Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN DASAR RUKUN IMAN

A. BERIMAN KEPADA ALLAH SWT


Beriman kepada Allah swt, sebagai prima causa telah diuraikan pada Bab sebelumnya,
bahwa pokok ajaran aqi-dah Islam adalah beriman dengan sebenar-benarnya kepa-da Allah
swt.[1]
Dalil nakli mentauhidkan Allah dalam (QS. Al-Ikhlas/-112 : 1-4):

(1) Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa;


(2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu;
(3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan;
(4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Dalam pembuktian tentang wujud Allah, Sayid Sabiq menjelaskan tiga teori yang
menjelaskan asal peristiwa alam semesta yang mendukung keberadaan Allah, yaitu:
1. Paham yang berpandangan bahwa alam semesta itu ada dari yang tidak ada (areation ex-
nihilo) atau ter-jadi dengan sendirinya.
2. Paham yang berpandangan bahwa alam semesta ini berasal dari sel (jauhar) yang
merupakan inti karena dari sanalah muncul segala sesuatu yang terdapat di alam semesta.
3. Paham yang berpandangan bahwa alam semesta ada yang menciptakan, yaitu Allah swt
Yang Maha Pen-cipta.[2]
Dalam pembuktian tentang adanya Allah, Ibn Rusyd menggunakan dua dalil, yaitu:
Pertama, dalil al-Inayah, intinya bahwa kesempurnaan struktur susunan alam semesta
menunjukkan adanya tu-juan tertentu pada alam. Tidak mungkin alam semesta yang kita lihat
terjadi secara kebetulan, pasti telah ditentukan tujuannya. Alam adalah natijah, dari hikmah
ketuhanan yang sangat mendalam.
Kedua, dalil Ikhtira, intinya bahwa yang ada (maujud) adalah makhluk (ciptaan),
terutama pada makhluk hidup.[3]
Keutamaan Asmaul Husna
Asmaul Husnah, adalah nama-nama Allah yang Maha Mulia atau indah. Bagi seorang
muslim sangat dianjurkan untuk mengamalkan Asmaul Husna untuk senantiasa
menyebutnya (zikrullah) dalam renungan dan menyakini keagungan asma Allah tersebut,
dengan demikian maka iman seseorang semakin tak tergoyahkan. Oleh karena itu, menurut
pandangan Islam disunnahkan dalam pemberian nama kepada setiap bayi yang baru lahir
dengan nilai-nilai Asmaul Husna.
Keagunagan amalan Asmaul Husna disebutkan dalam firman Allah swt, (QS. Al-Araf/7
: 180).






Terjemahnya:
Dan hanya milik Allah Asmaul Husna, Maka bermo-honlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyim-pang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan .

Dalam konteks hadis disebutkan Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama.
Barang siapa yang meng-hafalnya, ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil dan
(Allah) amat cinta kepada yang ganjil (HR. Jamaah).
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziah, dengan mengetahui, memperyai, dan menetapkan
hakikat sifat-sifat Allah dalam hati, adalah langkah menuju Allah swt.[4]
Berdasar uraian tersebut dapat dipahami, bahwa me-yakini keagungan Allah dengan
segala sifat-sifat-Nya ha-ruslah dengan suatu keyakinan yang kuat dalam hati.
B. BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH
Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah swt, asal kejadiannya
diciptakan dari Nur atau Cahaya yang memiliki kekuatan dengan wujud dan sifat tertentu
dan senantiasa mengabdi dan sangat taat kepada Allah swt para Malaikat tidak pernah
membantah perintah Allah.[5]
1. Hakikat Beriman Kepada Para Malaikat
Beriman kepada Malaikat di dasarkan pada dalil Nakli (al-Quran), antara lain pada (QS.
Al-Baqarah/2 : 285):










Terjemahnya:
Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-Malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak mem-beda-bedakan
antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:
"Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali."

