Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
mengenai Link Budget Satelit

Makalahini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari


berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Makassar, 12 November 2017

Penulis,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Pendahuluan ............................................................................................ 1


1.2 Tujuan ..................................................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah...................................................................................... 1

BAB 2 ISI............................................................................................................ 2

2.1 Link Budget ............................................................................................. 2


2.2 Parameter-parameter Link Satelit ........................................................... 2
2.3 Contoh-contoh Perhitungan .................................................................... 2

BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................... 3


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Dengan berkembanganya zaman, maka akan berbanding lurus dengan


berkembangnya teknologi. Perkembangan teknologi ini bertujuan agar kebutuhan
manusia dapat terpenuhi dengan lebih mudah dan cepat tentunya efisiensi. Sistem
komunikasi radio merupakan salah satu teknologi telekomunikasi yang cepat dan
efisiensi dan sangat memungkinkan untuk digunakan pada komunikasi jarak jauh.
Salah satu pengebangan teknologi dari komunikasi radio ini adalah untuk
penggunaan alat transportasi kereta api dimana sistem komunikasi radio ini harus
mampu menciptakan jalinan komunikasi yang baik agar terwujud arus lalu lintas
yang tertib dan teratur.

Untuk mendapatkan sistem komunikasi yang baik, yang perlu dilakukan adalah
melakukan perhitungan link (link budget) dari sistem tersebut. Dalam perhitungan
link ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan diantaranya :

Perhitungan loss (redaman-redaman)


Perhitungan EIRP (Effective Isotropic Radiated Power)
Perhitungan RSL (Receiver Signal Level)
Perhitungan Fade Margin dan kualitas transmisi

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya untuk :

Mengerti apa itu link budget.


Mengetahui perhitungan parameter-parameter dalam link budget.
Memahami dan mengetahui hasil perhitungan tiap parameter dalam link
budget.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang diambil penulis hanya dalam perhitungan parameter link
budget seperti yang sudah disebutkan dalam pendahuluan.
BAB II

ISI

A. Link Budget

Perhitungan link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan


untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level
daya threshold (RSL Rth). Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss
guna mencapai SNR yang diinginkan di receiver. Sehingga jarak maksimum antara
transmitter dan receiver dapat bekerja dengan baik dapat ditentukan. Lingkungan
propagasi

B. Parameter-Parameter Link Satelit

1. Effective Isotropically Radiated Power (EIRP) Pada Link Satelit

Salah satu parameter dalam perhitungan link adalah EIRP, yaitu


besarnya daya suatu carrier yang dipancarkan oleh suatu antena. Bila daya
yang diperlukan tidak lebih dari 20 Watt biasanya digunakan SSPA, untuk
daya 600 Watt akan digunakan TWT, sedangkan untuk daya sampai 3
kiloWatt digunakan Klystron.

Di mana:

SSPA = Solid State Power Amplifier (Penguat daya RF)


TWT = Traveling Wave Tube (Tabung penguat daya sinyal RF)
Klystron = Tabung penguat utama ( Main amplifier)

Harga EIRP adalah hasil penjumlahan antara daya keluaran HPA


dengan penguatan antena dikurangi dengan redaman IFL (Interfacility
Link). Atau dapat dinyatakan dengan:

EIRP(dBw) = Pout HPA + G Loss_IFL

Di mana:

PoutHPA = Daya keluaran High Power Amplifier (dBw)

HPA adalah penguat daya gelombang RF sebelum ditransmisikan ke


satelit melalui antena.
G = Nilai penguatan Antena (dB)

Loss_IFL = Daya yang hilang pada IFL (dB)

IFL adalah yang biasa disebut feeder, berfungsi menyalurkan sinyal


RF dari indoor Equipment (perangkat didalam ruangan) kearah antena dan
sebaliknya.

Harga EIRP dapat diperkecil dan diperbesar dengan cara:

a. Memperkecil/memperbesar output HPA.


b. MemperkeciI/memperbesar penguatan antena.
c. Memperpanjang/memperpendek IFL.

2. Carrier To Noise Ratio (C/N)

Parameter satelit ini menyatakan besarnya carrier terhadap noise.


Harga (C/N) ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas
telekomunikasi yang akan diterapkan. Umumnya dalam perhitungan link
di atas adalah untuk sistem transmisi yang ideal, sehingga harga (C/N)
harus ditambahkan margin yang besarnya sekitar 1 sampai 1.5 dB.

