Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
OD DAKROSISTITIS KRONIK

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Pomala
No. RM : 088347
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Pemeriksaan : 1 November 2017
Pemeriksa : dr. I

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Bengkak pada kelopak bawah mata kanan & keluar nanah
pada sudut mata dalam
Anamnesis terpimpin : Bengkak pada sudut mata kanan dekat hidung dan apabila
ditekan pada daerah yang bengkak akan keluar cairan putih seperti nanah yang
dialami sejak 5 tahun yang lalu. Awalnya dirasakan mata selalu berair dan
akhirnya bengkak. Nyeri tekan ( - ), air mata berlebih (+) kotoran mata ( + ) bila
menekan bagian yang bengkak, mata silau ( - ), gangguan penglihatan ( - ), nyeri
kepala ( + ), hidung sering tersumbat ( - ), bersin bersin ( - ). Riwayat berobat
sebelumnya (+) di puskesmas diberi obat tetes, sembuh sebentar namun muncul
kembali dan selanjutnya di rujuk ke RSUH. Riwayat mata merah ( + )
Riwayat menggunakan kaca mata ( - )
Riwayat trauma ( - )

1
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga ( - )
Riwayat HT ( - ), DM ( - )

III. PEMERIKSAAN
Foto klinis pasien

A. Inspeksi
No. Pemeriksaan OD OS
1. Palpebra Edema (+) Edema (-)
2. Apparatus lakrimalis Epifora (+), Massa tumor (-) Epifora (-),
3. Silia Sekret (-) Sekret (-)
4. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
5 Bola Mata Normal Normal
6. Mekanisme Muskular
- OD
- OS

7. Kornea Jernih Jernih


8. Bilik Mata Depan Normal Normal
9. Iris Coklat,kripte (+) Coklat,kripte (+)
10. Pupil Bulat, isokor, sentral Bulat, isokor, sentral
11 Lensa Jernih Jernih

2
B. Palpasi
No. Pemeriksaan OD OS

1. Tensi okuler Tn Tn
2. Nyeri tekan (-) (-)
3. Massa tumor (-) (-)
4. Glandula preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. Tonometri : NCT TOD: Tn, TOS: Tn
D. Visus : VOD = 20/20
VOS = 20/20
E. Tes Anel :
- OD: Punctum lakrimal superior (-)
Punctum lakrimal inferior (-)
F. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Color Sense :Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Light Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
I. Penyinaran oblik
No. Pemeriksaan OD OS
1. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
2. Kornea Jernih Jernih
3. BMD Normal Normal
4. Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
5. Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
6. Lensa Jernih Jernih

J. Slit Lamp :
- SLOD : Palpebra udem (-), genangan air mata (+), konjungtiva hiperemis
(-), kornea jernih, BMD normal, Iris coklat, kripte (+), pupil bulat
sentral, RC (+), lensa jernih.

3
- SLOS : Palpebra udem (-)l, genangan airmata (-), konjungtiva hiperemis
(-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat
sentral, RC (+), lensa jernih.

IV. RESUME

Seorang wanita 33 tahun datang dengan keluhan bengkak pada contus medial oculi
dextra & apabila di tekan keluar pus pada sudut mata dialami sejak 5 tahun yang lalu.
Awalnya dirasakan mata selalu berair dan akhirnya bengkak. Nyeri tekan ( - ), air mata
berlebih (+) kotoran mata ( + ), mata silau ( - ), gangguan penglihatan ( - ), nyeri kepala
( + ), hidung sering tersumbat ( - ), bersin bersin ( - ). Riwayat berobat sebelumnya
(+) di puskesmas diberi obat tetes, sembuh sebentar namun muncul kembali dan
selanjutnya di rujuk ke RSUH. Riwayat mata merah (+), Riwayat menggunakan kaca
mata ( - ), Riwayat trauma ( - ), Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga ( - ),
Riwayat HT ( - ), DM ( - ).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan visus VOD = 20/20 dan VOS = 20/20, OD
epifora (+), OD massa tumor (-), OD nyeri tekan (-) daerah cantus medial, OD tes anel
pada punctum lakrimal superior (-) punctum lakrimal inferior (-), SLOD: Palpebra
udem (-), massa tumor (-) air mata berlebih (+), konjungtiva hiperemis (-), kornea
jernih, BMD normal, Iris coklat, kripte, pupil bulat sentral, lensa jernih, pemeriksaan
lain dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS

OD Dakriosistitis Kronik

VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


1. Hordeolum interna

4
VII. TERAPI

Ciprofloxacin 500 g / 12 jam / oral


Metylprednisolon 4 g / 8 jam / oral
LFX 1 tetes / 6 jam / OD

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN

- Kontrol 2 minggu

- Dakriosistography

IX. RENCANA TINDAKAN

Dakriosistorinostomi

X. PROGNOSIS

Qua ad vitam : Dubia ad Bonam


Qua ad sanam : Dubia ad Bonam
Qua ad visam : Bonam
Qua ad cosmeticam : Dubia ad Bonam

XI. DISKUSI

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas dakriosistitis akut dan kronik. Bentuk spesial dari
inflamasi pada saccus lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana
patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem ekskresi lakrimal. Pada
orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya
dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70
tahun.
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial yang

5
menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke
kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,
maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang
berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang
ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar
sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang
melekat satu dengan lainnya. Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis
seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis.
Pada pasien ini didapatkan keluhan air mata berlebihan pada mata kiri
dialami sejak 10 tahun yang lalu, disertai adanya bengkak pada ujung medial
palpebral inferior, dan tidak ada gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan epifora pada OD. Pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan tes anel
negatif pada OD punctum lakrimalis superior dan inferior. SLOS: Palpebra udem
(-), konjungtiva hiperemis (-), genangan air mata (+), kornea jernih, BMD normal,
Iris coklat, kripte, pupil bulat sentral, RC (+), lensa jernih, pemeriksaan lain dalam
batas normal.
Pada kasus ini memiliki diagnosis banding yaitu hordeolum interna, sinusitis
etmodalis, dan selulitis orbita
Dakriosistitis kronik pada kasus ini diterapi dengan cara pemberian antibiotik
topical dan oral. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara
pembedahan jika sudah tidak radang lagi. Dakriosistitis kronik pada kasus ini
diterapi dengan cara memperbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara
pembedahan jika sudah tidak radang lagi. Penatalaksaan dakriosistitis dengan
pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan
yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di
mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase

6
lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air
mata.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DAKRIOSISTITIS

I. Pendahuluan

Apparatus lakrimal terdiri atas: glandula lakrimalis utama, glandula


lakrimalis aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari: puncta, kanalikuli, sakus
lakrimalis dan ductus nasolakrimalis.1 Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi
untuk mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung. Sistem pengeluaran
lakrimal mudah mengalami infeksi dan inflamasi. Hal ini disebabkan oleh
menyatunya mukosa membran dengan konjungtiva dan mukosa nasal yang
normalnya dikolonisasi bakteri. Penumpukan air mata dalam sistem penyaluran
lakrimal yang tertutup dapat menyebabkan terjadinya suatu infeksi ataupun
inflamasi yang dimana dikenal dengan istilah dakriosistitis.2
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Dakriosistitis
biasanya dimulai oleh adanya obstruksi duktus nasolakrimalis dan infeksi pada
sakus lakrimal.3 Dakriosistitis paling sering unilateral terutama pada sisi kiri
daripada sisi kanan. Hal ini dikarenakan pada banyak kasus, duktus nasolakrimal
dan fossa lakrimal membentuk suatu sudut yang lebih besar pada sisi kanan
daripada sisi kiri. Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan kongenital dan
didapat/acquired. Dakriosistitis yang didapat/acquired dapat dibedakan
berdasarkan menurut perjalanan penyakitnya yaitu akut dan kronik.2

II. Anatomi

Apparatus lakrimal terdiri atas: glandula lakrimalis utama, glandula


lakrimalis aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari: puncta, kanalikuli, sakus
lakrimalis dan ductus nasolakrimalis.1

8
Kelenjar lakrimalis utama terletak pada bagian lateral atas cavum orbita dan
terdiri dari pars orbitalis dan pars palpepralis. Glandula lakrimal pars orbitalis
ukurannya lebih besar, bentuknya mirip dengan biji almond, terletak didalam fossa
lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dan memiliki dua facies
yaitu facies superior yang konveks dan berhubungan dengan tulang dan facies
inferior yang konkaf dan berada di atas m.levator palpebra superior. Glandula
lakrimal pars palpebralis lebih kecil dan hanya memiliki satu atau dua lobuli
terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Dari
kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 10-12 duktus
kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini
air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak
mata.1,4
Glandula lakrimalis aksesori terbagi dua yaitu glandula Krause dan
Wolfring. Glandula Krause berada di bawah konjungtiva palpebra diantara fornix
dan tepi tarsus. Kelenjar ini berjumlah 42 di fornix superior dan 6-8 di fornix
inferior. Glandula wolfring terletak di dekat tepi atas tarsal superior dan sepanjang
tepi bawah tarsus inferior1,6

Gambar 1. Anatomi Aparatus Lakrimalis.


