4.1 Inflasi
Mishkin (2002) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan tingkat harga yang kontinyu
dan terus menerus, mempengaruhi individu-individu, bisnis, dan pemerintah. Secara umum,
inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Inflasi inti (Core Inflation) adalah inflasi
barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan perubahan
keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan
harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent.
Inflasi Administered (Administered Price) adalah inflasi barang atau jasa yang
perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah.
Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price) adalah inflasi barang atau jasa yang
perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat
temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi.
Terdapat dua alasan kenapa ekonom harus perduli terhadap gangguan inflasi:
1. Inflasi dapat memicu distrosi sosial masyarakat yang lainnya.
2. Selama periode inflasi, tidak semua harga barang dan upah naik secara proposional, inflasi
mempengaruhi distribusi pendapatan.
Mengacu pada teori ekonomi Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) pendekatan determinan
inflasi Indonesia dapat dijelaskan, sebagai berikut:
Inflasi disebabkan Permintaan (demand-pull inflation) adalah jenis inflasi ini biasa
dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi
diantara permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi
peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate demand). Contoh
lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau
kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran
investasi swasta karena kredit yang murah, dll.
Inflasi disebabkan Penawaran (cost-push inflation) atau juga bisa disebut supply-
shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya
produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga sarana
produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak).
ekspektasi Inflasi berasal dari faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat
yang dapat bersikap adaptif atau forward looking. Dampak yang ditimbulkan demand pull
inflation tidak menyebabkan berkurangnya kesejahteraan masyarakat karena kenaikan harga
diiringi dengan kenaikan jumlah barang. Sedangkan pada Cost Push Inflation kenaikan harga
menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat karena mengurangi jumlah output.
4.2 Pengukuran Inflasi.
Untuk menghitung Inflasi dapat digunakan 3 cara yaitu cara IHK dan GDP serta Indeks
Harga Perdagangan :
a. Cara IHK inflasi(t) = IHK(t) - IHK(t-1) X 100 %
IHK ( t-1)
Dengan menggunakan pendekatan agregat demand ( AD ) dan agregat supply, inflasi dapat
dijelaskan penyebabnya sebagai berikut :
Price
S
P2
P1
D1 D2
0 Q1 Q2 Quantity
Gejolak pada agregat demand ditandai dengan bergesernya kurva demand D1D2,
sebagaimana terlihat pada gambar 10, sementara penawaran tetap, hal ini disebabkan :
Dua kelompok ekonom yang memberi komentar atas terjadinya hal tersebut yakni ;
Keynesian : Pergeseran AD, akibat adanya perubahan pada interest rate.
( interest rate investasi)
Monetaris : Pergeseran AD, akibat adanya perubahan pada jumlah uang yang
beredar. Dichotomy classic (teori kuantitas uang MV = PY)
B. Inflasi akibat adanya gejolak pada penawaran. Diilustrasikan sebagai berikut :
Price
S4
S3
P4
P3
D
0 Q4 Q3 Quantity
Inflasi akibat adanya gejolak pada penawaran terlihat dari bergesernya kurva agregat supply
ke kiri atas s3s4, sementara demand tetap. Pergeseran ini terjadi karena : Meningkatnya
biaya produksi perunit barang mengakibatkan naiknya harga input barang yang diimpor
(depresiasi mata uang), atau bisa juga oleh sebab naiknya tingkat upah.
Ada berbagai cara untuk menggolongkan inflasi. Penggolongan pertama didasarkan atas
parah-tidaknya inflasi tersebut. Berdasarkan cara ini inflasi dapat dibagi atas :
Indonesia pernah mengalami hiper inflasi pada tahun 1967 yaitu mencapai angka 650 persen
dan Indonesia juga pernah mengalami inflasi berat yaitu mencapai 70 persen pada tahun
1998. Di tahun 1999 nilai inflasi telah melemah pada angka 20 persen-an.
Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari terjadi inflasi. Atas dasar
cara ini, maka inflasi dapat dibedakan lagi menjadi :
- Inflasi yang timbul akibat kenaikkan permintaan masyarakat (Demand Pull Inflation).
