara, maupun melalui retakan dalam kerak bumi. Materi padat yang disemburkan
letusan gunungapi dikenal dengan nama tephra atau piroklastik. Berdasarkan ukuran bahan padat
tersebut dikenal sebagai bom yaitu bongkahan batuan berukuran lebih dari 64 mm, lapilli yang
berukuran 2 - 64 mm, pasir bila berukuran 0,05 2 mm dan abu vulkanik bila berukuran 0,002
0,05 mm. Kalau proses pendinginannya sangat cepat, sehingga tidak mengkristal sama sekali maka
akan membentuk gelas vulkan atau obsidian. Teksturnya disebut tekstur Glassy atau Hyalin
yaitu tekstur batuan dimana mineral-mineral penyusunnya tidak mengkristal sama sekali,
semuanya berupa massa yang amorf. Lihat Gambar 3. 18.
Magma yang keluar ke permukaan bumi dalam wujud cair/kental disebut lava. Jika aliran
lava yang mencapai permukaan bumi mengandung banyak gas (terutama dari magma bersifat

39
asam yang kaya silikat) maka terbentuklah batuan berongga-rongga yang disebut bertekstur
vesikuler. Kalau batuan bertekstur vesikuler tersebut terbentuk dari riolit maka disebut batu
apung (pumice) karena mengapung di dalam air, biasanya berwarna terang. Batuan vesikuler yang
terbentuk dari basal disebut scoria, biasanya berwarna gelap.
Batuan beku korok membeku dalam pipa kepundan gunungapi atau retakan/celah-celah
kerak bumi. Biasanya kristalnya halus karena pembekuan dekat dengan permukaan bumi tetapi di
dalamnya terdapat kristal-kristal besar yang terbawa dari batuan beku dalam yang dilalui dalam
perjalanan. Batuan demikian disebut bertekstur campuran (Porfiritik), yaitu tekstur batuan dimana
terdapat kristal-kristal mineral yang kasar/besar di dalam massa yang kristalnya halus atau massa
yang amorf. Kristal-kristal besar tersebut dikenal dengan kristal sulung (phenocryst) dan massa
berkristal halus atau amorf disebut massa dasar (matrix). Apabila kristal sulung sama atau lebih
besar dari 25%, maka nama batuan disebut lebih dahulu diikuti kata pophyry, misalnya batuannya
berkomposisi seperti komposisi granit maka nama batuan menjadi granite porphyry. Kalau kristal
sulung lebih kecil dari 25% maka nama batuan disebutkan setelah kata porphyritic, misalnya
porphyritic granite.

Gambar 3.18. Obisidian

Batuan beku dapat pula dibedakan berdasarkan kandungan kimianya yang tercermin pula
dari warna batuan menjadi batuan beku asam (> 65% silika), sedang (53 65% silika) dan basa (<
45% silika). Batuan beku asam banyak mengandung mineral-mineral silikat yang umumnya
berwarna terang sehingga keseluruhan batuan ini berwarna lebih terang. Contohnya adalah granit
dan riolit. Batuan beku basa kurang mineral-mineral silikat tetapi kaya mineral-mineral ferro-
magnesia, umumnya berwarna gelap sehingga keseluruhan batuan ini berwarna lebih gelap.
Contohnya adalah basal, peridotit dan gabro. Batuan beku sedang, seimbang antara mineral-
mineral silikat dengan mineral-mineral ferromagnesia sehingga umumnya berwarna kelabu.

40
Contohnya adalah andesit dan diorit. Perhatikan contoh batuan riolit dan granit, diorit dan andesit,
basal dan gabro dalam Gambar 3. 19.

Gambar 3. 19. Granit, Rhyolit, Diorit, Andesit, Gabro dan Basal


Batuan beku banyak jenisnya karena perbedaan komposisi mineral dan teksturnya. Tekstur
berkaitan dengan proses pendinginan magma. Untuk mengetahui terjadinya berbagai variasi
batuan beku, N.L. Bowen melakukan percobaan yang disebutnya sebagai hasil dari proses
differensiasi magma. Menurut Bowen, magma yang mendingin mengalami dua cabang reaksi
yaitu continues series reaction dan discontinues series reaction, di satu sisi terjadi reaksi yang
berlangsung terus menerus membentuk mineral-mineral silikat dan di sisi lain terjadi reaksi secara
bertahap menghasilkan mineral-mineral ferromagnesia. Pada sisi discontinues series reaction,
terjadi pengkristalan mineral-mineral feromagnesia secara bertahap sesuai dengan titik beku
mineral, mulai dari olivin, piroksen, amfibol, biotit. Sebaliknya pada sisi continues series reaction,
reaksi berlangsung terus-menerus secara perlahan tanpa fase-fase yang jelas di mana terjadi
penggantian Ca dengan Na kemudian K menghasilkan mineral-mineral silikat seperti anortit, albit
dan ortoklas. Jadi, pada temperatur yang masih tinggi batuan basa yang kaya dengan olivin dan
piroksen yang banyak terbentuk. Sisa magma berkurang kandungan magnesium dan besinya,
relatif banyak kandungan potasium, sodium dan silikon. Dengan demikian ketika temperatur

41
semakin menurun, kristal-kristal mineral feromagnesia semakin berkurang dan sebaliknya mineral-
mineral silikat semakin bertambah persentasenya. Akibatnya batuan yang dihasilkan pada
temperatur rendah adalah batuan asam yang kaya silikat.
Campuran mineral-mineral ferromagnesia dan silikat tersebut menghasilkan berbagai jenis
batuan beku yang bertekstur kasar kalau didinginkan pelan-pelan, seperti peridotit (80%
ferromagnesium dan 20% silikat), gabro (50% ferromagnesium dan 50% silikat), diorit (75%
ferromagnesium dan 25% silikat), dan granit (45% ortoklas, 25% plagioklas, 25% kuarsa dan 5%
ferromagnesium)
Kalau magma didinginkan cepat, maka akan menghasilkan mineral yang bertekstur halus.
Campuran mineral tersebut menghasilkan batuan bertekstur halus, bila komposisinya sama dengan
gabro disebut basalt, yang komposisinya sama dengan diorit disebut andesit dan yang
komposisinya sama dengan granit disebut riolit.
Adapun reaksi Bowen yang menunjukkan urutan kristalisasi mineral pada proses
pendinginan lambat dapat dilihat pada Gambar 3. 20.
Klasifikasi batuan beku didasarkan pada serangkaian pengamatan terhadap warna, berat
jenis, tekstur dan komposisinya. William Lee Stokes (1978) mengatakan kelompokkanlah batuan
menurut warnanya, mulai dari batuan berwarna terang sampai gelap. Kemudian kelompokkan
batuan menurut berat jenisnya dari yang ringan sampai ke yang berat. Dari kedua pengelompokan
tersebut ternyata ada korelasi, artinya batuan yang berwarna terang umumnya ringan , sedang
batuan yang berwarna gelap umumnya berat.
Kemudian kelompokkanlah batuan menurut teksturnya, ternyata tidak ada korelasinya
dengan kedua pengelompokan sebelumnya. Artinya tekstur batuan pada kelompok batuan
berwarna terang dan berat jenisnya rendah ada yang paneritik, apatinitik dan porfiritik, demikian
juga di kelompok batuan berwarna gelap dan berat jenisnya besar, tekstur batuannya ada yang
paneritik, apanitik dan porfiritik. Selanjutnya kita mengelompokkan batuan menurut komposisi
mineral penyusunnya, ferromagnesia, plagioklas felspar, ortoklas felspar dan kuarsa. Nama-nama
batuan dapat dilihat dalam klasifikasi batuan pada Gambar 3.21

42
Gambar 3. 20. Reaksi Bowen Pada
Proses Pendinginan Lambat.
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,
James S, 2002.

Ciri umum batuan beku adalah kompak dan homogen, tidak berlapis-lapis dan tidak
mengandung fosil kecuali tertimbun abu vulkanik.

3. 21. Klasifikasi Batuan Beku Secara Sederhana


(Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002).

43
Tuff

Gambar 3. 22. Contoh lain batuan beku: tuff, obsidian, batuapung dan scoria

2. Batuan Sedimen, batuan yang terbentuknya lewat proses pengendapan, baik secara fisik
maupun secara kimiawi. Hasil rombakan batuan di tempat tinggi yang terangkut ke tempat lebih
rendah kemudian diendapkan, termasuk proses pengendapan secara fisik/ mekanik/klastik. Bahan
sedimen tersebut selanjutnya mengalami proses sementasi dengan bahan perekat berupa bahan-
bahan halus seperti liat, lempung, kapur, silikat, dan sebagainya. Endapan tersebut kemudian
tertutup dengan bahan sedimen berikutnya, menekan kebawah sehingga terjadi proses litifikasi
atau proses mengerasnya bahan sedimen yang terekat tadi. Hasilnya disebut batuan sedimen yang
bermacam-macam sesuai dengan ukuran dan jenis bahan sedimen yang diendapkan.
Sekitar 80% permukaan benua tertutup dengan batuan sedimen walaupun volumenya
hanya sekitar 5% volume kerak bumi. Batuan beku paling banyak di kerak bumi, yaitu sekitar 80%
volume kerak bumi.
Berdasarkan tenaga yang mengangkut hasil pelapukan/erosi , dapat digolongkan atas:
a) Sedimen aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air. Contoh: sand bar (gosong
pasir), flood plain (dataran banjir), natural levee (tanggul alam), alluvial fan ( kipas aluvial),
delta dan sebagainya.
b) Sedimen aeolis/aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga angin. Contoh: sand
dunes(bukit pasir), tanah loss dan sebagainya.
c) Sedimen glasial, yaitu sedimen yang diangkut oleh tenaga gletser. Contoh: morena, drumline.

44
Klasifikasi lain berdasarkan cara pengendapan:
a. Batuan Sedimen Klastis/Mekanik/Fisik (klastic = lepas-lepas), yaitu batuan sedimen yang
diendapkan dalam bentuk bahan-bahan padat hasil pelapukan dan erosi kemudian mengalami
sementasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen. Berdasarkan besarnya butir dari bahan
sedimen yang terekat dapat digolongkan lebih lanjut seperti dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik
Diameter (mm) Skala Nama Bahan Sedimen Nama Batuan Sedimen
Wentworth
> 256 Boulder (Bongkah)
64 256 Cobble (Brangkal)
4 64 Pebble (Krakal) Konglomerat bila permukaan
bahan yang terekat halus,
bentuknya bulat-bulat; Breksi
bila permukaannya kasar,
bentuknya runcing-runcing.
24 Granule (Kerikil)
0,05 2 Sand (Pasir) Sandstone (Batu pasir)
0,002 0,05 Silt (Lanau) Siltstone (Batu lanau)
< 0.002 Clay (Lempung) Claystone, shale, mudstone
Sumber: Plummer & McGeary, 1985
Batuan sedimen yang dihasilkan kalau ukuran bahan sedimen yang terekat satu sama lain
berukuran besar (> 2 mm),disebut konglomerat atau breksi, tinggal memperhatikan apakah bahan
sedimen yang terekat satu sama lain permukaannya halus atau runcing. Kalau bahan-bahan
sedimen yang terekat tersebut permukaannya halus dan berbentuk bulat-bulat, memberikan
gambaran bahwa asalnya dari tempat yang jauh dimana dalam perjalanan telah mengalami
penghalusan permukaan, terutama oleh pengangkutan air sungai disebut konglomerat, dan jika
kasar dan berbentuk runcing-runcing, memberikan gambaran bahwa asalnya tidak jauh dari tempat
diketemukan disebut breksi (Gambar 3. 23).
Jika ukuran bahan sedimen yang terekat jadi satu 0,05 2 mm maka disebut batupasir
(sandstone). Jenis batu pasir diberi nama menurut mineral penyusunnya. Bila hampir seluruhnya
berupa pasir kuarsa maka disebut Ortoquartzite; bila terdiri dari felspar dan kuarsa maka disebut
Arkose (warna merah dari kebanyakan arkose disebabkan oleh kandungan ortoklas) bila terdiri
dari kuarsa, felspar dan sekitar 15% atau lebih hancuran batuan lain disebut Graywacke (sering

45
pula disebut breksi mikro), tetapi kalau hancuran batuan lain kurang dari 15% maka batuan disebut
Arenit; bila berwarna hijau batuan disebut Greensand atau Glauconitic sandstone, warna hijau
berasal dari glaukanit, suatu silikat besi yang kompleks.

A. Konglomerat.
Konglomerat.

B Breksi

Gambar 3. 23. Konglomerat dan breksi

Kalau batuan sedimen klastik berukuran 0,002 0,05 mm disebut batulanau (siltstone).
Karena sudah terlalu halus untuk dilihat dengan mata maka biasanya sulit dibedakan dengan shale,
claystone dan mudstone.
Kalau batuan sedimen klastik berukuran < 0,002 disebut batulempung (claystone), shale
(serpih) dan mudstone (batulumpur). Shale berlapis-lapis tipis, claystone tidak memperlihatkan
ciri berlapis, dan mudstone digunakan secara umum untuk menyatakan batuan dengan ukuran
lebih kecil dari 0,05 mm tanpa membedakan ukuran silt dan clay. Perhatikan beberapa contoh
batuan sedimen dalam Gambar 3. 24.

46
Gambar 3. 24. Beberapa Contoh Batuan Sedimen: A. Konglomerat,
B. Breksi, C. Batupasir, D. Siltstone, E. Shale, F. Batugaram
Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004

b. Batuan Sedimen Kimiawi, yaitu batuan sedimen yang diendapkan secara kimiawi.
misalnya gamping, dolomit, stalagtit dan stalagmit dalam gua-gua kapur, gypsum, travertin
dan lain-lain. Batutetes atau stalagtit dan stalagmit yang terbentuk dalam gua gua kapur
adalah endapan kalsit secara kimiawi. Air hujan yang mengandung CO2 melarutkan kalsit
(CaCO3) di daerah kapur membentuk senyawa baru kalsium bikarbonat Ca(HCO3)2,
meresap ke bawah, dan setelah menetes dari langit-langit gua terurai kembali menjadi CO2
yang menguap ke udara, H2O yang mengalir sebagai sungai bawah tanah dan kalsit
mengendap di langit-langit gua (Stalagtit) dan di dasar gua (Stalagmit). Reaksinya adalah:
CO2 + H2O H2CO3; H2CO3 + CaCO3 Ca(HCO3)2;
Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O.
Klasifikasi batuan sedimen dapat dilihat dalam Tabel 4.

47
Tabel 4. Klasifikasi Batuan Sedimen

Batuan Sedimen Detrital


Nama Sedimen dan Deskripsi Nama Batuan
Ukuran
Partikel kerikil membulat Konglomerat
Kerikil (>2 mm) Partikel kerikil runcing Breksi
Semuanya pasir kuarsa Batupasir kuarsa
Pasir (1/16 2 mm) Kuarsa & felspar dengan >15% Arkose
felspar
Hampir seluruhnya silt Batulanau
Silt dan clay Batulumpur
Lumpur (< 1/16 Hampir seluruhnya lempung Batulumpur
mm) Batulempung

Batuan Sedimen Kimiawi


Tekstur Komposisi Nama batuan
Bervariasi Kalsit (CaCO3) Karbonat: Gamping
Bervariasi Dolomit (CaMg{CO3}2) Batudolomit
Kristalin Gipsum (CaSO4. 2H2O) Evaporit: Batugips
Kristalin Halit (NaCl) Batugaram
Batuan Sedimen Biokimia
Tekstur Komposisi Nama Batuan
Kulit dari kalsium karbonat
Klastik (CaCO3)
Gamping (berbagai tipe seperti kalk, kokuina)
Kulit dari SiO2 Rijang
Biasanya kristalin
Kebanyakan karbon dari sisa Batubara
- tumbuhan

Gambar 3. 25. Beberapa Contoh batuan karbonat: A. Gamping yang mengandung fosil,
B. Gamping bioklastik, C. Kokuina, D. Kapur

48
Struktur Batuan Sedimen.

Struktur batuan sedimen adalah kenampakan tubuh batuan sedimen. Struktur batuan
sedimen dapat dibedakan atas struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer yang
biasanya terbentuk selama proses pengendapan sebelum mengalami litifikasi, dan struktur
sekunder berkembang setelah proses pengendapan. Struktur primer bermanfaat untuk mengungkap
kondisi lingkungan pada masa silam ketika terbentuk batuan sedimen tersebut. Beberapa
diantaranya adalah:
1). Paralel bedding/horizontal bedding (Stratifikasi), yaitu kenampakan batuan sedimen
yang memperlihatkan perlapisan mendatar. Stratifikasi terbentuk bila kondisi pengendapan
bervariasi dari waktu ke waktu.
2). Cross bedding (Perlapisan silang siur), kenampakan perlapisaan batuan sediment yang
miring satu sama lain. Biasanya dihasilkan oleh arus air ataupun angin pada material halus
seperti pasir. Arus air yang mengalir membawa pasir diendapkan tidak dalam posisi mendatar
melainkan miring searah dengan arah arus. Selanjutnya proses pengendapan berikutnya terjadi
di atas lapisan yang pertama. Perlapisan silang siur yang dihasilkan oleh angin mempunyai
cirri agak lain, dimana arah perlapisan tidak teratur karena arah angin berubah-ubah. Dengan
demikian lingkungan terbentuknya berupa bukit pasir, dasar sungai dan delta. Perhatikan
Gambar 3. 26.

Gambar 3. 26. Cross bedding

49
3). Graded bedding (Perlapisan pilihan), yaitu kenampakan perlapisan batuan sedimen yang
ukuran partikelnya berubah perlahan-lahan dari kasar di bagian bawah sampai halus di bagian
atas. Lingkungan terbentuknya perlapisan pilihan adalah lingkungan air seperti danau atau
laut. Bahan-bahan sedimen yang diendapkan di air akan mengalami seleksi berdasarkan
ukuran dan berat partikel sehingga yang mencapai dasar danau/laut terlebih dahulu adalah
partikel-partikel berukuran besar disusul agak kecil, kecil dan halus. Perlapisan ini dapat
berulang di atasnya (Gambar 3. 27.)

Gambar 3. 27. Perlapisan pilihan

4). Lenticulair bed (Perlapisan membaji), yaitu perlapisan yang tebal lapisannya semakin
tipis ke salah satu arah. Bisanya terbentuk di muara-muara sungai, karena bahan-bahan
endapan yang terbawa air sungai semakin berkurang ke arah tengah danau/laut. Dapat pula
terjadi interbedding, yaitu perlapisan membaji yang saling memasuki yang terjadi bila
pengendapan berasal dari dua arah yang berlawanan.
5). Mud-cracks (Struktur rekah kerut), yaitu struktur yang terlihat pada permukaan batuan
sedimen berupa rekahan-rekahan. Struktur ini terjadi bila bahan endapan berupa Lumpur
khususnya material homogen mengalami pengeringan, sehingga mengerut menghasilkan
rekahan-rekahan yang lebarnya beberapa cm dan dalamnya kira-kira 10 x lebar rekahan. Bila
rekahan tersebut suatu ketika tergenang air maka rekahan dapat terisi bahan endapan baru,
namun masih dapat dikenali. Lingkungan terbentuknya adalah daerah yang bergantian
tergenang dan kering seperti dataran banjir dan playa lake berupa danau temporer di gurun.
Gambar 3. 28.

50
Gambar 3. 28. Mud crack

6). Ripple mark (struktur gelembur gelombang). Tinggi gelombang berkisar 5 10 cm dan
panjang gelombang mencapai 1 meter. Biasanya dibentuk oleh gelombang atau arus yang
mengalir di atas bahan sedimen halus. Gelombang atau arus akan menyebabkan permukaan
sedimen berombak yang bila tidak mengalami gangguan akan awet di dalam batuan. Kalau
terjadi arus kuat maka gelembur gelombang akan terhapus. Lihat Gambar 3. 29.

Gambar 3. 29. Ripple mark

51
7). Raindrop impression, yaitu struktur batun sedimen berupa lubang-lubang bekas tetesan
air di permukan batuan. Struktur ini terbentuk di lingkungan berlumpur seperti dataran banjir,
dataran lumpur di pantai, playa lake. Bila hujan jatuh di atas lumpur yang sudah mulai
mengering maka bekas jatuhnya butir-butir akan berlubang-lubang. Bila mengering dan awet
maka menjadi ciri khas yang dapat diamati dalam batuan sedimen. Jarang ditemukan dalam
batuan sedimen.
Ciri umum batuan sedimen adalah kaya dengan bahan organik dan fosil, serta
batuannya berlapis-lapis karena terbentuknya dari pengendapan yang tidak selalu sama dari
waktu ke waktu.

3. Batuan Malihan (Metamorf), adalah batuan yang berasal dari batuan lain yang mengalami
perubahan fisik maupun kimiawi. Perubahan fisik misalnya terjadi penghancuran butir-butir
batuan, bertambah besarnya kristal-kristal mineral penyusun batuan akibat rekristalisasi,
memipihnya mineral penyusun batuan akibat tekanan. Perubahan kimia misalnya terbentuk
mineral baru setelah rekristalilasi atau karena ada tambahan maupun pengurangan senyawa kimia
tertentu.
Penyebab metamorfosis pada intinya adalah temperatur yang tinggi dan atau tekanan yang
tinggi. Pada umumnya kalau penyebabnya adalah temperatur yang tinggi menyebabkan terjadinya
rekristalisasi sehingga kristal mineral penyusun batuan menjadi lebih besar, atau meningkatnya
kandungan unsur tertentu akibat unsur lain menguap. Contoh yang pertama adalah intrusi magma
pada batuan kalsit menyebabkan kalsit mengalami rekristalisasi membentuk marmer atau batu
pualam yang teksturnya lebih besar. Contoh kedua adalah grafit yang berasal dari batubara,
persentase karbon meningkat akibat keluarnya unsur-unsur lain.
Apabila proses metamorfosis terjadi karena tekanan yang tinggi maka umumnya terjadi
pemipihan mineral, sehingga membentuk batuan yang berfoliasi seperti batu tulis atau sabak, sekis
mika, granite gneiss. Lihat beberapa contoh batuan metamorf dalam Gambar 3. 30.

52
Gambar 3. 30. Atas: Marmer,
berasal dari limestone
Bawah: Kuarsit, dari
batupasir kuarsa
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,
James S, 2002.

Proses metamorfosis dikelompokkan sebagai berikut:


1. Geothermal alterasi, yaitu metamorfosis sebagai akibat naiknya temperatur di tempat
yang dalam. Pada kedalaman 3000 meter temperatur kurang lebih 1000 C. Kandungan air
mineral liat akan keluar akibat tekanan lapisan di atasnya, menyebabkan titik lebur batuan
turun (terutama batuan silikat) karena batuan dalam kondisi basah. Beberapa mineral akan
mengalami rekristlisasi menghasilkan kristal-kristal yang lebih besar. Metamorfosis
geothermal banyak dijumpai dalam batuan sedimen tebal seperti di geosinklinal yang
mencapai tebal ribuan meter. Perhatikan Gambar 3. 31.

Gambar 3. 31. Granit (Kiri) setelah tertekan berubah menjadi Gneiss yang bergantian
mineral warna putih dengan warna hitam (kanan)

2. Hidrothermal alterasi, yaitu metamorfosis yang disebabkan oleh cairan magma panas
atau air tanah yang mengalami pemanasan. Contoh: felspar yang keras menjadi liat kaolin
yang lunak, hornblende menjadi klorit, olivin menjadi serpentin. Batuan di permukaan
bumi dekat sumber air panas atau geyser diperlunak oleh uap panas dan air panas,

53
sehingga warnanya menjadi agak pucat.
3. Pneumatholysis, mirip dengan hidrothermal tetapi tenaga pengubahnya adalah gas panas.
Komposisi batuan akan mengalami perubahan sehingga menghasilkan batuan lain dari
batuan asalnya. Banyak mineral bahan galian terjadi lewat proses hydrothermal dan
pneumatholysis, khususnya berupa urat-urat (vein) dalam kerak bumi. Bedanya adalah
yang disebabkan oleh hydrothermal biasanya lebih lebar daripada yang disebabkan oleh
pneumatholysis.
4. Metamorfosis sentuhan (Contact metamorphosis), yaitu metamorfosa yang terjadi
akibat magma bersentuhan dengan batuan. Karena itu banyak dijumpai di sekitar batuan
intrusi seperti batolit dan lakolit. Makin jauh dari intrusi magma makin berkurang
intensitas metamorfosis . Dengan demikian di sekitar batuan intrusi akan dijumpai zona
metamorfosis (metamorphic aureole, atau halo), zone dimana dijumpai mineral-mineral
yang letaknya teratur menurut jauhnya dari intrusi. Di Amerika urutan mineral di sekitar
batuan intrusi adalah muskovit di tempat yang agak jauh, kemudian klorit, biotit dan
ahirnya cordiorit (suatu senyawa silikat besi, magnesium, aluminium yang kompleks)
paling dekat dengan batuan intrusi. Lebar zona metamorfosis di sekitar batolit bisa
mencapai beberapa kilometer, sedang di sekitar stock sampai ribuan meter dan di sekitar
sill dan dike tidak jelas adanya zona metamorfosis.
5. Dinamo metamorfosis (Dynamic metamorphosis), yaitu metamorfosis yang terjadi
karena tekanan tinggi yang dihasilkan oleh gerak-gerak kerak bumi. Jadi erat kaitannya
dengan patahan dan lipatan yang tersebar luas di seluruh dunia, sehingga sering pula
disebut Metamorfosis Regional. Tekanan menyebabkan batuan menjadi pipih, membuat
fragmen batuan bergaris-garis memanjang. Contoh: mudstone menjadi slate. Mudstone
yang terdiri dari butir-butir kuarsa kecil dalam massa liat yang halus, karena menderita
tekanan maka butir-butir kuarsa menjadi pipih, sedang partikel liat menjadi mika.
6. Metasomatisme, yaitu metamorfosis yang terjadi karena bercampurnya magma dengan
batuan membentuk mineral-mineral baru. Pada proses ini selain terjadi perubahan karena
adanya tambahan unsur lain, juga terjadi rekristalisasi karena magma panas.

