Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

3. Identifikasi Personal
Secara umum terdapat sembilan metode identifikasi untuk
mengidentifikasi individu pada kasus-kasus forensik, yaitu metode visual, pakaian,
perhiasan, dokumen, medis, odontologi forensik, serologi, daktiloskopi (sidik jari),
dan eksklusi. Seluruh metode forensik tersebut dilakukan oleh berbagai pakar dari
berbagai disiplin ilmu-ilmu forensik di bawah koordinasi pihak kepolisian dimana
peran dokter adalah dalam identifikasi medis, serologi, dan odontologi.2
Salah satu jenis pemeriksaan serologi (serologi forensik) adalah
identifikasi golongan darah korban dan pelaku yang dapat dideteksi melalui suatu
trace evidence seperti bercak darah/darah kering pada kasus perlukaan, semen
pada kasus pemerkosaan, atau air liur/saliva pada kasus gigitan.4 Pada identifikasi
melalui saliva ini haruslah dibuat sediaan ulas dari air liur yang masih basah
maupun sudah kering yang terdapat di sekitar gigitan pada korban atau bekas
gigitan (bite mark) yang dapat menampakkan pola gigitan permukaan bukalis
yang berasal dari tersangka pelaku. Selanjutnya sediaan ulas tersebut harus
dikirim ke laboratorium serologis, apabila saliva berasal dari individu sekretor,
maka golongan darahnya dapat diketahui. Identifikasi ini disebut sebagai
pelacakan dari jejak air liur atau Salivary Trace Evidence.1

a. 1.1. Pendeteksian Golongan Darah ABO


Pendeteksian golongan darah adalah salah satu metode identifikasi
material biologi dalam penyelidikan forensik dan telah digunakan secara luas
pada berbagai laboratorium forensik. Di antara bermacam-macam sistem
golongan darah yang dikenal, sistem ABO adalah yang terpenting dan digunakan
secara luas.2 Pembagian sistem ABO yang ditemukan oleh Landsteiner pada
tahun 1901, didasarkan atas ada tidaknya substansi antigen yaitu antigen A dan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


antigen B yang terdapat pada permukaan sel darah merah manusia, sehingga
golongan darah manusia terbagi ke dalam 4 golongan yang terdiri atas A, B, AB,
dan O.5

Tabel 1. Sistem penggolongan darah ABO (LANDSTEINER,1901)5


Golongan Darah Antigen pada sel darah merah Antibodi dalam serum
O - Anti-A dan Anti-B
A A Anti-B
B B Anti-A
AB A dan B -

Antigen golongan darah ABO terdapat pada permukaan membran


eritrosit dan merupakan bagian dari sistem imunologi. Antigen-antigen ini
mungkin berupa protein, karbohidrat, glikoprotein atau glikolipid, tergantung
pada sistem golongan darah.6 Friedenreich dan Hartmann menyimpulkan bahwa
terdapat dua bentuk antigen yang berbeda, yaitu : (a) antigen larut air (water
soluble form) yang tidak ditemukan pada sel darah merah dan serum, tapi
terdapat pada sebagian besar cairan tubuh dan organ dari golongan sekretor,
serta (b) antigen larut alkohol (alcohol soluble form) yang terdapat pada seluruh
jaringan tubuh kecuali otak dan di sel darah merah, tapi tidak terdapat pada hasil
sekresi.5
Antigen sistem ABO ini diturunkan secara genetik di bawah pengaruh
empat lokus, yaitu lokus ABO, lokus gen H, gen Se, dan gen Le.7 Sistem ABO
ini dikendalikan oleh 3 jenis gen, yaitu A, B, dan O yang masing-masing dapat
menempati lokus ABO.7 Gen A dan B bersifat kodominan sedangkan gen O
bersifat resesif atau amorf yang tidak menghasilkan antigen. Tiap orang tua akan
menurunkan satu gen ABO pada anaknya, sehingga seorang anak mempunyai
sepasang gen (genotip) yang dapat dinyatakan sebagai genotip AA, BB, AB, AO,
BO, atau OO.2 Namun pada penentuan golongan darah, kita tidak mendeteksi
gen, melainkan hanya antigen yang dihasilkannya, sehingga kita tidak dapat
membedakan antara genotip AA dari AO dan BB dari BO.2