Secara perhitungan, hubungan antara C dan N adalah sebagai berikut:

(C/N)u = EIRPsb L + Gs/Ts k B

Pada arah down-link satelit akan memancarkan carrier (Cd) dengan


EIRP bekerja pada titik operasi saturasinya. Sedangkan pada saat melewati
lintasan sepanjang (satelit-SB) akan mendapatkan redaman sebesar Ld.
Besarnya (C/N)d adalah:

(C/N)d = EIRPsat L + Gr/Tr k B

Setelah (C/N) up-link dan (C/N) down-link diperoleh, maka dapat


ditentukan (C/N)total dengan perhitungan rumus sebagai berikut:

(C/N)total = [(C/N)u -1 + (C/N)d -1] -1

Di mana:

(C/N)u = carrier to noise ratio pada saat up-link (dB)

(C/N)d = carrier to noise ratio pada saat down-link (dB)

L = total loss lintasan (dB)


Gr/Tr = gain to noise temperature penerima sb (dB/K)

Gs/Ts = gain to noise temperature penerima satelit (dB/oK)

k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/K-Hz)

B = bandwith operasi (dB-Hz)

(C/N)total = total carrier to noise ratio (dB)

3. Diameter Antena Satelit Bumi (D)

Parameter antena yang penting adalah diametemya, semakin besar


diameter antena akan diperoleh gain yang besar juga disamping itu akan
diperoleh juga beamwidth yang sempit/runcing. Dengan semakin
banyaknya satelit yang mengorbit di GSO, dimana jarak antara satelit
hanya 20 menyebabkan timbulnya carrier liar dari satelit-satelit yang
berdekatan dan saling mengganggu satu dengan yang lainnya.

4. Low Noise Amplifier (LNA)

Low Noise Amplifier (penguat yang berderau rendah) adalah bagian


dari sistem penerima yang menimbulkan noise (noise temperature), bila
dikombinasikan dengan gain antena penerima maka akan diperoleh nilai
G/T dari sistem penerima. Dengan kemajuan teknologi solid state saat ini
sudah dapat diperoleh LNA dengan noise temperature 35K sedangkan
yang banyak digunakan saat ini adalah LNA dengan noise temperature
sistem 55-80oK.

5. SFD, EIRP dan (G/T) Pada Satelit

Tiga parameter penting pada satelit adalah:

a. Saturated Flux Density (SFD)


b. GrT sistem penerima satelit
c. EIRP satelit ke arah Down-link
6. Free Space Loss, Redaman Atmosphere dan Redaman Hujan

Free space loss tergantung pada besamya jarak antara SB dan Satelit
dan juga besamya frekuensi operasinya. Sedangkan redaman atmosphere
dan redaman hujan untuk sistem satelit yang beroperasi pada frekuensi C-
band tidak menimbulkan pengaruh yang berarti.

7. Suhu Derau (T)

Suhu derau atau Noise Temperature atau disebut juga Equivalent


Noise Temperature adalah faktor yang berpengaruh dalam perhitungan
besarnya daya total dari noise yang timbul pada suatu konduktor. Noise
temperatur antena dapat didefinisikan sebagai temperatur suatu tahanan
yang dapat memberikan daya derau yang sama kepada terminal input
penerima. Seperti halnya antena yang dihubungkan dengan penerima itu.

Suhu derau sistem penerima besarnya tergantung dari banyaknya


faktor antara lain:

a. Suhu derau antena penerima.


b. Suhu derau saluran transmisi yang digunakan.
c. Suhu derau perangkat penerima antara lain LNA, Down-link.

Noise atau derau merupakan gerakan acak dari elektron-elektron


suatu konduktor karena kenaikan suhu diatas 0 K. Besarnya daya total
derau (Pn) yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pn(Watt) = k.T.B

Di mana: k = Konstanta Boltzman (1,374 x 1023) dalam J/K

T = Equivalent noise temperature (K)

B = Bandwidth dalam Hertz

Bila terjadi keadaan dimana ada dua sumber derau maka daya total
derau merupakan jumlah daya derau sumber tersebut. Bila dimisalkan
bahwa semua benda yang dapat menyerap radiasi dapat membangkitkan
derau, maka antena, atmospfir serta bumi dapat dianggap sebagai sumber
derau. Hal ini berarti tanah sekitar antena stasiun burni juga merupakan
suatu sumber derau, sehingga tanah tersebut dapat dianggap memiliki
ekivalen suhu derau. Besamya suhu derau tersebut dihitung dengan rumus
berikut:

Tc(K) = Tp (1 R)
Di mana:

Tc = Suhu derau tanah (bumi)

Tp = Suhu phisik dari tanah (bumi) tersebut

R = Koefisien refleksi dari tanah

Untuk mempermudah hitungan biasanya suhu phisik tanah


ditentukan besarnya 2900K sebagai suhu standar. Laut yang mempunyai
koefisien refleksi tinggi bukan merupakan sumber derau, akan tetapi tanah
yang memiliki koefisien refleksi sangat kecil mendekati nol memiliki suhu
derau mendekati 290oK. Suatu antena akan menghasilkan side-lobe yang
diakibatkan oleh spillover oleh pinggiran antena serta penyebaran
(pemercikan) energi pancaran oleh feed horn, sub-reflektor dan penyangga
sub-reflektor ini sangat mempengaruhi suhu derau dan antena tersebut.

Dalam prakteknya suhu derau antena stasiun bumi besarnya berkisar


antara 20oK sampai dengan 250 oK pada kedudukan elevasi vertikal. Jika
elevasi diturunkan maka suhu derau makin besar dan suhu derail akan
sangat naik tajam pada elevasi SOK sampai dengan 10oK.

Demikian pula angkasa atau space/sky sebagai penyerap radiasi juga


merupakan sumber derail yang dapat dianggap memiliki suhu derau efektif
yang diistilahkan Tspace atau Tsky. Suhu derau angkasa terdiri dari suhu
derail cosmic dan suhu derail atmosfer, sehingga dapat dituliskan:

T sky = T cosnic + (Latm -1) To-atm (K)

Di mana: Latm = redaman atmosfer (dalam ratio)

To-atm = suhu derail standar dari atmosfer

Tcosmic = suhu derau efektif dan cosmic

8. Suhu Derau Suatu Peredam

Suatu peredam merupakan suatu elemen yang menyerap energi,


karenanya juga memiliki suhu derau. Besarnya redaman dan suatu
peredam dapat didefinisikan sebagai:

Selain impedansi input dan impedansi output sama besar juga


impedansi internal sepanjang peredam tersebut sama besar dan konstan.
Tiap seksi dalam peredam tersebut selalu match satu dengan yang lain.
Oleh karena itu besarnya noise pada input (Ni) sama dengan besarnya
noise pada output (No).

Terlihat bahwa faktor derau dan suatu peredam (pasif) sama


dengan besarnya redamannya dalarn ratio. Dengan kata lain bahwa noise
figure peredam tersebut sama besar dengan besarnya redaman dalam dB.
Besarnya suhu derau peredam tersebut adalah:

Tf= (L -1) To

Dimana:

L dalam ratio bukan dalam dB.

Bila peredam tersebut bertingkat, maka besarnya faktor derau dan


suhu deraunya dapat dihitung sebagai berikut:

Faktor derau:

Ft= L1+(L2-1) L1+(L3-1) L1.L2 + (Ln-1) L1.L2 (Ln-1)

Suhu Derau:

Tn= (F1-1)To

9. Suhu Derau Suatu Sistem (Ts)

Sistem penerimaan dari suatu stasiun bumi tersusun alas beberapa jenis
peralatan yaitu mulai dari antena, saluran transmisi, LNA, serta receiver
dan lain-lain. Suhu derau suatu sistem penerimaan secara keseluruhan
dapat dihitung sebagai berikut:

Di mana:

Ta = suhu derau antena

Tf1 = suhu derrau feeder I (dari antena ke LNA)

TLNA = suhu derau LNA

TREC = suhu derau receiver


Tf2 = suhu derau feeder II (dari LNA ke receiver)

Lf1 = loss feeder I (dalam ratio, bukan dB)

Lf2 = loss feeder II (dalam ratio, bukan dB)

GLNA = gain dari LNA (bukan dalam dB)

G1 = gain feeder I

G2 = gain feeder II

Suhu derau sistem sangat dipengaruhi oleh suhu derau antena,


berarti sangat dipengaruhi oleh sudut elevasi antena. Suhu derau sistem
sangat dipengaruhi oleh suhu feeder dari antena ke LNA, berarti
dipengaruhi oleh loss feeder dari antena ke LNA. Makin panjang feeder
dari antena ke LNA, makin besar loss-nya berarti makin tinggi suhu derau
sistemnya. Oleh karena itu dapat dimengerti jika letak LNA pada stasiun
bumi sangat dekat dengan antena.

Suhu derau sistem juga sangat dipengaruhi oleh suhu derau LNA,
makin kecil suhu derau LNA makin rendah suhu derau sistem, oleh karena
itu diusahakan agar suhu derau LNA serendah mungkin. Pada umumnya
LNA tidak hanya terdiri atas satu tingkat penguat, maka suhu derau
penguat LNA tingkat I sangat menentukan suhu derau LNA.

10. Noise Factor atau Noise Figure (F)

Untuk suatu penguat yang juga merupakan sumber derau, maka


selain suhu derau juga dikenal istilah FAKTOR DERAU atau NOISE
FACTOR atau NOISE FIGURE. Jika noise factor dinyatakan tanpa
satuan (hanya perbandingan dalam kali atau ratio), maka noise figure
biasanya dinyatakan dalam satuan dB. Atau dapat dinyatakan dengan:

Noise Figure = 10 Log NF (dB)

Di mana:

Si = daya signal input

So = daya signal output.

Ni = daya noise input


No = daya noise output

Noise factor adalah perbandingan antara sinyal to noise pada


terminal input dengan sinyal to noise pada terminal output, yang
biasanya diukur pada suhu standar 290C. Bila dijabarkan maka dapat
diketahui hubungan antara noise factor dan efective noise temperature
sebagai berikut:

Di mana:

G = gain penguat (dB)

Nt = noise yang ditimbulkan penguat tersebut (dB)

Te = suhu derau efektif dari penguat tersebut (K)

Ne = daya derau efektif dari penguat tersebut (dB)

To = 290K

F dinyatakan dalam ratio bukan Db

11. Noise Factor Pada Penguat Bertingkat (F)

Bila menggunakan penguat bertingkat, cara menghitung noise factornya


adalah:

a. Untuk penguat bertingkat dua:


b. Untuk penguat bertingkat tiga:

Dari ketentuan-ketentuan di atas maka besarnya suhu derau efektif


dari penguat bertingkat tersebut dapat ditentukan:

Jelas bahwa suhu derau total maupun noise factor dari suatu
penguat bertingkat sangat dipengaruhi oleh suhu derau penguat tingkat
pertama, sedangkan penguat tingkat selanjutnya sangat kecil
pengaruhnya. Hal ini sangat perlu diperhatikan dalam merencanakan
penguat bertingkat.
12. Level Penerimaan (C)

Pada sistem komunikasi satelit, LNA harus sanggup menerima


sinyal yang sangat lemah dari satelit dan harus mampu memperkuat
sinyal tersebut sampai beberapa puluh dB agar dapat dicapai level yang
cukup untuk diberikan ke perangkat penerima. Yang menyebabkan
lemahnya level sinyal dari satelit, yaitu:

Daya pancar satelit sangat terbatas.

Jauhnya letak satelit terhadap lokasi stasiun bumi sehingga


propagasi dari satelit ke stasiun bumi sinyal tersebut mengalami redaman
lintasan yang cukup besar.

Besarnya level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi tergantung


pada daya pancar satelit yang dinyatakan sebagai EIRP satelit dan
tergantung pada besarnya gain terima stasiun bumi. Level sinyal yang
diterima oleh stasiun bumi dari satelit dapat diketahui dari rumus:

C(dBW) = EIRP Sat. (dBW) + Gr antena sb.(dB) -L (dB)

Di mana:

L = loss lintasan.

Jika dilihat dari persamaan di atas maka dapat diketahui besarnya


loss lintasan tergantung pada jarak dari satelit ke stasiun bumi clan
frekuensi kerja yang dipergunakan dalam link satelit. Loss lintasan juga
dipengaruhi oleh keadaan atmosfer dimana pada saat cuaca buruk dan
hujan lebat redaman atmosfer akan bertambah besar jika dibandingkan
dengan keadaan cuaca cerah, umumnya diambil besamya loss atmosfer
pada saat udara cerah adalah 0,3 dB dan pada saat cuaca sangat buruk
diambil harga 2 dB sid 2,5 dB.

13. Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss -Lfs)

Redaman ruang bebas untuk keperluan praktis dirumuskan sebagai


berikut:

Lfs (dB) = 32,45 + 20 Log D (km) + 20 Log F (Mhz)

Di mana:
Lfs = free space loss

D = jarak lintasan

F = frekuensi kerja yang digunakan

14. Total Loss Lintasan (L)

Besarnya total loss lintasan dapat dirumuskan sebagai berikut:

L (dB) = Lfs (dB) + Loss atmosfer (dB)

15. Carrier to Noise Temperature Ratio (C/T)

Carrier to noise temperature ratio juga merupakan parameter yang


sangat diperhitungkan dalam menganalisis link satelit. Carrier to noise
temperature ratio ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Jika dinyatakan dalam (dB):

(C/T) = EIRPsat (dBW) + G/T (dB/oK) L(dB)

16. Gain to Noise Temperature Ratio (G/T)

G/T adalah perbandingan antara gain antena penerima terhadap


temperatur derau sistem penerima. Besaran ini sangat menentukan
kepekaan dalam penerimaan sinyal. Perhitungan gain to noise
temperature ratio dapat diuraikan sebagai berikut:

G/T = G 10 log Ts

17. Gain Antena Parabola (G)

Gain antena parabola (penguatan daya pada antena parabola) dapat


ditentukan dengan menggunakan rumus:

Di mana:

D = diamater antena parabola (m)

= panjang gelombang sinyal (m)

n = efisiensi luas tangkap (aperature efficiency)


Atau dalam decibel:

G (dB) = 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log n

Di mana:

f = frekuensi kerja (GHz)

D = diameter antena parabola (m)

n = efisiensi luas tangkap (aperature efficiency)

C. Contoh contoh Perhitungan

1. Contoh Perhitungan Carrier to Noise Ratio (C/N):

a. Sistem komunikasi satelit memiliki parameter berikut:

Up-link: Daya output HPA, 30 dBW

Gain antena, 54 dB

Redaman IFL (inter facility link), 1,5 dB

G/T Satelit, 1 dB/oK

Konstanta Boltzman, -228,6 dBW/oK

Bandwidth operasi, 36 Mhz (=75,6 dB-Hz)

Down-link:

EIRP satelit, 36 dBW

G/S stasiun bumi, 34,5 dB/oK

Redaman tracking antena, 0,9 dB

Dihitung harga (C/N)u, (C/N)d dan (C/N)total.

Jawab:

(C/N)u = Pt + Gt -Lu -L + Gs/Ts k B (dB)

= 30dBW+54dB+199dB 1,5dB + (-!)dB/0K (-


228,6)dBdBW/0K-Hz 75,6dB-Hz

= 35,5 dB
(C/N)d = ElRPsatur, sat Ld L + Gr/Tr k B (dB)

= 36 dBW 194,6 dB 0,9 dB + 34,5 dB/0K -(-


228,6)dBW/0K-Hz -75,6 dB-Hz

= 28 dB

(C/N)total = {(C/N)U-1 + (C/N)d-1}-1

= 10 Log {(1035,5/10)-1 + (1028/10)-1}dB

= 27,29 dB

b. Sistem komunikasi satelit memiliki parameter sebagai berikut:

Karakteristik satelit: Ban frekuensi, 6/4 Ghz

SFD, -82 dBW/m2

G/T, -2 dB/oK

EIRPsaturasi, 36 dBW

FSL 6/4 Ghz, 199/194,6 dB

Karakteristik SB penerima:

Gain antena., 45 dBi

Noise temperature LNA, 800K

IFL, 0,3 dB

Karakteristik SB pemancar:

EIRP, 60 dBW

IFL, 0,3 dB

Dihitung harga (C/N)u, (C/N)d dan (C/N)total.

Jawab:

(C/N)u = 60 dBW-199 dB -0,3 dB+(-2) dB/oK -(-228,6) dB dBW/oK-Hz

= 147,3 dB
(C/N)d = 36dBW -194,6dB-0,3 dB+24,4 dB/0K-(-228,6) dB dBW/0K-Hz

= 154,1 dB

(C/N)total= {(C/N)u-1 + (C/N)d-1}-1

= -10 Log {(1014,73)-1 + (1015,41)-1}dB

= 146,47 dB

2. Contoh Perhitungan Suhu Derau Peredam (Tf):

a. Bila suatu peredam memiliki redaman sebesar 10 dB, maka besarnya


suhu derau peredam tersebut dapat dihitung:

Tf = (L -1)To , L adalah redaman dalam ratio, To = 290oK

Redaman = 10 dB 10 = 10 Log L L = 10

Jawab:

Tf = (10-1) 290oK = 1610oK

b. Bila dua buah peredam yang dihubungkan masing-masing memiliki


redaman sebesar 10 dB, hitung suhu derau total dari kedua redaman
tersebut.

Perhitungan:

Redaman masing-masing peredam adalah 10 dB.

Loss factor masing-masing redaman dapat dicari sebagai berikut:

L1 : 10 = 10 Log L1, L1= 10

L2 : 10 = 10 Log L2, L2= 10

Jawab:

F = L1+(L2 1 ) L1

= 10+(10-1) 10
= 10 + 90

= 100

Suhu derau total:

Ttot = (F 1)To

= (100-1 )2900K

= 287100K

c. Bila ada suatu redaman sebesar 20 dB.

Maka suhu derau dapat dihitung:

20 = 10 Log L Ttotal = (100-1) 290 K

2 = Log L = 28710 K = 28710 K

L = 100

Dari perhitungan-perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa


suhu derau suatu peredam besarnya tergantung pada besarnya
redaman dan tidak tergantung pada komposisi peredam tersebut
(terdiri atas satu atau lebih redaman sama saja).

3. Contoh Perhitungan Gain to Noise Temperature Ratio (G/T):

a. Misal dengan kondisi jelek:

Sistem penerima stasiun bumi terdiri:

Antena dengan gain 50 dB dan suhu derau 400K

Feeder dari antena ke LNA dengan LS5 sebesar 10 db

LNA, dengan gain 50 dB clan noise figure 10 dB

Feeder dari LNA ke receiver dengan loss sebesar 3,010 dB

Receiver dengan noise figure 10 dB dan gain 30 dB

Tentukan G/T penerima!


Jawab:

Feeder I:

Loss = 10 dB 10 = 10 Log Ln

1 = Log Ln

Ln = 10

Suhu derau feeder I:

Tn = (Ln -1).290oK

= (10 -1).290oK

= 2610OK

LNA: Noise figure = 10 dB

Noise Factor (F): 10 = 10 Log F

F = 10

Suhu derau (TLNA) = (F -1).290oK

= (10 -1).290oK

= 2610OK

Gain LNA (GLNA) = 50 dB dirubah dalam ratio

10 Log GLNA = 50

Log GLNA =5

GLNA = 100.000 kali

Feeder II:

Loss = 3,010 dB

berarti 10 Log Lf2 = 3,010 Lf2 = 2

Suhu derau feeder II: Tf2 = (2-1).290oK

= 290oK

Receiver:
Noise figure = 10 dB

10 log F = 10

F = 10

Suhu derau receiver:

TREC = (F -1). To

= (10- 1).290oK

= 2610oK

Suhu derau sistem penerimaan:

Ts = 40 + 2610 + 2610.10 + (290.10/100000) + (10.2.2610/100000)

= 28750,551K

G/T = Ga -10 Log Ts

= (50 -10 Log 28750,551) dB/oK

= 5,414 dB/oK

b. Misal dengan kondisi baik.

Sistem penerima stasiun bumi terdiri

Antena dengan gain 53 dB dan suhu derau 28,285K

Feeder dari antena ke LNA dengan loss sebesar 0,4 dB

LNA dengan gain 50 dB dan Suhu derau 40 dB

Feeder dari LNA ke receiver dengan loss sebesar 3,010 dB

Receiver dengan suhu derou 10 dB dan gain 30 dB

Tentukan G/T penerima!

