Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) merupakan keluarga

talas yang berasal dari Amerika Tengah dan menyebar ke daerah-daerah tropika.

Tanaman kimpul dapat tumbuh di hampir seluruh kepulauan di Indonesia hingga

ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Talas kimpul merupakan tanaman

tegak dengan pelepah berwarna hijau muda. Pelepah menyatu dengan batang dan

akan terasa halus ketika diraba. Daun berwarna hijau terang dengan permukaan

yang berlapis lilin dan memiliki bentuk seperti jantung (Setyawan, 2015).

Tanaman kimpul tumbuh baik di daerah tropika basah dengan curah hujan

merata sepanjang tahun. Umumnya tanaman kimpul akan memberikan hasil

optimum pada lahan darat yang gembur. Tanaman kimpul dapat tumbuh baik di

tanah yang terlindung sinar matahari. Kemampuan tanaman kimpul untuk tumbuh

di tempat ideal untuk mengisi lahan kosong di pedesaan. Tanaman kimpul cocok

untuk tanaman tumpang sari pada kebun-kebun kopi karena tahan terhadap

lingkungan (Ridal, 2003).

Talas merupakan tanaman sekulen yaitu tanaman yang umbinya banyak

mengandung air. Umbi tersebut terdiri dari umbi primer dan umbi sekunder.

Kedua umbi tersebut berada dibawah permukaan tanah. Hal yang membedakan

adalah umbi primer merupakan umbi induk yang memiliki bentuk silinder dengan

panjang 30 cm dan diameter 15 cm, sedangkan umbi sekunder merupakan umbi

yang tumbuh disekeliling umbi primer dengan ukuran yang lebih kecil. Umbi

sekunder ini digunakan oleh talas untuk melakukan perkembangbiakannya secara

8
vegetatif. Umur panen umbi berkisar antara 6-18 bulan dan ditandai dengan daun

yang tampak mulai menguning atau mengering (Nurcahya, 2014).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Spesies : Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott (Nurcahya,2014).

2.1.2 Nama lain

Talas mempunyai beberapa nama umum yaitu Talas Belitung (Kimpul),

Taro, Old cocoyam, Dash(e)en dan Eddo (e). Di beberapa negara juga dikenal

dengan nama lain, seperti : Abalong (Philipina), Taioba (Brazil), Arvi (India),

Keladi (Malaya), Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan Yu-tao (China)

(Nurcahya, 2014).

2.1.3 Pengolahan talas

Salah satu hambatan pada produksi dan konsumsi talas adalah kandungan

kristal-kristal kalsium oksalat pada umbi dan daun segar yang dapat menyebabkan

rasa gatal pada kulit mulut dan tenggorokan (Rahmawati, dkk., 2012). Timbulnya

rasa gatal terutama disebabkan oleh kalsium oksalat bentuk rapida yang keluar

dari sel tumbuhan, sehingga dapat melakukan kontak secara langsung dengan

9
lidah, bibir dan langit-langit mulut ketika dikunyah (Ridal, 2003). Hal pertama

yang perlu diperhatikan adalah mengurangi kadar kalsium oksalat pada talas.

Kalsium oksalat dari persenyawaan garam antara ion kalsium dan ion oksalat. Ion

ini sangat bermanfaat untuk proses metabolisme dan untuk pertahanan internal

bagian talas (Nurcahya, 2014).

Cara tradisional dilakukan untuk menghilangkan rasa gatal dengan

perebusan secukupnya. Selain itu dapat dilakukan dengan perendaman semalaman

dalam air (Rahmawati, dkk., 2012). Langkah lain yang dapat dilakukan untuk

mengurangi kadar kalsium oksalat pada talas dapat dilakukan sebagai berikut :

a) Talas dicuci sampai bersih selama 5 menit menggunakan perbandingan

talas dan air (1:4) (Nurcahya, 2014).

b) Talas direndam selama 20 menit menggunakan NaCl berkadar 1 % dan

talas dicuci kembali dengan air (1:4) (Nurcahya, 2014).

c) Perlakuan kimiawi dengan penambahan asam kuat (HCl) yang

mendekomposisi kalsium oksalat menjadi asam oksalat. Reaksi antara HCl

dengan kalsium oksalat akan menghasilkan endapan CaCl2 dan asam

oksalat yang dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi :

2HCl (l) + CaC2O4 (S) CaCl2 (s) + H2C2O4 (l) (Ridal, 2003).

2.1.4 Kandungan gizi

Talas merupakan sumber pangan yang penting karena selain merupakan

sumber karbohidrat, protein dan lemak, talas juga mengandung beberapa unsur-

unsur mineral dan vitamin. Sebagai pengganti nasi, talas mengandung banyak

karbohidrat dan protein yang terkandung dalam umbinya, sedangkan daunnya

dipergunakan sebagai sumber nabati (Nurcahya, 2014).

10
Umbi talas mengandung komponen makronutrien dan mikronutrien meliputi

protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, fosfor, kalsium, besi, tiamin, riboflavin,

niasin, dan vitamin C (Nurcahya, 2014).

Tabel 2.1 Komposisi gizi umbi talas mentah (per 100 g)

Kandungan gizi Jumlah


Energi (kal) 98,00
Protein (g) 1,90
Lemak (g) 0,20
Karbohidrat (g) 3,70
Kalsium (mg) 28,00
Fosfor (mg) 61,00
Besi (mg) 1,00
Vitamin A (mg) 20,00
Vitamin C (mg) 4,00
Vitamin B1 (g) 0,13
Air (g) 73,00

(Turang dan Matindas, 2011).

Komposisi kimia tersebut tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis

varietas, usia dan tingkat kematangan dari umbi. Faktor iklim dan kesuburan

tanah juga turut berperan terhadap perbedaan komposisi kimia dari umbi talas.

Nilai lebih dari umbi talas adalah kemudahan patinya untuk dicerna. Hal ini

disebabkan oleh ukuran granula patinya yang cukup kecil dan patinya

mengandung amilosa dalam jumlah yang cukup banyak (20-25%). Selain itu talas

juga bebas dari gluten, maka pangan olahan dari talas dapat digunakan untuk diet

individual yang memiliki alergi terhadap gluten (Nurcahya, 2014).

11
2.2 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Berbagai

pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus

atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat

dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut

disebut amilopektin (Winarno, 2004).

Secara umum pati terdiri dari 20 % bagian yang larut air panas (amilosa) dan

80 % bagian yang tidak larut air panas (amilopektin). Amilosa merupakan

molekul yang lurus, terdiri dari 250-300 satuan D-glukopiranosa dan dihubungkan

secara seragam oleh ikatan -1,4 glukosida. Amilopektin terdiri dari 1000 atau

lebih satuan glukosa yang kebanyakan juga dihubungkan dengan hubungan -1,4

glukosida. Namun, terdapat juga sejumlah hubungan -1,6 glukosida yang

terdapat pada titik-titik percabangan. Jumlah hubungan semacam ini terdapat

kurang lebih 4 % dari seluruh jumlah hubungan atau satu untuk setiap 25 satuan

glukosa (Gunawan dan Mulyani, 2010). Struktur kimia pati (Rowe, et al., 2009)

ditunjukkan pada gambar 2.1 dengan n = 300-1000.

12
Gambar 2.1 Struktur pati

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen penting pembentuk struktur

dasar pati, dan sangat mempengaruhi karakteristik fisiko kimia pati yang

dihasilkan. Amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus, struktur gel kuat,

serta apabila diberi pewarna iodine akan menghasilkan warna biru. Sementara itu,

amilopektin memiliki karakteristik rantai bercabang, struktur gel lembek, dan

apabila diberi pewarna iodine akan menghasilkan warna coklat kemerahan

(Herawati, 2012).

2.2.1 Pembuatan pati

Pembuatan pati melalui tahapan proses pengupasan, pencucian,

pemotongan, penghalusan, peremasan, penyaringan, pengendapan, pencucian,

pengeringan, penghalusan dan pengayakan. Proses pengupasan dan pencucian

bertujuan untuk membersihkan umbi dari akar, kulit dan kotoran yang melekat

pada umbi tersebut. Pemotongan dimaksudkan untuk mempermudah proses

penghalusan umbi, penghalusan dilakukan bertujuan untuk merusak jaringan umbi

dan sel-sel umbi agar pati dapat keluar (Ridal, 2003).

13
Peremasan dimaksudkan untuk menyempurnakan kerusakan jaringan umbi

agar pati dapat keluar dari jaringannya dengan menambahkan akuades pada proses

penghalusan. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran yang sukar

dihilangkan dengan pencucian dan memisahkan ampas dengan pati yang

diperoleh. Pati dibiarkan mengendap selama satu malam, kemudian dilakukan

pencucian dengan dengan akuades untuk mendapatkan pati yang bersih dan

berwarna putih (Ridal, 2003)

Pengeringan pati basah dilakukan dengan meletakkan pati basah pada suhu

ruangan hingga pati kering. Kemudian dilakukan penghalusan pati dan

pengayakan untuk mendapatkan pati yang halus.

2.3 Dekstrin

Dekstrin adalah pati atau hidrolisis pati secara parsial dimodifikasi oleh

pemanasan dalam keadaan kering dengan atau tanpa asam, alkali atau agen

kontrol pH (USP, 2007).

Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dapat dihasilkan dengan

beberapa cara, yaitu memberikan perlakuan suspensi pati dalam air dengan asam

atau enzim pada kondisi tertentu, atau degradasi pati dalam bentuk kering dengan

menggunakan perlakuan panas atau kombinasi antara panas dan asam atau katalis

lain. Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur serta

karakteristik intermediate antara pati dan dekstrosa (Herawati, 2010).

Dekstrin praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%), eter, dan propan-

2-ol, sedikit larut dalam air dingin dan sangat larut dalam air panas membentuk

larutan mucilaginous. Berat molekul dekstrin secara khas adalah 4.500-85.000 dan

tergantung pada jumlah unit (C6H10O5)n di dalam ikatan polimer dengan n = 28-

14
525. Struktur kimia dekstrin (Rowe, et al., 2009) ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur dekstrin

2.3.1 Hidrolisis asam

Hampir semua reaksi hidrolisis memerlukan katalisator untuk mempercepat

jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam. Asam

yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida, asam sulfat, sampai asam

nitrat. Yang berpengaruh pada kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H+, bukan

jenis asamnya. Meskipun demikian, di dalam industri umumnya dipakai asam

klorida. Pati termodifikasi dengan hidrolisis asam klorida menghasilkan pati yang

strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu

pengeringan (Agra, dkk., 1973).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis :

1. Suhu

Suhu mempengaruhi jalannya reaksi hidrolisis, terutama pada kecepatan

reaksinya. Untuk kisaran suhu 90-100 oC, kecepatan reaksi meningkat dua

kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 5 oC. Sedangkan secara keseluruhan,

pada umumnya kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat dua kali lebih

cepat setiap kenaikan suhu 10 oC. Dengan penggunaan suhu yang lebih

tinggi, maka waktu reaksi dapat diminimalkan (Groggins, 1997).

15
Penggunaan suhu tinggi juga dapat meminimalkan penggunaan katalisator

sehingga biaya operasional lebih ekonomis.

2. Katalisator

Penggunaan katalisator pada reaksi hidrolisis dilakukan pertama kali oleh

Braconnot pada 1819. Beliau menghidrolisis linen (selulosa) menjadi gula

fermentasi dengan menggunakan asam sulfat pekat. Setelah itu ditemukan

bahwa asam dapat digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat

reaksi hidrolisis (Groggins, 1997). Katalisator yang biasa di gunakan

berupa asam, yaitu asam klorida, asam sulfat, asam sulfit, asam nitrat, atau

yang lainnya. Makin banyak asam yang di pakai sebagai katalisator, makin

cepat jalannya reaksi hidrolisa. Penggunaan katalisator dengan konsentrasi

kecil (larutan encer) lebih disukai karena akan memudahkan pencampuran

sehingga reaksi dapat berjalan merata dan efektif. Penggunaan konsentrasi

katalisator yang kecil dapat mengurangi kecepatan reaksi. Namun hal ini

dapat diatasi dengan menaikkan suhu reaksi.

3. Waktu

Waktu reaksi mempengaruhi konversi yang dihasilkan. Semakin lama

waktu reaksi, maka semakin tinggi pula konversi yang di hasilkan. Hal ini

disebabkan oleh kesempatan zat reaktan untuk saling bertumbukan dan

bereaksi semakin besar, sehingga konversi yang di hasilkan semakin tinggi

(Perwitasari dan Cahyo, 2009).

4. Netralisasi

Proses hidrolisis yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan proses

hidrolisis partial, sehingga diperlukan penghentian reaksi agar tak terjadi

16
pemecahan senyawa lebih lanjut. Proses hidrolisis diakhiri dengan

menghentikan pemanasan yang dilakukan dalam autoklaf, dan

menetralisasi suasana asam. Kondisi asam oleh asam klorida dinetralisasi

dengan larutan natrium karbonat (Perwitasari dan Cahyo, 2009).

