Anda di halaman 1dari 21

IMUNOHEMATOLOGI

Sistem Golongan Darah ABO

Sistem Golongan Darah Rhesus

Disusun oleh :

Annisa Husnun H P3.73.34.2.15.005


Farah Khairi Anissah P3.73.34.2.15.013
Hamidah Raflanda P3.73.34.2.15.016
Lulu Afifah Octavia P3.73.34.2.15.020
Mayya Azlia Alama P3.73.34.2.15.022
Sefty Fatimah P3.73.34.2.15.035
Siti Asiyah P3.73.34.2.15.036
Syifa Amelia N P3.73.34.2.15.037

DIV ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

TAHUN 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 3
1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
2.1 Golongan Darah .......................................................................................................... 4
2.2 Sistem Golongan Darah ABO ..................................................................................... 4
2.2.1 Penemuan Sistem Golongan Darah ABO .................................................................. 4
2.1.2 Gen dan Antigen ........................................................................................................ 5
2.1.3 Genotipe dan Fenotipe ............................................................................................... 9
2.1.4 Antigen dan Antibodi .............................................................................................. 12
2.3 Sistem Golongan Darah Rhesus ................................................................................ 14
2.3.1 Penemuan Sistem Golongan Darah Rhesus ....................................................... 14
2.2.2 Antigen dan Antibodi pada Sistem Rh .................................................................... 14
2.2.3 Gen Rh ..................................................................................................................... 16
2.2.4 Fenotipe dan Genotipe ............................................................................................. 18
BAB III .................................................................................................................................... 20
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Membran sel darah merah mengandung banyak protein dan karbohidrat berbeda
yang mampu memicu pembentukan antibodi. Saat ini ada 26 sistem golongan darah, yang
terdiri dari 194 antigen yang merupakan produk dari 27 gen. Untuk sebagian kecil antigen,
peran biologiknya sudah diketahui; untuk sebagian kecil lain, komposisi kimiawi molekul
sudah diketahui; dan untuk sebagian besar lainnya, struktur, fungsi, dan penyebab
imunogenisitasnya masih merupakan misteri. Namun gen yang menentukan antigen sel
darah merah tampaknya mengikuit hukum-hukum pewarisan mendelian. Apabila individu
memiliki suatu pola genetik spesifik (genotipe), antigen-antigen ini biasanya
mengekspresikan diri pada sel darah merah (fenotipe). Aspek paling praktis dari antigen-
antigen pada sel darah merah ini adalah kemampuannya memicu pembentukan antibodi
apabila ditransfusikan kepada resipien. Transfusi dengan darah yang inkompatibel antara
donor dan resipien dapat berakibat fatal.
Dua jenis golongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan
Rhesus. Sistem ABO dan Rh mendominasi bidang bank darah, namun sebenarnya banyak
terdapat sistem lain. Pada makalah ini akan membahas genotipe dan fenotipe sistem
golongan darah ABO dan Rhesus.

1.2 Tujuan
1) Mengetahui awal mula penemuan sistem golongan darah ABO dan Rhesus
2) Mengetahui genotipe dan fenotipe pada golongan darah ABO dan Rhesus
3) Mengetahui gen, antigen, dan antibodi dalam sistem golongan darah ABO dan Rhesus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Golongan Darah


Golongan darah adalah hasil dari pengelompokkan darah berdasarkan ada atau
tidaknya substansi antigen pada permukaan sel darah merah. Antigen tersebut dapat berupa
karbohidrat, protein, glikoprotein, atau glikolipid. Golongan darah manusia bersifat
herediter, dan sangat tergantung pada golongan darah kedua orang tua manusia yang
bersangkutan. Darah perlu digolongkan untuk banyak kepentingan, khususnya untuk
transfusi darah.
Secara kimiawi, antigen sel darah merah mungkin berupa protein seperti substansi
golongan darah Rh, M, dan N, atau karbohidrat pada kerangka lemak atau protein substansi
golongan darah ABH, Lewis, Ii, P.