Jawab:

Antena:

Ga = 50 dB, Ta = 28,235K

Feeder I:
Loss feeder = 0,4 dB 10 Log L = 0,4

L = 1,096

Suhu derau feeder :

Tf1 = (1,096 -1).290oK = 27,84K

LNA:

GLNA = 50 dB; TLNA = 40oK

Feeder II:

Loss feeder = 3,010 dB 10 Log L = 3,010

L=2

Suhu derau feeder II:

Tf2 = (2 -1).290oK = 290oK

Receiver:

GREC = 30 dB, TREC = 1450oK

Suhu derau sistem penerima:

Ts = 28,285 + 27,84 + 1,096.40 + (1,096.290/1E+5) + (1,096,2. 1450/1E+5)

= 100oK

G/T = Ga -10 Log Ts

= 53 -10 Log 100

= 33 dB/oK
4. Contoh Perhitungan Suhu Derau Efektif (Te)

a. Bila diketahui noise figure suatu penguat sebesar 10 dB, suhu derau
efektif penguat tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

Noise Figure = 10 Log F

10 = 10 Log F

1 = Log F

F = 10

Jadi derau efektif

(Te) = (F-1).To

Te = (10 -1).2900K

Te = 26100K

b. Bila diketahui noise figure penguat sebesar 3 dB, besarnya suhu derau
efektif adalah :

3 = 10 log F

0.3 = log F

F=2

Jadi besarnya Te adalah :

Te = (2 -1).290K= 290K

5. Contoh Perhitungan Faktor Derau (F)

Suatu LNA terdiri dari dua tingkat penguat, dimana penguat I


merniliki suhu derau (efektif sebesar 100oK dengan gain sebesar 40
dB, sedangkan penguat II memiliki suhu I derau sebesar 200oK dan
penguatan sebesar 30 dB. Berapa suhu derau dan noise factor LNA
tersebut?

Jawab:

Penguat I : T1 = 100oK
G1 = 40 dB = 10.000 kali

Penguat II : T2 = 2000K

G2 = 30 dB = 1000 kali

Jadi besarnya suhu derau LNA tersebut adalah:

Ttotal = 100,02K

Besarnya faktor derau adalah:

= 1 + (100,02/290) = 1,34

6. Contoh Perhitungan Level Penerimaan (C)

Stasiun bumi menerima sinyal dari satelit Palapa B yang memiliki


daya output 9,8 dBW, gain antena transmit 25,5 dB clan loss output
multiplexer sebesar 1 dB. Stasiun bumi tersebut menggunakan antena
yang berdiameter 5 meter dengan efisiensi 67 %. Jarak satelit dengan
stasiun bumi tersebut 36.000 km. Hitung level carrier yang diterima oleh
stasiun bumi tersebut jika frekuensi yang digunakan adalah 4 Ghz,
redaman atmosfer 2,5 dB.

Jawab:

EIRP Satelit = Pout + Gt -loss multiplexe

= (9,8 + 25,5 -1) dBW

= 34,3 dBW

Lfs = 32,45 + 20 Log D + 20 Log F

= 32,45 + 20 Log 36000 + 20 Log 4000

= 195,61 dB

Total loss lintasan = Lfs + loss atmosfer


=19561+25

= 198,11 dB

Receive gain antena SB:

G = 20,4 10 Log n + 20 Log d + 20 Log F

= 20,4 10 Log 0,67 + 20 Log 5 + 20 Log 4

= 20,4 1,74 + 13,98 + 12,04

= 44,68 dB

Level carrier yang diterima SB:

C = EIRPsat + Gant.sb Loss lintasan

= 34,3+44,68-198,11

= -150 dBw

Dari contoh tersebut di atas terlihat betapa lemahnya sinyal yang diterima
stasiun bumi. Selain itu juga harus dipertimbangkan tentang derau yang muncul,
mana sinyal harus mempunyai level yang jauh diatas derau yang muncul.
BAB III
KESIMPULAN

Link Budget Satelit adalah suatu metode perhitungan dalam perencanaan


dan pengoperasian jaringan komunikasi menggunakan satelit. Tujuan dilakaukan
perhitungan link budget yaitu untuk mengetahui power optimal yang perlu diterima
transponder, mengetahui kebutuhanpower HPA dan kapasitas transponder.
Parameter parameter yang digunakan dalam menghitung link budget adalah :
Perhitungan loss (redaman-redaman)
Perhitungan EIRP (Effective Isotropic Radiated Power)
Perhitungan RSL (Receiver Signal Level)
Perhitungan Fade Margin dan kualitas transmisi

Anda mungkin juga menyukai