- Inflasi yang timbul akibat kenaikkan ongkos produksi (Cost Push Inflation).
Menurut kelompok Keynes, demand pull inflation merupakan tekanan inflasi akibat adanya
excess demand terhadap barang dan jasa. Oleh sebab kenaikan pemintaan masyarakat, yang
tercermin dari bergesernya kurva permintaan (Demand Curve) dari D1 ke D2 mengakibatkan
harga naik dari P1 ke P2. (lihat kembali gambar 10) Harga disini maksudnya adalah harga-
harga barng dan jasa umum atau yang disebut sebagai inflasi. Bertambahnya permintaan
dapat disebabkan oleh naiknya permintaan barang, pengeluaran pemerintah, dan permintaan
barang suatu oleh penduduk luar negeri. Menurut Kaum Klasik, demand pull inflation
dijelaskan melalui Quantity Theory of Money.
Jika supply uang melebihi jumlah permintaannya, maka individu-individu ekonomi akan
menggunakan kelebihan uangnya itu untuk meningkatkan dibanding pertumbuhan ekonomi
maka akan terjadi inflasi (Too Much Money Chasing Few Goods).
Velositas uang dapat stabil dalam jangka pendek, jadi V = 0.P menunjukkan perubahan harga
(inflasi), M menunjukkan perubahan jumlah uang beredar, dan Y menunjukkan pertumbuhan
ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi 2%,dan pertumbuhan jumlah uang beredar 5%, maka
inflasi terjadi sebesar 3%. Kaum monetaris juga mengatakan, jika ingin inflasi itu nol persen
(0% ), maka perlu kebijakan dari otoritas moneter untuk menyeimbangkan diantara
pertumbuhan jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi.
Pada gambar 20, juga menunjukkan terjadinya cost push inflation. Karena adanya penurunan
kurva penawaran ( supply curve ) dari S3 S4 mengakibatkan harga naik dari P3 P4.
Penurunan supply dapat terjadi akibat meningkatnya harga barang-barang material, naiknya
harga bahan bakar, naiknya upah, dan naiknya pajak.
Perbedaan dari demand pull inflation dengan cost push inflation adalah :
Pada demand pull inflation terjadi kenaikkan output sedangkan pada cost push inflation
yang terjadi malah penurunan output.
Pada demand pull inflation, kenaikkan harga barang mendahului kenaikkan harga bahan-
bahan input (material) sedang pada cost push inflation, kenaikan harga barang input yang
justru mendahului kenaikan harga barang output.
Penggolongan inflasi ketiga adalah berdasarkan asal muasal datangnya inflasi. Maka dari
cara ini inflasi dapat dibedakan lagi menjadi :
Inflasi yang berasal dari dalam negeri ( Domestic Inflation ).
Inlfasi yang berasal dari luar negeri ( Imported Inflation ).
Inflasi yang berasal dari dalam negeri ( domestic inflation ) adalah jenis inflasi yang berasal
dari perekonomian didalam negeri itu sendiri seperti defisit keuangan negara yang dapat
dibiayai (ditutupi) dengan pencetakan uang baru, atau juga dengan pengenaan dan
peningkatan pajak dikutip oleh pemerintah. Sedangkan inflasi yang berasal dari luar negeri
(imported inflation) adalah inflasi yang terjadi akibat pengaruh kenaikan harga barang-barang
dari luar negeri. Misalnya kenaikan harga barang-barang material (input) dari luar negeri,
atau akibat perubahan nilai tukar mata uang ( kurs ) yang mengakibatkan harga barang-
barang dari luar negeri menjadi mahal, dan sebab lain-lainnya dari perdagangan internasional.