2. Nama-nama Malaikat dan Tugasnya

Hakikat jumlah Malaikat hanya Allah yang menge-tahui, namun berdarkan petunjuk
dalil Nakli dalam al-Quran dan hadis, ada sepuluh Malaikat yang hartus diketahui oleh
setiap muslim, yaitu:
1. Malaikat JIBRIL, atau disebut Ruhul Amin dan Ruhul Qudus, bertugas menyampaikan
wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul.
2. Malaikat MIKAIL, bertugas mengatur dan menyam-paikan rezki kepada seluruh makhluk-
Nya, termasuk mengatur hujan, angin dan binatang.
3. Malaikat ISRAFIL, bertugas meniup sangkakala pada saat manusia dibangkitkan dari kubur.
4. Malaikat IZRAIL, bertugas untuk mencabut cawa selu-ruh makhluk, termasuk Malaikat,
manusia, jin, dan mencabut nyawanya sendiri.
5. Malaikat RAQIB, bertugas mencatat amal manusia sejak akil balig selama hidupnya.
6. Malaikat ATID, bertugas mencatat amal kejahatan ma-nusia selama hidupnya.
7. Malaikat MUNKAR, bertugas menjaga alam kubur dan memberi pertanyaan bersama
malaikat NAKIR.
8. Malaikat NAKIR, bertugas menjaga alam kubur dan memberi beberapa pertanyaan, tentang
Tuhan, agama, Nabi, Kitab Suci, qiblat, dan sahabatnya.
9. Malaikat MALIK, bertugas menjaga pintu neraka tem-pat manusia disiksa karena
kedurhakaannya.
10. Malaikat RIDWAN, bertugas menjaga pintu syurga tempat para hamba Allah menerima
balasannya.[6]
Malaikat sebagai makhluk Allah yang ghoib mempu-nyai beragam bentuk dan sifat-sifat
antara lain:
a. Malaikat itu tidak berjenis kelamin laki-laki atau pe-rempuan.
b. Malaikat tidak memiliki hawa nafsu, tidak makan, tidak minum dan tidak tidur.
c. Malaikat tidak mati sebelum datangnya kiamat.[7]
d. Malaikat dapat menjelma atau berubah bentuk, antara lain menyerupai manusia, dan selalu
bersujud kepada Allah swt serta senantiasa memohonkan ampunan untuk orang-orang
beriman.[8]
e. Malaikat diciptakan dari Nur atau cahaya.[9]
Selain makhluk halus Malaikat, Allah juga menciptakan makhluk halus yang lain,
yaitu jin, setan dan iblis. Ketiga makhluk tersebut merupakan makhluk halus yang dicip-
takan Allah yang diberi sifat tersendiri sehingga dapat berubah wujud dengan bentuk yang
bermacam-macam.
Ketiga makhluk tersebut dapat menampakkan diri dalam bentuk binatang, memiliki
pemahaman dan kemam-puan melakukan hal-hal yang sulit, berbeda dengan ma-nusia.
Sebagian ulama berpandangan, bahwa jin dan setan adalah makhluk yang berasal dari api
yang halus. Jin diciptakan dari api, ada yang beriman dan ada yang kafir sebagaimana
manusia, ada yang masuk surga dan yang masuk neraka, ada laki-laki dan perempuan.
Jumlah jin dapat bertambah dan dapat berkurang, sebab jin bisa mati sebelum datang hari
Kiamat, Jin juga membutuhkan makan dan minum serta bentuknya dapat berubah-ubah[10]
Selain jin, ada pula setan dan iblis. Makhluk iblis di-kenal sebagai musuh Allah swt.
Dalam kamus Al-Misbah Al-Munir disebutkan ablasa min rahmatillah, yaitu putus asa dari
rahmat Allah swt sehingga diberi nama iblis, pe-kerjaan iblis adalah menyesatkan manusia ke
dalam jalan maksiat dan dosa. Bentuk iblis atau setan sangat halus se-hingga tidak adapat
dilihat dengan pancaindra manusia. Ada sebagian ulama menyatakan, bahwa setiap nafsu
buruk yang mengajak kepada kemungkaran dinamakan setan (iblis).[11]
Menurut Ibnu Aqil sebagaimana dikutif Asy-Syibli dalam bukunya Akam al-Marjan fi
Akhkam al-Jann, bahwa jin menurut bahasa artinya tersembunyi, terhalang, ter-tutup.
Disebut jin, karena karena mkhluk ini terhalang tidak dapat dilihat dengan kasat mata
manusia.
Dapat disimpulkan, bahwa jin yang ingkar kepada Allah dinamakan setan, makhluk
yang pertama kali disebut setan adalah iblis, dengan kata lain, iblis itu makhluknya
sedangkan setan adalah sifatnya.
Tentang penciptaan jin firman Allah dalam (QS. Al_Hijr/15 : 27).