3. Tekstur dan komposisi batuan metamorf.


Tekstur batuan metamorf tidak didasarkan pada besarnya butir-butir batuan melainkan atas

54
dasar orientasi atau kecenderungan berlapis. Tekstur batuan metamorf dibedakan atas foliasi
dan nonfoliasi.
1). Tekstur foliasi, yaitu tekstur berlapis-lapis dimana butir-butir batuan penyusunnya pipih
sehingga memperlihatkan lapisan atau belahan ke arah mana batuan cenderung
membelah. Pipihnya butir-butir batuan sebagai akibat dari tekanan. Termasuk di
dalamnya adalah slaty, phyllitic, schistose, dan gneissic.
a. Slaty, bila batuan berlapis-lapis dengan permukaan belahan halus dan mudah
dipisahkan lewat bidang belah. Contohnya adalah slate (batu sabak).Gambar
3.32

Gambar 3. 32 Atas: Slate


(sabak) untuk atap &
papan
Bawah: Phyllite (Filit)

b. Phyllitic, bila lapisannya sedikit lebih tebal (beberapa mm) , permukaan


belahan agak kasar dibanding Slaty. Contohnya adalah Phyllite (Filit).
c. Shcistose, bila lapisannya lebih tebal dari phyllitic, permukaan belahan ber-
gelombang. Contohnya adalah sekis mika. Lihat Gambar 3. 33.
d. Gneissic, bila lapisannya tebal dan mineral-mineral berwarna gelap dan terang
terpisah dengan tegas. Contohnya adalah gneiss = genes (Gambar 3. 34)

55
Gambar 3. 33. Tekstur schistose
Sumber: Plummer & MCGeary, 1985

Gambar 3. 34. Gneiss

Gambar 3. 35. Proses pembentukan tekstur


foliasi

56
2). Tekstur Nonfoliasi, yaitu tekstur yang tidak menunjukkan kecenderungan berlapis.
Termasuk di dalamnya adalah marmer, quartzite, serpentinit, antrasit.
Komposisi batuan metamorf sangat bervariasi antara batuan metamorf yang satu dengan
yang lain. Karena itu komposisi batuan metamorf dibedakan secara garis besar atas:
a). Monomineralik, yaitu batuan metamorf yang terutama dari satu macam mineral saja. Contoh:
marmer, quartzite, antrasit.
b). Multimineralik, yaitu batuan metamorf yang tersusun dari 2 mineral dominan. Contoh:
hornfels, sabak, filit, sekis klorit, garnet, genes.
Sulit sekali mengklasifikasikan batuan metamorf karena sangat bervarisi. Karena itu
maka klasifikasinya didasarkan pada tekstur dan komposisi mineral seperti yang diuraikan di atas.
Adapun klasifikasi batuan metamorf dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Batuan Metamorf

Tekstur Nama Komposisi Batuan induk Metamor


batuan fosis
Foliasi Slate Shale, Tuff Increase
Phyllite Kaya mineral silikat (mika, Regional
Sekis (sekis klorit, talk, serpentin, Shale, Tuff
mika, sekis hornblende, kuarsa). Shale, batuan beku
klorit, sekis intermediate sampai
amfibol) Kaya felspar, kuarsa & basa
Gneiss(garne silikat, yang berwarna Batuan beku asam
t gneiss, gelap, amphibol, pyroksen, sampai sedang, arkose, Regional
granite gneis) mika, garnet. graywacke, sekis mika Metamor
phism
Nonfolia Metaquarts Dominan kuarsa Kuarsa dan batu pasir Regional/
si kuarsa. Kontak
Marbell Kalsit & Dolomit, dengan Limestone/Dolomite, Sda
(marmer) atau tanpa silikat Ca&Mg tanpa atau dengan
Mineral silikat yang gelap campuran
Hornfels lebih dominan Shale, Slate, batuan Kontak
ekstruksi sedang
sampai basa.
Antracite 92-98% Carbon peat, lignite, coal Regional/
coal Kontak

Setelah membicarakan macam-macam batuan menurut terjadinya, dapat dibuat suatu siklus
batuan yang menunjukkan perubahan jenis batuan yang satu ke yang lain. Lewat waktu dan

57
kondisi yang memungkinkan, terjadilah perubahan dari jenis batuan yang satu ke jenis batuan yang
lain sampai terbentuk siklus seperti terlihat dalam Gambar 3. 36

Gambar 3. 36. Siklus Batuan

Batuan beku terbentuk dari magma yang mengalami pendinginan dan kristalisasi.
Selanjutnya batuan beku mengalami pelapukan yang memudahkan proses erosi dan pengangkutan,
menjadi bahan sedimen. Bahan sedimen terangkut oleh berbagai tenaga dan di tempat lain
diendapkan, selanjutnya mengalami sementasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen. Di bawah
tekanan /temperatur tinggi, batuan sedimen mengalami malihan menjadi batuan metamorf. Dan
akhirnya, bila batuan metamorf ini masuk kembali ke lapisan dalam, akan lebur menjadi magma.
Tetapi perlu diingat bahwa siklus tersebut dapat mengalami gangguan. Batuan beku banyak
yang tidak pernah tampak di permukaan bumi, terhindar dari proses pelapukan, erosi, dan
pengangkutan. Karena itu tidak mengikuti siklus lengkap seperti yang dikemukakan di atas. Di
bawah tekanan/temperatur tinggi batuan beku bisa langsung berubah ke batuan metamorf, atau
langsung masuk ke lapisan lebih dalam, menjadi magma kembali. Demikian juga batuan sedimen
atau batuan metamorf tidak mengikuti siklus lengkap karena langsung mengalami pelapukan,
tererosi, terangkut ke tempat lain, diendapkan dan kembali menjadi batuan sedimen, atau langsung
masuk ke lapisan dalam menjadi magma.

58
BAB IV. TEORI-TEORI TEKTONIK GLOBAL

Meskipun nampaknya bumi selalu statis karena tersusun dari materi keras namun
sebenarnya tidaklah demikian. Setiap detik bumi mengalami proses, menderita gaya-gaya baik
yang berasal dari dalam maupun dari luar sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan.
Perubahan tersebut ada yang mudah diamati karena prosesnya cepat, ada pula yang sulit diamati
karena prosesnya sangat lambat. Berbagai teori dikemukakan para ahli untuk meyakinkan bahwa
bumi selalu mengalami proses, namun banyak orang yang menyangsikan kebenarannya. Baru
tahun 1960-an terjadi revolusi pemikiran yang menguatkan pendapat bahwa bumi dalam keadaan
labil dengan bukti yang meyakinkan.
A. Tenaga Geologi
Semua tenaga yang menyebabkan terjadinya perubahan di permukaan bumi maupun di
dalam bumi, bersumber dari dua heat engines (mesin yang mengubah energi panas menjadi energi
mekanik), yang satu terletak di dalam bumi dan yang lain di luar bumi. Heat engine yang ada di
dalam bumi tenaganya berasal dari aliran panas dari bagian dalam yang lebih panas ke
permukaan bumi yang dingin. Letusan gunungapi adalah hasil dari mesin ini. Tenaga dari dalam
ini membentuk permukaan bumi yang dikenal sebagai tenaga endogen, tenaga yang kita kenal
sebagai tenaga yang membangun bentuk-bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen ini yang
menyebabkan erupsi/letusan gunungapi, menyebabkan terjadinya gempa, menggerakkan lempeng
dan membangun bentuk-bentuk permukaan bumi seperti terjadinya pegunungan lipatan, patahan
dan sebagainya.
Arus konveksi di astenosfer menggerakkan lempeng litosfer di atasnya sehingga terpecah
dan terisi dengan magma dari bawah membentuk gunung yang menjadi batas lempeng. Lempeng
litosfer bergerak ke samping dari arah gunung (Mid Oceanic Ridge) ke dua arah yang berlawanan,
dan di tempat lain bertabrakan dengan lempeng lain yang bergerak dari arah lain, menyebabkan
salah satunya menunjam ke lapisan dalam. Di tempat yang dalam lebur lagi menjadi magma, yang
akan naik ke atas membentuk gunung baru.Di zone penunjaman (zone subduksi) terjadi gesekan

59
antar batuan lempeng yang tabrakan menyebabkan terjadinya gempabumi.
Mesin yang asalnya dari luar bumi berasal dari energi panas matahari yang
menggerakkan lautan menjadi arus, gelombang dan atmosfer menghasilkan awan, menggerakkan
angin, menghasilkan hujan, salju dan lain-lain, dengan segala bentuk-bentuk hasil erosinya seperti
yang kita lihat di permukaan bumi sehari-hari. Tenaga ini kita kenal sebagai tenaga eksogen,
tenaga yang merusak/mengubah bentuk-bentuk permukaan bumi yang dibangun oleh tenaga
endogen.
Contoh heat engine sederhana dapat dilihat dalam Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4. 1. Heat Engine sederhana.


Sumber: Plummer & MCGeary, 1985

Air yang dipanas di teko dalam gambar tersebut akan menguap dan uapnya itu
menggerakkan kipas dari kertas yang diletakkan di atasnya. Berarti energi panas (heat energy)
berubah menjadi energi mekanik (mechanical energy) yang menggerakkan kipas kertas di
atasnya.
Panas matahari yang memasuki atmosfer bumi, yang sampai di permukaan bumi hanya
sekitar 50%, diserap atmosfer sekitar 15%, dan 35% dipantulkan ke luar atmosfer. Lima belas
persen yang diserap atmosfer diubah menjadi energi potensial yang dapat diubah menjadi tenaga
kinetik, digunakan menggerakkan udara menjadi angin. Lima puluh persen yang sampai ke
permukaan bumi digunakan untuk menguapkan air, konveksi udara, dan radiasi gelombang
panjang yang diserap atmosfer. Begitu selanjutnya air hujan yang jatuh mengalir ke tempat yang
lebih rendah melalui sungai. Air sungai yang mengalir selanjutnya mengerosi dan membawa

60
endapan dan di tempat lain diendapkan lagi, dan seterusnya akan mengubah bentuk-bentuk
permukaan bumi.

B. Teori-Teori Tektonik Global


Sejak orang mengetahui bentuk dan ukuran benua dan lautan pada abad ke-18, timbul
berbagai pemikiran mengenai perubahan yang dialami bumi. Banyak pemikir yang berspekulasi,
beberapa dintaranya cukup berani menerbitkan pemikirannya. Tahun 1858, Antonio Sneider
mengaitkannya dengan cerita Alkitab, beranggapan bahwa dahulu daratan Amerika dan Eropa
terpisah oleh lautan Atlantik pada zaman air bah.
James Dana di Amerika Serikat (1847) dan Elie de Baumant di Eropa(1852)
mengemukakan pendapatnya mengenai permukaan bumi yang tidak rata. Dana berpendapat bahwa
permukaan bumi tidak rata karena bagian bawahnya mengalami pendinginan secara drastis,
sehingga permukaan bumi mengerut. Pemikiran demikian sering disebut Teori Kontraksi
(Contraction Theory atau Theory of a Shrinking Earth). Terhadap teori ini timbul berbagai kritik,
misalnya pandangan bahwa bumi tidak akan mengalami pendinginan secara drastis karena di
dalam bumi terdapat banyak unsur radioaktif yang selalu memancarkan panas, reaksi-reaksi antar
unsur penyusun batuan menghasilkan panas, pergeseran kerak bumi menghasilkan panas, rotasi
bumi menghasilkan panas, dan sebagainya.
Eduard Zuess (The Face of the Earth, 1884), dan Frank B. Taylor (1910) mengemukkan
pandangannya bahwa mula-mula ada dua benua yang berlokasi di kedua kutub bumi. Benua-benua
tersebut diberi nama Laurentia (Laurasia) di utara dan Gondwana di selatan. Kemudian
keduanya bergerak perlahan-lahan kearah ekuator, terpecah menjadi beberapa benua seperti yang
ada sekarang. Amerika Selatan, Australia, India, dikatakan dahulu bagian dari benua Gondwana,
sedang benua lain bagian dari benua Laurentia. Pandangan ini banyak menarik perhatian para ahli
geologi mengingat bentuk setangkup benua-benua tersebut, tetapi menimbulkan pertanyaan apa
yang menyebabkan terjadinya pergeseran ke arah ekuator.
Tahun 1915 Alfred Wegener dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans
mengemukakan teorinya yang terkenal sebagai teori pergeseran benua (Continental Drift Theory)
dan diterima di kalangan ahli geologi sampai tahun 1960-an. Menurut Wegener semula benua-
benua yang ada sekarang bergabung jadi satu yang diberi nama Benua Pangaa (Pangeae).
Permulaan Mesozoikum benua Pangeae ini bergerak secara perlahan-lahan kearah ekuator dan ke

61
arah barat melintasi lautan sehingga terpecah-pecah dan menempati posisi seperti yang sekarang.
Pergeseran ke arah ekuator didorong oleh gaya sentrifugal akibat rotasi bumi, sedang
pergeseran ke arah barat seperti pergeseran pasang yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan
rotasi. Teorinya diperkuat dengan bentuk benua-benua, misalnya antara Amerika Selatan dengan
Afrika yang bila disambung nampaknya persis bersambung. Selain itu diperkuat dengan kesamaan
facies litologi dan paleontologi periode Cretaceus di kedua benua tersebut (pantai timur Brazil
dan pantai barat Afrika). Penjelasannya hampir sempurna sehingga lama dipercayai ahli geologi,
namun tahun 1960-an para ahli geologi mulai meragukan bagaimana benua yang demikian besar
dan berat dapat bergeser di atas dasar lautan. Perhatikan Gambar 4. 2 yang memperlihatkan
perubahan/pergeseran benua sejak Mesozoikum.
Pemikiran lain muncul, seperti adanya aliran konveksi dalam lapisan Asthenosfer, dimana
pengaruhnya sampai ke kerak bumi di atasnya, dikenal sebagai teori konveksi (convection
theory). Penyebab dari aliran konveksi ini diduga sebagai akibat perbedaan densitas di lapisan atas
dan bawah dalam asthenosfer. Arthur Holmes (1928) dari Inggris yang pertama kali menganggap
aliran konveksi di astenosfer sebagai penyebab dari pergeseran benua.
Sesudah Perang Duni II, sejak tahun 1950-an, alat-alat seperti echosounder, magnetometer,
gravimeter, seismograf, dan sebagainya mulai dikembangkan sehingga memungkinkan penelitian
geologi di dasar laut yang dalam. Terungkaplah bahwa bukan hanya benua yang bergeser
melainkan dasar laut juga mengalami pergeseran. Diketemukan adanya rangkaian pegunungan
dasar laut yang umumnya terletak di tengah dasar lautan yang dikenal sebagai Mid-Oceanic
Ridge. Arah pergeseran dasar laut yaitu dari Mid-Oceanic Ridge ke kedua arah yang berlawanan.
Tahun 1962 Harry H. Hess dalam bukunya History of the Ocean Basin, mengemukakan
hipotesisnya bahwa aliran konveksi di asthenosfer ada yang sampai ke permukaan bumi yaitu di
Mid-Oceanic Ridge. Di puncak Mid-Oceanic Ridge tersebut lava mengalir keluar kemudian
menyebar ke kedua lereng pegunungan tersebut. Ahli geologi dasar laut Amerika Serikat, Robert
Dietz, kemudian mengembangkan hipotesis Hess. Perkembangan penelitian topografi dasar laut
membawa bukti-bukti baru mengenai terjadinya pergeseran dasar laut dari arah Mid-Oceanic
Ridge ke kedua sisinya. Kenyataan seperti itu juga terlihat oleh Ekspedisi Glomar Challenger
pada tahun 1968. penyelidikan umur sedimen dasar laut juga mendukung hipotesis tersebut,
dimana makin jauh dari Mid-Oceanic Ridge, makin tua umur batuan sediment. Ini berarti ada
pergeseran dasar laut dari arah Mid-Oceanic Ridge. Beberapa dari Mid-Oceanic Ridge tersebut

62
adalah : Mid-Atlantic Ridge, East Pasific Rise, Atlantic-Indian Ridge, Pasific-Antarctic Ridge.

Gambar 4. 2. Pergeseran benua-benua.

Tahun 1967 ahli Geofisika Inggris, Dan Mc Kenzie dan Robert Parker menampilkan
hipotesis baru yang menyempurnakan hipotesis-hipotesis sebelumnya seperti teori pergeseran
benua (continental drift theory), pemekaran lantai samudera (sea-floor spreading) dan teori
konveksi (convection theory) menjadi satu kesatuan konsep yang sangat berharga dan diterima
luas oleh kalangan geolog di seluruh dunia (Menard, 1974). Teori tersebut dikenal sebagai Teori
Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory).
Lempeng litosfer adalah lapisan terluar bumi yang terdiri dari kerak bumi dan litosfer,
mengapung di atas lapisan yang agak lunak yaitu astenosfer. Tebalnya berkisar 100 250 km

63
(Monroe, Wicander, 2001). Lempeng ini sangat mobil karena terpengaruh oleh arus konveksi yang
terjadi di lapisan astenosfer. Akibat arus konveksi di astenosfer maka lempeng litosfer di atasnya
terdorong sehingga akhirnya pecah menjadi beberapa bagian yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng
Amerika Utara, Lempeng Amerika Selatan, Lempeng Hindia dan Australia, Lempeng Afrika,
Lempeng Eurasia dan Lempeng Antarktika. Masing-masing lempeng bergerak ke arah tertentu
dengan kecepatan berkisar 1 13 cm/tahun. Perhatikan Gambar 4. 3 yang memperlihatkan peta
tektonik lempeng.

Gambar 4. 3. Peta Tektonik Lempeng

Berdasarkan arah gerak lempeng pada batas interaksi lempeng, dikenal ada 3 tipe batas
lempeng:
1 Konvergen, yaitu batas dua lempeng yang saling mendekati/bertabrakan;
2 Divergen, yaitu batas dua lempeng yang saling menjauhi;
3 Shear atau Transform, yaitu batas dua lempeng yang saling berpapasan.
Contoh batas lempeng dapat dilihat di Gambar 4. 4.

64
Gambar 4. 4. Tipe-tipe batas lempeng

1 Batas Lempeng Konvergen. Pada batas lempeng konvergen, ada dua lempeng yang bergerak
kearah satu sama lain. Karakteristik perbatasan sebagian tergantung pada tipe lempeng yang
bertabrakan.
1) Jika lempeng dasar laut bertabrakan dengan lempeng dasar laut, salah satunya akan
mengalami subduksi, membenam dibawah yang lain. Contohnya adalah lempeng Australia
bertabrakan dengan lempeng Asia, dimana lempeng Australia membenam di sebelah barat
Sumatera, selatan Jawa Nusa Tenggara dan Maluku Selatan; lempeng Pasifik bertabrakan
dengan lempeng Asia, dimana lempeng Pasifik mengalami subduksi di bawah Irian
Filipina Jepang. Sepanjang zone subduksi merupakan pusat-pusat gempa, dari gempa
dangkal sampai gempa dalam dan biasanya dikenal sebagai zone of Benioff.
Lempeng yang turun menghasilkan palung laut dan pada kedalaman 50 100 km
sebagian mulai mengalami peleburan menghasilkan magma andesitik. Magma andesit yang
terbentuk menyusup keatas melalui retakan-retakan akibat tabrakan antar lempeng,
membentuk busur vulkanik berupa deretan pulau-pulau vulkanis sejajar dengan palung.
Perhatikan Gambar 4. 5.

65
Gambar 4. 5. (a). Lempeng dasar laut bertabrakan dengan lempeng
dasar laut (b). Busur pulau-pulau vulkanik yang terbentuk
(Sumber: Monroe, James S, Wicander, Reed, 2001)

2) Jika lempeng dasar laut bertabrakan dengan lempeng benua, maka lempeng dasar laut
membenam dibawah lempeng benua karena batuan dasar laut lebih berat. Kenampakan
yang dihasilkan sama saja dengan tabrakan dasar laut dengan dasar laut, hanya letak
palung dekat tepi benua dan busur vulkanik tidak berupa pulau-pulau vulkanik melainkan
pegunungan tepi benua. Sepanjang zone subduksi merupakan pusat-pusat gempa dari
gempa dangkal sampai gempa dalam. Subduksi lempeng Nazca dibawah lempeng
Amerika Selatan adalah contoh tipe batas lempeng ini. Palung Peru-Chili menandai
tempat subduksi dan Pegunungan Andes mewakili busur vulkanik. Lihat Gambar 4. 6

Gambar 4. 6. Lempeng Nasca menunjam di bawah


Lempeng Amerika Selatan Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004

66
3) Jika lempeng benua bertabrakan dengan lempeng benua, kedua benua saling bertumpuk
satu sama lain. Karena batuan kedua benua sama dan keduanya lebih ringan dari batuan
di bagian bawah, maka tidak ada yang menunjam dibawah yang lain. Salah satu benua
dapat menyelinap dalam jarak pendek dibawah yang lain, tetapi tidak bergerak kebawah
sebagai zone subduksi. Kedua benua menyatu sepanjang suture zone (zone jahitan) yang
menandai awal persinggungan kedua benua. Kerak dipertebal lebih lanjut oleh dorongan
salah satu benua di bawah yang lain. Hasilnya adalah rangkaian pegunungan di
pedalaman benua baru yang lebih besar, hasil penggabungan dua benua. Seluruh daerah
tumbukan ditandai oleh pusat-pusat gempa dangkal dalam daerah yang luas sepanjang
sejumlah patahan. Pegunungan Himalaya di Asia Tengah terbentuk dengan cara ini, di
mana Lempeng India bergerak ke utara bertabrakan dengan Lempeng Asia. Lihat Gambar
4. 7.

Gambar 4. 7. Lempeng India tabrakan dengan lempeng Asia.


Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004.

2. Batas Lempeng Divergen


Batas lempeng divergen adalah batas antar lempeng yang bergerak saling menjauhi.
Tipe batas lempeng ini umumnya dijumpai di pegunungan tengah samudera (Mid-oceanic
Ridge) seperti Mid-Atlantic Ridge, East Pacific Rise, Atlantic-Indian Ridge, Pacific-Antarctic

67
Ridge.
Arus konveksi di Astenosfer naik di tempat ini kemudian bergerak ke arah berlawanan,
menyebabkan lempeng litosfer di atasnya pecah dan bergeser ke arah yang berlawanan. Celah
yang terbentuk antara kedua lempeng tersebut terisi dengan magma dari lapisan astenosfer
membentuk pegunungan tengah samudera. Lihat gambar 4. 8.

Gambar 4. 8. Pegunungan di
Tengah Samudera Atlantik
(Mid Atlantic Ridge)

3. Batas Lempeng Shear atau Transform


Batas lempeng shear adalah batas antar lempeng yang gerakannya horizontal
berlawanan arah sepanjang batas keduanya, seperti mobil yang berpapasan di jalan. Contoh
batas lempeng ini adalah patahan Anatolia Utara di Turki yang arahnya Barat Timur di mana
sisi utara patahan bergerak ke timur dan sisi selatannya bergerak ke barat; patahan San
Andreas di Amerika Utara di mana sisi timur bergerak ke selatan sepanjang patahan, dan sisi
barat bergerak ke arah utara. Daerah di batas lempeng semacam ini sering dilanda gempa
dangkal karena gesekan batuan antara kedua lempeng. Lihat Gambar 4.9.

68
Gambar 4.9. Patahan San Andreas di Amerika Utara.
Sumber: Monroe, Wicander, 2001.

Penyebab pergeseran lempeng disebabkan oleh arus konveksi di dalam selimut bumi,
namun ada beberapa mekanisme/cara yang dikemukakan oleh berbagai ahli geologi. Misalnya ada
yang mengemukakan bahwa arus konveksi terjadi dalam selimut bagian atas saja yaitu di lapisan
Astenosfer, namun ahli lain beranggapan arus konveksi terjadi di seluruh selimut bumi. Perhatikan
Gambar 4.10. di bawah ini.

Gambar 4. 10. Arus konveksi di lapisan Astenosfer (kiri) dan


arus konveksi di seluruh selimut bumi (kanan).

69
Adalagi yang berpendapat tempat naiknya batuan panas dari bawah merupakan daerah
sempit saja seperti cerobong asap, dan setelah sampai di permukaan tersebar ke segala arah. Lihat
Gambar 4. 11. Pendapat ini disebut Mantle Plume oleh W. Jason Morgan seorang ahli geologi
dari Universitas Princeton.
Tempat di permukaan bumi itu menjadi daerah vulkanis aktif. Menurut pandangan Morgan
lempeng bergerak karena beberapa plume yang tidak luas berupa arus konveksi sepanjang seluruh
pegunungan. Plume hipotetis ini seakan seperti pipa dari dasar selimut bumi. Aliran radial materi
selimut bumi dari dalam ke permukaan akan memecahkan litosfer dan menggerakkan lempeng.
Mantle plume yang naik di benua misalnya, akan menyebabkan permukaan benua menggembung
ke atas diikuti aktivitas vulkanisme.

Gambar 4. 11. Mantle Plume seperti terlihat dari


samping (atas) dan penyebaran secara radial di
permukaan bumi seperti terlihat dari atas (bawah).

Penggembungan ini menghasilkan tiga retakan (Gambar 4. 12). Aliran dari dalam
berlangsung terus menyebabkan kerak bumi bergerak sepanjang dua dari tiga retakan, dan retakan
ketiga menjadi tidak aktif. Dalam model ini kedua retakan yang aktif akan menjadi pinggiran
benua sebagaimana lautan terbentuk antara benua yang terbelah itu. Retakan ketiga menjadi
aulacogen, suatu retakan yang tidak aktif yang kemudian terisi dengan sedimen.

70
Gambar 4. 12.
A Penggembungan permukaan bumi tempat
Mantle plume naik.
B. Akibat aliran radial maka permukaan bumi
retak di tiga tempat.
C. Dua retakan menjadi aktif di mana lempeng
bergerak ke arah berlawanan membentuk
lautan diantaranya, sedang retakan yang
ketiga menjadi tidak aktif dan terisi dengan
sedimen (aulacogen)

Sebagai contoh dari retakan semacam ini adalah Laut merah (Gambar 4. 13).

Gambar 4.13. Laut Merah dan Teluk Aden merupakan dua retakan aktif sebagaimana
semenanjung Arab bergeser dari Afrika, sedang retakan yang tidak aktif atau aulacogen
ialah patahan Afrika Timur

Tempat di mana mantle plume mungkin naik sekarang di benua adalah di Taman Nasional
Yellowstone di barat laut Wyoming. Daerah ini agak tinggi dan vulkanis, ada arus panas dan
kegiatan mata air panas dan geyser, semuanya mungkin disebabkan oleh plume ini.
Beberapa plume naik di bawah lautan misalnya di kepulauan Hawaii. Akan tetapi agak lain

71
dengan yang di benua, plume bertindak seperti pusat erupsi (hot spot) di bawah lempeng yang
bergerak. Sebagaimana lempeng bergerak di atas plume, terbentuklah sederetan gunung di mana
hanya salah satu gunung tersebut yang aktif, yaitu gunung yang persis di atas mantle plume sedang
yang lainnya sudah tidak aktif (Gambar 4. 14). Perhatikan pula Gambar 4. 15 yang menunjukkan
peta Kepulauan Hawaii di mana di ujung tenggara saja yang aktif dan makin ke barat laut gunung-
gunungnya tidak aktif dan makin tua umur batuannya.

Gambar 4. 14. Perhatikan gunung yang aktif hanya yang terletak di atas pusat
erupsi (hot spot) dan makin ke kiri makin tua umurnya.


Gambar 4. 15. Peta Kepulauan Hawaii yang bergeser ke barat laut dan hanya dua
gunung aktif di sebelah tenggara (tempat yang persis di atas pusat erupsi) dan
gunung-gunung makin ke baratlaut makin tua umurnya.

72
Kebanyakan ahli geologi menerima konsep tektonik lempeng karena konsep ini dapat
menjelaskan banyak kenampakan-kenampakan di permukaan bumi, antara lain:
Distribusi gempabumi yang sesuai dengan konsep tektonik lempeng, di mana gempa dangkal
umumnya terletak di bawah normal fault yang disebabkan oleh tensional stress yang
berasosiasi dengan perbatasan lempeng divergen, dan di strike slip fault pada shear boundary di
continent convergence. Di sisi lain, gempa dangkal, sedang dan dalam dijumpai pada zone of
Benioff yang terletak pada patahan terbalik yang terjadi bila salah satu lempeng menunjam di
bawah yang lainnya.
Distribusi dan komposisi vulkan-vulkan di dunia: vulkan-vulkan basaltis terjadi di divergent
boundary, sedang vulkan-vulkan andesitis terjadi di convergent boundary.
Pegunungan muda dunia yang berasosiasi dengan intrusi magma, metamorfosis, lipatan dan
patahan yang disebabkan oleh kompressi horisontal terjadi di converging plate boundaries.
Relief dasar laut juga dapat dijelaskan dengan konsep tektonik lempeng: Mid Oceanic Ridge
dijumpai pada divergent boundaries, palung laut dijumpai di zone subduksi.
Tektonik lempeng juga berkaitan dengan pembentukan batuan metamorfosis seperti terlihat
pada Gambar 4. 16.
Dengan demikian konsep tektonik lempeng dapat menjawab lebih banyak kenampakan
kenampakan yang ada di permukaan bumi daripada hipotesis atau teori-teori lain.