Kenaikan harga barang didalam negeri oleh sebab peningkatan dagang dari luar negeri juga
bisa terjadi, misalnya akibat naiknya nilai dan jumlah ekspor, yakni akibat naiknya
permintaan dari luar negeri. Maka dengan naiknya nilai dan jumlah ekspor telah
mengakibatkan harga dan jumlah barang di dalam negeri menjadi mahal dan berkurang pada
gilirannya mengakibatkan terjadi inflasi didalam negeri.
4.7 Dampak Inflasi.
Dampak negatif yang muncul akibat terjadinya inflasi bagi suatu negara adalah :
1. Memburuknya distribusi pendapatan : Dengan terjadinya inflasi, pendapatan juga naik.
Namun bagi produsen naiknya biaya produksi dibebankan kepada konsumen, sehingga
pendapatannya tetap meningkat. Bagi para pekerja, walaupun gaji yang diterimanya naik,
kenaikkan harga-harga barang konsumsi naik lebih tinggi sehingga membuat
kemampuan atas daya beli pekerja menurun.
2. Bunga bank semakin tinggi : Inflasi akan cenderung menyebabkan suku bunga bank
semakin meningkat akibatnya banyak kelompok usaha kecil dan menengah gulung tikar
oleh sebab tak mampu membayar pokok serta bunga pinjaman bank.
Ada perbedaan sudut pandang diantara kelompok Keynesian dan kaum Monetaris
tentang fenomena inflasi yaitu :
Keynesian : Naiknya tingkat harga menyebabkan semakin tingginya pengeluaran nominal.
Meningkatnya pengeluaran nominal tersebut, mengakibatkan permintaan akan uang untuk
transaksi juga meningkat. Bila jumlah uang yang beredar tetap, maka akan mengakibatkan
suku bunga menjadi meningkat. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 11.
Interest Ms
rate
Md
Md Money
dimana rr adalah suku bunga riil (besarnya ditentukan oleh produktivitas dari kapital) dan Pe
adalah ekspektasi inflasi. Jika harga naik dan suku bunga riil dianggap tetap, maka
menyebabkan suku bunga juga naik sebesar naiknya harga.
Menurut Fisher, penabung memperoleh keuntungan secara riil jika tingkat bunga nominal
melebihi tingkat inflasi. Akan tetapi jika tingkat bunga nominal berada dibawah inflasi maka
secara riil orang yang menabungkan uangnya mengalami kerugian .
Milton Friedman
Dalam jangka pendek V dan T adalah tetap, sehingga hanya ada dua variabel eksogen
yaitu M dan P. Hubungan keduanya adalah positip, yaitu jika jumlah uang beredar naik
(M naik) maka harga harga barang dan jasa secara umum juga akan naik pula (P
naik), demikian pula yang terjadi untuk kondisi sebaliknya.
2. Menaikkan suku bunga bank sentral, di Indonesia (SBI :Sertifikat Bank Indonesia)
dengan naiknya suku bunga SBI maka akan banyak bank-bank umum yang ingin
memilikinya. Akhirnya bank umum akan menaikkan suku bunga deposito. Uang yang
berhasil mereka kumpulkan, mereka gunakan untuk pembelian Sertifikat Bank Indonesia.
Akhirnya bank tersebut harus mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya agar dapat
membeli SBI tersebut. Dana tadi diperoleh dari tabungan, sehingga untuk mencegah
penarikan tabungan tersebut maka tingkat suku bunga juga harus tinggi.
3. Memperbaiki nilai tukar mata uang ( Kurs ) : Dengan melakukan intervensi terhadap mata
uang asing, maka nilai tukar uang dapat diatur, sehingga akan mempermudah arus barang
masuk karena turunnya biaya impor dari barang-barang material (input).
Untuk Kebijakan Fiskal, langkah ditempuh oleh Pemerintah yaitu :
Kebijakan fiskal adalah kebijakan dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan ekonomi riil
yang menyangkut keuangan pemerintah seperti pemungutan pajak, pengeluaran pemerintah,
atau pemberian subsidi. Dalam menanggulangi inflasi pemerintah dapat melakukan beberapa
kebijakan fiskal antara lain :
1. Menaikkan pajak. Salah satu cara untuk meredam inflasi akibat Cost Push Inflation
adalah dengan mengurangi Agregat Demand, yaitu dengan jalan menaikkan pajak.
