Anda di halaman 1dari 39

A.

AKAD SHARF

Pengertian Akad Sharf

Sharf menurut bahasa adalah penambahah, penukaran, bebgbindaran, atau


transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan Valuta
lamnyu. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang, dapat dilakukan baik
dengan mata uang yang Sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang
tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya).

Skema Sharf

Keterangan
(1) Pembeli dan penjual menyepakati akad sharf
(2) Pembeli menyerahkan valuta kepada penjual
(3) Penjual menyerahkan valuta lain kepada pembeli

Sumber Hukum
Dari Abu Said al-Khudri r.a, Rasulullah SAW bersabda: Transaksi
pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tangan ke
tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan perak harus sama
takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba,
gandum dengan gandum harus sama takaran, timbangan dan tangan ke
tangata (tunai), kelebihannya adalah riba, tepung dengan tepung harus sama
takaran, timbangan dan tangan ke tangan ( tunai), kelebihannya adalah riba,

1
kurma dengan kurma harus sama takaran; timbangan dan tangan ke tangan
(tunai), kelebihannya adalah riba, garam dengan garam harus sama
bakaran, {imbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah
riba,. {HR Muslim}

Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan
syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. jika jenisnya berbeda,
juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai. (HR Muslim)

"Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang


(tidak tunai) (HR Muslim)

Umar bin Khattab mendengar seseorang menukarkan emas sambil berkata


ketika menerima takarannya: Tunggulah penjagaku pulang dari hutan, lalu
Umar berkata, Demi Allah, janganlah engkau berpisah dengannya sehingga
terjadi proses pertukarannya. Aku mendengar Rasulullah bersabda, tukar-
menukar emas dengan emas itu adalah riba, kecuali dilakukan kontan dengan
kontan. Gandum dengan gandum juga adalah riba, kecuali dilakukan dengan
kontan. Kurma dengan kurma juga adalah riba, kecuali kontan dengan
kontan. (HR Bukhari)

Emas, perak, kurma, gandum, anggur kering, dan garam adalah contoh
barang-barang ribawi atau barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan.
Berdasarkan hadis di atas, dapat diartikan kalau terjadi pertukaran sesama barang
ribawi yang sejenis misalnya emas dengan emas, perak dengan perak dan
seterusnya harus sama jumlahnya dan harus dari tangan ke tangan (tunai) karena
kelebihannya adalah riba (lihat Bab 5). Begitu juga pertukaran untuk barang
ribawi sejenis dengan kualitas yang berbeda misalnya kurma berkualitas rendah
dengan kurma yang berkualitas lebih tinggi tetap harus dalam jumlah yang sama
(karena secara kasat mata tidak dapat dibedakan) dan tunai. Cara lain dapat
ditempuh untuk memperoleh barang ribawi yang kualitasnya berbeda adalah

2
dengan cara menjual kurma yang berkualitas lebih rendah atau lebih tinggi
terlebih dahulu, lalu uang yang didapatkan digunakan untuk membeli kurma yang
berkualitas berbeda.
Pada zaman Rasulullah, mata uang dinyatakan dalam satuan mata uang Dinar
(yang terbuat dari emas) dan Dirham (yang terbuat dari perak). Dari hadis di atas
dapat kita analogikan, pertukaran mata uang yang sama harus sama jumlahnya
dan tunai, misalnya uang Rp100.000 ditukar dengan uang Rp1.000 sebanyak 100
lembar tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih dan tunai. Sementara pertukaran
untuk mata uang yang berbeda (dalam hadis emas dan perak) misalnya ringgit
Malaysia dengan rupiah dibolehkan jumlahnya berbeda (contoh: RM 1 dengan
Rp2.500) asalkan dilakukan secara tunai/tidak boleh utang.
Menurut ajaran Islam, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan bukan
merupakan komoditas. Tanpa didayagunakan, uang tidak dapat menghasilkan
pendapatan atau keuntungan dengan dirinya sendiri. Apabila uang dapat
bertambah tanpa didayagunakan, maka tambahan itu adalah riba. Uang baru
dapat menghasilkan keuntungan atau kelebihan apabila didayagunakan atau
diinvestasikan bersama dengan sumber daya lainnya.
Terdapat 4 (empat) jenis transaksi pertukaran valuta asing, adalah sebagai
berikut.
1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas dan
penyerahannya pada saat itu atau penyelesaiannya maksimal dalam jangka
waktu dua hari, transaksi ini dibolehkan secara syariah, karena dianggap tunai.
Fleksibilitas waktu 2 hari adalah proses yang tidak bisa dihindari dan
merupakan batas normal suatu transaksi internasional.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang. jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan dalam syariah (ada
unsur ketidakpastian/gharar), karena harga yang dipergunakan adalah harga
yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian
hari dan harga pada waktu penyerahan belum tentu sama dengan harga yang
disepakati. Contoh: tanggal 1 September, Nona Lala melakukan transaksi
dengan Nona Tata akan membeli sebanyak $100.000 nanti pada tanggal 20