Gambar 4. 16. Hubungan antara tektonik lempeng dengan metamorfosis

73
Pada Gambar 4. 17 di bawah ini kita dapat melihat sebaran pegunungan dan tipe batas
lempeng.

Gambar 4. 17. Sebaran pegunungan bertipe andesit dan basaltik

74
BAB V. STRUKTUR-STRUKTUR DIASTROPIK

Struktur atau bentuk dan susunan lapisan batuan sebagi akibat dari perubahan yang dialami
batuan, dapat dibedakan atas struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer adalah struktur
yang terbentuk pada saat pembentukan batuan seperti graded bedding, cross bedding,
lenticulairbed, mud crack, ripple mark, raindrop impression dan sebagainya yang telah
dibicarakan dalam strukrur batuan sedimen. Struktur sekunder adalah struktur yang dihasilkan oleh
proses deformasi dan dislokasi yang dialami batuan setelah batuan terbentuk.
Sering pula disebut struktur diastropik karena dihasilkan oleh gerak-gerak distropik.
(Tektonik dan diastropik keduanya menyangkut gerak-gerak kerak bumi yang menyebabkan
terjadinya deformasi batuan, namun biasanya dibedakan dari skalanya di mana tektonik digunakan
untuk perubahan dalam skala besar seperti pembentukan benua, dasar laut dan pegunungan,
sedang diastropik untuk skala kecil/lokal seperti patahan, pelipatan, retakan, basin dan kubah.
Untuk menjelaskan posisi batuan dalam ruang, para ahli geologi menggunakan dua macam
pengukuran yaitu dip dan strike. Dip dan strike suatu lapisan, menunjukkan orientasi dalam
hubungannya dengan bidang horizontal. Dip adalah sudut antara bidang miring dengan bidang
datar, atau sudut kemiringan lapisan diukur mulai dari bidang horisontal. Strike adalah arah bidang
mendatar yang tegak lurus dip. Alat yang digunakan untuk mengukur dip dan strike adalah
kompas geologi atau kompas Brunton, yang di dalamnya juga terdapat klinometer untuk mengukur
besar kemiringan. Kegunaannya adalah untuk merekonstruksi struktur batuan, dapat digunakan
untuk mengukur ketebalan dan kedalaman lapisan. Contoh dip dan strike dapat dilihat dalam
Gambar 5. 1 di bawah ini.

Gambar 5. 1. Strike dan Dip


Strike
Arah dip
Dip

75
Cara mengukur struktur bidang dengan kompas geologi:
1. Pengukuran jurus (Strike): letakkan kompas dengan sisi E menempel pada batuan tegak lurus
kemiringan. Levelkan kompas yang ditunjukkan oleh gelembung udara masuk ke dalam mata
sapi dan gelembung lainnya terletak di tengah garis. Angka yang ditunjukkan jarum penunjuk
utara adalah harga jurus, misalnya 2800. Beri tanda garis di sisi kompas yang menempel pada
batuan.
2. Kemiringan (Dip): letakkan kompas tegak lurus pada garis yang telah dibuat dengan sisi W
menempel di batuan tegak lurus garis yang dibuat di batuan. Atur klinometer sampai nivo, baca
kemiringannya.
3. Arah kemiringan (Direction of dip): letakkan kompas dengan sisi S menempel pada batuan
sejajar dengan garis, atur sampai nivo, baca angka yang ditunjukkan jarum penunjuk utara. Arah
itulah arah kemiringan lereng.
Gaya tektonik begerak dan mengubah sebagian dari kerak bumi. Hubungan antara gerakan
dalam bumi dan deformasi/perubahan kerak bumi sebagai berikut: Gerakan sebagian besar atau
kecil dari kerak bumi menimbulkan stress,suatu tekanan yang bekerja pada luas permukaan unit
batuan. Sebagai respons terhadap tekanan yang bekerja disebut strain, suatu perubahan ukuran
atau bentuk batuan.
Stress dapat dibagi 3 macam yaitu: Compressive stress yaitu tekanan yang bekerja dari dua
arah yang berlawanan, Tensional stress yaitu tekanan yang bekerja ke arah yang berlawanan
seperti gerakan berpisah, dan Shear stress yang bekerja mendatar namun arah berlawanan.
Strain juga ada 3 macam: Plastic strain, suatu benda yang bengkok bila ditekan dan tidak
kembali ke keadaan semula bila tekanan ditiadakan, Elatic strain, benda bengkok bila ditekan dan
kembali ke posis semula bila tekanan dihentikan, Fracturing strain, benda yang bila dibengkok-
kan pecah atau patah.
Struktur-struktur diastropik terdiri dari:

A. Pelengkungan (Warping): Gerakan vertikal yang tidak merata di suatu daerah khususnya yang
berbatuan sedimen, akan menghasilkan perubahan struktur perlapisan yang semula kurang lebih
horizontal menjadi melengkung. Kalau melengkung ke atas maka disebut dome (kubah) dan
bila melengkung ke bawah disebut cekungan (basin). Diameternya bisa mencapai beberapa
kilometer.

76
Gambar 5. 2. Kubah dan cekungan
A. Kubah (Dome)
B. Cekungan (Basin)

B. Lipatan (Folding): Struktur batuan akan mengalami pelipatan bila menderita tekanan lemah,
tetapi berlangsung dalam waktu lama. Besarnya tekanan masih di bawah titik patah batuan
sehingga dapat dinetralisir oleh keplastisan batuan.
Bagian puncak lipatan disebut antiklin, dan lembah lipatan disebut sinklin. Daerah
pegunungan lipatan biasanya dihasilkan oleh tekanan horizontal. Di atas puncak lipatan
biasanya masih terjadi lipatan-lipatan kecil, demikian juga di lembah lipatan. Puncak lipatan
utama disebut antiklinorium (antiklinoria) dan lembah lipatan utama disebut sinklinorium
(sinklinoria). Puncak dan lembah kecil-kecil di antiklinorium atau sinklinorium disebut antiklin
dan sinklin. Geantiklin dan geosinklin digunakan untuk pelipatan yang sangat hebat, di
geantiklin dan geosinklin terdapat antiklinorium dan sinklinorium. Geantiklin biasanya berupa
benua dan geosinklin berupa dasar laut. Di benua dan di dasar laut masih terdapat lipatan-
lipatan besar berupa antiklinorium dan sinklinorium, selanjutnya di antiklinorium dan
sinklinorium terdapat lipatan kecil yang disebut antiklin dan sinklin.
Berdasarkan sumbu lipatan, dikenal beberapa tipe dasar lipatan (Gambar 5.3):
1. Lipatan simetris adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya simetris, atau sumbu lipatan
tepat di tengah membagi dua sama besar kedua bibir lipatan. Biasanya dihasilkan oleh gaya
horizontal dari dua arah yang berlawanan dan seimbang.
2. Isoklin adalah lipatan tegak atau miring yang sudut kemiringannya sama.
3. Lipatan asimetris adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya tidak simetris, atau sumbu

77
lipatannya tidak membagi dua sama besar kedua bibir lipatan. Biasanya terbentuk karena
gaya horizontal dari dua arah yang berlawanan dan tidak seimbang.
4. Lipatan miring (overturned folded) adalah lipatan yang salah satu bibir lipatan miring.
Kedua bibir lipatan miring ke arah yang sama tetapi tidak sama besar sudutnya.
5. Lipatan rebah (recumbent) adalah sumbu lipatan sudah mendatar atau hampir mendatar.
6. Monoklin adalah lengkungan yang menghubungkan dua dataran (perhatikan Gambar 5. 4
di bawah ini).

Gambar 5. 3. Tipe-tipe dasar lipatan: A. Lipatan simetris, B. Isoklin, C. Lipatan asimetris,


D. Lipatan miring (Overturned), E. Lipatan rebah (Recumbent)

Gambar 5. 4. Monoklin &


kenampakan di lapangan
A. Monoklin
B. Monoklin di pegunungan
Bighorn, Wyoming.

78
Gambar 5. 5. Antiklin yang membenam
(plunge).
Bawah: antiklin yang membenam di
Sheep Mountain, Wyoming

C. Retakan (Jointing). Retakan adalah struktur yang terbentuk karena gaya regangan yang
menyebabkan batuan retak, namun tidak mengalami dislokasi/masih bersambung. Gaya
regangan bekerja tegak lurus pada bidang retakan ke dua arah berlawanan. Biasanya dijumpai
pada batuan yang rapuh sehingga dengan tenaga kecil saja sudah mengalami retak. Sepasang
retakan disebut tectnonic joint (retakan yang terjadi karena tektonoik). Retakan yang terjadi
pada pipa kepundan yang telah nampak di permukaan akibat tererosi dikenal dengan nama
columnar joint, sedang retak yang dijumpai di puncak lipatan dikenal sebagai tektonic joint.
Perhatikan Gambar 5. 6.

Gambar 5. 6: Retakan yang terjadi karena tekanan.


A. Tekanan yang bekerja pada batuan dari 2
arah berlawanan menghasilkan tiga retakan
dengan arah tertentu.
B. Retakan yang terjadi pada pengangkatan
menghasilkan 2 retakan yang satu sama lain
memotong tegak lurus.

79
D. Patahan atau Sesar (Faulting). Patahan terjadi bila tekanan cukup kuat, melampaui titik patah
batuan, apalagi jika terjadinya cepat. Batuan tidak hanya retak-retak tetapi terjadi pergeseran/
dislokasi sehingga tidak bersambung lagi. Berdasarkan arah gerak blok batuan disepanjang
bidang patahan dikenal beberapa tipe dasar patahan :
1. Strike-slip Fault/Transcurrent Fault adalah patahan yang arah gerakannya horizontal
dengan arah berlawanan.
2. Dip-slip Fault yaitu patahan yang gerakannya sepanjang bidang patahan miring. Kalau
gerakannya mengarah ke bawah sesuai dengan gaya berat disebut Normal Fault (Patahan
Normal), atau Gravity Fault sedang kalau gerakannya ke atas disebut Reverse Fault (atau
patahan terbalik, sudut kemiringan 45o) atau Thrust Fault (kemiringan < 45o).
3. Rotational Fault (Hinge Fault) yaitu patahan yang gerakannya memutar pada bidang
patahan.
4. Oblique-slip Fault, yaitu patahan yang gerakannya mendatar saling menjauhi atau arah
lain yang tidak termasuk dalam jenis patahan di atas. Perhatikan Gambar 5. 7.

Blok sebelum mengalami


patahan

Patahan Normal, terjadi


karena pergeseran batuan
kearah yang berlawanan

Patahan terbalik, terjadi


karena ada tekanan
kompresi

80
Strike-slip Fault arah
pergeseran mendatar
sepanjang bidang
patahan.

Oblique-Slip Fault,
patahan mendatar yang
saling menjauhi atau
arah lain yang tidak
termasuk patahan lain

Hinge Fault, patahan


yang memutar pada
bidang patahan

Gambar 5. 7. Beberapa Tipe Patahan.

Beberapa istilah yang berkaitan dengan bentukan-bentukan patahan antara lain :


a. Graben atau Slenk, suatu depresi yang terbentuk antara dua patahan dimana blok batuan
yang diapit kedua patahan tersebut mengalami penurunan. Contohnya adalah Lembah Sapi
Kerep di Tengger, Lembah Semangka di Bukit Barisan.
b. Horst, kebalikan dari graben dimana blok batuan yang diapit kedua patahan mengalami
pengangkatan sehingga lebih tinggi dari daerah sekitar.
c. Fault Scarp (Gawir Sesar) suatu dinding terjal yang dihasilkan oleh patahan miring/dip-
slip Fault. Sering kali tidak kelihatan lagi di lapangan akibat mengalami erosi.
d. Step Fault, patahan yang kelihatan bertangga karena terdiri dari serangkaian patahan
miring yang tidak sama tingginya.

81
A. Graben (Rift)

Fault Scarp

B. Graben tanggung
(Half Graben)

C. Horst

Gambar 5. 8. Beberapa Contoh Bentuk-Bentuk Patahan

e. Rift Valley, suatu graben yang memanjang, contohnya Lembah Semangka dan patahan di
Afrika Timur dapat disebut Rift Valley. Kadang-kadang disebut depresi tektonik.
f. Overthrust Fault, suatu patahan terbalik yang arah gerakannya telah berubah ke arah
mendatar sehingga batuan terletak jauh dari tempat keluarnya. Di Amerika Serikat batuan
yang keluar akibat overthrust fault telah bergeser sepanjang 30 km dari sumbernya.
Overthrust fault dapat pula berkembang dari suatu lipatan rebahan yang kemudian
mengalami patahan hampir sejajar dengan bidang horizontal, dimana pergeseran terjadi di
sepanjang bidang patahan tersebut.

82
Gambar 5. 9. Contoh patahan di lapangan

Ciri-ciri Sesar/Patahan : breksi sesar, milonit(tepung sesar), cermin sesar (permukaan mengkilat
karena gesekan batuan), slicken side (permukaan halus dengan alur-alur sejajar arah gerakan),
zone sesar, omisi (lapisan yang hilang sambungannya), strie/barit(goresan pada dinding
batuan).
Ciri-ciri topografi sesar : gawir sesar (fault scarp), faset segitiga, lembah sesar, celah sesar,
terban/graben, sembul/horst, perbedaan ketinggian, kelurusan, pemunculan mata air dan
rembesan, tekuk lereng/break of zone (perubahan lereng secara mendadak).

83
BAB VI. GEMPABUMI

Gempabumi adalah getaran kerak bumi yang dihasilkan oleh pelepasan energi akibat
patahan. Energi yang dilepaskan merambat ke segala arah dalam bentuk Gelombang Primer
(Longitudinal), Gelombang Sekunder (Transversal) atau Gelombang Permukaan. Getaran
gelombang Primer searah dengan arah geraknya, sedang getaran gelombang Sekunder tegak
lurus arah geraknya. Gelombang Permukaan (gelombang Panjang) merambat di permukaan dari
episentrum ke segala arah. Ada yang getarannya kesamping kiri-kanan (gelombang cinta, love
wave) dan ada yang naik-turun (gelombang Rayleigh). Kebanyakan gempa yang terjadi
merupakan kombinasi antara gelombang cinta dan rayleigh, sehingga merusak fondasi dan
menyebabkan kerusakan hebat, karena tanah naik turun sekaligus ke samping kiri-kanan pada
saat yang bersamaan, seperti yang dirasakan penduduk di Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun
2006.

Gambar 6. 1. Perambatan Gelombang Permukaan

84
Gambar 6.2. Daerah Teduh Seismik

Karena jalannya gempa berbelok arah/membias akibat perbedaan materi di dalam bumi
maka pada jarak 1030 sampai 1430 dari episentrum gempa tidak tercatat gelombang Primer,
sedang gelombang Sekunder tidak tercatat pada jarak 1030 sampai 1800 dari episentrum gempa,
Daerah ini sering disebut daerah teduh seismik atau daerah bayangan gempa seperi terlihat
dalam Gambar 6.2 di atas.
Gempabumi merupakan peristiwa alam yang paling banyak menimbulkan kerugian
bahkan menyebabkan korban jiwa, terutama dari perambatan gelombang permukaan.
Kerusakan akibat gempa bumi biasanya diikuti bencana sekunder, misalnya kebakaran,
terputusnya jalur transportasi, longsor, terputusnya aliran listrik, terputusnya saluran air dan
sebagainya. Kerusakan waduk akibat gempa dapat menimbulkan banjir. Demikian pula kalau
instalasi nuklir hancur akibat gempa, dapat menimbulkan bahaya radioaktif. Kalau gempabumi
terjadi di dasar laut, dapat menimbulkan gelombang tinggi yang disebut tsunami yang sangat
banyak membawa korban jiwa, kerusakan, bahkan kapal dapat dihempaskan ke daratan seperti
yang terjadi di Aceh pada bulan Desember tahun 2004.
Sampai saat ini masih sulit untuk meramalkan terjadinya gempa. Karena itu terutama
diusahakan memperkecil kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi.

85
A. Macam-Macam Gempabumi
Gempabumi dapat diklasifikasikan berdasarkan terjadinya, yaitu gempa tektonik, gempa
vulkanik dan gempa terban. Kebanyakan gempabumi yang terjadi di dunia tergolong gempa
tektonik.
1) Gempa Tektonik, adalah gempabumi yang terjadi karena gerak-gerak kerak bumi.
Umumnya gerak-gerak kerak bumi yang menimbulkan patahanlah yang menghasilkan
gempabumi. Karena itu sering pula disebut gempa dislokasi. Gempa tektonik paling
sering terjadi (sekitar 90%), juga paling banyak merusak dan sulit diramalkan.
2) Gempa Vulkanik, adalah gempabumi yang terjadi karena gerakan magma dari dalam
bumi. Goncangannya hanya terasa sekitar gunungapi yang sedang aktif, tidak meluas
dan tidak sesering gempa tektonik (sekitar 7%). Sebelum gunungapi meletus biasanya
didahului oleh gempabumi dan semakin meningkat mendekati puncak letusan.
Demikian juga pada saat letusan berlangsung bahkan sesudah letusan gunungapi, masih
terasa goncangan gempabumi.
3) Gempa Terban/Runtuhan, adalah gempabumi yang terjadi karena adanya longsor atau
runtuhnya gua bawah tanah. Goncangannya hanya dirasakan sekitar daerah yang
longsor atau runtuh, dan hanya sekitar 3% dari keseluruhan gempa di bumi.

Gambar 6.3. Terjadinya Gempa Tektonik


a. Lempeng Indo-Australia bergerak dengan kecepatan 7 cm/tahun ke arah utara, membenam
masuk kedalam kerak bumi hingga mendorong ujung lempeng Burma ke bawah. Dorongan
itu menghasilkan pergeseran pada titik pertemuan antar lempeng yang disebut zona
dorongan
b. Mantel bumi
c. Lempeng Burma melepaskan tekanan yang didapatnya dari lempeng India menyebabkan
terjadinya gempa berkekuatan besar.

86
Gambar 6.4. Gempa Vulkanik

Gambar 6.5. Gempa Terban

Gempabumi dapat pula dikelompokkan berdasarkan kedalaman pusat gempa, yaitu


gempa dangkal, sedang dan dalam. Perhatikan klasifikasi gempa berdasarkan kedalaman
hiposentrum dalam Tabel 6 di bawah ini.

87
Tabel 6. Macam- Macam gempa berdasarkan kedalamannya
Kriteria K e d a l a m a n (km)
Menurut Dobrein Menurut Allison
Dangkal < 70 < 60
Sedang 70 300 km 60 300
Dalam > 300 > 300 720

Menurut Allison, gempabumi terdalam yang pernah dikenal, kedalamannya hanya 720 km
di rangkaian pulau-pulau Pasifik. Sekitar 85 90% dari semua gempabumi tergolong dangkal,
kebanyakan dalamnya kurang dari 8 km. Seringnya terjadi gempa dangkal karena bagian kerak
bumi yang aktif mengalami pergeseran adalah bagian atas. Gempa dalam jarang, berkaitan
dengan temperatur dan tekanan hidrostatika. Semakin tinggi temperatur dan tekanan
hidrostatika semakin lentur batuan, yang berarti titik patahnya juga akan tinggi. Dengan
demikian sulit mengalami patahan karena dapat dinetralisir oleh keplastisan batuan. Karena
makin dalam makin tinggi temperatur dan tekanan hidrostatika, maka jarang terjadi pusat
gempa di lapisan yang dalam. Biasanya gempa dalam dijumpai pada perbatasan lempeng tipe
konvergen yaitu pada zone subduksi di mana kerak bumi menunjam ke lapisan bawah.
1) Gempa dangkal, adalah gempabumi yang hiposentrumnya kurang dari 70 kilometer.
Gempa ini paling sering terjadi karena bagian paling atas dari kerak bumi yang paling
mobil.
2) Gempa sedang, adalah gempabumi yang kedalaman hiposentrumnya antara 70 300
kilometer.
3) Gempa dalam, adalah gempabumi yang kedalaman hiposentrumnya lebih dari 300
kilometer. Gempa ini jarang terjadi, hanya dijumpai pada zone subduksi dimana salah
satu lempeng membenam masuk ke lapisan dalam.
Apabila episentrum gempabumi yang pernah terjadi digambar dalam suatu peta dunia,
ternyata tidak tersebar merata melainkan dalam suatu daerah sempit yang memanjang
mengikuti batas lempeng litosfer yaitu sekitar Sirkum Pasifik, Sirkum Mediteran dan
pegunungan tengah samudera.
B. Episentrum dan Hiposentrum Gempabumi
Pusat gempa yang di dalam bumi disebut hiposentrum gempa, dan tempat di permukaan

88
bumi tepat tegak lurus di atas hiposentrum disebut episentrum gempa (Yunani: hypo = di
bawah; epi = di atas). Daerah sekitar episentrum gempa inilah yang paling banyak menderita
kerusakan akibat gempa. Oleh karena itu episentrum gempa adalah tempat yang mula-mula
dicari.
Untuk menghitung jarak stasion pencatat gempa ke episentrum gempa digunakan rumus
Laska: = { ( S P ) 1 } 1000 km. Keterangan: = jarak ke episentrum, S = saat
gelombang S tercatat di seismograf; P = saat gelombang P tercatat di seismograf.
Rumus Laska ini kurang teliti karena tidak memperhitungkan perlambatan gerak
gelombang. Untuk itu maka para ahli seismologi telah menyusun tabel lebih teliti yang
menunjukkan hubungan antara jarak episentrum, waktu yang dibutuhkan gelombang Primer,
waktu yang dibutuhkan gelombang Sekunder dan selisih waktu yang diperlukan gelombang
Primer dan gelombang Sekunder, sehingga dengan cepat dapat diketahui jarak episentrum dari
stasion pencatat gempa. Contoh tabel dapat dilihat di bawah ini (tidak lengkap, seharusnya
jarak dari pusat gempabumi setiap kilometer).
Tabel 7. Waktu yang Diperlukan Gelombang P & S

Jarak dari pusat Waktu yang diperlukan: Interval waktu antara


gempa (km) Gelombang P Gelombang S gelombang P dan S
menit detik menit detik menit detik
1.600 3 22 6 3 2 41
3.100 5 56 10 48 4 52
4.900 8 01 14 28 6 27
6.500 9 50 17 50 8 00
8.000 11 26 20 51 9 25
9.500 12 43 23 27 10 44
11.000 13 50 25 39 11 49
Sumber: Sokes, 1978.

Contoh penggunaan tabel: sebuah gempabumi tercatat oleh alat seismograf di Tanjung Kodok
pada tanggal 11 Juni 1983 pukul 11 30 42 berupa gelombang P, dan gelombang S tercatat 4
52 kemudian setelah gelombang P. Berapa jarak Episentrum gempa dari Tanjung Kodok dan
kapan gempa terjadi di Episentrum? Dengan menggunakan tabel di atas dapat dilihat bahwa
jarak Episentrum gempa dari Tangjung Kodok adalah 3.100 km (dari selisih waktu gelombang
P dan S 4 52, kemudian ditelusuri ke kiri). Karena gelombang Primer membutuhkan waktu 5
56 untuk menempuh jarak 3.100 km, maka berarti gempa terjadi di Episentrum pada pukul 11
24 46.

89
Untuk menentukan letak episentrum gempa, diperlukan catatan gempa paling sedikit
dari 3 stasion pencatat gempa. Berdasarkan data tersebut dihitung jarak masing-masing stasion
gempa ke episentrum, kemudian di masing-masing stasion dibuat lingkaran berjari-jari sesuai
jaraknya ke episentrum. Titik potong ketiga lingkaran tersebut adalah episentrum gempa.
Perhatikan Gambar 6. 6. berikut ini.

Gambar 6. 6. Cara menentukan letak


episentrum gempa
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

Mengenai letak hiposentrum gempa, dapat ditentukan dengan mencatat secara


sistematik deviasi waktu datangnya gelombang Primer dan gelombang Permukaan. Makin besar
deviasinya makin dalam letak hiposentrum. Untuk itu Brunner telah membuat diagram yang
menghubungkan kedalaman gempa dengan travel time dan jarak dari episentrum, sehingga
tinggal melihat saja.
Emmons mengemukakan bahwa intensitas gempabumi berbanding terbalik dengan
pangkat dua jarak dari pusat gempa, maka kedalaman gempa dapat dihitung dari berbagai
catatan intensitas gempa. G. Gorshkov dan A. Yakushova telah membuat rumus untuk
menghitung kedalaman hiposentrum gempa sebagai berikut:
r2 Keterangan:
F = 1,5 + 3 log {---- + 1} F = Intensitas gempa di Episentrum
h2 r = radius getaran yang terasa (km)
h = kedalaman hiposentrum (km)
(Alzwar,Muzil, 1988).
F dicari terlebih dahulu dengan menggunakan Tabel 8 Skala gempa G. Gorshkov dan A.
Yakushova, dengan menghitung percepatan maksimum getaran gempa.

90
Tabel 8. Skala Gempa Gorshkov dan Yakushova
Intensitas Gempabumi F
Hanya terdeteksi oleh alat peka (detectable by instrument only) 1 2,5
Sangat lemah (very feeble) 2 2,6 5,0
Lemah (slight) 3 6 10
Sedang (moderate) 4 11 25
Agak kuat (rather strong) 5 26 50
Kuat (strong) 6 51 100
Sangat kuat (very strong) 7 101 250
Merusak (destructive) 8 251 500
Meruntuhkan (Ruinous) 9 501 1.000
Mencelakakan/malapetaka (disastrous) 10 1.001 2.500
Sangat mencelakakan (very disastrous) 11 2.501 5.000
Bencana (catastrophic) 12 > 5.000

Percepatan maksimum getaran gempa () dicari dengan menggunakan rumus:


4 2 a
= dimana a = amplitudo
T2 T = periode getaran
= percepatan maksimum getaran gempa.

Gempa yang berpusat di dasar laut kadang-kadang menghasilkan gelombang air yang
sangat tinggi, kadang-kadang mencapai 30 meter tingginya sehingga sangat ditakuti oleh
penduduk yang tinggal di dekat pantai. Contoh tsunami adalah yang terjadi di Aceh, Desember
2004. Panjang gelombang di laut dalam sekitar 100 200 km dan bergerak dengan kecepatan 725
800 km/jam. Begitu mendekati pantai dengan laut yang dangkal, tinggi gelombang sekitar
meter dan ketika mencapai pantai tingginya mencapai 15 meter atau lebih (Plummer, Mc. Geary,
1985).
Daerah di permukaan bumi yang paling parah menderita goncangan gempa adalah daerah
yang berdekatan dengan episentrum gempa. Pada peta-peta gempa-bumi, kita kenal istilah-istilah:
Isoseiste, yaitu garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mengalami
gempabumi sama besarnya.
Pleistoseiste, yaitu daerah yang paling parah menderita goncangan gempa, yang terletak dalam
garis isoseiste I.
Homoseiste, yaitu garis yang menghubungkan tempat-tempat yang menerima getaran gempa
pada waktu bersamaan.

91
C. Ukuran Gempabumi
Besaran gempabumi biasanya dinyatakan dengan intensitas gempa dan magnitudo gempa.
Intensitas gempa didasarkan pada pengamatan terhadap akibat langsung dari gempabumi. Skala
intensitas gempa yang digunakan secara meluas adalah Skala Mercalli yang sudah disempurnakan,
terdiri dari 12 tingkatan (Lihat Tabel 9).
Tabel 9. Skala Mercalli yang Sudah Disempurnakan

Intensitas Gejala-gejala yang diakibatkan


I Tidak terasa, hanya oleh alat peka seperti seismograf
II Dirasakan oleh orang yang tidur, terutama yang tidur di lantai
III Dirasakan dalam rumah, tetapi tidak tahu kalau asalnya dari gempa.
Getarannya seperti truk ringan yang lewat.
IV Terasa dalam rumah seperti truk berat lewat, benda-benda yang digantung
bergoyang, pintu dan jendela gemertak.
V Orang tidur terbangun, orang diluar rumah sudah merasakan, daun pintu
bergoyang, benda yang digantung kurang baik jatuh
VI Terasa oleh semua orang, yang berjalan kaki jalannya tidak stabil, benda-benda
yang digantung berjatuhan.
VII Dirasakan oleh sopir, orang sulit berdiri tegak, tembok rumah runtuh.
VIII Sulit mengemudikan mobil, cabang pohon patah, rumah yang fondasinya
kurang kuat dapat runtuh.
IX Kepanikan umum, tembok-tembok rumah runtuh, rumah tembok yang kuat
mengalami kerusakan berat, pipa bawah tanah pecah.
X Bangunan beton rusak, bendungan hancur, air danau bergolak.
XI Pipa-pipa bawah tanah rusak, banyak jembatan hancur, rel KA bengkok.
XII Kerusakan total, batuan retak-retak, benda-benda terlempar ke udara.
Sumber: Stokes, 1978.