2. Menekan pengeluaran pemerintah : Pengeluaran pemerintah untuk tujuan subsidi sedikit
demi sedikit dikurangi dalam tujuan kelak masyarakat menjadi semakin mandiri.
Pengeluaran pemerintah berbentuk subsidi yang semakin kecil akan mengakibatkan
masyarakat menjadi semakin efisien. Seperti halnya subsidi bahan bakar minyak, dengan
ditetapkannya harga bensin, solar, minyak lampu yang notabene adalah termurah di dunia
akibat subsidi pemerintah, maka uang tersisa dapat digunakan untuk pembiayaan
pembangunan lainnya yang bersifat sosial.
3. Mengurangi ekonomi biaya tinggi : Dengan melakukan deregulasi dalam perizinan usaha
serta kemudahan dalam pendistribusian barang juga menekan pungutan liar atas usaha
maka dapat mengakibatkan harga barang menjadi turun atau paling tidak tetap, sehingga
perekonomian tidak berada dekat dengan keadaan inflasi.
5.1 Pengangguran
Untuk memahami maksud dari pengangguran perlu maka terlebih dahulu perhatikan dimensi
dari orang berkerja menurut O.Edwards (1974 ) yaitu yang dimaksud orang berkerja haruslah
sesuai dengan dimensi dibawah ini :
Selain dari 3 dimensi berkerja tersebut O.Edwards masih menambahkan ada hal lain yang
perlu diperhatikan yaitu unsur pendukung bekerja :
Pengangguran oleh Lewis C.Solmon (1980) hanya diklasifikasi dalam 3 hal yaitu :
Rumus pengangguran :
Angkatan Kerja = Bekerja + Tidak Bekerja
L = E + U
Tingkat Pengangguran : u =
1. Rendahnya kemampuan atau kualitas dari calon pekerja ( tenaga kerja potensial ) didalam mengisi
kualifikasi lapangan pekerjaan ditawarkan.
2. Tingginya penawaran tenaga kerja pada bidang pekerjaan padat karya ketimbang permintaan
tenaga kerja dan berakibat rendahnya tingkat upah.
3. Lemahnya perlindungan undang-undang tenaga kerja.
4. Investasi yang berimplikasi kepada permintaan lapangan kerja lebih rendah sehingga peluang
yang diberikan kepada penawaran tenaga kerja kecil.
5. Penanaman Modal Asing di NSB selalu tidak rasional menurut masyarakat NSB sebab lebih
cenderung memilih padat modal ketimbang padat karya kondisinya tidak sesuai dengan
penawaran lapangan kerja di NSB.
6. Usia pekerja di NSB yang sangat lebar ( 12 tahun telah diangggap dewasa ) sehingga setiap tahun
harus mempersiapkan lapangan pekerjaan yang besar
Tetapi tenaga kerja yang menganggur tetap merupakan persediaan faktor produksi utama yang
dapat dikombinasikan dengan faktor produksi lain untuk meningkatkan output produksi di NSB
Namun sayangnya kelebihan penawaran tenaga kerja tersebut tidak sesuai dengan kenyataaan dan
harapan sebab rendahnya kualitas produktifitas pekerja (kualifikasi) di NSB terkait kepada pendidikan
& pengalaman calon pekerja yang rendah serta motivasi kerja yang buruk sebagaimana disebutkan
diatas.
Daftar Pustaka :
Lewis .C.Solmon, 1980 Economics. Third edition. Addison Wesley Publishing, Canada.
Mankiw, Gregory, N., 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
Lloyd G Reynolds 1985.Macro Economics Analysis & Policy.5th edition.R,d Irwin Inc
Illinois USA.