(dikutip dari kepustakaan 5)

9
Punktum lakrimalis berupa celah kecil, bulat atau oval yang terletak di
sebelah medial pada kelopak mata atas dan bawah (punktum superior dan inferior).
Hubungan antara punktum dan sakus lakrimal disebut kanalikuli lakrimal,
kanalikuli ini memiliki bagian vertikal yang panjangnya 1-2 mm dan bagian
horisontal yang terletak di dekat ampula dengan panjang 6-8 mm. Banyak dari
bagian horizontal kanalikuli superior dan inferior membentuk kanalikuli komunis.
Dari kanalikuli lakrimalis masuk ke sakus lakrimalis dihubungkan oleh katup
rosenmuller yang mencegah refluks air mata.1,5
Sakus lakrimalis terletak pada fossa lakrimal di pars anterior dari medial
dinding orbita. Ketika melebar, panjangnya menjadi 15mm dan lebar 5-6mm.
Sakus lakrimalis memiliki 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan collum. Ductus
nasolacrimalis merupakan lanjutan dari collum sakus lakrimalis dan bermuara pada
meatus nasi inferior. Panjangnya kira-kira 15-18mm. Terdapat beberapa katup
membran di ductus nasolakrimalis,yang paling penting adalah katup hasner, yang
letaknya paling bawah dari ductus dan berfungsi mencegah refluks dari hidung.1,2

Gambar 2. Anatomi ekskesi aparatus lakrimal.

10
III. Patofisiologi

Sistem ekskresi terdiri atas punktum, kanlikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mulai di lateral dan
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya ke dalam
sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah
sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Ekskresi air mata dimulai
dari mengalirnya air mata ke punktum dan menuju ke kanalikuli, kemudian menuju
ke sakus lakrimal dan akhimya masuk ke duktus nasolakrimalis.1,6
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis.3 Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.3
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.6
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui
dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut
antara lain:6
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.

11
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fasia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan meimbulkan tekanan
negatif di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus
yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat
dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip
katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan
udara. Katup yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hessner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang
pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun. 1,2
Celah naso-optik merupakan sumber utama sistem saluran lakrimal. Sistem
nasolakrimal berkembang sebagai tabung solid yang kemudian mengalami
kanalisasi dan menjadi paten sebelum cukup bulan. Obstruksi duktus sering terjadi,
jika kanalikuli terobstruksi, sebagian kumpulan air mata yang tidak mengalir
dalam sakus lakrimalis dapat terinfeksi dan berakumulasi sebagai mukokel atau
menyebabkan dakriosistitis.2
Daerah ektoderm dari naso-optik terletak pada masenkim antara nasal-bagian
lateral dan daerah maxillaris yang kemudian mengalirkan dan membuka kedalam
forniks konjungtiva sebelum membuka ke vestibula hidung. Biasanya pembukaan
pada daerah hidung tidak lengkap pada saat lahir, dalam hal ini biasanya pada bayi
baru lahir akibat valvula Hessner tidak terbuka, sehingga menyebabkan air mata
tertampung dan terjadi obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Pada orang tua
dakriosistitis dikarenakan M. Orbicularis oculi lemah sehingga terjadi ektropion
dan menyebabkan punktum terlipat keluar sehingga mengakibatkan akumulasi air
mata.2
Bila sakus lakrimal ditekan akan terjadi regurgitasi mukoid ke dalam sakus
konjungtiva sehingga infeksi bisa meluas ke jaringan sekitar.2

12
IV. Epidemiologi

Epidemiologi dakriosistitis berdasarkan:2


Usia
Dakriosistitis paling sering terjadi pada anak-anak khususnya yang baru lahir
yang disebut sebagai kongenital dakriosistitis dan pada orang dewasa umur
60-70 tahun yang disebut dengan acquired dakriosistitis.
Jenis Kelamin
Dakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada orang
dewasa lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.
Ras
Orang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan dengan
orang berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada hidung lebih
besar pada orang berkulit hitam dibandingkan dengan ras lainnya.