2.2 Sistem Golongan Darah ABO


2.2.1 Penemuan Sistem Golongan Darah ABO
Golongan darah ABO ditemukan pada tahun 1900 oleh Karl Landsteiner
bersamaan dengan berkembangnya antikoagulan. Landsteiner mencampur serum dan
sel darah merah dari individu yang berbeda dan menemukan bahwa dalam beberapa tes
terjadi aglutinasi, sedangkan sebagian yang lainnya tidak terjadi aglutinasi, ini
menunjukkan adanya variasi secara individu.
Landsteiner menemukan bahwa serum dari individu grup A beraglutinasi dengan
sel darah merah dari individu grup B, dan sebaliknya serum dari individu grup B
beraglutinasi dengan sel darah merah dari individu grup A.
Antigen A dan B merupakan antigen pertama yang ditemukan. Sel darah merah
yang tidak beraglutinasi dengan grup A atau grup B disebut grup O, serum dari individu
grup O akan beraglutinasi dengan sel darah merah dari grup A dan grup B.
Pencampuran serum, atau setidaknya antibodi dengan eritrosit dengan pengamatan ada
atau tidaknya aglutinasi menjadi dasar bagi sebagian besar metode untuk menentukan
fenotipe golongan darah yang digunakan sampai saat ini. ABO dianggap sebagai sistem
golongan darah karena antigen ditemukan di permukaan eritrosit dan dengan mudah
terdeteksi dengan teknik hemaglutinasi terhadap sel darah merah.
Penemuan Karl Landsteiner didasarkan pada:
Faktor yang terdapat pada permukaan eritrosit yang disebut dengan antigen
Faktor yang terdapat didalam plasma/ serum yang disebut dengan antibodi
Von Decastello dan Sturli pada tahun 1902 menemukan grup keempat yaitu AB.
Antigen-antigen utamanya adalah A dan B, antibodi utamanya adalah Anti-A dan Anti-
B. Gen-gen yang menentukan ada atau tidaknya aktivitas A atau B terletak di
kromosom 9. Orang normal yang berusia lebih dari 6 bulan hampir selalu memiliki
antibodi alamiah yang bereaksi dengan antigen A atau B yang tidak terdapat dalam sel-
sel mereka sendiri. Adanya antibodi ini serta spesifisitasnya tidak ditentukan secara
genetis. Antibodi ini terbentuk setelah tubuh terpajan ke antigen-antigen yang banyak
terdapat di alam yang memiliki kemiripan struktur dan spesifisitas dengan antigen sel
darah merah. Walaupun terpajan ke antigen A dan B di lingkungan, individu tidak akan
membentuk antibodi yang akan bereaksi dengan antigen sel darah mereka sendiri.

2.1.2 Gen dan Antigen


Gen untuk semua antigen karbohidrat mengkode glycosyltransferase spesifik,
yaitu enzim yang mentransfer gula spesifik ke rantai akseptor karbohidrat yang sesuai,
dengan demikan antigen adalah produk tidak langsung dari gen. Gen pada 3 lokus (H,
Se, dan ABO) yang terpisah mengendalikan kejadian dan lokasi dari antigen A dan B.
Lokus H dan Se masing-masing dinamai FUT1 dan FUT2, yang terletak pada
kromosom 19 dan terkait erat.
Setiap lokus mempunyai 2 alel yang dikenali, salah satunya tidak memiliki
produk yang bisa dibuktikan/ dideteksi dan dianggap sebagai amorph. Alel aktif di
lokus H yaitu H memproduksi transferase yang bertindak pada tingkat sel untuk
membentuk antigen H pada sel darah. h merupakan amorph, dan sangat langka.
Alel aktif pada lokus Se yaitu Se memproduksi transferase yang juga bertindak
untuk membentuk antigen H, tetapi terutama terdapat pada sekresi seperti air liur. Alel
amorphnya adalah se. Enzim yang diproduksi dari alel H dan Se adalah sama-sama
fucosyltransferase, tetapi mereka mempunyai aktivitas yang sedikit berbeda. Antigen
H pada sel darah merah dan pada sekresi adalah substart untuk membentuk antigen A
dan B.
Banyak alel yang terdapat di lokus ABO. Tiga alel tersering pada lokus ABO
kromosom 9 yaitu A, B, dan O. Alel A dan B mengkode glycosyltransferase, alel O
tidak mengkode enzim fungsional (enzim yang mampu menambahkan gula ke substansi
prekursor dasar). Sel darah merah pada individu grup O tidak memiliki antigen A dan
B tetapi membawa sejumlah besar antigen H, substansi prekursor unconverted dimana
antigen A dan B dibentuk.

