Di Susun Oleh:
Shilva Aprilia Putri (P07124122033)
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN ACEH
PRODI D-III KEBIDANAN
TA 2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1Latar Belakang Masalah.............................................................................1
1.2Rumusan Masalah .....................................................................................1
1.3Tujuan Masalah .........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................2
2.1 Definisi penentuan golongan darah............................................................2
2.2 PATOFISIOLOGI ......................................................................................2
2.3 Terpaut Kromosom ...................................................................................4
2.4 Pedigree..................................................................................................... 5
2.5 Penatalakasaan ........................................................................................6
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 7
KESIMPULAN ................................................................................................. 7
TUJUAN PUSTAKA.........................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
Golongan darah merupakan ciri khusus darah suatu individu yang disebabkan
adanya perbedaan jenis karbohidrat serta protein pada permukaan membran sel
darah merah. Sistem golongan darah ABO ditentukan oleh ada atau tidak adanya
antigen (Ag) A dan antigen B yang terekspresikan pada sel darah merah serta ada
tidaknya antibodi (Ab) A dan B dalam serum atau plasma (Andriyani et al., 2015).
Sistem golongan darah ABO terdiri atas 4 macam, yaitu golongan darah A, B, AB dan
O. Individu dengan golongan darah A memiliki antigen (Ag) A dan antibodi (Ab) B,
golongan darah B memiliki Ag B dan Ab A, golongan darah AB memiliki Ag A dan B
namun tidak memiliki Ab A dan B, dan golongan darah O tidak memiliki Ag namun
memiliki Ab A dan B (Oktari & Silvia, 2016).
Dalam sistem penggolongan darah, terdapat pula sistem penggolongan darah rhesus
(faktor Rh), yaitu penggolongan darah yang hasilnya positif atau negatif setelah
mengetahui penggolongan darah A, B, AB, O (Maharani & Noviar, 2018). Seseorang
yang memiliki rhesus positif maka dia memiliki antigen rhesus (faktor Rh) dalam sel
darah merahnya, dan seorang yang memiliki rhesus negatif tidak ditemukan adanya
antigen rhesus (faktor Rh) dalam sel darah merahnya (Lemone et al., 2015).
Darah adalah komponen yang paling penting dalam tubuh. Kekurangan darah dalam
tubuh dapat memicu sejumlah penyakit seperti anemia, hipotensi, dan serangan
jantung. Beberapa kasus kekurangan darah tersebut dan beberapa kasus lain, seperti
kecelakaan, luka bakar, dan proses persalinan memerlukan transfusi darah dari
pendonor darah dengan golongan darah yang tepat. Transfusi darah dari pendonor ke
resipien harus diselesikan jenis golongan darahnya (Bayususetyo, dkk 2017). Transfusi
darah dari golongan darah yang tidak sesuai dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian (Swastini
et al., 2016).
2.2 PATOFISIOLOGI
Perbedaan golongan darah ini terutama dikenali pada saat transfusi darah. Bila transfusi
darah terjadi pada orang yang bergolongan sama, terjadi kecococokan antara darah donor
(pemberi) dan darah resipien (penerima). Sebaliknya, jika terjadi transfusi darah dari donor
kepada resipien yang tidak sama golongan darahnya, akan terjadi reaksi penggumpalan
darah atau reaksi serologis pada tubuh penerima. Akibatnya, resipien dapat meninggal
dunia.
Reaksi serologis atau penggumpalan darah dapat terjadi karena adanya reaksi antigen
(glikoprotein yang dianggap benda asing) dan antibodi (molekul protein yang merespon
keberadaan antigen).
Penggolongan Darah Sistem ABO
Secara fisiologi, berdasarkan adanya aglutinin dalam plasma darah dan aglutinogen dalam
eritrosit yang dikemukakan oleh K. Landsteiner (1868-1943), darah terbagi menjadi empat
golongan yaitu golongan darah A, B, AB, dan O.
Berdasarkan keberadaan antigen dan antibodi A dan B dalam darah, golongan darah
dibedakan menjadi 4, yaitu A, b, AB, dan O.
- Golongan darah A memiliki antigen atau aglutinogen A, dan antibodi atau aglutinin B
- Golongan darah B memiliki antigen atau aglutinogen B, dan antibodi atau aglutinin A
- Golongan darah AB memiliki antigen atau aglutinogen A dan juga B, dan tidak
memiliki antibodi atau agglutinin
- Golongan darah O tidak memiliki antigen atau aglutinogen apapun.
Kemudian, pada suatu pernikahan seseorang sering dijumpai kasus di mana golongan
darah A yang menikah dengan golongan darah B, ternyata memiliki anak bergolongan
darah O.
Ada sebuah contoh kasus, perempuan bergolongan darah N yang menghasilkan gamet
IN menikah dengan laki-laki bergolongan darah MN, yang menghasilkan gamet IM dan IN.
Penggolongan Darah Sistem Rh
K. Landsteiner dan Weiner pada tahun 1940 menemukan cara penggolongan darah yang
disebut Rhesus (Rh). Disebut rhesus antigen ini pertama kali ditemukan dalam eritrosit
kera “rhesus” (Macaca rhesus).
Tipe Rh digolongkan menjadi Rh positif (+) dan Rh negatif (-). Menurut sistem Rh,
penggolongan darah dirumuskan sebagai berikut:
- Golongan darah yang fenotipnya Rh+ memiliki genotip IRh IRh atau IRh Irh
- Golongan darah yang fenotipnya Rh- memiliki genotip Irh Irh
2.3 TERPAUT KROMOSOM
Penentuan jenis kelamin pada manusia ditentukan oleh pasangan kromosom yang
berjumlah 46 buah atau 23 pasang kromosom. Antara kromosom pria dan wanita
berbeda satu sama lain.
Dari ke-23 pasangan kromosom tersebut, hanya pasangan kromosom ke-23 yang
dapat menentukan jenis kelamin pada manusia. Sehingga ke-22 pasangan kromosom
disebut dengan kromosom autosom/kromosom tubuh dan 1 pasang kromosom disebut
dengan kromosom sex/kromosom kelamin.
Pasangan kromosom yang ke-23 tadi adalah kromosom “X“ untuk jenis kelamin
perempuan dan kromosom “Y“ untuk jenis kelamin laki-laki. Kromosom “Y“ memiliki
ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kromosom “X“. Sehingga dapat dilihat
simbol jenis kelamin pada manusia adalah sebagai berikut :
- XX untuk jenis kelamin perempuan
- XY untuk jenis kelamin laki-laki
Pada pembentukan jenis kelamin dapat ditentukan saat terjadinya pertemuan sel
sperma dengan sel ovum. Jika yang membuahi sel ovum adalah sel sperma yang
membawa kromosom X maka akan terbentuk individu dengan jenis kelamin perempuan
(XX). Tetapi jika yang membuahi sel ovum adalah sel sperma yang membawa kromosom
Y maka akan terbentuk individu dengan jenis kelamin lakilaki (XY).
Penggolongan darah pada manusia tidak tergantung pada kromosom sel kelamin, tetapi
beberapa penyakit pada darah dapat terpaut pada kromosom sel kelamin.
2.4 PEDIGREE
Alel IA dan alel IB memiliki sifat dominan, sementara alel IO sifatnya resesif. Nah,
karena sifat alel A dan B dominan, sementara O resesif, kombinasi golongan darah
manusia jadi ada 4 macam, yaitu A, B, AB, dan O.
Orang dengan golongan darah B juga bisa memiliki dua kemungkinan genotip, yaitu
homozigot IB IB atau heterozigot IB IO. Kalau golongan darah kamu AB, berarti kamu
memiliki genotip IA IB. Golongan darah O harus memiliki genotip homozigot IO IO supaya
fenotipnya O.
Jadi, penggolongan darah sistem ABO ini berdasarkan ada atau enggaknya antigen
tadi. Antigen ini memiliki kaitan dengan sistem imunitas seseorang. Sistem ini nggak ada
hubungannya dengan sifat seseorang yang membahas karakter manusia berdasarkan
golongan darahnya.
Tranfusi darah
Antigen ini menjadi salah satu factor penting dalam hereditas manusia. Karena, saat
mendonorkan darah, golongan darah pendonor dan penerima donor harus sama. Jadi,
kalau kamu mau donorkan darah A, ya harus ke orang yang golongan darahnya A.
Kalau darah A didonorkan ke orang dengan golongan darah B, tubuh orang yang
bergolongan darah B tersebut akan mendeteksi kalau ada antigen A dari golongan darah
A. Darah B akan memproduksi antibodi A atau anti-A untuk menghancurkan sel darah A.
Kalau sudah begini, transfusinya akan sia-sia.
Sistem Rhesus
Ada pembekuan darah saat transfusi, padahal prosedurnya sudah sesuai aturan dari
sistem ABO. Darah yang didonorkan malah membeku alias mengalami penggumpalan
dan nggak diterima oleh tubuh pasien.
Sistem Rhesus ini adalah pembagian golongan darah berdasarkan faktor rhesus, alias
antigen lain yang ada di eritrosit. Orang yang punya faktor rhesus ini digolongkan ke
kelompok orang dengan rhesus positif.
Bayi bisa memiliki rhesus yang berbeda dari ibunya kalau sang ibu memiliki rhesus
negatif dan ayahnya memiliki rhesus positif. Karena rhesus positif dari sang ayah ini
dominan, sang anak pasti rhesusnya positif juga.
Adanya dua rhesus yang berbeda antara sang ibu dan janin, membuat tubuh sang ibu
menghasilkan reaksi alergi pada keberadaan janin dalam rahimnya. Kalau sudah begini,
tubuh sang ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin.
Akibatnya, janin akan kekurangan sel darah merah atau anemia dan berakhir pada
kematian janin dalam kandungan sang ibu.
Sistem MN
Setelah ditemukannya antigen A dan B pada golongan darah A, B, O, dan faktor
rhesus pada rhesus positif-negatif, ternyata ada antigen lain lagi di membran eritrosit.
Antigen ini bernama antigen M dan N yang dikenal dengan sistem golongan darah M, N
dan MN. Kalau di sistem ABO alelnya menggunakan lambang I, pada sistem MN ini
digunakan lambang L.
Jadi, jika eritrositnya memiliki alel LM, golongan darahnya M. Kalau eritrositnya
memiliki alel LN, golongan darahnya N. kalau eritrositnya memiliki alel LM dan LN,
golongan darahnya MN.
2.5 PENATALAKSANAAN
penatalaksanaan yang perlu dilakukan pada kasus
inkompatibilitas ABO adalah pemberian obat yang bersifat meredakan reaksi alergi,
seperti antihistamin; obat yang menurunkn reaksi inflamasi seperti steroid; pemberian
cairan fisiologis secara intravena; serta pemberan obat yang menaikkan tekanan darah
seperti epinefrin apabila penurunan tekanan darah terjadi secara drastis.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem golongan darah ABO merupakan sistem golongan darah yang terpenting
dalam transfusi. Sistem penggolongan darah ini adalah yang paling imunogenik dari
semua antigen golongan darah. Ketidakcocokan atau inkompatibilitas dalam konteks
golongan darah ini disebabkan oleh pengikatan antibodi plasma dengan antigen sel
darah merah, sehingga menyebabkan reaksi. Dalam tes laboratorium reaksi ini adalah
yang paling umumnya divisualisasikan dengan aglutinasi dari sel-sel darah merah. Di
tubuh, reaksi antigen-antibodi dapat terjadi sebagai konsekuensi yang merugikan dari
transfusi darah atau kehamilan, mengakibatkan kerusakan sel darah merah dipercepat.
Oleh karena itu penting untuk mendeteksi ketidaksesuaian antara plasma pasien dan sel
darah merah dari donor darah potensial sebelum transfusi, untuk menghindari reaksi
transfusi.