3
Desember dengan kurs $1 = Rp9.500. Transaksi ini mengikat kedua belah
pihak, maka pada tanggal 20 Desember Tata akan menyerahkan $100.000 dan
Lala menyerahkan Rp950 juta, berapa pun kurs rupiah terhadap dolar pada
tanggal tersebut. Apabila kurs sebesar $1 = Rp9.200 maka Lala rugi sebesar
Rp30 juta; sedangkan Tata untung Rp30 juta; sehingga ada satu pihak
diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan. Hal ini sama dengan memperoleh
harta secara batil (QS 4:29).
3. Transaksi Swap yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan
harga spot yang dikombinasikan dengan pemb elian atau penjualan valas yang
sama dengan harga forward, hukumnya haram karena ada unsur
spekulasi/judi/maisir. Misalnya Nona Lala saat ini (1 September) membeli
$100.000 dengan kurs saat ini $1 = Rp9.000 pada Nona Tata. Nona Lala dan
Tata melakukan kontrak] perjanjian yaitu 4 bulan lagi mereka akan
menukarkan kembali yaitu Tata akan membeli $100.000 dengan kurs yang
ditentukan saat ini (1 September) sebesar $1 = Rp9.500. Dari transaksi ini ada
unsur spekulasi, dan tidak dibolehkan secara syariah.
4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli (call option) atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal
tertentu, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/judi/ maisir. Contoh:
Tuan joni adalah pihak yang menjual hak opsi dapat berupa call option atau
put option dengan harga premi RplOO (hak jual atau hak beli untuk setiap l
dolar). Opsinya berupa hak untuk membeli atau menjual dolar pada waktu
yang telah ditetapkan (tanggal exercise dari tanggal 1 September-1 November)
dengan harga $1 = Rp9.000. Apabila satu pihak memprediksi harga lebih
tinggi maka dia akan membeli call option apabila sebaliknya maka ia akan
membeli put option. Maka dalam kurun waktu atau pada tanggal akhir
berlakunya hak (sesuai kesepakatan), pemegang hak mempunyai pilihan untuk
menggunakan haknya atau tidak. Apabila ternyata kurs $1 == Rp8.700 maka
yang memiliki hak membeli (call option) tidak akan mengambil opsi untuk
membeli karena kalau dilakukan berarti setiap 51 ia rugi sebesar Rp400 (300 +
100) sedangkan bila tidak dieksekusi maka dia hanya rugi sebesar premi hak

4
opsi yaitu RplOO. Sedangkan yang mempunyai opsi jual dia akan melakukan
aksi penjualan karena dia akan diuntungkan sebesar Rp200 (300 -100) untuk
setiap $1.
Dengan demikian, secara syariah transaksi pertukaran valuta asing dibolehkan
sepanjang dilakukan secara tunai dan tidak digunakan untuk tujuan spekulasi. Bila
penjualannya tunai tapi kalau tujuannya untuk spekulasi, tetap tidak dibolehkan
karena seperti yang sudah dijelaskan di atas uang bukanlah komoditas.
Kalau tujuannya untuk tabungan atau keperluan transaksi misalnya ingin pergi
haji atau anak kuliah diluar negeri, boleh saja ia menyimpan dalam bentuk valas.
Sedangkan transaksi pertukaran valas tidak tunai tidak diperbolehkan dengan
alasan apa pun, sesuai dengan hadis di atas.

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun transaksi sharf terdiri atas:
1. pelaku, antara lain pembeli dan penjual;
2. objek akad berupa mata uang;
3. ijab kabul/serah terima.
Ketentuan Syariah, yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad .
a. Nilai tukar atau kurs mata uang telah diketahui oleh kedua belah pihak.
misalnya $1 = Rp9.000.
b. Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun
oleh penjual, sebelum keduanya berpisah. Penguasaan bisa berbentuk
material maupun hukum. Penguasaan secara material misalnya pembeli
langsung menerirna dolar Amerika Serikat yang dibeli dan penjual
langsung menerima uang rupiah. Adapun penguasaan secara hukum,
misalnya pembayaran dengan menggunakan cek.
Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang
penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka akadnya
batal karena syarat penguasaan terhadap objek transaksi sharf itu tidak
terpenuhi.

5
c. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang
sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang
sama, sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata
uang rupiah lembaran Rp50.000 ditukar dengan mata uang rupiah
lembaran Rp5.000 sebanyak 10 lembar.
d. Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli. Hak
yang dimaksud khiyar syarat adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat
melanjutkan atau tidak melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah
akadnya selesai dan syarat tersebut diperjanjikan ketika transaksi jual beli
berlangsung. Alasan tidak diperbolehkannya khiyar syarat adalah untuk
menghindari adanya ketidakpastian/gharar.
e. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan
mata uang yang saling dipertukarkan, karena sharf dikatakan sah apabila
penguasaan objek akad dilakukan secara tunai atau dalam kurun waktu 2 x
24 jam (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan
perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua
belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah.
3. Ijab kabul: pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan Akuntansi Akad Sharf


Saat membeli valuta asing
Jurnal:
Dr. Kas (Dolar) xxx
Cr. 1435 (RP) xxx
Saat dijual
jurnal:
Dr. Kas (Rp) xxx
Dr. Kerugian* xxx
Cr. Keuntungan** xxx
Cr. Kas (Dolar) xxx

6
* jika harga beli valas lebih besar dari pada harga jual
** jika harga beli valas lebih kecil dari pada harga jual

Untuk tujuan laporan keuangan di akhir periode, aset moneter (piutang dan
utang) dalam satuan valuta asing akan dijabarkan dalam satuan rupiah dengan
menggunakan nilai kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal laporan keuangan.
jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut.
jika nilai kurs tengah BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal
pencatatannya:
Dr. Kerugian xxx
Cr. Piutang (valas) xxx
Dr. Utang (valas) xxx
Cr. Keuntungan xxx
Jika nilai kurs tengah BI lebih besar dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal
pencatatannya:
Dr. Piutang (valas) xxx
Cr. Keuntungan xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Utang (valas) xxx

B. AKAD WADIAH
Pengertian Akad Wadiah
Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya, untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan
dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan
dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi menjadi
penjamin pengembalian barang titipan.
Dalam akad hendaknya dijelaskan tujuan wadiah, cara penyimpanan, lamanya
waktu penitipan, biaya yang dibebankan pada pemilik barang dan hal-hal lain
yang dianggap penting.

7
Jenis Akad Wadiah (PSAK 59)
1. Wadiah amanah, yaitu wadiah di mana uang/barang yang dititipkan hanya
boleh disimpan dan tidak boleh didayagunakan. Si penerima titipan tidak
bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada
barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan
penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Contoh: titipan barang
di pusat perbelanjaan.

Skema Wadiah Yad Al Amanah

Keterangan:
(1 ) Pihak yang menitipkan menyepakati akad wadiah dengan penerima titipan.
(2) Pihak yang menitipka menyerahkan barang untuk disimpan oleh penerima
titipan.
(3) Penerima titipan menyerahkan barang kembali kepada pihak yang menitipkan
ketika diminta.

2. Wadiah yadh dhamanah, yaitu wadiah di mana si penerima titipan dapat


memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan
menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat
si pemilik menghendakinya. Hasil dari pemanfaatan barang tidak wajib
dibagihasilkan dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh saja
memberikan bonus dan tidak boleh dijanjikan sebelumnya kepada pemilik
barang. Contoh: Tabungan dan Giro Tidak Berjangka dengan akad wadiah.
Akad ini menurut ulama yang diwakili oleh Ibnu Utsaimin menyatakan:

8
Para ahli iiqih menjelaskan bahwa bila orang yang menitipkan (uang)
memberikan izin kepada yang dititip untuk menggunakannya maka akad wadiah
berubah menjadi akad qar (Tarmizi, 2013).

Sumber Hukum
1, Al-Quran:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya ..... (QS 4:58)

...... Maka, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya"? (QS 2:283)
2. As-Sunah
Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan
jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu. (HR Abu Dawud
dan Al Tirmidzi)
Dari kedua ayat tersebut jelaslah bahwa amanat itu hanya sekadar titipan dan
harus dijaga serta dikembalikan kepada pemiliknya.

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun wadiah ada empat, yaitu sebagai berikut
1. Pelaku yang terdiri atas pemilik barang pihak yang menitip (muwaddi)
dan pihak yang menyimpan (mustawda)
2. Objek wadiah berupa barang yang dititipkan (wadiah )
3. ijab kabul/serah terima.

Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.


1. Pelaku harus cakap hukum, baligh serta mampu menjaga serta memelihara
barang titipan.
2. objek wadiah, benda yang dititipkan tersebut jelas dan diketahui
spesifiknya oleh pemilik dan penyimpan.

9
3. Ijab kabul/serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di
antara pihak-pihak Pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan Akuntansi Wadiah


Pencatatan akuntansi wadiah bagi pihak pemilik barang dan bagi pihak
penyimpan barang adalah sebagai berikut.

Bagi Pihak Pemilik Barang


1. Pada saat menyerahkan barang (menerima tanda terima biaya penitipan
(menerima tanda terima pembayaran)
Jurnal:
Dr. Beban Wadiah xxx
Cr. Kas xxx
Iika biaya penitipan belum dibayar Jurnal:
Dr. Beban Wadiah xxx
Cr. Utang xxx
2. Pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan penitipan
Jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx

Bagi Pihak Penyimpan Barang


1. Pada saat menerima barang (mengeluarkan tanda terima barang) dan
penerimaan pendapatan penitipan (membuat tanda terima pembayaran)
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan wadiah xxx
2. Jika dibayar penitipan belum dibayar
Jurnal:
Dr. Piutang xxx
Cr. Pendapatan Wadiah xxx

10
3. Pada saat menyerahkan barang dan menerima pembayaran kekurangan
penitipan mengeluarkan tanda penyerahan barang
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx

C. AKAD AL-WAKALAH (DEPUTYSHIP/AGEN/WAKIL)


Pengertian Akad Wakalah
Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian
atau pemberian mandat (Sabiq, 2008). Akad wakalah adalah akad pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan. Sebabnya adalah tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya shalat,
puasa, bersuci, qishash, talak, dan lain sebagainya.
Skema Wakalah

Keterangan:
(1) Pemberi kuasa menyepakati pemberian hak tertentu kepada pihak yang
menerima kuasa.
(2) Penerima kuasa melaksanakan wakalah.
(3) Setelah akad berakhir, penerima kuasa mengembalikan objek yang
dikuasakan.

Dalam menjalani kehidupan ini, sering kali manusia tidak dapat


menyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak lain untuk
mewakilinya. Misalnya orang tua sedang pergi ke luar kota sehingga tidak dapat

11
mengambil raport anaknya dan meminta adiknya mewakili dirinya untuk
mengambilkan raport. atau tidak dapat menghadiri rapat sehingga diwakilkan.
Contoh lain adalah mewakilkan dalam pembelian barang, pengiriman uang,
pembayaran utang, penagihan utang, realisasi letter of credit, dan lain sebagainya.

Wakalah dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi di


mana seseorang (perekomendasi) mengajukan calon atau menunjuk orang lain
untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang meminta diwakilkan
(muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang
yang akan dibeli kepada agen/pihak yang mewakili (wakil) dalam suatu kontrak
wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan
muwakkil untuk membeli barang.

Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan boleh tidak menerima
komisi (hanya mengharap rida Allah/tolong-menolong). Tetapi bila ada komisi
atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan
imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak.

Sumber Hukum
a. Al-Quran
'..maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu itu....(QS 18:19)
jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman. (QS 12:55)
...Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungiawabannya. (QS 17:34)

b. As-Sunah
Diriwayatkan dari Busr bin ibn Sadiy al Maliki berkata: Umar
mempekerjakan saya untuk mengambil sedekah (zakat). Setelah selesai
dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, memerintahkan agar

12
saya diberi imbalan (fee) . Saya berkata: Saya bekerja hanya karena
Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah
bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan;
saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul
bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta;
makanlah (terimalah) dan bersedekahlah. (HR Bukhori Muslim)

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun wakalah ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku yang terdiri dari pihak pemberi kuasa/muwakkil dan pihak yang
diberi kuasa/wakil.
2. Objek akad berupa barang atau jasa.
3. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku
a. Pihak pemberi kuasa/pihak yang meminta diwakilkan (mnwakkil),
antara lain:
1. pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan;
2. orang mukalaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu,
yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan
untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
b. Pihak penerima kuasa (wakil):
1) harus cakap hukum;
2) dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
2. Objek yang dikuasakan/diwakilkan/taukil
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b. Tidak bertentangan dengan syariah Islam
c. Dapat diwakilkan menurut syariah Islam
d. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai
e. Kontrak dapat dilaksanakan

13
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Berakhimya Akad Wakalah


1. Salah seorang pelaku meninggal dunia atau hilang aka], karena jika ini terjadi
salah satu syarat wakalah tidak terpenuhi.
2. Pekerjaan yang diwakilkan sudah selesai.
3. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan.
4. Wakil mengundurkan diri.
5. Orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas sesuatu
yang diwakilkan.