Magnitudo gempa adalah ukuran gempa yang didasarkan pada besarnya energi yang
dilepaskan ketika terjadi gempa. Skala magnitudo gempa yang sangat terkenal dan digunakan
meluas adalah Skala Richter. Skala tersebut dibuat oleh Charles F. Richter tahun 1935
dengan menggunakan seismograf Wood- Anderson sebagai standar dalam pengukuran
magnitudo. Mula-mula Richter membandingkan amplitudo maksimum (A) pada seismogram
yang tercatat pada jarak 100 km dari pusat gempa, dengan amplitudo ideal (A0). M = log A/A0.
Karena gempabumi tidak hanya tercatat pada tempat berjarak 100 km dari pusat
gempa, maka dibuatlah rumus lain untuk menentukan besarnya magnitudo gempa pada jarak
tertentu: M = log A/A0 + log - 3,37 ( = geocentric distance, sudut antara garis dari stasion
ke episentrum gempa dan garis dari stasion ke inti bumi). Bila menggunakan seismograf lain

92
maka perlu dikoreksi untuk mengubah amplitudo yang ekivalen dengan amplitudo seismograf
WoodAnderson.
Besarnya energi yang dilepaskan dihitung dengan menggunakan rumus yang dibuat
Richter dan Gutenberg: log E = K + 1,5 M (E = energi yang dilepaskan; K = konstanta,
besarnya berkisar 912; M = Magnitudo gempa). Dari rumus tersebut diketahui bahwa besarnya
energi yang dilepaskan hampir 32 kali lebih besar setiap naik 1 skala pada skala Richter, dan
amplitudo lebih besar 10 kali. Jadi gempa yang berkekuatan 6 pada Skala Richter tidak dapat
dikatakan dua kali lebih besar dari gempa berkekuatan 3 pada Skala Richter.
Skalanya tidak mempunyai batas atas dan bawah sehingga dapat mencatat gempa yang
sangat lemah atau sangat kuat. Meskipun tidak ada batas atasnya, namun gempa terbesar yang
pernah tercatat adalah gempa Alaska tahun 1964 sebesar 9,2 pada skala Richter. Gempa yang
berkekuatan 7 ke atas sudah tergolong gempa kuat, sedang yang kurang dari 2 tergolong lemah.
Gempa hebat yang magnitudonya lebih atau sama dengan 8 hanya terjadi sekitar 1 kali dalam
510 tahun, sedang gempa lemah yang tidak terasa oleh manusia sekitar 800.000 kali dalam
setahun. Kerusakan yang diakibatkan gempa mulai pada magnitudo 5 ke atas dan semakin
bertambah menurut bertambahnya magnitudo gempa.
Hubungan antara magnitudo gempa dengan intensitas gempa ditunjukkan oleh rumus
yang dibuat oleh Richter dan Gutenberg sebagai berikut: M = 1,3 + 0,6 I di mana M =
magnitudo gempa, I = intensitas gempa. Jadi kalau intensitas gempa sudah diketahui, maka
besarnya magnitudo gempa dapat dihitung dengan rumus di atas, atau sebaliknya bila
magnitudo gempa diketahui maka besarnya intensitas gempa dapat dihitung dengan rumus di
atas.
Untuk mengetahui magnitudo gempa, perlu diketahui amplitudo gempa dan jarak atau
selisih waktu antara gelombang primer dan gelombang sekunder, kemudian dimasukkan
kedalam gambar yang menghubungkan antara skala jarak /selisih waktu gelombang primer dan
sekunder serta skala amplitudo gempa. Di perpotongan garis tersebut dengan skala magnitudo
gempa itulah kekuatan gempa. Perhatikan Gambar 6. 7.

93
Gambar 6.7. Cara Menentukan Magnitudo Gempabumi
(Sumber: Skinner, B.J.,dkk, 2004)

Alat pencatat gempa disebut seismograf, dipasang pada batuan agar ikut bergerak kalau
terjadi gempa. Pada alat seismograf ada tabung berputar yang dilapisi kertas grafik,
dihubungkan dengan pena yang tidak bergerak. Dengan demikian kalau tidak ada gempa maka
goresan pena pada kertas berupa garis lurus, tetapi bila terjadi gempa maka tabung bergerak
menghasilkan goresan zigzag pada kertas yang disebut seismogram. Perhatikan Gambar 6. 8.

Gambar 6.8. A. Seismograf dalam keadaan istirahat. B. Pencatatan getaran pada waktu
terjadi gerak batuan ke atas. C. Pada waktu batuan bergerak ke bawah.

94
D. Agihan Gempabumi
Pusat-pusat gempa di dunia cenderung terletak pada perbatasan lempeng-lempeng litosfer
karena di tempat-tempat itulah terjadi pergeseran kerak bumi, terutama tipe perbatasan convergent.
Gempa-gempa besar dan paling sering terjadi umumnya mengelompok dalam dua jalur yaitu
daerah Sirkum Pasifik (Chili, Amerika Tengah, California, Kepulauan Alleuton, Jepang, Filipina,
Indonesia, Selandia Baru) dan daerah Sirkum Mediteran ( Afrika Utara, Spanyol, Italia,
Yugoslavia, Yunani, Turki, Iran, India Utara, Thailand, Malaysia, Indonesia). Di Sirkum Pasifik
sendiri meliputi 80 - 90% dari seluruh gempabumi di dunia. Daerah gempa lainnya berkaitan
dengan Mid-oceanic Ridge yang merupakan tipe batas lempeng divergent. Umumnya gempa di
batas lempeng divergent tergolong gempa dangkal, sedang di batas lempeng convergent dijumpai
gempa dangkal, sedang dan dalam karena pada tipe perbatasan convergent salah satu lempeng
menunjam ke dalam.
E. Peramalan dan Proteksi Terhadap Bahaya Gempabumi
Sampai sekarang orang belum mampu meramalkan gempabumi secara tepat. Kita bangga
para akhli telah mampu menentukan daerah-daerah gempabumi, namun ramalan kapan akan
terjadi gempabumi, di mana pusatnya serta berapa kekuatan gempa yang akan terjadi belum dapat
diramalkan secara tepat. Petunjuk-petunjuk yang dapat digunakan meramalkan terjadinya
gempabumi antara lain:
Penelitian Triangulasi: jaringan titik-titik di sekitar daerah rawan gempa diteliti secara periodik
untuk mengetahui pola gerak batuan kerak bumi.
Pengukuran kemiringan: lereng permukaan bumi di sekitar daerah rawan gempa-bumi secara
terus-menerus diukur dengan tiltmeter agar diketahui bila ada perubahan kemiringan, sebab
biasanya gempabumi didahului oleh perubahan kemiringan secara menyolok akibat terjadi
patahan di bawah tanah.
Mencatat gempa-gempa kecil: penelitian mengenai gempa mikro berukuran < 1 pada Skala
Richter sangat penting sebab gempa besar biasanya didahului oleh gempa mikro yang makin
lama makin besar frekuensinya.
Pengukuran ketinggian permukaan air tanah: di daerah patahan, pengukuran ketinggian
permukaan air tanah sangat penting karena ketika terjadi patahan dalam kerak bumi air tanah
akan tersedot sehingga terjadi penurunan permukaan air tanah secara tiba-tiba, bahkan sumur-
sumur menjadi kering tiba-tiba.

95
Pengukuran strain batuan: pengukuran strain batuan akan menunjukkan gerak-gerak kerak
bumi di mana gerak kerak bumi dapat menghasilkan patahan dan selanjutnya menyebabkan
terjadinya gempabumi. Biasanya terjadi pemendekan sebelum terjadi gempabumi.
Perubahan medan magnet bumi: pengukuran kemagnetan bumi juga penting sebab
perenggangan batuan akan menyebabkan pembelokan medan magnet bumi.
Tabiat binatang: binatang-binatang yang berada di sekitar daerah yang mengalami gempabumi
menunjukkan tabiat kurang tenang karena telah merasakan getaran awal gempabumi.
Beberapa kemajuan yang telah dicapai negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni
Soviet dan Jepang dalam hal peramalan gempabumi antara lain: Robert Wallace dari US
Geological Survey National Center of Earthquake Research mengemukakan hasil penelitiannya di
sepanjang patahan San Andreas bahwa gempa berskala 6 pada Skala Richter terjadi setiap 5 tahun,
7 pada Skala Richter setiap 17 tahun dan 8 pada Skala Richter terjadi sekitar 100 tahun sekali.
Akhli-akhli Jepang berhasil meramalkan gempabumi yang terjadi di Matshushiro di mana gempa
besar didahului oleh gempa-gempa kecil di daerah episentrum beberapa bulan sebelumnya. Akhli-
akhli seismologi Uni Soviet melihat bahwa strain batuan di daerah patahan mengalami perubahan
beberapa bulan sebelum terjadi gempabumi.
Dari hasil yang sudah dicapai dalam meramalkan terjadinya gempa seperti di atas, nampak
bahwa masih sulit dimanfatkan sebagi dasar untuk menghindari bahaya gempa. Bahaya dan
kerugian yang ditimbulkan oleh peramalan gempa yang terlalu berani terletak pada dampak
ekonomi dan psikologisnya.
Bahaya utama gempa bumi berasal dari runtuhan bangunan, korsluiting yang menimbulkan
kebakaran, longsor dan gelombang tsunami. Untuk memperkecil bahaya gempabumi maka
bangunan gedung hendaknya mempertimbangkan kondisi geologis daerah. Fondasi bangunan
idealnya diletakkan pada batuan dasar, jangan membangun di atas tanah yang lunak, lereng curam
dan tanah bekas timbunan. Jembatan dan bangunan bertingkat hendaknya menggunakan
konstruksi khusus yang dapat meredam goncangan gempabumi.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh pada saat terjadi gempa agar terhindar dari bahaya
gempabumi antara lain:
1. Segera keluar rumah/bangunan dan mencari tempat aman seperti lapangan. Bila tidak sempat
keluar rumah, usahakan berlindung di bawah kolong meja, di samping tempat tidur dan
semacamnya.

96
2. Segera matikan listrik dan kompor agar tidak terjadi korsluiting yang dapat menimbulkan
kebakaran.
3. Bila berada di luar rumah, hindari berada di lereng curam atau kaki lereng, agar terhindar bila
terjadi longsor.
4. Bila sedang mengemudi, hentikan kendaraan di tempat yang aman.
5. Bila sedang berenang, segera keluar dari kolam.
6. Di daerah pantai, gelombang tsunami merupakan bahaya besar karena kadang-kadang air laut
tiba-tiba turun sehingga banyak ikan yang tergeletak, menarik perhatin untuk mengumpulkan
ikan, tetapi sesaat kemudian akan datang gelombang besar. Oleh karena itu jangan tergiur oleh
ikan bila terjadi penurunan air laut secara tiba-tiba.

97
BAB VII. VULKANISME

Vulkanisme berasal dari kata Vulcanus, dewa api bangsa Yunani yang konon tinggal di
danau kawah Vulkano di Kepulauan Lipari, lepas pantai Italia. Istilah vulkanisme mengandung
pengertian transport magma dari dalam ke permukaan bumi. Vulkanisme adalah proses alam yang
berhubungan dengan kegiatan kegunungapian, mulai dari asal-usul pembentukan magma di dalam
bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan kegiatannya.
Magma yang keluar ke permukaan bumi tidak hanya melalui gunungapi, melainkan juga
melalui retakan dalam kerak bumi, bahkan lebih banyak magma yang mencapai permukaan bumi
melalui retakan. Erupsi yang melalui retakan dalam kerak bumi disebut erupsi celah, sedang yang
melalui gunungapi disebut erupsi puncak. Jadi kurang tepat kalau vulkanisme disebut kegiatan
gunungapi atau letusan gunungapi.
Magma tidak lain dari batuan penyusun kerak bumi yang lebur karena temperatur tinggi.
Masih ingat pembahasan teori tektonik lempeng, khususnya lempeng yang saling bertabrakan di
mana salah satu lempeng akan menunjam masuk ke lapisan dalam? Pada kedalaman 50 100 km
sebagian dari batuan penyusunnya sudah mulai lebur dan naik ke atas melalui retakan-
retakan/patahan yang terjadi akibat tabrakan. Inilah sumber utama magma yang membangun
gunungapi di atas permukaan bumi. Gunungapi yang terletak di tengah samudera, sumber
magmanya dari lapisan astenosfer yang menyusup keluar lewat retakan akibat gerak lempeng yang
berpisah atau ke arah berlawanan.
Gunungapi aktif belum ada keseragaman pemahaman diantara para ahli gunungapi. Jepang
dan Selandia Baru menganggap gunungapi aktif adalah gunungapi yang meletus kurang dari
50.000 tahun yang lalu, yang meletus antara 50.000 100.000 tahun yang lalu mempunyai potensi
aktif kembali, sedang gunungapi yang kegiatannya lebih dari 100.000 tahun yang lalu dianggap
sudah mati. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyatakan bahwa
gunungapi aktif adalah semua gunungapi yang pernah meletus sejak tahun 1600, sedang
gunungapi yang tidak pernah meletus sejak tahun 1600 tetapi masih memperlihatkan kenampakan
vulkanisme, serta daerah yang bentuk gunungapinya tidak jelas tetapi masih dijumpai lapangan
solfatara dan fumarola serta kenampakan panas bumi lainnya, disebut gunungapi istirahat. Salah

98
satu contoh adalah kawasan gunungapi yang sebelumnya dipandang sudah tidak aktif setelah
beristirahat selama 14.500 tahun, tiba-tiba meletus pada tahun 1987 1989 adalah G. Anak
Ranaka di Flores. Di Filipina, Mt. Pinatubo yang sebelumnya dianggap bukan gunungapi aktif,
ternyata meletus hebat pada tahun 1991.
Pembagian lebih lanjut gunungapi aktif di Indonesia menurut Neumann van Padang
(1951):
1. Tipe A, yaitu yang kegiatannya sejak tahun 1600, antara lain Merapi, Krakatau, Kelud.
2. Tipe B, yaitu yang kegiatannya sebelum tahun 1600, antara lain Lawu dan Ungaran.
3. Tipe C, yaitu yang merupakan lapangan panas bumi, yaitu munculnya gas-gas gunungapi,
mata air panas, bualan lumpur panas, lapangan alterasi hidrotermal dan lain-lain. Contohnya
adalah Kamojang, Wilis.

A. Sebaran Geografi Gunungapi


Jumlah seluruh gunungapi di dunia 1526 buah. Simkin dan Siebert (1994)
mengelompokkan menjadi 19 wilayah sebaran gunungapi (Lihat Tabel 10), terbanyak terletak di
wilayah Amerika Latin sebanyak 202 buah dengan gunungapi tertinggi yaitu G. Cotopaxi (5911
m), kemudian Kepulauan Kuril, Kamchatka dan Rusia sebanyak 192 selanjutnya Indonesia dan
Andaman menempati urutan ketiga sebanyak 141 buah.
Tabel 10. Daftar Sembilanbelas Wilayah sebaran gunungapi
menurut Simkin dan Siebert (1994)
No Lokasi Jumlah No. Lokasi Jumlah
01 Eropa Peg. Kaukasus 43 11 Alaska, Kep Aleutian 93
02 Afrika, Laut Merah 136 12 Kanada, A.S Bag. barat 93
03 Timur Tengah, L.Hindia 49 13 Hawaii, Lautan Pasifik 24
04 Selandia Baru, Fiji 47 14 Meksiko, Am. Tengah 109
05 Melanesia, Australia 86 15 Amerika Selatan 202
06 Indonesia, Kep Andaman 141 16 India Barat 17
07 Filipina, Asia Tenggara 64 17 Eslandia, L. Arktik 35
08 Jepang, Taiwan, Mariana 131 18 Lautan Atlantik 35
09 Kep Kuril, Kamchatka, 192 19 Antarktika, Kep. Sandwich 31
Rusia

Di Indonesia, jumlah dan sebaran gunungapi aktif menurut Neumann van Padang (1951)
adalah 128 buah. Tetapi berdasarkan pemeriksaan kembali oleh Tjia dkk (1980), G. Umsini di
Papua bukan merupakan gunungapi aktif, namun dengan meletusnya G. Anak Ranaka pada tahun

99
1986 di Flores Barat, jumlahnya kembali 128 buah. Gunungapi tersebut menyebar dalam 4 busur
gunungapi, yaitu:
1. Busur gunungapi Sunda, mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara.
2. Busur gunungapi Banda, kelompok gunungapi di Kepulauan Banda.
3. Busur gunungapi Halmahera, kelompok gunungapi di Halmahera dan Maluku Utara.
4. Busur gunungapi Sulawesi Utara Sangihe, dari Minahasa, Sangihe, Talaud.

B. Bentuk-Bentuk Gunungapi
Kalau kita amati gunungapi yang ada di dunia, bentuknya ada tiga macam yaitu berbentuk
kerucut, berbentuk perisai dan berbentuk lubang besar sisa letusan hebat. Bentuk gunungapi
tersebut erat kaitannya dengan materi yang dikeluarkan atau sifat magmanya.
1). Gunungapi kerucut, bentuknya seperti kerucut, makin runcing ke puncak. Gunungapi ini
dibangun oleh letusan gunungapi yang terutama memuntahkan bahan-bahan padat karena
magmanya asam, sehingga ketika jatuh kembali ke bumi akan diendapkan berbentuk kerucut
dengan kemiringan sekitar 10-350. Kalau materi yang dikeluarkan berganti-ganti bahan padat
dan lava cair maka bentuknya seperti kerucut juga tetapi berlapis-lapis, bergantian bahan padat
dan lava. Gunungapi semacam ini disebut gunungapi strato. Kebanyakan gunungapi di
Indonesia tergolong gunungapi strato. Perhatikan Gambar 7. 1.

Gambar 7. 1. Gunung Fuji, Jepang, berbentuk kerucut


Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

2). Gunungapi perisai, bentuknya seperti perisai/tameng, tingginya tidak seberapa dibanding
diameter alasnya dan lerengnya landai. Dibentuk oleh letusan gunungapi yang terutama

100
mengeluarkan lava yang mengalir karena magmanya basa sehingga setelah mencapai
permukaan bumi mengalir ke segala arah membentuk lereng landai (2-100). Contoh gunungapi
perisai adalah gunung-gunung di Kepulauan Hawaii seperti Mauna Loa, Mauna Kea, Kilauea
dan sebagainya. Lihat Gambar 7. 2.

Gambar 7. 2. G. Mauna Kea,


Hawaii, merupakan contoh vulkan berbentuk perisai
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

3) Gunungapi Maar (Ranu), berbentuk lobang besar bekas letusan dahsyat pada masa silam.
Semula magmanya sangat asam dengan tekanan gas sangat tinggi sehingga letusannya hebat,
menghempaskan sebagian besar tubuh gunungapi dan menyisakan lobang besar bekas letusan.

C. Materi Letusan Gunungapi


Kalau terjadi letusan gunungapi maka ada material yang dikeluarkan berwujud cair yang
dikenal dengan nama lava, ada material padat yang disebut piroklastik dan ada gas. Lava yang
mengalir keluar (Gambar 7.3), merupakan magma yang mencapai permukaan bumi. Kalau lava
banyak mengandung gas dan cepat membeku, maka akan menghasilkan batuan beku yang
berongga-rongga karena gasnya terperangkap didalam, dan dikenal dengan nama batu apung
(Gambar 7.4)
Bahaya letusan gunungapi yang di puncaknya terdapat danau kawah seperti G. Kelud, adalah
dapat menyebabkan banjir lahar. Ada dua macam lahar berdasarkan sifatnya, yaitu lahar panas dan
lahar dingin. Lahar panas adalah aliran lumpur hasil letusan gunungapi yang bercampur dengan air
danau kawah, biasanya pada saat terjadi letusan. Lahar panas sangat berbahaya bagi penduduk
yang tinggal di lereng-lereng gunung. Apabila lahar yang mengalir sifatnya dingin karena endapan

101
vulkanik di lereng-lereng gunung terbawa oleh air hujan yang turun di puncak gunung, maka
disebut lahar dingin. Biasanya lahar dingin terjadi beberapa waktu (kadang-kadang berbulan-
bulan) setelah letusan gunungapi berhenti.

Gambar 7. 3. Aliran lava

Gambar 7. 4. Pumice (batuapung)


Bahan-bahan padat yang dihempaskan letusan gunungapi disebut piroklastis. Abu vulkanik
yang bertumpuk-tumpuk mengeras dikenal dengan nama tuff vulkanik. Batuan hasil letusan

102
gunungapi kalau sudah melapuk, menjadi tanah yang subur karena banyak mengandung mineral
yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan ukuran bahan padat tersebut dikenal sebagai bom yaitu
bongkahan batuan berukuran lebih dari 64 mm, lapilli yang berukuran 2 - 64 mm, pasir bila
berukuran 0,05 2 mm dan abu vulkanik bila berukuran 0,002 0,05 mm.(Gambar 7.5). Kalau
proses pendinginannya sangat cepat, sehingga tidak mengkristal sama sekali maka akan
membentuk gelas vulkan atau obsidian (Gambar 7.6).

A B
Gambar 7. 5. A. Gambar Bom B. Bom, Lapilli dan abu vulkanis

Gambar 7. 6. Obsidian

Gas yang dikeluarkan letusan gunungapi bermacam-macam, antara lain uap air, hidrogen,
khlor, belerang, nitrogen, karbon dioksida, karbon monoksida dan gas metan. Gas yang
dikeluarkan tidak melalui kawah gunungapi saja, tetapi juga dari lubang-lubang pada lereng dan
kaki gunungapi. Tempat yang terutama mengeluarkan gas berupa uap air disebut fumarola, yang
mengeluarkan gas belerang disebut solfatara dan yang mengeluarkan gas asam arang disebut
movet.

103
D. Macam-macam Erupsi
Erupsi atau letusan gunungapi terjadi apabila tenaga gas dari dapur magma mampu
mendobrak batuan penyusun kerak bumi. Biasanya setelah letusan akan meninggalkan lubang
berbentuk mangkok di tempat keluarnya magma yang disebut kawah (crater). Ukurannya
bermacam-macam, dari beberapa meter sampai 0,8 km dan dapat meluas karena tepinya
mengalami longsor atau terkikis gas.
Istilah kaldera digunakan untuk depresi yang luas di puncak gunungapi, dikelilingi
dinding terjal. Diameternya dapat mencapai 11 km (Santorini, Yunani). Kaldera Tengger
berdiameter 7 km dengan kedalaman (Caldera rim) 300 km. Nama kaldera berasal dari depresi
luas bernama La Caldera di Kepulauan Kanari yang diameternya 5 km dan dikelilingi cliff
setinggi 1 km. Terbentuknya kaldera karena letusan hebat yang menghempaskan sebagian tubuh
gunungapi, dapur magma bagian atas kosong sehingga ambles membentuk depresi yang luas.
Terbentuknya kaldera dapat dilihat dalam Gambar 7. 7.

Gambar 7. 7. Terjadinya Kaldera


Oregon di Amerika Serikat
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,
Jame, S, 2002.

Keeksplosifan erupsi vulkan tergantung pada kedalaman dapur magma dan sifat magma.
Kedalaman dapur magma berkaitan dengan volume gas di dalam dapur magma. Makin dalam
dapur magma makin besar volume gasnya dan semakin besar tenaganya, sehingga semakin
eksplosif letusannya. Sifat magma berkaitan dengan kekentalan magma, makin asam magma

104
makin kental dan semakin eksplosif.
Berdasarkan bentuk dan lokasi kepundan tempat keluarnya magma, erupsi dapat dibedakan
atas erupsi celah dan erupsi puncak.
1). Erupsi Celah (Fissure Eruption), adalah erupsi yang tidak melalui lubang kepundan
gunungapi melainkan mengalir keluar melalui retakan-retakan batuan. Dengan demikian sifat
letusannya effusif. Lebih banyak magma yang sampai di permukaan bumi melalui retakan-
retakan batuan dibanding melalui pipa kepundan gunungapi. Hampir 2,6x106 km2 permukaan
daratan tertutup dengan lava yang keluar lewat erupsi celah. Plato Dekan di India, tertutup
lava yang tebalnya rata-rata 667 meter, paling tebal 3.000 meter dan menutupi daerah seluas
5x105 km2. Plato Columbia di Amerika Serikat, tertutup lava basal setebal 100 m dan seluas
130.000 km2. Jarak aliran lava dari tempat keluarnya ada yang lebih dari 60 km. Laki di
Islandia Selatan, juga tertutup dengan lava basal yang mengalir dari dalam melalui celah
sepanjang 32 km, dan pada tahun 1783 selama 2 bulan mencurahkan lava basal sekitar 12
km3.
2). Erupsi Puncak (Summit Eruption), adalah erupsi yang melalui pipa kepundan gunungapi.
Tidak seperti erupsi celah yang berlangsung lama, erupsi puncak berlangsung dalam waktu
yang pendek. Bila magmanya bersifat asam, kadang-kadang pipa kepundan tersumbat oleh
magma yang membeku. Sumbat tersebut dikenal dengan nama sumbat lava (lava plug),
menjadi penghalang keluarnya magma. Gas-gas yang menyertai magma berkumpul semakin
banyak, dan bila sudah cukup kuat untuk mendobrak ke atas maka terjadilah erupsi
berikutnya. Sering pula sumbat tersebut terlalu kuat sehingga magma mencari jalan lain,
menerobos batuan yang lebih lemah dan terbentuklah kawah baru.
Klasifikasi lain, didasarkan pada penyebab erupsi sebagai berikut:
1). Erupsi Magma (Magmatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh dobrakan tekanan
gas yang berasal dari dapur magma.
2). Erupsi Hidro (Hidroeruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh tekanan uap yang berasal
dari pemanasan air di luar magma.
3). Erupsi Preatik (Preatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh tekanan uap dari air
tanah yang mengalami pemanasan magma.
4). Erupsi Preato-magmatik (Preatomagmatic eruption), yaitu gabungan erupsi magma dan
erupsi preatik.

