Anda di halaman 1dari 6

ISI

Sun Tzu adalah merupakan seorang Jenderal yang berasal dari Cina, merupakan seorang
ahli strategi militer, dan seorang filsuf yang hidup pada pada era Cina Kuno. Sun Tzu juga
menulis buku yang berjudul The Art of War atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
yaitu, Seni Berperang. Keahlian Sun Tzu dalam menyusun strategi perang tidak dirugikan lagi,
karena Raja Wu, raja dari kerajaan Cina pada masa itu ingin sekali menguji kehebatan Sun Tzu.
Dan akhirnya Raja Wu memiliki kesempatan untuk menguji Sun Tzu.

Pada suatu kesempatan, baginda Raja Wu menanyakan kepada Sun Tzu apakah strategi
perang atau biasa disebut juga prinip-prinsip perang yang ia ciptakan atau ia buat dapat
diterapkan untuk kaum petani agar dapaat memenangkan sebuah peperangan? Kemudian Sun
Tzu pun menjawab dengan percaya nya bahwa strategi perang yang dia buat juga dapat
diterapkan kepada kaum petani untuk memenangkan peperangan. Kemudian Raja Wu kembali
menanyakan, apakah bisa strategi yang Sun Tzu ciptakan dapat diterapkan kepada wanita?
Awalnya Sun Tzu terdiam sejenak lalu kemudian baru Sun Tzu dapat menyanggupi dan
menjawab bahwa strategi yang ia buat dapat diterapkan kepada wanita untuk memenangkan
sebuah perang. Karena wanita dimasa itu berbeda dengan wanita dimasa sekarang. Pada masa itu
wanita tidak memiliki nilai dimata laki-laki. Karena Raja Wu melihat ada sedikit keraguan pada
jawaban Sun Tzu kemudian Raja Wu menge tes Sun Tzu untuk melatih 180 selirnya untuk
menjadi pasukan yang paing tangguh untuk dapat memenangkan sebuah peperangan, apabila Sun
Tzu gagal dalam melaksanakan ujian ini Raja Wu akan memenggal kepala Sun Tzu. Sun Tzu
pun menyanggupi ujian yang diberikan oleh Raja Wu.

Setelah Sun Tzu menyanggupinya, ia pun langsung membagi 180 selir tersebut menjadi
dua kelompok. Ia pun menugaskan dua selir kesayangan raja untuk masing-masing menjadi
pemimpin dari dua kelompok tersebut. Sun Tzu pun memberikan pengarahan kepada kedua
pimpinan tentang apa yang akan Sun Tzu intruksikan, dan ia meminta agar kedua pemimpin
tersebut menjelaskn kepada para prajuritnya, Sun Tzu pun memberikan intruksi pertamanya.
Namun terjadi sedikit keributan karena para prajurit malah menertawakannya. Sun Tzu berkata
Perintah pertama yang tidak bisa direspon merupakan kesalahan Jenderal, oleh karena itu
Jenderal harus menjelaskan ulang. Kemudian Sun Tzu pun menjelaskan ulang kepada para
pemimmpinya. Setelah itu Sun Tzu memberikan perintahnya lagi. Namun kejadianya tetap sama.
Para selir tetap menertawakanya, lalu Sun Tzu berkata Apabila perintah kedua diberikan
pasukan gagal merespon dengan tepat, maka ada dua kemungkinan. Pertama, perintah jenderal
masih kurang jelas, atau kedua, pasukan tidak patuh Lalu Sun Tzu kembali memberi perintah
kepada pasukanya, namun tetap tidak dihiraaukan.

Akhirnya Sun Tzu pun meminta algojo untuk mengeksekusi dengan memenggal kepala
kedua pemimpin tersebut karena Sun Tzu menganggap kedua pemimpin tersebut telah
mealanggar hukum karena tidak dapat melaksanakan perintah. Meskipun awalnya sang raja
menentang,namun Sun Tzu tetap melakukanya karena Sun Tzu ingin membuktikan sesuatu
kepada raja. Setelah kedua selir itu di eksekusi, kemudian saat Sun Tzu memberikan instruksinya
kepada para pasukan yang erdiri dari selir raja tersebut, mereka langsung mematuhinya dengan
sungguh-sungguh. Hal tersebut membuktikan bahwa dalam sebuah peperangan atau dalam dunia
kemiliteran untuk memberikan sebuah instruksi diperlukan adanya penunjukkan kekuasaan dan
kekuatan yang dimiliki kepada musuh ataupun bawahan, untuk menunjukkan kualitas yang
dimiliki sehingga terlihat memiliki level yang beda dengan orang lain dan dapat didengarkan dan
dijalankan setiap perintah yang di instruksikan.

Dalam kasus tersebut, menjelaskan bahwa dalam dunia perpolitikan juga diperlukanya
penunjukan atau lebih mudahnya disebut dengan Show off kekuatan dan kekuasaan kita di depan
lawan kita maupun dihadapan pendukung kita. Karena dengan menunjukan kemampuan yang
kita miliki, itu menunjukan bahwa derajat kita secara tidak langsung ditinggikan oleh kekuatan
dan kekuasan kita terhadap suatu bidang. Untuk menunjukkan kemampuan yang kita miliki tidak
perlu menggunakan lisan atau perkataan terlalu banyak karena hal tersebut akan membuat musuh
dan pendukung kita semakin ragu dengan apa yang kita miliki. Memang memmprovokasi
melalui lisan sangat diperlukan dalam berpolitik. Tapi ada kalanya sedikit bukti akan lebih
memprovokasi daripada lisan.

Seperti yang dilakukan oleh Sun Tzu saat memenggal kepala kedua selir yang bertindak
sebagai pemimpin tersebut, secara tidak langsung Sun Tzu telah dapat memprovokasi sedikitnya
180 orang sekaligus dengan dia menunjukkan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh Sun
Tzu. Hal itu sangat relevan apabila dilakukan dalam berpolitik di era sekarang ini. Seperti yang
telah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ke-6 Republik Indonesia, yaitu ibu Susi
Pudjiastuti yang sangat fenomenal dengan tindakanya dalam memerangi para pemancing ilegal.
Bu Susi telah berhasil memprovokasi kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya kepada para
pemancing illegal yang berlaku sebagai musuh dan masyarakat Indonesia yang berperan sebagai
pendukung dengan cara menenggelamkan kapal pemancing ilegal tersebut.

Hal tersebut membuktikan bahwa strategi perang yang dibuat dalam bukunya (Sun Tzu)
yang berjudul The Art of War tidak hanya dapat digunakan dalam aspek kemiliteran saja,
melainkan banyak aspek lain seperti dalam dunia bepolitik. The Art of War dianggap sebagai
sebuah mahakarya dalam bidang militer namun dapat diimplementasikan ke dalam banyak
aspek. The Art of War terdiri dari 13 bab mengenai strategi berpeang yang telah berhasil
digunakan untuk memenangkan setiap peperangan yang dihadapi oleh Sun Tzu. Namun 13 bab
tersebut bukan hanya sekedar strategi perang semata namun juga mengandung makna filosofis
sendiri untuk dunia politik.

Seperti yang dijelaskan pada bab pertama dalam buku The Art of War yang menjelaskan
tentang penyusunan sebuah rencana untuk berperang. Yang membahas tentang aturan-aturan
strategis dalam penyusunan rencana untuk berperang. Yaitu mengevaluasi kondisi yang ada
dalam diri dan kondisi yang ada pada lingkungan dengan seksama, membandingkan dengan
atribut-atribut yang ada dan mencari peluang-peluang yang strategis. Meskipun itu adalah aturan-
aturan khusus yang digunakan dalam penyusunan strategi untuk berperang, namun aturan-aturan
tersebut juga sangat relevan jika digunakan untuk menyusun sebuah rencana untuk memulai
berpolitik. Karena sejatinya melakukan sebuah peperangan atau tercipta nya sebuah peperangan
adalah hasil dari perbuatan politik. Oleh karena itu untuk melawan sebuah hal yang ditimbulkan
oleh perbuatan politik, juga harus menggunakan perbuatan atau tindakan politik juga.

Mengevaluasi kondisi yang ada dalam diri dan keadaan musuh yang ada pada
lingkungan merupakan hal terpenting karena setiap evaluasi mengandung analisa yang seksama
terhadap semua hal. Dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri, serta
kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh musuh, membuat seseorang menjadi lebih siap
karena dengan mengavaluasi dan dibantu dengan membandingkan atribut-atribut yang dimiliki
dengan atribut-atribut yang dimiliki oleh musuh adalalah jalan untuk pemilihan taktik dan
perlakuan apa yang akan dibuat kepada musuh. Selain itu, juga digunakan untuk memperkirakan
peluang-peluang yang dapat diluncurkan untuk menaklukan musuh. Jika dengan demikian saja
Sun Tzu dapat memenangkan perangan, maka jika hal ini diterapkan dalam berpolitik hingga
saat ini bukan hal yang mustahil jika pengguna metode tersebut selalu memenangkan peperangan
politiknya.

Kemudian pada bab berikutnya, dalam buku ini (The Art of War) Sun Tzu menjelaskan
tentang pentingnya bermanuver dalam sebuah peperangan. Maksud dari bernmanuver adalah
cara untuk menghindari yang kuat adalah dengan menyerang yang lemah dan mencari situasi-
situasi dimana kenggulan dapat diraih. Aturan-aturan strategis dalam bermanuver ialah
bermanuver untuk meraih keuntungan, meperdayai para pesaing, mengembangkan komunikasi
internal yang efektif, dan meraih dari keuntungan mental. Meskipun bermanuver sangat identik
dengan strategi peperngan namun bermanuver sanagt relevan jika diterapkan dalam berpolitik
dimasa sekarang.

Bermanuver untuk meraih keuntungan bisa diterapkan pada pemilihan jalan atau cara
berpolitik. Karena jalan atau cara yang memutar dan terpanjang pun bisa menjadi rute tercepet
untuk mendapatkan kemenangan. Sudah pasti setiap individu akan selalu memilih jalan atau cara
yang biasa digunakan atau sudah ada pedoman bahwa cara tersebut sangat cepat untuk ditempuh.
Namun jika setiap musuh individu sebagai musuh memilih jalan yang sama, dan sebagai
penyerang kita juga memilih menggunakan jalan atau cara tersebut, maka akan sangat sulit
memperoleh kemenangan. Karena rintangan dan yang keuntungan yang diperoleh sama sama
diketahui oleh semua pihak. Jadi jika berani memilih jalan atau cara yang lain meskipun cara
tersebut sedikit sulit untuk direlisasikan itu akan memberikan peluang yang lebih besar untuk
memenangkan sebuah kasus.

Dengan pemilihan jalan atau cara yang bermanuver tersebut, secara tidak langsung
seseorang individu telah memperdayai pesaingnya, dibantu dengan pengembangan komunikasi
internal yang efektif. Seorang individu tersebut harus memastikan pesan yang ia berikan diterima
oleh pesaingnya. Jadi meskipun seseorang tersebut memilih jalan yang berbeda, ia harus
memastikan bahwa pesaing atau musuhnya tersebut menganggap atau menerima jika seseorang
tersebut memilih jalan yang sama denganya. Untuk memengaruhi mental seorang musuh
dibutuhkan pemahaman faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi musuh agar musuh
atau pesaing benar-benar terperdaya atau tidak mengetahui jika bermanuver. Karena jika terang-
terangan dalam berpolitik, malah akan menjatuhkan diri sendiri, meskipun bermanuver sedikit
terlihat licik namun ini bukanlah sebuah kecurangan melainkan sebuah taktik yang dipilih.
Karena The Art of War adalah sebuah literartur yang dibuat antara tahun 400-500
sebelum masehi, secara otomatis literatur tersebut mengangkat hal yang terjadi pada era tersebut.
Jadi The Art of War hanya membahas tentang strategi-strategi perang saja karena memang pada
era tersebut banyak terjadi peperangan perebutan kekuasaan. Dan Sun Tzu hadir dengan bukunya
sebagai peencerah pada masa itu. Namun karena era sekarang berbeda jauh dengan era nya Sun
Tzu, dimana era sekarang tidak banyak perang dalam kontak fisik namun banyak terjadi perang
dalam kontak verbal. Apabila strategi yang dijelaskan oleh Sun Tzu dalam bukunya digunakan
sebagai pedoman untuk berperang verbal atau perang argumen harus dilakukan berbagai
penelaahan agar tidak terjadinya kesalah pahaman dalam memahami karya yang dihasilkan oleh
Sun Tzu,sehingga tidak terjadinya penyalahan yang dituduhkan kepada Sun Tzu. Dan karena
pada era nya Sun Tzu penyebab terjadinya peperangan tidak sekompleks pada era ini, seseorang
yang individu yang hidup pada masa ini harus mampu mengembangkan strategi-strategi tersebut
sehingga strategi tersebut juga menjadi senjata untuk berpolitik di era sekarang.

Dengan demikian untuk berhasil berpolitik dalam era saat ini dapat dipelajari dari
kejadian dan literatur dari masa terdahulu. Seperti dapat dipelajari dari tindakan Sun Tzu yang
mematahkan anggapan bahwa memprovokasi hanya dapat dilakukan menggunakan lisan, dan
menggunakan strategi-strategi yang dibuatnya, seperti penentuan strategi dan bermanuver untuk
mendapatkan kemenangan. Serta individu sat ini harus pintar dalam menelaah apa yang di tulis
oleh Sun Tzu pada era terdahulu karena perbedaan era yang sangat mencolok agar tidak
terjadinya kesalahpahaman. Bahkan akan lebih baik lagi jika teori yang diciptakan oleh Sun Tzu
dalam bukunya tetap berlaku dan digunakan sebagai pedoman. Jika memang harus diberikan
perubahan karena penyesuaian dengan zaman, janganlah mengubah keaslian dan melenceng dari
apa yang tela Sun tzu ciptakan.
PENDAHULUAN

Tujuan penulisan sebuah karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperoleh pengetahuan,
memberikan penjelasan tentang perbedaan bahwa sebuah karya memiliki perbedaan fungsi di era
terdahulu dengan era sekarang, serta menanggapi kejadian yang terjadi pada masa ini
berdasarkan sebuah literatur dari seorang genius terdahulu.

Seperti yang diketahui bahwa The Art of war merupakan sebuah literatur yang ditulis
oleh seorang ahli dalam bidang militer yang bernama Sun Tzu, merupakan sebuah literatur yang
ditulis sejak 400-500 tahun sebelum masehi yang berisikan tentang strategi-strategi dalam
berperang. Dan strategi-strategi tersebut telah mengantarkan Sun Tzu meraih semua kemenangan
dari semua peperangan yang ia hadapi.

Berdasarkan dari literatur tersebut, tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
menjelaskan perbedaan penggunaan strategi-strategi perang yang telah ditulis oleh Sun Tzu,
dimana jika pada era nya Sun Tzu strategi-strategi tersebut diimplementasikan untuk berperang
dalam kontak fisik sedangkan pada era sekarang strategi-strategi perang tersebut dapat juga
digunakan sebagai pedoman untuk berpolitik yang mempunyai nama lain yaitu berperang dalam
konteks verbal.

Melalui literatur tersebut juga diharapkan bahwa individu di era sekarang mampu
menelaah dan mengkaji lebih jauh apa yang sudah dituliskan oleh genius terdahulu untuk
menjadi pedoman sebagai suatu fokus ilmu yang mana sumbernya berdasarkan kejadian maupun
prilaku dari era terdahulu.

Anda mungkin juga menyukai