Desain Cover :
Idik Saeful Bahri
Sumber :
Canva Design
Tata Letak :
Idik Saeful Bahri
Proofreader :
Idik Saeful Bahri
Ukuran :
Uk: 17.5x25 cm
Cetakan Pertama :
Desember 2021
iii
BUKU ELEKTRONIK INI DIPERSEMBAHKAN KHUSUS UNTUK
MAHASISWA BERIKUT:
Moldi Semuel
Terima kasih telah menghargai saya sebagai dosen dengan selalu hadir dalam
perkuliahan dan selalu mengerjakan tugas dengan baik.
Saya boleh dianggap sebagai teman, atau paling tidak sebagai kakak tingkat yang
lebih dulu lulus dalam hal perkuliahan. Jangan panggil saya bapak, karena saya
bukan bapak kalian. Panggil mas atau akang mungkin terdengar menyenangkan,
karena umur saya tidak setua yang kalian kira.
Jika kalian merasa terbantu dengan setiap perkuliahan yang saya ampu, kalian bisa
mengutip setiap isi perkuliahan saya utamanya tulisan-tulisan saya di hasil karya
tulis ilmiah kalian, misalnya di jurnal atau skripsi. Itu adalah penghargaan terbesar
dari seorang mahasiswa untuk dosennya.
KATA PENGANTAR
v
kurang 3 semester atau 1,5 tahun bersama. Disaat ada pertemuan, tentu akan
ada perpisahan. Selama 3 semester itu, penulis melihat ada beberapa sisi dari
materi hukum yang diterima mahasiswa, yang perlu untuk ditinjau ulang.
vi
Terima kasih, dan selamat membaca serta berkelana dalam lautan
ilmu hukum. Viva Justicia...!
vii
DAFTAR ISI
Harapan ___________________________________________________ xi
Lembaran 1 ______________________________________________________ 1
Lembaran 2 _____________________________________________ 32
Lembaran 3 _____________________________________________________ 40
Lembaran 4 ______________________________________________ 44
Lembaran 5 ______________________________________________________ 49
Lembaran 6 _______________________________________________ 52
viii
“Jika kau belum sanggup menajamkan hukum ke atas, setidaknya
kau harus mampu menumpulkan hukum ke bawah.”
ix
Sebelum mulai membaca isi buku elektronik ini, izinkan penulis
untuk mengganti peristilahan dalam buku ini.
x
Harapan saya sebagai dosen sebetulnya ingin mengajar beberapa
mata kuliah mendasar, seperti:
xi
LEMBARAN 1
Saat saudara bisa baca aksara arab, baru saudara bisa membaca al-
Qur’an. Itu pun saudara masih belum bisa belajar Islam secara utuh
dari al-Qur’an, apalagi berfatwa tentang hukum Islam. Masih jauh.
Saudara harus bisa bahasa Arab dulu dong. Belajar Nahwu-Sharaf
nya dulu kalo kata anak pesantren mah.
1
“Kang, ane udah bisa nashrif nih, udah bisa dong mengkaji Islam
langsung dari Qur’an?”
“Masih jauh lah. Masih jauh. Setelah bisa bahasa arab dasar,
tingkatkan lagi ke kaidah bahasa arab yang lebih tinggi. Alfiyah
mungkin. Terus ada lagi. Saat kau sudah hampir bisa tata bahasa
Arab, kau perlu untuk mencoba belajar ilmu balaghah. Qur’an kan
turun hampir 1500 tahun lalu. Harus tau perubahan makna dalam
bahasa Arabnya. Termasuk tradisi pengucapan Arab. Kalo sudah
ditingkat ini, kamu nggak bisa seenaknya nyalahin orang yang
berdoa “allahummaghfirlaHU” padahal mayatnya perempuan.
Nggak bisa. Harus toleran kita. Karena nabi pun pernah mendoakan
mayit perempuan dengan dhomir mudzakkar. Kalo semuanya
sudah dikuasai, pelajari pula dasar-dasar ilmu tafsir. Jangan lupa
juga ilmu ushul fiqh, karena tanpa ushul fiqh, fatwa yang walaupun
ngakunya bersumber dari al-Qur’an, biasanya jadi rancu dan butuh
fatwa tandingan...”
***
2
Nah gitu juga dalam hukum. Untuk paham seluk beluk hukum
seluruhnya, ada step-stepnya. Yang terdasar itulah biasa kita sebut
pengantar ilmu hukum. Disini bakal dijelaskan pedoman biar
saudara tidak bingung saat menghadapi kasus-kasus hukum atau
materi-materi hukum di tingkat selanjutnya.
A. Definisi Hukum
3
universitas biasanya ada aturan poin, maka itu tidak akan dikaji
dalam kelas hukum, walaupun yang membuat aturan itu Fakultas
Hukum sendiri. Mengapa? Karena Fakultas Hukum bukanlah
lembaga yang berwenang. Tapi jika seandainya ada aturan
larangan merokok di Jalan Malioboro Yogyakarta berupa Perda
atau Peraturan Daerah, maka itulah salah satu objek kajian di
Fakultas Hukum.
B. Norma
Mulai dulu dari norma ya. Norma itu apa si? Mudahnya, norma itu
aturan yang diikuti masyarakat. Di beberapa buku, istilah “norma”
ini sama maknanya dengan “kaidah”. Anggap saja lah ya norma itu
ada 4 jenis, yaitu:
4
termasuk norma agama yang ketika dilanggar, akan
diancam dosa.
2. Norma Kesusilaan. Untuk yang kedua ini, mudahnya gini
aja lah ya. Semisal saudara ngelakuin sesuatu, kemudian
dapet kecaman dari masyarakat, sampe-sampe mungkin
saudara di usir dari rumah, nah itu norma kesusilaan.
Semisal Rizal membunuh orang, memperkosa tetangganya,
atau mencuri hp milik temannya. Nah si Rizal pasti jadi
bulan-bulanan masyarakat. Norma kesusilaan ini sebagian
besar biasanya sudah menjadi norma hukum, karena sudah
diatur dalam UU. Norma kesusilaan ini biasanya bersifat
universal, jadi di banyak daerah pasti hampir-hampir sama.
Lah iya dong, pembunuhan misalnya, mau orang Jawa kek,
mau orang Batak kek, mau orang Bali kek, mau orang
Amerika kek, pasti sama-sama mengecam jika ada
pembunuhan.
3. Norma Kesopanan. Kalo ini lebih ringan dari nomor 2.
Semisal saudara ngelakuin hal yang nggak pantes dan
disinisin sama tetangga, nah itu norma kesopanan. Suatu
waktu, Musdalifah lewat daerah kaum santri yang biasanya
pake pakaian yang menutup aurat (pakaian Islami lah
gampangnya). Tiba-tiba Musdalifah—seorang perempuan
kekinian, maklum baru balik dari kota kali ya, pake rok
pendek lewatin area pesantren. Apa nggak heboh tuh?
Walaupun anak-anak pesantren itu nggak sampe ngusir
Musdalifah dari kampung, tapi mereka pasti ngomongin
5
Musdalifah. “Tuh liat, cewek jaman sekarang mah kagak tau
sopan santun.”. Kan begitu biasanya. Nah untuk norma
kesopanan ini, itu relatif ya. Setiap tempat bisa beda-beda.
Di komplek pesantren, cewek pake rok pendek mungkin
sudah dibully. Tapi di daerah lain yang abangan, ya biasa
aja.
4. Norma Hukum. Nah, setiap di Fakultas Hukum, kalo dosen
ngomong istilah “norma”, maksudnya yang nomer 4 ini.
Norma hukum itu mudahnya ya hukum yang berlaku di satu
negara lah gitu. Hukum positif kalo orang bilang. Teringat
cerita dosen saya dulu namanya Dr. Djoko Sukisno, beliau
pernah cerita gini. Dulu, saat sepeda motor sudah masuk ke
Indonesia dan sudah mulai banyak di jalanan, itu belum ada
UU Lalu Lintas. Jadi, orang pake motor itu nggak pada pake
helm. Bebas aja. Sampe suatu saat, karena banyak
kecelakaan, maka dianggap penting bawa motor pake helm.
Maka dibuatlah UU Lalu Lintas yang mewajibkan pake helm.
Nah aturan pake helm saat UU Lalu Lintas disahkan, sudah
menjadi norma hukum.
Kalo kata pak Djokis (itu sebutan dosen saya itu), dulu orang
yang mensosialisasikan aturan pake helm itu dilakukan pak
Hoegeng. Ituloh, jenderal yang kata Gus Dur kejujurannya
mirip polisi tidur itu. Sampe-sampe masyarakat itu nuduh
pak Hoegeng jualan helm. Tapi untunglah yang dituduh itu
pak Hoegeng, kan orang jadi tau kalo itu tuduhan. Pak
Hoegeng kan rumahnya butut, alias jelek. Beda kalo yang
6
dituduh menteri jaman sekarang kan, dituduh bisnis PCR aja
kan kita pasti percaya, orang hidupnya mewah gitu.
Nah, banyak norma hukum ini diambil dari norma
kesusilaan, utamanya yang terkait hukum publik. Aduh
hukum publik apaan? Nanti-nanti ya abis ini ada bagian
khususnya...
“Kamu kok kenal kalo orang pake jaket hitam itu si Moldi?”
“Ya karena aku tau ciri-ciri si Moldi. Dia kan gemuk orangnya, kalo
pake sendal, pasti dia pake merek Swallow. Jadi kalo mukanya
ketutup sama jaket pun, tetep tau...”
7
Nah di Fakultas Hukum, yang dipelajari tentu bukan itu. Tapi
hukum dalam arti yang sesungguhnya. Hukum sudah tidak lagi
diartikan sebagai aturan secara umum, tapi dipersempit maknanya
menjadi “aturan dalam mengatur sesuatu yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang, kemudian saat seseorang melanggar
aturan tersebut akan dikenakan sanksi oleh lembaga yang juga
sama-sama berwenang...” Ini tambahan definisi dari bagian definisi
diatas.
Nah dari definisi hasil otak-atik saya ini, bisa dibuat ciri-cirinya nih.
Hukum yang dipelajari di Fakultas Hukum, ciri-cirinya harus:
1. Adanya aturan. Ngatur apa aja lah ya, yang penting ada
aturan.
2. Aturan itu dibuat oleh lembaga yang berwenang. Ini
maksudnya lembaga yang berwenang di tingkat negara ya.
Jadi kalo dosen bikin aturan dilarang merokok di dalam
kelas, itu bukan objek kajian di Fakultas Hukum. Dosen kan
bukan lembaga yang berwenang, dia kan cuma babu nya
mahasiswa saja.
3. Adanya sanksi. Nah kalo udah cape-cape bikin aturan,
terus aturan itu dilanggar, ya pasti jengkel lah ya. Makanya
harus ada sanksi atau hukuman. Nah khusus kajian di
Fakultas Hukum, proses pemberian sanksi itu juga harus
melalui serangkaian proses di lembaga yang berwenang.
Jadi kalo dosen ngasih sanksi sama mahasiswa yang
merokok di dalam kelas dengan mengurangi nilai kuliahnya
8
jadi nilai E, itu nggak bakal jadi materi perkuliahan di
Fakultas Hukum.
D. Sifat Hukum
9
hukum publik, misalnya peraturan perundang-undangan
tentang hukum pidana.
2. Hukum bersifat fakultatif, dia tidak terlalu mengikat dan
juga tidak terlalu memaksa. Misalnya dalam hal hukum
privat. Dalam KUH Perdata dijelaskan beberapa hal terkait
isi perjanjian, namun dalam beberapa hal terkait isi
perjanjian itu kita boleh untuk berbeda, dan perjanjian yang
kita buat itu tetap dianggap sah.
E. Tujuan Hukum
10
tulisan di undang-undangnya. Misal nih, di undang-
undangnya bilang, barang siapa yang mencuri dihukum 100
tahun. Nah, kepastian itu pake kacamata kuda. Pokoknya
kalo ada yang mencuri harus dihukum 100 tahun sesuai
undang-undang. Walaupun semisal ada nenek-nenek usia
70 tahun maling setangkai pohon, ya tetep 100 tahun
hukumannya.
Kepastian itu nggak punya nurani. Ini kebalikan dari
keadilan. Kalo dewi keadilan lihat nenek-nenek tadi yang
maling nggak seberapa, pasti udah bilang gini, “alah cuma
segitu doang dihukum. Udah bebasin aja. Koruptor masih
banyak gini, tetep aja masih ngurusin nenek-nenek...”
3. Teori Utilities = Hukum itu Bertujuan Melahirkan
Kemanfaatan. Iyalah, orang kalo mau bikin apa-apa pasti
harus bermanfaat lah. Ngapain bikin hukum kalo nggak ada
manfaatnya bagi masyarakat?
11
Lain sama kepastian. Pokoknya di undang-undang bilang 100
tahun, harus 100 tahun. Nggak boleh nggak. Hukum harus tetep
dijunjung walaupun langit hendak runtuh. Nah sejak dimunculkan
gagasan tujuan hukum itu adalah kepastian, istilah “hukum” sudah
tidak identik lagi dengan “keadilan”. Dulu, dulu sekali, orang bilang
“hukum” itu maknanya adalah “keadilan”, karena memang hukum
dan keadilan itu dua sejoli yang nggak bisa dipisahin. Tapi semua
berubah saat muncul orang ketiga. Saat “kepastian” datang
menggoda “hukum”, maka perkawinan “hukum” dan” keadilan”
pun putus dengan sendirinya, mereka bercerai dengan tragis.
Kalau saudara baca buku saya yang lain yang fokus membahas
Pengantar Ilmu Hukum, pembagian hukum itu bisa banyak sekali.
Ada ius constitutum dan ius constiituendum, ada hukum pidana,
perdata, administrasi, ada hukum tertulis dan tidak tertulis, dan
pembagian yang lainnya.
12
Tapi diantara sekian banyaknya pembagian hukum, yang paling
saya anggap penting, saudara wajib memahami apa itu hukum
publik dan apa itu hukum privat.
Seperti yang saya jelaskan di dalam kelas, ini versi mudahnya ya,
untuk memudahkan suatu hukum itu publik atau privat, lihat para
pihak yang bersengketanya. Jika salah satu pihaknya ada unsur
negara, maka itu jelas hukum publik.
Misalnya kasus pencurian yang itu bagian dari hukum pidana, coba
perhatikan putusan hakim tentang kasus pencurian. Pihak yang
dicantumkan itu cuma pihak terdakwa, karena pihak yang lainnya
adalah penuntut umum. Penuntut umum ini berasal dari instansi
negara yaitu Kejaksaan. Nah karena salah satu pihaknya ada
instrumen negara, maka jelas, hukum pidana merupakan bagian
dari hukum publik.
13
perorang, nggak ada yang negara. Maka jelas, kasus itu termasuk
hukum privat. Atau bisa disimpulkan, hukum perdata adalah
bagian dari kajian hukum privat.
Ini trik mudahnya aja lah ya, di buku-buku Pengantar Ilmu Hukum,
materi ini nggak bakal ada. Ini murni hasil otak-atik saya.
Selain pembagian hukum publik dan privat, satu hal lagi yang
penting untuk saudara pahami, yaitu membedakan mana itu
hukum formil dan mana itu hukum materiil.
14
orang biasa menyebutnya sebagai hukum acara, adalah prosedur
untuk menegakkan hukum materiil.
15
Sementara poin angka 5 hingga 7 merupakan hukum formil atau
hukum acara, bagaimana seorang ketua kelas yang kita anggap saja
seperti penyidik, menegakkan aturan larangan merokok dan
membuang sampah sembarangan di dalam kelas.
H. Subjek Hukum
Baca baik-baik bagian ini, ya. Saya merasa gagal sebagai dosen jika
mahasiswa semester atas masih gagap nggak paham soal subjek
hukum. Pas tau mahasiswa nggak bisa jawab, saya cuma bisa
mengelus dada sambil bilang, “duh Gusti, paringi sabarrr....
Gustiiii....”
16
Tapi walaupun di gedung saat pertandingan badminton itu banyak
orang, kita tau sendiri kalo sejatinya yang maen itu ya cuma si Lin
Dan sama si Taufik Hidayat. Nah itu namanya subjek. Orang yang
jadi fokus perhatian, itu subjek namanya.
Lah sama dengan hukum. Gampangannya aja lah ya, anggap saja
pengadilan itu sama kayak lapangan badminton, maka dua pihak
yang sedang bersengketa di pengadilan, itu namanya subjek
hukum. Atau kalo mau diartikan, subjek hukum itu orang yang bisa
bertanggungjawab atas setiap tindakannya dihadapan hukum, atau
dihadapan pengadilan.
Oke langsung saja kita bahas subjek hukum. Ada 2 ya subjek hukum
itu:
17
1. Natuurlijk Persoon = Manusia atau orang perorang
(bukan orang-orangan)
Iya lah, namanya hukum kan dibuat untuk ngatur manusia,
jadi ya manusia itu lah jadi subjeknya. Nah, tapi tidak semua
manusia bisa jadi subjek hukum. Ada kriterianya. Apa aja?
Harus cakap. Secara umum syaratnya hanya cakap. Cakap
ini bisa ditentukan oleh kedewasaan atau umur, bisa juga
oleh keadaan mental. Tapi khusus masalah umur, di
Indonesia nggak bisa asal pasang angka saja. Nggak bisa.
Misal “orang yang cakap adalah yang sudah berusia 18
tahun”, itu nggak bisa bilang gitu. Karena aturan cakap dari
kedewasaan/umur ini bisa beda-beda di setiap peraturan
perundang-undangan. Sudah berkali-kali saya bahas di
dalam kelas ya ribetnya nentuin umur ini. Jadi nanti untuk
umur, kita nyari aman aja ya, pendapat yang saya kutip dari
dosen saya saat di kelas sementara jangan dipake dulu lah
ya, karena memang kurang populer. Jadi masalah batas
umur ini, setiap klaster hukum bisa beda-beda. Dalam
pidana sekian tahun, nanti di perdata bisa beda lagi.
Selain dari kedewasaan atau umur, cakap juga bisa dinilai
dari keadaan mental. Kalo dia sakit jiwa, ya tentu dia bukan
subjek hukum. Karena bukan subjek hukum, maka dia nggak
bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Misalnya saudara lagi jalan-jalan, tiba-tiba saudara dipukul
orang gila. Ya itu mah musibah, mas, ikhlasin. Jangan
mentang-mentang mahasiswa hukum terus minta
18
pertanggungjawaban ke si orang gila tadi. Nanti saya yang
repot, sebenernya yang gila itu siapa? Jangan-jangan
saudara juga ikutan gila?
19
f. Perseroan Terbatas.
g. BUM Desa.
Mungkin selain yang saya sebutin ini, masih ada lagi. Tapi
biasanya jarang digunakan dan hanya berlaku untuk klaster
hukum tertentu saja. Misalnya kalo saudara belajar Hukum
Internasional, nanti subjek hukumnya bisa aneh-aneh,
misalnya ada Organisasi Internasional, ada juga Tahta Suci
dari Vatikan. Pokoknya subjek hukum yang bagian dari
rechts persoon ini bisa jadi lebih dari yang saya cantumin.
I. Sumber Hukum
20
1. Hukum tertulis, misalnya undang-undang;
2. Hukum tidak tertulis, misalnya kebiasaan;
3. Traktat atau perjanjian internasional, ini biasanya ada 2
jenis, ada namanya perjanjian bilateral (antara dua negara),
ada perjanjian multilateral (lebih dari 2 negara);
4. Yurisprudensi atau putusan hakim;
5. Doktrin atau pendapat sarjanawan hukum.
J. Asas Hukum
21
legalitas ada di KUHP, asas pacta sund servanda ada di KUH
Perdata, asas lex specialis derogat legi generali ada di KUH
Dagang, dan lain-lain. Ada juga asas hukum yang tidak
dicantumkan dalam UU, misalnya asas lex posteriori derogat
legi priori, juga asas lex superiori derogat legi imperiori. Tapi
walaupun tidak dicantumkan dalam UU, asas hukum
tersebut tetap mengikat. Jadi jika ada UU A lahir pada tahun
2000 dan ada UU A juga lahir pada tahun 2021, maka jelas
UU A yang berlaku adalah yang lahir pada tahun 2021. Apa
dasar hukumnya? Asas!
3. Filsafat hukum. Orang biasa menyebutnya hukum yang
abstrak. Ini merupakan kajian mahasiswa-mahasiswa
doktoral hukum. Intinya, filsafat hukum adalah hal yang
menjiwai dogmatika hukum dan teori hukum. Kenapa harus
ada aturan pake helm bagi kendaraan roda dua di UU Lalu
Lintas? Jawabannya karena untuk melindungi organ penting
di otak bagian belakang manusia dari benturan jika terjadi
tabrakan. Nah pemikiran seperti ini merupakan kajian
filsafat hukum.
Jadi jelas ya, asas hukum itu adalah suatu pemikiran yang berjalan
dibelakang norma hukum, dan walaupun tidak tercantum dalam
undang-undang, asas hukum itu memiliki kekuatan mengikat yang
sama.
22
K. Aliran dan Mazhab Hukum
Nah, aliran hukum ini salah satu kajian yang dipelajari lebih lanjut
dalam materi filsafat hukum. Untuk melahirkan banyak corak
hukum di dunia ini, ternyata ada sekian banyak perdebatan lintas
zaman, dan itu tidak akan pernah berhenti. Sesekali saudara
mungkin bisa bermeditasi, merenungkan apa si sebetulnya hukum
itu, kemudian dibuat dalam sebuah gagasan yang terstruktur. Maka
saudara sudah bisa disebut sebagai seorang filsuf hukum.
Aliran ini adalah yang tertua. Dalam pandangan aliran ini, hukum
identik dengan keadilan. Jadi jika di zaman ini sebagian besar
masyarakat menganggap hukum itu identik dengan keadilan, itu
berarti aliran hukum alam ini tetap langgeng menembus zaman.
23
jalan-jalan ke berbagai macam suku dan kebudayaan, ternyata
setiap suku dan kebudayaan memiliki batasan hukum yang sama.
Di satu suku bangsa, pembunuhan itu dikategorikan sebagai suatu
pelanggaran hukum yang berat, ternyata di suku bangsa yang
lainnya juga sama, pembunuhan itu dianggap pelanggaran hukum
yang berat. Oh kalo begitu, hukum ini berasal dari Tuhan, karena
nilai di setiap masyarakatnya sama. Sehingga dalam pandangan
hukum alam, hukum itu berlaku universal dimanapun berada, dan
akan abadi, setiap zaman akan memiliki nilai yang sama terhadap
hukum.
2. Mazhab Sejarah
24
3. Aliran Positivisme Hukum
25
5. Aliran Sosiological Jurisprudence
L. Sistem Hukum
26
maka saudara tidak bisa menjawab sistem hukum di Arab Saudi, di
Korea Utara, di Rusia, di China, di Afrika, dan banyak negara
lainnya. Mereka bukan civil law system, bukan pula common law
system.
Sistem hukum yang banyak itu: ada civil law system, ada common
law system, ada sistem hukum agama, ada sistem hukum adat, ada
sistem hukum sosialis, dan lain-lain.
1. Sistem hukum sipil atau civil law system. Orang biasa bilang
juga sebagai sistem hukum Eropa Kontinental. Kenapa
disebut sistem hukum Eropa Kontinental? Karena sistem
hukum ini berkembang di negara-negara eropa daratan.
Kontinental itu kan artinya daratan. Eropa daratan itu ya
kalo liat di peta, itu negara-negara yang di bagian utuh
benua Eropa yang tersambung ke benua Asia, seperti negara
Jerman, Perancis, Belanda, dan lain-lain. Inti dari sistem
hukum ini, hukum adalah peraturan tertulis. Intinya itu.
Selain peraturan tertulis, berarti itu bukan hukum.
2. Common law system. Orang biasa menyebutnya sistem
hukum Anglo-Saxon. Kenapa disebut anglo-saxon? Karena
anglo dan saxon adalah nama suku terbesar dan paling
mendominasi di Inggris jaman dulu. Mungkin kalo di
Indonesia seperti Jawa-Sunda. Sistem hukum ini
berpendapat bahwa hukum itu lahir dari masyarakat,
27
sehingga tidak harus dibukukan. Jika ada sengketa, langsung
saja datang ke pengadilan, biarkan hakim yang menilai. Dari
sinilah nanti lahir yurisprudensi atau putusan hakim. Nah
putusan hakim ini akan menjadi dasar bagi hakim
setelahnya untuk memutus perkara yang sama.
3. Sistem hukum campuran. Nah ini cocok untuk Indonesia. Di
Indonesia sendiri, mayoritas memang terpengaruh oleh
sistem hukum Eropa Kontinental karena kita dulu dijajah
oleh Belanda, tapi realitanya di beberapa daerah, kita juga
menerima hukum adat, kita juga menerima hukum agama,
termasuk yurisprudensi. Maka dalam kajian Hukum Tata
Negara kekinian, sistem hukum Indonesia dikategorikan
sebagai sistem hukum campuran, dan biar terlihat lebih
keren, digagaslah nama sebagai sistem hukum Pancasila.
28
2. Teori kedaulatan rakyat = Pada zaman Renaissance,
timbul teori yang mengajarkan, bahwa dasar hukum itu
ialah “akal” atau ‘rasio” manusia (aliran rasionalisme).
Menurut aliran Rasionalisme ini, bahwa Raja dan Penguasa
Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukanlah
dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada Abad Pertengahan
diajarkan, bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu
perjanjian antara Raja dengan Rakyatnya yang menaklukan
dirinya kepada Raja itu dengan syarat-syarat yang
disebutkan dalam perjanjian itu.
Kemudian setelah itu dalam Abad ke-18 Jean Jacques
Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar
terjadinya suatu negara ialah “perjanjian masyarakat”
(Contract Social) yang diadakan oleh dan antara anggota
masyarakat untuk mendirikan suatu Negara. Teori
Rousseau yang menjadi dasar “Kedaulatan Rakyat”
mengajarkan, bahwa negara bersandar atas kemauan
rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-
perundangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
3. Teori kedaulatan negara = Pada abad ke-19, Teori
Perjanjian Masyarakat ini ditentang oleh Teori yang
mengatakan, bahwa kekuasaan hukum tidak dapat
didasarkan atas kemauan bersama seluruh anggota
masyarakat. Hukum itu ditaati ialah karena negaralah yang
menghendakinya. Hukum adalah kehendak negara.
29
4. Teori kedaulatan hukum = Krabbe menentang Teori
Kedaulatan Negara. Dia mengajarkan, bahwa sumber hukum
ialah “rasa keadilan”. Menurut Krabbe, hukum hanyalah apa
yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak yang
ditundukkan padanya. Suatu peraturan perundang-
undangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari
jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat. Peraturan-
perundangan yang demikian bukanlah “hukum”, walaupun
ia masih ditaati ataupun dipaksakan. Hukum itu ada, karena
anggota masyarakat mempunyai perasaan bagaimana
seharusnya hukum itu.
N. Penemuan Hukum
Materi penemuan hukum ini juga saya ambil langsung dari buku
elektronik berjudul “Pusaka Penuntun Seleksi Calon Hakim”,
karena saya menganggap sudah demikian mudah dipahami.
1. Metode Interpretasi
a. Subsumtif = dilihat dari teks UU
b. Gramatikal = dari kaidah bahasa
c. Formal = penjelasan otentik dari UU
d. Historis = dari sejarah
e. Sistematis = dari sistem peraturan
f. Sosiologis = dari sosial masyarakat
g. Komparatif = perbandingan
30
h. Futuris = dari peraturan yang belum berlaku
i. Restriktif = penafsiran UU terbatas
j. Ektensif = penafsiran UU tidak terbatas
2. Metode Argumentasi
a. Argumentum per analogiam = menafsirkan peraturan
yang ada menjadi abstrak, untuk memperluas makna
dalam memutus perkara yang belum ada peraturannya
b. Penghalusan hukum (penyempitan hukum) =
menafsirkan peraturan yang ada menjadi abstrak, untuk
mempersempit makna dalam memutus perkara yang
belum ada peraturannya
c. Argumentum a contrario = menafsirkan peraturan yang
ada menjadi abstrak, untuk diterapkan secara
berlawanan dalam memutus perkara yang belum ada
peraturannya
d. Argumentum a fortiori = menafsirkan peraturan yang
ada menjadi abstrak, melihat akibat hukum yang lebih
berat dari perkara yang belum ada, kepada akibat
hukum yang lebih ringan dari perkara yang sudah ada.
31
LEMBARAN 2
32
tinggi negara itu adalah lembaga yang langsung berada di bawah
UUD NRI. Lembaga tinggi negara juga bisa disebut sebagai lembaga
negara. Sementara lembaga negara saja itu ya selain yang lembaga
tinggi negara.
33
4. DPD, Dewan Perwakilan Daerah. Nah kalo yang ini tidak
terdefinisi nih jenis kelaminnya, bukan eksekutif, bukan
legislatif, apalagi bukan yudikatif. Lah terus apaan? Ya udah
DPD aja udah. Tugasnya: menjadi penghubung antara
pemerintah pusat dan daerah.
5. MA, Mahkamah Agung. MA ini merupakan kekuasaan
kehakiman atau lembaga yudikatif. Tugasnya yang utama:
menerima permohonan kasasi dan peninjauan kembali,
menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili, dan
judicial review peraturan perundang-undangan dibawah UU
terhadap UU. Sebetulnya bukan hanya itu tugasnya, tapi ya
yang paling penting itu lah.
6. MK, Mahkamah Konstitusi. Ini juga termasuk kekuasaan
yudikatif. MK ini tugas utamanya adalah judicial review UU
terhadap UUD. Selain itu juga menerima sengketa pemilu,
pembubaran partai politik, dan mengadili presiden dan
wakil presiden.
7. KY, Komisi Yudisial. KY ini juga sama seperti DPD tadi, ini
tidak bisa diidentifikasi jenis kelaminnya. KY berkali-kali
saya jelaskan, bukan termasuk kekuasaan yudikatif,
walaupun namanya ada kata yudisial. Tugasnya yang utama
adalah mengawasi kinerja hakim. Jadi hakim itu berat, mas.
Selain harus diawasi oleh pihak internal Mahkamah Agung,
juga harus diawasi oleh lembaga eksternal yaitu Komisi
Yudisial. Dan dua-duanya lembaga tinggi negara lagi. Ngeri
ngeri.
34
8. BPK, Badan Pemeriksa Keuangan. Ini juga tidak bisa
diidentifikasi, bukan eksekutif, bukan legislatif, bukan pula
yudikatif. Tugas BPK ini ya sesuai namanya, melakukan
audit keuangan terhadap semua pengeluaran yang
dilakukan oleh setiap lembaga negara.
35
1. PN, Pengadilan Negeri, alur proses di dalamnya disebut
sebagai peradilan umum. Kompetensi absolutnya atau
kewenangannya, secara sederhana hanya ada 2, yaitu:
mengadili perkara pidana yang dilakukan rakyat sipil, dan
mengadili perkara perdata yang bukan hukum Islam.
Didalam Pengadilan Negeri ini setidaknya ada 6 lembaga
peradilan khusus, yaitu:
a. Pengadilan anak
b. Pengadilan HAM yang bersifat ad-hoc atau sementara
c. Pengadilan tindak pidana korupsi
d. Pengadilan niaga
e. Pengadilan perikanan
f. Pengadilan hubungan industrial
2. PA, Pengadilan Agama, alur prosesnya disebut peradilan
agama. Kompetensi absolutnya secara sederhana, adalah
mengadili perkara perdata yang ada hubungannya dengan
hukum Islam.
Pengadilan agama ini memiliki 1 anak, yang itu masih bisa
kita perdebatkan ya sebagaimana saya pernah jelaskan di
mata kuliah HTN, yaitu:
a. Mahkamah Syar’iyyah di Aceh.
3. PTUN, Pengadilan Tata Usaha Negara, alur prosesnya
disebut peradilan tata usaha negara. Kompetensi absolutnya
adalah mengadili sengketa yang ada hubungannya dengan
kebijakan pemerintah, atau biasa disebut dengan Keputusan
Tata Usaha Negara (KTUN).
36
PTUN ini juga punya 1 anak, yaitu:
a. Pengadilan Pajak
4. PM, Pengadilan Militer, alur prosesnya disebut peradilan
militer. Kompetensi absolutnya adalah mengadili perkara
pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI dan mengadili
sengketa Keputusan Tata Usaha Militer (KTUM), kebijakan
yang dikeluarkan oleh para petinggi militer.
37
7. Peraturan Daerah tingkat Kabupaten/Kota
8. Ditambah dengan setiap “Peraturan” yang dikeluarkan oleh
lembaga yang lembaga tersebut dibentuk oleh UU, misalnya
“Peraturan Mahkamah Agung (Perma)”, “Peraturan BPK”,
“Peraturan BI”, “Peraturan KPU”, “Peraturan Menteri”, dan
lain-lain.
38
merugikan hak dia sebagai seorang pekerja/buruh. Maka Rizal bisa
mengajukan judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah
Konstitusi.
39
LEMBARAN 3
40
Setelah ditelusuri, pihak penyidik akhirnya menetapkan
Musdalifah sebagai tersangka.
5. Penyidik pun membuat berita acara, yang jika sudah
lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan.
6. Di kejaksaan inilah nanti dibuat surat dakwaan. Nanti jaksa
akan menyiapkan pasal yang relevan terhadap kasus ini.
7. Setelah surat dakwaan selesai dibuat, jaksa penuntut umum
akan mendaftarkan surat dakwaan itu ke pengadilan negeri.
8. Surat dakwaan itu akan diregistrasi oleh pihak pengadilan.
9. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim
yang terdiri dari 3 orang hakim.
10. Lalu 3 orang hakim tersebut akan menetapkan hari sidang,
misalnya agenda sidang pertama tanggal 1 Januari.
11. Pengadilan akan melakukan pemanggilan para pihak, yaitu
jaksa penuntut umum dan pihak tersangka/terdakwa yaitu
Musdalifah.
12. Agenda sidang pertama adalah pembacaan dakwaan atau
pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum. Agenda
sidang dilanjut minggu depan.
13. Agenda sidang kedua adalah pembacaan pledoi dari pihak
terdakwa.
14. Agenda sidang ketiga adalah pembacaan replik oleh jaksa
penuntut umum.
15. Agenda sidang keempat adalah pembacaan duplik oleh
pihak terdakwa.
41
16. Agenda sidang kelima dan seterusnya adalah proses
pembuktian. Disinilah agenda paling penting dalam proses
peradilan. Majelis hakim akan meminta jaksa penuntut
umum menghadirkan seluruh alat bukti. Alat bukti dalam
pidana adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa.
17. Setelah terbukti bahwa Musdalifah bersalah, maka agenda
terakhir adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim.
Misalkan Musdalifah dihukum 3 tahun.
18. Jika musdalifah berkeberatan dengan putusan tersebut,
Musdalidah bisa mengajukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi.
19. Nanti di Pengadilan Tinggi akan dilakukan pemeriksaan
ulang terhadap kasus pencurian ini.
20. Hingga tibalah saat pembacaan putusan oleh majelis hakim
di Pengadilan Tinggi. Misalkan vonis Musdalifah diturunkan
menjadi 2,5 tahun.
21. Tapi misalnya Musdalifah tetap tidak mau menerima
putusan tersebut. Dia bisa mengajukan upaya hukum kasasi
ke Mahkamah Agung.
22. Nah di Mahkamah Agung ini, prosesnya bukan lagi
membuktikan Musdalifah bersalah melakukan pencurian
atau tidak. Sudah bukan itu lagi. Pembuktian Musdalifah
beneran mencuri itu dilakukan di Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi. Di Mahkamah Agung, yang diadili adalah
proses hukum acara di tingkat PN dan PT, apakah sudah
42
sesuai hukum atau tidak. Apakah penggunaan pasal
terhadap kasusnya Musdalifah sudah tepat atau tidak.
23. Sampai akhirnya Mahkamah Agung juga menjatuhkan
putusan, misalnya vonis Musdalifah turun lagi menjadi 2
tahun penjara.
24. Setelah putusan di Mahkamah Agung dibacakan, maka
otomatis putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Putusan itu sudah bisa dilaksanakan oleh Jaksa.
25. Akhirnya, Musdalifah pun masuk di jeruji besi.
26. Satu tahun kemudian, keluarga Musdalifah menemukan alat
bukti baru yang bisa membebaskan Musdalifah dari jeratan
hukum. Keluarganya menemukan hasil rekaman CCTV di
belakang gedung kelas, yang dulu saat kejadian luput dari
pemeriksaan penyidik. Dalam rekaman CCTV tersebut,
terlihat jelas bahwa sebenarnya yang melakukan pencurian
laptop miliknya Ana adalah Iwan, seorang pedagang di
kampus tersebut.
27. Akhirnya keluarga Musdalifah dan kuasa hukumnya pun
mengajukan upaya hukum luar biasa, namanya Peninjauan
Kembali. Hasil dari peninjauan kembali ini, MA
mengabulkan dan membebaskan Musdalifah dari segala
tuntutan hukum.
28. Kemudian setelah itu, penyidik polisi akan menangkap Iwan
dan menetapkannya sebagai tersangka.
29. Proses selanjutnya kembali ke nomor 5.
43
LEMBARAN 4
44
6. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim
berisi 3 orang hakim.
7. Majelis hakim pun menetapkan jadwal sidang pertama,
misalnya tanggal 15 Februari.
8. Pihak pengadilan melakukan pemanggilan kepada para
pihak, yaitu penggugat atas nama Iwan dan tergugat atas
nama Rizal.
9. Agenda sidang pertama pada tanggal 15 Februari adalah
upaya majelis hakim untuk meminta para pihak
menyelesaikan sengketanya melalui jalur mediasi, baik
mediasi di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan.
10. Anggaplah dalam mediasi yang dilakukan, Iwan dan Rizal
tidak berdamai.
11. Maka akta hasil mediasi yang berisi tidak berdamainya Iwan
dan Rizal diajukan kepada majelis hakim.
12. Kemudian majelis hakim akan melanjutkan prosesnya ke
pembacaan gugatan.
13. Agenda sidang kedua adalah pembacaan gugatan oleh pihak
penggugat yaitu Iwan.
14. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan jawaban oleh
pihak tergugat yaitu Rizal.
15. Agenda sidang selanjutnya lagi adalah pembacaan replik
oleh pihak penggugat yaitu Iwan.
16. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan duplik oleh
pihak tergugat yaitu Rizal.
45
17. Setelah itu, barulah masuk ke agenda sidang paling penting,
yaitu proses pembuktian. Disini akan dibuktikan apakah
betul Rizal telah melakukan wanprestasi. Alat bukti dalam
perdata adalah: surat, keterangan saksi, persangkaan,
pengakuan, dan sumpah.
18. Kemudian setelah Rizal terbukti melakukan wanprestasi,
agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan kesimpulan
oleh para pihak.
19. Agenda sidang terakhir adalah pembacaan putusan oleh
majelis hakim. Misalnya Rizal divonis membayar ganti rugi
sebesar 10 juta rupiah.
20. Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Kemudian dia
mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
21. Di Pengadilan Tinggi pun akan diperiksa kembali sengketa
wanprestasi ini.
22. Misalnya majelis hakim di tingkat banding menjatuhkan
putusan yang memperkuat putusan di tingkat pertama,
bahwa Rizal harus membayar ganti rugi sebesar 10 juta
rupiah.
23. Lagi-lagi Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Dia
mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
24. Dan Mahkamah Agung pun tetap memperkuat putusan di
tingkat pertama dan di tingkat banding.
25. Setelah putusan di MA dibacakan, maka putusannya sudah
berkekuatan hukum tetap. Putusan itu bisa dilakukan
46
eksekusi. Pelaksana eksekusi dalam perkara perdata adalah
ketua pengadilan dan juru sita.
Apa cukup demikian? Nggak lah. Saking seru nya hukum acara
perdata, dikenal juga istilah aanmaning, yaitu teguran terhadap
pihak yang kalah yang tidak mau melaksanakan isi putusan.
Kemudian dalam proses sita eksekusi bisa lebih seru lagi, karena
jika dalam eksekusi itu menyerobot benda milik pihak ketiga, maka
47
pihak ketiga ini bisa mengajukan upaya hukum luar biasa berupa
dendenverzet.
48
LEMBARAN 5
49
9. Agenda sidang pertama, hakim akan berupaya
mendamaikan Musdalifah dan Rizal. Jika tidak berhasil,
majelis hakim akan meminta para pihak menyelesaikan
permasalahannya melalui proses mediasi.
10. Alur proses selanjutnya dianggap sama dengan proses
hukum acara perdata, hingga kasasi di Mahkamah Agung.
11. Jika putusan sudah berkekuatan hukum tetap, panitera akan
memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua
belah pihak.
50
Khusus bagi saudara yang barangkali berminat untuk menjadi
hakim di Pengadilan Agama, siapkan dari sekarang untuk belajar
membaca kitab kuning khas pesantren-pesantren salaf tradisional.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan biasanya kitab-kitab bermazhab
Syafi’i. Jadi, mulailah dipersiapkan dari sekarang.
51
LEMBARAN 6
Nah, ini juga salah satu hukum acara yang cukup rumit. Mari kita
mengandai-andai masalah. Ana adalah seorang bupati Kabupaten
Sleman. Salah satu program kerja Ana adalah pembangunan alun-
alun kota yang cukup luas. Untuk memperluas alun-alun yang ada
sekarang, dia menerbitkan kebijakan untuk melakukan
penggusuran terhadap rumah-rumah warga di sekitar alun-alun,
tentunya dengan ganti rugi.
52
4. Surat gugatan itu kemudian didaftarkan di PTUN.
5. Sisanya hampir hingga akhir, hampir mirip seperti alur
dalam proses hukum acara perdata.
Nah kenapa saya bilang hukum acara TUN itu cukup rumit? Karena
kemungkinan di dalamnya sama seru nya seperti hukum acara
perdata, bahkan lebih khas, ada alur-alur yang tidak ada dalam
hukum acara perdata.
53
Sumber Gambar : Mbah Google
54
TENTANG PENULIS
Buku elektronik ini merupakan buku yang diterbitkan secara mandiri. Idik Saeful
Bahri tercatat pernah menerbitkan setidaknya 4 buku yang sudah terdaftar ISBN,
yaitu pada tahun 2017 terbit dua buku sekaligus, pertama buku bertemakan
hukum berjudul “Risalah Mahasiswa Hukum”, dan kedua sebuah novel berjudul
“Restrayer”. Kemudian pada tahun 2020, Idik Saeful Bahri juga menerbitkan
55
sebuah buku sejarah berjudul “Gegap Gempita Perjalanan Sejarah dan Upaya
Status Kepahlawanan Eyang Hasan Maolani Lengkong”. Kemudian pada tahun
2021, terbit pula buku berjudul “Dasar-Dasar Ilmu Hukum dalam Suatu
Pengantar dan Tinjauan Pragmatis”. Adapun tulisan-tulisan Idik Saeful Bahri
yang tidak terdaftar ISBN seperti jurnal dan artikel ilmiahnya bisa pembaca
dapatkan di banyak media dan forum.
Dalam kehidupan sekolah dan kuliahnya, Idik Saeful Bahri cukup aktif dalam
berorganisasi, antara lain: Ketua Rohaniawan Islam Baiturrahim (RISBA)
Smantika; Ketua Physics Science Club (PSC) Smantika; Wakil Ketua Rohis
Kabupaten Kuningan; Penegak Bantara Pramuka SMAN 3 Kuningan; Pendiri
Three Photography and Journalists Forum (THREEPHYRAL); Perhimpunan
Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI); Divisi Pidana Komunitas Peradilan
Semu (KPS) UIN Sunan Kalijaga; Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kuningan
(IPMK); Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ashram Bangsa;
Tim Editor Redaksi Majalah Mardika; Pemimpin Redaksi Buletin Jum’at Si
BURI; Pemimpin Redaksi Buletin Jum’at JUMUAH; Divisi Pelatihan dan
Pengembangan KWU Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas
Gadjah Mada; Keluarga Mahasiswa Magister Hukum (KMMH) Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada; Divisi Hukum Komunitas Keluarga Inklusi (KKI)
Yogyakarta, dan beberapa organisasi lainnya.
Idik Saeful Bahri bisa dihubungi melalui e-mail: idikms@gmail.com. Idik Saeful
Bahri juga aktif di berbagai media sosial, pembaca bisa mencari akunnya dengan
menggunakan namanya sebagai kata kunci pencarian, biasanya username akunnya
menggunakan nama “idikms”.
56