105
E. Tipe-Tipe Erupsi
Berdasarkan ciri-ciri letusan gunungapi di dunia para ahli membagi letusan gunungapi
kedalam 5 tipe:
1). Tipe Islandia (Islandic Type), mempunyai ciri erupsi sangat lemah, magma sangat cair
yang mengalir ke permukaan bumi melalui satu saluran, kemudian menyebar di permukaan
bumi membentuk lapisan-lapisan lava. Erupsi biasanya berlangsung berbulan-bulan dan
pada erupsi berikutnya saluran seringkali bergeser tempat. Contoh: di daerah Laki, Islandia
Selatan.
2). Tipe Hawaii (Hawaiian Type), erupsinya juga lemah, magma meleleh keluar karena
magma cair dan tekanan gasnya rendah, namun erupsinya berlangsung lama. Contohnya
adalah Mauna Loa, Mauna Kea dan Kilauea di Hawaii.
3). Tipe Stromboli (Strombolian Type), erupsinya tidak terlalu eksplosif, magmanya agak cair,
tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Selain mengeluarkan lava, juga bahan-
bahan piroklastis sehingga membentuk kerucut campuran. Contohnya adalah G. Stromboli
di sebelah utara pulau Sisilia dan G. Etna di pulau Sisilia.
4). Tipe Vulkano (Volcanian Type), erupsinya lebih eksplosif dengan magma yang agak cair,
tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Tipe ini ditandai awan debu yang
membumbung tinggi seperti kembang kol. Yang lebih kuat karena tekanan gasnya lebih
tinggi dan dapur magmanya lebih dalam adalah Cerro Negro di Nicaragua. Letusannya
tahun 1971 menghasilkan awan debu setinggi 6 km. Tipe yang lebih kuat dalam kelompok
ini adalah Mt. Vesuvius di pantai Teluk Napel, Italia. Tekanan gasnya amat tinggi dan
dapur magmanya amat dalam. Sering disebut Tipe Perret, sesuai dengan nama ahli
vulkanologi Amerika Serikat yang meneliti gunungapi tersebut. Letusannya yang
terdahsyat terjadi tahun 79 menghancurkan kota Pompeii dengan awan dan gas panas,
membinasakan 16.000 orang dan mengubur kota tersebut 4,5 7,5 meter, meskipun
terletak 10 km dari lubang kepundan G. Vesuvius. Hujan yang jatuh di lereng gunung
tersebut menghasilkan aliran lumpur melalui sungai-sungai sampai ke kota Herculanum
yang sudah berada di luar daerah abu vulkanik dan masih mencapai tebal 19,5 meter.
5). Tipe Pele (Pelean Type), erupsinya sangat kuat karena magma sangat kental, tekanan
gasnya tinggi dan dapur magma dalam. Tahun 1902 G. Pele yang terletak di Kep.
Martinique (L. Karibia) meletus menghasilkan awan pijar (nuee ardente, bahasa Perancis

106
yang berarti glowing cloud) dengan temperatur sekitar 7000 C yang menuruni lereng
dengan kecepatan 3 km/menit, sehingga dalam watu 1 menit saja membinasakan 30.000
penduduk kota St Pierre yang terletak di kaki gunung tersebut. Hanya satu orang yang
selamat karena dipenjarakan di kamar bawah tanah. Dia terkurung selama 4 hari sampai
regu penolong mendengar suaranya meminta tolong. Termasuk dalam tipe ini adalah G.
Krakatau yang letusannya tahun 1883 menghasilkan gelombang laut setinggi 30 meter,
memuntahkan abu setinggi 80 km sehingga 3 hari lamanya gelap dan selama setahun hanya
80% radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi. Letusannya terdengar di Australia
yang berjarak 2.000 km. Jumlah korban diperkirakan 36.000 orang terutama oleh
gelombang tsunami yang menghempaskan perahu sejauh 3 km ke daratan. Sedikit lebih
lemah dalam tipe ini adalah G. Kelud dengan tekanan gas sedang dan dapur magma agak
dalam. Ciri khas letusan G. Kelud adalah aliran lahar panas karena di puncaknya terdapat
kawah. Letusannya tahun 1919 menelan korban sekitar 5.000 orang, terutama karena arus
lumpur panas (lahar panas) yang menuruni lereng dengan cepat. Untuk mengurangi bahaya
yang ditimbulkan oleh lahar panas tersebut maka para ahli membuat terowongan sebanyak
7 buah sebelum Perang Dunia II, mengurangi isi danau kawah dari 38 juta m3 menjadi 1,8
juta m3. Tetapi letusan tahun 1951 menyebabkan terowongan tersebut hancur total.
Kemudian pemerintah membangun lagi, namun setiap kali meletus mengalami kerusakan
lagi. Tipe lebih lemah adalah G. Merapi dengan tekanan gas rendah dan dapur magma
dangkal. Ciri khas G. Merapi adalah terbentuknya sumbat lava di puncaknya. Letusannya
tahun 1930 berlangsung selama 2 hari paroksisma (puncak ledakan), memuntahkan sumbat
lava dan membinasakan 1.369 orang terutama dari awan panas (yang disebut masyarakat
sekitar wedus gembel) dan ladu atau batu-batu pijar yang menuruni lereng.
Pembagian lain, Professor Escher membagi tipe erupsi menjadi 8 macam
berdasarkan sifat lava, tekanan gas dan kedalaman dapur magma. Perhatikan Gambar 7.8 berikut,
uraian setiap tipe sama saja dengan yang telah dikemukakan di atas.

107
Gambar. 7. 8. Tipe-Tipe Erupsi Vulkan menurut Prof. Escher

F. Ramalan Erupsi Vulkan


Pada dasarnya aktivitas magma di dalam perut bumi sangat sulit diketahui. Orang hanya
dapat mengamati dan mengukur beberapa gejala di permukaan bumi. Meskipun demikian orang
berusaha mengetahui kapan suatu gunungapi akan meletus dan bagaimana sifat letusannya
sehingga dapat memperkecil bahaya yang ditimbulkan. Hal ini dimungkinkan karena adanya
gejala-gejala yang mendahului suatu erupsi vulkan. Para akhli Vulkanologi mengamati, mencatat
dan menganalisis gejala-gejala tersebut, mulai membuat prognose kemudian dilanjutkan dengan
diagnose atau penentuan lebih detail kapan dan bagaimana sifat erupsi yang akan terjadi. Gejala-
gejala yang biasanya dijadikan petunjuk untuk meramalkan erupsi vulkan adalah:

108
a. Gempabumi di sekitar vulkan. Biasanya sebelum terjadi erupsi didahului oleh suatu getaran
gempa yang dihasilkan oleh gerakan magma yang mendesak ke permukaan bumi. Dengan
catatan seismogram pada alat seismograf para akhli mengkonstantir apakah akibat dari
aktivitas vulkanisme atau dari sumber lain.
b. Pembumbungan (Swelling). Gejala ini kadang-kadang dijumpai sebelum terjadi erupsi
vulkan dimana gunung bertambah tinggi. Kalau terjadi pembumbungan vulkan, dapat
dijadikan salah satu petunjuk adanya aktivitas magma yang mendorong ke permukaan bumi.
c. Perubahan temperatur. Temperatur udara di sekitar gunungapi yang akan meletus biasanya
naik. Demikian juga suhu air danau kawah dan sumber air panas meningkat. Sayangnya,
temperatur kritik pada saat akan terjadi letusan belum diketahui.
d. Perubahan komposisi gas. Umumnya di sumber-sumber keluarnya gas terjadi perubahan
komposisi gas karena hadirnya gas-gas baru yang berasal dari magma, menandakan adanya
gejolak magma.
e. Komposisi lava dan abu vulkanik. Penelitian di laboratorium terhadap lava dan abu
vulkanik yang dikeluarkan vulkan dapat menuntun ke arah peramalan kekuatan letusan.
Khususnya yang berhubungan dengan SiO2, bila kandungannya tinggi berarti magmanya
bersifat asam sehingga kemungkinan letusannya akan hebat.
f. Perubahan medan magnet bumi. Di sekitar vulkan yang akan meletus umumnya terjadi
perubahan medan magnet bumi akibat pengaruh panas dari magma. Hal tersebut dapat
membantu meramalkan erupsi vulkan.
g. Sejarah letusan atau siklus letusan. Catatan letusan suatu vulkan pada masa silam, dapat
membantu meramalkan erupsi vulkan walaupun tentunya sangat kasar. Beberapa vulkan
menunjukkan kecenderungan letusan dalam suatu periode tertentu. Sebagai contoh, siklus
letusan gunung Kelud rata-rata 18 tahun, tetapi tersingkat hanya 8 tahun dan terlama 30 tahun.
Jadi rangenya terlalu besar.

109
BAB VIII. STRATIGRAFI

Stratigrafi adalah susunan lapisan sedimen dari waktu ke waktu. Perlapisan batuan sedimen
mengandung makna penting dalam menentukan umur relatif batuan dan lingkungan pengendapan
dalam hubungan ruang dan waktu. Jadi lapisan-lapisan batuan sedimen mengandung catatan
kejadian penting pada masa silam seperti iklim, jenis organisme yang hidup, lingkungan tempat
terbentuknya batuan tersebut, kapan batuan tersebut terbentuk dan sebagainya.

A. Prinsip-Prinsip Stratigrafi
Steno mengemukakan tiga prinsip stratigrafi yaitu prinsip kemendataran awal, superposisi
dan kesinambungan menyamping.
a. Prinsip kemendataran awal (The law of original horizontality), menjelaskan bahwa
proses pengendapan bahan sedimen pada awalnya mendatar, kecuali sedimen kasar di
lingkungan pengendapan non marin sering membentuk sudut 300 menurut sudut hentinya
(angle of repose), misalnya pada kipas aluvial, endapan rombakan batuan (talus scree),
endapan vulkanik di lereng gunungapi.
b. Prinsip superposisi (The law of superposition), menjelaskan bahwa dalam suatu
pengendapan yang berlapis-lapis, lapisan bawah yang diendapkan lebih awal dan berumur
lebih tua daripada lapisan-lapisan di atasnya. Prinsip ini hanya berlaku apabila lapisan-
lapisan tersebut belum mengalami gangguan misalnya mengalami pelipatan rebah.
c. Prinsip kesinambungan menyamping (The law of lateral continuety), menjelaskan bahwa
perlapisan batuan sedimen menerus melintasi ledok pengendapan, tidak diendapkan di satu
tempat saja secara vertikal. Oleh karena itu dalam suatu lingkungan pengendapan, suatu
lapisan masih dapat diketemukan lanjutannya ke samping.
Ciri batuan sedimen adalah berlapis-lapis, pipih berbentuk lempengan. Penyebab
perlapisan kadang-kadang mudah ditafsirkan namun ada pula yang sulit diketahui penyebabnya.
Pada batuan sedimen klastik, penyebab perlapisan batuan adalah:
1. Perubahan iklim, yang berpengaruh pada banyak sedikitnya bahan sedimen yang
diendapkan.

110
2. Perubahan tinggi muka laut (transgresi dan regresi laut), berpengaruh pada perbedaan
ketinggian antara daerah asal sedimen dengan lingkungan pengendapan.
3. Pengangkatan daerah asal sedimen, berpengaruh pada besar kecilnya erosi, daya angkut
sungai dan sifat batuan yang diendapkan.
4. Pengaruh kimia, misalnya garam-garaman menyebabkan terjadinya pengendapan secara
kimiawi.
5. Perlapisan karena organisme, misalnya pada kurun waktu tertentu lingkungan
memungkinkan hidup organisme diatomeae yang menghasilkan endapan kersik, namun
kurun waktu lain tidak memungkinkan hidupnya organisme diatomeae maka terbentuklah
lapisan yang berbeda.

B. Satuan-satuan stratigrafi
Lapisan batuan sedimen juga perlu diberi nama supaya mudah dibedakan dengan lapisan
batuan lain. Satuan perlapisan batuan terkecil yang masih dapat diamati di lapangan disebut
lapisan (laminae). Lapisan-lapisan yang mempunyai kesamaan tertentu misalnya kesamaan
litologi digabung dan disebut formasi (formation). Suatu formasi dapat pula dibagi kedalam
anak bagian, misalnya formasi tersebut terdiri dari lapisan yang berganti-ganti antara
batupasir lempung batupasir lempung maka batupasir dan lempung disebut anggota
(member). Beberapa formasi yang mempunyai persamaan sifat-sifat tertentu digabungkan
menjadi kelompok (group), misalnya beberapa formasi yang terbentuk di lingkungan marin
disebut kelompok marin dan beberapa formasi batuan endapan vulkanik disebut kelompok
vulkanik.
Kelompok, formasi, anggota, biasanya diberi nama menurut tempat diketemukan
singkapan terbaik atau berdasarkan tempat pertama kali diketemukan. Contoh: Formasi
Tellisa di Sumatera Selatan, terutama terdiri dari lapisan-lapisan lempung dan napal, diberi
nama sesuai nama anak sungai Tellisa (di Jambi) tempat diketemukannya singkapan yang
bagus. Di beberapa tempat dalam Formasi Tellisa ini terdapat batu gamping yang
menggantikan sebagian lempung. Batu gamping tersebut diberi nama Member Baturaja
sesuai dengan nama tempat di mana pertama kali diketemukan. Jadi pemberian nama sangat
subyektif, namun kalau sudah diberi nama oleh peneliti terdahulu maka hendaknya jangan
membuat nama baru lagi. Perhatikan contoh stratigrafi di Nias dan Simeulue pada Gambar

111
8. 1.

Gambar 8. 1. Contoh stratigrafi di Nias dan Simeulue.


Sumber: Darman, Herman, Sidi, F Hasan

C. Ketidak selarasan dalam Stratigrafi


Lyell dan ahli geologi lainnya pada abad ke 19 berspekulasi bahwa memungkinkan untuk
menentukan umur mutlak batuan dengan menggunakan catatan stratigrafi. Dia mengatakan bila
seseorang mengukur tingkat sedimentasi di laut, dan mengukur tebal seluruh sedimen, maka
mungkin untuk menghitung berapa lama terjadinya lapisan batuan sedimen tersebut. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan benar dengan mengasumsikan bahwa:
a. Tingkat sedimentasi konstan selama terjadi sedimentasi
b. Diasumsikan bahwa seluruh lapisan konform, yang berarti diendapkan lapisan demi lapisan
tanpa interupsi/gangguan. Jika ada gap/(ada yang hilang) dalam catatan geologi, karena tererosi
atau tidak ada pengendapan, maka waktu yang didapatkan dari perhitungan akan mengalami
kesalahan.
Asumsi pertama salah karena dari pengamatan sehari-hari pada masa sekarang berbeda
tingkat sedimentasi dari tempat satu ke tempat lainnya dan dari waktu ke waktu. Asumsi kedua

112
juga salah karena sedimen dapat hilang secara periodik oleh perubahan lingkungan seperti
perubahan tinggi permukaan laut dan aktivitas tektonik yang memimpin ke terjadinya erosi dan
tidak terjadi pengendapan.
Unkonformitas adalah tidak adanya kesinambungan dalam urutan sedimentasi. Hal itu
terjadi karena perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak terjadinya pengendapan
pada waktu tertentu. Ada tiga jenis unkonformitas yang dijumpai dalam batuan sedimen, yaitu
angular unconformity, disconformity dan nonconformity. Ketiganya pertama kali dikemukakan
oleh Soret, karena itu sering disebut Soret Principles.

a. Angular Unconformity (Unkonformitas menyudut), berkaitan dengan lapisan yang lebih tua
mengalami deformasi kemudian tererosi sebelum lapisan lebih muda diendapkan di atasnya.
Perhatikan contoh proses terjadinya unkonformitas menyudut dan contoh kenampakan di
lapangan dalam Gambar 8. 2.
b . Disconformity (Diskonformitas), yaitu unkonformitas yang permukaan lapisan tidak teratur di
antara lapisan mendatar yang disebabkan oleh berhentinya sedimentasi dan terjadi erosi, tetapi
tidak ada pemiringan lapisan. Diskonformitas mudah dikenali karena lapisan di atas dan di
bawahnya mendatar. Perhatikan contoh proses terjadinya diskonformitas dan contoh
kenampakan di lapangan dalam Gambar 8. 3.
c. Nonconformity (Nonkonformitas), di mana lapisan sedimen terletak di atas batuan beku atau
batuan metamorf. Jadi, tidak ada hubungan antara batuan sedimen dan batuan beku/metamorf.

113
Gambar 8. 2. Unkonformitas menyudut (a) Proses terjadinya Unkonformitas menyudut.
(b) Unkonformitas menyudut di Siccar Point, Scotlandia.
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

114
Gambar 8. 3. Diskonformitas : (a). Proses terjadinya diskonformitas.
(b). Diskonformitas antara batuan Mississippian dan batuan Jura di Montana. Orang yang
duduk di kiri atas duduk di batuan Jura,sedang kaki kanannya menginjak batuan
Mississippian Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002

115
BAB IX. TARIKH GEOLOGI

A. Waktu Geologi

Waktu adalah periode selama suatu proses berlangsung, terjadi serangkaian kejadian yang
tidak dapat diubah lagi. Waktu sangat penting dalam kehidupan manusia, demikian juga dalam
ilmu pengetahuan termasuk dalam bidang geologi. Karena itu para akhli geologi berusaha
menciptakan skala waktu geologi untuk mengungkapkan kejadian-kejadian geologis seperti
kapan terbentuknya bumi, kapan batuan tertentu terbentuk, kapan suatu daerah pegunungan
mengalami pelipatan dan sebagainya.
Orang Mesir kuno mengamati dengan saksama perjalanan semu matahari kemudian
dihubungkan dengan zodiak, dan selanjutnya menetapkan bahwa lamanya perjalanan matahari
sampai ke kedudukan semula disebut 1 tahun. Kemudian tahun 1964 ahli-ahli ilmu pengetahun
alam berusaha mendapatkan alat pengukur yang lebih akurat dengan menggunakan derajat
getaran atom cesium 133. Jam cesium yang tingkat kesalahannya sangat kecil yaitu < 1
detik/1.000 tahun, sekarang digunakan meluas di seluruh dunia dan orang meninggalkan
pengukuran waktu berdasarkan teori relativitas dari Einstein (Allison, 1974).
Bumi kita selalu mengalami perubahan sebagai akibat dari proses-proses yang dialami.
Periode suatu proses berlangsung atau perubahan perubahan / kejadian yang dialami bumi perlu
diketahui karena mempunyai nilai positip bagi ilmu pengetahuan, khususnya bagi penggunaan
praktis dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi penggunaan praktis dalam ilmu geologi itu
sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa teori evolusi kehidupan yang mendasari
ilmu Biologi tidak akan membawa arti sepenuhnya bila tidak dihubungkan dengan waktu
geologi, kapan spesies tertentu hidup di dunia ini dan seterusnya. Ekplorasi mineral bahan
galian yang terkandung di dalam bumi akan mengalami kesulitan jika kejadian-kejadian
geologis yang menghasilkan deposit tersebut tidak dapat direkonstruksikan.
Sadar akan pentingnya waktu, maka para ahli geologi berusaha dengan segala
kemampuan menafsir dan menghitung umur bumi, umur unit-unit batuan, dan semua kejadian
yang berhubungan dengan bumi. Adapun bidang geologi yang berhubungan erat dengan
penentuan umur geologi terutama 3 sub spesialisasi geologi yaitu: Palaeontologi yang

116
mempelajari fosil-fosil dalam rangka mengungkapkan kehidupan pada masa silam, Stratigrafi
yang mempelajari lapisan batuan-batuan sedimen, dan Geokhronologi suatu sub spesialisasi
gabungan antara geokimia dan geofisika yang bekerja menentukan umur absolut berdasarkan
mineral yang terkandung di dalam batuan. Akhirnya, dikenal 2 macam ukuran waktu geologi
yaitu umur relatif dan umur absolut.
Pada tahun 1654 Uskup Agung James Ussher mengambil kesimpulan sebagai hasil
analisis skriptualnya bahwa bumi diciptakan pada tahun 4004 SM. Beberapa tahun kemudian
DR. John Lightfood dari sekolah teologia Cambridge, Inggris, merasa dapat menunjukkan
lebih tepat lagi kapan bumi diciptakan oleh sang pencipta, seperti tulisannya berikut ini:
Heaven and Earth, center and circumference, were made in the same instance of time, and
clouds full of water, and man was created by the Trinity on the 26th of Oktober 4004 BC at 9
oclock in the morning (Stokes, 1978). Benarkah bumi baru berumur sekitar 6000 tahun?
Bagaimana pandangan para ahli ilmu pengetahuan terhadap pendapat kedua teolog di atas,
dapat diikuti pada uraian berikut ini.
1. Pengukuran Umur Relatif
Umur relatif berarti dalam mengungkapkan umur belum dinyatakan secara tegas dengan
skala waktu melainkan hanya membandingkan mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda.
Misalnya kita mengamati 2 lapisan batuan sedimen A dan B, maka dengan menggunakan umur
relatif kita cukup mengatakan lapisan batuan sedimen A lebih tua daripada lapisan batuan
sedimen B atau sebaliknya, atau terbentuk pada waktu yang sama (seumur).
Beberapa metode pengukuran umur relatif antara lain:
1). Metode Superposisi, digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen yang
belum mengalami gangguan (misalnya mengalami pelipatan). Prinsipnya adalah lapisan
batuan sedimen yang terletak paling atas umurnya lebih muda daripada lapisan di
bawahnya. Hal ini mudah dipahami karena proses pengendapan dimulai dari bawah.
2). Metode Intertonguing, artinya batuan yang saling memasuki/menembus satu sama lain.
Digunakan pada batuan sedimen yang struktur perlapisannya saling memasuki satu sama
lain. Kalau menemukan batuan semacam itu maka dapat ditafsirkan umur kedua lapisan
batuan tersebut sama.

117
3). Metode Intrusi, digunakan pada batuan intrusi. Pada peristiwa adanya batuan intrusi
(magma membeku dalam batuan sedimen) maka dapat ditafsirkan bahwa batuan intrusi
umurnya lebih muda daripada batuan sedimen yang dimasuki.
4). Metode Metamorfosis, digunakan pada batuan malihan. Apabila kita menemukan batuan
malihan maka penafsirannya adalah batuan malihan tersebut lebih muda daripada batuan
induknya ( batuan dari mana dia berasal). Misalnya kita menemukan batu pualam (marmer)
di daerah kapur maka dapat ditafsirkan bahwa batu pualam lebih muda umurnya daripada
batukapur, karena marmer berasal dari batukapur yang mengalami metamorfosis
5). Metode Deformasi, digunakan pada proses perubahan formasi batuan akibat adanya proses
geologi seperti patahan atau pelipatan. Dalam keadaan demikian dapat ditafsirkan bahwa
batuan yang mengalami patahan atau pelipatan tersebut umurnya lebih tua daripada
peristiwa patahan atau pelipatan. Jadi sudah ada lapisan batuan baru terjadi proses
pematahan atau pelipatan.
6). Suksessi Fauna, dapat diartikan pergantian alam binatang. Setiap lapisan sedimen biasanya
mengandung fosil dengan karkteristik sendiri-sendiri menurut tempat dan waktu organisme
itu hidup. Ciri-ciri/karakteristik fosil dalam setiap lapisan sedimen dikenal dengan sebutan
facies plaeontologi. Dengan bantuan fosil yang terkandung dalam batuan, dapat
menunjukkan kepada kita umur dari masing-masing lapisan batuan. Kalau diketemukan di
daerah yang sama / berdekatan (local area) dan belum mengalami gangguan, maka
penentuan umur lapisan batuan dan sekaligus umur fosil yang ada di dalamnya dapat
dilakukan dengan menggunakan metode superposisi. Untuk daerah yang berjauhan tetapi
menunjukkan ciri-ciri fosil yang sama dapat dilakukan penasabahan atau korelasi untuk
menentukan umur lapisan batuan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian dalam bidang
biologi bahwa spesies-spesies tertentu hanya hidup dalam suatu kurun waktu tertentu
dalam perkembangan sejarah bumi, kemudian menghilang digantikan oleh spesies
berikutnya setelah melewati interval waktu tertentu. Dalam hal ini sumbangan dari
palaeontologi sangat besar peranannya untuk menentukan umur relatif batuan.
Demikinlah secara singkat cara penentuan umur relatif batuan, nampaknya sangat
sederhana namun dalam pelaksanaannya di lapangan membutuhkan pengetahuan yang luas
dalam bidang geologi dan beberapa ilmu lain sebagai ilmu bantu, serta pengalaman dan
ketekunan

118
2. Pengukuran Umur Mutlak
Istilah mutlak menunjukkan bahwa para ahli telah selangkah lebih maju dengan
menggunakan skala waktu yang kita kenal sehari-hari seperti tahun dalam menyatakan umur
suatu lapisan batuan. Misalnya dikatakan lapisan A berumur 50 juta tahun, bumi terbentuk 4,5
milyar tahun yang lalu dan sebagainya.
Di sini akan ditekankan bahwa kata mutlak tidak dapat ditafsirkan sama bila kita
menghitung umur kita yang sudah tercatat dengan teliti kapan kita lahir. Kejadian-kejadian
yang dialami bumi sepanjang sejarahnya, sulit sekali diketahui secara pasti, karena jauh
sebelum ada manusia bumi sudah ada. Memang lapisan-lapisan batuan sedimen merupakan
lembaran-lembaran catatan yang berisi keterangan sebagai petunjuk kapan suatu proses
geologi terjadi, namun tentu saja sangat sulit mentransfernya kedalam skala waktu yang kita
pakai sehari-hari. Oleh karena itu penentuan umur bumi dengan menggunakan metode paling
baik yang dimiliki sekarang, standar kesalahannya ada yang sampai 200.000 tahun.
Hal ini akan mudah dipahami kalau kita menyadari bahwa pengukuran yang kita lakukan
sehari-hari dengan ketelitian maksimal pasti mengalami kesalahan. Salah satu contoh
sederhana adalah pengukuran jarak 1 cm di atas kertas dengan menggunakan penggaris dan
pensil, minimal akan mengalami kesalahan dalam hal: ketidak tepatan mata kita memandang
tegak lurus dari atas, akan menghasilkan penentuan titik pada kertas tidak tepat lagi; kesalahan
karena tebal garis pada penggaris dan kesalahan karena tebal titik yang dibuat di atas kertas.
Semakin tebal garis petunjuk pada penggaris dan titik yang dibuat di kertas, semakin besar
pula kesalahan yang dibuat. Oleh karena itu kesalahan ratusan tahun dalam menaksir umur
bumi yang sudah miliaran tahun adalah hal yang wajar, walaupun tentunya diharapkan
kesalahan tersebut semakin kecil.
Sejalan dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan, maka sejak tahun 1950-an
para ahli berhasil melakukan pengukuran-pengukuran yang lebih reliabel dan dinyatakan
dengan skala waktu yang kita gunakan sehari-hari. Tetapi tidak berarti bahwa pengukuran
umur relatif sudah ditinggalkan sama sekali, karena dalam hal-hal tertentu justru diperlukan
umur relatif saja tanpa harus mencari tahu umur mutlaknya. Dengan demikian maka dalam
geologi keduanya berjalan seiring, saling melengkapi, bahkan tidak jarang metode pengukuran
umur relatif dibutuhkan misalnya dalam penasabahan.

119
Seperti halnya penentuan umur relatif, ada beberapa metode yang dikembangkan selaras
dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mula-mula para ahli menentukan umur mutlak secara
kasar dan terlalu teoritis dengan mendasarkan pada intensitas proses-proses geologi. Dengan
pendekatan yang demikian diasumsikan bahwa proses-proses geologis yang diamati sekarang
ini juga berlaku pada masa silam. (Prinsip Uniformitas dari Charles Lyell, yang dipengaruhi
oleh pandangan James Hutton: The present is the key to the past). Bahkan lebih jauh lagi,
intensitas proses dianggap sama dari waktu ke waktu. Dengan demikian hasilnyapun sangat
kasar, namun cukup menunjukkan bahwa umur bumi sudah berjuta-juta tahun.
Selanjutnya para ahli memanfaatkan penemuan-penemuan baru khususnya mengenai unsur
radioaktif yang pertama kali diketemukan oleh ahli Fisika-Kimia dari Perancis, Henry
Becquerel tahun 1896. kemudian diketahui bahwa Rontgen juga telah menemukan bahwa
unsur-unsur tertentu mengeluarkan sinar X yang berdaya tembus sangat kuat. Berikutnya
pasangan suami istri Pierre dan Marrie Curie, menemukan adanya unsur radioaktif lain yang
disebut radium (Eicher, 1976).
Perkembangan pengetahuan mengenai unsur radioaktif ini sangat membantu para ahli
geologi dalam menentukan umur mutlak bumi/batuan, karena di dalam bumi tersimpan
berbagai unsur radioaktif. Adanya unsur radioaktif tersebut dapat diketahui dari sebuah alat
yang dikenal dengan nama Geiger Counter, yang akan menimbulkan suara bila ada unsur
radioaktif yang memancarkan radiasinya. Besar kecilnya radiasi ditentukan oleh banyaknya
pukulan perdetik.
Uraian metode pengukuran umur mutlak secara singkat akan dibicarakan mulai dari yang
paling sederhana.
1). Metode Pendinginan Bumi, digunakan untuk mengukur umur bumi dengan menghitung
pendinginan bumi. Para ahli menaksir suhu bumi mula-mula, tingkat pendinginan, dan
suhu bumi sekarang. Tahun 1899 Lord Kelvin mencoba menghitung umur bumi dengan
metode ini dan sampai pada kesimpulan bahwa bumi mulai memadat sekitar 20 40 juta
tahun yang lalu (Allison, 1974). Pendapat Lord Kelvin tersebut ditentang ahli lain dengan
alasan: (a). ahli astronomi dewasa ini beranggapan bahwa bumi terbentuk dari akumulasi
materi antar bintang yang sifatnya dingin; (b). Ahli lain mengatakan bahwa gambaran umur
bumi yang dikemukakan oleh Lord Kelvin hanya umur minimum saja, karena ada
pemanasan dari unsur-unsur radioaktif yang ada di dalam bumi.