Perlakuan Akuntansi AI-Wakalah


Bagi Pihak yang Mewakilkan/wakil/Penerima Kuasa
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wakalah xxx
2. Pada saat membayar beban.
Jurnal:
Dr. Beban Wakalah xxx
Cr. Kas xxx
3. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun di muka.
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wakalah Diterima di Muka xxx

4. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode.


Jurnal:
Dr. Pendapatan Wakalah Diterima di Muka xxx
Cr. Pendapatan Wakalah xxx

14
Bagi pihak yang meminta diwakilkan
pada saat membayar ujr/komisi.
Jurnal:
Dr. beban wakalah xxx
Cr. kas xxx

D. AKAD AL-KAFALAH (JAMINAN)


pengertian akad kafalah
kafalah disebut juga dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan zaamah
(tanggungan). (sayid sabiq) 1997). akad kafalah yaitu perjanjian pemberian
jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafi!) kepada pihak ketiga (makful
lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung
(makful anhu/ashil).

Secara teknis akad kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yang


memberikan penjaminan (penjamin) kepada seorang kreditur yang memberikan
utang kepada seorang debitur, di mana utang debitur akan dilunasi oleh penjamin
apabila debitur tidak membayar utangnya. contoh akad kafalah garansi bank (bank
guarantee), stand by letter of credit, pembukaan L/C impor, akseptasi,
endorsement) dan lain sebagainya.

kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus
segera dilunasi atau sesuatu di masa depan. kafalah dapat juga bersyarat, misalnya
kalau kamu pinjamkan uang pada adikku maka aku akan jamin utangnya.

kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru' yang bertujuan untuk saling
tolong-menolong. Namun, penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidak
memberatkan. apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat dan tidak
dapat dibatalkan secara sepihak.

15
skema kafalah

keterangan:
(1) penanggung bersedia menerima tanggungan dan pihak yang ditanggung.
(2) penanggung menyepakati akad kafalah dengan pihak ketiga.

Sumber Hukum
1. Al-Quran Dan Dia (Allah) menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya
(Maryam) (QS 3:37)
Dan bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (QS 12:72)
2. As-Sunah
Dari Abi Humamah, bahwa Rasulullah bersabda : Penjamin adalah orang
yang berkewajiban mesti membayar. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi)
Telah dihadapkan kepada Rasulullah (mayat seorang lelaki untuk dishalatkan
)... Rasulullah bertanya Apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat
menjawab Tidak, Rasulullah bertanya lagi, Apakah dia mempunyai
utang? Para sahabat menjawab. Ya, sejumlah tiga dinar Rasulullah pun
menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak).
Abu Qatadah lalu berkata, saya menjamin utangnya ya Rasulullah. Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR Bukhari)

16
Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun kafalah ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.

1. Pelaku, yang terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak
yang berpiutang.
2. Objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang,
jasa, maupun pekerjaan.
3. Ijab kabul/ serah terima.

Ketentuan Syariah, yaitu sebagai berikut.


1. Pelaku
a. Pihak Penjamin (Kanil)
1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya
dan rela (rida) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b. Pihak Orang yang Berutang (Ashiil, Makful 'anhu)
1) Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin.
2) Dikenal oleh penjamin.
c. Pihak Orang yang Berpiutang (Makful Lahu)
1) Diketahui identitasnya.
2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
3) Berakal sehat.

2. Objek Penjaminan (Makful Bihi)


a. Merupakan tanggungan pihakjorang yang berutang, baik berupa uang,
benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan utang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali
setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syariah.

17
3. Ijab Kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/ rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Berakhirnya Kafalah
1. Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh
penjamin, atau jika kreditur menghadiahkan atau membebaskan utangnya
kepada orang yang berutang.
2. Kreditur melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada
penjamin. Maka penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utang
tersebut. Namun, jika kreditur melepaskan jaminan dari penjamin, bukan
berarti orang yang berutang telah terlepas dari utang tersebut.
3. Ketika utang tersebut telah dialihkan (transfer utang/hawalah). Dalam
kasus ini baik orang terutang atau pun penjamin terlepas dari tuntutan
utang tersebut.
4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase
dengan kreditur.
5. Kreditur dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak
menyetujuinya.

Perlakuan Akuntansi AI-Kafalah


Bagi Pihak Penjamin
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Kafalah xxx
2. Pada saat membayar beban.
Jurnal:
Dr. Beban Kafalah xxx
Cr. Kas xxx

18
Bagi Pihak Yang Meminta Jaminan
Pada saat membayar beban.
Jurnal :
Dr. Beban kafalah xxx
Cr. Kas xxx

E. QARDHUL HASAN
Pengertian Qardhul Hasan
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib membayar
sebesar pokok utangnya), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan
ketentuan syariah (tidak ada riba), karena kalau meminjamkan uang maka ia tidak
boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan.
Namun, si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan kelebihan
atas pokok pinjamannya.
Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan
atau tidak memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan sosial atau untuk
kemanusiaan. Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama
antara pemberi dan penerima pinjaman.
Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk
dibebankan kepada peminjam. Iika peminjam mengalami kerugian bukan karena
kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
Walaupun sifat utang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berutang dapat
semaunya sendiri, karena dalam Islam, utang yang tidak dibayar akan menjadi
penghalang dia di hari akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di medan perang
yang pahalanya sudah dijamin bahkan rasul tidak bersedia menshalatkan jenazah
yang masih memiliki utang.
Sumber dana qardhul hasan dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber
dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima entitas bisnis dari pihak lain
(misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya). Sedangkan contoh
sumber dana qardh yang disediakan para pemilik entitas bisnis, hasil pendapatan
nonhalal dan denda dan lain sebagainya.

19
Skema Qardhul Hasan

Keterangan;

(1) Pemberi pinjaman menyepakati akad qardhul hasan dengan peminjam.


(2) Peminjam menerima dan menjalankan usaha dengan dana pinjaman.
(3) Jika memperoleh laba maka akan diperoleh peminjam.
(4) Dana pinjaman akan dikembalikan kepada pemberi pinjaman.
Sumber Hukum
1. Al-Quran
Dan jika ia ( orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tangguh
sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS 2:28)
2. As-Sunah
Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya (HR Muslim)

Dari Abu Qatadah: Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika aku berjihad


dengan jiwa dan hartaku, aku bertempur penuh sabar demi mengharap
pahala Allah dan maju terus pantang mundur, apakah aku masuk surga?
Rasulullah menjawab: ya Beliau mengatakan sebanyak tiga kali, kemudian

20
ia bersabda: kecuali jika kamu mati dan kamu punya utang serta kamu tidak
membayarnya... (HR Muslim)

Telah dihadapkan kepada Rasulullah (mayat seorang lelaki untuk


dishalatkan)... Rasulullah bertanya, Apakah dia mempunyai warisan? Para
sahabat menjawab Tidak, Rasulullah bertanya lagi, <Jflpakah dia
mempunyai utang? Para sahabat menjawab Ya, sejumlah tiga dinar.
Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau
sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, Saya menjamin utangnya ya
Rasulullah. Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR
Bukhari)

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun qhardul hasan ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku yang terdiri dari pemberi dan penerima pinjaman.
2. Objek akad, berupa uang yang dipinjamkan.
3. Ijab kabul/ serah terima.

Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.


1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek Akad
a. Jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya.
b. Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah
disepakati, tidak boleh diperjanjikan akan ada penambahan atas pokok
pinjamannya. Namun peminjam dibolehkan memberikan sumbangan
secara sukarela.
c. Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan maka waktu
peminjaman dapat diperpanjang atau menghapuskan sebagian atau
seluruh kewajibannya. Namun jika peminjam lalai maka dapat dikenakan
denda (lihat Bab 9).

21
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/ rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Perlakuan Akuntansi Qardhul Hasan


pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan
penggunaan dana qardhul hasan karena dana tersebut bukan aset perusahaan. Oleh
sebab itu, seluruhnya dicatat dengan akun dana kebajikan dan dibuat buku besar
pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana kebajikan yang diterima
atau yang dikeluarkan.

Bagi Pemberi Pinjaman


1. Saat menerima dana sumbangan dari pihak eksternal,
Jurnal:
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana Kebajikan-Infak/ Sedekah/ Hasil Wakaf xxx
2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal,
jurnal:
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana kebajikan-Denda/ Pendapatan Non-halal xxx
3. Untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardh hasan,
jurnal:
Dr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx
Cr. Dana Kebajikan-Kas xxx
4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardh hasan,
jurnal:
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Cr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx

22
Bagi Pihak yang Meminjam
1. Saat menerima uang pinjaman,
jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Utang xxx
2. Saat pelunasan,
3. jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx

F. AKAD AL-HIWALAH /HAWALAH (PENGALIHAN)


Definisi
Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit
atau memikul sesuatu di atas pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa utang
atau piutang. ]enis akad ini pada dasarnya adalah akad tabaruu' yang bertujuan
untuk saling tolong-menolong untuk menggapai ridho Allah.

]ika yang dialihkan utang maka akad bawalah merupakan akad pengalihan
utang dari satu pihak Yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung
(membayar) utangnya. Transaksi seperti ini dapat terjadi dengan adanya saling
mempercayai antara para pihak yang bertransaksi. Secara teknis, pihak yang
berutang (muhil) meminta pihak lain (mulml'alaih) untuk membayarkan terlebih
dahulu utangnya pada pihak lain (mahal). Setelah akad bawalah dilakukan pihak
yang berutang (muhiI) akan membayar kepada pihak yang telah menanggung
utangnya (muhal'alaih) atau hak penagihan berpindah menjadi hak muhalitlaih.
Dalam hal ini pihak yang mengambil alih utang harus yakin pihak yang diambil
alih utangnya dapat memenuhi kewajibannya di kemudian hari.

jika yang dialihkan piutang maka akad bawalah merupakan akad pengalihan
piutang dari satu pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang berkewajiban
menagih piutangnya. Secara teknis, pihak yang berpiutang (muhil) meminta pihak
lain untuk mengambil alih (muhalalaih) piutang yang dimilikinya, dengan

23
pengambilalihan ini pihak yang berpiutang akan menerima uang dari yang
mengambil alih piutang, sementara pihak yang berutang (muhal) akan membayar
pada pihak yang telah mengambil alih piutang. Dalam hal ini Akad Hawalah dapat
membantu likuiditas bagi pihak yang mempunyai piutang. Sebaliknya pihak yang
mengambil alih piutang harus berhati-hati pada kredibilitas dan kemampuan pihak
yang berutang selain juga harus melihat keabsahan transaksinya.

Pihak yang menerima pengalihan utang atau piutang (muhal'alaih) dapat


memperoleh imbalan fee/ujrah atas jasanya (berupa kesediaan dan komitmennya)
dan besarnya ujrah harus ditetapkan pada saat akad secara jelas, tetap, dan pasti.

Jenis Akad Hiwalah


Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dapat dibagi menjadi 2 (dua) sebagai
berikut.
1. Apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menagih piutang, maka
pemindahan itu disebut , hiwalah al haqq (pemindahan hak)/anjak piutang.
2. Apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang, maka
pemindahan itu disebut hiwalah ad-dain (pemindahan utang).

Skema Hiwalah (Anjak Piutang)

24
Keterangan:
(1) Pembeli dan penjual melakukan transaksi jual beli.
(2) Penjual menyerahkan barang dan berhak menerima uang/mengakui piutang.
(3) Penjual mengalihkan hak tagih kepada pihak pengambil alih.
(4) Pengambil alih membayar kepada penjual.
(5) Pengambil alih menagih kepada pembeli.
(6) Pembeli membayar kepada pengambil alih.

Ditinjau dari sisi persyaratan, hiwalah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai
berikut.
1. Hawalah al-muqayyadah (pemindahan bersyarat) adalah hawalah di mana
muhil adalah pihak yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhalalaih.
Contoh: B (muhil) berutang kepada A (mahal) sebesar dua juta rupiah,
sedangkan B berpiutang kepada C (muhalalaih) juga sebesar dua juta rupiah.
B kemudian mengalihkan piutangnya yang terdapat pada C untuk A, sebagai
ganti dari pembayaran utang B kepada A.

2. Hawalah al-muthlaqah (pemindahan mutlak) adalah hawalah dimana muhil


adalah pihak yang berutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal'alaih.

Sumber Hukum
Dasar hukum hiwalah adalah hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.

Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan


jika salah seorang kamu dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang yang
kaya yang mampu, maka turutlah (menerima pengalihan tersebut). (HR
Bukhari Muslim)

25
Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun hiwalah ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku yang terdiri atas:
a. pihak yang berutang atau berpiutang atau muhil;
b. pihak yang berpiutang atau berutang atau muhal;
c. pihak pengambil alih utang atau piutang atau muhalalaih.
2. Objek akad:
a. adanya utang, atau
b. adanya piutang.
3. Ijab kabul/serah terima.

Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.


1. Pelaku
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan
hartanya dan rela (tida) dengan pengalihan utang piutang tersebut.
c. Diketahui identitasnya.
2. Objek penjaminan (makful bihi)
a. Bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang atau
piutang.
b. Harus merupakan utang/ piutang mengikat, yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
c. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
d. Tidak bertentangan dengan syariah.
3. Ijab kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/ rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara Verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Untuk membantu masyarakat yang ingin menghindari riba dengan
mengalihkan utang yang timbul dari transaksi nonsyariah yang telah berjalan
menjadi transaksi yang sesuai syariah. Dewan Syariah Nasional mengeluarkan
fatwa terkait dengan pengalihan utang ini dan memberikan berbagai alternatif,
yaitu sebagai berikut.

26
Alternatif 1
1. LKS (Lembaga Keuangan Syariah) memberikan qardh kepada nasabah.
Dengan qardh tersebut ' nasabah melunasi kredit (utang)-nya. Dengan
demikian aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah
secara penuh.
2. Nasabah menjual aset dimaksud (1) kepada LKS dan dengan hasil penjualan
itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
3. LKS menjual secara murabahah, aset yang telah menjadi miliknya tersebut
kepada nasabah, dengan cara pembayaran secara cicilan/diangsur.

Alternatif 2
1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah
melunasi kredit (utang)-nya. Dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi milik nasabah secara penuh.
2. Nasabah menjual aset dimaksud angka kepada LKS, dan dengan hasil
penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada LKS.
3. LKS menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah,
dengan akad a1 ijarah al muntahiya bit tamlik.

Alternatif 3
1. LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK (Lembaga
Keuangan Konvensional). sehingga dengan demikian terjadilah syirkah
alvmilk antara LKS dan nasabah terhadap asd tersebut.
2. Bagian aset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud angka I adalah
bagian aset yang senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK.
3. LKS menjual secara murabahah bagian aset yang menjadi miliknya tersebut
kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.

27
alternatif 4
1. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah
dapat melakukan akad ijarah dengan LKS.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah
dengan menggunakan prinsip a.l-qardh.
3. Akad ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh dipersyaratkan
dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksudkan
angka 2.
4. Besar imbalan jasa ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah
sebagaimana dimaksudkan angka 2.

G. AKAD AL-RAHN (PINJAMAN DENGAN JAMINAN)


Pengertian Akad Rahn
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah
apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn
yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang. Akad rahn juga diartikan
sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan
penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang gadai baru dapat diserahkan kembali pada pihak yang
berutang apabila utangnya sudah lunas.

Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih memercayai pihak yang
berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah
kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin), namun dapat juga dilakukan oleh
pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayanya harus ditanggung
rahin. Besarnya biaya ini tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Apabila barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka


pihak yang menerima barang gadaian boleh memanfaatkannya atas seizin pihak
yang menggadaikan sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang gadaian.

28
Untuk barang gadai berupa emas tentu tidak ada biaya pemeliharaan, yang
ada adalah biaya penyimpanan. Penentuan besarnya biaya penyimpanan dilakukan
dengan akad ijarah.
Pada saat jatuh tempo yang berutang berkewajiban untuk melunasi utangnya.
Apabila ia tidak dapat melunasinya maka barang gadaian dijual kemudian hasil
penjualan bersih digunakan untuk melunasi utang dan biaya pemeliharaan yang
terutang. Apabila ada kelebihan antara harga jual barang gadaian dengan besarnya
utang maka selisihnya diserahkan kepada yang berutang tetapi apabila ada
kekurangan maka yang berutang tetap harus membayar sisa utangnya tersebut.
Dalam rahn, barang gadaian tidak otomatis menjadi milik pihak yang
menerima gadai (pihak yang memberi pinjaman) sebagai pengganti piutangnya.
Dengan kata lain fungsi rahn di tangan murtahin (pembcri utang) hanya berfungsi
sebagai jaminan utang dari rahin (orang yang berutang). Namun, barang gadaian
tetap milik orang yang berutang.

Skema Rahn

Keterangan:
(1) Pemberi pinjaman menyepakati akad rahn/rahn tajlisi dengan peminjam.
(2) Pemberi pinjaman menerima barang/surat berharga atas barang (jika fidusia).
(3) Penerima barang-barang akan mengembalikan barang yang dijamlnkan ketika
akad selesai.

29
Rahn Tajlisi
Selain akad rahn, pada tahun 2008 MUI juga mengeluarkan fatwa tentang Rahn
Tajlisi (Fidusia), Fatwa ini dikeluarkan dalam rangka mengurangi kendala yang
timbul sehubungan masalah jaminan khsususnya dalam masalah pemeliharaan dan
pemanfaatan jaminan.
Fidusia sendiri didefinisikan sebagai: pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. (UU
No. 42/1999). Fidusia sendiri dapat diterapkan untuk barang bergerak dan barang
tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, sehingga menjadi lebih
luas cakupannya. Jika perbankan syariah menggunakan akad rahn yang ada, maka
berarti yang melakukan penyimpanan jaminan adalah bank syariah, tetapi dengan
rahn tajlisi (fidusia) maka pihak yang menggadaikan dapat memanfaatkan barang
yang dijamin serta menanggung biaya pemeliharaan.
Agar sesuai dengan syariah, maka akad rahn tajlisi harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut: (l) biaya pemeliharaan harus ditanggung oleh pihak yang
menggadaikan, namun jumlah biaya pemeliharaan tidak boleh dihubungkan
dengan besarnya pembiayaan, (2) pihak penerima gadai dapat menyimpai bukti
kepemilikan sedangkan barang yang digadaikan dapat digunakan pihak yang
menggadaikan dengan izin dari penerima gadai, (3) jika terjadi eksekusi jaminan,
maka dapat dijual oleh pihak penerirna gadai tetapi harus dengan izin dari pihak
yang menggadaikan sebagai pemilik.

Berdasarkan persyaratan tersebut maka rahn tajlisi ini sama dengan rahn
biasa, yang membedakan hanya masalah pemanfaatan dan pemeliharaan saja.
Oleh sebab itu, dasar hukum dan ketentuan syariah akan sama dengan akad rahn.

30
Sumber Hukum
1. Al-Quran
jika kamu dalam perjalanan ( dan bermuamalah tidak secara tunai),
sedangkamu tidak memperoleh , seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. (QS 2283)

2. As-Sunah
Dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah pernah membeli makanan dengan
berutang dari seorang Yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi
kepadanya. (HR Bukhari, Nasai dan Ibnu Majah)

Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang


menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. (HR
Al Syafi'i, Al Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan


menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan
dan pemeliharaan. (HR jamaah kecuali Muslim dan Al Nasa'i)

Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun al-rahn ada empat, yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku, terdiri atas: pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang
menerima gadai (murtahin).
2. Objek akad berupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih).
Syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang
itu dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus
spesifik).
3. Ijab kabul/serah terima.

31
Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek yang digadaikan (marhun).
a. Barang gadai (marhun):
I) dapat dijual dan nilainya seimbang;
2) harus bernilai dan dapat dimanfaatkan;
3) harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik;
4) tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan).
b. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh
temponya.
3. Ijab kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling tida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal. tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi mdcrn.

Perlakuan Akuntansi Rahn


Bagi Pihak yang Menerima Gadai (Munahin)
Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima
atas barang
1. Pada saat menyerahkan uang pinjaman.
Jurnal:
Dr. Piutang xxx
Cr. Kas xxx
2. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan Penyimpanan.
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan xxx
3. Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan
penyimpanan.
Jurnal:
Dr. Beban xxx
Cr. Kas xxx

32
4. Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan
membuat tanda serah terima barang.
jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
5. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian
barang gadai dijual oleh pihak yang menggadaikan. Penjualan barang
gadai, jika nilainya sama dengan piutang.
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai
penjualan dengan saldo piutang.

Bagi Pihak yang Menggadaikan


pada saat menyerahkan aset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima atas
penyerahan aset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang
ng Yang digadaikan.
1. Pada saat menerima uang pinjaman.
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Utang xxx
2. bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan Penyimpanan
jurnal:
Dr. Beban xxx
Cr. Kas xxx
3. Ketika dilakukan pelunasan atas utang.
jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx

33
4. jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang
gadai dijual Pada saat penjualan barang gadai.
jurnal:
Dr. Kas xxx
Dr. Akumulasi Penyusutan (apabila aset tetap) xxx
Dr. Kerugian (apabila rugi) xxx
Cr. Keuntungan (apabila untung) xxx
Cr. Aset xxx
Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai.
Jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx
jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan barang
gadai tersebut, maka berarti pihak yang menggadaikan masih memiliki
saldo utang kepada pihak yang menerima gadai.

H. AKAD JUALAH (HADIAH)


Pengertian Ju'alah
ju'alah berasal dari kata jaala yang memiliki banyak arti: jumlah
imbalan,meletakkan, membuat, menasabkan. Menurut fiqih diartikan sebagai
suatu tanggung jawab dalam bentuk janji memberikan hadiah tertentu secara
sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa
yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan. Jika dikaitkan dengan hukum positif maka akad ju'alah bisa
dianalogikan dengan sayembara, imbalan, upah atau perlombaan.

Para ahli iikih sepakat bahwa akad jualah merupakan hal yang boleh
(jaiz), termasuk mazhab Maliki, Syafii, Hambali, serta Syiah. Walaupun para
imam mazhab berbeda pendapat penggunaan akad ju'alah untuk melakukan
muamalah, mazhab Hanafi dan Zhahiri melarang penggunaan akad ini untuk
muamalah dengan alasan adanya gharar karena dalam akad ju'alah boleh saja tidak
disebutkan secara jelas batas waktu, bentuk atau cara melakukannya.

34
Menurut Az-Zuhaili dalam Maksum (2008), perbedaan antara akad ju 'alah
dengan upah bekerja (ijarah dalam tenaga kerja) adalah sebagai berikut.
1. ]u'alah diberikan jika pekerjaan telah selesai, sedangkan upah sesuai
dengan ukuran tertentu.
2. Iualah tidak dibatasi oleh waktu, sedangkan upah ditentukan batas
waktunya. Walaupun mazhab Hambali dan Syafii membolehkan
menentukan batas waktu.
3. Ju'alah tidak bisa dibayar dimuka, sedangkan upah bisa dibayar di muka.
4. Ju'alah dapat dibatalkan meskipun upaya telah dilakukan asalkan belum
selesai, sedangkan upah tidak dapat dibatalkan karena mengikat.
5. Upah lebih luas ruang lingkupnya dari ju'alah.