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Sistem ABO juga dikendalikan oleh 2 gen lain, yaitu H dan h, yang
akan menempati lokus gen H.7 Lokus gen H ini akan mengkode sintesis core
pentasakarida (bahan baku untuk sintesis gen A dan B) sehingga gen H akan
membentuk antigen H, berbeda halnya dengan gen h yang bersifat resesif atau
amorf. Hampir semua orang mewarisi dua gen H sedangkan gen h sangat jarang
ditemukan. Nantinya kedua antigen A dan B akan menggunakan antigen H ini
sebagai substrat. Gen H terdapat pada semua sel golongan darah A, B, AB, dan
O. Maka secara umum substansi H terdapat pada keempat golongan darah
tersebut. 2, 7
Lokus gen Se menentukan apakah seseorang mensekresi antigen A, B,
atau H ke dalam serum dan cairan tubuh lainnya seperti saliva, urin, dan semen.
Hanya sel yang mempunyai gen Se yang dapat mensekresi antigen ABH.
Sedangkan lokus gen Le (Lewis) berfungsi sebagai prekursor gen H.7
Substansi antigen A, B, dan H berhubungan satu dengan lainnya
melalui mekanisme berikut :6, 7
Jika individu diwarisi gen H, gen tersebut akan mengkode enzim transferase
yang akan mengubah substansi prekursor menjadi substansi antigen H yang
mengandung L-fucose sebagai epitop terminalnya sehingga substansi ini dapat
dikenal oleh antibodi. Substansi antigen H ini adalah substansi yang mula-mula
disintesis selama proses sintesis molekul-molekul golongan darah.
Jika individu hanya diwarisi gen O, gen tersebut tidak mengkode produk
apapun sehingga antigen satu-satunya pada kelompok golongan darah O adalah
antigen H saja.
Jika individu diwarisi gen A, gen tersebut akan mengkode enzim transferase
A yang berfungsi mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain
dengan cara menambah suatu ujung N-asetil-galaktosamin yang merupakan
determinan antigenik dari golongan darah A. Sehingga kelompok golongan darah
A akan memiliki antigen H dan A. Gen A pada golongan darah, biasanya berupa
gen A1 atau A2. Gen A1 adalah konverter antigen H yang lebih baik, maka sel
darah merah yang merupakan gen A2 biasanya memiliki lebih banyak antigen H
daripada individu dengan gen A1.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Jika individu diwarisi gen B, gen tersebut akan mengkode enzim transferase
B yang berfungsi mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain
dengan menambah ujung terminal D-galaktosa yang merupakan determinan
antigenik dari golongan darah B. Sehingga kelompok golongan darah B akan
memiliki antigen H dan B.
Jika individu diwarisi kedua gen A and B, gen-gen ini beraksi seperti juga
keduanya diatas, jadi kelompok golongan darah AB memiliki antigen A, B, dan
H.

1.2.Pendeteksian Golongan Darah ABO Melalui Saliva


1. 1.2.1. Golongan Sekretor dan Non-sekretor
Individu yang termasuk golongan sekretor adalah individu yang
memiliki gen SeSe atau Sese. Individu ini dapat mensekresikan antigen golongan
darahnya pada sekresi dan cairan tubuhnya selain pada sel darah merah. Individu
sekretor mensekresikan substansi antigen yang identik secara imunologik
dengan substansi pada eritrositnya.2 Sedangkan golongan non sekretor yang
memiliki genotip sese, hanya mensekresikan sedikit sekali atau tidak sama sekali
antigen golongan darahnya ke cairan tubuhnya sehingga cairan tubuhnya tidak
mengandung antigen tersebut.2
Hal ini diketahui dari penelitian Yamakami pada tahun 1926 yang
menemukan adanya antigen A dan B pada saliva, lalu pada tahun 1930, Lehrs
dan Putkonen menyatakan bahwa karakter tersebut bersifat dimorphic dengan
ditemukannya golongan non-sekretor yang tak memiliki antigen pada salivanya,
selain golongan sekretor.5 Beberapa ahli kemudian menemukan bahwa substansi
antigen golongan darah tersebut tidak hanya terdapat pada sel darah merah, tapi
tersebar secara meluas pada seluruh tubuh manusia, baik pada jaringan lunak
maupun keras.7 Selain itu substansi A, B, dan H juga terdapat sebagai
mukopolisakarida dalam sekresi kelenjar seperti saliva, keringat, dan cairan
lambung.6, 8
Pada akhirnya diketahui bahwa sekresi mukopolisakarida ini
dikontrol oleh gen Se dan se, dimana Se dominan terhadap se.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Pada individu sekretor, penentuan golongan darahnya selain dapat
dilakukan menggunakan sampel darahnya, juga dapat dilakukan menggunakan
sampel cairan tubuh seperti saliva, dimana antigen pada cairan tubuhnya biasanya
terdapat dalam bentuk larut (soluble form glycoprotein). Sedangkan pada
individu non-sekretor, penentuan golongan darahnya hanya dapat dilakukan
dengan prosedur konvensional menggunakan sel darah merahnya.9
2.
3. 1.2.2. Penentuan Status Sekretor
Untuk mengetahui apakah seseorang itu bersifat sekretor atau non-
sekretor dapat ditentukan dengan tes penentuan status sekretor (secretory test).9
Pada tes ini prinsip yang digunakan adalah Aglutinasi-inhibisi, yang prosesnya
terdiri dari 2 tahap, yaitu: 9
a. Penetralan antibodi
Pada tahap ini saliva dicampur dengan antiserum komersial (Anti-A
atau Anti-B) yang telah dilarutkan dengan aquades sehingga titer antibodinya
akan mendekati level antigen di dalam saliva, kemudian biarkan untuk beberapa
waktu agar keduanya bereaksi. Jika subyeknya sekretor maka antigen golongan
darah yang larut dalam saliva akan bereaksi dengan dan menetralkan antibodi
dalam antiserum.
b. Aglutinasi-inhibisi
Pada tahap selanjutnya ditambahkan sel darah merah sesuai dengan
golongan darah yang akan dites ke dalam campuran tersebut. Jika subyeknya
sekretor, maka tidak terjadi aglutinasi sebab tidak ada lagi antibodi yang tersisa
untuk menggumpalkan sel darah merah, karena sebelumnya telah bereaksi
dengan antigen golongan darah di dalam saliva. Reaksi yang menunjukkan
aglutinasi negatif ini diinterpretasikan status sekretornya positif. Namun jika
subyeknya non-sekretor, maka tidak ada antigen golongan darah di dalam saliva
sehingga antibodi di dalam antiserum tidak akan dinetralkan dan akan bebas
bereaksi dengan sel darah merah yang ditambahkan. Reaksi aglutinasi positif
menunjukkan hasil tes status sekretor yang negatif.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