120
2). Metode Kadar Garam Air Laut, digunakan untuk mengukur umur laut. Dasarnya adalah
pandangan bahwa garam-garaman dalam air laut berasal dari daratan yang terbawa air
sungai ke laut. Dengan menghitung kadar garam laut sekarang, berapa tambahannya setiap
tahun maka dapat dihitung sudah berapa lama proses berlangsung sampai ke keadaan
sekarang. Tahun 1898 Joly menghitung umur laut dan sampai pada kesimpulan bahwa
umur laut sekitar 15 x 1015 kg : 15,1 x 107 kg/tahun = 99 juta tahun (Gilluly, 1968).
Kelemahan metode ini adalah: (a). ada sumber garam lain yang masuk kedalam laut, tidak
hanya dari daratan yang terbawa air sungai (misalnya garam yang terbentuk sebagai hasil
reaksi kimia di dalam laut, letusan gunungapi di dasar laut dan sebagainya); (b). besarnya
tambahan garam kedalam laut setiap tahun tidak sama, nampaknya masa-masa sekarang
meningkat karena industri bertambah banyak; (c). ada garam-garaman yang hilang dari laut
karena diambil manusia, tertiup angin ke udara dan sebagainya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa umur laut yang dikemukakan Joly terlalu sedikit.
3). Metode Tingkat Sedimentasi, digunakan untuk mengukur umur batuan sedimen yang
belum mengalami gangguan seperti pelipatan dan patahan. Dengan metode ini tebal lapisan
sampai ke lapisan yang ingin diukur umurnya dihitung, demikian pula tingkat sedimentasi
setiap tahun dihitung, maka umur lapisan dapat dihitung. Misalnya tebal lapisan endapan =
10.000 meter, sedang pengukuran tiap tahun menunjukkan bahwa setiap tahun tebal
endapan bertambah 0,5 mm, maka lapisan terbawah berumur 10.000 m : 0,5 mm = 20 juta
tahun. (buang yang digaris bawahi di atas)
4). Metode Tingkat Erosi, prinsipnya sama dengan metode tingkat sedimentasi, yaitu tebal
lapisan yang tererosi diukur demikian juga tingkat erosi setiap tahun diukur. Metode ini
pernah digunakan menghitung proses erosi mundur di air terjun Niagara, dan diketahui
bahwa proses erosi telah berlangsung sejak 24.000 tahun
5). Metode Lingkaran Pertumbuhan (Growth Rings), digunakan mengukur umur batuan
sedimen. Pada pohon-pohon tertentu akan terlihat dengan jelas lingkaran pertumbuhan
setiap tahun, di mana pada musim pertumbuhan akan terbentuk lingkaran tetapi pada masa
istirahat tidak akan terbentuk lingkaran pertumbuhan. Lingkaran tersebut merupakan
catatan penting yang menjadi petunjuk umur pohon tersebut. Apabila kita mengumpulkan
fosil tumbuhan seperti itu dari setiap lapisan sedimen kemudian mengurutkannya sesuai

121
dengan prinsip superposisi maka akan diketemukan umur mutlak lapisan batuan.
Perhatikan Gambar 9.1 di bawah ini.

Gambar 9. 1. Growth Rings (Lingkaran pertumbuhan)


6). Metode Radioaktif, dianggap metode paling baik yang dimiliki sampai sekarang untuk
mengukur umur bumi dan batuan. Unsur radioaktif sifatnya tidak stabil sehingga berusaha
mencapai kestabilannya dengan memancarkan sinar alpha, beta, gamma atau menangkap
elektron. Masing-masing unsur radioaktif memancarkan sinar tertentu secara teratur
dengan lama penyinaran tetap menurut hukum-hukum tertentu, tanpa terpengaruh oleh
keadaan sekeliling seperti temperatur dan tekanan. Setelah melewati waktu tertentu, satu
unit unsur radioaktif akan berubah separuhnya menjadi isotop lain. Waktu yang diperlukan
disebut Waktu Paruh (Half Life). Perhatikan Gambar 9. 2. di bawah ini.

1 unit unit unit 1/8 unit 1/16 unit

Gambar 9. 2. Half life (Waktu Paruh)


Proses pemecahan inti atom unsur radioaktif seperti itu dikenal sebagai transmutasi inti atau
desintegrasi inti.
Isoptop adalah atom dari unsur yang sama tetapi memiliki jumlah neutron yang berbeda
karena perbedaan banyaknya neutron pada inti. Neutron adalah bagian dari inti atom yang tidak
bermuatan tetapi mempunyai berat (Stokes, 1973).

122
Sinar alpha () adalah inti atom Helium yang mengandung 2 neutron dan 2 proton
sehingga bermuatan positip. Kecepatannya antara 2.000 20.000 mil/detik, yang dapat
dihentikan dengan selembar kertas saja.
Sinar beta () adalah partikel-partikel elektron yang bermuatan negatip, dengan kecepatan
sedikit di bawah kecepatan cahaya sehingga mampu menembus 1.000 lembar kertas
(kecepatan Cahaya = 300.000 km/detik.)
Sinar gamma () adalah radiasi energi berupa gelombang erlektromagnetik dengan
panjang gelombang sangat pendek. Kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya yang
mampu menembus lembaran timah hitam setebal 1 cm. Sinar ini bersifat netral atau tidak
bermuatan (Sarojo, R, 1976).
Pemancaran sinar alpha menyebabkan Berat Atom (Nomor massa) berkurang 4 dan
Nomor Atom lebih rendah 2. Pemancaran sinar beta menyebabkan Berat Atom (Nomor
massa) sama (massa elektron dapat diabaikan), dan Nomor Atom bertambah 1.
Proses pemecahan inti atom unsur radioaktif seperti itu dikenal sebagai transmutasi inti
atau desintegrasi inti. Sebagian besar metode radioaktif didasarkan pada prinsip transmutasi inti,
namun ada juga yang perhitungannya berdasarkan banyaknya bercak yang dihasilkan oleh
penyinaran unsur radioaktif. Beberapa metode radioaktif akan dikemukakan berikut ini:
a). Metode Uranium Timah hitam. Unsur radioaktif uranium ada 2 isotop yaitu uranium
235 (U235) dan uranium 238 (U238). Uranium yang tidak stabil ini berusaha mencapai
kestabilannya dengan memancarkan sinar alpha dan beta sampai berubah menjadi unsur
yang stabil yaitu timah hitam (Pb206). Uranium 238 mempunyai waktu paruh 4.500 juta
tahun, sedang uranium 235 waktu paruhnya 713 juta tahun. Dengan menghitung berapa
kadar timah hitam yang terbentuk dalam batuan dan berapa kadar uranium yang masih sisa,
para ahli dapat menghitung umur batuan yang mengandung unsur uranium tersebut. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa pada saat proses transmutasi mulai, tidak ada timah hitam dalam
batuan, hanya terbentuk dari peluruhan uranium. Demikian juga selama proses
berlangsung, tidak ada tambahan ataupun pengurangan uranium atau timah hitam ke dan
dari dalam batuan. Penggunaan metode ini secara efektif antara 106 sampai 4,6x109 tahun
dengan tingkat kesalahan 1-2% (Allison, 1974).

123
U 235 713 jt. th. 713 jt. th. 713 jt. th. 713 jt. th.

1 unit unit unit 1/8 unit 1/16 unit


Gambar 9. 3. Sistem Waktu Paruh Transmutasi Uranium 235.
Dengan cara lain, dihitung tingkat peluruhannya () misalnya 10-10 gram/tahun,
selanjutnya umur dihitung dengan rumus:
Jumlah timah hitam
Umur =
Jumlah Uranium x

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak mineral yang


mengandung unsur radioaktif uranium, thorium, dan hasil perubahannya berupa
timah hitam. Untuk itu maka rumusnya:
Jumlah timah hitam
Umur =
( uranium x uranium) + ( thorium x thorium)

Dalam hal ini diasumsikan bahwa pada saat proses transmutasi mulai, tidak ada timah
hitam dalam batuan, hanya terbentuk dari peluruhan uranium. Demikian juga selama
proses berlangsung tidak ada tambahan atau pengurangan uranium maupun timah hitam ke
dalam dan dari dalam batuan. Penggunaan metode ini secara efektif antara 106 sampai
4,6x109 tahun dengan tingkat kesalahan 1-2%. Urutan perubahan dari Uranium 235 dan
Uranium 238 ke timah hitam beserta partikel yang dipancarkan dan waktu paruh masing-
masing dapat dilihat dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

124
Tabel 11. Urutan perubahan U235 Pb207

No. Isotop No. Massa Partikel yang dipancarkan Waktu paruh


1 Uranium 235 Alpha 713.000.000. tahun
2 Thorium 231 Beta 25,6 jam
3 Protactinium 231 Alpha 34.000 tahun
4 Actinium 227 Beta 13,5 tahun
5 Thorium 227 Alpha 18.9 hari
6 Radium 223 Alpha 11,2 hari
7 Radon 219 Alpha 3,917 detik
8 Polonium 215 Alpha 0,00185 detik
9 Lead 211 Beta 36,1 menit
10 Bismuth 211 Alpha 2,16 menit
11 Titanium 207 Beta 4,76 menit
12 Lead 207 --- Stabil
Sumber: Stokes, 1973.
Tabel 12. Urutan Perubahan U238 Pb206

No. Isotop No. Massa Partikel yang dipancarkan Waktu paruh


1 Uranium 238 alpha 4,49 x 109 tahun
2 Thorium 234 beta 24,5 hari
3 Protactinium 234 beta 1,175 menit
4 Uranium 234 234 alpha 2,475x105 tahun
5 Thorium 230 230 alpha 8x104 tahun
6 Radium 226 alpha 1.622 tahun
7 Radon 222 alpha 3,825 hari
8 Polonium 218 alpha 3,050 menit
9 Lead 214 beta 26,8 menit
10 Bismuth 214 alpha & beta 19,73 menit
11 Polonium* 214 alpha 163,7 mikrodetik
12 Thalium 210 beta 1.32 menit
13 Lead 210 beta 22,5 tahun
14 Bismuth 210 beta 4,989 hari
15 Polonium 210 alpha 138,374 hari
16 Lead 206 --- Stabil
Sumber: Dott, R, Batten, R, 1971)

b). Metode Potassium Argon (K40 Ar40), banyak digunakan karena unsur radioaktif ini
banyak terdapat dalam batuan beku dan metamorf seperti biotit, muskovit, sanidin,
hornblende, glaukonit, piroksen dan batuan vulkanik. Potassium akan berubah menjadi

125
Argon dengan jalan menangkap elektron, dengan waktu paruh 1,3 x 109 tahun. Dengan
membandingkan jumlah argon yang terbentuk dan potassium yang masih sisa dalam
batuan, maka umur batuan dapat dihitung. Dalam hal ini asumsinya sama dengan metode
uranium timah hitam. Kelemahan metode ini ialah argon berwujud gas yang mudah
hilang dari batuan pada suhu 50 2000 C. Penggunaan secara efektif berkisar antara 104
4,6x106 tahun dengan standar kesalahan 1-2% (Allison, 1974).
K40 1,3 x 109 th 1,3 x 109 th 1,3 x 109 th 1,3 x 109 th

1 unit unit unit 1/8 unit 1/16 unit


Gambar 9. 4. Sistem Waktu Paruh Transmutasi Potassium
c). Metode Rubidium Stronsium (Rb87 Sr87), jarang digunakan karena unsur radioaktif
rubidium jarang terdapat dalam batuan. Rubidium akan berubah menjadi stronsium dengan
memancarkan partikel elektron dengan waktu paruh 47 milyar tahun. Dengan
membandingkan jumlah rubidium yang masih sisa dan stronsium yang terbentuk dalam
batuan, dapat ditentukan umur batuan yang mengandung unsur radioaktif tersebut.
Penggunaan secara efektif antara 106 4,6x109 tahun dengan standar kesalahan 1-2%.
Rb 87 47 m. th 47 m. th 47 m. th 47 m. th

1 unit unit unit 1/8 unit 1/16 unit


Gambar 9. 5. Sistem Waktu Paruh Transmutasi Rubidium.
d). Metode Karbon-14 (Radiocarbon Dating). Unsur radioaktif C-14 berasal dari sinar
kosmik dari luar angkasa, ketika memasuki atmosfer bumi pada lapisan atas menghasilkan
neutron sebagai akibat gesekan dengan lapisan tersebut. Di atmosfer neutron bereaksi
dengan nitrogen menghasilkan C-14 dan proton. Selanjutnya C-14 bereaksi dengan oksigen

126
membentuk CO2. Gas asam arang ini sangat dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan dalam
pertumbuhannya, yang setelah digunakan dilepas kembali ke udara. Karena itu jumlah C-
14 dalam tubuh tumbuh-tumbuhan dianggap tetap selama tumbuhan tersebut masih hidup.
Pada saat tumbuhan itu mati, maka terjadilah pengurangan C-14 dalam tubuh tumbuhan
tersebut karena tidak ada lagi tambahan C-14 yang masuk ke tubuh tumbuhan tersebut,
jam pengukuran umur segera berputar.
Karbon-14 yang dilepaskan tumbuhan tidak stabil sehingga berubah kembali
menjadi nitrogen dengan melepaskan elektron, dengan waktu paruh 5.730 tahun.
Penggunaan secara efektif 100 5x104 tahun dengan standar kesalahan sekitar 1-2%.
Perhatikan asal dari karbon 14 pada Gambar 9. 6
Metode kabon diragukan kebenarannya karena asumsinya bahwa C-14 dalam
tumbuhan sama, baik sekarang maupun masa silam. Demikian pula dengan kenyataan
bahwa bisa terjadi tambahan C-14 kedalam fosil baik melalui air tanah, maupun akar
tumbuhan lain bila mencapai fosil tersebut.

Gambar 9. 6 Asal karbon 14 dari


sinar kosmik, luar angkasa
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,
James S, 2002.

127
e). Fission-track Dating (penentuan umur lewat bercak yang dihasilkan radiasi). Metode ini
agak lain, di mana tidak didasarkan pada transmutasi inti melainkan berdasarkan bercak-
bercak hasil radiasi unsur radioaktif pada permukaan mineral/batuan. Pada awal tahun
1900-an orang menemukan pada permukaan mineral homogen seperti mika adanya
pelunturan (Pleochroic halos) yang ternyata bercak-bercak kecil berbentuk tabung/peluru
kecil (track). Setelah diteliti ternyata merupakan hasil dari penembakan unsur radioaktif
berenergi tinggi di sekitarnya yaitu uranium 238. Dengan pembesaran, jumlah bercak pada
mineral dapat dihitung. Untuk keperluan pengukuran umur maka harus dihitung berapa
bercak pada permukaan mineral, kemudian dilakukan percobaan di reaktor atom di mana
sampel uranium yang masih sisa dalam batuan ditembak dengan neutron sehingga
mengalami desintegrasi dan menghasilkan bercak yang dapat dihitung banyaknya dalam
kurun waktu tertentu. Selanjutnya dibandingkan dengan jumlah bercak di permukaan
mineral/batuan untuk menentukan umur batuan tersebut. Kelemahan metode ini ialah
bercak dapat terhapus pada temperatur beberapa ratus derajad celcius.
Metode radioaktif merupakan metode yang paling baik yang dimiliki sampai
sekarang untuk menentukan umur mutlak batuan. Dengan menggunakan metode radioaktif, sampel
batuan genesis rock atau batuan mula jadi yang dibawa oleh astronout Apollo XV David R Scott
dan James B Irwin dari bulan, umurnya dihitung sekitar 4,15 milyar tahun dengan tingkat
kesalahan 200.000 tahun. Jadi hasilnya mendekati hasil perhitungan umur bumi yang berkisar 4,5
milyar tahun (Stokes, 1973).
Berdasarkan analisis berbagai sampel batuan yang diperoleh dari daerah yang tersebar luas
di dunia, ahirnya para akhli menyusun suatu daftar/tabel saat terbentuknya beberapa kejadian
alamiah penting (Time table of creation) (Stokes, 1973)seperti:
1. Bumi mulai terbentuk/memadat sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu.
2. Massa batuan yang meluas di bumi, terbentuk sekitar 3,5 milyar tahun yang lalu.
3. Adanya fosil (fossil record) sekitar 3,3 milyar tahun yang lalu.
4. Berlimpahnya fosil bersamaan dengan periode cambrium, sekitar 600 juta tahun yang
lalu.

128
B. Tarikh Geologi
Sebelum umur mutlak berkembang, tahun 1877 di Eropa orang berusaha menyusun Tarikh
Geologi. Pada waktu itu hanya didasarkan pada perkembangan kehidupan di bumi yang
berdasarkan fosil yang diketemukan dalam batuan sedimen, sehingga dikenal pembagian
sebagai berikut:
Paleozoikum, zaman kehidupan tua (Palaios = lama, tua).
Mesozoikum, zaman kehidupan pertengahan (Mesos = pertengahan).
Cenozoikum (Neozoikum), zaman kehidupan baru (Kainos, neo = baru).

Tabel 13. Tarikh Geologi

Kurun (Eon) Era (Masa) Period (Zaman) Epoch (Kala) Waktu (Juta
tahun)
NEOZOIKUM Kuarter Holosen (Aluvium) 0,2-sekarang
Pleistosen (Diluvium) 0,2 0,6
*Neogen Pliosen 0,6 11
Miosen 11 25
Tersier Oligosen 25 40
Eosen 40 60
Paleosen 60 70
*Paleogen
Cretaceous Atas 70 135
(Kapur) Bawah
Jurassic (Jura) Atas
MESOZOIKUM
Tengah Bawah 135 180
Triassic (Trias) Atas
PANEROZOIKUM Tengah 180 225
Bawah
Atas
Permian (Perm) Tengah 225 270
PALEOZOIKUM Bawah
**Atas
Carbon (Karbon) Atas (Pensylvanian) 270 330
Bawah (Mississippian) 330 350
Devonian (Devon) Atas 350 400
Bawah
Silurian (Silur) - 400 - 440
PALEOZOIKUM Ordovisian Atas 440 - 500
**Bawah (Ordovisium) Bawah
Cambrian Atas
(Cambrium) Tengah 500 600
Bawah
PROTEROZOIKUM
KRIPTOZOIKUM ARKHEOZOIKUM
AZOIKUM 600-4.500
Keterangan: * Anak zaman (Sub-period). ** Sub-Masa (Sub-Era)

129
Setelah pengukuran umur mutlak berkembang, nama-nama tersebut di atas masih tetap
digunakan sebagai dasar pemberian nama skala waktu dalam menyusun Tarikh Geologi. Seperti
halnya kalender yang terdiri dari tahun, bulan, minggu dan hari, Tarikh Geologi disusun dengan
beberapa skala waktu yaitu: Era (Masa), Periode (Period, Zaman), Epoch (Kala), Age
(Waktu). Satu era terdiri dari beberapa periode, satu periode terdiri dari beberapa epoch, dan
selanjutnya. Perhatikan Tabel 13. Tarikh Geologi, urut-urutannya mulai dari bawah ke atas
menggunakan nalar sesuai dengan urutan pengendapan sedimen yang dimulai dari bawah.
Penjelasan singkat Tarikh Geologi:
PANEROZOIKUM: sudah ada kehidupan (Paneros = Nyata, terang)
KRIPTOZOIKUM: masih penuh tanda tanya mengenai adanya kehidupan (Cryptic = rahasia)
Azoikum: belum ada kehidupan (A = tidak; Zoo = kehidupan/hewan)
Arkheozoikum: sudah mulai ada kehidupan berupa organisme sederhana/bersel satu.
Sering pula disebut Zaman Kehidupan Purba (Archeo = kuno/purba)
Proterozoikum: Sudah diketemukan tanda-tanda kehidupan, tetapi fosil belum banyak ditemukan
(Proteros = mula-mula, saksi, bukti).

PALEOZOIKUM: Zaman Kehidupan Tua, atau Zaman Kehidupan Pertama/Primer/ Tua (Palaios
= lama, tua). Banyak peristiwa sedimentasi yang mengandung fosil. Ada 6 periode dalam Era ini,
yang terpenting adalah Periode Karbon di mana banyak tumbuhan pakis yang kemudian
menghasilkan batubara. Batubara dunia kebanyakan terbentuk pada periode ini.
Kambrium, berasal dari kata Cambria, nama lama daerah Wales pada zaman Romawi. Fosil
sudah berlimpah dalam batuan yang berasal dari periode ini.
Ordovisium, nama distrik di daerah Wales pada zaman Romawi di mana banyak dijumpai
lapisan batuan dari periode ini.
Silur, berasal dari nama suku bangsa di Inggeris.
Devon, dari kata Devonshire, daerah di Inggeris di mana lapisan-lapisan batuan periode ini
sangat baik dipelajari.
Karbon, sesuai dengan peristiwa pembentukan batubara yang meluas di dunia.
Perm, nama daerah di Rusia di mana lapisan batuan berumur periode ini pertama kali
diketemukan.

130
MESOZOIKUM: zaman kehidupan pertengahan (Mesos = pertengahan) Sering pula disebut
zaman Sekunder (kedua). Terkenal pula sebagai Zaman Reptil, di mana fosil binatang melata dari
era ini ukurannya besar-besar. Sering pula disebut Zaman Cycads (tumbuhan gymnospermae
yang berbunga). Yang terpenting dari 3 periode dalam era ini adalah periode Kapur karena banyak
foraminifera yang membentuk lapisan kapur/gamping.
Trias, nama yang diberikan sesuai kondisinya ketika diteliti, terdiri dari 3 lapisan.
Jura, berasal dari nama pegunungan di Alpina di mana diketemukan lapisan batuan dari
periode ini.
Kapur, sesuai dengan kejadian pembentukan lapisan gamping yang banyak sekali.

NEOZOIKUM (CENOZOIKUM): zaman kehidupan baru (Neo = Kainos = baru). Biasa pula
disebut Zaman Mammalia dan Burung, karena binatang reptilia berkurang digantikan oleh
binatang menyusui dan burung yang berlimpah. Terdiri dari 2 periode yaitu Tersier atau zaman
kehidupan ketiga dan Kuarter atau zaman kehidupan keempat.
Tersier, dapat dibagi atas 2 anak zaman yaitu Paleogen yang meliputi epoch Paleosen, Eosen,
Oligosen, dan Neogen yang meliputi epoch Miosen dan Pliosen.
Kuarter, terdiri dari 2 epoch yaitu Pleistosen (Diluvium), (diluvium = endapan banjir) dan
Holosen (Aluvium), (aluvium = endapan sungai). Pada epoch Pleistosen terjadi peristiwa
penurunan suhu di bumi sekitar 20 C sehingga daerah yang tertutup es di dunia meluas ke arah
ekuator sampai sekitar lintang 400 LU di Amerika Utara dan sekitar 550 LU di Eropa. Pada masa
itu permukaan air laut turun sekitar 70 meter.
Zaman glasial terjadi 4 kali diselingi dengan interglasial, bahkan ada pendapat bahwa kita
sekarang hidup pada masa interglasial ke empat. Epoch Holosen, sejak zaman glasial berakhir
sampai sekarang. Manusia moderen mulai ada pada epoch ini.

131
BAB X.
ASAL MULA KEHIDUPAN DI BUMI

Asal usul dari mana munculnya kehidupan di bumi dan kapan kehidupan di bumi mulai
ada, merupakan masalah pelik yang menarik perhatian para ahli belakangan ini. Masalah tersebut
demikian kompleks sehingga melibatkan berbagai ahli dari disiplin-disiplin ilmu yang relevan.
Disiplin ilmu yang erat kaitannya antara lain:
Astronomi, yang mengkaji bagaimana terjadinya bumi dan planet-planet lain dalam sistem
tatasurya serta benda-benda angkasa lainnya. Pengetahuan mengenai terjadinya bumi tentu
erat kaitannya dengan analisis lebih lanjut tentang evolusi bumi selanjutnya yang kemudian
menjadi ajang hidup orgasnisme sekarang.
Geologi, khususnya Geologi Sejarah yang mempelajari perkembangan bumi dari waktu ke
waktu sejak terbentuknya planet bumi.
Biologi, yang mendalami mengenai kehidupan itu sendiri. Unsur-unsur apa yang membangun
organisme, faktor-faktor apa saja yang menunjang kehidupan, bagaimana reproduksi
organisme dan sebagainya adalah materi kajian Biologi yang penting dalam kaitannya dengan
asal mula kehidupan di bumi.
Kimia, banyak membantu dalam mengungkapkan tentang senyawa-senyawa organik. Para
ahli kimia sangat berperan dalam melakukan percobaan-percobaan mensintesakan unsur-unsur
anorganik untuk sampai pada suatu kesimpulan apakah senyawa-senyawa organik dapat
terbentuk dari anorganik.
Selain itu dikembangkan pula disiplin ilmu baru yang merupakan gabungan disiplin ilmu
yang telah ada misalnya Biokimia, Biologi molekuler yang memusatkan perhatiannya pada
komposisi dan aktivitas zat hidup; Biofisika dan Bioengineering berusaha menciptakan alat-
alat baru yang dapat memudahkan mengamati bagian-bagian yang paling kecil dari
organisme.
Uraian berikut akan menitik beratkan pada kondisi geologis diawal-awal sejarah bumi yang
akan menunjang lingkungan ideal untuk terbentuknya kehidupan di bumi.

132
A. Pandangan-Pandangan Mengenai Asal Mula Kehidupan di Bumi

Sejak manusia mulai berfikir, manusia mengagumi dari mana asal usul organisme di bumi
ini termasuk asal mula manusia sendiri. Orang mulai memperhatikan bagaimana binatang dan
manusia kawin kemudian menghasilkan anak, bagaimana tumbuh-tumbuhan berkembang biak
hingga menutupi hampir seluruh permukaan bumi kita. Muncul pemikiran bahwa karena wanitalah
yang melahirkan maka berarti hanya wanita yang terlibat dalam heriditas. Tetapi setelah
mikroskop ditemukan, orang melihat bahwa sperma laki-laki mengandung suatu miniatur
organisme dewasa secara lengkap sehingga dipikirkan lagi bahwa wanita hanya menyediakan
lingkungan bagi pertumbuhan janin.
Muncul pula pemikiran bahwa organisme sederhana berasal dari anorganik di lingkungan
yang busuk. Buffon percaya bahwa molekul-molekul organisme sederhana dilepas dari suatu
pembusukan kemudian bergabung membentuk organisme. Van Helmont (1577-1644)
mengatakan bahwa tikus dapat dihasilkan dengan mengisi botol dengan gandum kemudian
ditutupi dengan pakaian kotor perempuan (Dott, 1971). Akan tetapi Pasteur pada awal tahun 1860-
an membuktikan tidak adanya spontaneous generation; tidak akan ada kehidupan yang terjadi dari
anorganik dengan cara itu. Dia mengatakan bahwa keturunan berasal dari induknya yang
mentransfer sebagian dari inti selnya. Jadi kelihatannya pada masa lalu orang mengacaukan antara
asal mula kehidupan dengan reproduksi/pembiakan.
Hingga sekarang banyak spekulasi yang dikemukakan para akhli mengeni asal mula
kehidupan di bumi, yang pada intinya ada tiga pandangan yang dianut para ahli dewasa ini.
a) Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari Ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa. Dengan demikian sulit bahkan tak dapat didiskusikan lebih lanjut karena tidak
akan pernah berakhir pada suatu kesimpulan diluar keyakinan. Setiap orang yang beragama
dan berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mengakui kebenaran pandangan ini tanpa
perlu bukti-bukti yang menunjang.
b) Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari benih hidup dari luar
bumi. Mereka mendasarkan pandangannya pada hasil penemuan belakangan ini dimana unsur-
unsur kimia dan senyawa-senyawa sederhana yang berkaitan dengan organisme banyak
terdapat di jagat raya diluar bumi. Senyawa-senyawa hydroxyl radical (OH), uap amonia
(NH3), uap air (H2O), karbon monoksida (CO), hidrogen cyanida (HCN) dan formaldehid

133
(CH2O) ditemukan dalam jumlah banyak dan berkonsentrasi seperti awan (Stokes, 1973).
Demikian juga di dalam meteorit yang jatuh di bumi, orang menemukan adanya senyawa-
senyawa organik yaitu senyawa yang jarang dijumpai di alam bebas selain membangun
organisme. Sebagai contoh adalah meteorit Chondrite yang jatuh di sebelah selatan Australia
pada bulan September tahun 1969 ternyata mengandung asam amino yang diketahui
merupakan unsur dasar dari kehidupan (Stokes, 1973). Para penganut pandangan ini merasa
yakin bahwa kehidupan terbawa ke bumi oleh meteorit meski dalam bentuk benih hidup yang
nanti setelah sampai di bumi baru mengalami evolusi kimiawi menjadi organisme.
Meskipun para ahli sampai sekarang belum berhasil membuktikan adanya kehidupan di
luar bumi namun sebagian masih tetap yakin akan adanya kehidupan di luar bumi.
Kemungkinannya tetap ada bila kita mengingat bahwa jagat raya ini begitu luasnya. Dalam
Galaksi Bimasakti saja diperkirakan ada 100 milyar bintang dimana Matahari merupakan
salah satunya. Kondisi yang ideal bagi kehidupan misalnya temperatur berkisar 0 1000C
bukan tidak mungkin terdapat dalam suatu planet yang letaknya dari Mataharinya dalam
sistem tatasuryanya mirip dengan letak planet bumi dalam sistem tatasurya kita. Para ahli dari
negara-negara maju terus melacak kemungkinan adanya kehidupan di planet lain meskipun
masih terbatas dalam sistem tatasurya kita. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya, siapa
tahu suatu ketika mereka berhasil menemukan adanya kehidupan di luar bumi.
c) Kelompok yang beranggapan bahwa kehidupan di bumi berasal dari anorganik yang ada di
bumi. Pandangan ini juga cukup menarik dan terus disempurnakan para ahli. Dari hasil
penelitian biologi dan kimia para ahli sampai pada kesimpulan bahwa pada awal-awal sejarah
bumi terjadi suatu evolusi kimiawi dari anorganik menjadi organik. Dalam hal ini pengetahuan
tentang keadaan bumi pada awal-awal sejarahnya cukup besar peranannya. Seandainya benar
kehidupan di bumi berasal dari evolusi anorganik maka perlu ditelusuri tentang materi apa saja
yang membangun organisme, ada tidaknya unsur-unsur tersebut di bumi pada awal-awal
sejarahnya, kekuatan apa yang menggabungkan unsur-unsur anorganik secara teratur menjadi
zat hidup, sumber energi yang akan menopang kelangsungan hidup organisme. Pokok-pokok
tersebut akan dibicarakan berturut-turut berikut ini.
B. Unsur-Unsur Essensial yang Membangun Zat Hidup

Kalau kita membandingkan zat hidup dengan zat mati maka kita akan menemukan
beberapa ciri zat hidup yang membedakannya dengan zat mati yaitu:

134
Mempunyai aktivitas kimia dalam tubuhnya. Aktivitas kimia tersebut akan menghasilkan
tenaga dan makanan yang diperlukan untuk kehidupannya.
Mempunyai kemampuan reproduksi untuk menghasilkan individu seperti dirinya sendiri.
Proses reproduksi tersebut akan terjadi secara seksual ataupun aseksual.
Zat hidup mempunyai kemampuan merespons stimulus dari luar.
Zat hidup memiliki gerak spontan (locomotion), bisa bergerak walaupun tanpa tenaga dari
luar sebagai penggeraknya.
Keempat ciri tersebut selalu ada bersama-sama di dalam organisme, sedang zat mati bisa memiliki
beberapa ciri tersebut namun tidak memilikinya secara keseluruhan. Misalnya kemampuan
merespons rangsangan dari luar bisa dimiliki zat mati. Zat mati dapat merespons keadaan cuaca
seperti temperatur tinggi, temperatur rendah, kelembaban dan sebagainya. Demikian juga batuan
sedimen dapat menghasilkan batuan sedimen lain dengan jalan pelapukan , tererosi kemudian
diendapkan di tempat lain selanjutnya mengalami sementasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen.
Ditunjang oleh kemajuan teknologi, dewasa ini para ahli biologi dan ahli kimia dapat
melihat subsel yang sangat kecil. Dengan demikian struktur dasar kehidupan dan fungsinya
masing-masing dapat diketahui. Dari penelitian mereka, diketahui bahwa setiap organisme
membutuhkan paling tidak 20 unsur kimia diantaranya yang paling banyak adalah hidrogen,
karbon, nitrogen, oksigen, pospor, belerang disamping unsur-unsur seperti potassium, sodium,
magnesium, kalsium, chlorine, besi, tembaga, zink, mangan, molibdat, boron, fluorine, silikon dan
iodine (Lee Stokes, 1978).
Organisme tersusun dari air, garam-garaman seperti yang ada di dalam air laut dan
persenyawaan organik (persenyawaan yang jarang dijumpai di alam kecuali dalam organisme).
Kebanyakan persenyawaan organik tersusun dari empat unsur saja yaitu karbon, oksigen,
nitrogen dan hidrogen. Keempat unsur tersebut bersenyawa dalam berbagai bentuk
menghasilkan empat macam/kelas persenyawaan organik dalam zat hidup yaitu: lemak,
karbohidrat, protein dan asam inti. Lemak dan karbohidrat digunakan organisme sebagai
sumber tenaga. Asam inti (Nucleic acid) lebih kompleks strukturnya dan diyakini sebagai
pembawa sifat utama genus. Protein merupakan molekul paling kompleks, dibangun oleh sejumlah
asam amino yang berbeda-beda. Perbedaan asam amino menyebabkan perbedaan ordo. Tidak ada
dua spesies organisme mempunyai protein yang sama (Spencer, 1962).
Selain unsur-unsur essensial penyusun organisme seperti di atas, perlu pula diingat bahwa

135
temperatur yang ideal bagi kehidupan berkisar dari 0 1000C. Sumber energi yang menunjang
kehidupan dapat berasal dari matahari, unsur-unsur radioaktif, letusan gunungapi dan sebagainya.
Akan tetapi sinar ultra violet dalam jumlah besar akan membinasakan organisme.

C. Kondisi Bumi Pada Awal-Awal Perkembangannya

Sekarang ini unsur-unsur kimia yang dibutuhkan organisme banyak terdapat di dalam air
laut, di atmosfer dan di dalam batuan. Demikian juga sumber energi cukup banyak untuk
menunjang kehidupan. Disamping itu proses-proses di bumi dapat mensirkulasikan dan
mendistribusikan unsur-unsur tersebut sehingga tersedia di mana-mana. Angin, arus laut, erosi,
aliran konveksi di lapisan asthenosfer, letusan gunungapi gerak-gerak lempeng lithosfer sangat
berperan dalam mensirkulasikan unsur-unsur essensial bagi organisme. Begitu pula organisme
kalau mati akan melepaskan unsur-unsur penyusunnya sehingga terjadi semacam siklus unsur-
unsur essensial di bumi. Andaikata tidak ada siklus ini maka tidak akan tersedia unsur essensial
yang cukup bagi organisme dari generasi ke generasi. Unsur-unsur itu akan tinggal dalam senyawa
tetap misalnya di dalam batuan atau organisme dan sebagainya.
Meskipun kita sudah melihat di atas bahwa unsur-unsur yang dibutuhkan organisme
tersedia di alam dalam jumlah yang banyak dewasa ini, namun timbul pertanyaan apakah keadaan
seperti sekarang ini juga sama seperti pada saat bumi baru berkembang? Penelitian-penelitian
Geologi Sejarah berusaha mengungkapkan kondisi bumi pada awal-awal sejarahnya. Para akhli
memperkirakan bahwa pada saat bumi terbentuk suhu permukaan bumi berkisar 8.0000C sehingga
ada yang beranggapan bahwa seluruh planet bumi ini pernah lebur, kemudian mengalami
pendinginan pelan-pelan sampai ke keadaan sekarang. Ketika bumi lebur terjadilah pemisahan
materi penyusun bumi menurut berat jenisnya, materi yang kaya besi tenggelam ke bagian inti
bumi dan batuan yang kaya silikat menempati bagian kulit luar bumi. Demikian juga dengan gas
karena lebih ringan maka menempati bagian permukaan bumi dan atmosfer.
Mengenai terjadinya atmosfer dan lautan, banyak hipotesis yang dikemukakan para ahli
namun dapat dikelompokkan atas dua kelompok:
a. Photochemical Dissociation, menurut hipotesis ini atmosfer bumi pada mulanya tidak sama
dengan atmosfer bumi yang kita lihat sekarang. Atmosfer bumi pada awal perkembangannya
sama dengan atmosfer Jupiter sekarang, banyak mengandung metana (CH4), amonia (NH3),
hidrogen, helium, neon dan sedikit uap air. Pada waktu itu tidak ada oksigen bebas dan belum

136
ada lapisan ozon. Jadi berbeda dengan atmosfer bumi sekarang yang terdiri dari 78% nitrogen,
21% oksigen, 0,9% argon, 0,03% karbon dioksida dan uap air yang bervariasi jumlahnya serta
beberapa unsur minor yang jumlahnya sangat sedikit seperti neon, helium, cripton, xenon dan
helium. Unsur-unsur tersebut dihasilkan dari serangkaian reaksi kimia sebagai berikut:
Radiasi ultraviolet dari matahari akan menguraikan uap air 2H2O 2H2 + O2. Hidrogen
yang terbentuk ini akan hilang keluar atmosfer karena tersapu badai matahari.
Oksigen yang terbentuk bereaksi dengan CH4 dan NH3 membentuk CO2 dan nitrogen serta uap
air. CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O; 4NH3 + 3O2 2N2 + 6H2O.
Setelah CH4 dan NH3 diubah menjadi CO2 dan N2 oleh oksigen maka oksigen terbentuk lagi dari
penguraian uap air oleh radiasi ultraviolet. Dengan demikian dari waktu ke waktu atmosfer bumi
berubah kandungannya dari kaya metan dan amonia menjadi kaya nitrogen dan oksigen. Begitu
oksigen bebas mulai banyak di atmosfer maka terbentuklah lapisan ozon yang menjadi perisai
kehidupan di bumi dari bahaya sinar ultraviolet (Dott, 1971).
b. Hipotesis Degassing (Outgassing), hipotesis ini dikemukakan oleh para akhli geologi bahwa
gas-gas di atmosfer demikian juga air di permukaan bumi berasal dari dalam bumi, terutama
lewat aktivitas vulkanisme seperti yang dapat diamati pada peristiwa letusan gunungapi. Orang
dapat melihat bahwa letusan gunungapi dan semburan air panas dari dalam bumi
mengeluarkan uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen, hidrogen, dan
sebagainya. Pada waktu bumi berakumulasi dari planetesimal, berputar perlahan-lahan dan
berkonsentrasi di pusatnya sehingga perputarannya semakin cepat maka suhu inti bumi naik
yang menyebabkan bagian dalam bumi lebur. Akibatnya terjadilah pemisahan menurut berat
jenisnya, unsur-unsur ringan seperti air dan gas menyusup keluar menempati permukaan bumi
dan atmosfer. Pada awal-awal perkembangannya atmosfer kurang mengandung oksigen bebas
yang berarti lapisan ozon belum terbentuk. Penganut hipotesis ini menduga bahwa oksigen
yang berlimpah di atmosfer sekarang ini terutama berasal dari hasil fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menghasilkan oksigen.
Dari Tabel 14 kita dapat melihat bahwa pada awal-awal perkembangannya atmosfer bumi tanpa
oksigen bebas yang berarti belum ada lapisan ozon, sehingga sinar ultraviolet banyak yang sampai
ke permukaan bumi. Oksigen bebas mulai bertambah kedalam atmosfer bumi setelah bumi
berumur 2 milyar tahun, terutama dari hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan berchlorofil.

137
Tabel 14. Evolusi Kimiawi Atmosfer Bumi
Pembentukan Evolusi kimiawi Sel-sel Eucariotic
formasi bumi Fotosintesis Jaringan organ
Stage I Stage II
Stage III
Major CH4, H2 N2 N2, O2
component
Minor component H2O, N2, H2S SO2, H2O, CO2, A A, H2O, CO2
NH3, A
Trace component He Ne, He, CH4, NH3 Ne, He, CH4, Kr
0,2
0,1
0 0,5 1,0 2,0 3.0 4,0 Present
Time, billion of years
Atas: Kemungkinan evolusi dari komposisi atmosfer bumi
Bawah: Kemungkinan tingkat akumulasi oksigen bebas

D. Evolusi Kimiawi Anorganik Menjadi Zat Hidup

Masalah pembentukan zat hidup dari anorganik merupakan masalah besar yang sulit
dipecahkan. Sekalipun ada unsur-unsur essensial bagi terbentuknya zat hidup dan kondisi
temperatur di bumi memungkinkan munculnya organisme di bumi serta terdapat sumber energi
yang akan menunjang kelangsungan hidupnya, namun para ahli masih mempertentangkan dapat
tidaknya organisme terbentuk dari anorganik, termasuk Louis Pasteur. Akan tetapi dari hasil
percobaan beberapa ahli lain dimana mereka dapat membuat senyawa organik seperti asam amino
dan protein, maka sedikit demi sedikit keraguan tadi berkurang. Tahun 1953, S.L. Miller dari
Universitas Chicago berhasil membuat asam amino dari metana, amonia, hidrogen dan air yang
dipanasi sampai 1000C dan dialiri listrik. Setelah seminggu, terjadilah sintesis yang menghasilkan
empat asam amino (termasuk gliserin dan adenine, suatu unit dasar DNA). Sesudah keberhasilan
Miller, banyak percobaan yang dapat menghasilkan 20 macam asam amino (Lee Stokes, 1973).
Dari hasil percobaan itu diperkirakan bahwa pada awal-awal sejarah bumi ketika belum
ada lapisan ozon, radiasi matahari sangat intensif untuk mengubah metana dan amonia yang
banyak terdapat dalam atmosfer menjadi hidrogen cyanida (HCN), urea dan asam amino.
Beberapa ahli menduga bahwa lingkungan yang paling baik adalah di dalam air kawah yang
panas, sedang ahli lain beranggapan bahwa dapat terjadi di lautan bebas karena pada saat itu

138
temperatur di permukaan bumi masih agak panas. Asam amino akan diserap oleh permukaan liat
atau permukaan mineral penyusun batuan lain kemudian kering dengan konsistensi seperti lumpur.
Dr. Sidney Fox dan A.I. Oparin telah membuat percobaan memasukkan asam amino
kering kedalam air dalam jumlah banyak dan ternyata dapat menghasilkan proteinoid (protein
sederhana). Dan selanjutnya proteinoid bersintesa dengan asam amino lainnya menghasilkan
protein. Proses sintesis yang menghasilkan protein itu dapat dipercepat oleh adanya muatan listrik,
radiasi ultraviolet dan temperatur tinggi (Dott, 1971). Oleh karena itu dipikirkan bahwa asam
amino yang terbentuk dan berkonsentrasi di permukaan liat tadi akan mengalami sintesis
membentuk protein-protein dimana proses ini akan dipercepat oleh kondisi bumi pada waktu itu
yang temperaturnya tinggi, banyak sinar ultra violet dan kilat sebagai sumber listrik.
Dari tingkatan protein menjadi DNA diperlukan kondisi lingkungan kimiawi yang stabil.
Sesudah DNA terbentuk maka diperlukan dinding yang akan melindunginya karena DNA tidak
dapat menopang dirinya sendiri. Sejak terbentuk dinding sel maka terbentuklah suatu sel hidup
yang dapat bereproduksi.
Ada yang menentang proses sintesis asam-asam amino menjadi protein sebagai suatu hal
yang tidak mungkin. Mereka mengatakan bahwa tidak mungkin asam amino datang berkumpul
kemudian bersintesis. Protein terdiri dari 1000 nucleotide (unit kimia dasar) dimana rantai 1000
nucleotide tersebut bisa terjadi dalam 41000 cara namun hanya satu yang berhasil menjadi protein,
jadi kemungkinannya sangat kecil. Akan tetapi kemungkinan yang sangat kecil itu bukanlah
berarti tidak mungkin. Dalam waktu jutaan tahun kemungkinan yang sangat kecil itu bisa saja
terwujud menjadi suatu kenyataan. Dalam waktu yang lama kehidupan dapat dibangun sedikit
demi sedikit seperti orang membangun mobil dari unit-unit assembling.
Evolusi berikutnya adalah sel-sel terorganisir menjadi organ dan selanjutnya organ
terorganisir menjadi organisme. Organisme berevolusi lebih lanjut dari organisme sederhana ke
organisme yang sangat kompleks seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang tingkat tinggi sekarang.
Sel merupakan struktur terkecil dari zat hidup yang dapat berfungsi sebagai unit yang tak
tergantung pada struktur lain. Ada dua tipe dasar sel (Lee Stokes, 1973) yaitu:
Procaryotic cell, struktur sel yang sangat sederhana, tanpa inti sel. Struktur ini dijumpai pada
bakteri dan ganggang biru.
Eucaryotic cell, struktur sel yang kompleks, mempunyai inti dan beberapa unsur yang
mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Struktur ini dijumpai pada semua organisme tingkat tinggi.

139
Perkembangan dari procaryotic cell ke eucaryotic cell tidak meninggalkan fosil dalam batuan
sehingga tidak dapat dilihat bukti-buktinya.
Setelah organisme terbentuk maka sumber energi yang akan menunjang kelanjutan
hidupnya diperoleh lewat proses fotosintesis. Fotosintesis pada tanaman hijau berlangsung
atas bantuan sinar matahari, dimana CO2 dan H2O diubah menjadi gula dan oksigen. 6 CO2 +
12 H2O C6H12O6 + 6 O2 + 6 H2O.
Ada pula organisme yang dapat hidup dilingkungan yang tidak ada sinar matahari sehingga
tidak mungkin terjadi fotosintesis. Organisme tersebut memperoleh energi dari mineral-
mineral seperti gypsum atau hematit. Organisme semacam itu disebut Chemical eaters.

140
BAB XI. EVOLUSI KEHIDUPAN DAN FOSIL

A. Evolusi Kehidupan

Evolusi adalah perubahan secara perlahan-lahan dari tingkat sederhana ke kompleks, dari
rendah ke tinggi, dari kurang baik ke baik. Jadi evolusi kehidupan adalah perubahan kumulatif
organisme dari waktu ke waktu dan biasanya tak dapat diubah lagi.

Pandangan mengenai evolusi kehidupan banyak mendapat tantangan khususnya karena


bertentangan dengan ajaran agama. Tantangan ini terutama sangat luar biasa pada zaman
pertengahan dimana orang dikuasai oleh dogma-dogma agama. Kehidupan di bumi diyakini
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan sejak dahulu kehidupan sudah bervariasi. Bahkan
sampai sekarangpun banyak orang yang masih enggan mempelajari evolusi kehidupan dengan
alasan yang sama.
Konsep evolusi tidak terbatas pada lingkup organisme saja melainkan dalam konteks yang
luas. Konsep evolusi kehidupan tak dapat dielakkan karena merupakan kesatuan prinsip yang
menjelaskan distribusi dan diversifikasi dari kehidupan dalam kurun waktu lebih dari 3 milyar
tahun.
1. Latar Belakang dan Pandangan-Pandangan Fundamental

Lama sekali baru orang menyadari bahwa organisme telah mengalami perubahan dari
waktu ke waktu, karena perubahan itu berlangsung sedikit demi sedikit. Orang melihat anjing
misalnya, tidak ada perubahan dari waktu ke waktu. Akan tetapi bila kita keliling dunia kita akan
melihat bahwa demikian banyaknya jenis organisme, jenis anjing banyak sekali. Demikian juga
kalau kita perhatikan bentuk fosil yang dikumpulkan dari berbagai lapisan batuan, jelas terlihat
adanya perubahan kehidupan dari waktu ke waktu.
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pandangan yang mendasari teori-teori evolusi
kehidupan.
a. George Buffon.
Ahli terkenal dari Perancis ini adalah orang pertama yang berusaha meyakinkan teman-
temannya pada abad 18 bahwa terjadi evolusi kehidupan. Dia berusaha membebaskan diri

141
dari supernaturalisme agama Kristen pada waktu itu. Dia adalah orang pertama yang
mendefinisikan spesies, dan menganggap bahwa spesies tidak dapat kawin silang dengan
yang lain. Tidak akan terjadi spesies menghasilkan spesies lain. Dia yang mula-mula
memahami bahwa lingkungan menyebabkan variasi kehidupan secara lokal. Tulisannya
penuh kontradiksi, tetapi lama kelamaan dia mengarah ke kesimpulan bahwa semua bentuk
kehidupan berasal dari bentuk yang jumlahnya sedikit. Pengaruh lingkungan sangat besar
terhadap organisme dan sebaliknya. Buffon telah mengemukakan dua dasar evolusi yaitu
bahwa perubahan organisme karena sifat keturunan dan karena perubahan lingkungan.
Akan tetapi dua dasar evolusi yang dikemukakan oleh Buffon belum dapat digolongkan
sebagai teori evolusi karena dia tidak menjelaskan bagaimana spesies baru yang
mempunyai karakter baru muncul sebagai akibat dari perubahan lingkungan ataupun
keturunan (Dott, 1971).
b. Erasmus Darwin.
Erasmus Darwin, ilmuan terkenal dari Inggeris, kakek dari Charles Darwin, terpengaruh
oleh pandangan Buffon bahwa ada evolusi kehidupan. Karena itu dia melakukan
eksperimen terhadap binatang dan melihat bahwa banyak perubahan dalam sejarah
kehidupan binatang. Misalnya ulat berubah menjadi kupu-kupu, berudu berubah menjadi
katak dan sebagainya. Akhirnya dia sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada banyak
faktor yang mempengaruhi evolusi yaitu: seleksi seksual, adaptasi terhadap lingkungan
khususnya dalam mencari makan, perlindungan dan senjata untuk mempertahankan hidup.
Seleksi seksual kurang lebih sama dengan survival of the fittest nya Charles Darwin.
Adaptasi terhadap lingkungan, misalnya perkembangan belalai gajah yang makin
panjang untuk dapat meraih rumput untuk dibawa ke mulutnya. Sebagai alat keamanan,
maka binatang melindungi dirinya dengan alat-alat seperti kulit yang tebal, shell, kaki
untuk lari, sayap dan sebagainya. Juga untuk dapat mempertahankan diri dari serangan
musuh maka binatang memperlengkapi diri dengan senjata seperti tanduk, gading dan
sebagainya. Semua itu akan menghasilkan karakter baru yang kemudian diturunkan kepada
anaknya. Akan tetapi pandangan-pandangan Erasmus Darwin belum dapat dikategorikan
sebagai teori evolusi karena tidak menjelaskan bagaimana munculnya karakter-karakter
baru atau spesies baru.

142
c. Lamarck
Jean Baptiste de Monet Le Chevalier de Lamarck adalah seorang filosof Perancis yang
mencoba menyusun teori evolusi, atas dasar konsep bahwa aspek fundamental dari alam
adalah perubahan. Tidak ada yang tetap di alam ini, semuanya mengalami perubahan.
Mineral tidak pernah tetap komposisinya, selalu mengalami dekomposisi karena adanya
desintegrasi atau rekombinasi. Kehidupan seperti sungai besar yang makin rumit.
Setiap hari kehidupan diisi dengan sesuatu yang baru dari generasi spontan sehingga
kehidupan makin lama makin rumit/kompleks. Jadi, binatang sederhana dapat ditafsirkan
sebagai bentuk kehidupan yang masih muda, sedang binatang tingkat tinggi dianggap
merupakan bentuk kehidupan yang sudah tua yang sudah terisi banyak oleh generasi
spontan. Lamarck percaya bahwa tidak ada kepunahan. Jika terjadi pembinasaan secara
lokal terhadap suatu kelompok binatang, maka akan segera diganti dengan yang lain dari
bawah. Ibarat air sumur yang dikuras habis akan segera diganti oleh air yang muncul
dari bawah tanah. Lamarck juga percaya akan adanya pengaruh tidak langsung dari
lingkungan terhadap organisme, yang akan menghasilkan karakter baru dan selanjutnya
diturunkan kepada anak-anaknya.
Meskipun teorinya yang diterbitkan tahun 1809 umumnya dinilai selangkah lebih
mundur, namun ada satu hal dari pemikiran Lamarck yang dianggap sebagai suatu
sumbangan besar terhadap teori evolusi yaitu pengaruh tidak langsung dari lingkungan
terhadap organisme. Menurut Lamarck perubahan lingkungan menyebabkan perubahan
kebutuhan organisme, selanjutnya perubahan kebutuhan memaksa organisme mengubah
kebiasaan dan kemudian kebiasaan baru menghasilkan karakteristik baru yang berarti
terbentuk spesies baru. Dia memberikan contoh untuk menjelaskan teorinya itu tentang
Jerapah yang berleher panjang. Menurut teori Lamarck, dahulu jerapah makan rumput.
Tetapi karena sesuatu sebab rumput semakin habis, maka jerapah mengubah kebiasaanya
makan rumput dengan memakan daun pohon-pohonan. Lama kelamaan daun pohon yang
rendah habis, sehingga jerapah berusaha meregangkan lehernya menyebabkan lama
kelamaan leher jerapah menjadi panjang. Setelah jerapah berleher panjang muncul,
diturunkan kepada anaknya sehingga kita temukan jerapah sekarang berleher panjang.
Sama halnya dengan ikan-ikan yang hidup di gua-gua atau di dasar laut dalam yang tak
mempunyai mata, menurut teori Lamarck dahulu ikan-ikan itu mempunyai mata tetapi

143
karena di lingkungan tersebut mata tidak berfungsi, maka lama kelamaan ikan-ikan itu
tanpa mata.
Umumnya orang kurang setuju pada penjelasan Lamarck seperti itu karena tidak
ada bukti-bukti hasil percobaan yang menunjang teori tersebut. Weimar menguji teori
Lamarck dengan memotong ekor tikus putih secara sistematis sampai lebih dari 200
generasi, dengan harapan kalau teori Lamarck benar maka keturunan tikus putih tersebut
akan berekor pendek. Tetapi ternyata tidak ada kecenderungan tikus putih akan berekor
pendek (Dott, 1971).
d. Charles Darwin
Ketika Lamarck menerbitkan teorinya tahun 1809, maka pada tahun yang sama lahir pula
Charles Darwin. Darwin kuliah di Universitas Edinburg sebagai mahasiswa kedokteran dan
pada saat yang sama dia belajar geologi. Akhirnya dia merasa tak puas dengan tujuan
hidupnya dan pindah ke Seklolah Kristen di Cambridge belajar agama. Kejadian penting
yang membawanya ke karyanya yang terkenal yaitu teori evolusi adalah perjalanannya
dengan kapal pesiar untuk tujuan penelitian HMS Beagle antara tahun 1831 1835.
Darwin melihat bahwa begitu banyak variasi spesies di dunia ini. Juga melihat bahwa
jumlah spesies tidak banyak bertambah padahal nafsu seksual organisme tetap saja tinggi.