Terjemahnya:
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) da-ri api yang sangat panas.
Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, hal itu terdapat pada (QS. al-
Baqarah/2 :168)





Terjemahnya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena Sesung-guhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.
C. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Beriman kepada kitab-kitab Allah, berarti beriktikad atau menyakini tanpa keraguan
bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab sucinya kepada para Nabi dan Rasul-
Nya.[12]
Kitab-kitab yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya yang wajib diketahui
oleh setiap muslim, adalah sebagai berikut:
1. Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa as, wila-yah Israil dan Mesir sekitar abad 12 sM.
2. Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud as, di wi-layah Israil sekitar abad 10 sM.
3. Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa as, di wilayah Yerusalem sekitar permulaan abad I.
4. Kitab al-Quran, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw di wilayah Mekkah-Medinah pada
abad ke-6 M.
Keempat kitab suci itu, disebut kitab-kitab langit (al-kutub al-samawiyah) karena kitab-
kitab tersebut diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah swt yang diwahyu-kan kepada
para Nabi dan Rasul. Namun, kitab-kitab se-belum al-Quran tersebut telah terkontaminasi
oleh ta-ngan-tangan kotor manusia sebagaimana dijelaskan da-lam beberapa ayat dalam al-
Quran.[13]
Selain Kitab-kitab yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, Allah juga
mewahyukan Shuhuf Shuhuf (wahyu yang di tulis dalam lembaran-lembaran), sebagai
berikut:
1. Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Adam as.
2. Allah mewahyukan 50 Shuhuf kepada Nabi Syits as.
3. Allah mewahyukan 30 Shuhuf kepada Nabi Idris as.
4. Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Ibrahim as.
5. Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Musa as.[14]

1. Ajaran Pokok Kitab Taurat.


Sepuluh firman (hukum) yang diturunkan Allah swt kapada nabi Musa as di bukit
Thurisina, sebagai berikut:
1) Keharusan mengakui keesaan Allah swt;
2) Larangan menyembah patung dan berhala, karena Allah tidak dapat diserupakan dengan
makhluk-Nya baik yang ada di langit, bumi maupun air;
3) Larangan menyebut Allah dengan sia-sia;
4) Memuliakan hari Sabtu;
5) Menghormati ayah ibu;
6) Larangan membunuh sesama manusia;
7) Larangan berbuat zina;
8) Larangan mencuri;
9) Larangan menjadi saksi palsu;
10) Larangan berkeinginan memiliki atau menguasai hak orang lain dengan cara yang tidak
halal.[15]
Demikian telah disebutkan intisari isi Taurat yang se-sungguhnya (asli). Namun kitab
Taurat yang sekarang di kalangan Yahudi, merupakan karangan Yahudi pada masa dan
waktu yang berbeda.[16]
Menurut Sayid Sabiq, bahwa kitab Taurat yang bere-dar sekarang sudah tidak murni lagi
dan terkontaminasi karena sudah terdapat sejumlah penambahan dan pengu-rangan dari para
pengikutnya.[17]
2. Ajaran Pokok Kitab Zabur.
Ajaran pokok kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi daud as, antara lain dalam
rangkuman berikut:
Besarkan olehmu akan Allah, Wahai Jiwaku pujilah Allah. Maka aku akan memuji
Allah seumur hidupku dan aku akan menyajikan puji-pujian kepada tuhanku selama aku ada.
Jangalah kamu kepada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai pertolongan.
Maka putuslah nyawanya dan kembalilah pada tanah asalnya dan pada hari itu hilanglah
segala daya upayanya. Maka berbahagia orang yang memperoleh Yakub sebagai
penolongnya dan yang menaruh harapan kepada Tuhan Allah yang menja-dikan langit, bumi,
dan laut serta segala isinya, dan mena-ruh setia sampai selamanya. Yang membela orang
terani-aya dan memberi makan orang yang lapar. Bahwa Allah membuka rantai orang yang
terpenjara. Dan Allah mem-bukakan mata orang buta, Allah menegakkan orang yang
tertunduk dan Allah mengasihi orang yang benar. Maka Allah memelihara orang dagang
serta ditetapkannya anak yatim dan perempuan bujang, seperti jalan orang jahat itu
dibalikkannya. Allah akan berkerajaan kelak sampai sela-ma-lamanya dan Tuhanmu, wahai
Zion! Zaman berza-man. Berdasarkan Allah olehmu.[18]
3. Ajaran Pokok Kitab Injil.
Kitab Injil adalah kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa as, pada permulaan abad
I di Yerusalem dan ha-nya disyariatkan kepada umat Nabi Isa as, yaitu kaum Nasrani. Oleh
karena itu, masa pensyariatan Injil dibatasi oleh waktu, yaitu sampai saat datang dan
diutusnya Nabi Muhammad saw.[19]
Injil berasal dari bahasa Ibrani yang artinya kabar gembira, maksudnya berita akan
datangnya utusan Allah swt, yakni Nabi Muhammad saw untuk seluruh alam.[20]
Dalam kitab Injil yang original (asli) terdapat karangan yang benar dan yang nyata, yaitu
perintah Allah swt ke-pada umat manusia untuk memahasucikan Allah serta melarang
menyekutukan-Nya dengan benda atau mak-hluk lainnya. Injil asli masih memuat
keterangan bahwa pada akhir zaman akan datang seorang nabi terakhir (Nabi
Muhammad). Injil yang sekarang beredar dikenal dengan Injil Matius, Injil Markus, Injil
Lukas, dan Injil Yohanes. Dari keempat Injil tersebut banyak terdapat perbedaan
pendapat dan bertentangan satu sama lain. Menurut para ahli, Injil tersebut memuat
tulisan dan catatan tentang kehidupan Nabi Isa as dan kepercayaan yang ada di dalamnya
merupakan hasil pemikiran Paulus, bukan pendapat orang-orang Hawari (para pengikut
Nabi Isa as).[21]
Dalam Ensiklopei Islam, yang dikutip oleh Dasuki, Al-Maududi berkata, Kaum
Nasrani mengakui bahwa mereka tidak lagi memiliki kitab yang asli dan hanya memiliki
kitab terjemahannya.[22]
4. Ajaran Pokok Kitab al-Quran.
Pokok-pokok kandungan isi al-Quran, dapat di pilah sebagai berikut:
a. Ajaran aqidah;
b. Ajaran akhlak;[23]
c. Ajaran dorongan dan bimbingan akan hikmah-hik-mah alam;
d. Ajaran kisah-kisah umat terdahulu;
e. Ajaran janji dan ancaman buruk yang datangnya dari Allah swt.
f. Ajaran hukum-hukum ibadah dan muamalah.[24]
Nama-nama al-Quran yang Masyhur
1. Al-Qruran, artinya Dibaca (selalu dibaca);
2. Al-Kitab, artinya Mushaf (bentuk buku);
3. Al-Dzikr, artinya Peringatan (dakwah);
4. Al-Furqan, artinya Pemisah, (haq dan batil);
Hakikat Iman kepada Kitab (al-Quran), yaitu:
a. Menyakini dengan sungguh-sungguh dan sebenar-banarnya, bahwa al-Quran datangnya
dari Allah.
b. Menjadikan al-Quran sebagai petunjuk atau pedo-man hidup.
c. Memahami pokok-pokok kandungan isi al-Quran.
d. Mengamalkan ajaran al-Quran sesuai denagn petun-juk syari.
Kedudukan al-Quran terhadap Kitab-kitab sebelum-nya antara lain dijelaskan dalam
(QS. Al-Maidah/5 :48).


Terjemahnya:
Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran de-ngan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan se-belumnya)
dan batu ujian
D. BERIMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
Nama-nama 25 Nabi dan Rasul yang wajib diketahui, disebutkan dalam al_Quran,
yaitu:
1. Nabi Adam as.
2. Nabi Idris as.
3. Nabi Nuh as.
4. Nabi Hud as.
5. Nabi Shalih as.
6. Nabi Ibrahim as.
7. Nabi Luth as.
8. Nabi Ismail as.
9. Nabi Ishaq as.
10. Nabi Yakub as.
11. Nabi Yusuf as.
12. Nabi ayub as.
13. Nabi Syuaib as.
14. Nabi Musa as.
15. Nabi Harun as.
16. Nabi Zulkifli as.
17. Nabi Daud as.
18. Nabi Sulaiman as.
19. Nabi Ilyas as.
20. Nabi Ilyasa as.
21. Nabi Yunus as.
22. Nabi Zakaria as.
23. Nabi Yahya as.
24. Nabi Isa as.
25. Nabi Muhammad saw.
Dari ke 25 Nabi dan Rasul tersebut, 5 di antaranya mendapat gelar atau julukan Ulul
Azmi [25] yaitu:
1. Nabi Nuh as.
2. Nabi Ibrahim as.
3. Nabi Masa as.
4. Nabi Isa as.
5. Nabi Muhammad saw.
Menurut Imam Al-Jazairi, beriman kepada para Nabi dan Rasul Allah, adalah percaya
bahwa sesungguhnya Allah swt mempunyai utusan yang diutus karena belah kasih Allah
swt dan keutamaan yang mana para utusan membawa kabar bahagia berupa pahala bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan, dan kabar buruk berupa siksa bagi orang yang
berbuat keburukan (maksiat) dan menerangkan kepada manusia tentang sesuatu yang
dibutuhkan dari beberapa kenikmatan agama dan dunia, dan memberikan manfaat kepada
mereka tentang apa yang disampaikan para utusan dengan pangkat yang mulia, dan Allah
swt telah memberikan kekuasaan kepa-da mereka berupa ayat-ayat (tanda) yang tampak,
dan mukjizat-mukjizat yang jelas bahwa Nabi Adam as se-bagai Nabi pertama dan
Muhammad saw sebagai Nabi penutup.[26]
Beberapa sifat-sifat agung Rasulullah saw dan para Rasul Allah, sebagai berikut:
1. Shiddiq, artinya jujur. Benar dalam segala ucapan-nya, mustahil bersifat kidzib atau
dusta. Pasti benar dalam pengakuannya sebagai utusan Allah serta be-nar pula dalam
segala yang disampaikannya.
2. Amanah, artinya terpercaya, mustahil bersifat hianat, karena sifat rasul itu maksum
yakni terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa, serta terjaga dari ke-mungkaran lahir
batin.
3. Tabligh, artinya bersifat amanah dalam menyampai-kan segala yang datangnya dari
Allah swt.
4. Fathanah, artinya cerdas. Seorang Rasul itu memliki keagungan dan kecerdasan nalar
dan qalbunya yang luar biasa.[27]
Gambar: 5
DESKRIPSI SIFAT-SIFAT RASULULLAH