Sumber Hukum
1. Al-Quran
Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban
unta dan aku menjamin terhadapnya. (QS 12: 71)
2. As-Sunah
Dari Abu Said Al Khudri r.a tentang seorang disengat kala pada suatu kaum
arab, ia berkata: Demi Allah aku sesungguhnya sanggup mengobati tetapi
demi Allah kami meminta makan kepadamu. Apabila kamu tidak mau
menjamu kami, aku tidak akan mengobati kamu hingga kamu janjikan kepada
kami satu hadiah. Lalu mereka janjikan 30 ekor biri-biri maka berjalanlah ia,
lalu dicobanya mengobati orang yang digigit kala itu dan dibacanya
hamdalah (alfatihah hingga akhir) tiba-tiba orang yang sakit itu seolah-olah
terlepas dari ikatan (sembuh) ..... kemudian mereka datang kepada Nabi
SAW, lantas menceritakan kepada Nabi dan Nabi bersabda: Di mana
engkau mengetahui bahwa al fatihah itu obat ? perbuatanmu itu betul. (HR
Muttafaq alaih)

35
Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun ju'alah ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
1. Pihak yang membuat sayembara/penugasan (al aqid/ al ja'il).
2. Objek akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al maj'ul).
3. Hadiah yang akan diberikan (al ji'l).
4. Ada sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab).

Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut.


1. Pihak yang membuat sayembara: cakap hukum, baligh, dan dapat juga
dilakukan oleh orang lain.
2. Objek yang harus dikerjakan:
a. harus mengandung manfaat yang jelas;
b. boleh dimanfaatkan sesuai syariah.
3. Hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya
harus jelas
4. Sah dengan ijab saja tanpa ada kabul.

Perlakuan akuntansi
Bagi Pihak yang Membuat Janji
saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil
atas sayembara tersebut.
Setelah sayembara tersebut terpenuhi, maka dijurnal:
Dr, Beban Iu'alah xxx
Cr. Kas/Aset Nonkas Lain xxx

Jika yang diberikan adalah aset nonkas lain maka harus dinilai dengan harga
wajar, setelah sebelumnya nilai aset nonkas tersebut dinilai sejumlah harga
wajarnya.

36
Bagi Pihak yang Menerima Janji
Saat mendengar janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil
atas sayembara tersebut.
Setelah sayembara tersebut terpenuhi, maka dijurnal:
Dr. Kas/Aset Nonkas Lain xxx
Cr. Pendapatan Jualah xxx

Jika yang diberikan adalah aset nonkas lain maka harus dinilai dengan harga
pasar.

I. CHARGE CARD DAN SYARIAH CARD (KARTU KREDIT


SYARIAH)
Pengertian Charge Card dan Syariah Card
Charge Card dan Syariah Card merupakan salah satu produk dari perbankan
syariah, sedangkan akad yang digunakan adalah kombinasi dari akad-akad yang
telah dijelaskan di atas.
Charge card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh
pemegang kartu (hamil albithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang
tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang
memberikan talangan (mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.
(Fatwa DSN MUI No. 42/DSN MUI/V/2004)
Syariah card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang
hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak
berdasarkan prinsip syariah.
Kedua jenis kartu tersebut merupakan pola pembiayaan seperti halnya
kartu kredit dan kartu debit di bank konvensional. Hanya saja, charge dan syariah
card tidak mengenakan bun ga, tetapi mengenakan ke atas keanggotaan dan
transaksi yang dilakukan. Dewan Syariah Nasional-MUI melalui Fatwa No.
42/DSN MUI/V 12004 dan Fatwa No. 54/DSN MULK/2006 menyetujui
penerapan layman produk charge dan syariah card kepada masyarakat melalui tiga
akad yaitu kafalah, ijarah, dan akad qard.

37
Atas transaksi tersebut, digunakan akad kafalah, di mana penerbit kartu
bertindak sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas
semua kewajiban bayar (dayu) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu
dengan merchant, dan/atau Penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank
penerbit kartu. Atas pemberian kafalah, penerbit kamu dapat menerima fee (ujrah
kafalah), Akad qardh, di mana penerbit kartu bertindak sebagai pemberi pinjaman
(muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank
atau ATM bank penerbit kartu. Penggunaan akad ijarah, di mana penerbit kartu
bertindak sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap
pemegang kartu. Atas ijarah ini, pemegang kartu dikenakan membership fee.
Walaupun dengan akad ini diperbolehkan, DSN -MUI memberikan banyak
batasan atas transaksi tersebut seperti: tidak menimbulkan riba, tidak digunakan
untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah, tidak mendorong pengeluaran
yang berlebihan ( israj), melihat kemampuan finansial pemegang kartu utama dan
tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah, dan tidak
mengakibatkan utang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn). Oleh karena,
memang tingginya kekhawatiran jatuh kepada riba melalui transaksi ini, dan atas
keterlambatan tidak akan disalurkan pada dana sosial, sedangkan tawidh
dibolehkan sebagai ganti rugi atas hal-hal yang sudah ditanggung oleh penerbit
kartu.

Sumber Hukum
1. Al-Quran
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, (QS Al-Isra' [17]: 26-
27)
2. Hadis
Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk
disalatkan. Rasulullah bertanya, Apakah ia mempunyai utang? Sahabat
menjawab, Tidak,. Maka, beliau menyalatkannya. Kemudian dihadapkan
lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, Apakah ia mempunyai utang?

38
Mereka menjawab, Ya. Rasulullah berkata, (Shalatkanlah temanmu itu
(beliau sendiri tidak mau menshalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata,
Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah. Maka Rasulullah pun
menshalatkan jenazah tersebut. (HR Bukhari)

Rukun dan Ketentuan Syariah


Mengingat transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka
rukun dan ketentuan syariahnya akan merujuk pada rukun dan ketentuan syariah
dari akad kafalah, ijarah, dan qardh hasan.

Perlakuan Akuntansi
Mengingat transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka
rukun dan ketentuan syariahnya akan merujuk pada perlakuan akuntansi dari akad
kafalah, ijarah dan qardh hasan.

39

Anda mungkin juga menyukai