Di kepulauan Galapagos, kurang lebih 800 km dari pantai Equador di Amerika


Selatan dia melihat ada 13 spesies burung Finch yang tidak ada di daerah lain tetapi erat
hubungannya dengan sejenis burung yang sudah punah di Amerika Selatan. Setelah
kembali dari perjalanan kelilingnya, dia mengambil kesimpulan bahwa ketiga belas spesies
burung Finch yang diketemukan di Kepulauan Galapagos berasal dari satu spesies saja
yang dahulu datang dari daratan Amerika Selatan, yang kemudian menjadi bervariasi
bentuk paruhnya karena masing-masing menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Akan
tetapi hasil pemikirannya tersebut tidak pernah diterbitkan sampai akhirnya tahun 1858
Alfred Russel Wallace menemukan pula adanya seleksi alamiah yang menghasilkan
variasi spesies, yang kemudian dikirimkan kepada Darwin dengan maksud agar dia segera
menerbitkan suatu teori evolusi. Penemuan kedua orang tersebut kemudian diterbitkan
bersama dalam bentuk tulisan pendek, namun kurang menarik perhatian publik. Akan
tetapi hal itu tidak menyebabkan Darwin putus asa melainkan justru mendorongnya untuk
merampungkan teorinya yang telah disusun sejak tahun 1837. Akhirnya tahun 1859 dia

144
menerbitkan bukunya yang terkenal dengan judul On the origin of species by means of
natural selection, or the preservation of favoured races in the struggle for life, setebal
500 halaman. Inti teorinya terdapat dalam tiga istilah yaitu: Struggle for existence
(perjuangan untuk tetap hidup), Survival of the fittest (yang terbaik/terkuatlah yang tetap
bertahan hidup), dan Descent with modification (pewarisan disertai adanya modifikasi),
yang keseluruhannya tercakup dalam istilah Natural Selection yang artinya alam
menyeleksi kehidupan dimana yang kurang sehat, kurang baik, kurang kuat akan tersisih
sedang yang sehat atau kuat atau baik akan melanjutkan keturunannya di bumi.
Darwin sampai pada kesimpulan tersebut setelah mendasarkan diri pada tiga
kenyataan yang diamatinya yaitu: overproduksi, jumlah spesies tidak banyak berubah
dan adanya variasi kehidupan. Proses reproduksi berjalan normal seperti yang dapat
diamati sehari-hari, artinya nafsu seksual organisme berjalan normal untuk menghasilkan
keturunan sehingga kalau diperhitungkan akan terjadi overproduksi atau ada
kecenderungan over populasi. Andaikata semua keturunan organisme bisa bertahan hidup
sampai dewasa, maka dunia akan penuh dengan organisme. Sementara itu jumlah bahan
makanan yang akan menunjang kehidupan organisme relatif tetap. Keadaan demikian akan
menghasilkan kompetisi antar organisme dalam mencari bahan makanan dimana yang
kalah akhirnya akan mati. Kompetisi ini khususnya antar individu dalam suatu spesies akan
berlangsung seru sebab seekor ikan saja dapat menghasilkan telur sebanyak 120 juta,
seekor katak dapat menghasilkan telur 20.000/tahun, sepasang gajah bila keturunannya
hidup semua akan menjadi 19 juta dalam waktu 750 tahun saja. (Ada yang menduga bahwa
Darwin telah dipengaruhi oleh Malthus karena bukunya Malthus yang berjudul An Essay
on the Principle of Population diterbitkan tahun 1798).
Sekalipun ada kecenderungan seperti dikemukakan di atas, namun dalam
kenyataannya jumlah spesies tetap saja atau tidak banyak berubah. Ini berarti bahwa tidak
semua keturunan organisme berhasil dalam hidupnya, banyak yang tersingkir dalam
perjuangan untuk hidup, alam menyeleksi sehingga jumlah organisme relatif tetap.
Kenyataan lain bahwa organisme sangat bervariasi, berbeda dalam banyak hal,
bahkan antara organisme yang dihasilkan dari orang tua yang sama juga memperlihatkan
adanya perbedaan. Perbedaan itu makin dipertajam oleh struggle for existence dimana
dalam perjuangan hidup ada organisme yang lebih berhasil, lebih besar, lebih kuat dan

145
semacamnya dibanding yang lain. Seleksi secara alamiah ini akan menyingkirkan yang
kurang berhasil dan yang berhasil akan meneruskan keturunannya. Lewat waktu maka
populasi semakin maju, lebih mampu beradaptasi terhadap lingkungan.
Bagaimana teori Darwin menjelaskan Jerapah yang berleher panjang yang
digunakan oleh Lamarck menjelaskan teorinya? Menurut Darwin semua populasi
bervariasi dalam range tertentu. Demikian juga dengan jerapah, ada yang berleher panjang
dan ada yang berleher pendek. Pada waktu jerapah makan rumput sebagai makanan
pokoknya, tidak ada masalah bagi jerapah yang berleher pendek atau panjang. Semuanya
dapat mengambil rumput untuk dimakan. Akan tetapi begitu rumput berkurang sehingga
beralih ke daun pohon-pohonan sebagai makanannya, makin lama jerapah berleher pendek
akan tersingkir karena daun-daun pohon yang rendah makin habis dan daun pohon yang
tinggi tak dapat dijangkau. Akibatnya yang bertahan hidup adalah jerapah berleher panjang
saja. Sama halnya dengan ngengat, ada yang berwarna kuning pudar dan ada yang
berwarna gelap. Ngengat semacam ini telah dugunakan orang untuk menguji teori Darwin
di Inggeris. Sesudah Revolusi Industri di sebelah barat Birmingham orang melihat ngengat
berwarna kuning pudar, sedang di sebelah timur Birmingham hidup ngengat berwarna
gelap. Lingkungan kedua tempat itu berbeda, sebelah barat Birmingham bebas dari jelaga
sedangkan sebelah timur penuh dengan jelaga batu bara karena arah angin di sana dari arah
barat. Dengan memindahkan ngengat kuning dari barat ke timur dan ngengat gelap dari
timur ke barat orang ingin melihat apakah seleksi alamnya Darwin benar-benar berlaku.
Ternyata benar, dalam waktu singkat ngengat kuning yang dipindahkan ke timur habis
dimangsa burung, demikian juga ngengat gelap yang dipindahkan ke barat habis dimakan
oleh burung.
B. Teori Evolusi Moderen

Selama 40 tahun terakhir ini banyak kemajuan yang dicapai dalam memahami
proses evolusi yang dihasilkan oleh mekanisme seleksi alamnya Darwin dan penemuan-
penemuan genetika yang berkenaan dengan keturunan. Penelitian mendasar tentang keturunan
tidak terbatas pada individu organisme tetapi juga populasi yang menyangkut perkawinan
silang antar individu yang berspesies sama. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa
seleksi alam, rekombinasi dan mutasi dapat membawa perubahan hanya bila berlaku pada
sekelompok individu (Lee Mc Alester, 1977).

146
a. Rekombinasi (kombinasi gen dari kedua orang tua)
Ahli-ahli genetika (ilmu keturunan) telah menemukan bahwa variasi organisme disebabkan
oleh faktor-faktor yang sangat kompleks dan sangat sulit diketahui. Termasuk didalamnya
adalah faktor hereditas (sifat keturunan) dan faktor environtment (lingkungan) atau mencakup
nature dan nurture. Banyak gen hanya bereaksi dalam cara tertentu terhadap lingkungan. Juga
diketahui bahwa didalam setiap organisme banyak gen yang tidak jelas atau tersembunyi tetapi
mempunyai potensi untuk muncul kembali pada generasi-generasi berikutnya. Misalnya sifat
keturunan bulai tidak selalu nampak pada keturunan pertama (anak) akan tetapi mempunyai
kemungkinan akan muncul kembali pada generasi kedua atau generasi berikutnya (Long,
1974).

Gen atau pembawa sifat keturunan adalah bagian dari DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang
tersusun dari sepasang nucleotide. Karakteristik yang diperoleh suatu generasi kalau tidak
ditandai didalam DNA sel reproduksi tidak akan diteruskan pada keturunannya. Dari
pengetahuan ini, sulit menerima teori Lamarck yang mengatakan bahwa jerapah bertambah
panjang lehernya karena dari waktu ke waktu selalu latihan meregangkan leher untuk meraih
daun pohon-pohonan yang tinggi. Seorang anak tukang besi tidak akan menerima warisan otot
kekar dari bapaknya yang sering mengangkat palu berat. Menurut para akhli genetika, latihan
meregangkan leher atau mengangkat beban berat, tidak akan mengubah struktur DNA
sehingga tidak dapat diturunkan kepada anak-anaknya.

Lewat reproduksi seksual, perubahan gen dapat terjadi dimana terjadi kombinasi dua gen
pada pembuahan sel telur oleh sperma. Perubahan gen/pembawa sifat keturunan karena terjadi
kombinasi dua gen dari kedua orang tuanya disebut proses rekombinasi. Jadi terjadinya
perubahan sebagai akibat percampuran materi genetika.

b. Mutasi
Yang dimaksud mutasi adalah perubahan yang terjadi ketika molekul DNA mereproduksi
molekul DNA untuk keturunannya. Perubahan tersebut berupa perubahan struktur molekul
didalam DNA. Umumnya diyakini bahwa perubahan struktur kimia didalam tubuh karena
mutasi sangat berbahaya bagi penerimanya, namun dalam hal-hal yang sangat jarang
perubahan karena mutasi dapat pula berpengaruh positip bagi penerimanya. Kemungkinan
terjadinya mutasi karena virus yang dapat menembus kedalam sel-sel DNA membawa gen dari

147
spesies lain sehingga terjadi percampuran gen. Dapat juga terjadi perubahan struktur kimia
dalam tubuh karena pengaruh radiasi unsur radioaktif dalam jumlah besar, ataupun sinar
vultraviolet (Long, 1974).

c. Spesiasi
Perubahan pada organisme dapat juga terjadi akibat perubahan lingkungan sehingga
organisme menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru. Perubahan ini terjadi secara
perlahan-lahan, namun sulit dibuktikan bagaimana kaitannya dengan DNA karena tidak dapat
dilakukan tes langsung untuk jangka waktu yang lama. Meskipun demikian para akhli
mempercayai akan adanya perubahan karena perubahan lingkungan. Jika organisme yang sama
dari salah satu spesies dipisahkan kedalam dua lingkungan yang berbeda maka lama kelamaan
keturunannya menunjukkan perbedaan-perbedaan. Sama halnya dengan burung finch yang
diketemukan Darwin di Kepulauan Galapagos diduga berasal dari satu spesies yang kemudian
menjadi 13 spesies berbeda ukuran dan bentuk paruhnya setelah kurang dari 1,5 juta tahun
(Long, 1974).

C. Bukti Bukti Adanya Evolusi

Orang sampai pada suatu kesimpulan bahwa terjadi evolusi kehidupan dengan
memperhatikan beberapa faktor berikut ini.

a. Lewat pengamatan, misalnya penggunaan zat antibiotika untuk memberantas penyakit


tertentu secara terus-menerus akan mengakibatkan kekebalan pada bakteri sehingga penyakit
tak dapat lagi disembuhkan dengan menggunakan antibiotika tadi. Penggunaan obat
pemberantas hama wereng secara terus-menerus ternyata menyebkan wereng lama-kelamaan
menjadi kebal. Ini menunjukkan bahwa bakteri atau wereng tadi telah mengalami perubahan,
menyesuaikan diri dengan antibiotika dan obat pemberantas hama wereng.
b. Lewat eksperimen, misalnya pada ternak-ternak peliharaan kalau dilakukan perkawinan
silang maka akan terjadi perubahan dimana keturunan yang dihasilkan tidak persis sama lagi
dengan orang tuanya. Banyak bibit unggul diperoleh dewasa ini dengan melakukan
perkawinan silang, seperti bibit unggul padi, kedelai, lele dumbo dan sebagainya.
c. Persebaran tumbuh-tumbuhan dan binatang di lingkungan yang berbeda, misalnya
tumbuh-tumbuhan tertentu atau binatang tertentu yang sejenis kalau hidup pada lingkungan
yang berbeda akan menghasilkan perbedaan setelah melewati waktu tertentu.

148
d. Membandingkan keadaan jasmani organisme (Physiologi Comparative), misalnya
kemiripan keadaan jasmani antara kera dan manusia dari Dryopithecus Ramapithecus
Australopithecus Homosapien Orang Utan
e. Membandingkan organ-organ yang berfungsi sama (Anatomy Comparative), misalnya
organ-organ yang berfungsi sebagai sirip dan kaki pada binatang ikan katak reptil, dimana
sirip ikan berfungsi sebagai kaki didalam air, kaki katak berfungsi sebagai sirip bila hidup di
air dan sebagai kaki bila hidup di darat, kaki reptil berfungsi untuk berjalan di daratan. Dari
kesamaan fungsi organ tersebut orang sampai pada kesimpulan bahwa binatang reptil
berkembang dari organisme yang hidup di air.
f. Perubahan bentuk fosil, misalnya orang mengumpulkan fosil dari lapisan-lapisan batuan
sedimen kemudian diurutkan maka ternyata ada perubahan bentuk fosil organisme dari waktu
ke waktu. Bagi para akhli Palaeontologi perubahan bentuk fosil tersebut menandai adanya
evolusi kehidupan.
Fosil merupakan bukti langsung dari perkembangan kehidupan dari waktu ke waktu di
bumi. Meskipun sudah banyak bukti fosil yang diketemukan, masih ada sebagian kecil akhli
yang menyangsikan adanya evolusi kehidupan. Terutama karena terpengaruh oleh pandangan
religius, dan adanya mata rantai hubungan perkembangan fosil dari waktu ke waktu yang
hilang (missing link). Berikut ini pandangan beberapa ahli terhadap evolusi kehidupan.

Reverend Sedgwick tahun 1850 telah melihat adanya kemajuan dalam bentuk kehidupan,
dari Cepalopoda Ikan yang sudah maju Reptil Mammalia di dalam batuan. Akan tetapi
Sedgwick tidak yakin bahwa perkembangan itu karena evolusi melainkan karena Sang
Pencipta menambahkan bentuk-bentuk kehidupan.

Charles Lyell berpendapat bahwa ada bukti-bukti evolusi tetapi sangat sedikit. Dia
mengemukakan pendapatnya pada tahun yang sama dengan Reverend Sedgwick.

Selanjutnya, sebelum tahun 1869 Waagen dan Karpinsky membuktikan adanya evolusi
pada fosil Ammonoid (molluska). Berikutnya Julian Huxley, seorang ahli biologi juga
menunjukkan adanya evolusi kuda dilihat dari fosil yang diketemukan dalam batuan. Dewasa
ini sebagian besar ahli biologi dan palaeontologi yakin akan adanya evolusi kehidupan.
Misalnya mengenai evolusi manusia yang sebagian beranggapan berkembang dari sejenis kera,
sekarang ini menjadi pertentangan para ahli karena ada sebagian ahli yang beranggapan bahwa

149
evolusi manusia dari kera tidak terbukti. Masih banyak mata rantai yang tidak diketemukan
(missing link) yang menunjukkan urut-urutan perkembangan dari jenis kera ke manusia.
Missing link tidak hanya pada perkembangan manusia tetapi juga pada perkembangan burung,
kalong, insekta, tumbuh-tumbuhan berbunga (angiospermae) yang tidak jelas dari mana asal
usulnya. Darwin menanggapi para penentang evolusi bahwa adanya missing link karena fosil
yang ditemukan memang belum lengkap, banyak bentuk fosil yang belum ditemukan sampai
sekarang. Hal ini dipekuat oleh Leon Long yang mengatakan bahwa hanya satu dari 10.000
spesies yang berhasil ditemukan sebagai fosil. Kenyataan yang dapat dilihat dewasa ini bahwa
memang kemungkinan organisme menjadi fosil sangat kecil sehingga tentunya jarang sekali
kita menemukan fosil organisme dari masa silam (Dott, 1974).

D. Fosil

Fosil adalah sisa-sisa atau jejak binatang/tumbuh-tumbuhan yang telah awet dalam
batuan/kerak bumi. Fosil sudah lama dikenal orang antara lain Herodotus termasuk orang yang
mula-mula mengetahui fosil.

Sekitar tahun 1500 1700 banyak orang beranggapan bahwa fosil adalah sesuatu yang
ditempatkan oleh setan di dalam batuan untuk menyesatkan manusia. Ada pula yang mengatakan
bahwa sebenarnya Sang Pencipta berusaha membentuk berbagai tipe binatang dan tumbuh-
tumbuhan, yang kurang baik dibuang. Jadi menurut mereka fosil merupakan bentuk ciptaan yang
kurang sempurna sehingga dibuang. Ada pula yang melihat adanya fosil ikan dalam batuan dan
menduganya berasal dari telur ikan yang terjebak dalam rekahan-rekahan batuan selama banjir
Noah, yang kemudian bertumbuh (Dott, 1971).
Memasuki tahun 1800, ide dasar tentang asal mula fosil mulai muncul atas hasil kerja
Smith, Cuvier dan lain-lain. William Smith, insinyur sipil Inggeris yang bertugas menggali
Terusan di Inggeris Selatan tahun 1793 untuk memajukan perdagangan Inggeris. Dalam tugasnya
dia banyak melihat lapisan batuan dengan kandungan fosil di dalamnya. Tahun 1796 dia menulis
Wonderful order and regularity withwich nature has disposed of these singular production (fossil)
and assigned to each its class and its peculiar stratum. Jadi William Smith melihat ada keteraturan
dimana tiap lapisan dicirikan oleh fosil tertentu. George Cuvier (1769 1832) lewat penelitiannya
di cekungan Paris (sebenarnya hanya mengembangkan penelitian ahli kimia A.L. Lavoirsier

150
muda), menemukan bahwa setiap lapisan yang berhubungan umumnya mengandung fosil yang
sama dan berbeda spesies dari lapisan ke lapisan lainnya. Jadi Cuvier menanamkan pandangan
bahwa kehidupan dari waktu ke waktu berubah seperti yang terlihat dari fosil dalam batuan.

1. Perlunya Fosil Dipelajari Dalam Geologi


a. Fosil merupakan bukti langsung atau tidak langsung kehidupan pada masa silam. Paling
sedikit fosil akan menggambarkan evolusi kehidupan. Jadi walaupun bentuk kehidupan
masa silam tak dapat dilihat lagi karena banyak yang sudah punah, namun masih dapat
direkonstruksi lewat fosil yang ditemukan dalam batuan.
b. Fosil merupakan catatan tentang kondisi lingkungan pada masa silam. Fosil bisa
memberikan gambaran iklim dan kondisi geografis pada masa silam. Diketemukannya fosil
organisme yang hidup di daerah iklim panas di Inggersi Selatan menyebabkan Hooke yakin
bahwa Inggeris Selatan pernah mengalami iklim tropis. Demikian juga diketemukannya
fosil organisme laut di tempat yang sekarang menjadi daratan memberikan gambaran
bahwa daerah itu pernah menjadi laut.
c. Fosil berguna bagi ahli geologi untuk korelasi lapisan batuan. Umur/saat terbentuknya
lapisan batuan dapat dijelaskan oleh kandungan fosilnya. Lapisan batuan yang terbentuk
pada waktu yang bersamaan ditunjukkan oleh kesamaan ciri fosilnya. Fosil menunjukkan
umur dari lapisan batuan, tetapi tidak semua fosil dapat digunakan sebagai fosil
pandu/petunjuk (Index fossil).
Syarat-syarat untuk dapat dijadikan sebagai fosil pandu adalah:
1) Unik, mudah dibedakan dengan yang lain
2) Tersebar luas, tidak hanya dijumpai di daerah tertentu saja
3) Jangka hidupnya pendek, hanya hidup dalam kurun waktu tertentu yang dapat mewakili suatu
lapisan batuan tertentu.

2. Kondisi Yang Baik Untuk Menjadi Fosil


Kita tahu bahwa organisme dapat dihancurkan oleh oksidasi atau oleh kegiatan bakteri dan
organisme pemakan bangkai. Proses penghancuran tersebut berlangsung lebih cepat bila
berhubungan dengan udara bebas, apalagi kalau tidak ada bagian-bagian yang keras. Oleh karena
itu maka kondisi yang baik untuk memfosil adalah:
a. Organisme cepat tertimbun material yang akan melindunginya.

151
b. Ada bagian yang keras seperti rumah kerang (shell), tulang/kerangka, zat kayu dan sebagainya
yang lama baru rusak atau tidak rusak sama sekali.
Adapun lingkungan pengawetan yang ideal antara lain:
1) Tertimbun sedimen laut
2) Tertimbun sedimen air tawar misalnya di danau, sungai, rawa-rawa.
3) Tertimbun abu vulkanis dan atau aliran lava
4) Tertimbun pasir yang terbawa angin
5) Tertimbun gletser, sangat bagus bahkan ada fosil yang tertimbun gletser masih lengkap
sampai isi perutnya walaupun sudah berumur 34.000 tahun. Mammonth (gajah purba)
yang berbulu coklat lebat diketemukan tahun 1900 di Siberia Utara, dagingnya masih
segar sehingga sebagian disantap oleh anjing liar, berasal dari zaman Pleistosen. Ada
pula mammonth yang ditemukan di Siberia berumur 500.000 tahun yang lalu, masih
dapat disuguhkan sebagai hidangan pada kongres ahli-ahli geologi di Beograd.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa fosil adalah sisa-sisa organisme atau jejak
organisme pada masa silam, maka berarti ada yang berupa bukti langsung dan ada yang berupa
bukti tidak langsung dari kehidupan masa silam.

3. Bukti-Bukti Fosil

a. Bukti-Bukti Langsung:
1) Sisa-sisa aktual dari organisme, misalnya kerangka binatang, tengkorak, gading,
tanduk dan sebagainya. Semuanya merupakan organ tubuh organisme yang nyata.
2) Petrifikasi, sisa aktual organisme secara perlahan-lahan berubah menjadi batu karena
terjadi penggantian mineral penyusun organisme. Biasanya rumah kerang, tulang atau
jaringan tumbuh-tumbuhan berubah menjadi kalsit, silikat atau pirit yang secara
berturut-turut disebut kalsifikasi, silifikasi dan piritisasi. Proses ini ditunjang oleh
sirkulasi air tanah perlahan-lahan yang membawa unsur-unsur dalam larutan sehingga
memungkinkan terjadinya penggantian.
3) Permineralisasi, bagian-bagian yang poreous dari organisme seperti pori-pori dan
tulang terisi oleh mineral yang terbawa air tanah. Hal ini akan menambah awetnya fosil
tersebut.
4) Print, terutama pada bagian organisme yang mengandung karbon misalnya daun.
Bagian-bagian yang berupa gas dan cairan dapat mengalami destilasi karena temperatur

152
tinggi sehingga meninggalkan sisa-sisa dari karbon yang tercetak di atas permukaan
mud stone atau shale. Sering pula disebut karbonasi. Fosil macam ini sangat baik,
memperlihatkan bagian-bagian lunak dari tumbuhan/binatang masa silam.
5) Mold (Rongga), merupakan rongga bekas fosil organisme. Shell/kerangka organisme
misalnya kulit kerang bila terkubur sedimen akan membatu. Akan tetapi bila gerak air
tanah dapat melarutkan shell tersebut maka akhirnya tinggal ruang/rongga bekas shell
itu saja dalam batuan yang mencerminkan bentuk dari shell. Jika mold tersebut
memperlihatkan bentuk bagian luar organisme maka disebut Eksternal Mold,
sebaliknya bila memperlihatkan struktur dalam organisme maka disebut Internal Mold.
6) Cast (Mineral yang berbentuk organisme), bila mold kemudian terisi dengan mineral
lain dari batuan disekitarnya maka bentuk organisme tetap tercermin dari bentuk
mineral tersebut.
b. Bukti-Bukti Tidak Langsung: yaitu bukti yang berkaitan dengan organisme pada masa
silam.
1. Gastrolith, sisa-sisa makanan yang terawetkan termasuk isi perut.
2. Coprolith, sisa-sisa kotoran organisme yang terawetkan
3. Footprint, jejak kaki/telapak kaki manusia yang terawetkan.
4. Burrows, lubang-lubang jalan organisme di bawah tanah misalnya jalan tikus, cacing
dan sebagainya.
5. Track, jejak pijakan organisme dipermukaan basah yang kemudian segera tertimbun
sehingga awet.
6. Artifact, sisa-sisa kebudayaan misalnya alat-alat dapur, pehiasan dan sebagainya

c. Fosil Palsu (Pseudofossil), banyak obyek yang sebenarnya bukan organisme tetapi mirip
dengan fosil sehingga orang keliru menganggapnya sebagai fosil. Misalnya kerikil, ada yang
berbentuk telur ikan, tulang ikan dan sebagainya; kristal-kristal mineral banyak yang berbentuk
dendritik/seperti pohon.

153
DAFTAR PUSTAKA

Alister, Mc&Lee, A. 1977. The History of Life. New Yersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliff.

Allison, Ira S. 1974. Geology: the Science of Changing Earth. New York. Mc Graw Hill Book
Company.

Alzwar,Muzil, Samodra,Hanang, Tarigan,Jonatan I. 1988. Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi.


Bandung, Nova.

Bailey, Eb & Weir, J. 1939. Introduction to Geology. McMillan and Co Limited.


Bayly, Brian. 1968. Introduction to Petrology. New Yersey. Prentice Hall Inc.

Buranda, J, P. 2002. Geologi Umum. Malang. Laboratorium Geografi Universitas Negeri Malang.

Darman, Herman, Sidi, F. Hasan, 2000. The Geology of Indonesia. Jakarta. IAGI.

Davis, Reitan and Pestrong. 1976. Geology: Our Physical Environtment. New York: Mc Graw
Hill Inc.

Donnelly, Thomas W. 1963. The Earth Sciences. Chicago: The University of Chicago Press.

Dott, R.H & BattenR,L. 1971. Evolution of the Earth. New York. Mc Graw Hill Book Company.

Eicher D.L. 1976. Geologic Time. New Yersey. Prentice Hall Inc. Englewood Cliff.
Emmons, etal, 1960. Geology:Principles and Processes. New York. Mc Graw Hill Book
Company Inc.
Fersman, A. 1958. Geochemistry for Everyone. Moscow. Foreign Language Publishing House.
Fyfe, W,S. 1964. Geochemistry of Solid. New York. Wc Graw Hill Book Company.
Gilluly, J. 1968. Principle of Geology. San Fransisco. WH Freeman and Company
Hamblin, W.K. & Howard J.D. 1975. Exercise in Physical Geology. USA. Burgess Publishing
Company.

Hamilton, Warren. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. Washington. United States
Government Printing Office.
Menard, HW. 1974. Geology, Resources and Sosiety, San Fransisco. WH Freeman and Company.

Monroe, James. S, Wicander, Reed, 2001. Physical Geology: exploring the Earth. Canada.
Thomson Learning Inc.

154
Monroe, James. S, Wicander, Reed, 2001. the Changing Earth: Exploring Geology and
Evolution. United States of America. Thomson Learning Inc.

Pipkin, W Bernard, Trent, D.D., Hazlett, Richard, 2005. Geology and the Environtment, . United
States of America. Thomson Learning Inc.

Plummer, Charles.C, McGeary, David, C. 1985. Physical Geology. Iowa. Wm.C. Brown
Publishers Dubuque.

Plummer, Charles. C, McGeary, David, Carlson, Diane H. 2005. Physical Geology. New York.
Mc Graw Hill Companies, Inc.

Robinson, Simons E. 1982. Basic Physical Geology. New York. John Wiley & Sons.
Sarojo, Riyadi. 1976. Konsep-Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Alam, IKIP Malang.

Skinner, B.J., Porter, S,C., Park, Jeffrey. 2004. Dynamic Earth: an introduction to Physical
Geology. John Wiley & Sons. Inc. United States of America.
Stokes, William Lee. 1973. Essential of Earth History. New Yersey: Prentice Hall Inc.
Englewood Cliff.

Stokes, William Lee, etal. 1978. Introduction to Geology. New Yersey. Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs.

Tennissen, A.C., 1974. Nature of Earth Materials. New Yersey: Prentice Hall Inc. Englewood
Cliff.

Thompson, Graham R, Turk. Jonathan. 2005. Earth Science and the Environment, Thompson
Learning, United State of Amerika.

Wicander, Reed, Monroe, James S. 2002. Essential of Geology. United States of America.
Thomson Learning Inc.

Whitten, DGA & Brook, JRV. 1972. The Penguin Dictionary of Geology. New York: Penguin
Books.

===JPB===

155

Anda mungkin juga menyukai