Anda di halaman 1dari 146

ETIKA PROFESI

POLRI

Irjen Pol (Purn) Drs. I Ketut Astawa


2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...... i

KATA SAMBUTAN KETUA STIK PTIK ………………………………….. v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… vii

I. PENDAHULUAN …………………………………………………………..... 1
1. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
2. Kutipan dari Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dan
Rini Kustiasih. …………………………………………………………… 2
3. Ketetapan MPR RI No VI/MPR2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa………………………………………………… 3
4. Tuntutan Reformasi dan Budaya Polri……………………….. 5

II. ETIKA PROFESI POLRI ………………………………….………………. 6


1. Pengertian Etika ……………………………………………………...... 6
2. Etika profesi …………………………………………………………....... 7
3. Kode Etik Profesi. ………………………………………………….….. 8
4. Etika sebagai Ilmu. …………………………………………….……… 9
5. Peranan Etika bagi anggota Polri……………………….………. 10
6. Kepribadian Polri. ………………………………………………..……. 12
7. Kemandirian Polri. ………………………………………………......... 15
8. Moral……………………………………………………………….………... 16
9. Tugas Polri …………………………………………………………..…… 16
10. Wewenang Polri…………………………………………………..…..... 20
11. Nilai moral ciri-cirinya…………………………………………..…... 21
12. Norma moral……………………………………………………..………. 22
13. Dasar nilai dan norma moral…………………………………..….. 22
14. Tindakan baik………………………………………………………........ 23
15. Perkembangan Kesadaran Moral ……………………………….. 27

i
16. Keputusan moral ………………………………………………………. 30
17. Tindakan yang benar……………………………………………...….. 32
18. Asas - asas / prinsip - prinsip dalam pengambilan
tindakan …………………………………………………………………… 32
19. Tujuan Polri………………………………………………………….…… 35
20. Profesionalisme Polri:………………………………………………... 35
21. Kronologis lahirnya Etika Profesi Polri……………………….. 39
22. Pancasila menjiwai nilai Etika Profesi Polri…………......... 41
23. Polisi Indonesia adalah Polisi Nasional……………………….. 43
24. Polri adalah Polisi Pejuang…………………………………………. 43
25. Tri Brata……………………………………………………………………. 45
26. Panji-Panji Polri………………………………………………………… 49
27. Lambang Polri…………………………………………………………… 51
28. Catur Presetya…………………………………………………………… 51
29. Hubungan Tri Brata dan Catur Prasetya. …………………….. 53
30. Integrasi Polri kedalam ABRI……………………………………… 56
31. Pemaknaan Baru Tribrata ……………………………………......... 57
32. Pemaknaan Baru Catur Prasetya………………………………… 60
33. Hubungan Tri Brata, Catur Prasetya dengan
Pemaknaan Baru Tri Brata, Pemaknaan Baru Catur
Prasetya ……………………………………………………………………. 63
34. Sumpah atau Janji. …………………………………………………….. 64
35. Etika Profesi sebagai Etika Kewajiban, Etika
Keutamaan dan Etos Kerja ………………………………………… 65

III. KODE ETIK PROFESI POLRI……………………………………….….. 67


1. Dalam bukunya Ethics in Police Service …………………….. 67
2. Pedoman Lanjutan Tri Brata………………………………………. 68
3. Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol Skep/
213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985………………………………. 68
4. Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Keputusan Kapolri
No. Pol Kep/05/III/2001 tanggal 7 Maret 2001 ………….. 69

ii
5. Kode Etik Profesi Polri berdasarkan keputusan Kapolri
No.Pol Kep/32/VII/2003.tanggal 1 Juli 2003 ……………… 70
6. Keputusan Kapolri No Pol: Kep/ 33/VII 2003 tentang
Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri…………………………...... 73
7. Kode Etik Polri berdasarkan Peraturan Kapolri
No. 7 tahun 2006…………………………………….…………………. 74
8. Peraturan Kapolri No 14 tahun 2011 tanggal
1 Oktober 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri………….. 74
9. Peraturan Kapolri No 19 tahun 2012 tanggal
4 September 2012 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia…………………………………………………..... 78
10. Komitmen Bersama Anggota Polri sebagai Pelayan
Prima yang anti KKN & Anti Kekerasan ……………………... 86
11. Perubahan etika profesi Polri ……………………………………. 87

IV. IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI POLRI ……………………....... 89


1. Penyimpangan-penyimpangan …………………………………… 89
2. Pertanggung jawaban …………………………………………….…… 93
3. Harapan masyarakat ………………………………………………...... 95
4. Keteladanan ………………………………………………………….…… 99
5. Masyarakat menantikan realisasi dari hasil Reformasi
Polri …………………………………………………………………………... 108

V. BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI DI KESATUAN


KEPOLISIAN ………………………………………………………………..... 111
1. Kode Etik POST (Police Officers’ Standards and
Training of California) ……………………………………………… 111
2. Undang-undang Kepolisian ……………………………………….. 112
3. Sumpah Bagi Para Petugas Penegakan hukum FBI …….. 114
4. Hakekat Undang-undang Kode Etik dan Sumpah FBI …. 117
5. Tindakan-tindakan yang tidak berahlak …………………….. 117

iii
VI. KERJA SAMA INTERNATIONAL DAN INSTRUMEN-
INSTRUMEN PBB…………………………………………………………… 119
1. Kerjasama Internasional dan Instrumen-instrumen
PBB yang berkaitan dengan tugas Polisi……………………… 119
2. Standar, Panduan dan Instrument-Instrumen dari
PBB…………………………………………………………………………… 120
3. Aturan-aturan Tingkah laku bagi Petugas Penegak
Hukum ……………………………………………………………………… 120

VII. PEMBINAAN ETIKA PROFESI POLRI………………………………. 123


1. Methode Pembinaan Profesi Polri………………………………. 123
2. Lapangan pembinaan profesi……………………………………… 124
3. Sasaran Pembinaan Profesi Polri ……………………………..... 126

VIII.PENUTUP………………………………………………………………………. 128

ETIKA PROFESI POLRI DAN PERATURAN PEMERINTAH


YANG TERKAIT ……………………………………………………………………. 129

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 131

iv
KATA SAMBUTAN

v
vi
KATA PENGANTAR

Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 melahirkan


negara merdeka: “Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merupakan Negara Hukum yang demokratis”, maka Polisinya tidak
sebagai polisi pada zaman penjajahan dimana polisi merupakan alat
penjajah untuk menindas rakyat. Polisi di negara merdeka
merupakan alat negara yang bertugas menyiapkan jasa-jasa untuk
melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat.

Pada tanggal 18 Agustus disahkan Undang-Undang Dasar 1945


dimana pada Pembukaan dicantumkan Pancasila sebagai Dasar
Negara yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa yang melandasi
dan menjiwai semua kehidupan dan peraturan hukum yang berlaku.
Karena itu sekaligus pula menjiwai “Etika Profesi Polri”. Pada
Penjelasan UUD 1945 dijelaskan pokok-pokok pikiran. Pokok-pokok
pikiran dalam “Pembukaan antara lain …..Pokok pikiran yang
keempat yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab”. Oleh karena itu Undang-
Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
lain-lain penyeleggara Negara untuk memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur. Polisi salah satu pengemban fungsi
pemerintahan Negara maka wajib memelihara teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.

Pada rapat Panitia Kemerdekaan Indonesia tanggal 19 Agustus 1945,


ada 4 hal yang harus mendapat perhatian lebih dulu diantaranya
Nomor 3 yaitu Pimpinan Kepolisian, meliputi 3 hal tentang polisi
yaitu yang nomor 3, segera diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk

vii
sikap baru terhadap rakyat. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa
sejak awal disadari dan mendapat penekanan oleh Founding Fathers
kita tentang perlunya sikap baru Polisi di Negara Republik Indonesia
sebagai negara yang merdeka. Dengan kata lain betapa pentingnya
dan mutlak harus menjadi prioritas adanya Etika Profesi Polri yang
harus dihayati dan diimplementasikan.

Team Guru Besar PTIK dibawah pimpinan Prof. MR. Djoko Soetono
mengadakan penelitian ilmiah tentang perkembangan fungsi
Kepolisian sejalan dengan perkembangan tipe negara dari berbagai
negara dan menghasilkan “TRI BRATA” yang dijadikan Pedoman
Hidup POLRI. Brata pertama Rastra Sewakottama (Polisi adalah Abdi
Utama daripada Nusa dan Bangsa), merupakan paspratoto dari
Brata-brata lainya, karena itu dijadikan Motto yang dicantumkan
pada Panji-panji Polri tanggal 1 Juli 1955. Polri bukanlah penguasa
tetapi abdi yang bertugas kewajiban melayani, melindungi dan
mengayomi masyarakat. Kemudian lahirlah pada tahun 1960 Catur
Prasetya yang dijadikan sebagai Pedoman Karya Polri.

Karena Tri Brata bersifat umum dan tidak merupakan norma yang
kongkrit maka untuk implementasi dari Brata-brata Tri Brata untuk
menentukan tindakan dilapangan terhadap kasus-kasus yang
kongkrit diserahkan kepada para anggota Kepolisian itu sendiri.

Karena sifatnya merupakan nilai –nilai yang bersifat umum maka


untuk memudahkan pemahaman dan implementasinya tahun 1958
disahkan di Bandung Pedoman lanjutan Tri Brata. Kemudian tahun
1985 disahkan Kode Etik Polri. Tahun 2001 Kode Etik Polri,
kemudian tahun 2002 dibuat Pemaknaan Baru Tri Brata, disusul
dengan penyempurnaan Kode Etik pada tahun 2003. Tahun 2004,
Pemaknaan baru Catur Prasetya. Setelah itu diadakan
penyempunaan Kode Etik tahun 2006 dan penyempurnaan lagi pada

viii
tahun 2011. Dari disahkan Pemaknaan baru Tri Brata, Pemaknaan
baru Catur Prasetya dan berkali-kali diadakan penyempurnaan Kode
Etik Polri/Kode Etik Profesi Polri membuktikan bahwa semua
Pimpinan Polri menginginkan adanya perumusan yang lebih
sedehana, mudah dipahami sehingga diharapkan dapat
diimplemenatasikan dengan sebaik-baiknya dalam upaya dapat
mengemban apa yang menjadi tugas kewajiban Polri sebagai Abdi
Utama daripada Nusa dan bangsa..

Banyak upaya telah dilakukan dalam rangka membenahi/


mengadakan reformasi dibidang budaya Kepolisian. Walaupun harus
diakui masih belum sepenuhnya dapat berhasil dicapai sebagaimana
diharapkan, karena mereformasi budaya suatu instansi tidak mudah
karena banyak faktor yang berpengaruh.

Tetapi harus disadari bahwa dalam era Reformasi salah satu


tuntutannya adalah supremasi hukum dan dijunjung tingginya HAM.
Karena itu reformasi dalam bidang budaya POLRI harus mendapat
prioritas percepatannya karena masyarakat yang demokratis
menuntut Polisi yang profesional. Semakin demokratis suatu bangsa
semakin dituntut polisi yang profesional yang ciri utamanya adalah
dimiliki keahlian tehnis khas kepolisian dan penghayatan dan
implementasi “Etika Profesi”. Keahlian yang tidak dilandasi Etika
Profesi maka keahlian akan mudah disalah gunakan. Dengan Etika
Profesi yang merupakan bagian integral dari seluruh usaha
membangun good governance, merubah perilaku sebagai penguasa
menjadi pelayan masyarakat.

Terimakasih kami haturkan kepada Ketua STIK-PTIK yang telah


memberi kami kepercayaan menjadi pengajar di Lembaga tercinta ini
sehingga mau-tidak mau, diwajibkan menyusun bahan ajaran. Dari
bahan ajaran tersebut kami rangkum dalam karya ini.

ix
Terdorong oleh bhakti dan penghargaan serta terimakasih kepada
Ibu Pawiyatan, walaupun disadari karya ini penuh dengan
kekurangan dan ketidak sempurnaan, kami memberanikan diri
mempersembahkan kepada STIK-PTIK sebagai Garba Wyata Luhur
Bhayangkara yang merupakan sumber kami digembleng dan
dibentuk menjadi Polisi.

Walaupun karya ini penuh kekurangan diharapkan semoga dapat


bermanfaat dalam mempermudah pemahaman, penghayatan dan
pengamalan Etika Profesi Polri dalam rangka memuliakan profesi
yang bertujuan tumbuh berkembangnya kepercayaan dan kecintaan
masyarakat terhadap profesi Polri yang pada gilirannya masyarakat
akan berpartisipasi optimal mewujudkan bersama situasi yang “Tata
Tentram Kerta Raharja”.

Jakarta, 1 Juni 2016

Penulis.

Drs. I Ketut Astawa.

x
xi
I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
a. Dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik
Indonesia maka Indonesia telah menjadi negara yang
merdeka. Pada waktu zaman penjajahan, polisi merupakan
alat dari penjajah untuk menindas rakyat. Sedangkan pada
negara yang sudah merdeka, polisi merupakan alat negara
yang bertugas untuk melindungi, melayani dan mengayomi
masyarakat. Polisi dengan demikian adalah abdi yang
merupakan pelayan masyarakat.
b. Dalam Pembukaan UUD tahun 1945 tercantum tujuan
Negara dan sekaligus merupakan kewajiban Negara dimana
tugas/kewajiban Polisi Negara termasuk dalam lingkup
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia”.
c. Dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 tercantum “Pancasila”
sebagai dasar dan ideologi negara, maka Pancasila harus
menjiwai kesadaran moral aparatur negara yang
tercermin dalam setiap tindakannya.
d. Dalam penjelasan tentang UUD tahun 1945 (sebelum
amandemen) dijelaskan Pokok-pokok pikiran dalam
Pembukaan antara lain: …Pokok pikiran yang keempat yang
terkandung dalam pembukaan ialah “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar kemanusiaan yang adil
dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

Etika Profesi Polri I1


mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-
lain penyelenggara negara untuk memelihara teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur. Karena itu Polisi
sebagai alat negara / penyelenggara negara wajib
memelihara teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
e. Dalam rapat Panitia Kemerdekaan Indonesia pada hari
minggu tanggal 19 Agustus 1945, diputuskan ada empat hal
yang harus mendapat perhatian terlebih dahulu, antara lain
tentang Polisi meliputi:
1) Supaya susunan kepolisian pusat dan daerah segera
dipindahkan ke dalam kekuasaan Pemerintah Pusat.
2) Polisi dan susunannya yang ada waktu ini, masih tetap
adanya ditambah dengan tenaga pimpinan dari bekas-
bekas PETA dan pimpinan rakyat.
3) Segera diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk
sikap baru terhadap rakyat.
f. Dengan demikian sebenarnya sejak awal kemerdekaan para
Founding Father kita telah meletakkan dasar yang kokoh
untuk membangun etika para penyelenggara negara dan
bahkan menyadari dan telah memerintahkan perlu adanya
petunjuk-petunjuk baru yang menyangkut moral anggota
kepolisian agar sebagai abdi daripada nusa dan bangsa
dapat melayani, melindungi rakyat serta mengayomi
masyarakat dengan sebaik-baiknya. Baru pada tahun
1955 lahir Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri dan
pada tahun 1960 lahir Catur Prasetya sebagai Pedoman
Karya. Selanjutnya lahirlah Kode Etik Polri yang telah
beberapa kali mengalami penyempurnaan.

2 I Etika Profesi Polri


2. Kutipan dari Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dan Rini
Kustiasih.
a. Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dalam bukunya Agenda
Reformasi Polri Pasca Sidang Istimewa MPR Tahun 2001
halaman 161 menyatakan: “Masalah pokok dalam
penegakan hukum dan etika dalam proses Good Governance
dewasa ini adalah disamping merosotnya kesadaran dan
ketaatan hukum masyarakat (law abiding citizen) dan
masih lemahnya kemampuan teknis profesional aparat
penegak hukum, adalah etika para pejabat penegak
hukum, tanpa etika, wewenang yang dimiliki akan
mudah disalahgunakan. Selanjutnya pada halaman 162
beliau menyatakan keadaan, masalah serta usaha
membangun good governance, merubah perilaku sebagai
penguasa menjadi pelayan masyarakat.
b. Rini Kustiasih pada Kompas tanggal 7 Mei 2016 hal 5
dengan judul “Mengais Etika di dalam Peradilan Kita”
menyatakan Ketua Mahkamah Agung Amerika serikat Earl
Warren (1953-1969) pernah mengatakan “In civilized life,
law floats in a sea of ethics” (Dalam kehidupan yang beradab
hukum mengapung di atas samudra etika). Tanpa etika
hukum hanya segebok buku dan dokumen berisi
undang-undang tanpa rasa keadilan.

3. Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan


Berbangsa.
a. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengamanatkan
perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi
etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan,
etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang
berkeadilan dan kesetaraan, etika keilmuan, dan etika

Etika Profesi Polri I3


lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya,
serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang
sesuai dengan Ketetapan MPR RI Nomor : VI/MPR/2001.
b. Substansi dan Perkembangan Ketetapan.
1) Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan
kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan
berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam
kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika berbangsa
mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan,
ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan
serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-
nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
2) Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan,
sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, toleransi,
budaya malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan
serta martabat diri sebagai warga bangsa.
3) Etika kehidupan berbangsa meliputi etika sosial dan
budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi
dan bisnis, etika penegakan hukum yang
berkeadilan, etika keilmuan dan etika lingkungan.
4) Pada kenyataan pemahaman dan penghayatan tentang
kehidupan berbangsa dan bernegara masih jauh dari
harapan karena etika kehidupan berbangsa dan
bernegara masih sekedar norma-norma perilaku yang
penyelenggaranya belum dikenakan sanksi moral
maupun sanksi hukum yang jelas dan terukur dalam
berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara

4 I Etika Profesi Polri


serta tidak dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.
5) Ketentuan ini berfungsi sebagai pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya
dan hukum.

4. Tuntutan Reformasi dan Budaya Polri


a. Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut Polisi
yang semakin profesional, mandiri, transparan dan
responsible.
b. Tugas Polisi yang sangat strategis dan berkaitan erat
dengan hak asasi manusia, maka polisi sebagai abdi utama
daripada nusa dan bangsa semakin dituntut menjunjung
tinggi hukum dan HAM, semakin dituntut perlakuan
tindakan kepolisian yang semakin manusiawi dalam
memperlakukan pelaku dan korban kejahatan pada
khususnya dan dalam melayani, melindungi dan mengayomi
masyarakat pada umumnya.
c. Polisi memiliki kewenangan yang sangat luas dan berkaitan
erat dengan HAM maka dituntut upaya untuk mencegah
agar wewenang yang luas tersebut tidak disalahgunakan.
d. Sejalan dengan itu maka dituntut upaya yang maksimal
dalam reformasi budaya Polri, menanamkan, menumbuh
kembangkan, pengertian, pemahaman, penghayatan serta
pengamalan Etika profesi Polri sehingga dapat diwujudkan
kinerja Polri yang dipercaya dan dicintai masyarakat.

Etika Profesi Polri I5


II
ETIKA PROFESI POLRI

1. Pengertian Etika.
a. Ada bebagai definisi tentang pengertian etika antara lain
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan K. Bertens.
b. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1988) dijelaskan
etika mempunyai tiga arti:
1) Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (ahlak).
2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak.
3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
c. Menurut K. Bertens dalam bukunya “Etika” menyatakan
juga cendrung untuk membedakan tiga arti mengenai kata
etika itu dengan urutan terbalik dan dipertajam (K. Bertens,
Etika, 2001, hal 6)
1) Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Secara singkat arti ini bisa
dirumuskan sebagai “Sistim Nilai”.
2) Kumpulan asas atau nilai moral, asas dan norma moral.
Yang dimaksud disini adalah Kode Etik.
3) Etika adalah ilmu tentang apa yang baik atau yang
buruk. Etika baru menjadi ilmu, bilamana
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-

6 I Etika Profesi Polri


nilai apa yang dianggap baik dan buruk) yang begitu
saja diterima dalam suatu masyarakat yang sering kali
tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistimatis dan metodis. Etika disini sama
artinya dengan filsafat moral.
d. Penulis sependapat dengan arti etika yang mengandung tiga
pengertian yaitu:
1) Etika sebagai sistim nilai. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan etika jika dikaitkan dengan profesi adalah etika
profesi.
2) Etika sebagai Kode Etik. Kode Etik dalam hal ini
menentukan syarat suatu lapangan pekerjaan dapat
disebut profesi, dan
3) Etika sebagai Ilmu.

2. Etika profesi
a. Etika profesi adalah nilai dan norma moral (yang berkaitan
dengan apa yang baik/buruk, yang benar/salah, yang patut
/tidak patut) yang dipakai sebagai pedoman/pegangan
mengatur tindakan etis anggota Profesi, dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban Profesi
untuk mencapai tujuan Profesi. Berkaitan dengan itu perlu
dibahas tentang:
1) Apa yang dimaksud dengan moral.
2) Apa yang menjadi tugas/kewajiban dan wewenang
Profesi.
3) Apa yang dimaksud dengan nilai moral.
4) Apa yang dimaksud dengan norma moral
5) Apa yang dianggap tindakan yang baik.
6) Apa yang dianggap tindakan yang benar.
7) Apa yang menjadi tujuan Profesi.

Etika Profesi Polri I7


8) Apa yang dimaksud dengan profesional.
9) Apa peranan etika dikaitkan dengan tugas Profesi.
b. Etika Profesi Polri menurut Perkap Kapolri No. 14 tahun
2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah kristalisasi nilai-nilai Tri Brata dan Catur
Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta
mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud
komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan,
kelembagaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
c. Etika Profesi Polri yang dijiwai Pancasila tercantum pada:
1) Tri Brata.
2) Pedoman Lanjutan Tri Brata.
3) Panji-Panji Polri/Lambang Polri.
4) Catur Prasetya.
5) Pemaknaan Baru Tri Brata.
6) Pemaknaan Baru Catur Prasetya.
7) Sumpah atau Janji Calon anggota Polri.
8) Kode Etik Profesi Polri.
9) Pada berbagai referensi dimana terdapat nilai-nilai dan
norma-norma moral yang berkenaan dengan tugas
anggota Polri.

3. Kode Etik Profesi.


a. Dalam Ensiklopedi Ilmu Kepolisian (William G. Bailey,
Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, hal 99 dan
hal 101):
1) Pada tahun 1957, International Association of Chiefs of
Police (IACP) mengadopsi sebuah dokumen bertajuk
“Law Enforcement Code of Ethics”. Kecuali untuk
peraturan California tahun 1956 yang menjadi model,
dokumen IACP telah menjadi “kode etik” yang pertama

8 I Etika Profesi Polri


bagi kepolisian. Di luar kode ini terdapat satu setengah
abad “aturan dan peraturan”, “sumpah”, “ikrar”, “doa”,
“prinsip pedoman” dan dokumen lain yang memuat
ketentuan yang sama (Kleinig and Zhang, 1992).
Namun kode ini dipahami sebagai suatu kontribusi
untuk menjadikan kepolisian sebagai “profesi”
(Johnson dan Copus, 1981).
2) Etika berarti standar moral yang berlaku bagi semua
anggota kelompok karena keanggotaannya dalam
kelompok itu. “Standar” berarti aturan, prinsip, atau
ideal.
3) Etika pun kemudian menyerupai hukum dalam
pemberlakuannya atas individu karena mereka anggota
kelompok.
b. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP
adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan
kesatuan landasan filosofis yang berkaitan dengan perilaku
maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,
dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri
dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab
jabatan.

4. Etika sebagai Ilmu.


a. Etika sebagai Ilmu sebagai contoh dapat dikemukakan
penemuan Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri. Dalam
penjelasan Prof. Djoko Soetono SH. tentang “Tri Brata
sebagai logos” dijelaskan antara lain:
1) Tri Brata adalah hasil kesimpulan penyelidikan ilimiah
dengan method functional dari perkembangan fungsi
Polisi, sejalan dengan perkembangan tipe Negara

Etika Profesi Polri I9


sampai mencapai tipe Negara hukum materiil atau
rechstaats dalam arti sosial.
2) Tri Brata bukan sebagai hasil renungan, tetapi sebagai
hasil penyelidikan ilmiah, diperoleh dari berpikir tertib,
dan benar, sehingga kesimpulannya merupakan
rumusan yang benar.
b. Etika bukan ajaran untuk menjadi orang baik tetapi
merupakan ilmu untuk menentukan tindakan yang diambil
dengan memberikan argumentasi. Tindakan yang diambil
bukan karena ikut-ikutan orang lain atau bukan karena
intervensi pihak lain, tetapi tindakan yang kita ambil
dengan menggunakan etika sebagai sarana orientasi untuk
menjawab pertanyaan mengapa tindakan itu diambil
dengan memberikan argumentasi.

5. Peranan Etika bagi anggota Polri.


a. Sebagai landasan membangun profesionalisme Polri.
Meningkatkan pemahaman dan penghayatan etika profesi
adalah dasar untuk menanam, menumbuh kembangkan
profesionalisme Polri yang semakin menjadi tuntutan
masyarakat.
b. Meningkatkan kesadaran moral dalam mengambil
keputusan.
Meningkatkan kesadaran moral untuk siap mengambil
keputusan yang etis, yang tepat dan berbobot. Sebagai
anggota Polri pada hakekatnya harus mengambil keputusan
yang cepat. Pada waktu anggota Polri mengambil keputusan
untuk bertindak maka peranan etika sangat menonjol. Bagi
anggota Polri pada hakekatnya dia harus mengambil
keputusan cepat dimana tidak tersedia waktu untuk
bertanya kepada orang lain atau mencari referensi untuk

10 I Etika Profesi Polri


membantu pemecahan masalah yang dia hadapi. Dia harus
bertanggung jawab atas semua akibat dari tindakan yang
dia putuskan.
c. Untuk membangun kemandirian moral anggota Polri dan
mencegah agar kewenangan yang dimiliki Polri tidak
disalahgunakan. Polri memiliki kewenangan yang besar
terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia serta
sangat strategis maka dituntut memiliki kemandirian moral,
yang dalam memutuskan untuk bertindak senantiasa harus
adil tidak memihak, menjunjung tinggi HAM, serta
senantiasa bertujuan untuk mencari kebenaran sehingga dia
dalam mengambil keputusan harus berdasarkan atas
bisikan moral dari hati nuraninya tanpa karena ikut-ikutan
atau karena intervensi dari pihak lain. Dalam hal ini etika
menjadi polisinya polisi yang berfungsi sebagai pengawas /
pengendali tingkah laku anggota polri. Dengan kata lain
dengan menghayati etika profesi dia tidak akan pernah
menyelewengkan atau menyalahgunakan apa yang menjadi
wewenangnya.
d. Memuliakan profesi Polri.
Dengan memahami dan menghayati etika profesi Polri maka
anggota Polri akan bertingkah laku etis yang pada
gilirannya akan menjaga martabat Polri dan kepercayaan
masyarakat terhadap institusi Polri. Dengan memahami,
menghayati dan mengimplementasikan etika profesi Polri
berarti anggota Polri telah memuliakan profesinya.
e. Dalam pelaksanaan tugas Polri sekarang ini dan kedepan
semakin dituntut untuk dimengerti, dipahami dan dihayati
etika profesi Polri karena:

Etika Profesi Polri I 11


1) Masyarakat dalam era semakin demokratis sehingga
semakin dituntut adanya anggota Polri yang semakin
profesional.
2) Polri melaksanakan tugas untuk melindungi, melayani
dan mengayomi masyarakat yang yang plural dimana
dalam masyarakat yang berbeda sering terlihat adanya
nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda pula, bahkan
masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralism
moral.
3) Dalam dunia modern semakin jelas tampak adanya
suatu kepedulian etis yang universal. Misalnya adanya
“Deklarasi Universal tentang HAM” yang
diproklamasikan oleh PBB pada 10 Desember 1948.
Contoh lain adanya kerjasama antar LSM yang
merupakan lembaga gerakan-gerakan perjuangan
moral antar berbagai negara.
4) Adanya perkembangan kemajuan pesat dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan komunikasi, maka
pertukaran /penyebaran informasi dan pengenalan
berbagai nilai dan norma masyarakat luar yang belum
tentu sejalan dengan nilai-nilai dan norma norma yang
berlaku di negara kita atau ditempat kita bertugas.
Adanya perkembangan modus kejahatan/kasus-kasus
dimana adakalanya belum ada perangkat hukum yang
mengaturnya. Contoh kasus transportasi on line seperti
taxi uber dan ojek, kasus Panama Paper.

6. Kepribadian Polri.
a. Kepribadian adalah organisasi dinamis dari masing-masing
sistim psikophisik yang menentukan penyesuaian unik
terhadap lingkungannya (Golden Allport). Dengan berbagai

12 I Etika Profesi Polri


pengembangan akhirnya terumuskan, bahwa kepribadian
adalah suatu keseluruhan (jumlah total) dari cara-cara
seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang
lain.
b. Unsur kepribadian.
1) Didalam pelajaran Etika kita tahu ajaran bahwa:
temperamen we are born with sedangkan character we
have to make. Berangkat dari pendapat ini, pribadi
seseorang selalu diwarnai oleh temperamen sekaligus
karakter. Temperamen berwarna sifat-sifat yang kita
dapat dari keturunan. Sedangkan karakter terbentuk
oleh lingkungan dan situasi.
2) Penelitian membuktikan bahwa kepuasan kerja yang
mantap sepanjang tahun, bahkan disetiap perubahan
kerja atau Pimpinan ditentukan oleh gen-gen
seseorang. Dia tidak terpengaruh oleh lingkungan
ataupun situasi. Sedang karakter yang terbentuk oleh
lingkungan dan situasi akan menyebabkan individu
berusaha menyesuaikan diri. Interaksi dari
temperamen dan karakter itu membentuk kepribadian
seseorang.
3) Orang yang karakternya terbentuk pada lingkungan
dan budaya kerja tinggi akan cendrung, serius,
ambisius dan agresif. Sedangkan orang-orang yang
berada pada lingkungan dan budaya yang menekankan
pentingnya bergaul baik dengan orang lain, dia akan
lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan kerja
dan karier.
4) Ciri kepribadian. Bentuk-bentuk kepribadian akhirnya
menentukan perilaku organisasi, karenanya orang lalu
mencari dan berusaha menemukan ciri-ciri

Etika Profesi Polri I 13


kepribadian: pendiam vs ramah, kurang cerdas vs lebih
cerdas, dipengaruhi perasaan vs emosional mantap,
mengalah vs dominan, serius vs suka bersenang-
senang, selalu siap vs selalu berhati-hati, malu-malu vs
petualang, keras hati vs peka, mempercayai vs
mencurigai, praktis vs imajinatif, terus terang vs
banyak muslihat, percaya diri vs takut-takut,
konservatif vs suka eksperimen, bergantung kelompok
vs mandiri, tak terkendali vs terkendali, santai vs
tegang. (a dan b dari 1 s/d 4 dikutip dari: Kunarto,
2001, Perilaku Organisasi Polri hal 69 dan 70)
c. Kepribadian Polri.
Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No 2 tahun 2002 tentang
Polri: Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan
kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya yaitu
pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik
Indonesia. Selain itu untuk mengabdikan diri sebagai
alat Negara penegak hukum, yang tugas dan
wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan
kewajiban warga Negara secara langsung, diperlukan
kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh
karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi
kepolisian yang tercermin dalam sikap dan
perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut
dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-
nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur
Prasetya yang didasari dan dijiwai Pancasila.

14 I Etika Profesi Polri


7. Kemandirian Polri.
a. Kemandirian Polri adalah otonomi dalam pelaksanaan tugas
profesi Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku menyangkut tugas/kewajiban, wewenang dan
tanggungjawabnya tanpa adanya campur tangan dari
lembaga atau pihak-pihak lain.
b. Polri harus mandiri karena berbagai alasan antara lain:
1) Indonesia adalah negara hukum yang demokratis yang
ciri-cirinya adanya supremasi hukum, dan dihormati
serta dijunjung tinggi HAM. Tugas-tugas tersebut pada
hakekatnya dipercayakan oleh Negara dan Bangsa
untuk diemban oleh Polri, sehingga Polri adalah pilar
utama tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merupakan Negara hukum yang demokratis.
2) Polri adalah penyidik utama yang merupakan bagian
integral dari Criminal Justice System, karena itu harus
mandiri, sebagaimana Jaksa dan Hakim agar
terwujudnya kebenaran dan keadilan dalam
penegakkan hukum.
3) Polri mempunyai kewenangan diskresi, dimana untuk
kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri (pasal 18 (1) UU No: 2 tahun 2002
tentang Polri).
4) Polri harus netral (Pasal 28 ayat 1 UU No: 2 tahun 2002
tentang Polri).
5) Menurut Kode Etik profesi Polri dinyatakan setiap
anggota Polri dibenarkan menolak perintah atasan
yang melanggar norma-norma hukum.
6) Tugas Polri menegakkan hukum dan memelihara
kamtibmas merupakan tugas yang strategis, dengan

Etika Profesi Polri I 15


kewenangan yang luas maka ada kecendrungan untuk
adanya pihak-pihak/golongan yang mengintervensi
Polri untuk melindungi kepentingannya.

8. Moral
Etimologi moral sama dengan etika adat istiadat/kebiasaan.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik buruk.
a. Pada semua bangsa dan dalam segala zaman diketemukan
keinsafan tentang baik dan buruk, tentang yang harus
dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi, tidak
semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai
pengertian yang sama tentang baik dan buruk. Dengan
demikian moralitas merupakan fenomena manusiawi yang
universal.
b. Moralitas bukan saja merupakan suatu dimensi nyata dalam
hidup manusia, baik pada tahap perorangan, maupun pada
tahap sosial, kita harus mengatakan pula bahwa moralitas
hanya terdapat pada manusia dan tidak terdapat pada
mahluk lain. Moralitas merupakan ciri khas manusia yang
tidak dapat diketemukan pada mahluk dibawah tingkat
manusiawi. Pada tahap binatang tidak ada kesadaran
tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan yang
dilarang, tentang yang harus dilakukan dan tidak pantas
dilakukan

9. Tugas Polri Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002 memelihara keamanan


dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, memberi
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
a. Pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea
keempat dicantumkan tujuan nasional yang sekaligus

16 I Etika Profesi Polri


merupakan tugas dan kewajiban Negara adalah: Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia….., dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial…… Dengan demikian tugas Polri
pada hakekatnya termasuk dalam lingkup tujuan nasional/
tugas dan kewajiban Negara untuk “melindungi”.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan motto yang
tercantum dalam Panji-panji Polri “Rastra Sewakottama”,
polisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa, maka tugas
pokok Polri sebagai “Abdi” adalah “melayani”. Dengan
demikian tugas pokok Polri adalah “melindungi dan
melayani” agar masyarakat merasa “tentram” merasa
“diayomi” dalam bidang penegakkan hukum dan keamanan
ketertiban masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang
menjadi falsafah kepolisian diseluruh dunia “To serve and
to protect”.
b. Tujuan penegakkan hukum adalah terwujudnya kedamaian.
Dalam pergaulan hidup manusia. Kedamaian tersebut
berarti disatu pihak adanya ketertiban (bersifat lahiriah/
ekstern antar pribadi) dan dilain pihak adanya ketentraman
(yang bersifat batiniah/intern-pribadi)
c. Tujuan kaedah hukum berkaitan erat dengan tugas hukum
yaitu pemberian kepastian hukum dan pemberian
kesebandingan hukum. Pemberian kepastian hukum, tertuju
pada ketertiban dan pemberian kesebandingan hukum
tertuju pada ketentraman.
d. Yang menjadi masalah bahwa dalam pelaksanaan
penegakan hukum itu dari pihak penguasa cendrung untuk
lebih menekankan pada segi ketertiban saja, sedang dari

Etika Profesi Polri I 17


pihak warga masyarakat lebih menghendaki ketentraman.
Penekanan pada ketertiban saja membuka jalan menuju
kearah anarki. Karena itu sebenarnya yang sangat
diperlukan dalam penegakan hukum itu adalah adanya
keserasian antara nilai ketertiban dan nilai ketentraman
(nilai yang berpasangan tapi tidak jarang bertentangan) (DR
Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
1980).
e. Tahun 1941 Presiden USA F.D. Rosevelt menegaskan adanya
adanya “four freedom” (empat kebebasan)
1) Freedom from fear ( bebas dari rasa takut).
2) Freedom of thought (bebas mengeluarkan pendapat).
3) Freedom from want (bebas dari kekurangan).
4) Freedom of religion (bebas memeluk agama).
Empat kebebasan ini erat kaitannya dengan adanya rasa
aman, adanya rasa tentram di hati masyarakat.
Oleh Ki Dalang Aman digambarkan dalam pewayangan:
“Tata Tentrem Karta Raharja” yang oleh Polri dijadikan
nama dari Doktrin Polri. Tata adalah ketertiban / tegaknya
hukum, yang menimbulkan adanya rasa tentram/rasa aman
yang merupakan syarat mutlak untuk adanya kegairahan
kerja/ berlangsungnya roda kegiatan ekonomi (karta) guna
mewujudkan raharja (kesejahteraan/ kemakmuran
masyarakat).
f. Tugas/kewajiban Polisi merupakan tugas yang berat
dengan resiko yang tinggi, tetapi merupakan tugas yang
mulia dan membanggakan.
g. Bagaimana pengaruh tugas /kewajiban Polisi yang berat
terhadap sifat/kepribadian khas anggota Kepolisian.
1) Di Indonesia belum ada penelitian untuk ini.

18 I Etika Profesi Polri


2) Walaupun antara Polisi Indonesia berbeda/tidak sama
dengan Polisi di Amerika Serikat akan tetapi sebagai
bahan banding untuk diketahui dapat dikemukakan
Sejumlah penelitian berusaha mengidentifikasi suatu
model “kepribadian Polisi”, kepribadian yang khas
Polisi itu diperkirakan mencakup sikap-sikap berikut:
otoriter, penuh curiga, rasis, tidak ramah was-was,
konservatif, dan sinis. Karena kondisi pekerjaan
mereka, para polisi cendrung terisolasi dari dan curiga
terhadap anggota masyarakat lain, sehingga
menciptakan apa yang oleh Weslet disebut “tirai biru”.
Sklonick (1975) menggambarkan ”kepribadian profesi”
sebagai sesuatu yang terbentuk oleh paparan yang
konstan dari bahaya, elemen masyarakat terburuk,
serta dorongan untuk menggunakan kekuatan dan
kewenangan dari balik lencananya.
Ada dua model umum dari perkembangan kepribadian
polisi. Mode predisposisi yang menempatkan kepribadian
polisi sebagai sifat bawaaan individu polisi yang
bersangkutan kedalam pekerjaannya. Sementara itu model
kedua, sosialisasi, menempatkan kepribadian polisi sebagai
hasil dari tuntutan formal maupun informal atas profesi
polisi. Sekalipun kedua model kepribadian ini sama-sama
didukung oleh banyak pembuktian, lebih banyak yang
meyakini model sosialisasi. (William G. Bailey, Ensiklopedia
Ilmu Kepolisian, Yayasan Pengembangan Ilmu
Kepolisian,2005 hal 66 dan 67) .
h. Tugas anggota Polri di lapangan sering dihadapkan pada
kejadian yang melibatkan kontak fisik yang dapat
mengakibatkan luka atau cedera, bahkan melibatkan hidup
matinya seseorang. Anggota Polri harus membuat

Etika Profesi Polri I 19


keputusan dalam hitungan persekian detik, kadangkala
menentukan hidup atau mati dirinya sendiri atau orang lain.
Beban emosional psikologis dalam situasi tersebut sangat
mempengaruhi keputusan yang diambil. Sehingga masih
sering terjadi pada kejadian tertentu seseorang anggota
Polisi menggunakan kekuatan yang berlebihan dan menjadi
sorotan masyarakat, media dan anggota DPR, bahkan
dikategorikan pelanggaran HAM.
Meskipun pelanggaran yang diakibatkan oleh penggunaan
kekuatan berlebihan oleh anggota polisi tidak mungkin
dapat sepenuhnya dihilangkan, namun keberadaan
kebijakan penggunaan kekuatan yang jelas dan mudah
dipahami serta dapat menjadi acuan hukum sangat
dibutuhkan oleh anggota Polri. Sejalan dengan itu maka
Kapolri mengeluarkan PERKAP No. 1 tahun 2009, tanggal
13 Januari 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam
Tindakan Kepolisian. Dan menerbitkan bahan ajaran
dimana diuraikan mengenai aturan umum, prinsip-prinsip
penggunaan kekuatan, perlawanan pelaku dan respon
anggota Polri, penggunaan senjata api, eskalasi dan de-
eskalasi kekuatan, perlindungan dan pertanggung jawaban,
pengawasan dan pengendalian serta pengisian formulir
laporan penggunaan kekuatan.

10. Wewenang Polri. Untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi


tugas/kewajiban Polri, maka Polri diberikan wewenang dalam
UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
a. Pasal 15 (1) wewenang umum.
b. Pasal 15 (2) wewenang sesuai peraturan per-UU-an lain.
c. Pasal 16 (1) wewenang dalam bidang proses pidana.

20 I Etika Profesi Polri


d. Pasal 18 (1) wewenang deskresi “Untuk kepentingan umum
Pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.
e. Wewenang Polri yang luas dan strategis serta erat
kaitannya dengan HAM, maka membuka peluang adanya
kecendrungan atau mempunyai potensi yang besar untuk
disalahgunakan. Etika Profesi Polri merupakan polisinya
polisi yang mengawasi tindak tanduk anggota Polisi,
mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan
tersebut.

11. Nilai moral ciri-cirinya: (K. Bertens, Etika, 2001, hal 142 s/d
147).
a. Berkaitan dengan tanggung jawab. Nilai-nilai moral
mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah,
karena ia bertanggung jawab. Karena itu dapat dikatakan
bahwa manusia sendiri menjadi sumber nilai moralnya.
Manusia sendiri membuat tingkah lakunya baik atau buruk
dari sudut moral. Hal ini tergantung kepada kebebasannya.
b. Berkaitan dengan hati nurani. Salah satu ciri khas nilai
moral adalah hanya nilai ini menimbulkan suara dari hati
nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau
menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
c. Mewajibkan. Nilai moral mewajibkan kita secara absolut
dan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai – nilai lain sepatutnya
diwujudkan atau seyogyanya diakui. Nilai-nilai moral ini
mewajibkan absolut karena nilai-nilai ini menyangkut
pribadi manusia sebagai keseluruhan, sebagai totaliter/
menyangkut manusia sebagai manusia. Karena itu
kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan

Etika Profesi Polri I 21


oleh instansi lain tetapi berakar dalam kemanusiaan itu
sendiri. Kegagalan dibidang moral berarti kegagalan total
sebagai manusia, bukan menurut suatu aspek saja.
12. Norma moral. Norma moral menentukan apakah perilaku kita
baik atau buruk dari sudut moral.
a. Sanksi pelanggaran norma moral adalah keluar dari hati
nurani berupa penyesalan.
b. Generalisasi dari norma moral “The golden rule of ethics” :
memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin
diperlakuan oleh orang lain.
c. Norma moral, norma yang tertinggi yang tidak bisa
ditaklukkan pada norma lain, sebaliknya norma moral
menilai norma lain.
1) Jika ada UU yang dianggap tidak etis, UU itu harus
dihapus. Apa arti UU kalau tidak disertai moralitas.
2) Sebaliknya moral membutuhkan hukum. Moral akan
mengawang-awang saja, kalau tidak diungkapkan dan
dilembagakan dalam masyarakat.

13. Dasar nilai dan norma moral.


a. Adat / kebiasaan. Nilai-nilai dan norma moral bisa berubah.
Apa yang baik hari ini, besok bisa dinilai buruk. (Sofistic-
Sofi)
b. Kodrat: Nilai dan norma moral tidak bisa diubah. Ada nilai-
nilai yang tetap dan tidak terubahkan (Socrates dan Plato:
menentang para sofis).
c. Nilai-nilai dan norma moral Polri terdapat pada
1) Pancasila.
3) Pedoman hidup Polri Tri Brata.
4) Lambang Polri.
5) Pedoman Karya Catur Prasetya.

22 I Etika Profesi Polri


6) Pemaknaan Baru Tri Brata.
7) Pemaknaan Baru Catur Prasetya.
8) Kode Etik Profesi Polri
9) Lafal sumpah anggota Polri.
10) Sumpah jabatan.
11) Berbagai referensi yang mengandung nilai dan norma
moral yang menyangkut tugas dan kewajiban Polri.

14. Tindakan baik. Untuk menentukan tindakan yang baik


digunakan dasar “teori-teori Etika”.
Teori-teori Etika (sistim Filsafat Moral) (dirangkum dari K.
Bertens, Etika):
a. Teleologis (terarah pada tujuan).
1) Hedonisme. Kesenangan adalah hal yang terbaik bagi
manusia.
a) Aristippos. Yang baik dalam arti sebenarnya adalah
kenikmatan kini dan disini. Jadi dapat disimpulkan
kesenangan sebagai badani, aktual dan individual.
Batas dalam mencari kesenangan adalah
pengendalian diri, mempergunakan kesenangan
dengan baik dan tidak membiarkan diri terbawa
olehnya.
b) Epikoruos. Kesenangan tidak hanya kesenangan
aktual saja tetapi juga masa lampau dan masa
depan.
Ataraxia. Ketenangan jiwa atau keadaan seimbang
yang tidak membiarkan diri terganggu oleh hal-hal
lain. Ataraxia begitu penting sehingga ia
menyebutnya juga sebagai tujuan hidup manusia
disamping kesenangan.

Etika Profesi Polri I 23


2) Eudemonisme. (Aristoteles). Makna terakhir hidup
manusia adalah kebahagiaan (Eudaimonia) Seorang
mencapai tujuan akhir dengan menjalankan fungsinya
dengan baik yaitu “akal budi dan rasio”. Yang
dijalankan sebagai suatu sikap tetap disertai
keutamaan yang meliputi keutamaan intelektual dan
keutamaan moral. Dengan keutamaan intelektual
menyempurnakan langsung rasio itu, dengan
keutamaan moral rasio menjalankan pilihan yang perlu
diadakan dalam hidup sehari-hari.
3) Utilitarisme. Suatu perbuatan dinilai baik dengan
menimbang kegunaannya untuk mencapai
kebahagiaan.
Utilitarisme Klasik.
a) Bentam. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau
buruk, sejauh dapat meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin
orang. Ia sampai pada prinsip The Priciple of utility
yang berbunyi “The Greatest Happiness of The
Greates Number”.
b) John Stuart Mill. Kebahagian yang menjadi norma
etis adalah kebahagian semua orang terlibat dalam
suatu kejadian, bukan kebahagiaan satu orang saja
yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama
(Everybody to count for one, nobody to count more
than one).
Utilitarisme Aturan.
a) Stephan Toulmin. Prinsip kegunaan tidak harus
diterapkan atas salah satu perbuatan
(sebagaimana dipikirkan dalam utilitarisme

24 I Etika Profesi Polri


klasik), melainkan atas aturan-aturan moral yang
mengatur perbuatan kita.
b) Richard B. Brandt. Bukan aturan moral satu demi
satu melainkan aturan moral sebagai keseluruhan
diuji dengan prinsip kegunaan. Kalau begitu
perbuatan adalah baik secara moral bila sesuai
dengan aturan yang berfungsi dalam sistim aturan
moral yang paling berguna bagi suatu masyarakat.
b. Deontologis (kewajiban)
1) I. Kant. Baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak
baik karena kewajiban. Bukan bertindak baik sesuai
kewajiban. Bertindak sesuai kewajiban dilihat dari segi
legalitas. Dengan legalitas kita memenuhi norma
hukum belum memenuhi norma moral.
2) W.D. Ross. Kewajiban itu selalu merupakan kewajiban
Prima Facie (pada pandangan pertama), artinya suatu
kewajiban untuk sementara dan hanya berlaku sampai
timbul kewajiban lebih penting lagi mengalahkan
kewajiban pertama tadi.
c. Perkembangan sekarang ini. Dari Teori-teori Sistim Etika
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu sistimpun
yang sama sekali memuaskan. Disamping segi-segi menarik,
setiap sistim ada kelemahannya juga. Hal ini berlaku juga
untuk dua sistim yang paling berbobot dalam sejarah filsafat
modern Utilitarisme dan Deontologi. Karena itu dalam
filsafat moral sekarang ini sebenarnya tidak ada lagi
utilitarisme murni atau deontologi murni. Sekarang para
Filsuf berusaha mengadakan sintesis antara pendekatan
utilitaristis dengan pendekatan deontologist. Disamping itu
mereka sering juga memanfaatkan unsur-unsur dari sistim-
sistim lain khususnya eudemonisme Aristoteles.

Etika Profesi Polri I 25


d. Dari teori- Etika tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:
1) Tindakan yang baik harus dilandasi oleh kehendak baik
untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajibannya.
2) Tindakan yang baik adalah tindakan yang bertujuan
untuk bermanfaat bagi orang lain/masyarakat
3) Tindakan bisa saja bertujuan untuk mendatangkan
kesenangan tetapi harus ada keseimbangan antara
kesenangan badaniah dan rohaniah, kesenangan tidak
hanya hari ini saja tetapi juga untuk kesenangan masa
depan, kesenangan tidak boleh menabrak kesenangan
orang lain dan terutama adanya ataraxia (ketenangan
batin). Untuk itu harus ada pengendalian diri dan pola
hidup sederhana.
4) Tindakan baik didasarkan atas menjalankan fungsi
khas sebagai manusia yang baik akal budi atau rasio
yang disertai keutamaan intelektual dan keutamaan
moral, tindakan seperti ini akan mendatangkan
kebahagian.
e. Pada hakekatnya tindakan yang baik adalah tindakan yang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan tidak
bertentangan dengan norma-norma moral.
f. Polisi yang baik. The British Royal Commision on Police
(1962) mempelajari falsafah Kepolisian, yang lama – lama
mengangkat satu simpulan yang menyatakan “The Police
shoud be powerful but not oppressive, they shoud be efficient
but not afficous, they shoud from an impartial force in the
body of politics, and yet be subject to a degree of control by
persons who themselves liable to Police supervision”.
Ungkapan ini menggambarkan bahwa Kepolisian yang ideal
dalam masyarakat yang demokratis adalah Kepolisian yang

26 I Etika Profesi Polri


kuat tetapi tidak bengis, harus efisien tetapi tidak
mengharapkan sesuatu, tidak memihak dalam politik
(praktis) untuk tegaknya pelaksanaan tugas Kepolisian.

15. Perkembangan Kesadaran Moral. (K. Bertenns, Etika, hal 80, 85


dan 86).
Kohnberg menemukan bahwa perkembangan moral seseorang
anak berlangsung menurut enam tahap atau fase, tetapi tidak
setiap anak berkembang sama cepat, sehingga tahap-tahap itu
tidak dengan pasti dapat dikaitkan dengan umur tertentu. Bagi
kita studi Kohnberg itu terutama menarik, karena ia melihat
perilaku yang berdasar atas hati nurani sebagai stadium terakhir
dan tertinggi dari suatu perkembangan panjang di bidang moral.
Karena itu disini kita mempelajari secara singkat pandangannya
yang terkenal perkembangan moral menurut enam tahap

TINGKAT TAHAP
PERASAAN Keterangan
PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN
Tingkat Tahap 0
Pramoral Perbedaan
0 – 6 tahun antara baik dan
buruk belum
didasarkan atas
kewibawaan
atau norma-
norma.

Tingkat pra Tahap 1 Takut Tahap 1.


konvensional. Anak berpegang akibat Orientasi
Perhatian pada kepatuhan negatf dari hukuman dan
khusus untuk dan hukuman. perbuatan. kepatuhan
akibat perbuatan Takut untuk
hukuman, kekuasaan dan
ganjaran, motif- berusaha
motif lahiriah menghindarkan

Etika Profesi Polri I 27


dan particular. hukuman.
Tahap 2. Tahap 2
Anak Orientasi
mendasarkan relatives
diri atas egoisme instrumental.
naïf yang Perbuatan
kadang-kadang adalah baik, jika
ditandai relasi ibarat
imbal balik; do instrument
ut des dapat memenuhi
kebutuhan
sendiri dan
kadang-kadang
juga kebutuhan
orang lain.
Hubungan
timbal balik
antar manusia
adalah soal, jika
kamu
melakukan
sesuatu untuk
saya maka saya
akan melakukan
sesuatu untuk
kamu, bukan
soalnya
loyalitas, rasa
terimakasih atau
keadilan.

Tingkat Tahap 3. Rasa Tahap 3


konvensional. Orang berpegang bersalah Penyesuaian
Perhatian juga pada keinginan terhadap dengan
untuk maksud dan persetujuan orang lain kelompok.
perbuatan dari orang lain. bila tidak Perilaku yang
memenuhi mengikuti baik adalah
harapan, tuntutan- perilaku yang
mempertahanka tuntutan menyenagkan

28 I Etika Profesi Polri


n ketertiban. lahiriah. dan membantu
orang lain serta
disetujui mereka

Tahap 4. Tahap 4.
Orang berpegang Orientasi hukum
pada ketertiban dan ketertiban.
moral dengan Perilaku yang
aturannya baik adalah
sendiri melakukan
kewajibannya,
menghormati
otoritas dan
mempertahan-
kan ketertiban
sosial yang
berlaku demi
ketertiban itu
sendiri.

Tingkat parca Tahap 5. Penyelesai- Tahap 5.


konvensional Orang berpegang an atau Orientasi
atau tingkat pada Penghu- kontrak sosial
berprinsip. persetujuan kuman diri legalistis
Hidup moral demokratis, karena
adalah tanggung kontrak sosial, tidak meng-
jawab pribadi konsensus ikuti pe-
atas dasar bebas. ngertian
prinsip-prinsip Tahap 6. moralnya Tahap 6.
batin maksud Orang berpegang sendiri. Orientasi prinsip
dan akibat- pada hati nurani etika yang
akibat tidak pribadi, yang universal/
diabaikan motif- ditandai oleh prinsip hati
motif batin dan keniscayaan dan nurani.
universal. universalitas.

Etika Profesi Polri I 29


Akhirnya bisa dicatat lagi bahwa menurut Kohlberg dari sudut
Psikologis pun tahap 6 adalah tahap yang paling tinggi dan
sempurna. Tentu saja jika kita melihat tahap itu menurut isinya,
pasti tahap 6 itu akan dinilai sebagai puncak perkembangan
moral. Tapi juga jika kita melihat tahap itu menurut bentuknya
saja (jadi secara psikologis) harus kita menarik kesimpulan yang
sama. Karena itu menurut pendapat Kohlberg tahap 6 harus
menjadi tujuan pendidikan moral, biarpun pada kenyataannya
hanya sedikit orang mencapai tahap ini.

16. Keputusan moral.


a. Kesadaran moral.
Hanya manusia mahluk yang diberikan Tuhan memiliki
kesadaran moral kesadaran untuk membedakan mana yang
baik, dan mana yang tidak baik, mana yang benar dan mana
yang salah, mana yang patut dan mana yang tidak patut.
b. Kebebasan.
Manusia memiliki kebebasan untuk menjatuhkan pilihannya
apa dia mau memilih yang baik atau memilih yang tidak baik,
mau memilih yang benar atau memilih yang salah, apa
memilih yang patut atau memilih yang tidak patut.
Kebebasan moral bila pilihan itu didasarkan atas
kesukarelaan. (voluntary)
c. Kewajiban.
Polri sebagai alat negara diberi tugas pokok untuk menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum
dan melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan
sakaligus merupakan kewajiban Polri maka Polri diberi
wewenang agar wewenang ini tidak disahgunakan maka ada
peraturan perundang-undangan yang harus diikuti oleh

30 I Etika Profesi Polri


anggota Polri dan Polri sebagai profesi memiliki Etika
Profesi Polri. Dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajibannya Polri mengambil tindakan berdasarkan atas
hukum dan etika profesi Polri dengan mengutamakan
tindakan preventif dan memperhatikan norma-norma
kesopanan, norma kesusilaan, agama dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Karena tugas dan kewajiban Polri itu
sangat strategis maka tidak dapat dihindari bahwa banyak
pihak yang ingin mempengaruhi /mengintervensi
/mempengaruhi Polri dalam memutuskan tindakan yang
akan diambil. Karena itu sebagai anggota Polri sangat
dituntut untuk dimiliki kemandirian utamanya kemandirian
moral.
d. Keputusan Moral.
Untuk membuat keputusan pertama-tama harus dibuat
alternatif-alternatif pilihan tindakan yang akan diambil.
Semakin dikuasai ilmu pengetahuan maka akan semakin
mampu dibuat berbagai alternative tindakan. Keputusan
moral adalah keputusan yang diambil berdasarkan atas
pertimbangan moral
1) Akal/akal budi tentang alasan-alasan terbaik atas sebuah
tindakan, mengapa ini baik dan mengapa itu tidak baik.
Moralitas merupakan usaha membimbing tindakan
dengan akal, untuk melakukan apa yang paling baik
menurut akal
2) Tidak berpihak: tidak ada orang yang istimewa, setiap
individu mempunyai kepentingan yang sama.
Dalam pertimbangan moral ini, hati nurani membisikkan
untuk mewajibkan bertindak yang baik, yang benar, yang
patut berdasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma moral
yang ia anut. Dia menggunakan Etika Profesi sebagai sarana

Etika Profesi Polri I 31


orientasi dalam mepertimbangkan tindakan yang diambil
berdasarkan atas bisikan hati nuraninya. Dia mengambil
tindakan bukan karena intervensi pihak lain atau ikut-
ikutan dengan orang lain., tetapi ia mengambil keputusan
secara mandiri berdasarakan bisikan hati nuraninya.
e. Tanggung jawab.
Tanggung jawab adalah konsekwensi logis menyangkut
tindakan yang diambil karena ia memiliki kebebasan untuk
memilih. Dengan perkataan lain seseorang bertanggung
jawab atas tindakannya sejauh ia bebas. Atau tidak ada
tanggung jawab jika tidak ada kebebasan. Orang dapat
bertanggung jawab pula karena tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan.

17. Tindakan yang benar


a. Benar secara yuridis/hukum. Dalam rangka penegakan
hukum ada prinsip-prinsip dasar penegakan hukum
1) Legalitas.
2) Nesesitas.
3) Proporsionalitas.
b. Benar secara teknis.
c. Benar secara sosiologis.
d. Benar secara moral.

18. Asas-asas /prinsip-prinsip dalam pengambilan tindakan.


a. Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian (Perkap No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan
kekuatan dalam tindakan kepolisian).
1) Legalitas. Prinsip legalitas berarti bahwa semua
tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang
berlaku. Artinya bahwa penggunaan prinsip legalitas

32 I Etika Profesi Polri


dalam tindakan kepolisian ditujukan untuk mencapai
penegakan hukum yang sah.
2) Nesesitas. Prinsip nesesitas berarti penggunaan
kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan
tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang
dihadapi.
3) Proporsionalitas. Prinsip proporsionalitas berarti
bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan
secara berimbang antara ancaman yang dihadapi dan
tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga
tidak menimbulkan kerugian / korban / penderitaan
yang berlebihan.
4) Kewajiban umum. Prinsip kewajiban umum berarti
bahwa anggota kepolisian diberi kewenangan untuk
bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian
sendiri untuk menjaga, memelihara ketertiban dan
menjamin keselamatan umum.
5) Preventif. Prinsip preventif berarti bahwa tindakan
kepolisian dilakukan dengan mengutamakan
pencegahan.
6) Masuk akal (reasonable). Prinsip masuk akal
(reasonable) berarti bahwa tindakan kepolisian diambil
dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan
kondisi dan ancaman atau perlawanan pelaku
kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap
masyarakat.
b. Asas-asas umum penyelenggara Negara (UU No 28 tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme).
1) Asas kepastian hukum: adalah asas dalam Negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan

Etika Profesi Polri I 33


perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam
setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
2) Asas tertib Penyelenggara Negara adalah asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian dan
keseimbangan dalam penyelenggaraan Negara.
3) Asas Kepentingan Umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
aspiratif, akomodatif dan selektif.
4) Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia Negara.
5) Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
6) Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan
keahlian yang berdasarkan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7) Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara
Negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Polri adalah Alat Negara, dengan demikian Polri adalah


Penyelenggara Negara sehingga asas-asas umum
Penyelenggara Negara tersebut berlaku pula untuk Polri.

34 I Etika Profesi Polri


19. Tujuan Polri.
a. Tujuan penegakkan hukum terwujudnya ketertiban dan
ketentraman yang pada akhirnya untuk terwujudnya
perdamaian.
b. Tujuan hukum adanya kepastian hukum dan keadilan
(kedamaian).
c. Tujuan Polri Pasal 4 UU No 2 tahun 2002 tentang Polri:
Mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib
dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya
ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia.

20. Profesionalisme Polri:


a. Mengawali pembahasan mengenai profesionalisme Polri,
disajikan mengenai Pendirian dari Kesatuan Polisi di
London oleh Sir Robert Peel pada tahun 1829. Prinsip
Parlian Sistim bersifat informal, sukarela dan swasta dalam
proses penyediaan jasa polisi telah dikenal sebelum 1829,
tetapi pada tahun itu berdiri kesatuan polisi di London yang
digaji, melayani publik dan bekerja sehari penuh. Itulah
permulaan dari adminstrasi kepolisian modern. Dalam
menjawab tugas untuk mengatur seribu anggota kesatuan
polisi, Sir Robert Peel meletakkan dasar berikut:
1) Polisi harus berada di bawah kontrol pemerintah.
2) Tugas utama polisi adalah mencegah kejahatan dan
kekacauan.

Etika Profesi Polri I 35


3) Keberhasilan polisi bergantung pada persetujuan
publik.
4) Organisasi Polisi harus disusun berdasarkan lini
militer.
5) Sangat penting untuk mengamankan dan melatih orang
yang tepat.
6) Polisi harus direkrut dengan masa percobaan.
7) Kekuatan polisi harus tersebar menurut waktu dan
area.
8) Polisi hanya diizinkan menggunakan tindak kekerasan
bila dianggap perlu.
Kepolisian Inggris di awal pendiriannya bertugas dengan
baik karena berpegang teguh pada prinsip itu. Meskipun
pendirian London Metropolitan Police Force penuh dengan
kontroversi dan sangat ditentang oleh masyarakat, dalam
beberapa tahun lembaga tersebut berhasil memenangkan
simpati publik. Para komisaris polisi yang pertama yakni
Rowan dan Mayne, menerapkan prinsip Peel dengan hati-
hati. Mereka sangat berhati-hati dalam merekrut polisi baru
dan menerapkan masa percobaan untuk memecat mereka
yang tidak mampu mengikuti kode etik profesi. Rowan dan
Meyne mengharuskan semua anggota kepolisian
berseragam dan bersenjata minimal serta penekanan
ditekankan pada aspek pencegahan kejahatan, akuntabilitas
didepan publik dan pembatasan penggunaan kekuatan.
Mereka juga berusaha menunjukkan bahwa polisi melayani
semua anggota masyarakat dan bukan alat partai politik
apapun yang sedang berkuasa. (William G Bailey, 1995, The
Encyclopedia of Police Science, trj Angkatan VII KIK UI,
Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian hal 10 dan
11).

36 I Etika Profesi Polri


b. Banyak para ahli memberikan ciri-ciri pekerjaan
profesional. Pada hakekatnya ada kesamaan dimana semua
ahli memberikan adanya dua ciri pekerjaan profesional
adalah: adanya keahlian dan adanya etika profesi.
c. Keahlian berarti memiliki kemampuan untuk melaksanakan
tugas yang membentuk kepercayaan diri sedangkan etika
profesi akan memuliakan profesi membentuk orang
menjadi mandiri. Dengan profesionalisme orang mampu
menyelesaikan apa yang menjadi tugas kewajibannya
dengan sebaik-baiknya pada akhirnya akan meningkatkan
citra dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi yang
bersangkutan.
d. Landasan hukum profesionalisme Polri.
1) Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000. Pasal 6 ayat (2),
Dalam menjalankan perannya Kepolisian Negara
Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan
ketrampilan profesional.
2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Pasal
31, Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus
memiliki kemampuan profesi.
e. Pasal 32 (1) UU No. 2 tahun 2002 mengatur tentang
pembinaan profesi/kemampuan profesi. Pembinaan
kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi
dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman di
bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan
penugasan secara berjenjang dan berlanjut. Dengan
demikian berarti pembinaan profesi meliputi:
1) Pembinaan etika profesi Polri.

Etika Profesi Polri I 37


2) Pembinaan keahlian meliputi pengembangan
pengetahuan dan pengalaman di bidang teknis
kepolisian.
f. Orang yang profesional harus berani mempertanggung
jawabkan atas semua tindakan yang dilakukan dalam
mengemban apa yang menjadi tugas kewajibannya.
Tanggung jawab anggota Polri menurut UU No. 2 tahun
2002 meliputi:
1) Pasal 8 (2) tanggung jawab Kapolri kepada Presiden.
2) Pasal 10 (2) tanggung jawab secara hirarki.
3) Pasal 27 (1) tanggung jawab disiplin.
4) Pasal 35 (1) tanggung jawab etik (moral).
5) Pasal 43 angka 2 tanggung jawab pidana.
g. Lembaga Pendidikan mendidik anggota-anggotanya untuk
menjadi anggota yang profesional. Pada waktu Polri masih
termasuk ABRI, motto Pendidikan ABRI yang berarti juga
menjadi motto pendidikan Polri “Dwi Warna Purwa
Cendekia Wasana” artinya Mental kejuangan dulu baru
Keahlian. Setelah Polri lepas dari ABRI berdiri sendiri
langsung berada dibawah Presiden, oleh Kapolri Da’i
Bachtiar diputuskan Motto pendidikan Polri: “Mahir, Patuh
Hukum dan Terpuji”. Mahir diartikan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, patuh hukum artinya taat
hukum dan bertindak berdasarkan hukum dan terpuji
artinya dipuji karena prestasinya dalam melaksanakan
tugas kewajibannya, dimana masyarakat merasa dilayani,
dilindungi dan diayomi oleh Polri sehingga pada gilirannya
dihargai dan dipercaya masyarakat. Jadi pada dasarnya
dapat disimpulkan makna yang terkandung dalam motto
tersebut Polisi harus profesional agar dipuji, dipercayai dan
dicintai masyarakat.

38 I Etika Profesi Polri


h. Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut adanya
Polisi yang semakin profesional.
i. Harus diingat adanya kecendrungan negatif dimana
semakin profesional suatu lembaga akan menganggap
dirinya yang lebih tahu / paling tahu dibandingkan orang
lain/masyarakat. Sejalan dengan itu untuk mencegah hal itu
terjadi maka semakin dituntut anggota institusi/ lembaga
itu semakin menghayati/ menginternalize etika profesinya.
Etika profesi merupakan landasan untuk membangun
profesionalisme yang kuat.

21. Kronologis lahirnya Etika Profesi Polri, mulai lahirnya Tri Brata
s/d lahirnya Kode Etik Profesi Polri.
a. Tri Brata.
1) Digali sejak tahun 1952 oleh sekelompok guru besar
PTIK.
2) Tahun 1953, Tri Brata pada awalnya adalah pengikat
disiplin universiter pada PTIK.
3) Pada tanggal 3 Mei diikrarkan oleh Drs. Soeparno
Soeriaatmadja pada Wisuda Mahasiswa PTIK Angkatan
II Abimayu.
4) Pada tanggal 1 Juli 1955 Tri Brata diikrarkan menjadi
Pedoman hidup Polri, dimana pada saat itu juga
Presiden Soekarno menyerahkan Panji-panji Polri.
b. Pedoman lanjutan Tri Brata. Disahkan pada rapat Kepala
Polisi Komisariat seluruh Indonesia di Bandung, pada
tanggal 5 s/d 7 Mei 1958.
c. Catur Prasetya. Catur Prasetya adalah 4 sifat Gajah Mada
yang berasal dari tulisan Mpu Prapanca yang melukiskan
kebesaran Gajah Mada sebagai Maha Patih kerajaan
Majapahit dalam bukunya Negara Kertagama pada tahun

Etika Profesi Polri I 39


1365. Pada tanggal 1 Juli 1960 dalam rangka Konferensi
para Kepala Polisi di Yogya secara resmi Catur Prasetya
dijadikan Pedoman Karya Angkatan Kepolisian Republik
Indonesia.
d. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. SKEP/213/VII/1985
tanggal 1 Juli 1958 tentang Kode Etik POLRI.
e. Keputusan Kapolri No Pol KEP/05/III/2001 tentang Kode
Etik Profesi Polri dan Keputusan Kapolri No. Pol: KEP/04
/III/2001 tanggal 7 Maret 2001 tentang Buku Petunjuk
Administrasi Umum Kode Etik Profesi Polri. Keputusan
Kapolri ini sebagai realisasi pasal 23 UU No: 28 tahun 1997
tentang Polri dan TAP MPR RI No VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan POLRI.
f. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/17/VI/2002 tentang
Pemaknaan Baru TRI BRATA.
g. Keputusan Kapolri No Pol: KEP/32/VII/2003 tentang Kode
Etik Profesi Polri dan Keputusan Kapolri No. Pol
33/VII/2002 tanggal 1 Juli 2003 tentang Tata Cara Sidang
Komisi Kode Etik Polri. (realisasi dari UU No 2 tahun 2002
tentang Polri)
h. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/39/IX/2004 tentang
Pemaknaan Baru Catur Prasetya.
i. Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006
tentang Kode Etik Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8
tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Organisasi dan Tata
Cara Kerja Komisi Kode Etik Polri.
j. Peraturan Kapolri No. Pol. 14 tahun 2011 tanggal 1 Oktober
2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Peraturan Kapolri
No. Pol. 19 tahun 2012 tanggal 4 September 2012 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik
Polri.

40 I Etika Profesi Polri


22. Pancasila menjiwai nilai Etika Profesi Polri.
a. Pada pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tentang Polri dinyatakan
Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Kepolisian Negara
Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Pada Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002
dinyatakan: Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan
kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu
pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik
Indonesia. Selain itu untuk mengabdikan diri sebagai alat
Negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya
bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga Negara
secara langsung, diperlukan kecakapan teknis yang tinggi,
oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Republik
Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi
kepolisian yang tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.
Etika Profesi Kepolisian tersebut dirumuskan dalam
kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung
dalam Tri Brata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan
dijiwai Pancasila.
c. Pancasila merupakan landasan dan menjiwai Tri Brata dan
Catur Prasetya, sejalan dengan itu maka Pancasila menjiwai
Etika Profesi Polri.
d. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
a) Setiap orang Indonesia bertuhan menurut agama
dan kepercayaannya.

Etika Profesi Polri I 41


b) Menjalankan agama dan kepercayaan secara
berkeadaban serta saling menghormati.
c) Segala agama dan kepercayaan mendapat tempat
dan perlakuan yang sama.
2) Kemanusian Yang Adil dan Beradab.
a) Perlakuan manusia secara adil. Tidak memihak,
dan berpegang pada kebenaran.
b) Beradab maksudnya berbudi luhur, sopan dan
bersusila.
3) Persatuan Indonesia.
a) Persatuan dalam arti luas.
b) Melindungi segenap bangsa.
c) Bersatu dalam keragaman.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
a) Rakyat memiliki kedaulatan.
b) Nilai demokrasi.
c) Prinsip musyawarah.
d) Rakyat memiliki perwakilan.
5) Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
a) Perlakuan adil terhadap rakyat.
b) Adil dalam segala aspek kehidupan.
c) Perlindungan terhadap rakyat agar hidup
sejahtera.

Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara sekaligus


dasar filosofis Negara, sehingga setiap materi muatan Peraturan
Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. (Bahan Tayangan Materi
sosialisasi Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka
Tunggal Ika)

42 I Etika Profesi Polri


23. Polisi Indonesia adalah Polisi Nasional.
a. R. S. Soekanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara
tanggal 29 September 1945. R. S. Soekanto membentuk
“Polisi Negara”. Pengangkatan R. S. Soekanto sebagai KKN
merupakan titik awal mengarah ke Polisi Nasional.
b. Sejak tanggal 1 Juli 1946 dikeluarkan Penetapan
Pemerintah No 11/SD yang menetapkan:
1) Jawatan Kepolisian yang sekarang masuk dalam
lingkungan Kementerian Dalam Negeri, dikeluarkan
dari lingkungan tersebut dan dijadikan Jawatan
tersendiri yang langsung di bawah pimpinan Perdana
Menteri.
2) Penetapan ini mulai berlaku tanggal 1 Juli 1946.
c. 1 Juli 1946 bukan hari lahirnya Polri, tetapi lahirnya Polri
sebagai Kepolisian Nasional dimana selanjutnya tanggal 1
Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
d. Sebagai Kepolisian Nasional maka:
1) Sistim Polisi Nasional berarti organisasinya utuh dari
Markas Besar sampai kepada Kantor polisi terkecil.
2) Sebagai penegak hukum maka hukum yang ditegakan
adalah Hukum Nasional, dengan tetap memperhatikan
aturan-aturan lokal yang masih berlaku.
3) Kepala Kesatuan harus tetap menjalin koordinasi dan
kerjasama dengan pimpinan pemerintah di daerah
sesuai jenjangnya dan kerjasama serta kordinasi
dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat

24. Polri adalah Polisi Pejuang.


a. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Polisi oleh Jepang tidak
dibubarkan dan tidak dilucuti, sehingga Polisi merupakan
satu-satunya organisasi bersenjata yang tetap eksis dan

Etika Profesi Polri I 43


memegang senjata. Polisi bersama-sama rakyat yang
militan, dan BKR-BKR yang diorganisir oleh KNI yang ada di
daerah-daerah berjuang melawan Jepang dan merampas
senjata tentara, membongkar gudang-gudang senjata,
merebut dan menduduki kantor-kantor atau jawatan-
jawatan pemerintahan, menurunkan bendera Jepang dan
menggantinya dengan bendera Merah Putih.
Kepeloporan Satuan-satuan Polisi Istimewa di berbagai
daerah pada waktu itu sangat menonjol, setidak-tidaknya
sebagai penggerak dan pendorong semangat perjuangan
melawan Jepang. Semangat perlawanan heroik para
pemimpin Polisi Istimewa memberikan pengaruh pula
terhadap upaya mempertahankan Kemerdekaan Republik
Indonesia, seperti yang terjadi di Surabaya. Pada tanggal 21
Agustus 1945, Ipda M.Yasin atas nama seluruh warga Polisi
mengeluarkan pernyataan bahwa Polisi adalah Polisi
Republik Indonesia. Bunyi pernyataannya adalah sebagai
berikut:

Proklamasi

Oentoek bersatoe dengan rakyat dalam perdjoeangan

Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan


ini menyatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik
Indonesia

Soerabaya, 21 Agustus 1945


Ttd
Mohamad Jasin
Inspektur Poelisi Tk I

44 I Etika Profesi Polri


b. Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa aktif
mempertahankan kemerdekaan melawan pasukan Belanda
yang melaksanakan Agresi Militer I dan Agresi Militer ke II
yang ingin menjajah kembali Indonesia.
c. Polisi Negara Republik Indonesia adalah Polisi Pejuang yang
senantiasa menunjukkan heroism dalam mempertahankan
dan merebut kemerdekaan. Sebagai pejuang Polisi militansi
yang tinggi dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral: “Cinta
Tanah Air, Percaya pada kemampuan sendiri, rela
berkorban, tanpa pamrih, berani dan pantang menyerah”.

25. Tri Brata.


a. Tri Brata adalah kaul yang merupakan Pedoman Hidup Polri
merupakan tiga jalan untuk menjadi Polisi yang ideal.
Pedoman Hidup Polri ini merupakan hasil penelitian secara
ilmiah oleh tim dibawah pimpinan Prof. Mr. Djoko Soetono.
b. Rumusan Tri Brata.
TRI BRATA
Polisi ialah:
Rastra Sewakottama
abdi utama daripada Nusa dan Bangsa.
Nagara Janottama
warga Negara utama daripada Negara.
Yana Anucacana Dharma
wajib menjaga ketertiban pribadi daripada rakyat.

Catatan:
- kata “utama” pada Brata Pertama tidak berarti bahwa
Polisi adalah abdi /birokrasi nomor satu tetapi “utama”
dimaksudkan bahwa polisi sebagai pos terdepan dari
Birokrasi dalam melayani masyarakat.

Etika Profesi Polri I 45


- Kata “utama” pada Brata kedua tidak berarti Polisi
adalah warga Negara kelas satu, tetapi dimaksudkan
bahwa polisi sebagai aparat penegak hukum harus
menjadi contoh dalam menaati/mematuhi peraturan
hukum yang berlaku. Oleh Bapak Prof. Dr. Awaloedin
Djamin, kata “utama” diganti dengan “tauladan” dan
kata “itu” diganti dengan “ialah”, sehingga Brata Kedua
menjadi : Polisi ialah “Warga Negara tauladan daripada
Negara”.
c. Tri Brata : Bhakti, Dharma, Waspada dan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya.
1) Pada Panji-panji Polri terdapat lambing Polri dimana
tercantum motto “Rastra Sewakottama” atau abdi
utama daripada nusa dan bangsa. Pada Pataka PTIK
terdapat motto “Bhakti, Dharma, Waspada”. Bhakti
dimaksudkan sebagai isi daripada Brata Pertama,
Dharma sebagai isi daripada Brata kedua dan Waspada
sebagai isi daripada Brata ketiga.
2) Bhakti. Bhakti adalah pengabdian yang dilandasi cinta
kasih. Sebagai abdi dari nusa dan bangsa, maka polisi
dalam pengabdiannya berupa pelayanan, perlindungan
dan pengayoman kepada masyarakat dilandasi oleh
kecintaan kepada Negara, bangsa/ masyarakat. Polisi
adalah abdi/pelayan bukan penguasa. Nilai-nilai moral
yang terkandung dalam Brata pertama dari Tri Brata
adalah cinta kepada Negara dan bangsa Indonesia, rela
berkorban, ikhlas, tidak mengharapkan pamrih, setia.
3) Dharma. Dalam buku Sara Samuscaya oleh G. Pudja,
MA, SH. cetakan ke III, Departemen Agama R.I. (hal
285) dinyatakan Dharma mempunyai banyak arti
kebenaran, hukum, kebajikan dan agama. Dengan

46 I Etika Profesi Polri


demikian anggota Polri dalam melaksanakan apa yang
menjadi tugas kewajibannya harus senantiasa menaati
hukum, semua tindakannya berdasarkan atas hukum,
senantiasa menjunjung tinggi /membela kebenaran dan
kebajikan yang dilandasi atas keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan itu maka
nilai-nilai moral yang terkandung adalah: menjunjung
tinggi hukum, menjunjung tinggi HAM, membela
kebenaran dan keadilan, kebajikan, iman dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Waspada. Dalam menjaga ketertiban pribadi daripada
masyarakat, Polisi mengemban tugas kewajibannya :
menegakkan hukum, menjaga/memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, melindungi, melayani dan
mengayomi masyarakat. Polisi harus senantiasa
waspada dengan berjaga sepanjang waktu agar
masyarakat tentram (Vigilat Quiescant). Dalam
melaksanakan tugas kewajibannya Polisi adalah
Bhayangkara yang mempunyai kepribadian sebagai
pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik
Indonesia (Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tahun
2002 tentang Polri).
d. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti dari Tri
Brata Polri:
1) Sebagai abdi dari nusa dan bangsa melaksanakan
pengabdiannya dengan penuh cinta kasih sayang.
Cinta negara dan bangsa Indonesia, rela berkorban,
tanpa pamrih dan ikhlas.
2) Senantiasa harus memberikan tauladan dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya
dengan menaati hukum, menjunjung tinggi HAM,

Etika Profesi Polri I 47


membela kebenaran dan keadilan, yang dilandasi atas
iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas/
kewajibannya menegakkan hukum, menjaga/
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
serta melindungi, melayani dan mengayomi
masyarakat. Polri adalah pejuang, pengawal dan
pengaman Negara Republik Indonesia, dengan
senantiasa waspada berjaga sepanjang waktu, agar
masyarakat tentram (Vigilat Quiescant).
e. Tri Brata adalah Kaul/ikrar merupakan suatu pernyataan
yang luhur dari diri sendiri, karena tidak dapat menyatakan
lain dari itu. Kaul bukan sumpah, karena sumpah
mengandung unsur paksaan dari luar.
f. Tri Brata merupkan pedoman hidup Polri.
1) Tri Brata mengandung asas-asas yang berguna sebagai
batu ujian dalam mengembangkan norma-norma, tetapi
tidak dapat diterapkan kepada perbuatan dalam
kenyataan praktek yang konkrit, karena sifatnya terlalu
umum,
2) Tri Brata itu tidak memberikan suatu norma, tetapi
diserahkan kepada anggota Polri untuk menjelmakan
sendiri kalau kita berhadapan dengan suatu masalah
bagaimana seharusnya tindakan kita (What should I
do). Kalau kita memahami Tri Brata sebagai pedoman
hidup dan Tri Brata sebagai cita-cita, maka cita-cita
menjadi beginsel dan beginsel menjadi generale norm
dan selanjutnya generale norm menjadi casus atau
concretenorm, ini diserahkan kepada anggota
kepolisian.

48 I Etika Profesi Polri


3) Tri Brata mengandung asas-asas yang mempunyai
hubungan landasan dengan seluruh kehidupan sehari
hari.

26. Panji-Panji Polri. Diserahkan oleh Presiden Soekarno pada


upacara peringatan Hari Bhayangkara tanggal 1 Juli 1955 di
Lapangan Banteng. Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1955
tentang Panji-Panji Polri sebagai Lambang Kesatuan untuk
seluruh Korps.
a. Panji-panji Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan Lambang untuk seluruh Korps Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah juga merupakan alat
untuk mempersatukan seluruh warga Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka melaksanakan amal
bhakti dan pengabdiannya kepada masyarakat, nusa dan
bangsa Indonesia.
b. Presiden Republik Indonesia menyerahkan Panji-panji
Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 1 Juli
1955 kepada Kepala Kepolisian Negara.
1) Lambang Negara yang menjadi Mustaka Panji-Panji
berarti bahwa Korps Kepolisian Negara sebagai Badan
kekuasaan Negara senantiasa menjunjung tinggi serta
taat kepada Pemerintah dan Negara.
2) Warna hitam yang digunakan sebagai dasar,
melambangkan sesuatu yang kekal, yang abadi. Ia
mengandung pula maksud ketenangan. Warna kuning
emas, melambangkan kebebasan, yang meliputi juga
kebesaran jiwa.
3) Perisai sebagai alat pelindung yang telah dikenal oleh
nenek moyang, melambangkan korps Kepolisian
Negara adalah pelindung rakyat.

Etika Profesi Polri I 49


4) Obor yang bersinar melambangkan bahwa Polisi dalam
menunaikan tugasnya yang diutamakan ialah
menginsafkan rakyat dengan jalan memberi
penerangan kepada masyarakat.
5) Tiang, melambangkan Korps Kepolisian Negara.
6) Sinar obor yang dilukiskan berjumlah 17, obor yang
karena bersinar dilukiskan bersudut 8, demikian pula
tiang yang pada kepalanya bersaf 4, pada kakinya
bersaf 5, mengingatkan detik yang bersejarah 17-8-
1945.
7) Tangkai padi dan kapas yang dilingkari perisai
melambangkan kesejahteraan, ini berarti bahwa tujuan
terakhir dari segala usaha adalah kesejahteraan rakyat.
Dalam menggelar tujuan ini, Polisi Negara tidak
menggunakan jalan secara langsung akan tetapi melalui
jalan yang bersifat memelihara ketentraman, keamanan
dan ketertiban umum. Tangkai kapas yang dilukiskan
berdaun 29 lembar dan berbunga 9 buah begitu juga
tangkai padi yang berbuah 45 biji, mengingatkan detik
diangkatnya Kepala Kepolisian Negara sebagai Kepala
Kesatuan oleh Presiden 29-9-1945.
8) Tiga Bintang bersudut lima, melambangkan Tri Brata
sebagai pedoman hidup bagi tiap-tiap anggota
Kepolisian Negara dalam menunaikan tugasnya sehari-
hari. Panji-panji Kepolisian Negara dilengkapi dengan
suatu motto yang sesuai dengan jiwa Panji-Panji itu
yakni “RASTRA SEWAKOTTAMA” yang diambil dari
Brata Pertama dari Tri Brata yang mengandung
pengertian bahwa Polisi Negara Republik Indonesia
ABDI Utama daripada Nusa dan Bangsa.

50 I Etika Profesi Polri


27. Lambang Polri.
a. Dalam penjelasan mengenai lambang Polri dinyatakan
Lambang Polri bernama “RASTRA SEWAKOTTAMA” yang
berarti Polri adalah Abdi Utama daripada Negara dan
Bangsa. Sebutan itu adalah Brata Pertama dari Tri Brata
yang diikrarkan sebagai Pedoman Hidup Polri sejak 1 Juli
1955. Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat dan
untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak
sebagai abdi sekaligus sebagai pelindung dan pengayom
masyarakat harus jauh dari tindak dan sikap sebagai
“PENGUASA”. Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham
kepolisian di semua Negara yang disebut “New Modern
Police Philosophy”, “Vigilat Quiescant” (Kami berjaga
sepanjang waktu agar masyarakat tentram).
b. Dengan demikian Polri sebagai alat negara pada hakekatnya
adalah abdi bukan penguasa yang bertugas kewajiban
melayani sekaligus melindungi dan mengayomi masyarakat
dengan berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram.

28. Catur Presetya


a. Rumusan Catur Prasetya.
1) Satya Haprabu, setia kepada Negara dan pimpinannya.
2) Hanyaken musuh, mengenyahkan musuh-musuh
Negara dan masyarakat.
3) Gineung Pratidina, mengagungkan Negara.
4) Tansatrisna, tidak terikat pada sesuatu.
b. Arti Prasetya-prasetya dari Catur Prasetya:
1) Arti Prasetya I. Satya Haprabu berarti setia kepada
Negara, setia kepada NKRI, setia kepada bangsa/rakyat
Indonesia, setia kepada wilayah NKRI dan setia kepada
Pemerintah Indonesia dimana berarti sudah setia

Etika Profesi Polri I 51


kepada Kepala Negara /pimpinannya. Dengan demikian
dalam rangka menegakan hukum dan memelihara
kamtibmas Satya Haprabu tidak diartikan hanya setia
kepada Kepala Pemerintahan saja. Polisi adalah abdi
Negara bukan alat penguasa. Walaupun kesetian
kepada Negara sudah termasuk kesetiaan kepada
pemerintah/ Pimpinan Negara tetapi polisi bukan alat
penguasa, polisi bukan alat pemerintah. Polisi adalah
alat Negara, abdi Negara yang menyiapkan jasa-jasa
kepada masyarakat/rakyat, polisi melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat.
2) Arti Prasetya II. Hanyaken musuh.
Musuh Polisi bukan penjahat/pelaku tindak pidana
atau pelaku pelanggaran pidana. Musuh-musuh Polisi
adalah sifat-sifat jahat dan faktor-faktor yang ada
korelasinya dengan timbulnya kejahatan dan kejahatan
yang merupakan ancaman faktual. Semua itu harus
dibasmi sedangkan pelaku kejahatan/pelaku
pelanggaran adalah warga negara /masyarakat yang
tersesat yang harus dibina menjadi warga negara/
masyarakat yang taat/patuh hukum. Jadi yang harus
dibasmi bukan pelaku kejahatan, bukan pelaku
pelanggaran atau pelaku gangguan kamtibmas tetapi
aktivitas/kegiatan dari pelaku tersebut dalam bentuk
kejahatan, pelanggaran atau gangguan kamtibmas.
Didalam membasmi musuh ini harus berlandaskan
norma-norma hukum, dan mengindahkan norma-
norma kesusilaan, kesopanan dan norma-norma agama.
Dikaitkan dengan etika, maka sebagai individu musuh
anggota Polri juga ada didalam dirinya sendiri adalah
niat/kehendak untuk melakukan penyimpangan-

52 I Etika Profesi Polri


penyimpangan etika. Kehendak yang bertentangan
dengan moral ini harus dibasmi dengan senantiasa
memelihara, memupuk dan menumbuh kembangkan
nilai-nilai moral etika profesi Polri.
3) Arti Prasetya III Gineung Pratidina, mengagungkan
Negara. Anggota Polri wajib senantiasa mengagungkan
Negara melalui kerja keras/rame ing gawe dalam
pengabdiannya kepada Negara.
4) Arti Prasetya IV. Tan Satrisna, tidak terikat trisna
kepada sesuatu. Dalam melaksanakan tugas kewajiban,
anggota Polri tidak mengharap sesuatu sepi ing pamrih,
rela berkorban, ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan.
Pengabdian melaksanakan tugas kewajiban adalah
panggilan pengabdian yang merupakan kewajiban.

29. Hubungan Tri Brata dan Catur Prasetya.


a. Tri Brata merupakan pedoman hidup Polri dan Catur
Prasetya merupakan pedoman karya Polri mempunyai
hubungan satu sama lain. Hubungan Tri Brata dengan Catur
Prasetya dikemukakan oleh Prof. Djoko Soetono SH. dalam
tulisan beliau tentang Tri Brata untuk Revolusi Indonesia
yang pada intinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Tri Brata sebagai pedoman hidup memang nampaknya
lunak, kurang tegas. Dalam tampak lunak, halus
tersebut bersemayam jiwa kesatria tangguh, satrio
utomo, ladak lirih, memiliki kekuatan potensial untuk
memihak kepada rakyat, weruh ing semu, tangguh lan
weweko, apabila dirinya tersinggung dalam
menunaikan tugas selalu dengan kebesaran jiwa dan
lapang dada.

Etika Profesi Polri I 53


2) Dengan Catur Prasetya, terutama Hanyaken musuh,
tugas polisi menjadi dipertajam, dipertegas. Hanyaken
musuh bukan berarti membunuh musuh, tetapi yang
penting ialah meniadakan kegiatan daripada musuh
dengan postulat seperti yang diamanatkan dalam Tri
Brata, yakni menyelamatkan pelakunya dengan selalu
mengutamakan upaya-upaya yang sesuai dengan
hukum dan seimbang menurut keperluannya.
b. Tri Brata tidak boleh diceraikan dari Catur Prasetya.
1) Oleh karena saking bhaktinya, terlalu dharmanya
terlampau waspadanya, maka terjadi tidak Hanyaken
musuh dengan secepat-cepatnya.
2) Sebaliknya jika Hanyaken musuh dengan meninggalkan
Tri Brata, maka akan terjadi ekses pembiaran dalam
menjalankan tugasnya. Ingat, masyarakat baru
Indonesia tidak menginginkan kembalinya praktek
kepolisian bergaya polisi kolonial penindas tetapi
menuntut demokcratisering daripada tugas kepolisian.
c. Catur Prasetya mengutamakan memukul dan hancurkan
musuh-musuh. Dalam melaksanakan tugas polisi
dihadapkan kepada perlawanan daripada pelaku gangguan
kamtibmas, tetapi polisi harus tahan uji, memiliki ketahanan
dan keuletan dalam pengabdian. Tri Brata memberi
ketahanan, memberi jiwa potensial yang membaja dan
gemblengan, memancar dari ketahanan jiwa, pancaran hati
nurani nan bersih. Bukankah Tri Brata itu merupakan
polisinya polisi sendiri?
d. Disamping disiplin yang kuat (Catur Prasetya) harus ada
ketahanan mental dan moral yang tinggi, bahkan bersedia
mati sahid menjadi satrio utomo (Tri Brata dalam

54 I Etika Profesi Polri


melaksanakan tugas suci dan luhur bagi terwujudnya Tata
Tentram Karta raharja).
e. Dalam menilai musuh harus selalu waspada, sehingga dapat
diambil tindakan / sikap tegas dan tepat.
f. Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri bagaikan
pemancaran halus daripada Pancasila, selalu membimbing,
memberi pimpinan dan pengendalian (bukan semangat
lahir saja) dalam mengamalkan Catur Prasetya. Catur
Prasetya sebagai pedoman karya polri bagaikan pancaran
wadah daripada Pancasila, demi pengabdian tiap warga
polri kepada ibu pertiwi, setia kepada sumbernya Pancasila
yaitu sebagai dasar negara, yang menghormati rakyat yang
berjuang mencapai masyarakat Tata Tentram Karta Raharja.
g. Jika Tri Brata sebagai Pedoman Hidup Polri dan Catur
Prasetya sebagai Pedoman Karya Polri diimplementasikan
secara terpadu, maka akan menjamin tindakan Polri yang
baik yang menggambarkan tindakan Polisi ideal dalam
masyarakat yang demokratis. Hal ini sejalan dengan
kesimpulan dari mempelajari falsafah kepolisian yang
diangkat oleh The British Royal Commision on Police
(1982): The Police should be powerful but not oppresisive,
they shoud be efficient but not afficous, they should form an
impartial force in the body of politics, and yet be subject to a
degree of control by person who are themselves liable to
police supervision (Kepolisian yang kuat tetapi tidak bengis,
harus efisien tetapi tidak mengharapkan sesuatu, tidak
memihak dalam politik praktis untuk tegaknya pelaksanaan
tugas kepolisian).

Etika Profesi Polri I 55


30. Integrasi Polri kedalam ABRI.
a. Pasal 3 UU Pokok Kepolisian No. 13 Tahun 1961
menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 1 April 1999, keluar Instruksi
Presiden No. 2 tahun 1999, dimana Polri yang tadinya
dibawah Mabes ABRI ditempatkan dibawah Departemen
Pertahanan dan Keamanan. Selanjutnya keluar Keputusan
Presiden No. 89 tahun 2000, menyatakan pemisahan Polri
dari Departemen Pertahanan terhitung sejak 1 Juli 2000,
status Polri sebagai lembaga yang independen langsung
dibawah pengawasan Presiden. Selanjutnya Keputusan
Presiden No 89 tahun 2000 tersebut dikukuhkan dengan
keluarnya Ketetapan MPR RI No. VI tahun 2000 tanggal 18
Agustus tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI.
b. Selama integrasi Polri kedalam ABRI diberlakukan: Sapta
Marga, Sumpah Prajurit, sebelas asas kepemimpinan ABRI,
Delapan wajib ABRI, kepemimpinan dan komunikasi sosial
ABRI, kode etik perwira, diadakan pendidikan Akabri,
hanya ada satu Doktrin ABRI: Catur Dharma Eka Karma,
perubahan dalam bidang organisasi. Semua itu berpengaruh
adanya perubahan sikap dan perilaku anggota di lapangan.
Perubahan sikap dan perilaku ini ada segi positif dan ada
segi negatif. Segi positifnya adalah mencegah perpecahan
antar Angkatan. Segi negatifnya, timbulnya kerancuan dan
tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas kepolisian, cara
berpikir dan perilaku anggota Polri banyak diwarnai oleh
cara berpikir dan perilaku militer, sehingga sikapnya lebih
seperti militer daripada sebagai penegak hukum.

56 I Etika Profesi Polri


31. Pemaknaan Baru Tri Brata.
a. Rumusan Pemaknaan baru Tri Brata sebagai nilai dasar dan
pedoman moral Polri dituangkan dalam Keputusan Kapolri
No. Pol. Kep/17/VI/2002 tanggal 24 Juni 2002:
Kami Polisi Indonesia
1) Berbhakti kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan
kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3) Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan
keamanan dan ketertiban.
b. Arti Tri Brata “Tiga Asas Kewajiban”. Tri Brata adalah nilai
dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun moral
bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi
pengemban fungsi kepolisian lainnya.
c. Latar Belakang.
1) Reformasi, meningkatkan tuntutan masyarakat
terhadap penghayatan dan perlindungan HAM serta
penegakan hukum, supremasi hukum yang pada
gilirannya bermuara pada tuntutan pelaksanaan tugas
Polri yang lebih profesional, yang bertumpu pada
perubahan aspek kultural Polri. Untuk mewujudkan
kultur Polri yang lebih profesional, dimana diharapkan
anggota polri mampu menjawab tantangan tugas yang
semakin komplek, perlu diadakan perubahan mendasar
pada aspek instrumental yang menjadi faktor stimulus
bagi terciptanya kultur Polisi yang diharapkan dengan
mengadakan rumusan Pemaknaan Baru Tri Brata.

Etika Profesi Polri I 57


2) Perlu digaris bawahi bahwa Pemaknaan Baru Tri Brata
ini:
a) Tanpa meninggalkan makna-makna Tri Brata yang
sudah dikenal selama ini.
b) Tri Brata yang dikenal selama ini terbukti mampu
mengawal segenap insan Polri dalam
pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan
Negara.
d. Dasar Pemikiran.
1) Sebagai pedoman diharapkan bahwa makna yang
terkandung didalamnya dapat langsung dilaksanakan
oleh segenap anggota Polri, namun salah satu kendala
yang dihadapi justru pada pemahaman bahasa serta
rumusan Tri Brata yang sarat dengan filsafat.
2) Kemampuan anggota Polri terutama pada tingkat
bawah untuk mencerna nilai-nilai yang sifatnya filsafat,
ternyata sulit dan oleh karena itu diperlukan rumusan
dalam bahasa Indonesia yang lebih sederhana dan
mudah dimengerti
e. Nilai Tri Brata.
1) Nilai Tri Brata tidak lagi menggambarkan atau berisi
niat, kaul, asas-asas, namun secara riil rumusan
Pemaknaan baru Tri Brata berisi pernyataan-
pernyataan yang lebih menggambarkan secara konkrit
nilai dasar dan filosofi tugas pengabdian setiap anggota
Polri dalam menjawab tuntutan dan harapan
masyarakat modern.
2) Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pemaknaan
Baru Tri Brata adalah
a) Nilai Paham Kebangsaan.
b) Nilai Ketuhanan.

58 I Etika Profesi Polri


c) Nilai Paham Negara Hukum.
d) Nilai Paham Social Welfare State.
3) Nilai-nilai Tri Brata adalah nilai-nilai yang terkandung
didalam Tri Brata yang merupakan satu kesatuan yang
utuh yang tersusun secara hirarkis dan saling
mengontrol, agar setiap nilai tidak membias dari makna
yang sesungguhnya. Adapun nilai-nilai tersebut adalah
sebagai berikut
a) Berbhakti.
b) Bertaqwa.
c) Menjunjung tinggi kebenaran.
d) Menjunjung tinggi keadilan.
e) Menjunjung tinggi kemanusiaan.
f) Pemaknaan peran sebagai pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat.
g) Keikhlasan.
Nilai-nilai tersebut harus mengkristal ke dalam diri
setiap anggota Polri yang sekaligus menjadi cerminan
jati dirinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat, penegak hukum, dan pemelihara
kamtibmas untuk mewujudkan keamanan dan
ketertiban Negara.
4) Kristalisasi nilai-nilai Tri Brata dalam Kode Etik Profesi
Polri.
Esensi Kode Etik Polri haruslah mencerminkan jatidiri
Polri dalam 3 dimensi hubungannya meliputi
hubungannya dengan Nusa dan Bangsa, hubungannya
dengan Negara dan hubungannya dengan masyarakat
yang menjadi komitmen moral dalam bentuk etika
pengabdian, etika kelembagaan dan etika kemandirian.
Bahwa etika pengabdian merupakan komitmen moral

Etika Profesi Polri I 59


setiap anggota Polri terhadap profesinya, etika
kelembagaan adalah sebuah wujud kepatuhan setiap
anggota Polri kepada institusi/ lembaga sebagai wadah
pengabdiannya, sedangkan etika kemandirian adalah
sikap moral setiap anggota Polri dan institusinya untuk
senantiasa berlaku netral, tidak terpengaruh terhadap
kepentingan politik dan golongan didalam
melaksanakan tugasnya.

32. Pemaknaan Baru Catur Prasetya.


a. Pemaknaan Baru Catur Prasetya disahkan dengan
keputusan KAPOLRI No.Pol: Kep/39/VII/2004 tanggal 1 Juli
2004.
Catur Prasetya.

Sebagai insan Bhayangkara, kehormatan saya adalah


berkorban demi masyarakat, bangsa dan Negara

1) Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan.


2) Menjaga keselamatan jiwa, harta benda dan hak
asasi manusia.
3) Menjamin kepastian berdasarkan hukum.
4) Memelihara perasaan tentram dan damai.

b. Dasar Pemikiran.
1) Setelah diadakan penelitian maka istilah Catur Prasetya
yang lahir dari amanat Presiden Soekarno tanggal 17
Juni 1956 adalah empat sifat Gajah mada yang berasal
dari tulisan Mpu Prapanca yang melukiskan kebesaran
Gajah Mada sebagai Maha Patih Majapahit dalam
bukunya Nagara Kertagama.

60 I Etika Profesi Polri


2) Sebagaimana Tri Brata sifat Catur Prasetya yang ditulis
dalam bahasa sansekerta mengundang banyak
pertanyaan termasuk pengertiannya dalam bahasa
Indonesia yang selama ini dapat menimbulkan banyak
makna dan interpretasi.
3) Tanpa mengurangi makna dari naskah aslinya
disusunlah perumusan dan pemaknaan baru dari Catur
Prasetya yang sarat dengan nilai-nilai filosofi tapi
mudah dimengerti dan dapat diimplementasikan.
c. Landasan Filosofi.
1) Paradigma baru Polri terwujudnya polisi sipil yang
dapat menciptakan rasa aman, keselamatan, kepastian,
dan kedamaian lahir batin.
2) Pemaknaan Baru Catur Prasetya merupakan suatu
rangkaian dari pemaknaan baru Tri Brata sebagai dasar
filosofis Polri. Sebagai sumber semangat pengorbanan
dan kehormatan yang merupakan panggilan nurani
sebagai insan Bhayangkara dalam melaksanakan
tujuannya, selaku alat Negara penegak hukum yang
mampu memberikan pengayoman, perlindungan dan
pelayanan kepada masyarakat.
3) Catur Prasetya sebagai prinsip-prinsip moral etis Polri
berdiri sejajar dengan Tri Brata.
4) Sebagai insan Bhayangkara anggota Polri secara moral
terpanggil dan berkewajiban mengabdi kepada
masyarakat, bangsa dan negara sepanjang hidupnya.
d. Kandungan Makna.
1) Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan,
bermakna, “Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk:
a) Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;

Etika Profesi Polri I 61


b) Bersama-sama dengan masyarakat meningkatkan
daya cegah dan daya penanggulangan gangguan
kamtibmas;
c) Senantiasa berperan secara aktif dalam
menanggulangi setiap permasalahan yang timbul
dalam kehidupan masyarakat, dan
d) Membangun kemitraan dengan pengemban fungsi
keamanan lainnya dalam rangka menjaga dan
memelihara kewibawaan Pemerintah Republik
Indonesia.”
2) Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak
Asasi Manusia, bermakna “Setiap insan Bhayangkara
terpanggil untuk:
a) Melindungi masyarakat dari setiap gangguan dan
ancaman;
b) Menjamin kelancaran aktivitas masyarakat sehari-
hari;
c) Memberikan pengayoman, perlindungan dan
pelayanan secara optimal kepada masyarakat, dan
d) Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan”.
3) Menjamin kepastian berdasarkan hukum, bermakna
“Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk:
a) Menjunjung tinggi dan menjamin tegaknya
supremasi hukum;
b) Memberikan ketauladanan kepada masyarakat
dalam mematuhi dan mentaati hukum;
c) Memahami dan menghormati norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam
kehidupan masyarakat, dan

62 I Etika Profesi Polri


d) Melaksanakan asas-asas pertanggung jawaban
publik dan keterbukaan, serta menghormati hak
asasi manusia dan persamaan di hadapan hukum
bagi setiap warga masyarakat”.
4) Memelihara perasaan tentram dan damai, bermakna.
“Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk:
a) Meniadakan segala bentuk kekhawatiran,
keresahan, ketakutan, dan ketidaknyamanan
dalam kehidupan masyarakat;
b) Bekerja sama dengan masyarakat dalam upaya
menjaga lingkungan masing-masing dari segala
bentuk gangguan;
c) Membangun kerjasama dengan mitra kamtibmas
dalam rangka terciptanya perasaan tentram dan
damai, dan
d) Berperan sebagai pemelihara kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara”.

33. Hubungan Tri Brata, Catur Prasetya dengan Pemaknaan Baru Tri
Brata dan Pemaknaan Baru Catur Prasetya.
a. Dasar pemikiran di buat Pemaknaan Baru Tri Brata dan
Pemaknaan Baru Catur Prasetya agar makna-makna yang
terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya dapat
langsung dilaksanakan tanpa meninggalkan makna-makna
Tri Brata dan makna-makna Catur Prasetya yang sudah
dikenal selama ini .
b. Brata pertama dari Tri Brata, Rastra Sewakottama : Polisi
adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa tercantum
pada Panji-Panji Polri dan Bhakti, Dharma, Waspada
tercantum pada Pataka PTIK.

Etika Profesi Polri I 63


c. Dengan demikian Pemaknaan Baru Tri Brata dan
Pemaknaan Baru Catur Prasetya tidak mengapuskan nilai-
nilai yang terkandung pada Tri Brata dan nilai-nilai yang
terkandung pada Catur Prasetya.

34. Sumpah atau Janji.


a. Pasal 22 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, seorang calon anggota yang telah lulus
pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut agama dan kepercayaannya itu.

b. Pasal 23 UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.


Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam pasal 22
adalah sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk
diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasetya, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang
sah;
Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan
kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan
tanggung jawab;
Bahwa saya akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
Negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa
mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan

64 I Etika Profesi Polri


Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau
golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut
sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan
bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima
pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji langsung
maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan
pekerjaan saya.”

35. Etika Profesi sebagai Etika Kewajiban, Etika Keutamaan dan


Etos Kerja.
a. Etika kewajiban menilai benar salahnya prilaku kita dengan
berpegang pada norma dan prinsip moral saja. Etika
kewajiban ingin menjawab “apa yang seharusnya saya
perbuat? (what should I do?)”. Untuk itu maka etika profesi
Tri Brata, Catur Prasetya dan Kode Etik Profesi dipakai
sebagai penyaring untuk mengambil tindakan dalam
menghadapi suatu kasus dilapangan. Outputnya adalah
perbuatan anggota Polri yang baik.
b. Etika keutamaan, untuk menjawab pertanyaan “menjadi
macam anggota Polri apa seharusnya saya ini?”. Dalam hal
ini Etika Profesi Polri Tri Brata, Catur Prasetya, Kode Etik
Profesi Polri dijadikan sifat keutamaan yang merupakan
kecendrungan tetap sikap, perilakunya sebagai anggota
Polri. Outputnya adalah anggota polri yang baik.
c. Etos Kerja, untuk menjawab pertanyaan “menjadi macam
profesi bagaimana seharusnya Polri ini?”. Dalam hal ini
Etika Profesi Polri: Tri Brata, Catur Prasetya dan Kode Etik
Profesi Polri diwujudkan sebagai sifat/tingkah laku yang

Etika Profesi Polri I 65


baik yang menjadi identitas/karakteristik/ jati diri / Ciri
khas Polri sebagai kesatuan. Outputnya Kesatuan menjadi
profesi yang dipercaya dan dicintai masyarakat.

66 I Etika Profesi Polri


III
KODE ETIK PROFESI POLRI

1. Dalam bukunya Ethics in Police Service, Don. L. Koohen,


menyatakan bahwa kode etik kepolisian itu tidak mungkin
dirumuskan secara universal semua dan berlaku sepanjang
masa. Maka selalu saja rumusannya akan selalu berbeda satu
dengan yang lain. Ada yang dirumuskan umum pendek, ada yang
aturan biasa. Namun ditegaskan olehnya bahwa kode etik yang
baik itu harus mencakup tujuan-tujuan pokok penegakan hukum
yang meliputi: (John L. Sullivan, Pengantar Ilmu Kepolisian,
Pusat pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian PTIK, 1992,
hal 203)
a. Mengangkat kedudukan profesi kepolisian dalam
pandangan masyarakat dan membuat kepercayaan
masyarakat pada kepolisiannya.
b. Mendorong polisi agar lebih bertanggung jawab.
c. Mengembangkan dan memelihara dukungan dan kerjasama
dari masyarakat pada tugas-tugas kepolisian.
d. Menggalang suasana kebersamaan intern kepolisian untuk
menciptakan pelayanan yang baik bagi masyarakat.
e. Menciptakan kerjasama dan koordinasi yang harmonis
dengan sesama aparat pemerintah agar mencapai
keuntungan bersama (sinergi).
f. Menempatkan pelaksanaan tugas Polri sebagai profesi
terhormat dan memandangnya sebagai sarana berharga dan
yang terbaik untuk mengabdi kepada masyarakat.

Etika Profesi Polri I 67


2. Pedoman Lanjutan Tri Brata.
a. Pada rapat Kepala Kepolisian Komisariat seluruh Indonesia
di Bandung dari tanggal 5 s/d 7 Mei 1958 disahkan suatu
rumusan tentang Pedoman Lanjutan Tri Brata, dimana Tri
Brata dijabarkan menjadi 15 butir (tiap-tiap butir
dijabarkan menjadi 5 butir). Dikatakan Pedoman Lanjutan,
karena berisi asas-asas yang lebih terperinci tapi belum
merupakan norma-norma yang dapat diterapkan secara
konkrit.
b. Pertimbangan diambil keputusan ini, karena disadari bahwa
dilihat dari pelaksanaannya Tri Brata dalam praktek
kepolisian sehari hari adalah sangat umum sifatnya,
sehingga perlu untuk mengadakan perincian lebih lanjut
dari masing-masing Brata tersebut. Pada hakekatnya
Pedoman Lanjutan Tri Brata itu adalah embrio dari kode
etik profesi Polri.

3. Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan


Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/213/VII/1985 tanggal 1
Juli 1985.
a. Didahului dengan sarasehan Etik Profesi Polri di PTIK pada
tanggal 6 Juni 1985, dimana tanggapan-tanggapan pada
intinya antara lain perlu penjabaran kode etik bagi
pelaksanaan tugas Polri secara konkrit, tepat serta praktis
serta mudah dilaksanakan oleh Polri.
b. Pertimbangan-pertimbangan diambil keputusan ini
1) Bahwa Tri Brata sebagai falsafah Kepolisian Negara
Republik Indonesia perlu dijabarkan dalam pedoman
moral pelaksanaan tugas setiap anggota Polri dalam
wujud Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dikristalisasikan dari nilai-nilai luhur yang

68 I Etika Profesi Polri


terkandung dalam Pancasila, Tri Brata dan Catur
Prasetya.
2) Bahwa Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai pedoman moral pelaksanaan tugas anggota
Polri perlu disusun dengan kalimat padat, ringkas, dan
bahasa sederhana, sehingga mudah diterima dan
dilaksanakan oleh setiap anggota Polri dari pangkat
yang tertinggi sampai dengan pangkat yang terendah
serta dijabarkan secara terperinci dalam butir-butir
pengamalannya.
c. Substansi dari Kode Etik Polri mencakup 17 butir
pengamalan Kode Etik Polri.
1) Setiap anggota Polri insan Rastra Sewakottama
mencakup 5 butir pengamalan.
2) Setiap anggota Polri insan Nagara Yanottama
mencakup 6 butir pengamalan.
3) Setiap anggota Polri insan Yana Anucacana Dharma
mencakup 6 butir pengamalan.
d. Selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan Dir. Dik. Polri
No.Pol Skep /0S/III/1986 tanggal 24 Januari 1986 tentang
Penggunaan Buku Pokok Penjelasan dan Pola Pelembagaan
Kode Etik Polri sebagai bahan ajaran di Lembaga-lembaga
pendidikan Polri.
e. Para siswa yang menyelesaikan pendidikannya di Lemdik
Polri pada akhir pendidikan mengucapkan ikrar Kode Etik
Polri pada tengah malam pukul 24.00.

4. Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol


Kep/05/III/2001 tanggal 7 Maret 2001.
a. Keputusan Kapolri ini sebagai realisasi dari pasal 23 UU No
28 tahun 1997 tentang Polri. Pasal 23 (1) Sikap dan perilaku

Etika Profesi Polri I 69


Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada
kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 23 (2) kode etik profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia.
b. Dikeluarkan Buku Petunjuk administrasi komisi kode etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan
Keputusan Kapolri No.Pol Kep/04/III/2001 tanggal 7 Maret
2001.

5. Kode Etik Profesi Polri berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol


Kep/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003.
a. Kode Etik Profesi ini dikeluarkan sesuai amanat pasal 34 UU
No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia terikat pada kode etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
2) Ketentuan mengenai kode etik Kepolian Negara
Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
b. Guna mengatur lebih lanjut tentang Tata Cara Sidang Komisi
Kode Etik Polri dikeluarkan Keputusan Kapolri No. Pol.
Kep/33/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003.
c. Substansi yang diatur dalam Kode Etik Profesi Polri
berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol Kep/32/VII/2003
meliputi:
1) Kode Etik profesi Polri ini merupakan kristalisasi nilai-
nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur
Prasetya yang dilandasi dan dijiwai Pancasila serta
mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam
wujud komitmen moral yang meliputi etika
pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan.

70 I Etika Profesi Polri


2) Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap
anggota Polri terhadap profesinya sebagai pemelihara
kamtibmas, penegak hukum serta pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat yang termuat dalam 7 pasal
yaitu pasal 1 s/d pasal 7.
a) Pasal 1 perilaku sikap pengabdian selaku anggota
Polri yang senantiasa bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa.
b) Pasal 2. Perilaku anggota Polri dalam berbakti
kepada nusa dan bangsa sebagai wujud
pengabdian tertinggi.
c) Pasal 3 sikap anggota Polri dalam melaksanakan
tugas memelihara keamanan dan ketertiban
umum.
d) Pasal 4 sikap perilaku anggota Polri dalam
melaksanakan tugas menegakan hukum.
e) Pasal 5 perilaku anggota Polri dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
f) Pasal 6 ayat (1) anggota Polri menggunakan
kewenangannya senantiasa berdasarkan norma
hukum dan mengindahkan norma agama,
kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Pasal 6 ayat (2) memegang teguh rahasia jabatan.
g) Pasal 7 perilaku anggota Polri untuk senantiasa
menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang
dapat merusak kehormatan profesi dan organisasi.
3) Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap
anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah
pengabdian dan pantas dijunjung tinggi sebagai ikrar
lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan

Etika Profesi Polri I 71


segala martabat dan kehormatannya, terdiri dari pasal
8 s/d pasal 12.
a) Pasal 8 menempatkan kepentingan organisasi
diatas kepentingan pribadi.
b) Pasal 9 setiap anggota Polri memegang teguh garis
komando, perintah tidak boleh bertentangan
dengan norma hukum, dibenarkan menolak
perintah atasan yang melanggar norma hukum,
tidak boleh melampaui batas kewenangan,
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas, tidak
terpengaruh pihak lain dalam pelaksanaan tugas.
c) Pasal 10. Sifat-sifat kepemimpinan, keteladanan,
keadilan, dan kearifan.
d) Pasal 11. Menjaga kehormatan melalui penampilan
seragam.
e) Pasal 12. Senantiasa menampilkan rasa setia
kawan.
4) Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap
anggota Polri dan institusi bersikap netral, mandiri dan
tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan
dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari 4 pasal yaitu
pasal 13 s/d pasal 16.
a) Pasal 13 selalu siap sedia menjaga keutuhan
wilayah hukum NKRI.
b) Pasal 14 bersikap netral.
c) Pasal 15 berpegang teguh menjaga konstitusi.
d) Pasal 16 menjaga keamanan Presiden dan
menjalankan segala kebijakan sesuai jiwa
konstitusi, maupun hukum positif.

72 I Etika Profesi Polri


6. Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/ 33/VII 2003 tentang Cara
Sidang Komisi Kode Etik Polri.
a. Keputusan Kapolri ini merupakan realisasi dari amanat
pasal 35 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri oleh Pejabat
Polri diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Polri.
b. Tugas Komisi Kode Etik Polri diatur dalam pasal 4 ayat (1)
komisi kode etik Polri bertugas menyelenggarakan sidang
untuk
1) Memeriksa apakah pelangaran kode etik profesi yang
dilakukan anggota Polri telah terjadi atau tidak.
2) Menyatakan terperiksa tidak terbukti melakukan
pelanggaran kode etik profesi Polri, jika dalam
pemeriksaan tidak cukup bukti.
3) Memberikan sanksi moral sebagaimana diatur dalam
pasal 37 kode etik profesi Polri, jika terperiksa terbukti
melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri.
4) Wewenang Komisi Kode Etik diatur dalam pasal 4 ayat
(2) antara lain memanggil dan memeriksa terperiksa
dan saksi-saksi.
5) Pasal 5 diatur wewenang komisi kode etik Polri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
a) Pasal 5 ayat (1) melaksanakan sidang komisi kode
etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam pasal
12, 13, dan 14 PP No: 1 tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Polri.
b) Pasal 5 ayat (2) melaksanakan sidang komisi kode
etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam pasal
13 PP No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Polri.

Etika Profesi Polri I 73


7. Kode Etik Polri berdasarkan Peraturan Kapolri No. 7 tahun
2006.
a. Etika profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tri Brata
yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta
mencerminkan jati diri setiap anggota polri dalam wujud
yang meliputi etika kepribadian, kenegaraan, kelembagaan
dan hubungan dengan masyarakat.
b. Etika kepribadian adalah nilai moral anggota Polri terhadap
profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat
beragama diatur dalam pasal 3.
c. Etika kenegaraan adalah sikap moral anggota polri yang
menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional
Negara RI serta Pancasila dan UUD 1945 diatur dalam pasal
4.
d. Etika kelembagaan adalah sikap moral anggota Polri
terhadap institusinya yang patut dijunjung tinggi sebagai
ikrar lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan
segala martabat dan kehormatannya diatur dalam pasal 5, 6,
7, 8 dan 9.
e. Etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap
moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat diatur dalam pasal 10.
f. Pemeriksaan atas pelanggaran kode etik profesi Polri
dilakukan oleh Komisi Kode Etik Polri. (pasal 14).
g. Tata cara sidang Komisi Kode Etik Polri diatur dalam
Peraturan Kapolri No 8 tahun 2006.

8. Peraturan Kapolri No 14 tahun 2011 tanggal 1 Oktober 2011


tentang Kode Etik Profesi Polri.
a. Tujuan KEPP

74 I Etika Profesi Polri


1) Menerapkan nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang umum
Kepolisian.
2) Memantapkan profesionalisme, integritas, dan
akuntabilitas anggota Polri.
3) Menyamakan pola pikir, sikap, dan tindakan anggota
Polri.
4) Menerapkan standar profesi dalam pelaksanan tugas
Polri, dan
5) Memuliakan profesi Polri dengan penegakan KEPP.
b. Ruang Lingkup KEPP
1) Etika Kenegaraan.
2) Etika Kelembagaan.
3) Etika Kemasyarakatan.
4) Etika Kepribadian.
c. Materi Muatan KEPP
1) Etika Kenegaraan memuat pedoman berperilaku
Anggota Polri dalam hubungan:
a) Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b) Pancasila.
c) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945.
d) Kebhinekatunggalikaan.
2) Etika Kelembagaan memuat pedoman berperilaku
Anggota Polri dalam hubungan:
a) Tri Brata sebagai pedoman hidup.
b) Catur Prasetya sebagai pedoman kerja.
c) Sumpah/janji Anggota polri.
d) Sumpah/janji jabatan dan
e) Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir
(mindset).

Etika Profesi Polri I 75


3) Etika Kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku
Anggota Polri dalam hubungan
a) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat (kamtibmas).
b) Penegakan hukum.
c) Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,
dan
d) Kearifan lokal antara lain: gotong royong,
kesetiakawanan dan toleransi.
4) Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku
anggota Polri dalam hubungan
a) Kehidupan beragama.
b) Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum.
c) Sopan santun dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Kewajiban.
1) Kewajiban dalam Etika Kenegaraan (Pasal 6 memuat 8
butir kewajiban)
2) Kewajiban dalam Etika Kelembagaan. Pasal 7 memuat
a) 15 butir kewajiban sebagai anggota Polri.
b) 3 butir kewajiban sebagai atasan.
c) 4 butir kewajiban sebagai bawahan.
d) 5 butir kewajiban sesama anggota Polri.

Pasal 8 memuat setiap anggota Polri wajib


mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung
jawab.

Pasal 9. Memuat kewajiban penyidik/penyelidik


melaksanakan penyidikan / penyelidikan,
menyelesaikan tugasnya serta melaporkan hasilnya
kepada atasannya.

76 I Etika Profesi Polri


3) Kewajiban dalam Etika Kemasyarakatan, Pasal 10
memuat 6 butir kewajiban.
4) Kewajiban dalam Etika Kepribadian, Pasal 11 memuat
5 butir kewajiban.
e. Larangan.
1) Larangan dalam Etika Kenegaraan, Pasal 12 memuat 5
butir larangan.
2) Larangan dalam Etika Kelembagaan, Pasal 13 memuat:
a) 7 butir larangan sebagai anggota Polri
b) 2 butir larangan sebagai atasan.
c) 2 butir larangan sebagai bawahan.
d) 5 butir larangan sesama anggota Polri.

Pasal 14 memuat 13 larangan bagi anggota dalam


penegakan hukum sebagai penyelidik/penyidik.

3) Larangan dalam Etika Kemasyarakatan, Pasal 15


memuat 8 butir larangan.
4) Larangan dalam Etika Kepribadian, Pasal 16 memuat 4
butir larangan.
f. Kelembagaan Penegakan KEPP pasal 17.
1) Subyek pelaksana KEPP.
2) Proses pelaksanaan penegakan KEPP.
g. Pasal 18, Terduga dapat didampingi Pendamping.
h. Pasal 19, Sidang KKEPP dilakukan terhadap pelangaran
1) KEPP sebagaimana diatur dalam Perkap.
2) Pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota
Polri , dan
3) Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003
tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
i. Pasal 21 sanksi terhadap Pelanggar KEPP.

Etika Profesi Polri I 77


1) Jenis Sanksi.
2) Sanksi administratif berupa rekomendasi.
3) Sanksi PTDH dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang
meliputi 9 jenis Pelanggaran KEPP sebagaimana diatur
pada pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf i
j. Pasal 22 Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH
dikenakan melalui Sidang KEPP.
k. Pasal 26. (1) Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang
diancam dengan sanksi administrative berupa rekomendasi
putusan PTDH diberi kesempatan untuk mengajukan
pengunduran diri.
l. Pasal 28 ayat (2) Penjatuhan sanksi KEPP tidak
menghapuskan tuntutan pidana dan/atau perdata.

9. Peraturan Kapolri No. 19 tahun 2012 tanggal 4 September 2012


tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
a. Perkap No 14 tahun 2011 merupakan Peraturan Etika
Profesi Polri secara materiil sedangkan Perkap No. 14 tahun
2012 merupakan Peraturan Etika Polri secara formal
(peraturan acaranya.)
b. Tujuan peraturan ini
1) Sebagai pedoman dalam proses penegakan pelanggaran
KEPP.
2) Terselenggaranya tertib administrasi dalam proses
penegakan pelanggaran KEPP.
3) Terselenggaranya proses penegakan KEPP secara
obyektif, jujur, adil, transparan dan akuntabel.
4) Terwujudnya kepastian hukum terhadap penanganan
pelanggaran KEPP, dan

78 I Etika Profesi Polri


5) Terakomodasi hak-hak Terduga Pelanggar/Pelanggar
dalam proses penegakan KEPP.
c. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman tentang
materi Perkap ini, maka dikemukakan slide yang bersumber
dari Kuliah Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal
29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan
69.
1) Alur Penegakan KEPP.
2) Tahapan Penegakan KEPP
3) Penegakan Pelanggaran Disiplin dan KEPP dalam
perspektif KKEP.
4) Mekanisme Gelar Perkara Dugaan Pelanggaran KEPP.
5) Perbedaan mendasar Peraturan Disiplin Polri dan Kode
Etik Polri.

Etika Profesi Polri I 79


ALUR PENEGAKAN KEPP

BUKAN SPRIN RIKSA


GELAR AI AI DIHENTIKAN
GAR KEPP DITUTUP
AKREDITOR
AUDIT LAK SIDANG NON
INVESTIGASI PUTUSAN FINAL
KKEP ADMTRATIF
ADA DUGAAN
GAR KEPP
ADMTRATIF BANDING
TRBNTUK KKEP
LP-B LAP/DUMAS
RIKSA SAKSI, TERIMA USUL TUK
LP-A DIREKTIF PIM
AHLI, TRDUGA PUTUSAN KOM BDG
SERAH SKEP
LP-A HSL LID PMNAL GAR & BB SET KKEP
KKEP
AKREDITOR SET KKEP AJUKAN
REKOM TERBENTUK
KOMISI
SET KKEP BANDING
SUMBER BNTUK KKEP
PENGADUAN
PJB TUK KKEP
BERKAS GAR KEP REKOM LAKS SID
KEPP/LIMPAH BANDING
PJBT PMBN-
AKREDITOR USUL KKEP TUK KKEP
SET KKEP PUTUSAN:
DITERIMA/
AJUKAN DITOLAK
PENGADMINIS TAP PH
TRASIAN SARKUM
SET
SET KKEP DIVKUM
WABROF PROPAM
PELANGGAR
PROSES
TAP PH ATASAN GAR
SDM FUNGSI WAS/
REHAB, KUM

*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016
kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69

80 I Etika Profesi Polri


TAHAPAN PENEGAKAN KEPP

PROFESIONAL, PROPORSIONAL, KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM &


TRANSPARAN & AKUNTABEL KEMANFAATAN HUKUM

Sidang Tap adm


Riksa Sidang Was laks Rehab
Komisi Penj.
Pendahuluan KKEP Banding hukuman
putusan pers

a. Nota wawancara saksi, ahli,


terduga Pelanggar;
b. Cari, kumpulkan dokumen & bukti
AI REN AI
elektronik;
c. Datangi tempat2 yg berhubung
dgn gar KEPP.

a. BAP saksi, ahli, terduga Pelanggar;


b. Cari, kumpulkan dokumen & bukti
Riksa REN Riksa elektronik;
c. Penanganan BB.

Pemberkasan Sun Berkas Berkas Perkara Kode Etik Polri

*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016
kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69

Etika Profesi Polri I 81


Penegakan Pelanggaran Disiplin dan KEPP
dalam perspektif KKEP

TERKAIT PSL 6 S.D. 11 PERKAP THN 2011


TENTANG KEWAJIBAN
DGN GAR
PERKAP PSL 12 S.D. 16 PERKAP 14 THN 2011
14/2011 TENTANG LARANGAN
Norma2
Hukum  PSL 12 al: ayat (1) b “berikan ket
Gak Gar palsu dan/atau tdk benar saaat
daftar sbg calon anggota Polri”
KEPP  PSL 13 al: ayat (1) “Anggota Polri
TERKAIT dpt diberhentikan tdk hormat dari
yang GAR PSL PP dinas Polri krn gar sumpah/janji jab,
1/2003 dan/atau KEPP”
diatur  PSL 14 al: ayat (1) a”tinggalkan

dalam tugasnya scr tdk sah dlm wkt lbh


dari 30 (tiga puluh) hari kerja scr
Perkap berturut2”

19/2012
Anggota Polri yg dijatuhi kum-plin
TERKAIT lbh dari 3 (tiga) kali & dianggap tdk
GAR PSL 13 patut lagi dipertahankan statusnya
sbg anggt Polri, dpt diberhentikan
PP 2/2003
dgn hormat atau tdk dgn hormat
dari dinas Polri melalui siding KKEP

*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016
kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69

82 I Etika Profesi Polri


MEKANISME GELAR PERKARA
DUGAAN PELANGGARAN KEPP

• LAP / DUMAS
• DIREKTIF PIMP
• HSL DIK PAMINAL

PELAKS AI/RIKSA

TATA CARA GP
PESERTA GP • BUAT UND GP
• BUAT RISALAH GP
• FUNGSI IT WAS
• FUNGSI SDM GELAR PERKARA • PAPARAN HSL AI
• TANGGAPAN
• FUNGSI PROPAM PSERTA GP
• FUNGSI TERKAIT • KESIMPULAN
• REKOMENDASI

DITEMUKAN DUG GAR KEPP TDK DITEMUKAN DUG GAR

RIKSA BERKAS & SP2HP-2 TERBIT SP4 & SP2HP-2

*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016
kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69

Etika Profesi Polri I 83


Perbedaan mendasar Peraturan Disiplin Polri dan Kode Etik Polri

NO ASPEK DISIPLIN KODE ETIK


1 MANDAT HUKUM PPRI NO 2 THN 2003 TTG PSL 31 S.D. 35 UU NO 2
PERAT DISIPLIN ANGGOTA THN 2002 TTG POLRI
POLRI

2 DASAR HUKUM • PPRI NO 1 THN 2003 TTG PERKAP NO 14 THN


MATERIIL PEMBERHENTIAN 2011 TTG KEPP
ANGGOTA POLRI
• PPRI NO 2 THN 2003 TTG
PERAT DISIPLIN
ANGGOTA POLRI

3 DASAR HUKUM • KEP/42/IX/2004 TGL 30 PERKAP NO 19 THN


FORMIL SEPT 2004 TTG ATASAN 2012 TTG SOTK KKEP
YG BERHAK
MENJATUHKAN
HUKUMAN DISIPLIN
• KEP/43/IX/2004 TGL 30
SEPT 2004 TTG TATA
CARA PENYELESAIAN
PELANGGARAN DISIPLIN
ANGGOTA POLRI;
• KEP/44/IX/2004 TGL 30
SEPT 2004 TTG TATA
CARA SIDANG DISIPLIN
BAGI ANGGOTA POLRI

4 MEKANISME SIDANG DISIPLIN SIDANG KOMISI KODE


SIDANG ETIK POLRI

5 LEMBAGA ATASAN YG BERHAK KOMISI KODE ETIK


SIDANG MENGHUKUM (ANKUM) PROFESI POLRI &
KOMISI BANDING

6 PELAKSANA GAK PEMERIKSA AKREDITOR


KUM

84 I Etika Profesi Polri


7 RUANG LINGKUP • KEHIDUPAN • ETIKA KENEGARAAN
BERNEGARA & • ETIKA
BERMASYARAKAT KELEMBAGAAN
• PELAKS TUGAS POLRI • ETIKA
KEMASYARKATAN
• ETIKA KEPRIBADIAN

8 PENERAPAN • KEWAJIBAN TERDAPAT • KEWAJIBAN


PASAL DLM PSL 3 & 4 PP NO 2 TERDAPAT DLM PSL
PELANGGARAN THN 2003 6 S.D. 11 PERKAP NO
• LARANGAN TERDAPAT 14 THN 2011
DLM PSL 5 & 6 PP NO 2 • LARANGAN
THN 2003 TERDAPT DLM PSL
12 S.D. 16 PERKAP
NO 14 THN 2011

9 PELAKU TERPERIKSA TERDUGA PELANGGAR


PELANGGARAN
HUKUM SBLM
INCRAHT

10 PELAKU TERHUKUM PELANGGAR


PELANGGARAN
HUKUM SETELAH
INCRAHT

11 SANKSI TERDAPAT DLM PASAL 7 TERDAPAT DLM PSL 21


HUKUMAN S.D. 13 PP NO 2 THN 2003 PERKAP NO 14 TAHUN
2011

12 BENTUK SANKSI • TINDAKAN DISIPLIN • SANKSI


• HUKUMAN DISIPLIN ADMINISTRATIF
• SANKSI ETIKA
PROFESI

13 UPAYA HUKUM TIDAK MENGENAL UPAYA DIBERLAKUKAN UPAYA


BANDING BANDING

*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016
kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69

Etika Profesi Polri I 85


10. Komitmen Bersama Anggota Polri sebagai Pelayan Prima yang
anti KKN & Anti Kekerasan.

KOMITMEN BERSAMA
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebagai Pelayan Prima
Yang anti KKN & Anti Kekerasan

Dengan dilandasi ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha


Esa dan Berpedoman pada Nilai-nilai Tri Brata dan Catur
Prasetya.
Menyatakan Komitmen Bersama

1) Dengan penuh kesadaran dan kesungguhan hati,


melaksanakan tugas kepolisian yang anti Kolusi, Korupsi,
dan Nepotisme dan anti kekerasan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
2) Menampilkan kepemimpinan Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang bertanggung jawab, dengan penuh
ketauladanan, menjamin kualitas kinerja anggota dan
institusi, menjadi konsultan yang solutif bagi bawahan
dan masyarakat.
3) Selalu berada di depan dalam melaksanakan pemolisian
preemtif, preventif, dan penegakan hukum yang
bertanggung jawab serta mengendalikan anggota untuk
tidak melakukan kekerasan.
4) Mengakomodasi hak dan kewajiban bawahan, untuk
berani menyampaikan penolakan terhadap perintah
atasan yang bertentangan dengan norma dan ketentuan
yang berlaku.

86 I Etika Profesi Polri


5) Dalam mengimplementasikan transparansi dan
akuntabilitas, selalu melibatkan peran pengawas
eksternal independen sebagai konsultan maupun
pengawas independen.
6) Melaksanakan pemolisian dengan mengedepankan peran,
tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari pada status,
hak dan kewenangan, serta menghindari kepentingan
pribadi.
7) Melaksanakan standar pelayanan prima dan
mengakomodasi semua komplain masyarakat mulai dari
satuan Polri terdepan secara berjenjang dan seketika.
8) Mengedepankan Kepolisian Sektor sebagai satuan
pelayanan terdepan yang kuat, dengan memberikan
dukungan penuh kepada kepala satuan berupa personil,
sarana prasana dan anggaran.
9) Mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, soliditas
kesatuan, menghilangkan arogansi dan hak prerogatif,
mengakomodasi keluhan, tuntutan serta penolakan
bawahan dengan penuh empati.
10) Mengoptimalkan strategi pemolisian komunitas, dalam
upaya penyelesaian masalah sosial dalam masyarakat
dengan menggunakan pendekatan social justice, yang
didukung dengan legitimasi.

11. Perubahan etika profesi Polri.


a. Dengan demikian suatu kode etik tidak statis, dia dapat
berubah dan disesuaikan dengan perkembangan situasi,
tetapi perubahan itu harus tetap menjamin terpenuhinya
tolok ukur suatu kode etik yang baik.

Etika Profesi Polri I 87


b. Dari fakta sejarah Polri selama ini kita melihat
perkembangan etika Polri/ Kode Etik Profesi Polri :
1) Tri Brata sejak awal dicanangkan sebagai Pedoman
Hidup Polri, karena rumusannya masih sangat umum
(bersifat sebagai asas), sehingga tidak dapat diterapkan
seperti norma atau aturan jika dihadapkan kepada
masalah-masalah konkrit di lapangan.
2) Penyederhanaan Tri Brata ke dalam ungkapan Bhakti,
Dharma, Waspada juga tidak memudahkan menangkap
dan menghayati maknanya, karena belum bersifat
operasional. Walaupun sudah diadakan upaya-upaya
merumuskan Pemaknaan Baru Tri Brata, selanjutnya
dijabarkan menjadi butir-butir yang konkrit yang
diharapkan dapat operasional seperti: pedoman
lanjutan Tri Brata, Kode Etik Polri, Kode Etik Profesi
Polri yang telah beberapa kali disempurnakan, namun
secara jujur diakui belum membuahkan hasil
sebagaimana yang diharapkan. Memang merubah
aspek budaya tidaklah mudah, karena banyak faktor
yang berpengaruh. Sejalan dengan itu pembinaan
profesi harus dilaksanakan secara terencana, terus
menerus/konsisten dan berlanjut.
3) Perlu senantiasa diadakan evaluasi menyangkut
pemahaman, penghayatan dan implementasi Etika
Profesi Polri oleh seluruh anggota Polri dalam upaya
kita dapat mewujudkan Polri sebagai abdi utama nusa
dan bangsa yang dipercaya dan dicintai masyarakat.

88 I Etika Profesi Polri


IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI POLRI
IV
1. Penyimpangan-penyimpangan. (Sumber Kuliah Kombes Pol
Nurcholis, SIK. MSi pada tanggal 29 Pebruari 2016 pada
Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69).
a. Perilaku menyimpang menurut Barker Thomas & Charter L.
David (1973).
Penyimpangan perilaku Polisi merupakan gambaran umum
tentang kegiatan petugas polisi yang tidak sesuai dengan
wewenang resmi petugas, wewenang organisasi, nilai dan
standard perilaku sopan yang biasanya dilakukan bukan
dikatakan.
b. Faktor penyebab terjadinya penyimpangan.
1) Internal.
a) Kelembagaan.
(1) Kepemimpinan.
(2) Belum sepenuhnya mandiri.
(3) Kebudayaan aktual # dengan yang ideal.
(4) Nilai-nilai hedonism.
(5) Kewenangan + kekuasaan terpusat pada
pimpinan tertinggi.
b) Sistim.
(1) Birokrasi yang feodal/patrimorial.
(2) Hubungan atasan-bawahan (hubungan
kedekatan personal)
(3) Tidak ada job description + job analisisnya
secara jelas.

Etika Profesi Polri I 89


(4) Tidak ada standarisasi keberhasilan tugas.
(5) Belum optimal sistim penilaian kinerja.
(6) Tidak konsistennya sistim reward +
punishment
(7) Belum memedomani etika kerja.
(8) Pembinaan SDM belum mengacu pada merit
system.
(9) Sistim pembinaan materiil dan logistik yang
belum fokus sesuai kebutuhan.
(10) Sistim anggaran yang belum sesuai dengan
kebutuhan kerja.
(11) Lemahnya sistim kontrol.
(12) Perilaku pribadi yang menyimpang.
(13) Nilai keagamaan & spiritual yang belum
diimplementasikan dalam tugas.
(14) Orientasi pada jabatan/kewenangan
(15) Belum ada keteladanan yang baik.
(16) Tidak ada budaya malu.
2) Eksternal
a) Masyarakat dan kebudayaannya.
b) Celah-celah dari Undang-undang.
c) Kebijakan Politik Negara/Elit Negara.
d) Pengaruh stake holder.
c. Fakta-fakta bentuk penyimpangan yang terjadi.
1) Bidang Pembinaan.
a) Sumber Daya manusia.
b) Materiil/Logistik & anggaran.
c) Profesi dan Pengamanan.
d) Perencanaan dan Pengembangan.
2) Bidang operasional.
a) Penegakan hukum.

90 I Etika Profesi Polri


b) Pemeliharaan kamtibmas.
c) Pelayanan masyarakat.
d. Bidang operasional.
1) Menjebak pelanggar lalu lintas.
2) Penggelaran petugas yang kurang di lapangan saat jam
rawan.
3) Pembiaran pelangaran yang mencolok
4) Proses penyelesaian barang bukti berupa kendaraan
bermotor dipersulit harus dengan uang.
5) Penyitaan barang bukti berupa surat (SIM/STNK)
namun tidak diberikan tilang.
6) Pengemudi angkutan yang melewati polisi lalu lintas
harus setor, kalau tidak pengemudi akan dipersulit bila
melewati pos polisi tersebut.
7) Razia kendaraan bermotor yang hanya dilakukan oleh
3-4 orang sehingga terkesan razia liar/razia yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan.
8) Melecehkan/mengacuhkan, bahkan menghilangkan
saksi.
9) Menyiksa/menekan tersangka.
10) Menekan keluarga tersangka.
11) Memihak tersangka.
12) Menelantarkan dan memainkan perkara.
13) Penyalahgunaan wewenang.
14) Memanipulasi data perkara.
15) Melepaskan tersangka tanpa ada pemeriksaan.
16) Menjual/menggelapkan barang bukti.
17) Menghilangkan barang bukti.
18) Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi.
19) Minta imbalan untuk penangguhan atau penghentian
penyidikan.

Etika Profesi Polri I 91


20) Mempermainkan pasal.
21) Mempermainkan status hukum seseorang (saksi
menjadi tersangka).
22) Diskriminasi penanganan perkara.
23) Melakukan kekerasan dan menganiaya tersangka.
e. Bidang Pemeliharaan kamtibmas.
1) Mengacuhkan laporan/pengaduan dan permintaan
bantuan kepolisian.
2) Bersikap arogan dalam pelaksanaan tugas.
3) Tindakan menimbulkan antipati (ngebut,
membahayakan warga, tidak pakai helm saat pakaian
dinas, ranmor tidak lengkap), pemakaian gampol tidak
semestinya.
4) Membentak/menyakiti warga.
5) Penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan
miras, mabuk, judi, narkoba.
6) Menjadi backing/pemain langsung usaha-usaha yang
ilegal.
7) Pelaksanaan patroli yang tidak tepat waktu, sasaran
dan tidak menyentuh masyarakat (masa bodoh dan
acuh).
8) Petugas polisi yang bertugas di lapangan ada
kecendrungan menghindar dari permasalahan/ cari
aman.
f. Bidang Pelayanan masyarakat.
1) Penerimaan laporan lambat.
2) Pengawalan pejabat secara berlebihan.
3) Komersialisasi tugas pengawalan.
4) Kurang responsif terhadap pengaduan masyarakat.
5) Sikap sebagai penguasa.
6) Tidak menjaga kebersihan markas.

92 I Etika Profesi Polri


7) Minta imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada
pelapor.
8) Menyiksa tersangka yang diserahkan warga dan
menganiaya tahanan.

2. Pertanggung jawaban.
Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap suatu kasus
penyimpangan. Yang bertanggung jawab atas terjadinya suatu
penyimpangan tentunya anggota Polri yang melakukan
pelanggaran /penyimpangan tersebut. Timbul pertanyaaan
apakah hanya pelanggar saja yang bertanggung jawab atas
pelanggaran yang terjadi? Apakah ada faktor-faktor lain yang
mempunyai korelasi sehingga penyimpangan itu terjadi? Karena
itu selanjutnya perlu diteliti dan dikaji lebih jauh apakah ada
perintah / kebijakan yang dikeluarkan yang berkorelasi /
berpengaruh sehingga timbulnya penyimpangan itu atau
masalah itu seperti perintah/ kebijakan yang dikeluarkan oleh :
Atasan langsung pelanggar, Perintah/ kebijakan Pimpinan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah seperti
Kapolsek/Kapolres/Kapolda, perintah/kebijakan yang
dikeluarkan oleh Kapolri, Pelaksanaan dari tugas, fungsi dan
peran Kompolnas, Kebijakan Presiden yang menyangkut tentang
lingkup tugas Polri, Pelaksanaan tugas-tugas DPR dalam
pembuatan Undang-undang, pengawasan pelaksanaan Undang-
undang dan alokasi APBN menyangkut Polri.
a. Pelanggar, karena pelanggar yang membuat pelanggaran
itu, ia wajib bertanggung jawab atas tindakannya.
b. Atasan langsung dari Pelanggar, karena ia bertugas
berperan mengawasi dan membina secara langsung anggota
yang menjadi bawahannya.

Etika Profesi Polri I 93


c. Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah
hukumnya masing-masing seperti Kapolsek, Kapolres dan
Kapolda. Sesuai dengan pasal 10 ayat (1) UU No. 2 tahun
2002 tentang Polri Pimpinan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud pasal 6
ayat (2) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
wewenang kepolisian secara hierarki.
d. Kapolri karena sesuai pasal 9 UU No. 2 tahun 2002 tentang
Polri 9 ayat (1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan
dan mengendalikan kebijakan tehnis Kepolisian. Pasal 9
ayat (2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
atas:
1) Penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian
dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia; dan
2) Penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
e. Komisi Kepolisian Nasional yang menurut pasal 38 UU No:
2 tahun 20002 tentang Polri bertugas
1) Membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
2) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
f. Presiden R.I. memegang kekuasaan pemerintahan menurut
undang Undang Dasar
1) Mengeluarkan kebijakan yang menyangkut Polri.
2) Mengajukan RUU kepada DPR dan membahasnya
bersama DPR.

94 I Etika Profesi Polri


3) RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Presiden. Tentunya didalamnya termasuk
rancangan anggaran yang menyangkut Polri.
4) Menetapkan Peraturan Pemerintah dalam hal ini
termasuk yang menyangkut Polri.
5) Mengangkat /memberhentikan Kapolri setelah
mendapat persetujuan DPR.
g. DPR RI, karena menyangkut legislasi, budgeting
menyangkut Polri dan pengawasan terhadap Polri

3. Harapan masyarakat.
a. Pada hakekatnya harapan masyarakat terhadap Polri, agar
Polri mampu melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajiban Polri: menegakan hukum, menjaga kamtibmas
dan bertindak etis dalam melayani, melindungi serta
mengayomi masyarakat sehingga masayarakat merasa
tentram. Tuntutan masyarakat akan kinerja Polri tidak
statis tetapi senantiasa meningkat dari waktu ke waktu
sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai peningkatan
kesadaran masyarakat akan hak-haknya, peningkatan
kesadaran masyarakat akan keadilan dan peningkatan
kesejahteraan serta peningkatan akan rasa aman yang
merupakan syarat mutlak guna dapat dilangsungkan
kegiatan kerja guna mewujudkan kemakmuran masyarakat.
b. Harapan masyarakat ini ditujukan kepada semua anggota
Polri utamanya para Pimpinan Polri. Sejalan dengan itu
maka harapan masyarakat ini bukan merupakan beban
tetapi dia merupakan tantangan yang senantiasa
memotivasi semangat pengabdian anggota Polri selaku abdi
utama daripada nusa dan bangsa untuk mewujudkan
harapan masyarakat tersebut. Sebagai contoh harapan

Etika Profesi Polri I 95


masyarakat yang disampaikan dalam pergantian Kapolri
yang dimuat Harian Kompas pada tanggal 20 Juni 2016,
dengan judul “Harapan di Pundak Tito Karnavian”.

96 I Etika Profesi Polri


Etika Profesi Polri I 97
c. Etika Profesi Polri, Tri Brata yang merupakan pedoman
hidup Polri, Catur Prasetya yang merupakan pedoman
karya Polri yang dijiwai Pancasila mengandung nilai-nilai
moral yang ajeg sepanjang waktu yang pada hakekatnya
merupakan cita-cita bagaimana seharusnya jalan yang harus
ditempuh Polri dalam mewujudkan polisi yang ideal (das
sollen).
d. Senantiasa telah diupayakan adanya pembenahan /
reformasi guna diwujudkan Polri yang profesional dan
mandiri serta telah banyak prestasi yang menonjol yang
telah dipersembahkan Polri, namun kenyataannya karya
nyata pengabdian Polri kepada Negara dan bangsa
tersebut (das Sein) belum sebagaimana harapan
masyarakat, belum sebagaimana nilai-nilai ideal
sebagaimana terkandung dalam etika profesi Polri. Kalau
tidak dibina dengan baik maka perilaku anggota Polri dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya bisa
menunjukkan trend yang semakin menurun dengan kata
lain semakin jauh dari harapan masyarakat, semakin jauh
dari nilai-nilai ideal (das sollen).
e. Sasaran pembinaan profesionalisme Polri, pembinaan etika
profesi Polri harus mampu diupayakan agar kinerja
pengabdian Polri menunjukkan trend yang semakin
meningkat melebihi trend peningkatan laju harapan
masyarakat terhadap kinerja Polri dan kinerja Polri
semakin mendekati nilai -nilai ideal (das sollen). Idealnya
adalah kinerja Polri bisa diwujudkan melebihi harapan
masyarakat dan selanjutnya bisa berimpit dengan nilai
nilai dari etika profesi Polri. Ini menjadi tantangan bagi
setiap anggota Polri utamanya tantangan dari para
pimpinan Polri

98 I Etika Profesi Polri


4. Keteladanan.
a. Banyak sekali contoh keteladanan Pinpinan Polri dan
anggota Polri yang seharusnya menjadi inspirasi dan
motivator bagi anggota Polri dalam dharma bhaktinya
kepada Negara dan bangsa sebagai abdi utama daripada
nusa dan bangsa, namun dibawah ini hanya diberikan
beberapa contoh saja.
b. Dalam buku “Jenderal Polisi R.S. Soekanto Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang Pertama (1945 – 1959)
BAPAK KEPOLISIAN NEGARA INDONESIA”, yang ditulis oleh
Drs. A. Turan MSi.
1) Sambutan Drs. Awaloedin Djamin, MPA. Buku ini
disepakati diberi judul “Jenderal Polisi (Pur) R.S.
Soekanto Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia”
dengan maksud untuk menggambarkan berbagai kisah
ketokohan R.S. Soekanto yang memang patut untuk
memposisikannya dan mengakuinya sebagai figur
Bapak yang perlu dicontoh dan di tauladani. R.S.
Soekanto menurut pengamatan saya telah berhasil
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan Kepolisian
modern, mampu melihat kebutuhan masa depan Polri
waktu itu antara lain dengan mengutamakan aspek
pendidikan Kepolisian pada era sulit dan justru dinilai
kontroversial.
R.S Soekanto telah mampu menangkap tuntutan trend
akademis untuk Polri. Beliau juga telah memikirkan
dan menyiapkan berbagai fasilitas bagi peningkatan
kesejahteraan anggota Polri dan keluarga besar Polri
lainnya dengan mendirikan yayasan. Demikian pula
dibidang operasional telah banyak hasil yang dicapai

Etika Profesi Polri I 99


Polri pada era kepemimpinannya. Saya beranggapan
sosok pribadi dan kepemimpinan R.S. Soekanto baik
selama memimpin Polri 14 tahun, maupun pada era
pasca atau purna tugasnya, patut untuk dicontoh dan di
tauladani.

2) Sekapur Sirih dari Tim Penyusun.


Keinginan untuk memposisikan atau mendudukkan
ketokohan R.S. Soekanto sebagai “Bapak” Kepolisian
Negara Republik Indonesia ini telah banyak
disampaikan dan dinyatakan oleh banyak pihak.
Seperti para senior dan sesepuh Polri, baik yang
sejaman dengan R.S. Soekanto, yang dekat dan sering
bekerja bersama-sama di dalam kegiatan sosial,
kemasyarakatan, maupun mereka yang memperhatikan
dan peduli terhadap berbagai kisah penuturan tentang
kisah aktifitas dan gelar kepemimpinan R.S. Soekanto
waktu itu. Bahkan juga dari masyarakat pada umumnya
yang mengetahui benar tentang kehidupan keluarga
dan pribadi R.S. Soekanto.
Ada beberapa alasan mengapa mereka menerima dan
mengakui terhadap ketokohan R.S. Soekanto sebagai
Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara
lain.
a) Pertama. Mereka mengetahui dan mengakui
bahwa R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian
Negara waktu itu telah berhasil meletakkan dasar-
dasar baru bagi pembangunan Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang maju, modern dan
demokratis, serta cocok / memenuhi tuntutan
kebutuhan. Mereka juga mengakui bahwa

100 I Etika Profesi Polri


R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah peletak dasar bagi
perkembangan Polri di bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan. Kisah sejarah juga mencatat bahwa
perhatian R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia sangat memperhatikan
aspek kesejahteraan anggota Polri dan
keluarganya. Gagasan untuk mendirikan yayasan
telah diwujudkan bersama P3RI dan berupaya
menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan
bagi peningkatan kesejahteraan tersebut
(walaupun harus dilakukan dengan segala
keterbatasan dan kesulitan). Seperti membangun
poliklinik atau rumah sakit, penginapan/tempat
peristirahatan, taman-taman rekreasi (antara lain
Karang Setra di Bandung), lokasi perburuan di
Citespong (Sukabumi Selatan), sekolah untuk
putra-putri anggota Polisi, toko-toko yang
menyediakan bahan-bahan pokok keluarga di
pusat maupun di daerah-daerah yang dikelola oleh
seksi kesejahteraan.
b) Kedua. Dibidang operasional antara lain R.S.
Soekanto menampilkan ketokohannya sebagai
KKN pada saat-saat mempertahankan dan
membela kemerdekaan dari rongrongan Sekutu
dan NICAnya, pada saat agresi militer yang
pertama, penugasannya keluar negeri untuk
memperoleh bantuan bagi pembangunan Polri dan
keberhasilan lobby-lobby diplomasinya dalam
menetralisir provokasi Belanda yang berupaya

Etika Profesi Polri I 101


mendiskreditkan Pemerintah RI (dalam peristiwa
Madiun Affair).
Juga keberhasilannya dalam menumpas
kekacauan-kekacauan di dalam negeri, baik yang
berlatar belakang makar maupun yang subversi.
Upaya dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat melalui penegakan hukum
dan pembinaan masyarakat telah dilakukan secara
berhasil pula.
Demikian pula dalam penataan dan konsolidasi
organisasi serta pembangunan satuan-satuan
operasional Polri yang dilakukan berdasarkan
takaran-takaran kepolisian yang lebih maju dan
modern seperti: satuan Brigade Mobil, Kepolisian
Perairan, Kepolisian Udara, DPKN (Dinas
Pengawasan dan Keamanan Negara), Reserse
Kriminil, Polisi Perintis, Polisi lalu-lintas,
Laboratorium Kriminil/ Forensik, NCB, Purel
(Public Relation), Polisi Wanita dan lain-lain.
c) Ketiga. Sebagai pimpinan dan administrator
puncak , R.S. Soekanto memiliki Visi dan Misi yang
jelas tentang arah, tugas serta bagaimana strategi
yang harus digelarnya, didalam membangun
kepolisian sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
d) Keempat. Pengakuan akan penampilan sosok dan
kepemimpinan R.S. Soekanto, sebagai pribadi
pimpinan yang jujur, sederhana, berdisiplin, tabah
dan tidak menyukai cara-cara kekerasan (R.S.
Soekanto seorang tokoh yang moralis). R. S.
Soekanto adalah seorang profesional yang selalu
menjunjung tinggi dan menghormati kode etik

102 I Etika Profesi Polri


profesinya. R.S. Soekanto adalah juga seorang
nasionalis yang bersama-sama Ibu Soekanto
sebagai seorang wanita tokoh nasionalis yang aktif
di Jong Java dan dalam pergerakan wanita,
membangun Bhayangkari atas dasar prinsip-
prinsip demokratis, demikian pula R.S Soekanto
sangat menghormati adanya kesetaraan gender.
c. Komisaris Jenderal (P) M Yasin.
1) Untuk mendukung kebulatan tekad rakyat Surabaya
mempertahankan proklamasi, maka pada tanggal 21
Agustus 1945, Ipda M. Yasin atas nama seluruh warga
Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa sejak saat itu
polisi adalah Polisi Republik Indonesia. Bunyi
pernyataan adalah sebagai berikut:

Proklamasi.
Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam
perjoeangan
Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945,
dengan ini
menyatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik
Indonesia

Soerabaya, 21 Agustus 1945


Ttd
Mohammad Jasin
Inspektur Poelisi Tk.I

2) Peristiwa yang cukup dramatis terjadi tanggal 1


Oktober 1945. Ketika para pemuda dan rakyat
berusaha merebut senjata Jepang di markas Kenpetei,

Etika Profesi Polri I 103


Polisi Istimewa pun mengerahkan anggotanya. Mereka
disambut dengan tembakan senapan mesin. Para
pemuda membalas dengan senjata mereka. Pada saat
tembak menembak itu berlangsung, Mohammad Jasin
menerobos kawat berduri yang mengelilingi markas
tersebut. Ia berhasil menemui Takahara, seorang
Pembesar Kenpeitei. Bersama Takahara ia menuju
ruangan Komandan Kenpeitei. Kebetulan Jasin
mengantongi sapu tangan putih dan diserahkan kepada
Komandan Kenpeitei. Pembesar Jepang ini dibawa Jasin
ke serambi. Tangan komandan yang memegang sapu
tangan putih itu diangkat Jasin tinggi-tinggi dan
dilambai-lambaikan. Masa yang mengepung markas itu
bersorak. Tidak lama kemudian, Takahara menurunkan
bendera Jepang. Dalam insiden ini korban yang jatuh di
kedua belah pihak tercaat 40 orang meninggal dan 81
orang luka-luka.
3) Atas jasa-jasanya, Negara mengangkat menjadi
“Pahlawan Nasional”.
d. Drs. Hoegeng Iman Santoso, dikenal oleh masyarakat akan
kejujurannya yang patut menjadi suri tauladan bagi semua
anggota Polri. Pada masa kepemimpinan beliau sebagai
Kapolri pada tanggal 2 Agustus 1971 telah mengeluarkan
kebijakan helemisasi yang dituangkan dalam maklumat
yang isinya mewajibkan setiap pengendara menggunakan
helm. Kebijakan ini mendapat reaksi masyarakat. Terlepas
dari pro-kontra mengenai peraturan itu, pihak kepolisian
tetap melaksanakannya karena ingin melayani masyarakat
dan mewujudkan keselamatan dan rasa aman bagi mereka
yang menggunakan sepeda motor.

104 I Etika Profesi Polri


Etika Profesi Polri I 105
e. Pemberian penghargaan terhadap anggota Polri kepada
petugas Polri yang mengalami cacat tubuh permanen saat
menjalankan tugas. Harian Kompas pada HUT ke – 63 Polri
dengan judul “Mereka tetap tegar, Presiden Menitikkan Air
Mata”.

106 I Etika Profesi Polri


f. Harian Kompas Selasa, 24 Mei 2016.

Etika Profesi Polri I 107


5. Masyarakat menantikan realisasi dari hasil Reformasi Polri.
Sebagai suatu profesi Masyarakat Polri telah memiliki Etika
Profesi Polri, telah memiliki Kode Etik Profesi Polri, telah
memberikan mengucapkan sumpah sebagai anggota Polri dan
sumpah sebagai pejabat Polri, serta telah memberikan janji-janji
kepada masyarakat. Masyarakat menunggu sejauh mana
sumpah, etika profesi, kode etika profesi, reformasi Polri dapat
diwujudkan secara kongkrit yang akan menentukan sejauh mana
kadar kecintaan, kepercayaan dan citra masyarakat terhadap
Polri . Sebagai contoh disampaikan Harian Kompas tanggal 24
Juni 2016 yang berjudul: “Dinantikan, Realisasi Janji Reformasi”.

108 I Etika Profesi Polri


Etika Profesi Polri I 109
110 I Etika Profesi Polri
BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI
V
DI KESATUAN KEPOLISIAN

BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI DI KESATUAN KEPOLISIAN


(John L. Sullivan terj PTIK, 1992 Introduction to Police Science,
Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi PTIK, Jakarta, hlm 274 –
277).

Untuk lebih mengerti, memahami nilai moral, norma moral, makna


dari substansi yang terkandung dalam Etika Profesi Polri, sebagai
bahan banding dibawah ini disajikan Kode Etik POST, Undang-
undang Kepolisian yang diterima IACP, Sumpah bagi Para Petugas
Penegakan hukum FBI dan Tindakan-tindakan yang tidak berakhlak.

1. Kode Etik POST (Police Officers’ Standards and Training of


California).
Sebagai Petugas Penegak Hukum tugas-tugas pokok saya ialah
berbakti kepada umat manusia, melindungi jiwa dan harta
benda, melindungi orang yang tidak bersalah terhadap
penipuan, orang yang lemah terhadap penindasan dan
intimidasi, dan orang yang cinta damai terhadap kekerasan dan
kekacauan, menghormati hak-hak asasi semua orang atas
kemerdekaan, persamaan dan keadilan.
Saya akan memelihara kehidupan pribadi saya yang tanpa noda
sebagai teladan bagi semua orang, memelihara ketenangan
dan keberanian dalam menghadapi bahaya, cemoohan, ejekan,
mengembangkan kemampuan pengekangan diri, dan selalu ingat

Etika Profesi Polri I 111


akan kesejahteraan orang lain. Saya akan menjadi suri tauladan
dalam mentaati undang-undang Negara dan peraturan-
peraturan departemen saya. Apapun yang saya dengar atau
yang saya lihat yang bersifat rahasia, atau yang dipercayakan
kepada saya atas jabatan resmi saya, akan saya rahasiakan
kecuali pengungkapannya diperlukan dalam melakukan tugas
saya.
Saya tidak akan bertindak secara tidak resmi dalam urusan
orang lain, membiarkan perasaan pribadi saya, prasangka,
permusuhan atau persahabatan untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan saya. Tanpa kompromi dengan kejahatan
dan pengejaran penjahat yang tiada hentinya, saya akan
menegakkan hukum dengan baik, tanpa rasa takut dan pandang
bulu, rasa benci atau itikad tidak baik, tidak akan menggunakan
kekerasan dan paksaan yang tidak perlu dan tidak akan
menerima hadiah-hadiah. Saya mengakui lencana jabatan saya
sebagai lambang kepercayaan masyarakat yang akan dijunjung
tinggi selama saya setia kepada etika dalam dinas kepolisian.
Saya tetap akan berusaha untuk mencapai tujuan dan cita-cita
ini, dan mengabdikan diri di hadapan Tuhan bagi bidang
pekerjaan yang saya pilih …..Penegak Hukum.

2. Undang-undang Kepolisian.
Untuk menekankan pentingnya dan menerangkan persoalan-
persoalan khusus dalam etika kepolisian, maka International
Association of Chief of Police (IACP) menerima Undang-undang
Etika Kepolisian berikut bagi Penegak Hukum.
Pasal 1. Tanggungjawab utama.
Untuk melindungi nyawa dan harta milik dan menjaga
perdamaian diantara semua orang. Untuk menegakkan hukum
secara merata dan adil bagi semua orang.

112 I Etika Profesi Polri


Pasal 2. Pembatasan kekuasaan.
Setiap petugas harus mengetahui batas-batas kekuasaannya dan
tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan kepolisianya dalam
penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Pasal 3. Kewajiban untuk terbiasa dengan undang-undang dan
tanggung jawab pejabat-pejabat sendiri dan pejabat-pejabat
umum.
Setiap petugas harus mengikuti perubahan-perubahan dalam
undang-undang, harus menghadiri konferensi-konferensi
penegakan hukum dan sekolah-sekolah untuk meningkatkan
mutu, dan mengetahui bidang tanggung jawabnya.
Pasal 4. Pemanfaatan alat-alat yang tepat untuk mencapai
tujuan-tujuan yang tetap.
Seseorang petugas penegak hukum harus yang pertama tunduk
kepada Undang-undang dan tidak merupakan contoh yang
buruk dengan mencela hukum atau memberi hak-hak khusus,
terutama kepada kawan-kawan dan sanak keluarganya. Lagi
pula, ia tidak akan menggunakan hukum untuk kekuasaan atau
keuntungan pribadinya.
Pasal 5. Kerjasama yang erat dengan para petugas lain dan
masyarakat dalam melaksanakan tugas mereka.
Hal ini merupakan jalan dua jurusan dan seorang petugas yang
berahlak selalu akan bekerja sama menurut hukum dan
departemen-departemen lain, tanpa memandang penggabungan
politis atau jabatan.
Pasal 6. Kelakuan Pribadi.
Setiap petugas polisi harus menyadari bahwa ia seorang petugas
masyarakat selama 24 jam dalam sehari. Kelakuannya baik pada
waktu di dalam maupun di luar dinas harus tanpa cela.

Etika Profesi Polri I 113


Pasal 7. Kelakuan terhadap masyarakat.
Seorang petugas teladan selalu menyadari bahwa ia seorang
abdi masyarakat, karena itu ia tidak dapat bertindak dengan
berlebihan atau bersikap lemah.
Pasal 8. Kelakuan dalam menahan dan berurusan dengan para
pelanggar.
Setiap petugas tidak boleh menggunakan paksaan atau
kekerasan yang tidak pada tempatnya terhadap hak-hak sipil
masyarakat.
Pasal 9. Hadiah-hadiah dan persenan-persenan.
Seorang petugas tidak boleh menerima hadiah-hadiah dan
persenan dari masyarakat. Tidak ada sesuatu yang boleh
mempengaruhi atau mengganggu pikirannya dalam
melaksanakan keadilan.
Pasal 10. Pemberian bukti-bukti.
Selama penyelidikan, kepolisian harus mencari fakta-fakta dan
harus memperoleh kebenaran. Ia harus membela yang tidak
bersalah, maupun menegakan hukum dan mengumpulkan bukti-
bukti terhadap yang membuat kesalahan.
Pasal 11. Sikap terhadap bidang pekerjaannya.
Petugas masa kini harus melihat tugasnya sebagai suatu
kepercayaan dari masyarakat, ia harus mempunyai sikap
seorang yang profesional, harus membentuk kesan yang baik
tentang kepolisian dengan selalu menjaga diri dan
mengharumkan nama kesatuannya.

3. Sumpah Bagi Para Petugas Penegakan hukum FBI.


Dengan kerendahan hati kami menerima tanggung jawab yang
dipercayakan kepada kami, kami bersumpah bahwa kami selalu
akan menganggap panggilan penegakan hukum yang agung itu
sebagai suatu bidang pekerjaan yang terhormat, tugas-tugas itu

114 I Etika Profesi Polri


kami akui sebagai seni maupun ilmu. Kami sepenuhnya
mengakui tanggung jawab kami untuk membela kebenaran,
melindungi yang lemah, menolong yang dalam kesulitan, dan
menjunjung tinggi hukum dalam tugas umum serta dalam
kehidupan pribadi. Kami menerima kewajiban yang
berhubungan dengan penugasan kami untuk melaporkan fakta-
fakta dan untuk memberikan kesaksian tanpa prasangka atau
memperlihatkan emosi dan untuk mempertimbangkan
keterangan yang kami peroleh berkat kedudukan kami, sebagai
sesuatu yang suci, yang dipercayakan kepada kami, yang hanya
digunakan untuk tujuan-tujuan resmi. Atas tanggung jawab yang
dipercayakan kepada kami untuk berusaha mencegah kejahatan,
atau untuk mendapatkan fakta-fakta pelanggaran hukum dan
penangkapan para pelarian dan para penjahat, kami akan
memberikan perhatian penuh dengan tidak pernah goyah dan
kami akan selalu waspada, dan membebaskan yang tidak
bersalah dan menghukum yang bersalah. Dalam melakukan
tugas-tugas yang dibebankan kepada kami, kami tidak akan
melakukan praktek-praktek yang menyalahi hukum atau tidak
berakhlak, dan akan melaksanakan fungsi jabatan kami tanpa
gentar, tanpa pandang bulu, dan tanpa prasangka. Kami tidak
akan mengungkapkan kepada yang tidak berwenang kesaksian
atau keterangan dalam suatu persoalan yang belum
terselesaikan yang kami peroleh dalam jabatan kami dan yang
akan menimbulkan prasangka-prasangka terhadap suatu isu
dari Badan-badan Peradilan yang ada atau akan ada, baik bagi
keuntungan atau kerugian seseorang atau kelompok orang.
Pada waktu berstatus sebagai petugas penegak hukum atau pada
setiap waktu kemudian dari itu, kami tidak akan mencoba untuk
mencari keuntungan pribadi. Kami sadar akan tanggung jawab
yang serius dalam Jabatan kami dalam pelaksanaan tugas-tugas,

Etika Profesi Polri I 115


kami sebagai abdi masyarakat, akan berusaha untuk memberi
hiburan, nasehat dan bantuan kepada mereka yang mungkin
membutuhkan manfaat-manfaat demikian. Sebagai seorang
polisi, kami akan memerangi musuh-musuh Negara kami,
menegakkan Undang-undang dan prinsip-prinsipnya, dan
sebagai seorang Pembina masyarakat, akan berusaha
memberantas penjahat dan kejahatan yang mengganggu tertib
sosial masyarakat kami dan mendukung proses-proses
Peradilan dan Pemerintahan kami. Kami akan berusaha untuk
menjadi guru maupun murid yang baik dalam seni dan ilmu
penegakan hukum. Sebagai ahli hukum kami akan selalu
meningkatkan pengetahuan tentang semua Undang-undang
bidang kami dan memelihara keagungan dan martabat Undang-
undang. Sebagai seorang ilmuwan, kami akan berusaha belajar
tentang kebenaran yang pasti dan tentang kekeliruan dan
kekurangan pengetahuan hukum kami. Sebagai seorang ahli
hukum kami akan berusaha untuk menggunakan keahlian kami
untuk membuat setiap penugasan mencapai sukses/prestasi,
dan sebagai warga masyarakat kami akan bersikap bersahabat
dan menghormati semua warga negara, dan sebagai seorang
petugas kami akan selalu setia terhadap semua tugas kami,
organisasi dan negara kami. Kami akan mendukung dan
membela Undang-Undang Dasar Amerika Serikat terhadap
semua musuhnya, baik dari dalam maupun dari luar negri, kami
akan setia pada kebijaksanaan Pemerintah, dan akan selalu
berusaha bekerjasama dan meningkatkan kerja sama dengan
semua badan penegak hukum dan para petugas yang
dilembagakan menurut peraturan, dalam melaksanakan tugas-
tugas demi kepentingan dan kewajiban bersama.
Sumpah Jabatan ini diintrodusir oleh J. Edgar Hoover, Direktur
FBI , Washington DC.

116 I Etika Profesi Polri


4. Hakekat Undang-undang Kode Etik dan Sumpah FBI.
Jika dibandingkan Kode Etik, Undang undang Kode Etik dan
Sumpah FBI pada hakekatnya mengandung unsur-unsur :
a. Bhakti pengabdian yang dilandasi kasih sayang dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas, kesetiaan kepada
Negara dan Bangsa. Polisi adalah abdi utama darpada Nusa
dan Bangsa.
b. Teladan. Menjadi teladan dalam menaati peraturan
perundang-undangan, menjunjung tinggi Lencana jabatan
sebagai kepercayaan masyarakat, setia kepada Etika profesi
(Dharma).
c. Waspada dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
d. Senantiasa berupaya untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan mempelajari kekurangan pada
pengetahuan hukum, dalam upaya membentuk kesatuan
yang profesional dalam pelaksanaan tugas kewajiban. Guna
mencapai sukses dan prestasi.
e. Pada hakekatnya esensi dari nilai-nilai dan norma-norma
moral yang terdapat dalam contoh-contoh Kode Etik /
Undang- undang dan Sumpah FBI diatas sudah tercakup
pada Etika Profesi Polri utamanya pada Tri Brata dan Catur
Prasetya.

5. Tindakan-tindakan yang tidak berahlak.


Agar mencakup segala segi persoalan-persoalan yang
menyangkut akhlak kepolisian, maka segi-segi yang negatif, yang
mencerminkan tindakan-tindakan yang tidak berakhlak dan
harus dihindarkan yaitu sebagai berikut
a. Ketidak jujuran.
b. Kekerasan yang kejam.
c. Pilih bulu.

Etika Profesi Polri I 117


d. Penerimaan hadiah dan menipu.
e. Mengambil milik orang tahanan.
f. Melanggar aturan dan peraturan.
g. Pelanggaran terhadap hak-hak sipil, penahanan ilegal,
penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah.
h. Kelakuan yang tidak sopan.
i. Dengan sengaja berlaku tidak efisien.
j. Kegagalan untuk menjadi makin baik.
k. Membocorkan keterangan konfidesiil.
l. Bicara jahat, memfitnah.
m. Pelanggaran terhadap komunikasi yang diberi sebagai hak
istimewa.

118 I Etika Profesi Polri


KERJA SAMA INTERNATIONAL
VI
DAN INSTRUMEN-INSTRUMEN PBB

1. Kerjasama Internasional dan Instrumen-instrumen PBB yang


berkaitan dengan tugas Polisi.
a. Kerjasama internasional dalam penanggulangan kejahatan,
1) Trend perkembangan kejahatan sebagai akibat dari era
globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi
dan komunikasi maka kejahatan tidak mengenal batas-
batas negara,
2) Timbulnya organized crime, Trans national crime.
3) Kejahatan melibatkan pelaku dari negara lain atau
berbagai negara.
b. Masyarakat yang semakin maju disatu pihak mengakibatkan
semakin maju tata cara pencegahan dan penanggulangan
kejahatan dan dipihak lain dituntut semakin manusiawi
dalam memperlakukan pelaku dan korban kejahatan.
c. Tuntutan reformasi sekarang ini dimana isu-isu yang
berkembang adalah demokratisasi, supremasi hukum dalam
era globalisasi ini, maka sebagai anggota Polri dituntut pula
untuk mengetahui, memahami pedoman-pedoman
bertindak dalam pencegahan dan penanggulangan
kejahatan yang telah diadopsi PBB baik yang sudah
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia maupun yang belum.

Etika Profesi Polri I 119


2. Standar, Panduan dan Instrument-Instrumen dari PBB.
Dalam kaitannya dengan etika profesi Polri maka perlu
diketahui dan dipahami standar, panduan dan instrumen-
instrumen dari PBB, baik yang telah diratifikasi pemerintah
Indonesia maupun yang belum antara lain:
a. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (The
International Bill of Human right).
b. Standar aturan minimum perlakuan terhadap narapidana.
(Standard minimum rules of prisoner)
c. Deklarasi anti penyiksaan dan tindakan atau hukuman
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
manusia (Declaration against tortune and other cruel, in
human or degrading treatment or punishment).
d. Pedoman tindak tanduk untuk para penegak hukum (Code
of conduct for law enforcement official)
e. Prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata
api oleh petugas-petugas penegak hukum. (Basic principle
on the use of force and arms by law enforcement official)

3. Aturan-aturan Tingkah laku bagi Petugas Penegak Hukum.


a. Pasal 1.
Para petugas penegak hukum sepanjang waktu harus
memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh
hukum, dengan melayani masyarakat dan dengan
melindungi semua orang dari perbuatan-perbuatan yang
tidak sah, konsisten dengan tingkat pertanggungjawaban
yang tinggi yang dipercayakan oleh profesi mereka.
b. Pasal 2.
Dalam melaksanakan kewajiban mereka, para petugas
penegak hukum harus menghormati dan melindungi

120 I Etika Profesi Polri


martabat manusia, dan menjaga serta menjunjung tinggi
hak-hak asasi semua orang.
c. Pasal 3.
Para petugas penegak hukum dapat menggunakan
kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan dan sampai
sejauh yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan kewajiban
mereka.
d. Pasal 4.
Masalah-masalah yang mempunyai sifat rahasia dalam
pemilikan para petugas penegak hukum harus dijaga tetap
rahasia, kecuali jika pelaksanaan kewajiban atau
kebutuhan-kebutuhan peradilan sepenuhnya memerlukan
sebaliknya.
e. Pasal 5.
Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat
membebankan, menghasut atau membiarkan perbuatan
penganiayaan apa pun atau perlakuan kejam lain, tidak
manusiawi atau hukuman yang menghinakan, dan juga
tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintah-
perintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian
seperti keadaan perang, ancaman perang, ancaman
terhadap keamanan nasional. Ketidakstabilan politik
internal atau keadaan darurat umum yang lain apa pun
sebagai pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan
kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang
menghinakan.
f. Para petugas penegak hukum harus menjamin perlindungan
penuh untuk kesehatan orang-orang dalam tahanan mereka,
dan terutama harus mengambil tindakan segera untuk
menjamin perawatan kesehatan setiap waktu diperlukan.

Etika Profesi Polri I 121


g. Para petugas penegak hukum tidak dapat melakukan tindak
korupsi apa pun. Mereka juga harus dengan keras melawan
dan memerangi semua perbuatan semacam itu.
h. Para petugas penegak hukum harus menghormati hukum
dan Undang-undang yang sekarang ini. Mereka harus juga
sampai pada kemampuan mereka yang terbaik, mencegah
dan dengan keras menentang setiap pelanggaran terhadap
mereka.
i. Para petugas penegak hukum yang mempunyai alasan
untuk meyakini bahwa suatu pelanggaran terhadap undang-
undang yang sekarang ini telah terjadi, atau kira-kira terjadi
harus melaporkan masalah itu kepada para penguasa atasan
mereka dan bila perlu, kepada penguasa lain yang tepat,
yang diberi kekuasaan untuk meninjau kembali atau
kekuasan penggantian kerugian.

122 I Etika Profesi Polri


VII
PEMBINAAN ETIKA PROFESI POLRI

1. Methode Pembinaan Profesi Polri.


a. Mulai dari diri sendiri. Dengan berdasarkan atas kehendak
baik untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajiban sebagai Polri dan dengan tujuan pengabdian
untuk kemanfaatan masyarakat dimana masyarakat merasa
dilindungi, dilayani dan diayomi oleh Polri. Polisi harus
sadar dan berani serta mau mereformsi budaya perilaku
anggotanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma moral, kalau tidak maka bukan tidak mungkin pada
suatu saat Polisi dipaksa oleh pihak lain untuk mereformasi
dirinya.
b. Kuasai/pelajari dengan baik Etika Profesi Polri. Pelajari
etika profesi sehingga betul-betul dimengerti, dipahami dan
dihayati
c. Implementasi Etika Profesi Polri. Dengan penghayatan Tri
Brata, Catur Prasetya maka etika profesi merupakan etika
keutamaan dimana adanya kecendrungan tetap yang
tercermin pada setiap perilaku setiap anggota Polri dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya
sebagai Bhayangkara abdi utama daripada nusa dan bangsa
d. Selanjutnya etika profesi yang merupakan ilmu, setelah
dimengerti, dipahami dan dihayati dan diimplementasikan
akan menjadi etos Polri yang merupakan jati diri yang

Etika Profesi Polri I 123


menjadi karakteristik Polri sehingga Polri sebagai kesatuan
akan dipercaya dan dicintai masyarakat.
e. Pada hakekatnya setiap anggota Polri adalah pemimpin.
Sebagai pemimpin maka dia wajib memberikan contoh
teladan bagi anak buahnya dan masyarakat. Dengan
demikian masyarakat akan percaya dan mencintai Polrinya
dan pada akhirnya masyarakat akan berpartisipasi optimal
membantu pelaksanaan tugas Polri.

2. Lapangan pembinaan profesi.


a. Seleksi calon anggota Polri yang baik.
Seleksi calon anggota Polri yang baik, obyektif, adil dan
transparan untuk mendapatkan calon anggota Polri yang
memiliki struktur kepribadian yang baik, yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa serta memiliki
penguasaan ilmu pengetahuan yang baik.
b. Proses penanaman di Lembaga Pendidikan.
1) Lembaga pendidikan tidak saja hanya memberi
pelajaran kepada anak didiknya untuk menjadi orang
yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi tetapi tugas utamanya justru untuk
membentuk keimanan dan ketaqwaan serta ahlak
mulia yang merupakan jati diri /karakter anggota Polri.
(UUD tahun 1945 pasal 31 ayat (3). Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistim
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta ahlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang).

124 I Etika Profesi Polri


2) Semua personil Lemdik utamanya para instruktur dan
pimpinan Lemdik mampu bertingkah laku yang dapat
dicontoh/diteladani oleh para siswa.
3) Tersedianya bahan ajaran etika profesi yang mudah
dimengerti, dipahami dan dihayati oleh para siswa
sesuai dengan jenjang pendidikannya
4) Diberikan oleh pengajar yang menguasai materi etika
dengan kemampuan, methode penyajian yang baik dan
menarik, didukung alins alongins yang cukup memadai,
sehingga para siswa akan mudah mengerti, memahami,
dan menghayati serta dapat diamalkan dalam tingkah
lakunya.
c. Proses pemeliharaan, pemupukan dan pengembangan
didalam praktek penugasan di lapangan.
1) Penempatan para lulusan Lemdik “Orang yang tepat/
benar pada tempat yang tepat/benar”.
2) Pembinaan Sumber Daya manusia mengacu kepada
merit system.
3) Dibutuhkan pimpinan/mentor yang baik yang mampu
menguasai, melatih, membimbing, membina dan
memberi contoh/ teladan dan petunjuk-petunjuk yang
benar dan baik.
4) Diperlukan adanya lingkungan yang baik yang
mendukung terlaksananya pemeliharaan etika.
5) Mengusahakan adanya jaminan kesejahteraan anggota
yang cukup memadai.
6) Memberikan pujian atau penghargaan bagi anggota
yang menunjukkan prestasi dan sebaliknya menindak/
menjatuhkan sanksi yang adil terhadap anggota yang
melakukan penyimpangan.

Etika Profesi Polri I 125


7) Penegakan KEPP yang konsisten terhadap setiap
adanya dugaan pelanggaran / pelanggaran KEPP.
d. Mengadakan evaluasi atas implementasi KEPP guna
peningkatan dan penyempurnaan serta pengembangan
Etika Profesi Polri dalam upaya untuk lebih
mengoptimalkan pemuliaan profesi Polri.

3. Sasaran Pembinaan Profesi Polri.


a. Peningkatan kinerja Polri sehingga karya nyatanya dalam
melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban Polri
semakin menunjukkan trend yang semakin meningkat,
melebihi laju peningkatan trend tuntutan / harapan
masyarakat. Yang berarti kinerja Polri dalam wujud karya
nyata, pada suatu saat mampu melebihi harapan
masyarakat disatu pihak dan dipihak lain semakin
mendekati nilai-nilai dari etika profesi Polri dan idealnya
berimpit dengan nilai-nilai yang terkandung pada etika
profesi Polri. Ini merupakan sasaran yang seharus dicapai
yang menuntut upaya pembinaan yang tidak kenal henti
yang dicapai dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
untuk senantiasa dapat dilaksanakan upaya-upaya
penyempurnaan yang konsisten dan berlanjut.

126 I Etika Profesi Polri


b. Sasaran pembinaan profesi Polri.

Nilai-nilai seharusnya polisi yang ideal P2


C ideal
(sesuai etika Profesi Polri) sebagai
cita-cita (das sollen) P1 D

A 2016 2020 2020+1 2020+n 2020+n1

Sasaran pembinaan Profesi Polri dapat mewujudkan


peningkatan kinerja Polri (A P1 dan P1 P2) lebih cepat dari
laju peningkatan harapan masyarakat (B P1 dan P1 D)
sehingga pada tahun 2020+n kinerja Polri bisa berhimpitan
dengan harapan masyarakat dan idealnya pada tahun
2020+n1 kinerja Polri sudah bisa mencapai P2 sebagaimana
yang dicita-citakan (das sollen).

Etika Profesi Polri I 127


VIII
PENUTUP

1 Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut Polisi yang


profesional yang pada hakekatnya memiliki dua ciri utama yakni
keahlian profesi dan etika profesi. Penguasaan keahlian dan
penghayatan nilai-nilai dan norma-norma profesi, sama-sama
menentukan sejauh mana kadar profesionalisme profesi Polri,
yang terefleksi dalam perilaku etis anggota dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya di medan pengabdiannya sebagai abdi
utama daripada nusa dan bangsa. Tetapi dalam hal ini, Etika
Profesi Polri adalah landasan/dasar dimana ditanamkan,
ditumbuhkembangkan profesionalisme Polri yang semakin
dituntut masyarakat. Wujud tindakan/perilaku etis anggota
Polri di lapangan yang konkrit, langsung menyentuh dan
merebut hati masyarakat yang terdalam yang akan menentukan
sejauh mana kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap
Polri.

2 Pembinaan Profesi Polri sampai saat ini belum mencapai apa


yang menjadi harapan, baik masyarakat maupun sasaran yang
ingin dicapai Polri sendiri. Karena itu harus ada evaluasi atas
implementasi etika profesi selama ini guna diadakan akselerasi/
percepatan penyempurnaan upaya pembinaan profesi Polri.

128 I Etika Profesi Polri


ETIKA PROFESI POLRI DAN
PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT

TRI BRATA.
1. Tri Brata.
a. 3 Mei 1954 oleh Drs. Soeparno Soeriaatmadja diikrarkan
pada wisuda Mahasiswa PTIK Akt II Abimayu.
b. 1 Juli 1955 Tri Brata dijadikan Pedoman Hidup Polri.
2. Pemaknaan Baru Tri Brata
Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/17/VI/2002 tanggal 24 Juni
2002.

Catur Prasetia.
1. Catur Prasetya.
1 Juli 1960 Catur Prasetya dijadikan Pedoman Karya Polri.
2. Pemaknaan Baru Catur Prasetya.
Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/39/IX/2004.

Kode Etik Profesi

1. Pada Rapat Kepala Polisi Komisariat seluruh Indonesia di


Bandung tanggal 5 s/d 7 Mei 1958 disahkan rumusan tentang
Pedoman Lanjutan Tri Brata. ( 15 Butir)
2. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. SKEP/213/VII/1985, tanggal 1
Juli 1985, disahkan rumusan tentang Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
3. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001 tanggal 7 Maret
2001, tentang Kode Etik Profesi Polri.
4. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/04/III/2001 tanggal 7 Maret
2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Umum Kode Etik
Profesi Polri (sebagai realisasi pasal 23 UU No 28 tahun 1997
tentang Polri dan Tap MPR RI No: VI tahun 2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri).

Etika Profesi Polri I 129


5. Keputusan Kapolri No. Pol. KEP/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003
tentang Kode Etik Profesi Polri.
6. Keputusan Kapolri No. Pol. 33/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003
tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri.
7. Peraturan Kapolri No. Pol. 7 Tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006
tentang Kode Etik Profesi Polri.
8. Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang
Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
9. Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011, tanggal 1 Oktober 2011,
tentang Kode Etik Profesi Polri.
10. Peraturan Kapolri No. 19 Tahun 2012 tanggal 4 September 2012,
tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode
Etik Polri.

Peraturan Pemerintah.
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2003,
tanggal 1 Januari 2003, tentang Pemberhentian Anggota Polri.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2003,
tanggal 1 Januari 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.

130 I Etika Profesi Polri


DAFTAR PUSTAKA
1. Achmad Turan & I.G. Putu Gunawan dkk, Jenderal Polisi R.S.
Soekanto Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia, PT Karya
Jaya bekerjasama dengan YBB Polri Pusat, Jakarta, 2000.
2. Awaloedin Djamin, Agenda Reformasi Polri Pasca Sidang
Istimewa MPR Ri 2001, PTIK Press, Jakarta.
3. Franz Magnis – Suseno, 2002, Etika Dasar Masalah-masalah
pokok Filsafat Moral, Penerbit Kanisius, Jakarta.
4. H. Irianto Kombes Pol, Kuliah kepada Mahasiswa STIK – PTIK
Angkatan 69 pada tanggal 29 Pebruari 2016, Jakarta.
5. K. Bertens, 2001, Etika, PT Gramedia Utama, Jakarta.
6. Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal , Jakarta.
7. Kunarto, 2001, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal,
Jakarta.
8. Kunarto, 1997, Tri Brata Catur Prasetya, Sejarah - Perspektif &
Manunggal, Jakarta. Prospeknya, Cipta
9. Nurcholis Kombes Pol, Kuliah kepada Mahasiswa STIK – PTIK
angkatan 69 pada tanggal 29 Pebruari 2006, Jakarta.
10. Pimpinan MPR Periode 2009 – 2014, Empat Pilar kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.
11. R. Soeparno Soeria Atmadja, 1969, Tri Brata, Jajasan Subarkah-
Mintaraga, Jakarta.
12. Sorjono Soekanto, 1980, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, C.V
Rajawali, Jakarta.
13. William G Bailey, 1995, The Encyclopedia of Police Science, terj
Angkatan VII K.I.K. UI, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu
Kepolisian, Jakarta.
14. Peter Baehr, Pieter van Dijk, Adnan Buyung Nasution, Leo
Zwaak, Instumen Internasional Pokok Hak-Hak asasi Manusia,
Yayasan Obor Indonesia Jakarta, 2001.

Etika Profesi Polri I 131

Anda mungkin juga menyukai