Rantai karbohidrat (oligosakarisa) yang membawa antigen ABH dapat berikatan


dengan protein lain (glikoprotein), sfingolipid (glycosphingolipid), atau molekul
pembawa lipid (glikolipid). Glikoprotein dan glikosfingolopid membawa bagian
integral antigen A dan B dari membran sel merah, sel epitel, dan sel endothelial dan
juga terdapat pada bentuk larut dalam plasma.
Transferase dikode oleh A, B, H dan alel Se menambahkan gula spesifik ke rantai
precursor karbohidrat. Gula yang ditambahkan sebagai immunodominan karena ketika
hilang dari struktur, aktivitas grup darah spesifik akan hilang. Struktur H dibuat pertama,
kemudian gula untuk antigen A dan B ditambahkan ke H.
Alel H dan Se mengkode fucosyltransferase yang menambahkan fukosa (Fuc) ke
rantai prekursor. Sehingga fukosa adalah gula immunodominant untuk H. Alel A
mengkode N-acetylgalactosaminyltransferase yang akan menambahkan N-
acetylgalaktosamine (GalNAc) ke H untuk membuat antigen A pada sel darah. Alel B
mengkode galaktocyltransferase yang akan menambahkan D-galaktosa (Gal) ke H
untuk membuat antigen B. Individu grup AB mempunyai alel yang membuat
transferase memindahkan keduanya yaitu GalNAc dan Gal ke prekursor antigen H.
Penambahan gula immunodominan A atau B mengurangi deteksi serologi antigen H
menjadi berbanding terbalik ekspresi antigen A atau B dan antigen H. Tanpa adanya
substansi H, transferase aktif-A atau B tidak memiliki substrat untuk dikerjakan, dengan
demikian, sel-sel darah merah pada orang-orang ini juga tidak memiliki aktivitas A atau
B Orang yang sel darah merahnya tidak memiliki aktivitas A, B, atau H secara konsisten
memiliki anti-A, anti-B, dan anti-H dalam serum mereka. Konstitusi ini disebut fenotip
Bombay.
Antigen A, B, dan H disusun pada rantai karbohidrat yang ditandai oleh
perbedaan penghubung dan komposisi disakarida terminal. Ada setidaknya 6 jenis
hubungan disakarida ini.

Rantai tipe 1 dan tipe 2 berbeda hubungan/ mengikatnya terminal Gal ke


disakarida GlcNAc. Tipe 1 struktur A, B, dan H terdapat di secretor, plasma, dan
jaringan endodermal. Mereka tidak disintesis oleh sel darah tetapi tergabung ke
membrane sel darah dari plasma.
Rantai tipe 2 adalah oligosakarisa pembawa ABH predominan dan juga ada di
sekrestor.
Rantai tipe 3 (bentuk berulang) ditemukan pada sel darah individu grup A.
disintesis dengan penambahan Gal ke terminal GalNAc rantai tipe 2 A, sehingga
terbentuk tipe 3H. rantai tipe 3 H kemudian dikonversikan ke tipe 3A melalui
penambahan GalNAc melalui aksi A1-transferase, tetapi bukan A2-transferase.

.Amorf dan Silent Gene


Gen gen ABO terdapat pada kromosom 9. Masing masing lokus mempunyai
2 alel. Salah satu dari alel tersebut tidak menghasilkan produk yang dapat dibuktikan/
dilihat disebut Amorf (Amorph).
Contohnya adalah Gen O, antigen golongan darah A atau B tidak dapat
terdeteksi oleh karena tidak ada enzim transferase yang aktif memodifikasi substansi H,
substansi H memiliki struktur yang tetap dan dalam jumlah yang banyak. Sedangkan
serum mereka mengandung Anti-A dan Anti-B.
Silent gen adalah gen yang menghasilkan sebuah antigen yang tidak terdeteksi.
Silent gen juga dikenal sebagai amorf, memproduksi fenotip yang sering dikenal
dengan null type. Null type yaitu pada resesif alel tertentu yang diturunkan, tidak ada
ekspresi dari gen itu sendiri terhadap antigen sel darah merah tersebut.
2.1.3 Genotipe dan Fenotipe
Gen yang bertanggung jawab terhadap golongan darah ABO mewarisi 2 gen
golongan darah. Kromosom ibu membawa salah satu dari gen A, gen B atau gen O dan
kromosom dari ayah membawa salah satu dari gen A, gen B atau gen O.
Genotip merupakan gen gen yang diturunkan dari masing - masing golongan
darah ayah dan ibu yang ada pada kromosom. Fenotip merupakan ekspresi dari gen gen
yang diwariskan (genotip) dan dapat diamati misalnya dalam hal ini adalah golongan darah.
Fenotip golongan darah ABO ditentukan oleh alel pada 2 kromosom yaitu
kromosom 9 yang mempunyai gen ABO alel dan kromosom 19 yang mempunyai gen yang
menandai pembentukan H antigen yg mana dapat atau tidak dapat merubah alel yg ada pada
kromosom 9.
Gen A dan B bersifat dominan atas gen O sehingga fenotip A dapat berasal dari salah
satu genotip AA atau genotip AO.
Fenotip B dapat berasal dari salah satu genotip BB atau genotip BO.
Subgolongan (Subgroups)
ABO subgolongan adalah fenotipe yang dibedakan berdasarkan banyaknya
antigen pada sel darah merah dan untuk secretors, antigen terlarut muncul dalam saliva.
Subgolongan A adalah yang paling sering ditemui dibandingkan subgolongan B.
Dua subgolongan A yang terpenting adalah A1 dan A2. Sel darah merah dari
orang yang memiliki subgolongan A1 dan A2, keduanya dapat bereaksi kuat dengan
reagen Anti-A pada uji aglutinasi direct. Perbedaan hasil tes serologi antara sel A1 dan
A2 dapat ditentukan dengan pengujian dengan Anti-A1 lectin.
Terdapat perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara A1 dan A2. A1-transferase
lebih efisien dalam mengubah substansi H menjadi antigen A dan mampu membuat
struktur Tipe 3 A yang berulang.
Terdapat sekitar 10.5 x 105 situs antigen A pada sel darah merah orang dewasa
dengan subgolongan A1 dan 2.21 x 105 situs antigen A pada sel darah merah orang
dewasa dengan subgolongan A2.
Sekitar 80% individu dengan golongan darah A atau AB memiliki sel darah
merah yang teraglutinasi oleh Anti-A1 yang kemudian diklasifikasikan sebagai A1 atau
A1B. Sedangkan sisanya 20%, dimana sel darah merah teraglutinasi kuat oleh Anti-A
tetapi bukan oleh Anti-A1 disebut A2 atau A2B. Tes rutin dengan Anti-A1 tidak
diperlukan untuk donor maupun resipien.

Subgolongan yang lebih lemah dari A2 jarang didapati dan biasanya,


dikarakteristikan sebagai penurunan jumlah situs antigen A pada sel darah merah dan
sebaliknya, merupakan peningkatan dalam aktivitas antigen H. Subgolongan adalah
yang paling sering dikenal ketika terdapat ketidaksesuaian antara sel darah merah
(forward) dan serum (reverse) grouping.
Pada umumnya klasifikasi subgolongan A lemah (A3, Ax, Am, Ael) berdasarkan
pada :
1. Tingkat aglutinasi sel darah merah dengan Anti-A dan Anti-A1.
2. Tingkat aglutinasi sel darah merah dengan manusia dan beberapa monoclonal Anti-
A,B.
3. Tingkat aglutinasi sel darah merah dengan Anti-H (Ulex europaeus)
4. Kemunculan atau ketidak munculan Anti-A1 pada serum.
5. Kemunculan A dan substansi H pada saliva dari secretors
6. Pengujian adsorpsi / elusi
7. Studi mengenai keluarga (silsilah).
Identifikasi macam macam subgolongan tidak rutin dilakukan. Terdapat
beberapa karakteristik yang harus diperhatikan. Sel darah merah A3 memberikan
karakteristik pola mixed-field ketika diuji dengan Anti-A dari donor golongan B atau
O. Sel darah merah Ax dicirikan dengan tidak terjadi aglutinasi dengan human Anti-A
dari orang yang memiliki golongan darah B tetapi mengalami aglutinasi dengan Anti-
A, Anti-B dari orang yang memiliki golongan darah O. Sel darah merah Ax dapat
bereaksi dengan beberapa reagen Anti-A monoklonal, tergantung dari antibodi
monoklonal apa yang ada pada reagen. Sel darah merah Ael tidak mengalami aglutinasi
oleh Anti-A atau Anti A,B dari berbagai sumber, dan keberadaan Antigen A tersebut
hanya bisa dibuktikan dengan pengujian adsorpsi / elusi. Subgolongan B lebih tidak
umum dibandingkan subgolongan A.

Fenotip Bombay (Oh Fenotip)


Bentuk Oh atau fenotipe Bombay telah digunakan untuk istilah pada kasus
individu yang sangat jarang ditemui dimana pada sel darah merah dan pengeluaran
(sekresi) tidak ditemukan antigen H, A dan B dan pada plasma mengandung Anti-H,
Anti-A, dan Anti-B.
Fenotip ini pertama kali ditemukan di kota Bombay, India. Fenotip ini mulanya
dikenali serupa sebagai golongan darah O tapi menjadi semu ketika serum dari individu
Oh diuji terhadap sel darah merah golongan darah O, dan berubah menjadi aglutinasi
kuat dan/ atau terjadi hemolisis. Anti-H dari seseorang dengan fenotip Oh bereaksi pada
suhu diatas range 4 - 37C dengan seluruh sel darah merah dari berbagai golongan darah
kecuali pada sesama fenotip Oh.
Seseorang dengan fenotip Oh hanya dapat menerima transfusi dari darah dengan
fenotip Oh pula karena antibodi yang mereka miliki dengan cepat dapat menghancurkan
sel yang mengandung antigen A, B, atau H. Jika contoh lain dari sel darah merah Oh
tersedia, konfirmasi lebih lanjut dapat diperoleh dari pembuktian kompatibilitas dengan
serum dari sel darah merah Oh. Pada tingkat genotypic, fenotip Oh meningkat dari
pewarisan hh pada lokus H dan sese pada lokus Se.

Fenotip Para-Bombay
Fenotip para-Bombay yaitu, Ah, Bh, ABh biasanya digunakan untuk individual
yang mana merupakan secretors defisiensi H, yaitu mereka yang memiliki H-
transferase yang tidak aktif tetapi memiliki Se-transferase yang aktif. Sel darah merah
yang tidak terdeteksi antigen H secara uji serologi tetapi membawa sejumlah kecil
antigen A dan/atau antigen B (kadang dapat terdeteksi hanya dengan pengujian secara
adsorpsi / elusi), tergantung pada alel tiap individu pada lokus ABO. Uji dengan
menggunakan reagen Anti-A atau Anti-B dapat atau tidak dapat memberikan reaksi
yang lemah, tetapi sel sel tersebut tidak reaktif dengan Anti-H lectin atau serum Anti-
H dari seseorang dengan fenotip Oh.
Individu dengan fenotip para-Bombay memiliki sebuah alel Se yang fungsional
dengan demikian akan mengekspresikan antigen A, B, dan H dalam sekresi dan plasma
mereka. Sera dari orang orang dengan fenotip Ah dan Bh mengandung Anti-H dan/atau
Anti-IH sebagai tambahan pada Anti-A atau Anti-B sebagaimana yang diharapkan.
Secretors defisiensi H juga dapat menjadi golongan darah O. Individu ini akan
memiliki jejak antigen H tetapi tidak dengan antigen A atau B pada sel darah merah
mereka dan hanya memiliki antigen H pada sekresi mereka.
Tahun 1994, Kelly dan kawan kawan melaporkan dasar molekuler untuk
fenotip Bombay dan para-Bombay. Banyak mutasi pada lokus H yang kemudian
dihubungkan dengan defisiensi H.

2.1.4 Antigen dan Antibodi


Terdapat tiga jenis darah dalam penggolongan sistem ABO, yaitu golongan
darah A, B, AB, dan O. Penggolongan ini ditentukan dari antigen dan antibodi yang
terdapat pada darah. Antigen dalam golongan darah (disebut juga aglutinogen) terdapat
pada eritrosit atau sel darah merah. Sedangkan antibodi dalam golongan darah (disebut
juga aglutinin) terdapat pada plasma darah.

1) Golongan darah A memiliki antigen A pada eritrositnya dan memiliki antibodi


anti-B dalam plasmanya.
2) Gongan darah B memiliki antigen B pada eritrositnya dan memiliki antibodi anti-
A dalam plasmanya.
3) Golongan darah AB memiliki antigen A dan B pada eritrositnya, namun tidak
memiliki antibodi dalam plasmanya.
4) Golongan darah O tidak memiliki antigen dalam eritrositnya, namun memiliki
antibodi anti-A dan anti-B dalam plasmanya.
Penggumpalan darah yang terjadi antara darah yang berbeda jenis terjadi karena
interaksi antara antigen dan antibodi. Apabila antigen A bertemu dengan antibodi anti-
A maka akan terjadi gumpalan, dan apabila antigen B bertemu dengan anti-B akan
terjadi gumpalan juga. Karena interaksi tersebut maka pada saat transfusi darah, perlu
diperhatikan tentang golongan darah ang sesuai.
2.3 Sistem Golongan Darah Rhesus
2.3.1 Penemuan Sistem Golongan Darah Rhesus
Sistem kelompok darah Rh adalah satu dari polimorfik dan sistem imunogenik
yang paling diketahui oleh manusia. Sistem yang paling kompleks dengan 45 antigen.
Gen Rh terletak di lengan pendek dari kromosom 1.
Sistem penggolongan Rh adalah berdasarkan faktor Rhesus. Sistem rhesus
ditemukan oleh Karl landsteiner dan Weiner pada tahun 1940 dengan menyuntikkan
darah kera Macacus rhesus ke tubuh kelinci, ternyata darah kera tersebut digumpalkan
oleh aglutinin yang dihasilkan plasma darah kelinci. Aglutinin yang berasal dari kelinci
itu juga menggumpalkan darah manusia walaupun tidak pada semua orang.
Orang yang darahnya dapat digumpalkan oleh aglutinin dari kelinci
dikelompokkan sebagai golongan Rhesus positif (Rh+), sedangkan yang darahnya tidak
dapat digumpalkan oleh aglutinin kelinci tadi dikelompokkan ke dalam Rhesus negatif
(Rh). Secara singkat dapat diterangkan:
1) Golongan darah Rh+, dalam eritrositnya mengandung antigen Rhesus, pada
plasmanya tidak dibentuk antibodi terhadap antigen Rhesus.
2) Golongan darah Rh , dalam eritrositnya tidak ada antigen Rhesus, pada plasmanya
dapat dibentuk antibodi terhadap antigen Rhesus.

2.2.2 Antigen dan Antibodi pada Sistem Rh


Antigen pada Sistem Rh
Sistem Rh mencakup banyak antigen yang berlainan. Orang yang sel-sel darah
merahnya memiliki D disebut positif-Rh, dan yang sel-selnya tidak memiliki D
disebut negatif-Rh. Selain D, terdapat empat antigen Rh lain yang penting secara
klinis. Gen-gen untuk system Rh ini terletak di kromosom 1. Dengan demikian, setiap
gen mengendalikan keberadaan beberapa antigen Rh yang berbeda di permukaan sel
darah merah dan menentukan kombinasi dua atau tiga antigen utama yang berbeda-
beda, serta banyak antigen lain yang secara klinis kurang penting.
Karena mudah memicu pembentukkan antibodi identifikasi, D merupakan
antigen Rh pertama yang ditemukan. Empat antigen utama yang lain adalah C, E, c,
dan e. Banyak terdapat antigen lain yang memang jarang dijumpai atau memerlukan
antibodi yang jarang untuk membuktikan keberdaannya.
Antibodi Rh
Kebanyakan antobodi Rh muncul karena dari hasil paparan sel-sel darah
manusia melalui proses kehamilan dan transfusi. Kadang-kadang antibodi Rh terjadi
secara alamiah. D adalah yang paling bersifat imunogen, dan selanjutnya diikuti c dan
E. Meskipun pada beberapa contoh dari antibodi Rh yang berperilaku seperti aglutinin
salin, kebanyakan bereaksi pada protein tinggi, antiglobulin, atau sistem uji enzim.
Bahkan pada sera yang mengandung salin yang kuat reaktif anti-D biasanya reaktif
pada pengenceran yang lebih tiinggi pada tes antiglobulin. Beberapa pekerja (teknisi
lab) menemukan teknik enzim terutama berguna untuk mendeteksi lemah atau
berkembangnya antibodi Rh.
Pada kasus penyakit hemolitik pada janin dan bayi baru lahir (HFDN) timbul
apabila seorang ibu hamil menghasilkan antibodi melawan sel darah merah janinnya
sebagai akibat dari inkompatibilitas antigen darah antara ibu dan janinnya. Antibodi
ini dapat melewati plasenta dan merusak sel darah merah janin. Antigen yang paling
sering terlibat dalam HFDN adalah antigen D yag masuk ke dalam golongan darah
Rh. Di dalam kelompok ini, antigen D bersifat sangat imunogenik dan dapat
merangsang respon IgG kuat pada individu yang tidak memiliki antigen tersebut.

Jika tedapat cukup sel-sel Rh positif ini yang masuk ke dalam sirkulasi ibu yang
bukan Rh positif (yaitu, memiliki antigen RhD di permukaan sel darah merah), sistem
imun melihatnya sebagai benda asing dan memperlakukannya seperti antigen lainnya.
Dalam kasus ini, ibu diimunisasi atau disensitisasi terhadap antigen RhD, yang
membentuk sel B memori melawan antigen tersebut. Hal ini tidak berpengaruh pada
anak pertama Rh positif yang pertama, yang lahir sebelum sistem imun ibu
berkesempatan menyusun respon terhadap antigen RhD. Namun, timbul masalah
apabila anak kedua atau selanjutnya juga RhD positif. Dalam hal ini, ibu yang telah
terimunisasi menghasilkan antibodi kelas IgG terhadap antigen RhD.

2.2.3 Gen Rh
2 gen yang sangat homolog pada kromosom 1 men gkode polipeptida non
glikosilasi yang mengekspresikan Antigen Rh. Satu gen, dinamakan RHD, menentukan
kehadiran protein membran yang memberikan aktivitas D pada sel darah merah.
Gen RHCE menentukan antigen C,c,E, dan e yang alelnya adalah RHCe, RHCE,
RHcE, dan RHce. Perkiraan hasil dari RHD dan RHCE adalah protein dari 417 asam
amino.

Terminologi Rh
Ada tiga sistem nomenklatur/ teori yang dikembangkan untuk menyampaikan
informasi genetik dan serologis tentang sistem Rh:
1. Wiener
Menurutnya, produk dari gen Rh adalah aglutinogen. Sebuah aglutinogen
ditandai oleh banyak individu yang spesifik, disebut faktor, yang dapat diidentifikasi
dengan antibodi yang spesifik. Teori ini tidak benar, tetapi banyak serologis yang
menggunakan sistem shorthand berdasarkan penyebutan dari fenotipe dari notasi
Rh-Hr Wiener.
Notasi fenotipe menyatakan haplotype dengan huruf tunggal R dan r. R
digunakan untuk haplotype yang meproduksi D, r untuk haplotype yang tidak
memproduksi D.
Gen-gen yang ada, menurut Wiener, ialah R0, R1, R2, RZ, r, r, r dan ry.
Sedangkan blood factors disebutnya sebagai Rho, rh, rh, hr dan hr.

2. Fisher-Race
Fisher-Race memperkenalkan terminologi CDE, yang menyatakan bahwa
pewarisan genetik sistem rhesus diatur oleh 3 pasang gen yang letaknya berdekatan
dalam pita kromosom. Ketiga gen tersebut membentuk satu unit/komplek gen tetapi
tidak saling mengikat dalam proses pewarisannya. Urutan lokus dari ketiga gen
tersebut dalam 1 pita kromosom dapat menghasilkan 8 variasi kompleks gen, yaitu:
CDE, CDe, cDE, cDe, CdE, Cde, cdE dan cde.

CDE terminologi yang telah dimodifikasi sekarang banyak digunakan para


peneliti dan penemu serologik.
3. Rosenfield
Rosenfield dan para pekerja mengajukan sebuah sistem nomenklatur yang
didasari atas observasi serologik. Simbol-simbol tidak dimaksudkan untuk
menandakan informasi genetik, hanya digunakan untuk memfalitasi komunikasi dari
data fenotipik. Setiap antigen diberi nomor, umumnya berdasarkan urutan
penemuannya atau berdasarkan tugasnya dalam sistem Rh.

2.2.4 Fenotipe dan Genotipe


Fenotipe adalah hasil dari reaksi antara sel darah merah dan antisera sementara
genotipe adalah susunan genetik dan dapat diprediksi dengan menggunakan fenotipe
dan dengan mempertimbangkan ras dari seorang individu.

Menentukan fenotipe
Umumnya tes yang dilakukan pada pretransfusi hanya antigen D, antiserum
lainnya digunakan pada studi keluarga atau masalah antibodi. Bermacam-macam
antigen dideteksi pada sel darah marah seseorang yang merupakan fenotipe Rh.
Fenotipe DCcEe dapat muncul dari beberapa genotip lain. Dalam populasi
lain, genotipe yang paling mungkin adalah DCe/DcE. Kedua haplotypes tersebut
mengkode D; seseorang dengan fenotipe ini RHD gennya akan sangat
memungkinkan menjadi homozigot, meskipun RHCE gen adalah heterozigot
(Ce/cE). Beberapa kemungkinan genotipe dapat dihasilkan jika orang tersebut
adalah heterozigot pada lokus D (misalnya , DCe/cE, DcE/Ce, atau DCE/ce), tetapi
ini jarang terjadi di semua populasi.

Menentukan genotipe
Identifikasi antigen tidak selalu memungkinkan deduksi genotip yang
meyakinkan. Dugaan mengenai kemungkinan genotipe yang paling mungkin terjadi
pada kejadian kombinasi antigenik yang ditentukan dari studi populasi pada
kelompok etnis yang berbeda. Kesimpulan tentang genotipe berguna dalam studi
kependudukan, tes ayah, dan dalam memprediksi gen Rh yang ditransmisikan oleh
suami/pasangan wanita dengan antibodi Rh.
Teknik molekuler sekarang tersedia yang dapat menentukan genotipe Rh.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Combs, Martha Rae. et all. 2005. Technical Manual Program Unit. United State : AABB.
Olson, Kate Rittenhouse dan Nardin, Ernesto De. 2017. Imunologi dan Serologi Klinis Modern.
Jakarta : EGC.
U.Pendit, Brahm, et al. Kapita Selekta Hematologi Ed.6. Diterjemahkan dari A.V. Hoffbrand
dan P. A. H. Moss. 2011. Essential Haematology 6th Ed. Jakarta: EGC.

Wulandari, Dewi, dan Brahm U Pendit. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Edisi 11. Diterjemahkan dari Ronald A. Sacher dan Richard A. McPherson. 2004.
Widmann;s clinical interpretation of laboratory tests. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai