Anda di halaman 1dari 69

1

Bundaran Hukum dalam Lembaran


Bundaran Hukum dalam
Lembaran

Idik Saeful Bahri


BUNDARAN HUKUM DALAM LEMBARAN

Idik Saeful Bahri

Desain Cover :
Idik Saeful Bahri

Sumber :
Canva Design

Tata Letak :
Idik Saeful Bahri

Proofreader :
Idik Saeful Bahri

Ukuran :
Uk: 17.5x25 cm

Cetakan Pertama :
Desember 2021

Hak Cipta 2021, Pada Penulis


Isi merupakan tanggung jawab penulis seluruhnya
Copyright © 2021 by Bundaran Hukum
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku elektronik ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

TERBITAN ELEKTRONIK PRIBADI


BUNDARAN HUKUM
Jalan Raya Lengkong, Garawangi, Kuningan, Jawa Barat, 45571
Telp/Faks: (0232) 873-961
E-mail: idikms@gmail.com

iii
BUKU ELEKTRONIK INI DIPERSEMBAHKAN KHUSUS UNTUK
MAHASISWA BERIKUT:

Musdalifa Asiyatum Syafaat

Iwan Acuan Zakaria

Rizal Haidar Fikri

Moldi Semuel

Sri Juliana Syam

Terima kasih telah menghargai saya sebagai dosen dengan selalu hadir dalam
perkuliahan dan selalu mengerjakan tugas dengan baik.

Saya boleh dianggap sebagai teman, atau paling tidak sebagai kakak tingkat yang
lebih dulu lulus dalam hal perkuliahan. Jangan panggil saya bapak, karena saya
bukan bapak kalian. Panggil mas atau akang mungkin terdengar menyenangkan,
karena umur saya tidak setua yang kalian kira.

Jika kalian merasa terbantu dengan setiap perkuliahan yang saya ampu, kalian bisa
mengutip setiap isi perkuliahan saya utamanya tulisan-tulisan saya di hasil karya
tulis ilmiah kalian, misalnya di jurnal atau skripsi. Itu adalah penghargaan terbesar
dari seorang mahasiswa untuk dosennya.
KATA PENGANTAR

Puji disertai syukur penulis persembahkan untuk Dzat Agung yang


menciptakan langit dan bumi, Dzat yang tidak dipengaruhi oleh dimensi ruang
dan waktu, Dzat yang maha awal dan akhir, Dzat yang berbeda dengan
seluruh makhlukNya, Dzat yang berdiri sendiri, Maha Kuasa, dan Maha
Berkehendak, Dialah Allah Azza wa Jalla. Semoga penulis dan pembaca
sekalian mendapatkan ridha atas kehidupan ini, semoga Dia berkehendak
mengampuni seluruh dosa-dosa kita dan menerima seluruh amal ibadah kita.

Salam dan salawat penulis haturkan untuk makhluk termulia,


makhluk yang menjadi sebab lahirnya alam raya, makhluk yang menjadi
kekasih terindahNya, Muhammad ibn Abdullah. Dia adalah nabi sejati yang
menyebarkan ajaran Tuhan, menyebarkan kebaikan dan kedamaian. Dia pula
yang memberi kita petunjuk tentang hari pembalasan. Dunia yang kita tempati
sekarang ini adalah dunia yang penuh dengan ketidak-adilan. Banyak orang
bersalah yang lolos dari jeratan hukum, namun percayalah, Muhammad
alaihis-salam mengabarkan bahwa para bajingan dunia itu tidak akan pernah
bisa lari dari pengadilan Tuhan.

Salam penghormatan juga penulis sampaikan untuk para pewaris


nabi, para ulama yang memberikan ilmu secara berantai dan bersanad dari
zaman kenabian hingga zaman akhir ini. Ilmu yang disampaikan para ulama,
baik dari ulama yang mutaqoddimin maupun yang mutaakhkhirin, baik salaf
maupun khalaf, memberi penggambaran bahwa agama ini solid dan teratur.
Tidak ada satupun sumber hukum Tuhan yang luput dari analisis mereka.
Asy-Syafi’i, al-Bukhari, al-Asy’ari, Hujjatul Islam al-Ghazali, an-Nawawi ad-
Dimasyqi, Junaid al-Baghdadi, Sulthonul Ulama Izzuddin ibn Abdis-salam,
Sulthonul Auliya Abdul Qadir al-Jilani, Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari,
al-Bantani, hingga Hasan Maolani, selalu menghiasi corak keislaman yang
dianut oleh penulis. Semoga penulis tetap istiqomah menapaki jalan
Ahlussunnah ini.

Buku elektronik ini penulis susun untuk kebutuhan mahasiswa,


khususnya mahasiswa-mahasiswa penulis saat menjadi dosen dulu. Ini salah
satu bentuk hadiah perpisahan dari penulis karena harus berpisah setelah lebih

v
kurang 3 semester atau 1,5 tahun bersama. Disaat ada pertemuan, tentu akan
ada perpisahan. Selama 3 semester itu, penulis melihat ada beberapa sisi dari
materi hukum yang diterima mahasiswa, yang perlu untuk ditinjau ulang.

Proses belajar mengajar di universitas yang dulu penulis ampu mata


kuliah hukumnya juga tidak terlalu efektif. Perkuliahan hanya dihadiri
beberapa mahasiswa saja, dan semangat mahasiswa dalam menimba ilmu
terlihat kurang begitu menonjol. Ditambah dengan beberapa fasilitas lain yang
kurang mendukung, membuat pembelajaran selama 3 semester tersebut dirasa
kurang untuk mengupgrade pengetahuan.

Dari kenyataan itulah, sebelum penulis benar-benar kehilangan


kontak dengan mahasiswa, penulis mencoba membuatkan ringkasan materi
dari hampir semua jenis mata kuliah yang penulis anggap paling penting.
Harapan penulis tentu buku elektronik ini bisa menjadi jawaban atas
kegelisahan beberapa mahasiswa rajin yang dulu penulis ajar di dalam kelas.
Topik materi dalam buku elektronik ini hampir mencakup banyak mata
kuliah, dan yang paling penting, penyampaian materinya akan dibuat ringan
dan tidak bertele-tele.

Buku elektronik ini juga merupakan upaya pengejawantahan terhadap


materi lain yang telah penulis susun, sebuah buku elektronik juga yang
berjudul “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim”. Di buku elektronik
“Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim”, itu merupakan materi rangkuman
yang paling ringkas, benar-benar paling ringkas dalam menghadapi tes-tes
profesi hukum. Sementara buku elektronik ini yang penulis beri judul
“Bundaran Hukum dalam Lembaran”, merupakan upaya penyederhanaan lain
dalam materi hukum yang penulis anggap penting.

Akhirnya, penulis menyampaikan permohonan maaf jika dalam isi


buku elektronik ini masih mengandung banyak kekurangan. Kritik dan saran
akan dengan senang hati penulis terima. Bahkan kritik ilmiah untuk
membantah materi-materi yang disampaikan oleh penulis dalam buku
elektronik ini justru akan sangat membuat penulis bangga, karena itu artinya
kontrol ilmu dari pembaca bisa membawa keluasan dalam kajian ilmu hukum.
Pembaca sekalian juga dibolehkan untuk mengutip isi buku elektronik ini
tanpa izin, selama itu mencantumkan nama buku elektronik ini sebagai bagian
dari referensi.

vi
Terima kasih, dan selamat membaca serta berkelana dalam lautan
ilmu hukum. Viva Justicia...!

Kuningan, 20 Desember 2021

Idik Saeful Bahri

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ____________________________________________ i

Halaman Persembahan _______________________________________ iv

Kata Pengantar _________________________________________ v

Daftar Isi ________________________________________________________ viii

Halaman motivasi ________________________________________ix

Halaman Khusus _________________________________________________ x

Harapan ___________________________________________________ xi

Lembaran 1 ______________________________________________________ 1

Lembaran 2 _____________________________________________ 32

Lembaran 3 _____________________________________________________ 40

Lembaran 4 ______________________________________________ 44

Lembaran 5 ______________________________________________________ 49

Lembaran 6 _______________________________________________ 52

Tentang Penulis __________________________________________________ 55

viii
“Jika kau belum sanggup menajamkan hukum ke atas, setidaknya
kau harus mampu menumpulkan hukum ke bawah.”

(Idik Saeful Bahri)

“Di negeri dongeng, penegak hukum terbaik adalah netizen.


Pengadilan paling adil adalah media sosial. Dan peluru paling
ampuh adalah rekaman CCTV dan tulisan orang yang kecewa.”

(Idik Saeful Bahri)

ix
Sebelum mulai membaca isi buku elektronik ini, izinkan penulis
untuk mengganti peristilahan dalam buku ini.

Tujuan utama buku ini adalah menyampaikan materi hukum


dengan bahasa yang ringan, penulis mencoba membuatnya seolah-
olah sedang dalam proses perkuliahan di dalam kelas.

Maka dari itu, istilah “penulis” akan diganti menjadi “saya”,


sementara “pembaca” akan diganti dengan istilah “saudara”.

Dalam buku elektronik ini, penulis secara pribadi meminta izin,


dalam pembuatan contoh akan menggunakan nama-nama
mahasiswa yang telah tercantum di halaman persembahan.

Penulisan materi ini tentu dibuat sesimpel mungkin. Materi di buku


elektronik ini lebih di fokuskan pada materi penting di PIH dan
PHI.

x
Harapan saya sebagai dosen sebetulnya ingin mengajar beberapa
mata kuliah mendasar, seperti:

1. Pengantar Ilmu Hukum


2. Pengantar Hukum Indonesia
3. Hukum Pidana
4. Hukum Acara Pidana
5. Hukum Perdata
6. Hukum Acara Perdata
7. Hukum Acara Agama
8. Hukum Administrasi Negara
9. Hukum Acara PTUN

Tapi sepanjang saya menjadi dosen, saya hanya mendapatkan


kesempatan mengajar Hukum Acara Perdata. Sisanya adalah mata
kuliah lanjutan yang sebetulnya kurang begitu menarik.

Mudah-mudahan di waktu selanjutnya, saya diberikan kesempatan


untuk menjadi dosen luar biasa, dan diberikan kesempatan untuk
mengampu beberapa mata kuliah penting tersebut.

xi
LEMBARAN 1

PENGANTAR ILMU HUKUM

Semua kampus kayaknya di Indonesia, di awal semester pasti ada


mata kuliah ini. Kenapa si harus ada?

Ya logikanya gini. Semisal saudara mau jadi dokter, ya saudara


harus belajar buku pengantarnya, mempelajari ilmu-ilmu dasar
untuk jadi dokter. Pengen jadi apoteker juga sama. Akuntan? Pasti
sama juga. Setiap bidang ilmu itu pasti ada bagian pengantar yang
wajib untuk dipelajari.

Semisal saudara seorang Muslim, biar saya tunjukkan salah satu


contohnya. Untuk mempelajari Islam, saudara tidak bisa langsung
belajar ke al-Qur’an. Saudara kan harus bisa baca aksara arab dulu.
Masa tidak bisa aksara arab langsung buka al-Qur’an, nanti
kejadian saudara buka Qur’an dari arah kiri malah diketawain
orang.

Saat saudara bisa baca aksara arab, baru saudara bisa membaca al-
Qur’an. Itu pun saudara masih belum bisa belajar Islam secara utuh
dari al-Qur’an, apalagi berfatwa tentang hukum Islam. Masih jauh.
Saudara harus bisa bahasa Arab dulu dong. Belajar Nahwu-Sharaf
nya dulu kalo kata anak pesantren mah.

1
“Kang, ane udah bisa nashrif nih, udah bisa dong mengkaji Islam
langsung dari Qur’an?”

“Masih jauh lah. Masih jauh. Setelah bisa bahasa arab dasar,
tingkatkan lagi ke kaidah bahasa arab yang lebih tinggi. Alfiyah
mungkin. Terus ada lagi. Saat kau sudah hampir bisa tata bahasa
Arab, kau perlu untuk mencoba belajar ilmu balaghah. Qur’an kan
turun hampir 1500 tahun lalu. Harus tau perubahan makna dalam
bahasa Arabnya. Termasuk tradisi pengucapan Arab. Kalo sudah
ditingkat ini, kamu nggak bisa seenaknya nyalahin orang yang
berdoa “allahummaghfirlaHU” padahal mayatnya perempuan.
Nggak bisa. Harus toleran kita. Karena nabi pun pernah mendoakan
mayit perempuan dengan dhomir mudzakkar. Kalo semuanya
sudah dikuasai, pelajari pula dasar-dasar ilmu tafsir. Jangan lupa
juga ilmu ushul fiqh, karena tanpa ushul fiqh, fatwa yang walaupun
ngakunya bersumber dari al-Qur’an, biasanya jadi rancu dan butuh
fatwa tandingan...”

***

Yang muslim saya harap paham. Yang non-muslim, sebetulnya


mudah. Untuk menjadi seorang ahli Injil misalnya, pasti melalui
serangkaian buku-buku dasar sebagai pedoman untuk
membedahnya. Untuk menjadi seorang yang paham ajaran luhur
sang Buddha, pasti ada tahap-tahapnya. Dan itu pasti ada
pengetahuan atau buku-buku dasarnya.

2
Nah gitu juga dalam hukum. Untuk paham seluk beluk hukum
seluruhnya, ada step-stepnya. Yang terdasar itulah biasa kita sebut
pengantar ilmu hukum. Disini bakal dijelaskan pedoman biar
saudara tidak bingung saat menghadapi kasus-kasus hukum atau
materi-materi hukum di tingkat selanjutnya.

A. Definisi Hukum

Hukum adalah aturan. Yap, betul. Tapi itu merupakan definisi


secara bahasa. Definisi itu tentu terlalu luas cakupannya. Aturan
buang sampah di dalam kelas, itu juga berarti hukum. Namun
pertanyaannya, apakah aturan membuang sampah sembarangan di
dalam kelas merupakan materi perkuliahan di Fakultas Hukum?
Jelas tidak! Saudara mahal-mahal kuliah di Fakultas Hukum jelas
akan sia-sia jika yang dibahas itu aturan tentang buang sampah
atau aturan larangan merokok di dalam kelas.

Di Fakultas Hukum, definisi hukum yang menjadi objek kajian jelas


tidak hanya sekedar aturan. Tapi aturan itu harus disusun oleh
lembaga yang berwenang, yakni lembaga yang berasal dari
lingkungan negara, serta memiliki perangkat dalam penegakan
hukumnya. Itulah definisi hukum yang akan menjadi objek kajian di
fakultas hukum.

Saya sering mencontohkan di dalam kelas. Jika Fakultas Hukum


membuat aturan larangan merokok di dalam kelas, dengan sanksi
pengurangan poin bagi mahasiswa—iya betul dibeberapa

3
universitas biasanya ada aturan poin, maka itu tidak akan dikaji
dalam kelas hukum, walaupun yang membuat aturan itu Fakultas
Hukum sendiri. Mengapa? Karena Fakultas Hukum bukanlah
lembaga yang berwenang. Tapi jika seandainya ada aturan
larangan merokok di Jalan Malioboro Yogyakarta berupa Perda
atau Peraturan Daerah, maka itulah salah satu objek kajian di
Fakultas Hukum.

Kira-kira tergambar tidak? Sama-sama aturan larangan merokok,


yang satu dikeluarkan oleh Fakultas Hukum, yang satu oleh DPRD
DI Yogyakarta, namun memiliki implikasi berbeda. Saya harap
saudara memahami apa itu “hukum” yang menjadi objek kajian di
Fakultas Hukum.

B. Norma

Mulai dulu dari norma ya. Norma itu apa si? Mudahnya, norma itu
aturan yang diikuti masyarakat. Di beberapa buku, istilah “norma”
ini sama maknanya dengan “kaidah”. Anggap saja lah ya norma itu
ada 4 jenis, yaitu:

1. Norma Agama. Cirinya gampang kok. Kalo ada aturan yang


sanksinya bawa-bawa nama Tuhan dan akhirat, nah itu
norma agama. Misalnya yang beragama muslim, Iwan tidak
melaksanakan sholat 5 waktu, pas ketahuan pak ustadz
langsung dimarahi, “mau masuk neraka lu, Wan?” Nah itu
contohnya, jadi jelas sholat 5 waktu bagi muslim itu

4
termasuk norma agama yang ketika dilanggar, akan
diancam dosa.
2. Norma Kesusilaan. Untuk yang kedua ini, mudahnya gini
aja lah ya. Semisal saudara ngelakuin sesuatu, kemudian
dapet kecaman dari masyarakat, sampe-sampe mungkin
saudara di usir dari rumah, nah itu norma kesusilaan.
Semisal Rizal membunuh orang, memperkosa tetangganya,
atau mencuri hp milik temannya. Nah si Rizal pasti jadi
bulan-bulanan masyarakat. Norma kesusilaan ini sebagian
besar biasanya sudah menjadi norma hukum, karena sudah
diatur dalam UU. Norma kesusilaan ini biasanya bersifat
universal, jadi di banyak daerah pasti hampir-hampir sama.
Lah iya dong, pembunuhan misalnya, mau orang Jawa kek,
mau orang Batak kek, mau orang Bali kek, mau orang
Amerika kek, pasti sama-sama mengecam jika ada
pembunuhan.
3. Norma Kesopanan. Kalo ini lebih ringan dari nomor 2.
Semisal saudara ngelakuin hal yang nggak pantes dan
disinisin sama tetangga, nah itu norma kesopanan. Suatu
waktu, Musdalifah lewat daerah kaum santri yang biasanya
pake pakaian yang menutup aurat (pakaian Islami lah
gampangnya). Tiba-tiba Musdalifah—seorang perempuan
kekinian, maklum baru balik dari kota kali ya, pake rok
pendek lewatin area pesantren. Apa nggak heboh tuh?
Walaupun anak-anak pesantren itu nggak sampe ngusir
Musdalifah dari kampung, tapi mereka pasti ngomongin

5
Musdalifah. “Tuh liat, cewek jaman sekarang mah kagak tau
sopan santun.”. Kan begitu biasanya. Nah untuk norma
kesopanan ini, itu relatif ya. Setiap tempat bisa beda-beda.
Di komplek pesantren, cewek pake rok pendek mungkin
sudah dibully. Tapi di daerah lain yang abangan, ya biasa
aja.
4. Norma Hukum. Nah, setiap di Fakultas Hukum, kalo dosen
ngomong istilah “norma”, maksudnya yang nomer 4 ini.
Norma hukum itu mudahnya ya hukum yang berlaku di satu
negara lah gitu. Hukum positif kalo orang bilang. Teringat
cerita dosen saya dulu namanya Dr. Djoko Sukisno, beliau
pernah cerita gini. Dulu, saat sepeda motor sudah masuk ke
Indonesia dan sudah mulai banyak di jalanan, itu belum ada
UU Lalu Lintas. Jadi, orang pake motor itu nggak pada pake
helm. Bebas aja. Sampe suatu saat, karena banyak
kecelakaan, maka dianggap penting bawa motor pake helm.
Maka dibuatlah UU Lalu Lintas yang mewajibkan pake helm.
Nah aturan pake helm saat UU Lalu Lintas disahkan, sudah
menjadi norma hukum.
Kalo kata pak Djokis (itu sebutan dosen saya itu), dulu orang
yang mensosialisasikan aturan pake helm itu dilakukan pak
Hoegeng. Ituloh, jenderal yang kata Gus Dur kejujurannya
mirip polisi tidur itu. Sampe-sampe masyarakat itu nuduh
pak Hoegeng jualan helm. Tapi untunglah yang dituduh itu
pak Hoegeng, kan orang jadi tau kalo itu tuduhan. Pak
Hoegeng kan rumahnya butut, alias jelek. Beda kalo yang

6
dituduh menteri jaman sekarang kan, dituduh bisnis PCR aja
kan kita pasti percaya, orang hidupnya mewah gitu.
Nah, banyak norma hukum ini diambil dari norma
kesusilaan, utamanya yang terkait hukum publik. Aduh
hukum publik apaan? Nanti-nanti ya abis ini ada bagian
khususnya...

C. Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Hukum

“Kamu kok kenal kalo orang pake jaket hitam itu si Moldi?”

“Ya karena aku tau ciri-ciri si Moldi. Dia kan gemuk orangnya, kalo
pake sendal, pasti dia pake merek Swallow. Jadi kalo mukanya
ketutup sama jaket pun, tetep tau...”

Udah kuliah di Fakultas Hukum, masa masih nggak tau ciri-ciri


hukum si?

Hukum itu secara bahasa adalah aturan. Memang begitu definisi


singkatnya. Jadi aturan dan larangan merokok di dalam kelas,
auran untuk tidak membuang sampah sembarangan, aturan dosen
saat ngasih tugas buat mahasiswanya, itu semua secara bahasa ya
hukum. Ingat ya, itu definisi secara bahasa.

Tapi kan konyol, saudara bayar kuliah mahal-mahal di Fakultas


Hukum, ternyata saat kuliah dosennya ngejelasin aturan untuk
tidak membuang sampah sembarangan di dalam kelas. Lah itu kan
nggak usah kuliah, kan? Buang-buang duit saja...

7
Nah di Fakultas Hukum, yang dipelajari tentu bukan itu. Tapi
hukum dalam arti yang sesungguhnya. Hukum sudah tidak lagi
diartikan sebagai aturan secara umum, tapi dipersempit maknanya
menjadi “aturan dalam mengatur sesuatu yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang, kemudian saat seseorang melanggar
aturan tersebut akan dikenakan sanksi oleh lembaga yang juga
sama-sama berwenang...” Ini tambahan definisi dari bagian definisi
diatas.

Nah dari definisi hasil otak-atik saya ini, bisa dibuat ciri-cirinya nih.
Hukum yang dipelajari di Fakultas Hukum, ciri-cirinya harus:

1. Adanya aturan. Ngatur apa aja lah ya, yang penting ada
aturan.
2. Aturan itu dibuat oleh lembaga yang berwenang. Ini
maksudnya lembaga yang berwenang di tingkat negara ya.
Jadi kalo dosen bikin aturan dilarang merokok di dalam
kelas, itu bukan objek kajian di Fakultas Hukum. Dosen kan
bukan lembaga yang berwenang, dia kan cuma babu nya
mahasiswa saja.
3. Adanya sanksi. Nah kalo udah cape-cape bikin aturan,
terus aturan itu dilanggar, ya pasti jengkel lah ya. Makanya
harus ada sanksi atau hukuman. Nah khusus kajian di
Fakultas Hukum, proses pemberian sanksi itu juga harus
melalui serangkaian proses di lembaga yang berwenang.
Jadi kalo dosen ngasih sanksi sama mahasiswa yang
merokok di dalam kelas dengan mengurangi nilai kuliahnya

8
jadi nilai E, itu nggak bakal jadi materi perkuliahan di
Fakultas Hukum.

Nah semisal saudara baca-baca buku Pengantar Ilmu Hukum, ciri-


ciri hukum itu bisa beda-beda. Ada yang bilang cuma 2, ada yang
bilang 3 sama seperti saya ini, ada juga 4, dan sebagainya. Itu
monggo-monggo saja. Yang penting saudara paham konsepnya. Toh
kalo dibanding-bandingin, yang bilang ciri-ciri hukum itu 2 atau 3
atau 4 dan lain sebagainya itu, sebenernya ujungnya ya sama saja.

Jadi kalo ada larangan ngerokok di dalam kelas yang dikeluarkan


oleh Fakultas Hukum, itu jelas bukan kajian kita sebagai mahasiswa
hukum. Bodo amat yang ngeluarin aturan sekelas Fakultas Hukum,
yang jelas mereka bukan bagian dari lembaga yang berwenang
ditingkat negara. Tapi kalo saudara denger ada Peraturan Daerah
di Yogyakarta soal larangan merokok di Jalan Malioboro, nah baru
itu bisa dibahas di Fakultas Hukum. Sama-sama aturan larangan
merokok, tapi karena dikeluarkan oleh pihak yang berbeda,
hasilnya pun bisa beda.

D. Sifat Hukum

Yang termudah dan wajib saudara pahami, setidaknya ada 2 sifat


hukum:

1. Hukum bersifat imperatif, maksudnya hukum itu bersifat


mengikat dan memaksa. Ini biasanya berkaitan dengan

9
hukum publik, misalnya peraturan perundang-undangan
tentang hukum pidana.
2. Hukum bersifat fakultatif, dia tidak terlalu mengikat dan
juga tidak terlalu memaksa. Misalnya dalam hal hukum
privat. Dalam KUH Perdata dijelaskan beberapa hal terkait
isi perjanjian, namun dalam beberapa hal terkait isi
perjanjian itu kita boleh untuk berbeda, dan perjanjian yang
kita buat itu tetap dianggap sah.

E. Tujuan Hukum

Orang bikin layang-layang ya tujuannya biar bisa terbang. Orang


bikin sapu ya biar bisa dipake bersih-bersih. Lah masa orang bikin
hukum kagak ada tujuannya? Nggak mungkin kan?

Maka disusunlah setidaknya 3 tujuan hukum. Sebenarnya ya tujuan


hukum itu tidak hanya 3, tapi 3 ini yang paling terkenal:

1. Teori Etis = Hukum itu Bertujuan Menciptakan Keadilan.


Ini kagak usah dibahas ya, orang yang bukan mahasiswa
hukum aja biasanya tau kalo hukum itu harusnya
menciptakan keadilan.
2. Teori Positivis/Normatif = Hukum itu Bertujuan
Menegakkan Kepastian. Kepastian apa nih? Kepastian
hubungan antara kamu dan si dia? Ya bukan itu. Kepastian
disini adalah kepastian hukum. Kepastian hukum itu
maknanya adalah hukum itu ditegakkan sesuai dengan isi

10
tulisan di undang-undangnya. Misal nih, di undang-
undangnya bilang, barang siapa yang mencuri dihukum 100
tahun. Nah, kepastian itu pake kacamata kuda. Pokoknya
kalo ada yang mencuri harus dihukum 100 tahun sesuai
undang-undang. Walaupun semisal ada nenek-nenek usia
70 tahun maling setangkai pohon, ya tetep 100 tahun
hukumannya.
Kepastian itu nggak punya nurani. Ini kebalikan dari
keadilan. Kalo dewi keadilan lihat nenek-nenek tadi yang
maling nggak seberapa, pasti udah bilang gini, “alah cuma
segitu doang dihukum. Udah bebasin aja. Koruptor masih
banyak gini, tetep aja masih ngurusin nenek-nenek...”
3. Teori Utilities = Hukum itu Bertujuan Melahirkan
Kemanfaatan. Iyalah, orang kalo mau bikin apa-apa pasti
harus bermanfaat lah. Ngapain bikin hukum kalo nggak ada
manfaatnya bagi masyarakat?

Nah, tujuan “Keadilan” dan “Kemanfaatan” biasanya temen karib,


jarang ribut lah pokoknya. Yang sering ribut itu, antara “keadilan”
sama “kepastian”. Itu hampir setiap hari tawuran. Karena memang,
rasa keadilan itu sifatnya kontekstual, dia punya rasa dan nurani.
Mencuri hukumannya 100 tahun kalo dilakukan seorang menteri
dan nilai yang dia curi hampir segede APBN, ya wajar dihukum 100
tahun. Tapi kalo nenek-nenek yang ngambil ranting pohon, masa
harus 100 tahun juga? Nah itu hebatnya dewi keadilan.

11
Lain sama kepastian. Pokoknya di undang-undang bilang 100
tahun, harus 100 tahun. Nggak boleh nggak. Hukum harus tetep
dijunjung walaupun langit hendak runtuh. Nah sejak dimunculkan
gagasan tujuan hukum itu adalah kepastian, istilah “hukum” sudah
tidak identik lagi dengan “keadilan”. Dulu, dulu sekali, orang bilang
“hukum” itu maknanya adalah “keadilan”, karena memang hukum
dan keadilan itu dua sejoli yang nggak bisa dipisahin. Tapi semua
berubah saat muncul orang ketiga. Saat “kepastian” datang
menggoda “hukum”, maka perkawinan “hukum” dan” keadilan”
pun putus dengan sendirinya, mereka bercerai dengan tragis.

Dan sekarang, utamanya di negara-negara yang terpengaruh tradisi


sistem hukum Eropa Kontinental (Eropa Daratan seperti Belanda,
Jerman, Perancis), “hukum” sudah identik dengan “kepastian”.
Termasuk Indonesia. Negeri tercinta kita ini kan dulu pernah
dijajah Belanda. Jadi mau nggak mau ya pikiran orang Belanda
ngaruh juga sama kita-kita ini.

F. Hukum Publik dan Privat

Kalau saudara baca buku saya yang lain yang fokus membahas
Pengantar Ilmu Hukum, pembagian hukum itu bisa banyak sekali.
Ada ius constitutum dan ius constiituendum, ada hukum pidana,
perdata, administrasi, ada hukum tertulis dan tidak tertulis, dan
pembagian yang lainnya.

12
Tapi diantara sekian banyaknya pembagian hukum, yang paling
saya anggap penting, saudara wajib memahami apa itu hukum
publik dan apa itu hukum privat.

Seperti yang saya jelaskan di dalam kelas, ini versi mudahnya ya,
untuk memudahkan suatu hukum itu publik atau privat, lihat para
pihak yang bersengketanya. Jika salah satu pihaknya ada unsur
negara, maka itu jelas hukum publik.

Misalnya kasus pencurian yang itu bagian dari hukum pidana, coba
perhatikan putusan hakim tentang kasus pencurian. Pihak yang
dicantumkan itu cuma pihak terdakwa, karena pihak yang lainnya
adalah penuntut umum. Penuntut umum ini berasal dari instansi
negara yaitu Kejaksaan. Nah karena salah satu pihaknya ada
instrumen negara, maka jelas, hukum pidana merupakan bagian
dari hukum publik.

Contoh lain, misalnya hukum administrasi negara. Ketika ada


sengketa, penyelesaiannya di PTUN. Coba baca salah satu putusan
di PTUN, lihat para pihaknya. Kan jelas disana, tergugatnya adalah
jabatan dari lembaga negara. Maka kesimpulannya mudah, hukum
administrasi negara merupakan kajian hukum publik.

Lah terus hukum privat apaan, pak? Ya kebalikan dari hukum


publik lah. Di hukum privat, yang bersengketa itu tidak ada unsur
negara. Pokoknya antar orang-perorang atau badan hukum
perdata. Misal nih dalam sengketa wanprestasi, penggugatnya
namanya Moldi, tergugatnya namanya Ana. Dua-duanya orang-

13
perorang, nggak ada yang negara. Maka jelas, kasus itu termasuk
hukum privat. Atau bisa disimpulkan, hukum perdata adalah
bagian dari kajian hukum privat.

Mudah ya? Jadi kalo kapan-kapan kalian ditanya, “Musdalifah,


hukum lingkungan itu, bagian hukum publik atau privat?”
Musdalifah tinggal cari putusan yang terkait hukum lingkungan.
Kemudian Musdalifah bisa dengan pede bilang, “hukum publik,
pak”.

Atau misalnya Ana ditanya, “hukum merek itu termasuk hukum


publik atau privat?”, cari aja putusan yang terkait merek. Nah
untuk merek, nyari kasusnya jangan satu, tapi beberapa. Nanti
keliatan, kalo hukum merek itu bisa termasuk hukum publik dan
hukum privat sekaligus.

Ini trik mudahnya aja lah ya, di buku-buku Pengantar Ilmu Hukum,
materi ini nggak bakal ada. Ini murni hasil otak-atik saya.

G. Hukum Formil dan Materiil

Selain pembagian hukum publik dan privat, satu hal lagi yang
penting untuk saudara pahami, yaitu membedakan mana itu
hukum formil dan mana itu hukum materiil.

Sederhananya, hukum materiil adalah hukum substansi, isi dari


produk hukum itu mengatur tentang apa. Sementara hukum formil,

14
orang biasa menyebutnya sebagai hukum acara, adalah prosedur
untuk menegakkan hukum materiil.

Berkali-kali saya contohkan di dalam kelas, misalnya saya


membuat aturan begini:

1. Setiap mahasiswa dilarang merokok di dalam kelas.


2. Selain merokok, mahasiswa juga dilarang membuang
sampah sembarangan.
3. Setiap mahasiswa yang terbukti merokok di dalam kelas,
maka akan dikurangi 20 poin.
4. Setiap mahasiswa yang terbukti membuang sampah
sembarangan di dalam kelas, maka akan dikurangi 5 poin.
5. Ketua kelas wajib menegur mahasiswa yang merokok dan
membuang sampah sembarangan di dalam kelas.
6. Ketua kelas wajib memerintahkan mahasiswa yang
membuang sampah sembarangan untuk membuang
sampahnya ke tempat sampah yang telah disediakan.
7. Ketua kelas melaporkan nama-nama mahasiswa yang
merokok dan membuang sampah sembarangan di dalam
kelas kepada Kaprodi untuk ditindaklanjuti dengan
pengurangan poin.

Dari 7 aturan diatas, saya katakan, poin angka 1 sampai dengan 4


bisa kita sebut sebagai hukum materiil, karena inti dari aturan
diatas adalah larangan merokok dan membuang sampah
sembarangan, termasuk isi sanksinya.

15
Sementara poin angka 5 hingga 7 merupakan hukum formil atau
hukum acara, bagaimana seorang ketua kelas yang kita anggap saja
seperti penyidik, menegakkan aturan larangan merokok dan
membuang sampah sembarangan di dalam kelas.

Dari sini saudara bisa paham, bahwa dalam hukum pidana


misalnya, KUHP itu hukum materiil, sementara KUHAP adalah
hukum formil. Dalam hukum perdata, KUH Perdata itu hukum
materiil, HIR itu hukum formil. Tapi juga saudara jangan sampai
terkecoh, misalnya KUH Perdata, selain didalamnya mengatur
banyak hukum materiil, KUH Perdata juga bisa kita sebut sebagai
hukum formil, karena bagian buku keempat KUH Perdata itu isinya
ya hukum acara.

H. Subjek Hukum

Baca baik-baik bagian ini, ya. Saya merasa gagal sebagai dosen jika
mahasiswa semester atas masih gagap nggak paham soal subjek
hukum. Pas tau mahasiswa nggak bisa jawab, saya cuma bisa
mengelus dada sambil bilang, “duh Gusti, paringi sabarrr....
Gustiiii....”

Coba saudara perhatikan pertandingan badminton antara Lin Dan


dan Taufik Hidayat. Saat nonton di tv, itu kan banyak banget
orangnya ya. Si Lin Dan nya ada lagi maen, si Taufik Hidayat juga
ada, si wasit juga ada lagi duduk ditengah, terus ada kameramen,
ada pelatih, ada penonton, ada tukang sapu, dan segala macemnya.

16
Tapi walaupun di gedung saat pertandingan badminton itu banyak
orang, kita tau sendiri kalo sejatinya yang maen itu ya cuma si Lin
Dan sama si Taufik Hidayat. Nah itu namanya subjek. Orang yang
jadi fokus perhatian, itu subjek namanya.

Lah sama dengan hukum. Gampangannya aja lah ya, anggap saja
pengadilan itu sama kayak lapangan badminton, maka dua pihak
yang sedang bersengketa di pengadilan, itu namanya subjek
hukum. Atau kalo mau diartikan, subjek hukum itu orang yang bisa
bertanggungjawab atas setiap tindakannya dihadapan hukum, atau
dihadapan pengadilan.

Kan hampir mirip sama definisi subjek badminton. Subjek


badminton adalah siapa saja orang yang bisa bermain di arena atau
lapangan badminton. Kan mirip kan?

Nah untuk bisa bermain badminton di level dunia, pasti ada


syaratnya. Minimal juara tingkat nasional dulu misalnya, terus
umurnya nggak boleh lebih dari 45 tahun misalnya karena itu usia
pensiun atlet, dan lain-lain.

Nah subjek hukum pun sama. Untuk bisa bertanggung jawab


dihadapan hukum atau di pengadilan, harus ada syarat-syaratnya.

Oke langsung saja kita bahas subjek hukum. Ada 2 ya subjek hukum
itu:

17
1. Natuurlijk Persoon = Manusia atau orang perorang
(bukan orang-orangan)
Iya lah, namanya hukum kan dibuat untuk ngatur manusia,
jadi ya manusia itu lah jadi subjeknya. Nah, tapi tidak semua
manusia bisa jadi subjek hukum. Ada kriterianya. Apa aja?
Harus cakap. Secara umum syaratnya hanya cakap. Cakap
ini bisa ditentukan oleh kedewasaan atau umur, bisa juga
oleh keadaan mental. Tapi khusus masalah umur, di
Indonesia nggak bisa asal pasang angka saja. Nggak bisa.
Misal “orang yang cakap adalah yang sudah berusia 18
tahun”, itu nggak bisa bilang gitu. Karena aturan cakap dari
kedewasaan/umur ini bisa beda-beda di setiap peraturan
perundang-undangan. Sudah berkali-kali saya bahas di
dalam kelas ya ribetnya nentuin umur ini. Jadi nanti untuk
umur, kita nyari aman aja ya, pendapat yang saya kutip dari
dosen saya saat di kelas sementara jangan dipake dulu lah
ya, karena memang kurang populer. Jadi masalah batas
umur ini, setiap klaster hukum bisa beda-beda. Dalam
pidana sekian tahun, nanti di perdata bisa beda lagi.
Selain dari kedewasaan atau umur, cakap juga bisa dinilai
dari keadaan mental. Kalo dia sakit jiwa, ya tentu dia bukan
subjek hukum. Karena bukan subjek hukum, maka dia nggak
bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Misalnya saudara lagi jalan-jalan, tiba-tiba saudara dipukul
orang gila. Ya itu mah musibah, mas, ikhlasin. Jangan
mentang-mentang mahasiswa hukum terus minta

18
pertanggungjawaban ke si orang gila tadi. Nanti saya yang
repot, sebenernya yang gila itu siapa? Jangan-jangan
saudara juga ikutan gila?

2. Rechts Persoon = Badan Hukum


Nah ini yang ribet. Nanti setiap klaster hukum, ruang
lingkup badan hukum itu bisa beda-beda ya. Oke secara
umum aja dulu. Ada beberapa badan hukum yang harus
saudara tau:
a. Negara. Loh kok negara? Lah memang. Bukannya negara
juga bisa kita seret ke pengadilan? Tindakan negara
karena menghidupi banyak orang, setiap kebijakannya
mau tidak mau pasti ada yang merugikan beberapa
pihak. Lah kalo ada orang dirugikan karena kebijakan
negara, masa nggak bisa dilawan si? Nah tapi tentu saja,
negara ini nggak bisa jadi subjek hukum di semua klaster
hukum. Harus lihat kondisi dulu ya. Khusus negara ini,
biasa disebut sebagai badan hukum publik, dia tidak bisa
di seret dalam kajian hukum privat.
b. Partai Politik. Buka aja dah UU Partai Politik, itu badan
hukum atau bukan.
c. Organisasi Masyarakat. Ini juga buka dah UU Ormas nya
yang pernah ribut-ribut itu, pake Perpu ya kalo nggak
salah. Cape ngejelasinnya.
d. Yayasan.
e. Koperasi.

19
f. Perseroan Terbatas.
g. BUM Desa.

Mungkin selain yang saya sebutin ini, masih ada lagi. Tapi
biasanya jarang digunakan dan hanya berlaku untuk klaster
hukum tertentu saja. Misalnya kalo saudara belajar Hukum
Internasional, nanti subjek hukumnya bisa aneh-aneh,
misalnya ada Organisasi Internasional, ada juga Tahta Suci
dari Vatikan. Pokoknya subjek hukum yang bagian dari
rechts persoon ini bisa jadi lebih dari yang saya cantumin.

AWAS, KALO MASIH ADA YANG BILANG CV DAN FIRMA ITU


BADAN HUKUM, mending wisuda nya di tunda dulu. Aduh.
Jangan sampai ya...

I. Sumber Hukum

Kalo saudara ingin makan, saudara harus mencari sumber


makanan, misalnya dengan pergi ke pasar, ke kebun, atau ke
minimarket. Jadi jika ditanya, apa saja sumber makanan?
Jawabannya ya: (1) Pasar, (2) Kebun, (3) Minimarket, dan lain-lain.

Begitupun dengan hukum. Untuk mencari hukum yang menjadi


objek kajian di Fakultas Hukum, kita harus tau beberapa
sumbernya. Untuk sumber hukum formil, setidaknya ada 5 yang
terkenal:

20
1. Hukum tertulis, misalnya undang-undang;
2. Hukum tidak tertulis, misalnya kebiasaan;
3. Traktat atau perjanjian internasional, ini biasanya ada 2
jenis, ada namanya perjanjian bilateral (antara dua negara),
ada perjanjian multilateral (lebih dari 2 negara);
4. Yurisprudensi atau putusan hakim;
5. Doktrin atau pendapat sarjanawan hukum.

J. Asas Hukum

Sebelum kita bahas asas hukum, ada baiknya kita mengenal 3


tingkatan hukum, yaitu:

1. Ilmu Hukum atau Dogmatika Hukum. Orang biasa menyebut


ini sebagai hukum konkret. Contohnya ya norma hukum
atau undang-undang. UU itu kan bisa dilihat, karena
memang konkret.
2. Teori hukum. Orang biasa menyebutnya hukum yang semi
konkret dan semi abstrak. Teori hukum itu di beberapa
kasus bisa menjadi norma hukum jika dicantumkan dalam
UU, tapi juga bisa abstrak karena tidak dicantumkan dalam
UU. Nah yang termasuk teori hukum salah satunya adalah
asas hukum. Asas hukum ini sebagian ada yang
dicantumkan dalam UU, sebagian ada yang tidak
dicantumkan dalam UU, tapi sama-sama memiliki kekuatan
hukum mengikat. Yang tercantum di UU, misalnya asas

21
legalitas ada di KUHP, asas pacta sund servanda ada di KUH
Perdata, asas lex specialis derogat legi generali ada di KUH
Dagang, dan lain-lain. Ada juga asas hukum yang tidak
dicantumkan dalam UU, misalnya asas lex posteriori derogat
legi priori, juga asas lex superiori derogat legi imperiori. Tapi
walaupun tidak dicantumkan dalam UU, asas hukum
tersebut tetap mengikat. Jadi jika ada UU A lahir pada tahun
2000 dan ada UU A juga lahir pada tahun 2021, maka jelas
UU A yang berlaku adalah yang lahir pada tahun 2021. Apa
dasar hukumnya? Asas!
3. Filsafat hukum. Orang biasa menyebutnya hukum yang
abstrak. Ini merupakan kajian mahasiswa-mahasiswa
doktoral hukum. Intinya, filsafat hukum adalah hal yang
menjiwai dogmatika hukum dan teori hukum. Kenapa harus
ada aturan pake helm bagi kendaraan roda dua di UU Lalu
Lintas? Jawabannya karena untuk melindungi organ penting
di otak bagian belakang manusia dari benturan jika terjadi
tabrakan. Nah pemikiran seperti ini merupakan kajian
filsafat hukum.

Jadi jelas ya, asas hukum itu adalah suatu pemikiran yang berjalan
dibelakang norma hukum, dan walaupun tidak tercantum dalam
undang-undang, asas hukum itu memiliki kekuatan mengikat yang
sama.

22
K. Aliran dan Mazhab Hukum

Nah, aliran hukum ini salah satu kajian yang dipelajari lebih lanjut
dalam materi filsafat hukum. Untuk melahirkan banyak corak
hukum di dunia ini, ternyata ada sekian banyak perdebatan lintas
zaman, dan itu tidak akan pernah berhenti. Sesekali saudara
mungkin bisa bermeditasi, merenungkan apa si sebetulnya hukum
itu, kemudian dibuat dalam sebuah gagasan yang terstruktur. Maka
saudara sudah bisa disebut sebagai seorang filsuf hukum.

Pertanyaan mendasar tentang “’apa si hukum itu?”, “tujuan adanya


hukum buat apa si?”, “jika tidak ada hukum kira-kira manusia tetap
bisa hidup atau tidak si?”, “kira-kira rasa terhadap hukum itu
ditentukan oleh Tuhan atau bukan si?”, dan pertanyaan-pertanyaan
mendasar lainnya, memicu perdebatan lintas generasi dan
memunculkan berbagai macam aliran. Kita mulai saja pembahasan
ringkasnya ya.

1. Aliran Hukum Alam

Aliran ini adalah yang tertua. Dalam pandangan aliran ini, hukum
identik dengan keadilan. Jadi jika di zaman ini sebagian besar
masyarakat menganggap hukum itu identik dengan keadilan, itu
berarti aliran hukum alam ini tetap langgeng menembus zaman.

Aliran ini juga di dalam kelompoknya memunculkan beberapa sub-


aliran. Tapi yang terkenal, aliran ini berpendapat bahwa nilai rasa
hukum di dalam diri manusia itu sumbernya dari Tuhan. Kenapa
mereka berpendapat demikian? Karena ketika tokoh-tokoh mereka

23
jalan-jalan ke berbagai macam suku dan kebudayaan, ternyata
setiap suku dan kebudayaan memiliki batasan hukum yang sama.
Di satu suku bangsa, pembunuhan itu dikategorikan sebagai suatu
pelanggaran hukum yang berat, ternyata di suku bangsa yang
lainnya juga sama, pembunuhan itu dianggap pelanggaran hukum
yang berat. Oh kalo begitu, hukum ini berasal dari Tuhan, karena
nilai di setiap masyarakatnya sama. Sehingga dalam pandangan
hukum alam, hukum itu berlaku universal dimanapun berada, dan
akan abadi, setiap zaman akan memiliki nilai yang sama terhadap
hukum.

2. Mazhab Sejarah

Mazhab sejarah kebalikannya dari aliran hukum alam. Bagi mazhab


sejarah, hukum itu lahir dari jiwa masyarakat seiring
perkembangan zaman. Itu lah alasan kenapa setiap daerah
hukumnya bisa berbeda-beda. Di satu negara, minum alkohol itu
adalah hal yang dilarang, tapi di negara yang lainnya, minum
alkohol itu boleh-boleh saja. Sehingga mazhab sejarah
memunculkan gagasan anti-tesis dari aliran hukum alam, bahwa
nilai terhadap hukum itu bisa berbeda-beda di setiap tempat dan
zaman, sehingga mereka berpendapat hukum itu bisa berbeda-
beda di setiap daerah atau negara didasarkan pada jiwa
masyarakatnya masing-masing, serta hukum itu tidak kekal abadi,
karena jiwa masyarakat bisa berubah seiring perkembangan
zaman.

24
3. Aliran Positivisme Hukum

Aliran positivisme hukum lahir sebagai bantahan bagi aliran


hukum alam dan mazhab sejarah sekaligus. Bagi aliran positivisme
hukum, lahirnya hukum itu berasal dari kekuatan politik dan
dibentuk oleh lembaga yang berwenang. Tujuannya satu:
melahirkan kepastian hukum. Jadi tidak ada istilahnya hukum itu
berasal dari Tuhan atau hukum itu berasal dari jiwa masyarakat.
Apapun itu, jika tidak disahkan oleh instrumen negara, maka itu
bukan hukum. Begitu pikiran sederhana dari positivisme hukum.

4. Aliran Utilitarianisme Hukum

Ini berkaitan dengan teori utulities, teori kemanfaatan hukum.


Hukum itu kan dibuat untuk manusia, ya harusnya hukum itu
melahirkan kemanfaatan dong bagi manusia. Aliran ini
sebagiannya menentang aliran positivisme hukum, tapi
sebagiannya cenderung mendukung positivisme hukum.
Penentangan terhadap positivisme hukum diwujudkan, bilamana
ada UU dibuat oleh negara tapi tidak bermanfaat bagi masyarakat,
berarti itu bukan hukum yang ideal. Tapi disisi yang lain, aliran
hukum ini juga cenderung kompak dengan positivisme hukum,
bahwa hukum itu harus dibuat oleh suatu lembaga negara yang
berwenang, dan harus diikuti oleh masyarakat, sehingga hukum itu
bisa bermanfaat. Agak-agak susah dipahami memang, karena di
internal aliran ini juga lahir beberapa sub-aliran.

25
5. Aliran Sosiological Jurisprudence

Aliran ini lebih realistis. Bagi aliran sosiological jurisprudence,


hukum itu seharusnya lahir dari nilai-nilai di masyarakat. Setiap
aturan hukum yang disahkan oleh negara dan tidak sesuai dengan
nilai-nilai di masyarakat, maka hukum itu hanya akan menjadi
hukum yang mati. Hukumnya berlaku tapi tidak akan diikuti oleh
masyarakat.

Nah, sebetulnya masih ada beberapa aliran dan mazhab hukum


yang lain, tapi saya kira yang paling penting yang 5 ini. Sementara
aliran lainnya, kurang lebih cara pandangnya mirip-mirip atau hasil
modifikasi dari ke 5 aliran ini. Untuk lebih lengkapnya saudara bisa
baca buku elektronik saya yang lain yang judulnya “Konsep Dasar
Ilmu Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia”.

L. Sistem Hukum

Sekarang kita beralih ke sistem hukum. Sistem hukum itu adalah


suatu rangkaian hukum di suatu negara secara utuh. Jika saya
tanya kepada mahasiswa, “ada berapa sistem hukum di dunia ini?”,
kemudian si mahasiswa menjawab, “ada 2, pak, civil law dan
common law,” saya pastikan saya akan menjewer mahasiswanya.

Jika ditanya, “ada berapa sistem hukum di dunia?”, jawablah yang


tegas, ”ada banyak, pak.” Karena jika saudara jawab hanya ada 2,

26
maka saudara tidak bisa menjawab sistem hukum di Arab Saudi, di
Korea Utara, di Rusia, di China, di Afrika, dan banyak negara
lainnya. Mereka bukan civil law system, bukan pula common law
system.

Sistem hukum yang banyak itu: ada civil law system, ada common
law system, ada sistem hukum agama, ada sistem hukum adat, ada
sistem hukum sosialis, dan lain-lain.

Tapi dari banyaknya sistem hukum yang ada, yang terkenal


memang hanya ada 3, yaitu:

1. Sistem hukum sipil atau civil law system. Orang biasa bilang
juga sebagai sistem hukum Eropa Kontinental. Kenapa
disebut sistem hukum Eropa Kontinental? Karena sistem
hukum ini berkembang di negara-negara eropa daratan.
Kontinental itu kan artinya daratan. Eropa daratan itu ya
kalo liat di peta, itu negara-negara yang di bagian utuh
benua Eropa yang tersambung ke benua Asia, seperti negara
Jerman, Perancis, Belanda, dan lain-lain. Inti dari sistem
hukum ini, hukum adalah peraturan tertulis. Intinya itu.
Selain peraturan tertulis, berarti itu bukan hukum.
2. Common law system. Orang biasa menyebutnya sistem
hukum Anglo-Saxon. Kenapa disebut anglo-saxon? Karena
anglo dan saxon adalah nama suku terbesar dan paling
mendominasi di Inggris jaman dulu. Mungkin kalo di
Indonesia seperti Jawa-Sunda. Sistem hukum ini
berpendapat bahwa hukum itu lahir dari masyarakat,

27
sehingga tidak harus dibukukan. Jika ada sengketa, langsung
saja datang ke pengadilan, biarkan hakim yang menilai. Dari
sinilah nanti lahir yurisprudensi atau putusan hakim. Nah
putusan hakim ini akan menjadi dasar bagi hakim
setelahnya untuk memutus perkara yang sama.
3. Sistem hukum campuran. Nah ini cocok untuk Indonesia. Di
Indonesia sendiri, mayoritas memang terpengaruh oleh
sistem hukum Eropa Kontinental karena kita dulu dijajah
oleh Belanda, tapi realitanya di beberapa daerah, kita juga
menerima hukum adat, kita juga menerima hukum agama,
termasuk yurisprudensi. Maka dalam kajian Hukum Tata
Negara kekinian, sistem hukum Indonesia dikategorikan
sebagai sistem hukum campuran, dan biar terlihat lebih
keren, digagaslah nama sebagai sistem hukum Pancasila.

M. Teori Lahirnya Hukum

Ada banyak teori-teori lahirnya hukum, saya copy-paste saja dari


materinya “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim” dengan
beberapa perubahan. Ini teori-teori yang paling terkenal:

1. Teori teokrasi = teori ketuhanan = hukum berasal dari


Tuhan, dijelaskan melalui kitab suci, dan dilaksanakan oleh
penguasa. Raja atau penguasa dianggap mendapat kuasa
dari Tuhan sebagai wakil Tuhan.

28
2. Teori kedaulatan rakyat = Pada zaman Renaissance,
timbul teori yang mengajarkan, bahwa dasar hukum itu
ialah “akal” atau ‘rasio” manusia (aliran rasionalisme).
Menurut aliran Rasionalisme ini, bahwa Raja dan Penguasa
Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukanlah
dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada Abad Pertengahan
diajarkan, bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu
perjanjian antara Raja dengan Rakyatnya yang menaklukan
dirinya kepada Raja itu dengan syarat-syarat yang
disebutkan dalam perjanjian itu.
Kemudian setelah itu dalam Abad ke-18 Jean Jacques
Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar
terjadinya suatu negara ialah “perjanjian masyarakat”
(Contract Social) yang diadakan oleh dan antara anggota
masyarakat untuk mendirikan suatu Negara. Teori
Rousseau yang menjadi dasar “Kedaulatan Rakyat”
mengajarkan, bahwa negara bersandar atas kemauan
rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-
perundangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
3. Teori kedaulatan negara = Pada abad ke-19, Teori
Perjanjian Masyarakat ini ditentang oleh Teori yang
mengatakan, bahwa kekuasaan hukum tidak dapat
didasarkan atas kemauan bersama seluruh anggota
masyarakat. Hukum itu ditaati ialah karena negaralah yang
menghendakinya. Hukum adalah kehendak negara.

29
4. Teori kedaulatan hukum = Krabbe menentang Teori
Kedaulatan Negara. Dia mengajarkan, bahwa sumber hukum
ialah “rasa keadilan”. Menurut Krabbe, hukum hanyalah apa
yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak yang
ditundukkan padanya. Suatu peraturan perundang-
undangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari
jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat. Peraturan-
perundangan yang demikian bukanlah “hukum”, walaupun
ia masih ditaati ataupun dipaksakan. Hukum itu ada, karena
anggota masyarakat mempunyai perasaan bagaimana
seharusnya hukum itu.

N. Penemuan Hukum

Materi penemuan hukum ini juga saya ambil langsung dari buku
elektronik berjudul “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim”,
karena saya menganggap sudah demikian mudah dipahami.

1. Metode Interpretasi
a. Subsumtif = dilihat dari teks UU
b. Gramatikal = dari kaidah bahasa
c. Formal = penjelasan otentik dari UU
d. Historis = dari sejarah
e. Sistematis = dari sistem peraturan
f. Sosiologis = dari sosial masyarakat
g. Komparatif = perbandingan

30
h. Futuris = dari peraturan yang belum berlaku
i. Restriktif = penafsiran UU terbatas
j. Ektensif = penafsiran UU tidak terbatas

2. Metode Argumentasi
a. Argumentum per analogiam = menafsirkan peraturan
yang ada menjadi abstrak, untuk memperluas makna
dalam memutus perkara yang belum ada peraturannya
b. Penghalusan hukum (penyempitan hukum) =
menafsirkan peraturan yang ada menjadi abstrak, untuk
mempersempit makna dalam memutus perkara yang
belum ada peraturannya
c. Argumentum a contrario = menafsirkan peraturan yang
ada menjadi abstrak, untuk diterapkan secara
berlawanan dalam memutus perkara yang belum ada
peraturannya
d. Argumentum a fortiori = menafsirkan peraturan yang
ada menjadi abstrak, melihat akibat hukum yang lebih
berat dari perkara yang belum ada, kepada akibat
hukum yang lebih ringan dari perkara yang sudah ada.

31
LEMBARAN 2

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

HUKUM TATA NEGARA INDONESIA

Mengapa materi hukum tata negara Indonesia dimasukkan ke


dalam bab yang sama dengan pengantar hukum Indonesia? Karena
memang kajiannya sama. Materi kuliah hukum tata negara itu kan
kebanyakan isinya hanya basa-basi, misalnya menjelaskan apa itu
negara demokrasi, apa itu konstitusi, apa itu rule of law dan
rechtsstaat, apa itu Hak Asasi Manusia, dan lain-lain.

Materi PHI dan HTN di Indonesia, sebagaimana pernah saya


sampaikan di dalam kelas, yang paling penting itu hanya 3
pembahasan saja, yaitu hierarki lembaga negara, hierarki lembaga
peradilan, dan hierarki peraturan perundang-undangan. Hanya itu
saja.

Mari kita bahas secara ringkas saja.

A. Hierarki Lembaga Negara

Selain hierarki lembaga negara, orang juga biasa menyebutnya


sebagai pilar kekuasaan. Tapi sebelum itu, harus tau ya perbedaan
lembaga negara saja dan lembaga tinggi negara. Yang lembaga

32
tinggi negara itu adalah lembaga yang langsung berada di bawah
UUD NRI. Lembaga tinggi negara juga bisa disebut sebagai lembaga
negara. Sementara lembaga negara saja itu ya selain yang lembaga
tinggi negara.

Di Indonesia sekarang ini pasca-amandemen UUD NRI, setidaknya


ada 8 pilar kekuasaan di bawah UUD. Prof. Mahfud MD
menyebutnya sebagai hasta-as politica. Hasta itu artinya 8, politica
itu kekuasaan. Jadi ada 8 pilar kekuasaan di Indonesia.

1. Presiden. Ini merupakan lembaga eksekutif. Orang biasa


menyebutnya sebagai pemerintah. Presiden biasa juga
disebut sebagai kepala pemerintahan. Tugas dari presiden
hanya satu saja: melaksanakan segala macam urusan
pemerintahan. Hanya itu. Walaupun isinya ya luas sekali,
mulai dari urusan pendidikan, ekonomi, kerakyatan,
keamanan, bisnis, penegakan hukum, itu semua tugas
presiden. Tapi karena presiden itu hanya satu orang, maka
tugas yang banyak itu dibantu juga oleh para pembantu di
bawahnya, yaitu menteri dan lembaga negara lainnya di
bawah presiden seperti kepolisian dan TNI.
2. MPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ini bagian dari
lembaga legislatif. Tugasnya ya salah satunya bisa
menerbitkan Ketetapan MPR.
3. DPR, Dewan Perwakilan Rakyat. Ini juga termasuk
kekuasaan legislatif. Tugasnya yang utama, membuat
undang-undang.

33
4. DPD, Dewan Perwakilan Daerah. Nah kalo yang ini tidak
terdefinisi nih jenis kelaminnya, bukan eksekutif, bukan
legislatif, apalagi bukan yudikatif. Lah terus apaan? Ya udah
DPD aja udah. Tugasnya: menjadi penghubung antara
pemerintah pusat dan daerah.
5. MA, Mahkamah Agung. MA ini merupakan kekuasaan
kehakiman atau lembaga yudikatif. Tugasnya yang utama:
menerima permohonan kasasi dan peninjauan kembali,
menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili, dan
judicial review peraturan perundang-undangan dibawah UU
terhadap UU. Sebetulnya bukan hanya itu tugasnya, tapi ya
yang paling penting itu lah.
6. MK, Mahkamah Konstitusi. Ini juga termasuk kekuasaan
yudikatif. MK ini tugas utamanya adalah judicial review UU
terhadap UUD. Selain itu juga menerima sengketa pemilu,
pembubaran partai politik, dan mengadili presiden dan
wakil presiden.
7. KY, Komisi Yudisial. KY ini juga sama seperti DPD tadi, ini
tidak bisa diidentifikasi jenis kelaminnya. KY berkali-kali
saya jelaskan, bukan termasuk kekuasaan yudikatif,
walaupun namanya ada kata yudisial. Tugasnya yang utama
adalah mengawasi kinerja hakim. Jadi hakim itu berat, mas.
Selain harus diawasi oleh pihak internal Mahkamah Agung,
juga harus diawasi oleh lembaga eksternal yaitu Komisi
Yudisial. Dan dua-duanya lembaga tinggi negara lagi. Ngeri
ngeri.

34
8. BPK, Badan Pemeriksa Keuangan. Ini juga tidak bisa
diidentifikasi, bukan eksekutif, bukan legislatif, bukan pula
yudikatif. Tugas BPK ini ya sesuai namanya, melakukan
audit keuangan terhadap semua pengeluaran yang
dilakukan oleh setiap lembaga negara.

Nah pernah saya sampaikan berkali-kali, kedelapan lembaga


tersebut kedudukannya setingkat dibawah UUD. Jadi, presiden itu
kedudukannya setingkat ketua MPR, setingkat pula dengan ketua
MA, dan seterusnya. Jadi sebetulnya, yang berkuasa di Indonesia itu
aslinya ada 8. Yang menjadi kepala negara di Indonesia juga aslinya
ada 8. Hanya saja, nggak mungkin kan kepala kok ada 8. Maka
sebagai simbol, presiden karena tugasnya yang paling banyak
dijuluki sebagai kepala negara. Tapi lagi-lagi saya katakan, presiden
disebut sebagai kepala negara itu bukan dalam arti yang
sesungguhnya, tapi itu hanya sebagai simbol saja.

B. Hierarki Lembaga Peradilan

Hierarki lembaga peradilan atau hierarki kekuasaan kehakiman


disini, seluruhnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Ada 4 jenis peradilan ya di bawah MA, yang itu jika saudara main
ke setiap pengadilan, di bagian depannya itu pasti jumlah tiang
pengadilannya ada 4. Itu simbol. Apa saja ke empatnya itu?

35
1. PN, Pengadilan Negeri, alur proses di dalamnya disebut
sebagai peradilan umum. Kompetensi absolutnya atau
kewenangannya, secara sederhana hanya ada 2, yaitu:
mengadili perkara pidana yang dilakukan rakyat sipil, dan
mengadili perkara perdata yang bukan hukum Islam.
Didalam Pengadilan Negeri ini setidaknya ada 6 lembaga
peradilan khusus, yaitu:
a. Pengadilan anak
b. Pengadilan HAM yang bersifat ad-hoc atau sementara
c. Pengadilan tindak pidana korupsi
d. Pengadilan niaga
e. Pengadilan perikanan
f. Pengadilan hubungan industrial
2. PA, Pengadilan Agama, alur prosesnya disebut peradilan
agama. Kompetensi absolutnya secara sederhana, adalah
mengadili perkara perdata yang ada hubungannya dengan
hukum Islam.
Pengadilan agama ini memiliki 1 anak, yang itu masih bisa
kita perdebatkan ya sebagaimana saya pernah jelaskan di
mata kuliah HTN, yaitu:
a. Mahkamah Syar’iyyah di Aceh.
3. PTUN, Pengadilan Tata Usaha Negara, alur prosesnya
disebut peradilan tata usaha negara. Kompetensi absolutnya
adalah mengadili sengketa yang ada hubungannya dengan
kebijakan pemerintah, atau biasa disebut dengan Keputusan
Tata Usaha Negara (KTUN).

36
PTUN ini juga punya 1 anak, yaitu:
a. Pengadilan Pajak
4. PM, Pengadilan Militer, alur prosesnya disebut peradilan
militer. Kompetensi absolutnya adalah mengadili perkara
pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI dan mengadili
sengketa Keputusan Tata Usaha Militer (KTUM), kebijakan
yang dikeluarkan oleh para petinggi militer.

C. Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Hierarki peraturan perundang-undangan itu maksudnya adalah


peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh setiap warga negara.
Saudara sebagai mahasiswa hukum harus bisa membedakan mana
hierarki peraturan perundang-undangan, mana sebuah kebijakan
dari pemerintah. Konsekuensi keduanya bisa berbeda. Mari kita
jelaskan singkat saja.

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terbaru


diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar NRI 1945


2. Ketetapan MPR
3. UU/Perpu
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Peraturan Presiden (Perpres)
6. Peraturan Daerah tingkat Provinsi

37
7. Peraturan Daerah tingkat Kabupaten/Kota
8. Ditambah dengan setiap “Peraturan” yang dikeluarkan oleh
lembaga yang lembaga tersebut dibentuk oleh UU, misalnya
“Peraturan Mahkamah Agung (Perma)”, “Peraturan BPK”,
“Peraturan BI”, “Peraturan KPU”, “Peraturan Menteri”, dan
lain-lain.

Setiap produk hukum yang dibuat oleh lembaga negara, bisa


diajukan sengketa oleh masyarakat yang tidak menyetujuinya atau
yang hak konstitusionalnya dilanggar berdasarkan produk hukum
tersebut. Hal ini tidak lain merupakan bentuk pengejawantahan
terhadap proses negara hukum.

Untuk UU/Perpu yang dianggap melanggar UUD, maka


sengketanya bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara untuk peraturan perundang-undangan dibawah UU,
misalnya PP atau Perpres, sengketanya bisa diajukan judicial
review ke Mahkamah Agung.

Namun ada satu hal yang menarik disini, bahwasanya hingga


tulisan ini dibuat, sejauh yang saya ketahui, Ketetapan MPR belum
memiliki suatu jalur hukum yang bisa ditempuh. Pernah terjadi
suatu kasus Ketetapan MPR diajukan judicial review ke MK, namun
MK malah menolaknya. Entahlah...

Misalnya kita ambil contoh, Rizal merupakan seorang


pekerja/buruh di PT. Nusantara. Ketika tau bahwa DPR
mengesahkan UU Cipta Kerja, dia merasa UU tersebut akan

38
merugikan hak dia sebagai seorang pekerja/buruh. Maka Rizal bisa
mengajukan judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah
Konstitusi.

Ditempat yang lain, Moldi juga merupakan seorang pekerja/buruh


di PT. Bumi Pertiwi. Dia mendengar ada Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan nomor sekian yang disahkan, dan setelah ia baca
ternyata isinya merugikan dia sebagai seorang pekerja/buruh.
Maka Moldi bisa mengajukan judicial review peraturan menteri
tersebut ke Mahkamah Agung.

Adapun selain yang tercantum diatas, masuk kategori kebijakan


(policy), yang penyelesaian sengketanya ke PTUN. Namun perlu
saya sampaikan, dalam prakteknya kadang teori ini tidak berlaku.

39
LEMBARAN 3

HUKUM ACARA PIDANA

Mari kita mengangan-angankan suatu kasus. Musdalifah adalah


seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Bandung.
Dia satu kelas dengan mahasiswa lain bernama Ana. Dia kemudian
masuk ke dalam kelas dan mencuri laptop milik Ana. Bagaimana
proses hukum acaranya?

Baiklah, kita uraikan secara mudah saja ya.

1. Ana sebagai korban, dia akan membuat laporan kepolisian.


Ingat ya, ini namanya laporan, bukan pengaduan.
2. Pihak kepolisian akan membuat berita acara dalam
penerimaan laporan tersebut.
3. Kemudian pihak kepolisian akan membentuk tim penyelidik
untuk melakukan penyelidikan. Tugas dari penyelidikan ini
adalah untuk mengkonfirmasi apakah di kelas yang
dimaksud Ana itu benar-benar terjadi pencurian atau tidak.
4. Setelah terkonfirmasi, maka statusnya akan dinaikkan
menjadi penyidikan. Proses penyidikan ini dilakukan oleh
tim penyidik dengan tujuan untuk mencari setidaknya 2 alat
bukti dan juga menetapkan tersangka. Nah disinilah
penyidik akan mencari alat buktinya, misalnya kamera
CCTV di dalam kelas, kemudian pernyataan Ana sendiri
sebagai korban. Korban disini dihitung sebagai saksi ya.

40
Setelah ditelusuri, pihak penyidik akhirnya menetapkan
Musdalifah sebagai tersangka.
5. Penyidik pun membuat berita acara, yang jika sudah
lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan.
6. Di kejaksaan inilah nanti dibuat surat dakwaan. Nanti jaksa
akan menyiapkan pasal yang relevan terhadap kasus ini.
7. Setelah surat dakwaan selesai dibuat, jaksa penuntut umum
akan mendaftarkan surat dakwaan itu ke pengadilan negeri.
8. Surat dakwaan itu akan diregistrasi oleh pihak pengadilan.
9. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim
yang terdiri dari 3 orang hakim.
10. Lalu 3 orang hakim tersebut akan menetapkan hari sidang,
misalnya agenda sidang pertama tanggal 1 Januari.
11. Pengadilan akan melakukan pemanggilan para pihak, yaitu
jaksa penuntut umum dan pihak tersangka/terdakwa yaitu
Musdalifah.
12. Agenda sidang pertama adalah pembacaan dakwaan atau
pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum. Agenda
sidang dilanjut minggu depan.
13. Agenda sidang kedua adalah pembacaan pledoi dari pihak
terdakwa.
14. Agenda sidang ketiga adalah pembacaan replik oleh jaksa
penuntut umum.
15. Agenda sidang keempat adalah pembacaan duplik oleh
pihak terdakwa.

41
16. Agenda sidang kelima dan seterusnya adalah proses
pembuktian. Disinilah agenda paling penting dalam proses
peradilan. Majelis hakim akan meminta jaksa penuntut
umum menghadirkan seluruh alat bukti. Alat bukti dalam
pidana adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa.
17. Setelah terbukti bahwa Musdalifah bersalah, maka agenda
terakhir adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim.
Misalkan Musdalifah dihukum 3 tahun.
18. Jika musdalifah berkeberatan dengan putusan tersebut,
Musdalidah bisa mengajukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi.
19. Nanti di Pengadilan Tinggi akan dilakukan pemeriksaan
ulang terhadap kasus pencurian ini.
20. Hingga tibalah saat pembacaan putusan oleh majelis hakim
di Pengadilan Tinggi. Misalkan vonis Musdalifah diturunkan
menjadi 2,5 tahun.
21. Tapi misalnya Musdalifah tetap tidak mau menerima
putusan tersebut. Dia bisa mengajukan upaya hukum kasasi
ke Mahkamah Agung.
22. Nah di Mahkamah Agung ini, prosesnya bukan lagi
membuktikan Musdalifah bersalah melakukan pencurian
atau tidak. Sudah bukan itu lagi. Pembuktian Musdalifah
beneran mencuri itu dilakukan di Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi. Di Mahkamah Agung, yang diadili adalah
proses hukum acara di tingkat PN dan PT, apakah sudah

42
sesuai hukum atau tidak. Apakah penggunaan pasal
terhadap kasusnya Musdalifah sudah tepat atau tidak.
23. Sampai akhirnya Mahkamah Agung juga menjatuhkan
putusan, misalnya vonis Musdalifah turun lagi menjadi 2
tahun penjara.
24. Setelah putusan di Mahkamah Agung dibacakan, maka
otomatis putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Putusan itu sudah bisa dilaksanakan oleh Jaksa.
25. Akhirnya, Musdalifah pun masuk di jeruji besi.
26. Satu tahun kemudian, keluarga Musdalifah menemukan alat
bukti baru yang bisa membebaskan Musdalifah dari jeratan
hukum. Keluarganya menemukan hasil rekaman CCTV di
belakang gedung kelas, yang dulu saat kejadian luput dari
pemeriksaan penyidik. Dalam rekaman CCTV tersebut,
terlihat jelas bahwa sebenarnya yang melakukan pencurian
laptop miliknya Ana adalah Iwan, seorang pedagang di
kampus tersebut.
27. Akhirnya keluarga Musdalifah dan kuasa hukumnya pun
mengajukan upaya hukum luar biasa, namanya Peninjauan
Kembali. Hasil dari peninjauan kembali ini, MA
mengabulkan dan membebaskan Musdalifah dari segala
tuntutan hukum.
28. Kemudian setelah itu, penyidik polisi akan menangkap Iwan
dan menetapkannya sebagai tersangka.
29. Proses selanjutnya kembali ke nomor 5.

43
LEMBARAN 4

HUKUM ACARA PERDATA

Mari membuat skenario kasus lagi. Iwan membuat suatu perjanjian


jual beli dengan Rizal. Iwan sebagai penjual, Rizal sebagai pembeli.
Anggap saja jual beli laptop. Keduanya membuat perjanjian tertulis.
Dijelaskan dalam kontrak perjanjian, Iwan harus mengirimkan
laptop maksimal tanggal 15 Januari. Sementara Rizal harus sudah
melunasi pembayaran maksimal tanggal 20 Januari.

Ternyata eh ternyata, Rizal baru melunasi pembayaran pada


tanggal 23 Januari. Iwan pun jengkel dan menganggap Rizal
melakukan wanprestasi (tidak melaksanakan isi perjanjian). Iwan
pun mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Bagaimana prosesnya? Oke kita jelaskan singkat ya.

1. Iwan karena bukan mahasiswa hukum, dia akan mendatangi


kantor advokat.
2. Advokat akan membuatkan surat kuasa dari Iwan kepada
advokat yang bersangkutan.
3. Kemudian advokat tersebut akan membuat surat gugatan.
4. Surat gugatan pun didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
5. Seperti biasa, pendaftaran gugatan tersebut akan diberikan
nomor registrasi oleh pihak pengadilan.

44
6. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim
berisi 3 orang hakim.
7. Majelis hakim pun menetapkan jadwal sidang pertama,
misalnya tanggal 15 Februari.
8. Pihak pengadilan melakukan pemanggilan kepada para
pihak, yaitu penggugat atas nama Iwan dan tergugat atas
nama Rizal.
9. Agenda sidang pertama pada tanggal 15 Februari adalah
upaya majelis hakim untuk meminta para pihak
menyelesaikan sengketanya melalui jalur mediasi, baik
mediasi di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan.
10. Anggaplah dalam mediasi yang dilakukan, Iwan dan Rizal
tidak berdamai.
11. Maka akta hasil mediasi yang berisi tidak berdamainya Iwan
dan Rizal diajukan kepada majelis hakim.
12. Kemudian majelis hakim akan melanjutkan prosesnya ke
pembacaan gugatan.
13. Agenda sidang kedua adalah pembacaan gugatan oleh pihak
penggugat yaitu Iwan.
14. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan jawaban oleh
pihak tergugat yaitu Rizal.
15. Agenda sidang selanjutnya lagi adalah pembacaan replik
oleh pihak penggugat yaitu Iwan.
16. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan duplik oleh
pihak tergugat yaitu Rizal.

45
17. Setelah itu, barulah masuk ke agenda sidang paling penting,
yaitu proses pembuktian. Disini akan dibuktikan apakah
betul Rizal telah melakukan wanprestasi. Alat bukti dalam
perdata adalah: surat, keterangan saksi, persangkaan,
pengakuan, dan sumpah.
18. Kemudian setelah Rizal terbukti melakukan wanprestasi,
agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan kesimpulan
oleh para pihak.
19. Agenda sidang terakhir adalah pembacaan putusan oleh
majelis hakim. Misalnya Rizal divonis membayar ganti rugi
sebesar 10 juta rupiah.
20. Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Kemudian dia
mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
21. Di Pengadilan Tinggi pun akan diperiksa kembali sengketa
wanprestasi ini.
22. Misalnya majelis hakim di tingkat banding menjatuhkan
putusan yang memperkuat putusan di tingkat pertama,
bahwa Rizal harus membayar ganti rugi sebesar 10 juta
rupiah.
23. Lagi-lagi Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Dia
mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
24. Dan Mahkamah Agung pun tetap memperkuat putusan di
tingkat pertama dan di tingkat banding.
25. Setelah putusan di MA dibacakan, maka putusannya sudah
berkekuatan hukum tetap. Putusan itu bisa dilakukan

46
eksekusi. Pelaksana eksekusi dalam perkara perdata adalah
ketua pengadilan dan juru sita.

Oke, saudara harus paham, bahwa dibandingkan hukum acara


pidana, hukum acara perdata itu jauh lebih seru. Dalam hukum
acara pidana, setiap rangkaian alur proses hukum acaranya, itu
tidak jauh berbeda dengan yang saya kasih contoh di bagian
sebelumnya, yaitu di kasusnya Musdalifah.

Namun dalam hukum acara perdata, skenarionya bisa banyak


sekali. Misalnya dengan munculnya gugatan rekonvensi. Gugatan
rekonvensi itu adalah gugatan balik dari pihak tergugat. Jadi Rizal,
bisa saja mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga dalam satu
proses hukum, terdapat dua gugatan sekaligus.

Belum lagi dengan munculnya pihak ketiga, bisa voeging,


tussenkomst, dan vrijwaring. Masih kurang aneh? Dalam hukum
acara perdata dikenal dengan putusan gugur dan putusan verstek.
Putusan gugur bisa dilakukan upaya dengan mengajukan gugatan
baru, sementara putusan verstek bisa dilakukan perlawanan
verzet.

Apa cukup demikian? Nggak lah. Saking seru nya hukum acara
perdata, dikenal juga istilah aanmaning, yaitu teguran terhadap
pihak yang kalah yang tidak mau melaksanakan isi putusan.
Kemudian dalam proses sita eksekusi bisa lebih seru lagi, karena
jika dalam eksekusi itu menyerobot benda milik pihak ketiga, maka

47
pihak ketiga ini bisa mengajukan upaya hukum luar biasa berupa
dendenverzet.

Masih kurang seru? Dalam hukum acara perdata itu dikenal


gugatan voluntair dan gugatan contentiosa. Untuk gugatan
voluntair, upaya hukumnya tidak ada banding, tapi langsung kasasi
ke Mahkamah Agung. Ribet si sebenernya hukum acara perdata itu,
tapi kalo serius belajar disini, yakin pasti seru banget. Saya pribadi,
jauh lebih suka belajar hukum acara perdata ketimbang hukum
acara pidana. Hukum acara pidana itu monoton, nggak menantang,
sementarra hukum acara perdata kemungkinan-kemungkinannya
banyak dan bisa tidak terduga sama sekali.

Nah, terakhir, saya ingin sampaikan kepada mahasiswa, bahwa


saudara wajib betul-betul menguasai hukum acara perdata (selain
juga hukum acara pidana). Mengapa hukum acara perdata begitu
penting? Karena selain proses litigasi perdata di PN, hukum acara
perdata juga diadopsi di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata
Usaha Negara. Jadi kalo misalkan saudara menguasai hukum acara
perdata, secara otomatis saudara juga menguasai peradilan lain
selain peradilan umum.

48
LEMBARAN 5

HUKUM ACARA AGAMA

Kasus paling banyak dalam perkara agama Islam di Indonesia,


adalah kasus perceraian. Kita misalkan, Rizal adalah seorang
muslim, menikah dengan Musdalifah seorang muslimah. Selang
beberapa bulan menikah, Musdalifah sebagai istri merasa hidupnya
ditelantarkan oleh Rizal. Maka dia berniat untuk mengajukan
gugatan cerai. Bagaimana prosesnya? Mari kita bahas singkat saja.

1. Musdalifah tentu akan mendatangi pengacara untuk


membantu pengurusan perceraian yang dia inginkan
tersebut.
2. Seperti biasa, pengacara akan membuatkan surat kuasa.
3. Setelah surat kuasa, akan dibuatkan surat gugatan.
4. Langsung saja tanpa bertele-tele, surat gugatan didaftarkan
di pengadilan agama.
5. Gugatan itu akan diberikan nomor registrasi oleh
pengadilan agama.
6. Ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim.
7. Nanti majelis hakim akan menetapkan tanggal sidang
pertama.
8. Penggugat dan tergugat akan dipanggil oleh pengadilan
agama untuk menghadiri sidang.

49
9. Agenda sidang pertama, hakim akan berupaya
mendamaikan Musdalifah dan Rizal. Jika tidak berhasil,
majelis hakim akan meminta para pihak menyelesaikan
permasalahannya melalui proses mediasi.
10. Alur proses selanjutnya dianggap sama dengan proses
hukum acara perdata, hingga kasasi di Mahkamah Agung.
11. Jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap, panitera akan
memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua
belah pihak.

Nah, saudara, barangkali sebagiannya bukan beragama Islam, tapi


saya tetap menganjurkan saudara untuk benar-benar memahami
dasar-dasar hukum Islam. Mengapa? Jika saudara nanti berprofesi
sebagai lawyer, kemudian ada klien beragama muslim ingin
mengajukan gugatan cerai, saudara tetap harus siap mendampingi.
Lihatlah Hotman Paris, walaupun beragama non-muslim, tapi
beliau tetap jago mendampingi kliennya yang muslim utama yang
artis-artis dalam sengketa cerai di Pengadilan Agama.

Teringat seorang teman saya, seorang Protestan dari Sumatera


Utara, keukeuh meminta saya untuk mengajarkan dia cara
membaca aksara Arab. Saya ajari dia di kantin kampus berhari-hari
agar dia dapat dengan mudah membaca aksara Arab. Sedemikian
semangatnya teman saya dulu, walaupun non-muslim, tapi dia
nggak mau kalah dengan lawyer muslim. Karena dia sadar, hukum
Islam itu berlaku di Indonesia.

50
Khusus bagi saudara yang barangkali berminat untuk menjadi
hakim di Pengadilan Agama, siapkan dari sekarang untuk belajar
membaca kitab kuning khas pesantren-pesantren salaf tradisional.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan biasanya kitab-kitab bermazhab
Syafi’i. Jadi, mulailah dipersiapkan dari sekarang.

51
LEMBARAN 6

HUKUM ACARA PTUN

Nah, ini juga salah satu hukum acara yang cukup rumit. Mari kita
mengandai-andai masalah. Ana adalah seorang bupati Kabupaten
Sleman. Salah satu program kerja Ana adalah pembangunan alun-
alun kota yang cukup luas. Untuk memperluas alun-alun yang ada
sekarang, dia menerbitkan kebijakan untuk melakukan
penggusuran terhadap rumah-rumah warga di sekitar alun-alun,
tentunya dengan ganti rugi.

Namun warga menolak. Mereka menganggap sudah nyaman hidup


di sekitar sana. Mereka tidak terima rumah mereka hendak
digusur. Maka mereka melakukan langkah hukum. Bagaimana
prosedurnya?

1. Pertama sekali, warga bisa mengajukan langkah keberatan


dan banding administratif kepada lembaga yang
mengeluarkan kebijakan tersebut, yaitu ke kantor bupati
Sleman.
2. Jika tetap tidak diindahkan, maka upaya selanjutnya adalah
melakukan gugatan TUN.
3. Warga bisa mendatangi advokat untuk dibuatkan surat
kuasa dan surat gugatan.

52
4. Surat gugatan itu kemudian didaftarkan di PTUN.
5. Sisanya hampir hingga akhir, hampir mirip seperti alur
dalam proses hukum acara perdata.

Nah kenapa saya bilang hukum acara TUN itu cukup rumit? Karena
kemungkinan di dalamnya sama seru nya seperti hukum acara
perdata, bahkan lebih khas, ada alur-alur yang tidak ada dalam
hukum acara perdata.

Misalnya, PTUN akan melakukan penyeleksian kasus yang masuk


apakah merupakan kewenangannya atau bukan dalam proses
namanya proses dismissal. Jika proses dismissal itu tidak diterima
(bukan ditolak ya), maka bisa mengajukan upaya perlawanan.
Kemudian dalam acara PTUN juga dikenal adanya pemeriksaan
biasa, singkat, dan cepat.

Saya sendiri juga bingung untuk menjelaskannya secara detail


dalam tulisan ini. Harus dalam tatap muka di dalam kelas, itu yang
betul-betul saya harapkan. Tapi okelah, setidaknya saya lampirkan
saja alur proses hukum acaranya dalam sebuah gambar di halaman
terakhir berikut:

53
Sumber Gambar : Mbah Google

54
TENTANG PENULIS

Nama lengkapnya adalah Idik Saeful


Bahri, S.H., M.H., lahir di Desa
Lengkong, Kuningan, pada tanggal 13
Februari 1994. Dalam beberapa
tulisan biasanya Idik Saeful Bahri
menggunakan inisial “idikms” yang
tidak lain merupakan nama pena.

Idik Saeful Bahri merupakan


akademisi dan praktisi di bidang
hukum. Lulus S1 di Prodi Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan
lulus S2 di Prodi Magister Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta, keduanya lulus
dengan predikat Cumlaude.

Riwayat pendidikan Idik Saeful Bahri


dimulai dari SDN 3 Lengkong,
MTsN Sindangsari, SMAN 3
Kuningan, UIN Sunan Kalijaga, hingga UGM Yogyakarta. Idik Saeful Bahri juga
pernah mengenyam pendidikan non-formal, yakni: Madrasah Salafiyah
Syafi’iyyah al-Idrus Lengkong selama 8 tahun dan Kursus Inggris Jogja selama 1
tahun.

Penulisan buku elektronik ini merupakan upaya untuk membantu rekan-rekan


mahasiswa hukum dalam memahami hukum dengan penyampaian yang cukup
ringan. Utamanya buku elektronik ini dipersembahkan untuk mahasiswa-
mahasiswa yang rajin mengikuti perkuliahan Idik Saeful Bahri. Diharapkan buku
elektronik ini bisa menjadi penghantar ilmu yang praktis bagi mahasiswa-
mahasiswa hukum.

Buku elektronik ini merupakan buku yang diterbitkan secara mandiri. Idik Saeful
Bahri tercatat pernah menerbitkan setidaknya 4 buku yang sudah terdaftar ISBN,
yaitu pada tahun 2017 terbit dua buku sekaligus, pertama buku bertemakan
hukum berjudul “Risalah Mahasiswa Hukum”, dan kedua sebuah novel berjudul
“Restrayer”. Kemudian pada tahun 2020, Idik Saeful Bahri juga menerbitkan

55
sebuah buku sejarah berjudul “Gegap Gempita Perjalanan Sejarah dan Upaya
Status Kepahlawanan Eyang Hasan Maolani Lengkong”. Kemudian pada tahun
2021, terbit pula buku berjudul “Dasar-Dasar Ilmu Hukum dalam Suatu
Pengantar dan Tinjauan Pragmatis”. Adapun tulisan-tulisan Idik Saeful Bahri
yang tidak terdaftar ISBN seperti jurnal dan artikel ilmiahnya bisa pembaca
dapatkan di banyak media dan forum.

Dalam kehidupan sekolah dan kuliahnya, Idik Saeful Bahri cukup aktif dalam
berorganisasi, antara lain: Ketua Rohaniawan Islam Baiturrahim (RISBA)
Smantika; Ketua Physics Science Club (PSC) Smantika; Wakil Ketua Rohis
Kabupaten Kuningan; Penegak Bantara Pramuka SMAN 3 Kuningan; Pendiri
Three Photography and Journalists Forum (THREEPHYRAL); Perhimpunan
Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI); Divisi Pidana Komunitas Peradilan
Semu (KPS) UIN Sunan Kalijaga; Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kuningan
(IPMK); Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ashram Bangsa;
Tim Editor Redaksi Majalah Mardika; Pemimpin Redaksi Buletin Jum’at Si
BURI; Pemimpin Redaksi Buletin Jum’at JUMUAH; Divisi Pelatihan dan
Pengembangan KWU Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas
Gadjah Mada; Keluarga Mahasiswa Magister Hukum (KMMH) Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada; Divisi Hukum Komunitas Keluarga Inklusi (KKI)
Yogyakarta, dan beberapa organisasi lainnya.

Idik Saeful Bahri bisa dihubungi melalui e-mail: idikms@gmail.com. Idik Saeful
Bahri juga aktif di berbagai media sosial, pembaca bisa mencari akunnya dengan
menggunakan namanya sebagai kata kunci pencarian, biasanya username akunnya
menggunakan nama “idikms”.

56

Anda mungkin juga menyukai