Nabi dan Rasul Muhammad saw mempunyai perbe-daan yang sangat prinsip atau
mendasar dengan para Nabi dan Rasul yang lain. Menurut Imam Al-Jazairi, tiga
perbedaan prinsip tersebut, adalah:
1. Risalah atau kerasulan Nabi Muhammad saw itu di- peruntukkan bagi seluruh umat
manusia, sedangkan para nabi dan Rasul sebelumnya, diutus hanya untuk bangsa atau
umat tertentu. Hal itu sesuai dengan firman Allah (QS. Saba/34 : 28):



Terjemahnya:
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi ke-banyakan manusia
tiada mengetahui.

2. Risalah Nabi Muhammad saw bersifat universal, ka-rena risalah kenabian yang dibawa
oleh junjungan Nabi Muhammad saw berupa agama Islam dinyata-kan telah sempuna,
sehingga tidak perlu adanya ri-salah yang baru. Hal sesuai dengan firman Allah swt (QS.
Al-Maidah/5 :3):





Terjemahnya:
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nik-mat Aku, dan telah Aku ridhai Islam itu Jadi agama bagimu
3. Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul. Hal itu sesuai dengan firman
Allah (QS. Al-Ahzab/33 :40):


Terjemahnya:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari se-orang laki-laki di antara kamu., tetapi
Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Berdasarkan uraian di atas, maka bagi seorang mus-lim tidak ada keraguan bahwa
Rasulullah saw sebagai Uswah al-Hasanah (teladan terbaik), dan sebagai Nabi dan
Rasul yang terakhir (penutup), tidak lagi Rasul sesu-dahnya, untuk itu Nabi Muhammad
Rasulullah saw men-jadi Rahmatan li al-Alamin, yakni Rahmat bagi Semesta Alam. Hal
itu sesuai dengan firman Allah (QS. Al-Anbi-ya/21 :107):

Terjemahnya:
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan un-tuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
E. BERIMAN KEPADA HARI KIAMAT
Penyebutan hari Kiamat, kadang disebut sebagai al-Yaum al-Akhir atau hari akhir,
sekaligus merupakan ke-hidupan pertama pada kehidupan yang kedua, dan mem-punyai
makna kebinasaan alam semesta dan terhentinya kehidupan seluruh makhluk-Nya secara
total, dan meru-pakan tanda berakhirnya kehidupan dunia menuju kehi-dupan kekal di
akhirat.[28]
Dalam berbagai kajian tentang hari kiamat mempu-nyai banyak nama, terdapat lebih
20 nama yang masyhur dalam al-Quran, Imam Al-Ghazali dan Al-Qurthubi menyebut 50
nama, di antaranya, sebagai berikut:
1. Yaum al-Qiyamah, atau Hari Qiamat, seperti dalam (QS. An-Nisa/4 : 97).
2. Al-Yaum al-Akhir, atau Hari Akhir, seperti dalam (QS. Al-Baqarah/2 :77).
3. Yaum al_Baats, atau Hari Kebangkitan), seperti dalam (QS. Ar-Rum/30 :56).
4. Yaum ad-Din atau Hari Pengadilan, seperti dalam (QS. al-Mursalat/77 :38).
5. Yaum al-Hayr, atau Hari Dikumpulkan), seperti dalam (QS. Maryam/19 :39).
6. Yaum al-Hisab atau Hari Perhitungan, seperti dalam (QS. Shad/ :26).
7. Yam al-Azifah atau Hari Penggoncangan Jiwa), se-perti dalam (QS. Ghafir/64 :18).

Macam, dan nama-nama Surga,[29] yaitu:


a. Surga Firdaus.
b. Surga And.
c. Surga Naim.
d. Surga Mawa.
e. Surga Darussalam.
f. Surga Darul Muqamah.
g. Surga Al-Maqam al-Amin

Nama-nama Neraka, menurut al-Quran,[30] yaitu:


a. Neraka Jahanna.
b. Neraka al-Jahannam.
c. Neraka al-Jahim.
d. Neraka al-Hawiyah.
e. Neraka Wail
f. Neraka Lazha.
g. Neraka Sair.
h. Neraka Saqar.
i. Neraka al-Huthamah.
Hikmah Iman kepada Hari Akhir
Di antara hikmah kepada hari Akhir, dapat diurai-kan sebagai berikut:
1. Meneguhkan tujuan hidup seorang muslim untuk meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
2. Menjadi sumber inspirasi untuk melahirkan etos beramal saleh dengan sebaik-baiknya.
Karena me-nyadari hidup di dunia ini sangat singkat, kesem-patan, waktu, tenaga,
pikiran, dan peluang yang ter-batas tersebut harus dijadikan modal yang amat baik untuk
meraih kepuasan, kelezatan, dan kenikmatan di akhirat.
3. Sumber generator yang senantiasa membangkitkan kekuatan moral dalam penegakkan
keadilan dan ke-benaran.[31]

F. BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADAR


Secara etimologi, qadha, artinya antara lain, memu-tuskan, menunaikan, membayar,
mencegah. Secara termi-nology qadha dapat diartikan sebagai pengetahuan Allah tentang
segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi. Se-dangkan qadar menurut etimologi
berarti, mengukur memberi kadar/ukuran. Jika anda berkata, Allah menak-dirkan,
seharusnya dipahami, bahwa Allah memberi ka-dar/ukuran/batas tertentu dalam diri/sifat
dan kemam-puan maksimal mahkluk-Nya.[32]
Hubungan qadha dan qadar sangat erat. Qadha adalah rencana, ketentuan atau
hokum Allah sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hokum atau
ketentuan Allah. Jadi hubungan ini ibarat hubungan antara rencana dan pelaksanaan, atau
qadar itu merupakan perwujudan dari qadha.[33]
Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar, para ulama membagi qadar dalam
dua macam, yaitu: qadar mubram dan qadar muallaq.
1. Qadar Mubram
Qadar mubram adalah sesuatu yang sudah ditetap-kan sejak zaman azali dan tidak
dapat diusahakan atau diubah oleh manusia. Ketetapan azali ini akan sesuai de-ngan apa
yang terjadi. Inilah yang dimaksud dengan ung-kapan wa tammat kalimatu rabbika
QS. Al-Anam/6 : 115.[34] Contoh, qadar mubram adalah, kematian. Setiap orang pasti
mati, dan tidak ada satu makhluk hidup yang bisa terhindar dari kematian. Sebagaimana
pada (QS. An-Nisa/4 ;78).

...
Terjamahnya:
Di mana saja kamu berada, kematian akan menda-patkan kamu, Kendatipun kamu di
dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh,
2. Qadar Muallaq
Qadar muallaq adalah ketentuan Allah bergantung pada ikhtiar dan doa seseorang,
sebagaimana dalam (QS. Ar-Rad/13 :11):






Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah meng-hendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
Berdasar uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya qadar atau
takdir muallaq itu bisa berubah karena ikhtiar (melakukan amalan yang terpuji) dan doa
yang ijabah. Karena hakikatnya manusia tidak tahu apa yang mungkin akan terjadi atau
yang mungkin akan menimpa dirinya, oleh karena itu, manusia wajib untuk senantiasa
berbuat kebajikan dan berdoa kepada Allah dengan mengharapkan rahmat-Nya.
Contoh, boleh jadi di suatu rencana perjalanan si pulan, ia dihadang oleh seorang
perampok, namun men-jelang keberangkatan si pulan tadi, si pulan telah sepe-nuhnya
berdoa kepada Allah agar dalam perjalanannya diberi keselamtan, walhasil karena doa si
pulan makbul, maka ketika si pulan lewat di tempat penghadangan, ternyata
perampoknya tertidur pulas, dan baru terba-ngun setelah si pulan tadi jauh melewati
tempat peng-hadangan tersebut, maka selamatlah si pulan dari bahaya perampokan.

Gambar: 6
DESKRIPSI MACAM-MACAM TAQDIR
Pengaruh Keimanan Terhadap Takdir
Menurut Umar Sulaiman Abdullah al-Asyqar, iman kepada qadha dan qadar atau
takd ir mempunyai penga-ruh dalam kehidupan seorang mukmin, sebagai berikut:
1. Giat berjuang dan berikhtiar. Apabila perjuangan dan usaha dilakukan dalam bentuknya
yang benar niscaya manusia akan giat berjuang dan berusaha, sebab tanpa perjuangan dan
usaha yang berpijak pada sunnatullah niscaya perjuangan dan usaha itu tidak sampai pada
tujuan yang diinginkan.
Dengan memahami takdir dalam bentuknya yang te-pat, manusia akan terhindar dari
sikap fatalis yang akan menjerumuskannya pada bencana dan keseng-saraan. Oleh karena
itu setiap mukmin harus beri-badah, bertindak, berjuang dan berusaha dengan berpijak
pada yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
2. Terhindar dari kemusrikan. Ketauhidupan dicapai dengan keyakinan bahwa Allah adalah
satu-satunya Dzat yang menciptakan makhluk. Allah satu-satunya yang mengatur semua
makhluk.
3. Teguh bersikap dalam keadaan segala keadaan, baik ketika senang maupun susah.
Menjadikan seseorang menghadapi persoalan hidupnya dengan keteguhan. Tidak terbuai
ketika memperoleh kenikmatan dan tidak putus asa ketika memperoleh kesusahan. Meya-
kini, bahwa kenikmatan atau musibah datangnya dari Allah swt.
4. Senantiasa dalam kondisi waspada. Seorang mukmin akan senantiasa waspada agar tidak
terjerumus ke dalam kesesatan dan agar kehidupannya di dunia berakhir secara buruk.
5. Menghadapi kesulitan dengan hati yang mantap. Hal ini disebabkan bahwa kesulitan
yang sudah dihadapi sudah ditetapkan Allah. Seorang mukmin akan tetap menghadapi
kesulitan hidupnya dengan hati yang mantap, bukan dengan perasaan putus asa.[35]
Dari uraian tersebut memberi pemahaman, bahwa dengan beriman kepada qadha
dan qadar atau takdir secara benar, maka akan mebjadikan seorang mukmin semakin
optimis untuk senantiasa berusaha dan berdoa dengan penuh harap dan keyakinan, bahwa
Allah akan senantiasa melimpahkan sifat rahim-Nya. Hal itu dida-sarkan pada dalil nakli
(QS. Ar-Rad/13 :11), bahwa se-sungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, ke-
cuali kaum itu sendiri yang berusaha merubahnya.
[1] Beriman kepada Allah adalah prima causa, artinya apabila seseorang telah beriman secara istiqamah
kepada Allah, maka niscaya akan ber-iman pula kepada rukun-rukun iman berikutnya.
[2] Sayid Sabiq, Aqidah Islam; Pola Hidup Manusia Beriman, terj. Moh. Abdai Rathomy, Bandung:
Diponegoro, 1999, hlm. 61.
[3] A. zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 65.
[4] Lihat Muhammad Chirzin dan Sulaiman Yusuf, 40 Hiasan Muk-min; Jalan Mudah Menjadi Mukmin
Sejati, Bandung: Mizan Pustaka, 2008, hlm. 26-27.
[5] Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Aqidah, Ban-dung: Remaja Posdakarya, 1993 hlm, 31.
[6] M. Quraish Shihab,Yang Tersembunyi, hlm. 268, dan lihat pula A. Zainuddin dan Jamhari,al-Islam
I, hlm. 106.
[7] Lihat uraian M. Quraish Shihab, Yang Tersembunyi, hlm. 257, Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, hlm.
94-101.
[8] Lihat penjelasan (QS. Maryam/19 :16-17, Hud/11 :69, dan Al-Hijr/15 : 30, Al-Mukmin/40 :7).
[9] Malaikat-Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa
yang telah dite-rangkan kepadamu semua,..(H. Riwayat Muslim).
[10] Lihat Muhamad Ali Ali Hamadussayyadabi, Haqiqat Al-Jinn wa Al-Syayathin fi Al-Quran wa Al-