V. Klasifikasi

Dakriosistitis dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu: congenital dan dakriosistitis


dewasa (akut dan kronik).1,2,
a. Dakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada sakus lakrimalis
yang ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah sakus, epifora,
dan demam. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses
pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Dakriosistitis kronis lebih sering ditemukan dibandingkan dakriosistitis akut.
Karakteristik awal yang ditunjukkan berupa peningkatan lakrimasi dan biasanya
dapat merupakan kelanjutan dari dakriosistitis akut, dan bersifat rekuren.
Tanda-tanda inflamasi biasanya tidak ada. Morbiditas utamanya berhubungan
dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan
pada konjungtiva.

13
c. Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi sakus lakrimal yang terjadi pada
bayi baru lahir, biasa juga disebut dakriosistitis neonatorum. Setelah lahir
(biasanya 2-4 minggu), pus dikeluarkan melalui pungta. Jika tidak ditangani
secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis,
sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan
amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan
biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan
perkembangan.

Gambar 4. Dakriosistitis Akut. Gambar 5. Dakriosistitis Kongenital.


(dikutip dari kepustakaan 2) (dikutip dari kepustakaan 2)

VI. Etiologi

Etiologi dari dakriosistitis kronik yaitu multifaktorial. Faktor-faktor


penyebabnya di bagi menjadi grup berupa:1
1. Fator predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status social
ekonomi, dan higiene personal yang buruk
2. Faktor yang bertanggungjawab terhadap statis air mata pada sakus lakrimal
berupa faktor anatomi, benda asing, lakrimasi berlebih, inflamasi pada sakus

14
lakrimalis, dan obstruksi pada bagian bawah duktus nasolakrimalis seperti polip
hidung.
3. Sumber infeksi, sakus lakrimalis mendapat infeksi dari konjungtiva, cavum nasi
(penyebaran retrograde) atau sinus paranasalis.
4. Organisme kausatif, meliputi staphylococci, pneumococci, streptococci, dan
pseudomonas pyocyanea. Infeksi granulomatous kronik yang jarang berupa
tuberculosis, sifilis, leprosy, dan rhinosporiodosis juga dapat menyebabkan
dakriosistitis.

VII. Gejala Klinis

Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak sekret.
Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada keadaan akut,
terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan edema pada daerah
sakus lakrimalis. Pembesaran sakus yang terbungkus oleh fascia lakrimal
menimbulkan rasa nyeri. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan
memancar keluar jika ditekan. Terkadang juga disertai oleh demam, walaupun
demamnya ringan. Apabila tidak ditangani dengan baik, pembesaran ini dapat
mengecil dengan membentuk fistel.3,4,6
Pada keadaan kronik tidak terdapat rasa nyeri, tanda dan gejala radang pun
sangat tidak dominan, biasa gejala berupa mata berair yang bertambah banyak bila
mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid dengan
pus di daerah punktum lakrimal dan kelopak mata melekat satu dengan yang
lainnya.3,4,6
Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium,
yaitu:1
1. Stadium dakriosistitis kronik kataral dikarakteristikkan dengan inflamasi ringan
dari sakus lakrimal dihubungkan dengan blockade duktus nasolakrimalis. Pada
stadium ini, gejala yang muncul berupa mata berair dan kadang mata merah
ringan di kantus dalam.

15
2. Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi sakus
lakrimal yang ditandai dengan epifora konstan dihubungkan dengan
pembengkakan pada kantus dalam.Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari
punktum inferior pada penekanan bagian yang membesar.
3. Stadium dakriosistitis kronik supuratif dikarenakan infeksi piogenik, cairan
mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel.
4. Stadium sakus kronik fibrotik, infeksi berulang dalam periode yang
berkepanjangan menyebabkan sakus fibrotik karena mukosa yang menebal,
yang biasa dihubungkan dengan epifora persisten dan secret.

a.Dakriosistitis kronik b.Dakriosistitis akut


Gambar 6 (a,b). Dakriosistitis pada orang dewasa.
(dikutip dari kepustakaan 11)

VIII. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil


pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan gejala klinik didapatkan mata berair dan
disertai dengan sekret yang banyak dan lengket, mata merah disertai udem dan
gejala bertambah berat jika terkena angin dan cuaca dingin atau diawali dengan
reaksi peradangan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan udem dan nyeri
tekan pada daerah sakus lakrimal dan bila dilakukan penekanan pada kantung mata
dapat keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punktum lakrimal.2

16
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test.2
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.2

Gambar 8. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri.