Reaksi :

2 HCl + Na2CO3 2 NaCl + H2O + CO2

2.3.2 Enzim -amilase

-amilase (-1,4-glukan-4-glukanohidrolase) adalah enzim yang terdapat

dalam getah pankreas dan ludah yang dapat menghidrolisis amilum dengan

pemecahan secara acak terhadap ikatan glukosidik -1,4. Amilosa memberikan

campuran dari glukosa, maltosa sedangkan amilopektin memberikan campuran

dari oligosakarida bercabang yang mengandung ikatan -1,6 (Gunawan dan

Mulyani, 2010). -amilase merupakan endo-enzim yang memecah ikatan -1,4

secara random atau pada ikatan yang berada ditengah rantai polimer (Ridal, 2003).

-amilase adalah jenis enzim amilase terbesar yang terkandung dalam tubuh

manusia dan mamalia yang lain. Pada tubuh manusia -amilase terdapat pada

saliva dan pankreas. Selain itu, -amilase juga dapat ditemukan pada gandum

(barley), jamur (ascomycetes), dan bakteri (bacillus). Enzim -amilase umumnya

diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, Bacillus subtilis, Bacillus coagulans,

Pseudomonas saccharophila, Aspergillus orizae, dan Aspergillus candidus

(Robyt, 1984).

Hidrolisis enzimatis memberikan beberapa keuntungan, yaitu prosesnya

lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah,

17
dihasilkan lebih sedikit abu dan kerusakan warna dapat diminimalkan (Setyawan,

2015) serta dihasilkan tingkat konversi yang lebih tinggi (Ridal, 2003).

Gambar 2.3 Formasi aktivitas -amilase pada amilopektin (Meyer, 1973).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim yaitu:

a. Suhu, semua reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan reaksi katalis

enzim dapat meningkat dengan meningkatnya suhu, tetapi karena enzim

merupakan protein yang akan terdenaturasi pada suhu tinggi maka enzim

memiliki suhu optimum dalam melakukan kerjanya. Setiap enzim

memiliki temperatur optimum yang berbeda-beda sehingga diperoleh

efisiensi yang maksimum (Mckee dan Mckee, 2004).

b. Nilai pH, konsentrasi ion hidrogen dapat mempengaruhi kerja enzim.

Perubahan pH yang tajam dapat menyebabkan enzim terdenaturasi.

Beberapa enzim aktif hanya pada nilai pH yang sempit. Nilai pH optimum

pada setiap enzim sangat bervariasi (Mckee dan Mckee, 2004).

c. Konsentrasi substrat, untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat perlu

adanya kontak antara enzim dengan subtrat pada bagian aktif enzim.

Menurut Robyt (1984) -amilase mempunyai bagian aktif anion

18
karboksilat dan kation imidazolium. Pada konsentrasi substrat rendah,

bagian aktif enzim hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi

substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan

dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian konsentrasi

kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin

besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu,

semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan

substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak

menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat,

sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Poedjiadi dan

Supriyanti, 2009).

d. Konsentrasi enzim, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim

tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi

substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya

konsentrasi enzim. Dalam hal ini substrat yang digunakan dalam jumlah

yang berlebih (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

2.3.3 Penggunaan dekstrin

Dekstrin dapat digunakan dalam bidang farmasi dan pangan. Dalam bidang

farmasi dekstrin digunakan sebagai diluent tablet dan kapsul, pengikat, bahan

selaput gula yang berfungsi sebagai plasticizer, perekat dan agen pengetal

(thickening agent) untuk suspensi (Rowe, et al., 2009).

19
Beberapa sediaan farmasi yang menggunakan dekstrin sebagai bahan

tambahan :

1. OptiNateTM merupakan kapsul multivitamin/mineral yang diberikan

sebelum/sesudah melahirkan dan tablet kombinasi dengan asam lemak

esensial (Niazi, 2009a).

2. Krim hidrokortison 0,5 % dan krim hidrokortison 1 % (Niazi, 2009b).

Pada bidang pangan dekstrin dapat dimanfaatkan sebagai komponen utama

maupun bahan tambahan makanan dalam koridor food ingredient yang merupakan

komponen bahan makanan untuk memproduksi makanan siap saji. Dekstrin dapat

berfungsi sebagai bahan pengikat dan enkapsulasi yang diaplikasikan dalam

pengembang kue, perisa, rempah dan minyak (Herawati, 2012). Selain itu

dekstrin dapat digunakan juga sebagai sumber karbohidrat bagi orang yang

menjalani program diet karena dekstrin memiliki kandungan elektrolit yang

rendah dan bebas dari laktosa dan sukrosa (Rowe, et al., 2009).

20

Anda mungkin juga menyukai