Sunnah, Sudan Khurtum: Dar Al-Harits, 1987/1407H, hlm. 9-10. Lihat (QS. Al-Jin/72 :27).
[11] Abdul Zakiy Al-Kaaf dan Mannan Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, hlm. 110-111.
[12] Lihat lebih lengkap,(QS. An-Nisa/4:136), ayat ini mengingatkan bahwa seorang yang beriman kepada
Allah swt atau orng muk-min itu, wajib menyakini kebenaran al-Quran, dan kitab-kitab sebelumnya.
[13] Lihat lebih lengkap, Muhammad Daud Ali,Pendidikan Agama Islam, h. 214-215, bahwa perubahan ayat-
ayat dalam kitab suci sebelum al-Quran, ada yang dilakukan dengan sengaja, ada yang tidak disengaja.
Ketidaksengajaan terjadi, akibat terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
[14] Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Islam I, Bandung: Pustaka Rizki Putera, 2001, h. 272. Lihat pula Zainuddin dan
Jamhari, Al-Islam I, Ban-dung: Pustaka Setia, 1999, hlm. 125-126.
[15] Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, h. 126-127.
[16] Al-Kaaf dan Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, h. 116.
[17] Sayid Sabiq,Aqidah Islam Pola hidup Manusia Beriman,Ban- dung: Diponegoro, 1999, h. 268. Lihat
lebih lengkap, perubahan keaslian ajaran Taurat dalam (QS. Al-Baqarah/2 : 75) dan (QS. An-Nisa/4 :46).
[18] Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 127-128.
[19] Hakim dan Mubarak, Metodologi Studi Islam, hlm. 119.
[20] Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 128
[21] Lihat (QS. Al-Maidah/5 : 13-15), lihat pula Dasuki, Ensiklopedi Islam, hlm.224.
[22] Lihat Dasuki, Ensiklopedi Islam, hlm. 224.
[23] Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan Me-dia Uta-ma, 2013, hlm. 57.
[24] Ibid. hlm. 57.
[25] Ulul Azmi, terdiri dari dua kata, Ulul dan Azmi, Ulul, artinya yang empunya (jamak), Azmidari kata Azmi
mengandung arti rasul-rasul Allah yang mempunyai keteguhan hati, tabah dan sabar yang luar biasa dalam
mendakwahkan agama Allah swt.
[26] Thahir bin Shalih Al-Jazairi, Jawahir Kalamiyah. Terjemah Moh. Thahir bin Abd. Rahman, Surabaya:
Hidayah, tt., hlm. 32.
[27] Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004,
hlm. 122.
[28] Lihat Muhammad Ibn Jabir Al-Thabari, Jami Al-Bayan, Jilid 21, ed. Mahmud Muhammad Syakir,
Kairo Dar Al-Kutub, t.t., hlm. 9. Menurut Al-Thabari, bahwa kehidupan akhirat itu kehidup-an kekal abadi
tidak kematian di dalamnya serta tidak tipu daya sebagimana kehidupan duniawi.
[29] Lihat (a) QS. al-Kahf/18 :107-108, (b) QS. al_Kahf/18 :30-31, (c) QS. Luqman/31 :8-9, (d) QS. As-
Sajdah/32 :19, (e) QS. Yunus/10 :25, (f) QS. Fatir/35 :34-35, (g) QS. Ad-Dukhan/44 :51.
[30] Lihat (a) QS. At-Taubah/9 :63; (b) QS. Ad-Dukhan/44 :56; (c) QS. Qariah/ 101 :8-11; (d) QS.
Mutaffifin/83 :1-3; (e) QS. Al-Maa-arij/70 :15-18; (f) QS. Al-Mulk/67 :5; (g) QS. Al-Muddassir/74 :26-30;
(h) QS. Huzamah/104 :4-9;
[31] Team Tafsir Tematik, Keniscayaan Hari Akhir, hlm. 24.
[32] Lihat Umar Sualiman Abdullah Al-Asyqar, al-Qadha wa al-Qa-dar, Beirut: Dar Al-Nafais, 2005, hlm.
22.
[33] Chirzin, Konsep dan Hikmah Aqidah Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997, hlm. 105.
[34] Lihat Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasin Al-Tawil, Jilid 4, Beirut: Dar Al-Kutub, 1418H, hlm. 473.
[35] Lihat Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Al-Qadha wa Al-Qadar, 109, lihat pula Afif
Muhammad, et.al., Tauhid, Bandung: Dunia Ilmu, 1986, hlm. 68.

Anda mungkin juga menyukai