(dikutip dari kepustakaan 2)

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi


lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta
untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati
zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.2
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada

17
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian
kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan
ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir
sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas
dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya.
Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan
fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan
tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.2

Gambar 9. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II.
(dikutip dari kepustakaan 2)
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata
ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya
adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada
saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata.
Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan
ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm
berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada
obstruksi.2

18
Gambar 10. Anel Test.
(dikutip dari kepustakaan 2)

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan


diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.2

Gambar 11. Probing Test.


(dikutip dari kepustakaan 2)

Dakriosistography

19
Lokasi obstruksi yang tepat dikonfirmasi dengan menyuntikkan pewarna
radiopak ke dalam sistem nasolakrimal (fakriosistogram) kemudian digunakan
sinar X untuk mengikuti passase zat pewarna melalui sistem.9

Gambar12 : Conventional dacryocystography. Normal.


(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar13 : Conventional dacryocystography. Obstruksi komplit pada jalur lakrimal


kanan (panah).
(dikutip dari kepustakaan 9)

20
Patologi Anatomi (PA)
Pasien dakriosistitis kronik dengan keluhan pembengkakan persisten pada
kantus medial dan epifora dilakukan dakriosistorinostomi. Saccus lacrimalis yang
mengalami pembesaran diangkat dan di belah, pada pemeriksaan sakus lakrimalis
lumen berisi mucus dan material purulen serta dinding saccus yang mengalami
penebalan. Pada pemeriksaan histologik, penebalan dinding dikarenakan infiltrasi
limfosit dengan formasi folikel pada submukosa dan menampakkan pus dan mucus
di lumen.7

Gambar 14 (dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 15 (dikutip dari kepustakaan 7)

IX. Diagnosis Banding1

Sinusitis etmoidal akut, biasanya lebih sering terjadi pada anak. Dengan gejala
berupa nyeri dan nyeri tekan diantara kedua mata dan di atas jembatan hidung,
ditemukan juga hidung tersumbat.
Selulitis orbita, infeksi jaringan lunak pada rongga orbita di sekitar bola mata.
Dengan gejala klinisnya berupa demam, nyeri pada daerah orbita yang disertai

21
bengkak dan kemerahan. Dimana bola mata mengalami ptosis dengan lapangan
pandang yang terbatas dan pasien merasa sakit saat menggerakan bola mata.
Sinusitis frontal, hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus ethmoidal.
Penyakit ini terutama terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis dari sinusitis
frontalis berupa nyeri kepala yang khas, yang berlokasi di atas alis mata yang
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian
perlahan-lahan berkurang hingga menjelang malam.
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila
ditekan.Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan
menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.

X. Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksanaan dari dakriosistitis adalah dengan melakukan


kompres hangat pada duktus lakrimalis serta pengurutan daerah sakus sehingga
nanah bersih dari dalam kantung dan diberi antibiotik lokal, dan sistemik. Bila
terlihat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka dilakukan insisi untuk
membuka dan membuang nanah. Bila kantung lakrimal telah tenang dan bersih
maka dilakukan pemasokan pelebaran duktus nasolakrimal. Bila sakus tetap
meradang dengan adanya obstruksi duktus nasolakrimal, maka dilakukan tindakan
pembedahan dakriosistorinostomi atau operasi Toti. Pada operasi ini, pembedahan
ini dibuat osteotomi pada dinding depan dan bawah fossa lakrimal yang akan
masuk pada meatus media rongga hidung. Tindakan pembedahan hanya, dilakukan
apabila gejala peradangan sudah dapat diatasi terlebih dahulu.10
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik

22
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.10
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering. Amoxicillin dan chepalosporine(cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam)juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa.Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen
atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan
pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila
terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis kronis pada
orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik.
Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan
jika sudah tidak radang lagi.10
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini
dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan
cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR
merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di
dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.10

23
Gambar 15. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal.
(dikutip dari kepustakaan 1)

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika


dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-
rata hanya 12,5 menit).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia
yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau
fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara
lain:
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma

24
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 16. Teknik Dakriosistorinostomi Internal.


(dikutip dari kepustakaan 5)

XI. Komplikasi

Penyulit dakriosistitis dapat berbentuk pecahnya pus yang mengakibatkan


fistel sakus lakrimal, abses kelopak, ulkus dan selulitis orbita. Dakriosistitis dapat
menjadi kronik sehingga sukar diobati. Adanya dakriosistitis merupakan
kontraindikasi untuk melakukan tindakan bedah membuka bola mata seperti
operasi katarak, glaucoma karena dapat menimbulkan infeksi intraocular seperti
endoftalmitis ataupun panoftalmitis.2

25
XII. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam.2

26

Anda mungkin juga menyukai