Anda di halaman 1dari 10

PARAMETER LINK BUDGET SATELIT

Link budget satelit adalah suatu metode perhitungan link dalam


perencanaan dan pengoperasian jaringan komunikasi menggunakan satelit.
Dengan menghitung setiap parameter yang terdapat didalamnya, diharapkan akan
diperoleh link satelit yang optimum dan efisien. Tujuan dari perhitungan link
budget ini adalah untuk mengetahui power optimal yang perlu diterima
transponder, mengetahui kebutuhan power HPA, dan kapasitas transponder.

Beberapa Parameter-Parameter Link budget Satelit :

1.    Effective Isotropically Radiated Power (EIRP) Pada Link Satelit

Salah satu parameter dalam perhitungan link adalah EIRP, yaitu besarnya daya
suatu carrier yang dipancarkan oleh suatu antena. Bila daya yang diperlukan tidak
lebih dari 20 Watt biasanya digunakan SSPA, untuk daya 600 Watt akan
digunakan TWT, sedangkan untuk daya sampai 3 kiloWatt digunakan Klystron.

Di mana:   

 SSPA = Solid State Power Amplifier (Penguat daya RF)

 TWT = Traveling Wave Tube (Tabung penguat daya sinyal RF)

 Klystron = Tabung penguat utama ( Main amplifier)

Harga EIRP adalah hasil penjumlahan antara daya keluaran HPA dengan
penguatan antena dikurangi dengan redaman IFL (Interfacility Link). Atau dapat
dinyatakan dengan:

EIRP(dBw) = Pout HPA + G – Loss_IFL

Di mana:   

 PoutHPA  =   Daya keluaran High Power Amplifier (dBw).

 G     =     Nilai penguatan Antena (dB)

 Loss_IFL     =     Daya yang hilang pada IFL (dB)


HPA adalah penguat daya gelombang RF sebelum ditransmisikan ke satelit
melalui antena.IFL adalah yang biasa disebut feeder, berfungsi menyalurkan
sinyal RF dari indoor Equipment (perangkat didalam ruangan) kearah antena dan
sebaliknya.

Harga EIRP dapat diperkecil dan diperbesar dengan cara:

 Memperkecil/memperbesar output HPA.

 MemperkeciI/memperbesar penguatan antena.

 Memperpanjang/memperpendek IFL.

2. Carrier To Noise Ratio (C/N)

Parameter satelit ini menyatakan besarnya carrier terhadap noise. Harga


(C/N) ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas telekomunikasi yang
akan diterapkan. Umumnya dalam perhitungan link di atas adalah untuk sistem
transmisi yang ideal, sehingga harga (C/N) harus ditambahkan margin yang
besarnya sekitar 1 sampai 1,5 db.

Secara perhitungan, hubungan antara C dan N adalah sebagai berikut:

(C/N)u = EIRPsb – L + Gs/Ts – k – B

Pada arah down-link satelit akan memancarkan carrier (Cd) dengan EIRP
bekerja pada titik operasi saturasinya.Sedangkan pada saat melewati lintasan
sepanjang (satelit-SB) akan mendapatkan redaman sebesar Ld. Besarnya (C/N)d
adalah:

(C/N)d  = EIRPsat – L + Gr/Tr – k – B

Setelah (C/N) up-link dan (C/N) down-link diperoleh, maka dapat


ditentukan (C/N)total dengan perhitungan rumus sebagai berikut:

(C/N)total = [(C/N)u -1 + (C/N)d -1] -1

Di mana:   

 (C/N)u = carrier to noise ratio pada saat up-link (dB)

 (C/N)d = carrier to noise ratio pada saat down-link (dB)

 L = total loss lintasan (dB)


 Gr/Tr = gain to noise temperature penerima sb (dB/ºK)

 Gs/Ts = gain to noise temperature penerima satelit (dB/oK)

 k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/ºK-Hz)

 B = bandwith operasi (dB-Hz)

 (C/N)total = total carrier to noise ratio (dB)

3. Diameter Antena Satelit Bumi (D)

Parameter antena yang penting adalah diametemya, semakin besar


diameter antena akan diperoleh gain yang besar juga disamping itu akan diperoleh
juga beamwidth yang sempit/runcing. Dengan semakin banyaknya satelit yang
mengorbit di GSO, dimana jarak antara satelit hanya 20 menyebabkan timbulnya
carrier liar dari satelit-satelit yang berdekatan dan saling mengganggu satu dengan
yang lainnya.

4. Low Noise Amplifier (LNA)

Low Noise Amplifier (penguat yang berderau rendah) adalah bagian dari
sistem penerima yang menimbulkan noise (noise temperature), bila
dikombinasikan dengan gain antena penerima maka akan diperoleh nilai G/T dari
sistem penerima. Dengan kemajuan teknologi solid state saat ini sudah dapat
diperoleh LNA dengan noise temperature 35°K sedangkan yang banyak
digunakan saat ini adalah LNA dengan noise temperature sistem 55°-80oK.

5. SFD, EIRP dan (G/T) Pada Satelit

Tiga parameter penting pada satelit adalah:

 Saturated Flux Density (SFD)

 GrT sistem penerima satelit

 EIRP satelit ke arah Down-link

6. Free Space Loss, Redaman Atmosphere dan Redaman Hujan

Free space loss tergantung pada besamya jarak antara SB dan Satelit dan
juga besamya frekuensi operasinya. Sedangkan redaman atmosphere dan redaman
hujan untuk sistem satelit yang beroperasi pada frekuensi C-band tidak
menimbulkan pengaruh yang berarti.
7.   Suhu Derau (T)

Suhu derau atau Noise Temperature atau disebut juga Equivalent Noise
Temperature adalah faktor yang berpengaruh dalam perhitungan besarnya daya
total dari noise yang timbul pada suatu konduktor. Noise temperatur antena dapat
didefinisikan sebagai temperatur suatu tahanan yang dapat memberikan daya
derau yang sama kepada terminal input penerima. Seperti halnya antena yang
dihubungkan dengan penerima itu. Noise atau derau merupakan gerakan acak dari
elektron-elektron suatu konduktor karena kenaikan suhu diatas 0 ºK. Besarnya
daya total derau (Pn) yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pn(Watt) = k.T.B

Di mana:    

 k = Konstanta Boltzman (1,374 x 1023) dalam J/ºK

 T = Equivalent noise temperature (ºK)

 B = Bandwidth dalam Hertz

Bila terjadi keadaan dimana ada dua sumber derau maka daya total derau
merupakan jumlah daya derau sumber tersebut. Bila dimisalkan bahwa semua
benda yang dapat menyerap radiasi dapat membangkitkan derau, maka antena,
atmospfir serta bumi dapat dianggap sebagai sumber derau. Hal ini berarti tanah
sekitar antena stasiun burni juga merupakan suatu sumber derau, sehingga tanah
tersebut dapat dianggap memiliki ekivalen suhu derau. Besamya suhu derau
tersebut dihitung dengan rumus berikut:

Tc(ºK) = Tp (1 – R)

Di mana:    

 Tc = Suhu derau tanah (bumi)

 Tp = Suhu phisik dari tanah (bumi) tersebut

 R = Koefisien refleksi dari tanah

Untuk mempermudah hitungan biasanya suhu phisik tanah ditentukan


besarnya 2900K sebagai suhu standar. Laut yang mempunyai koefisien refleksi
tinggi bukan merupakan sumber derau, akan tetapi tanah yang memiliki koefisien
refleksi sangat kecil mendekati nol memiliki suhu derau mendekati 290oK. Suatu
antena akan menghasilkan side-lobe yang diakibatkan oleh spillover oleh
pinggiran antena serta penyebaran (pemercikan) energi pancaran oleh feed horn,
sub-reflektor dan penyangga sub-reflektor ini sangat mempengaruhi suhu derau
dan antena tersebut. Dalam prakteknya suhu derau antena stasiun bumi besarnya
berkisar antara 20oK sampai dengan 250 oK pada kedudukan elevasi vertikal. Jika
elevasi diturunkan maka suhu derau makin besar dan suhu derail akan sangat naik
tajam pada elevasi SOK sampai dengan 10oK.

Demikian pula angkasa atau space/sky sebagai penyerap radiasi juga


merupakan sumber derail yang dapat dianggap memiliki suhu derau efektif yang
diistilahkan Tspace atau Tsky. Suhu derau angkasa terdiri dari suhu derail cosmic
dan suhu derail atmosfer, sehingga dapat dituliskan:

T sky = T cosnic + (Latm -1) To-atm (ºK)

Di mana:

 Latm = redaman atmosfer (dalam ratio)

 To-atm = suhu derail standar dari atmosfer

 Tcosmic = suhu derau efektif dan cosmic

8. Suhu Derau Suatu Peredam

Suatu peredam merupakan suatu elemen yang menyerap energi, karenanya juga
memiliki suhu derau. Besarnya redaman dan suatu peredam dapat didefinisikan
sebagai, Bila ingin mengetahui besarnya suhu derau dan suatu peredam. Selain
impedansi input dan impedansi output sama besar” juga impedansi internal
sepanjang peredam tersebut sama besar dan konstan. Tiap seksi dalam peredam
tersebut selalu match satu dengan yang lain. Oleh karena itu besarnya noise pada
input Ni sama dengan besarnya noise pada output No. Jadi:

→ L (dalam ratio)

Terlihat bahwa faktor derau dan suatu peredam (pasif) sama dengan
besarnya redamannya dalarn ratio. Dengan kata lain bahwa noise figure peredam
tersebut sama besar dengan besarnya redaman dalam dB. Besarnya suhu derau
peredam tersebut adalah:

Tf= (L -1) To
dimana : L dalam ratio bukan dalam dB.

Bila peredam tersebut bertingkat, maka besarnya faktor derau dan suhu
deraunya dapat dihitung sebagai berikut:

Faktor derau:

Ft= L1+(L2-1) L1+(L3-1) L1.L2 + (Ln-1) L1.L2 (Ln-1)

Suhu Derau:

Tn= (F1-1)To

9.    Suhu Derau Suatu Sistem (Ts)

Sistem penerimaan dari suatu stasiun bumi tersusun alas beberapa jenis
peralatan yaitu mulai dari antena, saluran transmisi, LNA, serta receiver dan lain-
lain. Suhu derau suatu sistem penerimaan secara keseluruhan dapat dihitung
sebagai berikut:

Di mana:    

 Ta = suhu derau antena

 Tf1 = suhu derrau feeder I (dari antena ke LNA)

 TLNA = suhu derau LNA

 TREC = suhu derau receiver

 Tf2 = suhu derau feeder II (dari LNA ke receiver)

 Lf1 = loss feeder I (dalam ratio, bukan dB)

 Lf2 = loss feeder II (dalam ratio, bukan dB)

 GLNA = gain dari LNA (bukan dalam dB)

 G1 = gain feeder I

 G2 = gain feeder II
Suhu derau sistem sangat dipengaruhi oleh suhu derau antena, berarti
sangat dipengaruhi oleh sudut elevasi antena.Suhu derau sistem sangat
dipengaruhi oleh suhu feeder dari antena ke LNA, berarti dipengaruhi oleh loss
feeder dari antena ke LNA. Makin panjang feeder dari antena ke LNA, makin
besar loss-nya berarti makin tinggi suhu derau sistemnya. Oleh karena itu dapat
dimengerti jika letak LNA pada stasiun bumi sangat dekat dengan antena.Suhu
derau sistem juga sangat dipengaruhi oleh suhu derau LNA, makin kecil suhu
derau LNA makin rendah suhu derau sistem, oleh karena itu diusahakan agar suhu
derau LNA serendah mungkin. Pada umumnya LNA tidak hanya terdiri atas satu
tingkat penguat, maka suhu derau penguat LNA tingkat I sangat menentukan suhu
derau LNA.

10.    Noise Factor atau Noise Figure (F)

Untuk suatu penguat yang juga merupakan sumber derau, maka selain
suhu derau juga dikenal istilah “FAKTOR DERAU” atau “NOISE FACTOR”
atau “NOISE FIGURE”. Jika noise factor dinyatakan tanpa satuan (hanya
perbandingan dalam kali atau ratio), maka noise figure biasanya dinyatakan dalam
satuan dB. Atau dapat dinyatakan dengan:

Noise Figure = 10 Log NF (dB)

Di mana:

 Si = daya signal input

 So = daya signal output.

 Ni = daya noise input

 No = daya noise output

Noise factor adalah perbandingan antara sinyal to noise pada terminal


input dengan sinyal to noise pada terminal output, yang biasanya diukur pada
suhu standar 290°C. Bila dijabarkan maka dapat diketahui hubungan antara noise
factor dan efective noise temperature sebagai berikut:

Di mana:  

 G = gain penguat (dB)


 Nt = noise yang ditimbulkan penguat tersebut (dB)

 Te = suhu derau efektif dari penguat tersebut (ºK)

 To = 290ºK

 F dinyatakan dalam ratio bukan dB

11.    Noise Factor Pada Penguat Bertingkat (F)

Dari ketentuan-ketentuan di atas maka besarnya suhu derau efektif dari


penguat bertingkat tersebut dapat ditentukan: Jelas bahwa suhu derau total
maupun noise factor dari suatu penguat bertingkat sangat dipengaruhi oleh suhu
derau penguat tingkat pertama, sedangkan penguat tingkat selanjutnya sangat
kecil pengaruhnya. Hal ini sangat perlu diperhatikan dalam merencanakan
penguat bertingkat.

12.    Level Penerimaan (C)

Pada sistem komunikasi satelit, LNA harus sanggup menerima sinyal yang
sangat lemah dari satelit dan harus mampu memperkuat sinyal tersebut sampai
beberapa puluh dB agar dapat dicapai level yang cukup untuk diberikan ke
perangkat penerima. Yang menyebabkan lemahnya level sinyal dari satelit,
yaitu:Daya pancar satelit sangat terbatas.Jauhnya letak satelit terhadap lokasi
stasiun bumi sehingga propagasi dari satelit ke stasiun bumi sinyal tersebut
mengalami redaman lintasan yang cukup besar.

Besarnya level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi tergantung pada
daya pancar satelit yang dinyatakan sebagai EIRP satelit dan tergantung pada
besarnya gain terima stasiun bumi. Level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi
dari satelit dapat diketahui dari rumus:

C(dBW) = EIRP Sat. (dBW) + Gr antena sb.(dB) -L (dB)

Di mana: L = loss lintasan.

Jika dilihat dari persamaan di atas maka dapat diketahui besarnya loss
lintasan tergantung pada jarak dari satelit ke stasiun bumi clan frekuensi kerja
yang dipergunakan dalam link satelit. Loss lintasan juga dipengaruhi oleh keadaan
atmosfer dimana pada saat cuaca buruk dan hujan lebat redaman atmosfer akan
bertambah besar jika dibandingkan dengan keadaan cuaca cerah, umumnya
diambil besamya loss atmosfer pada saat udara cerah adalah 0,3 dB dan pada saat
cuaca sangat buruk diambil harga 2 dB sid 2,5 dB.
13. Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss -Lfs)

Redaman ruang bebas untuk keperluan praktis dirumuskan sebagai berikut:

Lfs (dB) = 32,45 + 20 Log D (km) + 20 Log F (Mhz)

Di mana:

 Lfs = free space loss

 D = jarak lintasan

 F = frekuensi kerja yang digunakan

14. Total Loss Lintasan (L)

Besarnya total loss lintasan dapat dirumuskan sebagai berikut:

L (dB) = Lfs (dB) + Loss atmosfer (dB)

15. Carrier to Noise Temperature Ratio (C/T)

Carrier to noise temperature ratio juga merupakan parameter yang sangat


diperhitungkan dalam menganalisis link satelit. Carrier to noise temperature ratio
ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Jika dinyatakan dalam (dB):

(C/T) = EIRPsat (dBW) + G/T (dB/oK) – L(dB)

16.    Gain to Noise Temperature Ratio (G/T)

G/T adalah perbandingan antara gain antena penerima terhadap temperatur


derau sistem penerima. Besaran ini sangat menentukan kepekaan dalam
penerimaan sinyal. Perhitungan gain to noise temperature ratio dapat diuraikan
sebagai berikut:

G/T = G – 10 log Ts

17.    Gain Antena Parabola (G)

Gain antena parabola (penguatan daya pada antena parabola) dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus:
Di mana:  

 D = diamater antena parabola (m)

 n = efisiensi luas tangkap (aperature efficiency)

 n = efisiensi luas tangkap (aperature efficiency)

Atau dalam decibel:    

G (dB) = 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log n

Di mana:

 f = frekuensi kerja (GHz)

 D = diameter antena parabola (m)

 n = efisiensi luas tangkap (aperature efficiency)

Anda mungkin juga menyukai