1.2.3. Metode Pendeteksian Golongan Darah Menggunakan Saliva
Pendeteksian golongan darah melalui material selain sampel darah
dapat dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan metode: absorpsi-
inhibisi (untuk cairan tubuh, misal : saliva, semen, dan sebagainya), absorpsi-
elusi (untuk bahan padat, misal : tulang, rambut, gigi, dan sebagainya), absorpsi
campuran (untuk bahan padat). 4
Pendeteksian golongan darah dengan cara aglutinasi langsung tidak
mungkin dilakukan untuk deteksi antigen dalam cairan tubuh seperti pada saliva.
Hal ini dikarenakan antigen/substansi golongan darah dalam cairan tubuh
terdapat dalam bentuk yang larut (soluble form).4 Metode yang digunakan untuk
pemeriksaan golongan darah melalui saliva adalah metode absorpsi-inhibisi,
yaitu bila terdapat suatu bahan yang mengandung antigen yang sesuai dengan
antiserum yang ditambahkan maka akan terjadi proses absorpsi yang spesifik.
Proses absorpsi ini akan mengakibatkan titer antiserum berkurang (inhibisi).
Sehingga jika kemudian ditambahkan sel darah merah yang sesuai kepada
antiserum yang telah terikat dengan antigen dalam bahan, maka tidak akan
ditemukan aglutinasi karena antiserum telah berikatan dengan antigen dalam
bahan sehingga tidak dapat lagi berikatan dengan antigen pada dinding sel darah
merah. Inhibisi aktifitas antiserum ini ditentukan dengan membandingkannya
dengan titer antiserum mula-mula.4
4.
5. 1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Deteksi Golongan Darah
Menggunakan Saliva
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil analisis golongan darah ABO
menggunakan saliva pada kasus identifikasi forensik diantaranya ada
kontaminasi sampel, jumlah sampel yang terlalu sedikit, destruksi oleh bakteri
(misalnya terdapat karies atau bakteri yang berasal dari lingkungan), perubahan
temperatur, kelembaban dan sebagainya.10 Penelitian Schemel & Hummel (1981)
sebelumnya menunjukkan ada kemungkinan hasil pemeriksaan golongan darah
menjadi kurang akurat karena beberapa hal, di antaranya panas dan kelembaban
lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan determinan golongan darah A

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


menjadi B.3 Selain itu, Scott & Corry (1980) mendapatkan adanya
ketidaksesuaian pada penentuan golongan darah dari bahan sampel saliva yang
diduga disebabkan oleh adanya mikroorganisme tertentu.11
Penyimpangan hasil pemeriksaan golongan darah ABO juga pernah
dilaporkan pada kasus-kasus dengan karies gigi. Pada kasus-kasus tersebut
diduga mikroorganisme pada karies dan mikroorganisme mulut lainnya telah
menghasilkan antigen tertentu yang mirip dengan substansi golongan darah
ABO sehingga dapat menghasilkan ketidaksesuaian pada pendeteksian golongan
darah. Kemungkinan lain adalah mikroorganisme menyebabkan kerusakan
antigen sehingga terjadi hasil negatif. 11

4. Saliva
Saliva merupakan sekresi campuran, 90% produknya dihasilkan oleh
kelenjar parotis, submandibular dan sublingual, dan sisanya dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar tambahan yang terdapat pada palatum lunak dan pada
permukaan internal bibir dan pipi. Tipe sekresi berbeda-beda tergantung kelenjar
penghasilnya. Kelenjar parotid menghasilkan saliva yang bersifat serosa (cair),
sublingual bersifat mukus (kental), sementara submandibular bersifat
12
seromukus.
Volume saliva per hari sulit ditentukan, tetapi nilai rata-ratanya adalah
antara 1 dan 1,5 liter. Pada kondisi istirahat, laju aliran saliva berkisar di angka
0,3 ml/menit (range : 0,05-1,8 ml/menit) dan akan meningkat antara 2,5-5
ml/menit jika distimulasi. Berdasarkan hal tersebut, dengan mengabaikan aliran
sewaktu tidur, maka dapat dihitung saliva yang dihasilkan per hari berkisar
antara 700-800 ml.12

2.1. Komposisi Saliva


Komponen-komponen saliva dapat dibedakan dalam komponen-
komponen anorganik dan organik. Komponen anorganik terutama adalah
elektrolit dalam bentuk ion, seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3- dan fosfat.
Komponen organik terutama protein dan musin dan sejumlah kecil lipida, asam

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


lemak, dan ureum. Musin adalah protein bermolekul tinggi, yang terikat pada
ratusan rantai-hidrat arang pendek. Strukturnya yang memanjang dan sifatnya
yang menarik air dapat membuat larutan saliva menjadi pekat.12

Tabel 2. Komponen umum dalam saliva12


Komponen umum Komposisi

Air 94,0-99,5 %
Benda padat 0,5 (terstimulasi) 6,0 % (tak terstimulasi)
Spesific gravity 1,002 1,008
pH (rata-rata) 6,7
pH (range) 6,2 7,6

a. Komponen-komponen Inorganik

Tabel 3. Komponen inorganik dalam saliva12


Inorganik Saliva (mM) Plasma (mM)

Ca2+ 12 25
2+
Mg 0,2 0,5 1,0
2+
Na 6 26 140
+
K 14 32 4
+
NH4 17 0,03
- 2-
H2PO4 + HPO4 2- 23 2
-
Cl 17 29 103
HCO3- 2 30 27
-
F 0,001 0,005 0,01
-
SN 0,1 2,0 -

b. Komponen-komponen organik

Tabel 4. Komponen organik dalam saliva12

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Organik Saliva (mM) Plasma (mM)

Urea (dewasa) 26 5
Urea (anak) 12 -
Uric acid 0,2 3
Asam amino (bebas) 12 2
Glukosa (bebas) 0,05 5
Laktat 0,1 1
Asam lemak (mg/l) 10 3000
Makromolekul Saliva (mM) Plasma (mM)
Protein 1400 6400 70000
Glycoprotein sugars 110 300 1400
Amilase 380 -
Lisozim 109 -
Peroksidase 3 -
IgA 194 1300
IgG 14 13000
IgM 2 1000
Lipid 20 30 5500

Komponen organik mayor dari saliva ialah protein. Protein yang


kuantitatif penting adalah -amilase, protein kaya-prolin, musin, dan
imunoglobulin.12 Protein utama saliva adalah glikoprotein. Campuran dari
berbagai glikoprotein ini disebut dengan musin yang ciri utamanya adalah
memiliki viskositas tinggi..13 Glikoprotein mengandung satu atau lebih rantai
samping heterosakarida yang terikat kovalen pada sebuah protein backbone,
dimana rantai samping tersebut dapat bercabang dan mengandung beberapa
residu gula kecil.12

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Gambar 1. Struktur glikoprotein dalam saliva. Garis yang bergelombang menggambarkan
core polipeptida dan rantai samping berupa gula yang terikat padanya.12

Glikoprotein musin memiliki berat molekul yang tinggi dan sekitar 70%
dari berat molekul ini adalah karbohidrat, dimana bagian karbohidrat dari
molekul ini sangat bervariasi dan beberapa di antaranya membawa spesifitas
golongan darah berupa substansi golongan darah (aglutinogen A, B, dan O).14
Glikoprotein musin ini merupakan pembawa utama dari senyawa oligosakarida
yang merupakan kandungan dari substansi golongan darah pada saliva manusia.6,
14
Hal ini memiliki makna penting secara medikolegal dalam penentuan
golongan darah melalui penjejakan saliva dari individu sekretor.12

2.2. Penyimpanan dan Preservasi Spesimen Saliva


Cairan biologis seperti saliva akan rentan terhadap perubahan kimiawi
serta pertumbuhan bakteri sehingga dapat mempengaruhi validitas hasil analisis.
Untuk mendapatkan hasil analisis spesimen saliva yang baik banyak faktor yang
harus diperhatikan diantaranya penyimpanan dan preservasi spesimen saliva.
Yang dimaksud dengan penyimpanan adalah penempatan suatu sampel dengan
wadah atau kontainer yang terjamin aman, bersih, tidak terkontaminasi dan tidak

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


terdegradasi. Preservasi adalah mempertahankan integritas struktural dari suatu
material biokimia (enzim, antigen, dan sebagainya) serta stabilitas elemen
inorganik dalam suatu sampel biologis.10
Preservasi dan penyimpanan suatu spesimen biologis perlu dilakukan
secara langsung atau segera setelah pengumpulan, alasannya adalah : karena
analisis sering mungkin dilakukan secara langsung setelah pengumpulan,
terkadang sampel diperlukan untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang lama
(misal : specimen banking), serta sampel mungkin masih diperlukan untuk
dilakukan analisis kembali.10

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Preservasi dan Penyimpanan Spesimen Saliva


Pemeriksaan menggunakan spesimen saliva sebaiknya dilakukan segera
atau harus dilakukan penyimpanan dan preservasi sampel. Hal ini dikarenakan
kandungan organik utama pada saliva adalah protein yang cenderung rentan
terhadap berbagai perubahan misalnya perubahan pH, pertumbuhan bakterial,
atau terjadi denaturasi protein akibat proses kimia, biologis dan enzimatik.
Faktor utama yang perlu diperhatikan selama penempatan sampel adalah
temperatur dan durasi waktu penyimpanan.10

2.3.1 Temperatur Penyimpanan


Temperatur penyimpanan yang digunakan tergantung dari jenis
spesimennya dan durasi waktu penyimpanan. Spesimen biologis mengalami
beberapa transformasi baik secara kimiawi, bakterial, dan enzimatik jika
disimpan dalam temperatur ruangan. Oleh karena itu penyimpanan jangka
pendek untuk spesimen di tempat yang gelap dengan temperatur antara +4C
sampai -142C atau lebih rendah adalah pilihan pertama yang logis untuk
menghambat efek kerusakan dan mempertahankan integritas spesimen.10
Penyimpanan dalam temperatur rendah dapat memberikan preservasi jangka
pendek pada spesimen serum dengan memperlambat aktivitas bakterial dan
enzimatik serta terjadinya kerusakan organik pada sampel.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


Temperatur yang biasa digunakan untuk penyimpanan spesimen adalah
4C (lemari pendingin/kulkas) dan -5C sampai -20C (freezer).10 Selanjutnya,
spesimen harus dikembalikan ke temperatur 25C sebelum dilakukan analisis.
Temperatur tersebut merupakan temperatur yang optimal untuk berjalannya suatu
reaksi kimia.15

2.3.2. Durasi waktu Penyimpanan


Durasi waktu penyimpanan dapat didefinisikan sebagai periode waktu
selama suatu sampel biologis masih dapat digunakan setelah tahap pengumpulan
dan preservasinya tanpa mempengaruhi keakuratan analisis dan integritas
spesimen.10 Idealnya, disarankan untuk menjaga waktu penyimpanan sesingkat
mungkin.
Apabila saliva dibiarkan selama jangka waktu tertentu maka kandungan
CO2 di dalamnya akan hilang dan menyebabkan peningkatan pH sehingga terjadi
presipitasi dari komponen saliva khususnya garam Ca dan glikoprotein.14 Selain
itu, adanya enzim dalam saliva yang mungkin berasal dari bakteri maupun
kelenjar saliva dapat juga merubah konstituen saliva, perubahan ini bisa terjadi
akibat hilangnya CO2 atau adanya degradasi enzimatik.14

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia


3. Kerangka Teori

Jejak bukti
di TKP

Darah Cairan
tubuh

Semen
Keringat
Saliva

Individu
Sekretor

Pemeriksaan
Golongan
Darah

Identifikasi
individu

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai