Penyusun:
TIM EDITOR PQS
Penyunting:
Amar Rochim
Tata Letak:
PQS Design
Design Sampul:
PQS Design
Diterbitkan oleh:
PQS Publishing
Jl. Merak 52, Tuwak, Gonilan, Kartasura, Solo 57162
Telp/Fax: (0271) 726603, HP/WA: 0823 2404 1000
PIN BB: 7E650939, Email: pqsmedia@gmail.com
Websaite: www.penerbitpqs.com
Tiada kata yang patut kita ucapkan terlebih dahulu selain ucapan syukur,
puja dan puji hanya kepada Allah, penguasa seluruh alam semesta yang telah
menganugerahkan kepada kita berbagai macam kenikmatan. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad Saw, beserta
keluarga, sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang beriman kepadanya sampai
akhir zaman.
Amma badu, sirah nabawiyah termasuk salah satu ilmu paling mulia dan
agung yang harus dipelajari. Dengan ilmu ini, seorang Muslim dapat mengetahui
kondisi agama dan nabinya serta mengetahui kemuliaan yang Allah berikan
kepadanya.
Topik sirah nabawiyah sudah banyak mendapat perhatian dari zaman dulu
hingga saat ini. Semua karya ini muncul dari dasar iman, cinta, dan pengorbanan
yang meluap kepada Rasulullah. Namun, terkadang materi sirah yang terlalu
panjang dan bertele-tele membuat sebagian orang menjadi malas untuk membaca
dan mempelajarinya. Oleh karena itu, hadirnya E-Book One Day One Sirah ini
diharapkan mampu memberikan karya baru yang praktis, inovatif, dan kreatif
sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Kami berharap tulisan ini mendekati harapan yang diminta. Tidak lupa kami
juga berdoa kepada Allah semoga tulisan ini berguna bagi kaum Muslimin, dan
semoga Allah menjadikan amalan ini ikhlas untuk wajah-Nya semata. Shalawat,
berkah, dan salam semoga terlimpah kepada makhluk terbaik-Nya, Nabi
Muhammad Saw.
Abdul Muththallib adalah orang yang paling tampan, paling rupawan, dan
paling besar kedudukannya. Ia meraih kemuliaan di zamannya yang tidak diraih
siapapun. Ia adalah pemimpin kaum Quraisy, pemimpin kafilah dagang Quraisy,
orang terhormat, ditaati, dermawan, dijukuli fayyadh (orang yang sangat murah hati
dan suka berbagi) karena kemurahan hatinya.
Ia mendapat kemuliaan dengan menggali sumur Zamzam setelah ditutup
oleh kabilah Jurhum ketika mereka meninggalkan Makkah. Ia diperintahkan untuk
menggali sumur tersebut dalam mimpi. Ia diberi tahu sifat dan tempat sumur
tersebut.
Pada masanya terjadi peristiwa gajah. Abraha Al-Asyram datang dari Yaman
dengan membawa 60 ribu pasukan dari kalangan Habasyah dengan membawa
beberapa gajah untuk menghancurkan Kabah. Setelah tiba di Wadi Muhassir yang
terletak di antara Muzdalifah dan Mina dan bersiap-siap menyerang Makkah, Allah
mengirim sekawanan burung Ababil kepada mereka. Burung-burung ini melempari
mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, lalu membuat mereka seperti
dedaunan yang dimakan ulat. Peristiwa ini terjadi kurang dari dua bulan sebelum
kelahiran Nabi Saw.
Ayah beliau adalah Abdullah. Abdullah adalah anak Abdul Muththallib yang
paling baik, paling menjaga diri, dan paling dicintai Abdul Muththallib. Ceritanya,
ketika Abdul Muththallib menggali sumur Zamzam lalu jejak-jejaknya mulai
nampak, kaum Quraisy memperebutkan sumur tersebut. Akhirnya, Abdul
Muththallib bernazar jika ia diberi sepuluh anak oleh Allah dan mereka semua
beranjak besar hingga bisa membelanya, ia akan menyembelih salah satu di
antaranya.
Setelah Abdul Muththallib mendapatkan yang ia inginkan, ia pun mengundi
anak-anaknya. Akhirnya undian jatuh pada Abdullah. Abdul Muththallib kemudian
pergi ke Kabah untuk menyembelih Abdullah, lalu kaum Quraisy mencegahnya,
terlebih saudara-saudara dan paman-pamannya. Akhirnya Abdul Muththallib
menebus Abdullah dengan seratus ekor unta.
Abdul Muththallib memilih Aminah binti Wahab sebagai istri untuk
Abdullah, anaknya. Abdullah kemudian membina rumah-tangga dengan Aminah di
Makkah hingga Aminah mengandung Rasulullah Saw. Abdullah meninggal dunia
di Madinah saat pulang dari Syam, dan dimakamkan di Darun Nabighah Adz-
Dzubaini. Kematian ini terjadi sebelum Nabi Saw lahir menurut pendapat paling
shahih.
Wanita yang mengasuh beliau adalah Ummu Aiman. Namanya Barakah Al-
Habasyiyah, maulah ayah beliau, Abdullah. Ummu Aiman berumur panjang hingga
masuk Islam, berhijrah, dan meninggal dunia lima bulan atau enam bulan setelah
Nabi Saw.
Wanita pertama yang menyusui beliau setelah ibunda beliau adalah
Tsuwaibah, maulah Bani Lahab dengan air susu yang keluar karena kelahiran
anaknya yang bernama Masruh. Sebelumnya, Tsuwaibah menyusui Hamzah bin
Abdul Muththallib, dan setelah itu Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makzhumi.
Dengan demikian, mereka semua adalah saudara sesusuan.
Abu Lahab memerdekakan budak wanita miliknya ini karena merasa
gembira atas kelahiran Rasulullah Saw. Hanya saja, Abu Lahab di kemudian hari
menjadi musuh bebuyutan beliau tatkala beliau menyampaikan dakwah Islam.
Tradisi masyarakat Arab yang biasa berlaku kala itu adalah mencari wanita-
wanita yang bisa menyusui anak-anak mereka di pedalaman sebagai langkah untuk
menjauhkan anak-anak dari penyakit yang biasa menjalar di kawasan-kawasan
berperadaban agar otot-otot mereka menjadi kekar, dan menguasai bahasa Arab
sejak masih berada dalam buaian.
Rupanya Allah menakdirkan sejumlah wanita dari Bani Saad bin Bakar bin
Hawazan datang untuk mencari anak-anak susuan. Salah seorang wanita di antara
mereka (ia adalah Halimah binti Abu Dzuwaib) tidak menemukan seorang bayi pun
untuk ia susui. Ia akhirnya menerima Nabi Saw dan rupanya ia meraih sesuatu
karena beliau yang membuat banyak orang merasa iri padanya.
Dzuwaib, ayah Halimah, namanya Abdullah bin Harits. Nama suaminya
Harits bin Abdul Uzza. Keduanya berasal dari Saad bin Bakar bin Hawazan. Anak-
anak Harits bin Abdul Uzza adalah saudara-saudara sesusuan Nabi Saw. Mereka
adalah Abdullah, Unaisah, Judamah (namanya Syaima`. Julukannya mengalahkan
namanya). Ia mengasuh Rasulullah Saw.
Halimah selalu datang membawa Nabi Saw ke ibu dan keluarga beliau setiap
enam bulan sekali, lalu setelah itu kembali pulang ke pedalaman Bani Saad dengan
membawa beliau. Halimah meminta agar beliau tetap tinggal bersamanya karena
berkah dan kebaikan yang ia lihat. Ibu beliau dengan senang hati menerima
permintaan Halimah. Nabi Saw tinggal bersama Halimah sekitar dua tahun.
Lalu setelah itu terjadilah peristiwa aneh yang membuat Halimah dan sang
suami merasa takut. Akhirnya keduanya mengembalikan Nabi Saw ke ibu beliau.
Peristiwa itu adalah peristiwa pembelahan dada beliau.
Anak-anak berlarian menemui ibu susuan beliau. Mereka berkata,
Muhammad terbunuh. Mereka kemudian mendatangi beliau dengan wajah pucat.
Anas berkata, Aku melihat bekas jahitan itu di dada beliau.
Pasca peristiwa ini, Nabi Saw kembali ke Makkah lalu tinggal bersama ibu
beliau dan bersama keluarga beliau sekitar dua tahun. Lalu setelah itu ibu beliau
pergi bersama beliau ke Madinah menuju makam ayah beliau, juga tempat paman-
paman kakek beliau dari Bani Adi bin Najjar.
Ia ditemani oleh orang yang selalu mengurusnya, Abdul Muththallib, dan
pelayannya, Ummu Aiman. Ibu beliau tinggal di Madinah selama sebulan lalu
setelah itu kembali. Di tengah perjalanan, ia jatuh sakit dan penyakitnya semakin
parah hingga akhirnya meninggal dunia di Abwa`, sebuah tempat antara Makkah
dan Madinah. Di sanalah ia dimakamkan.
Pada usia keduapuluh tahun, di pasar Ukazh terjadi perang antara kaum
Quraisy dengan kaum Qais Ailan. Peperangan terjadi dengan sengit hingga banyak
korban tewas berjatuhan dari kedua kubu.
Kemudian mereka sepakat untuk menghitung jumlah korban yang jatuh di
antara kedua belah pihak. Siapapun di antara kedua kubu yang korbannya lebih
banyak, ia berhak mendapat tebusan sebanyak jumlah korban tambahan. Akhirnya
kedua belah pihak menyepakati hal itu, perang pun berakhir dan lenyap sudah
permusuhan dan kejahatan yang pernah terjadi di antara mereka.
Perang ini dihadiri Rasulullah Saw, beliau bertugas mempersiapkan anak
panah untuk dilesakkan paman-paman beliau. Perang ini disebut perang Fijar
karena melanggar kesucian Makkah dan bulan haram. Perang Fijar terjadi sebanyak
empat kali, semuanya terjadi dalam satu tahun, dan perang yang dibahas ini adalah
perang yang terakhir. Tiga peperangan sebelumnya berakhir setelah pertengkaran
dan perkelahian ringan. Tidak terjadi peperangan selain pada kali keempat ini.
Pasca perang Fijar tepatnya pada bulan Dzulqadah, perjanjian Fudhul antara
lima keturunan kabilah Quraisy terlaksana. Mereka adalah Bani Hasyim, Bani
Muththallib, Bani Asad, Bani Zuhrah, dan Bani Taim. Latar-belakang perjanjian ini
adalah seseorang dari Zubaid yang tiba di Makkah dengan membawa barang
dagangan, kemudian barang-barangnya dibeli Ash bin Wa`il As-Sahmi, hanya saja
Ash tidak memenuhi hak-haknya.
Saat itu Zubair bin Abdul Muththallib lewat di dekatnya, lalu ia bertemu
dengan orang-orang yang telah disebutkan sebelumnya di rumah Abdullah bin
Judan, pemimpin Bani Taim. Setelah itu mereka menemui Ash bin Wa`il dan
mengambil kembali hak-hak untuk diserahkan kepada orang dari Zubaid tadi.
Perjanjian ini dihadiri Rasulullah Saw bersama paman-paman beliau. Setelah
mendapat kemuliaan dari Allah untuk mengemban risalah, beliau bersabda, Aku
pernah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jadan suatu perjanjian yang lebih aku
sukai dari unta merah, andai aku diundang untuk perjanjian tersebut di masa Islam,
pasti aku penuhi.
Khadijah binti Khuwailid merupakan wanita Quraisy yang paling mulia dan
kaya raya. Dia biasa menyuruh orang untuk menjalankan barang dagangannya,
dengan sistem bagi hasil. Setelah Khadijah mendengar kabar tentang Nabi
Muhammad, ia pun mengirim utusan untuk menawarkan kepada beliau agar
berangkat ke Syam untuk menjalankan dagangannya. Khadijah siap memberikan
imbalan yang jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah ia berikan kepada
pedagang lain.
Rasulullah Saw akhirnya pergi bersama budak milik Khadijah. Beliau
kemudian berjual beli dan mendapatkan keuntungan besar. Harta Khadijah
mendapat berkah yang belum pernah didapatkan sebelumnya. Setelah itu beliau
kembali ke Makkah dan menyerahkan amanat kepada Khadijah.
Khadijah melihat amanat dan berkah dalam harta yang dibawa Rasulullah
Saw yang begitu menyilaukan kalbu. Ia kemudian mengutus salah seorang
temannya untuk menyampaikan keinginannya menikah dengan beliau. Paman
Khadijah akhirnya menikahkannya dengan Nabi Saw dengan dihadiri Bani Hasyim
dan para pemuka kaum Quraisy dengan mahar duapuluh ekor unta.
Pernikahan ini terlaksana tepat dua bulan dan beberapa hari setelah beliau
pulang dari Syam. Saat itu, usia beliau menginjak duapuluh lima tahun. Sementara
umur Khadijah menurut pendapat paling popular adalah empat puluh tahun. Dia
wanita pertama yang dinikahi Rasulullah Saw. Beliau tidak memadu Khadijah
hingga Khadijah meninggal dunia.
Anak-anak Rasulullah dari pernikahannya dengan Khadijah adalah Qasim,
Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah dan Abdullah. Semua putra beliau
meninggal dunia saat masih kecil, dan semua putri beliau menjumpai zaman
nubuwah, mereka masuk Islam serta ikut berhijrah. Hanya saja mereka semua
meninggal dunia saat beliau masih hidup, kecuali Fathimah. Dia hidup enam bulan
sepeninggal beliau.
Menginjak usia tiga puluh lima tahun, banjir bandang menerjang dinding
Kabah. Mereka kemudian membagi bahan-bahan bangunan Kabah untuk sejumlah
kabilah. Rasulullah Saw bersama paman beliau, Abbas, termasuk di antara yang ikut
memikul bebatuan Kabah. Pembangunan Kabah ini ditangani oleh seorang arsitek
berkebangsaan Romawi bernama Baqum.
Begitu pembangunan sudah mencapai bagian Hajar Aswad, mereka mulai
berselisih tentang siapa yang berhak mendapat kehormatan meletakkan Hajar
Aswad di tempat semula. Abu Umayyah Al-Mughirah Al-Makhzumi mengajukan
jalan keluar dari perselisihan ini, yaitu menyerahkan putusan ini pada siapapun
yang pertama kali masuk melalui pintu Masjid. Akhirnya mereka semua menerima
usulan ini.
Allah rupanya menakdirkan orang yang pertama kali masuk setelah
keputusan ini adalah Rasulullah Saw. Beliau pun meminta surban, lalu beliau
meletakkan Hajar Aswad, setelah itu beliau meminta para pemuka kabilah yang
saling berselisih untuk memegangi ujung surban, kemudian memerintahkan mereka
secara bersama-sama untuk mengangkatnya. Setelah mendekati tempatnya, beliau
mengambil Hajar Aswad lalu meletakkannya di tempat semula. Inilah jalan keluar
jitu yang disetujui oleh seluruh kaum.
Sejak kecil, beliau tumbuh sebagai anak yang lurus akal, kuat, dan berakhlak
baik. Hingga saat beranjak besar dan mencapai kematangan, beliau memiliki sifat-
sifat terpuji dan mulia.
Beliau sangat menyambung tali kekeluargaan, memikul beban berat yang
dirasakan masyarakat, membantu orang-orang miskin hingga bisa bekerja dan
mendapatkan penghasilan, beliau selalu menjamu tamu, dan membantu siapapun
yang terkena musibah.
Beliau paling jauh untuk menenggak khamr ataupun menghadiri
perkumpulan nyanyian dan begadang sambil mengobrol yang menjadi tempat
favorit bagi kaum muda dan tempat perkumpulan orang-orang tercinta di Makkah.
Karena situasi sosial seperti tersebut di atas, celah pemikiran dan keilmuan
kian menganga lebar antara Nabi Saw dan kaum beliau. Kesengsaraan dan
kerusakan kaum yang membuat beliau cemas, mendorong beliau untuk menyendiri
manjauh dari kancah pergaulan sambil berpikir mencari cara untuk menyelamatkan
mereka dari kesengsaraan dan kebinasaan.
Beliau akhirnya menyendiri di gua Hira, beribadah kepada Allah di sana
dengan menjalankan sisa-sisa agama Ibrahim. Hal ini beliau lakukan sebulan setiap
tahunnya, tepatnya di bulan Ramadhan. Setelah usai menyendiri selama sebulan
penuh, beliau kembali ke Makkah pada pagi hari, setelah itu berthawaf mengelilingi
Kabah, kemudian pulang ke rumah. Beliau melakukan hal ini selama tiga tahun.
Saat usia beliau genap empatpuluh tahun yang merupakan usia kematangan,
tanda-tanda kenabian dan kebahagiaan mulai muncul dan terlihat. Setiap kali beliau
memimpikan sesuatu, pasti terjadi tepat seperti yang beliau impikan. Beliau melihat
cahaya dan mendengar suara. Beliau bersabda, Sungguh, aku tahu sebuah
bongkahan batu di Makkah yang selalu mengucapkan salam kepadaku sebelum aku
diutus.
Pada bulan Ramadhan di usia ke-40 ketika beliau sedang berdiam diri di gua
Hira, berzikir dan beribadah kepada Allah, Jibril datang membawa nubuwah dan
wahyu. Jibril datang lalu berkata, Bacalah! Beliau berkata, Aku tidak bisa
membaca, hingga tiga kali. Malaikat itu kembali meraih dan merangkulku hingga
aku merasa sesak.
Setelah itu ia melepaskanku, ia kembali berkata, Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-
Alaq: 1-5)
Rasulullah Saw pulang membawa wahyu itu dengan hati gemetar. Setelah itu
masuk menemui Khadijah binti Khuwalid seraya berkata, Selimutilah aku,
selimutilah aku! Khadijah kemudian menyelimuti beliau. Setelah rasa takut lenyap,
beliau berkata kepada Khadijah sambil menyampaikan kisah itu.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan di malam qadar. Allah berfirman,
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. (Al-Baqarah:
185) Dan juga berfirman, Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada
malam qadar. (Al-Qadr: 1) Hadis-hadis shahih menunjukkan bahwa peristiwa ini
terjadi pada malam Senin sebelum terbit fajar.
Mengingat malam qadar adanya pada malam-malam ganjil dari sepuluh
malam terakhir Ramadhan, dan terbukti secara ilmiah bahwa hari Senin di bulan
Ramadhan pada tahun tersebut jatuh pada tanggal 21. Ini menunjukkan bahwa
nubuwah beliau dimulai pada malam ke-21 bulan Ramadhan tahun 41 dari
kelahiran beliau. Bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 610 M.
Usia beliau kala itu adalah 39 tahun, 3 bulan, 29 hari menurut hitungan
kalender syamsiyah (sonar system). Dengan demikian, beliau hampir menginjak usia
40 tahun menurut hitungan kalender syamsiyah (sonar system).
Wahyu berhenti turun dan terputus setelah sebelumnya turun di gua Hira.
Terputusnya wahyu ini terjadi selama beberapa hari, hingga membuat Nabi Saw
sangat sedih. Beliau kembali dari kediaman Waraqah bin Naufal menuju gua Hira
untuk meneruskan itikaf di sana, meneruskan sisa bulan Ramadhan.
Beliau menuturkan, Saat aku berada di lembah (setelah turun dari gua Hira),
aku dipanggil, kemudian aku melihat ke atas, ternyata Jibril tengah duduk di atas
kursi di antara langit dan bumi, aku pun merasa takut hingga terjatuh ke tanah, lalu
menemui Khadijah. Kemudian turunlah Al-Muddatstsir: 1-5. Ini terjadi sebelum
shalat diwajibkan. Setelah itu wahyu turun secara berturut-turut.
Ayat-ayat ini merupakan permulaan risalah beliau, dan baru turun selang
beberapa waktu setelah wahyu terputus. Wahyu yang turun ini mencakup dua jenis
tugas yaitu; pertama, tugas menyampaikan dan mengingatkan. Kedua, tugas
menerapkan perintah-perintah Allah terkait hak-Nya untuk meraih ridha-Nya, dan
menjadi teladan baik bagi orang yang beriman kepada Allah.
Orang pertama yang beriman kepada beliau secara mutlak adalah ummul
Mu`minin Khadijah binti Khuwailid. Khadijah sebelumnya sudah mengetahui
berbagai tanda dari penuturan Waraqah bahwa sosok yang turun ke gua Hira
adalah Jibril. Setelah itu Khadijah melihat sendiri apa yang dialami Nabi Saw ketika
ayat-ayat pertama surah Al-Muddatstsir turun. Sehingga tidak aneh jika Khadijah
menjadi orang Mukmim pertama.
Setelah itu, Nabi Saw segera menemui teman dekat beliau Abu Bakar Ash-
Shiddiq untuk memberitahukan kepadanya prihal kemuliaan nubuwah dan risalah
yang Allah berikan kepada beliau, ia pun langsung beriman tanpa ragu ataupun
pikir panjang. Ia segera percaya dan mengutarakan kesaksian kebenaran. Dengan
demikian, Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang pertama yang beriman kepada
beliau secara mutlak dari kalangan lelaki dewasa.
Termasuk di antara yang pertama beriman kepada beliau adalah Ali bin Abi
Thalib dan Zaid bin Haritsah bin Syurahbil Al-Kalbi. Keempat orang ini masuk
Islam di hari yang sama, hari ketika Rasulullah Saw diperintahkan untuk
menyampaikan peringatan dan menyampaikan dakwah menuju Allah.
Abu Bakar giat menyeru orang lain untuk masuk Islam dan ia menjadi
kepanjangan tangan Nabi Saw dalam mengemban tugas risalah. Abu Bakar mulai
menyeru orang-orang yang ia lihat memiliki kebaikan dan ia percayai di antara
kaumnya. Dakwahnya diterima oleh semua orang-orang mulia. Abu Bakar
menjelaskan Islam kepada mereka, membawa mereka menemui Nabi Saw, lalu
mereka semua masuk Islam.
Di antara golongan yang terlebih dahulu masuk Islam dari luar Quraisy
adalah Abdullah bin Masud Al-Hudzali, Masud bin Rabiah Al-Qari, Abdullah bin
Jahsy Al-Asadi dan saudaranya Abu Ahmad bin Jahsy, Bilal bin Rabbah Al-Habasy,
Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi, Ammar bin Yasir Al-Unsi beserta ayah dan ibunya
Yasir dan Sumaiyah, dan Amir bin Fuhairah.
Di antara golongan yang terlebih dahulu masuk Islam dari kalangan wanita
selain yang telah disebut sebelumnya adalah Ummu Aiman Barakah Al-Habasyiyah,
Ummul Fadhl Lubabah si sulung binti Harits Al-Hilaliyah istri Abbas bin Abdul
Muththallib, Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka inilah yang disebut
sebagai as-sabiqunal awwalun (golongan yang terdahulu dan yang pertama-tama
masuk Islam).
Wahyu terus turun secara silih berganti setelah turunnya surah Al-
Muddatstsir. Seperti disebutkan bahwa wahyu yang turun setelah itu adalah surah
Al-Ftihah. Ibadah pertama yang diperintahkan kepada Nabi Saw adalah shalat dua
rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari. Jibril turun menyampaikan
perintah itu, lalu mengajarkan wudhu dan shalat kepada beliau.
Nabi Saw menyucikan jiwa mereka, mengajari mereka Al-Qur'an dan hikmah
(sunnah), menuntun mereka menuju tingkatan-tingkatan kesucian kalbu, kebersihan
akhlak, menjaga diri, dan jujur dalam bermuamalat. Secara garis besar, Nabi Saw
mengeluarkan mereka dari segala kegelapan menuju cahaya, menunjukkan mereka
ke jalan lurus, mendidik mereka untuk berpegang teguh pada agama Allah dan tali
Allah, serta teguh dan konsisten dalam menjalankan urusan Allah.
Seperti itulah dakwah berlalu selama tiga tahun, hanya sebatas individu-
individu saja, dan belum disampaikan secara terang-terangan di tempat-tempat
perkumpulan. Hanya saja kaum Quraisy sudah tahu, dan berita tentang Islam pun
menyebar di Makkah, menjadi buah bibir dimana-mana.
Setelah itu, Rasulullah Saw naik ke bongkahan batu paling tinggi di atas bukit
Shafa, setelah itu beliau memanggil-manggil seluruh keturunan Quraisy, menyebut
kabilah satu persatu, Wahai Bani Fihr, wahai Bani Adi, wahai Bani fulan, wahai
Bani fulan, wahai Bani Abdi Manaf, wahai Bani Abdul Muththallib!
Begitu mereka semua sudah berkumpul, beliau menyampaikan, Sungguh,
aku mengingatkan siksa berat yang tengah menanti kalian. Perumpamaanku dengan
kalian laksana orang yang melihat musuh, kemudian lari bergegas menyelamatkan
keluarganya (yaitu melihat dari ketinggian agar tidak disergap musuh) ia khawatir
musuh-musuh itu lebih dulu menyerang keluarganya.
Beliau selanjutnya menyeru mereka bersaksi bahwa tiada illah (yang berhak
diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Beliau
menjelaskan kepada mereka bahwa kalimat ini adalah tiang dunia dan kebahagiaan
akhirat. Meski beliau seorang rasul, namun beliau tidak dapat menyelamatkan
mereka dari siksa, dan beliau tidak dapat membela mereka sedikit pun dari siksa
Allah.
Kaum Quraisy merasa shock dan aneh ketika dikejutkan dengan peringatan
ini. Mereka tidak dapat menentukan sikap dalam menghadapi situasi ini. Namun
setelah semuanya kembali ke rumah masing-masing, mereka merasa tenang, dan
sadar dari situasi yang membuat mereka shock. Mereka merasa tinggi hati,
menyikapi dakwah dan peringatan tersebut dengan hinaan dan cemoohan.
Namun, Rasulullah Saw terus menyampaikan dakwah Islam secara terang-
terangan di tempat-tempat perkumpulan kaum musyrikin dan membacakan kitab
Allah pada mereka, menyampaikan seperti yang disampaikan para rasul kepada
kaumnya, Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
(Al-Arf: 59). Beliau juga mulai beribadah menyembah Allah di hadapan mata
mereka tanpa perlu lagi bersembunyi. Beliau shalat di halaman Kabah di siang
bolong di hadapan semua orang.
Dakwah beliau pun semakin mendapat sambutan dengan banyaknya orang
yang masuk ke dalam agama Allah satu persatu. Antara mereka yang masuk Islam
dan yang enggan terjadi sikap saling benci, menjauh dan memusuhi.
Musim haji kala itu tinggal beberapa hari lagi, sehingga mereka dibuat pusing
dengan persoalan pada jamaah haji. Akhirnya beberapa orang Quraisy berkumpul
di tempat Walid bin Mughirah salah seorang sosok senior dan terhormat di tengah-
tengah kaum Quraisy. Mereka membuat makar untuk menjelekkan Nabi Saw,
hingga akhirnya mereka mencapai kesepakatan untuk menyebut Muhammad Saw
sebagai tukang sihir.
Ketika orang-orang datang untuk menunaikan ibadah haji, mereka duduk-
duduk di pinggiran jalan utama tempat lalu lalang orang dan menyampaikan
fitnahnya tentang Nabi Muhammad. Sehingga siapapun yang lewat pasti mendapat
peringatan tentang Muhammad dan mereka juga menjelaskan seperti apa dia.
Setelah musim haji tiba, Rasulullah Saw mendatangi semua orang di tempat
tinggal mereka seraya menyeru mereka untuk masuk Islam. Sementara itu Abu
Lahab mengikuti dari belakang sambil mendustakan dan menyakiti beliau.
Akhirnya orang-orang Arab pulang setelah melaksanakan haji, dan mereka sudah
mengetahui persoalan Rasulullah Saw, hingga kabar beliau menyebar di seluruh
negeri Arab.
Begitu musim haji usai dan kaum Quraisy kembali ke rumah masing-masing,
mereka merasa sudah berhasil mengatasi persoalan yang muncul karena Rasulullah
Saw dalam menyampaikan dakwah menuju Allah semata. Kaum Quraisy mulai
memikirkan berbagai cara untuk menghadapi dan melenyapkan dakwah Rasulullah
Saw. Secara ringkas, berikut cara-cara yang ditempuh kaum Quraisy:
Pertama, mereka terus melancarkan ejekan, hinaan, dan aksi-aksi serupa
lainnya dengan maksud untuk melecehkan Rasulullah Saw dan kaum Muslimin,
serta melemahkan kekuatan mental mereka. Kedua, menghalangi siapapun untuk
mendengar tutur kata Rasulullah Saw. Ketiga, menebarkan berbagai macam syubhat
dan menyampaikan propaganda-propaganda dusta secara intensif. Keempat,
diskusi dan debat.
Sementara itu, kaum Muslimin memutuskan untuk meruntuhkan dakwah,
menghalangi siapapun dari jalan Allah dengan tekanan, kekuatan, dan kekerasan.
Setiap pembesar dan pemimpin Quraisy akhirnya menyiksa siapapun dari
kabilahnya yang beriman kepada Allah, hingga beberapa di antara mereka menemui
Abu Thalib agar mau mencegah Rasulullah Saw berdakwah menuju Allah.
Zinnirah, budak wanita asal Romawi, masuk Islam lalu disiksa hingga
matanya menjadi buta. Ada yang berkata padanya, Lata dan Uzza-lah yang
membutakan matamu. Ia pun berkata, Tidak, demi Allah bukan karena Lata
ataupun Uzza yang membuatku buta. Ini dari Allah, jika berkehendak Ia akan
menyembuhkan mataku. Ternyata pada keesokan harinya, Allah memulihkan
penglihatannya. Orang-orang Quraisy pun lantas berkata, Ini pasti karena sihir
Muhammad.
Ummu Ubais, budak wanita milik Bani Zuhrah, masuk Islam. Ia pun disiksa
orang-orang musyrik, terlebih tuannya yang bernama Aswad bin Abdu Yaghuts. Ia
sangat memusuhi Rasulullah Saw dan termasuk salah seorang yang suka
mencemooh Nabi Saw.
Budak wanita milik Umar bin Muammal dari Bani Adi juga masuk Islam.
Umar bin Khaththab yang saat itu masih musyrik, menyiksa budak wanita ini. Umar
memukulinya hingga lelah, setelah itu Umar membiarkannya dan berkata, Demi
Allah, aku berhenti menyiksamu karena bosan. Di antara budak-budak wanita lain
yang masuk Islam dan mendapatkan siksa adalah Nahdiyah dan putrinya.
Keduanya adalah budak milik seorang wanita dari Bani Abdud Dar.
Ammar bin Yasir, disiksa bersama kedua orang tuanya. Mereka adalah
sekutu Bani Makzhum. Bani Makhzum di bahwa komando Abu Jahal, membawa
Ammar bin Yasir dan kedua orang tuanya ke padang luas kala pasir dan bebatuan
memanas di siang hari, lalu mereka siksa keluarga Ammar ini dengan panasnya
pasir dan bebatuan itu.
Saat Nabi Saw melintas di hadapan mereka, beliau mengatakan,Bersabarlah
wahai keluarga Yasir, karena janji kalian adalah surga. Ya Allah! Ampunilah keluarga
Yasir. Yasir, ayah Ammar, meninggal dunia saat disiksa. Sementara ibu Ammar
(Sumaiyah binti Khayyath, maulah Abu Hudzaifah Al-Makhzumi)sudah tua renta
dan lemah. Abu Jahal menikam kemaluannya dengan tombak hingga mati. Ia adalah
orang yang pertama mati syahid dalam Islam.
Orang-orang musyrik meningkatkan intensitas penyiksaan terhadap Ammar.
Kadang dikenakan baju besi panas di hari yang sangat terik menyengat. Kadang
batu merah dan berat diletakkan di atas dadanya. Kadang pula ditenggelamkan ke
dalam air hingga tidak sadarkan diri, hingga ia mengatakan sesuatu sesuai
permintaan mereka, sementara hatinya tetap dipenuhi iman.
Rasulullah Saw memiliki kemuliaan dan ketenangan yang dengan sifat itu
Allah melindungi beliau dari berbagai tindakan semena-mena kaum musyrikin.
Selain itu, beliau juga mendapat perlindungan dari Abu Thalib. Ia seorang
pemimpin yang ditaati dan diagungkan di tengah-tengah kaum Quraisy.
Perlindungan yang ia berikan pada siapapun tidak pernah disepelekan ataupun
dilanggar.
Abu Thalib termasuk salah satu pemimpin puncak Bani Abdi Manaf. Kaum
Quraisy, bahkan seluruh bangsa Arab menaruh hormat padanya. Akhirnya kaum
musyrikin terpaksa memilih cara negosiasi dengan Abu Thalib, terkait persoalan
Nabi Saw. Hal itupun mereka lakukan dengan sedikit menggunakan cara kasar dan
tantangan.
Mengingat Rasulullah Saw sebagai orang yang mulia dan terhormat, maka
yang menyakiti beliau tentu saja orang-orang besar dan para pemimpin Quraisy.
Orang-orang yang biasa menyakiti Rasulullah Saw saat beliau di rumah adalah Abu
Lahab, Hakam bin Abul Ash bin Umayyah, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra`
Ats-Tsaqafi, dan Ibnul Ashda Al-Hudzali.
Sebagian di antara mereka ada yang melemparkan isi perut domba saat
beliau tengah shalat. Ada juga yang meletakkan isi perut domba dalam periuk
beliau, sehingga beliau perlu meletakkan bebatuan untuk memberi pembatas agar
tidak dilalui oleh orang-orang seperti itu saat beliau tengah shalat.
Termasuk di antara cara yang digunakan kaum Quraisy untuk menyakiti
Rasulullah Saw dengan sebutan mudzammam (orang tercela) sebagai ganti
Muhammad (orang terpuji). Demikian gambaran kecil derita yang dihadapi
Rasulullah Saw dan kaum Muslimin dari kaum Quraisy setelah dakwah
disampaikan secara terang-terangan.
Ada lima orang yang paling sering mencemooh Rasulullah Saw. Mereka
adalah Walid bin Mughirah Al-Makhzumi, Aswad bin Abdi Yaghuts Az-Zuhri, Abu
Zamah Aswad bin Abdul Muththallib Al-Asadi, Harits bin Qais Al-Khuzai, dan
Ash bin Wa`il As-Sahmi. Allah mengabarkan kepada Rasul-Nya bahwa Ia menjaga
beliau dari kejahatan mereka. Selanjutnya Allah menimpakan hukuman kepada
masing-masing di antara mereka sebagai pelajaran dan peringatan.
Walid beberapa tahun sebelumnya terkena goresan panah, dan lukanya tidak
apa-apa. Jibril kemudian menunjuk ke bekas goresan panah itu hingga
mengucurkan darah. Bekas goresan tersebut terus membuatnya sakit, hingga ia mati
beberapa tahun setelah itu.Aswad bin Abdu Yaghuts kepalanya ditunjuk Jibril
hingga muncul luka-luka, lalu ia mati karena luka-luka di kepala tersebut.
Ash bin Wa`il duduk di atas potongan kain, lalu ada duri menancap tepat di
tengah-tengah kakinya. Racun duri tersebut menjalar ke kepala hingga ia mati.
Menghadapi situasi kritis ini, Rasulullah Saw menempuh dua langkah yaitu Darul
Arqam dan berhijrah ke Habasyah.
Langkah pertama yaitu menjadikan Darul Arqam bin Abul Arqam sebagai
pusat dakwah, ibadah, dan pendidikan. Di tempat ini, Rasulullah Saw berkumpul
bersama sahabat-sahabat beliau secara sembunyi-sembunyi, sehingga beliau bisa
membacakan ayat-ayat Allah SWT, membersihkan jiwa mereka, mengajari kitab dan
hikmah kepada mereka.
Sementara Rasulullah Saw sendiri tetap beribadah dan berdoa kepada Allah
secara terang-terangan di tengah-tengah kaum musyrikin. Kezaliman, kesewenang-
wenangan, cemoohan, dan hinaan tidak dapat menghalangi beliau untuk
melakukan itu.
Ini sudah menjadi bagian dari hikmah Allah hingga dakwah beliau sampai
kepada orang yang beriman maupun tidak beriman, sehingga manusia tidak lagi
memiliki hujah di hadapan Allah setelah dakwah disampaikan. Juga agar tidak ada
yang berkata pada hari kiamat kelak, Tidak ada penyampai kabar gembira dan
peringatan yang datang kepada kami.
Pada bulan Ramadhan tahun kelima kenabian, atau sekitar dua bulan setelah
kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah, Rasulullah Saw keluar menuju Masjidil
Haram. Di sana kaum Quraisy tengah berkumpul di sekitar Kabah, termasuk para
pembesar dan pemimpin. Beliau kemudian berdiri di tengah-tengah mereka dan
langsung membacakan surah An-Najm. Ayat-ayat yang Nabi Saw baca adalah kata-
kata paling indah yang pernah mereka dengar.
Mereka tersentak oleh keindahan tutur kata tersebut hingga membuat mereka
terkesima. Mereka mendengar ayat-ayat yang dibaca Nabi Saw dengan diam.
Sampai akhirnya beliau membaca bagian-bagian akhir surah An-Najm, hati mereka
serasa terbang, Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). (An-Najm: 62)
Beliau lantas sujud, dan siapapun yang ada di sana serentak tersungkur sujud tanpa
mampu menguasai diri.
Berita ini sampai terdengar di telinga para Muhajirin di Habasyah, hanya saja
dengan versi berbeda dari kondisi sebenarnya. Mereka dengar kaum Quraisy sudah
masuk Islam. Akhirnya mereka pulang ke Makkah dengan rasa gembira. Begitu
mendekati Makkah, mereka tahu kondisi sebenarnya, hingga sebagian kembali lagi
ke Habasyah dan tidak ada yang memasuki Makkah selain sembunyi-sembunyi,
atau meminta jaminan aman orang Quraisy.
Ujian dan siksaan kian berat bagi kaum Muslimin yang dilakukan oleh kaum
Quraisy.Mereka merasa menyesal ikut bersujud bersama kaum Muslimin.Mereka
juga merasa dendam kala mendengar raja Najasy memperlakukan kaum Muslimin
dengan baik. Melihat situasi sulit ini, Rasulullah Saw menyarankan para sahabat
untuk berhijrah ke Habasyah lagi untuk yang kedua kalinya.
Akhirnya 83 laki-laki bersama 18 wanita berhijrah menuju Habasyah. Hijrah
gelombang kedua ini lebih berat dari hijrah sebelumnya, karena kaum Quraisy terus
mengawasi gerak-gerik kaum Muslimin. Namun, kaum Muslimin lebih waspada,
lebih bijak, dan lebih rapi dalam bertindak sehingga mereka berhasil lolos menuju
Habasyah meski segala upaya telah dilakukan kaum Quraisy untuk mencegahnya.
Kaum Quraisy mengutus dua orang untuk meminta para Muhajirin agar
dikembalikan ke Makkah. Kedua utusan Quraisy ini adalah Amr bin Ash dan
Abdullah bin Rabiah. Saat itu, keduanya masih musyrik.Kedua utusan ini singgah
di Habasyah dengan rencana matang yang sudah diatur. Setelah itu keduanya
menemui raja Najasy dan menyerahkan sejumlah hadiah kepadanya. Lantas mereka
berkata kepada raja Najasy, Wahai tuan raja! Sesungguhnya mereka (kaum
Muslimin)mengatakan perkataan yang tidak bisa dianggap enteng tentang Isa putra
Maryam.
Raja Najasy kemudian memanggil kaum Muslimin dan menanyakan hal itu
kepada mereka. Jafar kemudian memberi jawaban, Kami katakan seperti yang
disampaikan nabi kami, Isa adalah hamba Allah, rasul-Nya, ruh (ciptaan)-Nya, dan
kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci.
Kemudian raja Najasy memungut potongan dahan dan berkata, Demi Allah,
Isa putra Maryam tidak berbeda jauh dengan apa yang kau katakan, seperti
potongan dahan ini.Pergilah, kalian aman di negeriku. Siapapun yang mencaci
kalian adalah orang yang tidak waras. Sekalipun aku memiliki gunung emas, aku
tidak ingin menyakiti seorang pun di antara kalian. Raja Najasy kemudian
memerintahkan untuk mengembalikan hadiah yang diberikan kedua utusan kaum
Quraisy itu.
Setelah menemui kegagalan, tentu saja kaum musyrikin kembali pada sifat
buas yang ada dalam diri mereka. Suatu ketika Utbah bin Abu Lalab mendatangi
Nabi Saw lalu mulai mengganggu beliau, merobek baju beliau dan meludahi muka
beliau. Untungnya, ludah tersebut berbalik mengenai Utbah sendiri.
Abu Bakar akhirnya berhijrah menuju Habasyah setelah gangguan yang
diarahkan kepadanya kian berat dan segala jalan hidup terasa sempit baginya. Abu
Bakar memang sering menangis saat membaca Al-Qur'an dan tidak kuasa untuk
membendung air mata, hingga kaum wanita dan anak-anak mengerumuni. Mereka
merasa kagum padanya dan melihatnya, hingga kaum musyrikin merasa terusik
atas hal itu.
Di tengah situasi sulit yang dilalui Rasulullah Saw dan kaum Muslimin ini,
terjadilah sesuatu yang memicu dua di antara sederetan pahlawan Quraisy masuk
Islam. Kaum Muslimin sering kali merasa nyaman di bawah naungan kekuatan
kedua pahlawan ini. Keduanya adalah Hamzah bin Abdul Muththallib paman
Rasulullah Saw, dan Umar bin Khaththab ra.
Umar memiliki watak yang tak tertandingi. Setelah masuk Islam, ia pergi
menghampiri orang Quraisy yang paling memusuhi Rasulullah saw dan paling
menyakiti kaum Muslimin. Ia adalah Abu Jahal. Umar mengetuk pintu rumah Abu
Jahal dan memberitahukan keislamannya.
Setelah itu Umar menemui Jamil bin Mamar Al-Jumahi (Ia adalah orang
Quraisy yang paling cepat menyebarkan berita)dan memberitahukan kepadanya
bahwa ia sudah masuk Islam. Jamil kemudian berteriak sekencang-kencangnya
bahwa Umar telah meninggalkan agama leluhur. Umar berkata, Dia berdusta, yang
benar aku telah masuk Islam. Akhirnya penduduk Makkah beramai-ramai
mengeroyok Umar. Terjadilah perkelahian hebat, mereka saling jual beli pukulan
hingga matahari tepat berada di atas kepala.
Nabi Saw terkadang mengancam kaum musyrikin dengan siksa Allah jika
mereka terus menerus menentang beliau. Namun karena siksa tak kunjung tiba,
mereka meminta agar siksaan tersebut disegerakan dengan nada menghina dan
membangkang.
Di antara bentuk perdebatan kaum musyrikin adalah mereka meminta
mukjizat dan hal-hal luar biasa dengan maksud membangkang dan memperlemah.
Allah kemudian menurunkan sebagian di antara tanda-tanda kebesaran yang
menjelaskan ketentuan-ketentuan Allah dan mematahkan hujah mereka.
Ketika Abu Thalib menghadapi tuntutan agar menyerahkan Nabi Saw
kepada mereka untuk dibunuh, Abu Thalib akhirnya mengumpulkan Bani Hasyim
dan Bani Muththallib, dan mengajak mereka semua untuk menjaga Nabi Saw.
Mereka semua memenuhi permintaan Abu Thalib ini, baik yang Muslim maupun
kafir. Kecuali Abu Lahab, ia memisahkan diri dari mereka.
Sakit Abu Thalib kian parah, dan tidak lama setelah itu kematian pun datang
menjelang. Saat Abu Thalib hampir mendekati ajal, Nabi Saw datang menjenguk.
Saat itu di dekatnya ada Abu Jahal. Beliau berkata, Paman! Ucapkanlah, L ilha
illallh, kalimat yang dapat aku jadikan hujah untuk membelamu di hadapan Allah.
Abu Jahal dan Abdullah bin Umaiyah berkata, Abu Thalib! Memangnya kau
membenci agama Abdul Muththallib? Keduanya terus mengucapkan kata-kata ini
pada Abu Thalib, hingga pernyataan terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah
tetap memeluk agama Abdul Muththallib.
Abu Thalib meninggal dunia pada bulan Rajab atau Ramadhan tahun
sepuluh kenabian. Sayangnya, Abu Thalib tetap memeluk agama nenek moyangnya
dan ini yang membuatnya tidak beruntung secara total. Abbas bin Abdul
Muththallib berkata kepada Nabi Saw, Kenapa engkau tidak membantu
pamanmu? Padahal ia melindungi dan membelamu. Beliau berkata, Ia berada di
neraka yang dangkal. Andai bukan karena aku, pasti sudah berada di bagian bawah neraka.
Belum juga luka Rasulullah Saw karena kematian Abu Thalib sembuh, ummul
mu`minin Khadijah ra wafat. Ia meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun
sepuluh kenabian, tepatnya sekitar dua atau tiga bulan saja setelah kematian Abu
Thalib. Khadijah selalu mendukung beliau dalam menyampaikan risalah, membantu
beliau dengan harta dan jiwa, dan turut berbagi bersama beliau dalam merasakan
duka, cinta, dan kesedihan.
Disebutkan terkait keutamaan Khadijah ra bahwa suatu ketika Jibril
mendatangi Nabi Saw dan memberitahu, Wahai Rasulullah, Khadijah akan datang
menemuimu dengan membawa wadah berisi lauk, makanan, dan minuman. Begitu
ia datang, sampaikan salam Rabbnya dan juga salamku padanya. Sampaikan juga
berita gembira padanya, berupa rumah di surga. Di dalamnya tidak ada suara hiruk
pikuk ataupun keletihan.
Nabi Saw selalu mengingatnya, mendoakan rahmat kepadanya, merasa iba
padanya setiap kali teringat padanya. Beliau sesekali menyembelih kambing lalu
membagi-bagikan dagingnya kepada teman-teman Khadijah. Khadijah memiliki
banyak sekali keutamaan.
Ujian yang dirasakan Rasulullah Saw dari kaumnya kian berat setelah
kematian paman dan istri beliau. Kaum Quraisy mulai berani terhadap Rasulullah.
Mereka secara terang-terangan menyakiti beliau. Hingga akhirnya Nabi Saw merasa
sangat sedih dengan apa yang terjadi meski kejadian yang menimpa lebih kecil dan
lebih ringan dari sebelumnya.
Hingga ada di antara orang lemah akal yang tiba-tiba mendekati beliau lalu
menaburkan debu di atas kepala beliau. Beliau masuk rumah dengan debu-debu
yang masih menempel di kepala. Kemudian salah seorang putri beliau menghampiri
dan membersihkah debu-debu itu sambil menangis.
Beliau berkata kepada putrinya, Tidak perlu menangis putriku, karena Allah
melindungi ayahmu. Di sela-sela itu, beliau juga bercerita, Belum pernah aku
mendapat gangguan dari kaum Quraisy yang amat tidak aku inginkan, hingga Abu Thalib
meninggal dunia.
Begitu kedua putra Rabiah melihat Rasulullah seperti itu, keduanya merasa
iba kemudian memanggil seorang budak miliknya yang beragama Nasrani,
namanya Addas. Setelah setandan anggur diletakkan di hadapan beliau, beliau pun
menjulurkan tangan seraya mengucapkan, Bismillah, lalu beliau makan.
Rasulullah Saw bertanya padanya, Kamu dari mana, apa agamamu? budak itu
menjawab, Aku seorang Nasrani, asli Ninawa. Rasulullah Saw kemudian berkata,
Berarti kamu dari negeri seorang saleh bernama Yunus bin Matta. Dengan kaget, budak
itu bertanya, Bagaimana kau bisa mengenal Yunus bin Matta? Rasulullah Saw
menjawab, Dia saudaraku, ia seorang Nabi, aku juga Nabi. Nabi Saw kemudian
membacakan kisah Yunus yang tertera dalam Al-Qur'an kepada Addas. Addas
akhirnya masuk Islam karena ucapan Nabi Saw ini.
Ketika kaum Quraisy melihat Rasulullah Saw tidak dapat menanggapi usulan
mukjizat khusus yang mereka inginkan, mereka mengira bahwa tuntutan ini
menjadi cara terbaik untuk meyakinkan kepada semua orang bahwa beliau hanya
seorang pendusta, bukan seorang rasul. Rasulullah Saw kemudian meminta kepada
Allah agar memperlihatkan suatu tanda kebesaran kepada mereka.
Allah memperlihatkan kepada mereka bulan terbelah menjadi dua. Satu
bagian di atas gunung Abu Qubais, dan yang satunya lagi berada di bawahnya,
hingga mereka melihat gunung Hira berada di antara keduanya. Rasulullah Saw
kemudian berkata, Saksikanlah oleh kalian! Namun demikian, kaum Quraisy tetap
bersikukuh pada kekafiran dan mengikuti hawa nafsu.
Mukjizat terbelahnya bulan seakan menjadi pembuka jalan bagi peristiwa lain
yang jauh lebih besar dan lebih penting, yaitu peristiwa isra dan miraj. Karena
peristiwa terbelahnya bulan secara meyakinkan seperti ini memudahkan pikiran
untuk menerima kemungkinan peristiwa isra dan miraj. Wallhu a'lam.
Jibril datang dengan membawa Buraq saat Nabi Saw berada di Masjidil
Haram. Beliau kemudian mengendarai Buraq, ditemani Jibril hingga sampai di
Baitul Maqdis. Setelah itu beliau dibawa naik ke Sidratul Muntaha. Kemudian
Sidratul Muntaha tertutupi hamparan dari emas, cahaya dan berbagai macam warna
lalu berubah. Siapapun di antara seluruh makhluk Allah tiada mampu melukiskan
betapa indahnya Sidratul Muntaha.
Setelah itu beliau kembali ke Makkah Al-Mukarramah. Pada pagi harinya,
beliau berada di tengah-tengah kaum beliau untuk memberitahukan kepada mereka
tanda-tanda kebesaran Allah yang Allah perlihatkan kepadanya. Mereka justru
semakin mendustakan dan menyakiti beliau.
Pada pagi harinya setelah malam Isra, Jibril datang dan mengajarkan tata
cara shalat lima waktu dan waktu-waktunya kepada Nabi Saw. Sebelumnya, shalat
hanya dikerjakan dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari.
Allah menakdirkan, ada sejumlah orang di luar Makkah yang beriman ketika
dakwah melalui fase-fase paling sulit di Makkah. Mereka ini laksana suluh harapan
yang menerangi di tengah kegelapan putus asa. Di antara mereka adalah Suwaid bin
Shamit.
Suwaid adalah seorang pujangga cerdas asli Yatsrib yang dijuluki si
sempurna oleh kaumnya, karena kemuliaan dan syairnya. Suatu ketika ia tiba di
Makkah untuk menunaikan haji atau umrah. Rasulullah Saw kemudian menyerunya
untuk masuk Islam.
Suwaid lantas menyampaikan hikmah Luqman kepada beliau, dan
Rasulullah Saw kemudian membacakan Al-Qur'an padanya. Akhirnya Suwaid
masuk Islam dan berkata, Sungguh, tutur katamu sangat bagus. Begitu pulang
kampung, tidak lama setelah itu ia terbunuh dalam bentrok antara suku Aus dan
Khajraj, sebelum peristiwa Buats.
Abu Dzar mendengar berita diutusnya Nabi Saw setelah Suwait bin Shamit
dan Iyas bin Muadz masuk Islam. Akhirnya Abu Dzar pergi hingga singgah di
Makkah tepatnya di Masjidil Haram. Abu Dzar singgah di sana sekitar sebulan.
Selama itu, ia hanya meminum air Zamzam yang menjadi makanan sekaligus
minuman baginya. Ia tidak bertanya pada siapapun terkait Nabi Saw karena
mengkhawatirkan keselamatan dirinya.
Setelah itu Ali memintanya untuk ikut dengannya, hingga akhirnya Ali
membawa Abu Dzar masuk menemui Nabi Saw. Abu Dzar kemudian meminta
beliau untuk menawarkan Islam. Beliau menawarkan Islam lalu Abu Dzar masuk
Islam seketika itu juga. Orang-orang Quraisy sontak mengeroyoknya namun Abbas
berhasil menyelamatkannya.
Pada keesokan harinya, Abu Dzar mengatakan seperti yang ia ucapkan
kemarin. Orang-orang Quraisy memukulinya seperti sebelumnya dan Abbas
kembali menyelamatkannya. Akhirnya Abu Dzar pulang ke perkampungan
kaumnya, Bani Ghifar. Selanjutnya saat Nabi Saw berhijrah ke Madinah, Abu Dzar
berhijrah ke sana.
Thufail adalah sosok pujangga mulia, dan pemimpin kabilah Daus di Yaman.
Ia tiba di Makkah pada tahun sebelas kenabian. Penduduk Makkah sudah
menyiapkan penyambutan untuknya. Mereka mengingatkan Thufail agar tidak
mendekati Nabi Saw, hingga ia menyumpal telinganya dengan kapas saat tiba di
Masjidil Haram agar tidak mendengar apapun dari Nabi Saw.
Saat itu Nabi Saw tengah shalat di dekat Kabah. Thufail mendengar sedikit
bacaan Nabi Saw dan menurutnya kata-kata tersebut sangatlah indah. Setelah Nabi
Saw pulang, Thufail mengikutinya hingga masuk ke rumah. Nabi Saw kemudian
menawarkan Islam kepadanya dan membacakan Al-Qur'an untuknya. Setelah itu
Thufail masuk Islam dan mengucapkan kesaksian kebenaran.
Setelah memasuki kaumnya, ia menyeru mereka masuk Islam. Ayah dan
istrinya masuk Islam, sementara kaumnya lamban masuk Islam. Namun ketika ia
berhijrah ke Madinah setelah peristiwa Hudaibiyah, turut berhijrah bersamanya 70
atau 80 kepala keluarga dari kaumnya.
Dhimad berasal dari Azd Syanu`ah, Yaman. Ia ahli mengobati penyakit gila,
gangguan jin dan setan dengan cara membaca mantera. Suatu ketika ia tiba di
Makkah dan mendengar orang-orang kurang berakal mengatakan bahwa
Muhammad gila. Ia kemudian datang menemui Nabi Saw untuk membacakan
mantera kepadanya.
Nabi Saw kemudian berkata, Segala puji bagi Allah. Kepada-Nya kita memuji
dan memohon pertolongan. Siapapun diberi petunjuk Allah, tiada yang akan
menyesatkannya, dan siapapun yang disesatkan Allah, tiada yang akan bisa memberinya
petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada illah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Amma badu.
Dhimad meminta beliau mengulang lagi kata-kata tersebut sebanyak tiga
kali, lalu setelah itu Dhimad berkata, Sungguh, aku sudah terbiasa mendengar
tutur kata dukun, tukang sihir, dan penyair, namun aku tidak pernah mendengar
seperti kata-katamu tadi. Sungguh, kata-kata itu mencapai samudera yang paling
dalam. Julurkan tanganmu, aku akan berjanji setia padamu di atas Islam.
Rasulullah Saw kemudian membaiatnya.
Ada enam orang bahagia dari penduduk Madinah. Mereka semua berasal
dari suku Khajraj, yaitu; Asad bin Zurarah, Auf bin Harits bin Rifaah (Auf bin
Afra`), Rafi bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Haidah, Uqbah bin Amir bin
Nabi`, Jabir bin Abdullah bin Riab.
Mereka datang untuk menunaikan haji bersama rombongan pada tahun 11
kenabian. Saat mereka berada di Aqabah (Mina), Rasulullah Saw melintas di dekat
mereka pada malam hari saat mereka tengah berbincang. Setelah itu Rasulullah
mulai menjelaskan kepada mereka tentang hakikat dan dakwah Islam, membacakan
Al-Qur'an, dan menyeru mereka kepada Allah 'Azza wa Jalla. Mereka saling kasak-
kusuk, Demi Allah, kalian tahu ia adalah Nabi yang diancamkan kaum Yahudi
pada kalian. Jangan sampai mereka mendahului kalian, segeralah masuk Islam.
Mereka berkata, Kami meninggalkan kaum kami. Tidak ada kaum yang
saling memusuhi di antara mereka sendiri, melebihi kaum kami. Semoga melalui
dakwahmu, Allah akan menyatukan kami. Kami akan kembali pulang untuk
menyeru mereka menuju agamamu, dan kami akan menawarkan agama yang telah
kami peluk ini.
Pada musim haji berikutnya (musim haji tahun 12 kenabian) ada 12 orang
yang datang ke Makkah. Sepuluh dari Khajraj dan dua dari Aus. Sepuluh orang dari
Khajraj ini, lima di antaranya adalah orang yang datang pada tahun sebelumnya
yang berjumlah enam orang.
Orang keenam yang tidak ikut adalah Jabir bin Abdullah bin Riab. Sementara
tujuh sisanya adalah; Muadz bin Harits, Dzakwan bin Abdul Qais, Ubadah bin
Shamit, Yazid bin Tsalabah, Abbas bin Ubadah bin Nadhlah, Abu Haitsam bin
Tayyahan, dari Bani Abdul Asyhal, Uwaim bin Saidah, dari Bani Amr bin Auf.
Mereka bertemu Rasulullah Saw di Aqabah, Mina. Beliau mengajarkan Islam
kepada mereka lalu berkata, Mari, berjanjilah setia kepadaku untuk tidak menyekutukan
Allah dengan apapun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak kalian,
jangan membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki, jangan
mendurhakaiku dalam urusan baik. Kemudian setelah itu mereka pun berjanji setia
pada beliau untuk semua hal tersebut.
Saat rombongan ini hendak pulang, Nabi Saw mengutus Mushab bin Umar
untuk pergi bersama mereka agar membacakan dan mengajarkan Al-Qur'an kepada
mereka. Mushab bin Umar tinggal di rumah Abu Umamah Asad bin Zurarah.
Kemudian keduanya menyebarkan Islam di kalangan penduduk Yatsrib dengan
serius dan penuh semangat.
Saat keduanya berada di suatu kebun, tanpa diduga pemimpin suku Aus,
Saad bin Muadz berkata kepada pamannya, Usaid bin Hudhair, Pergilah dan
temuilah dua orang yang datang membodohkan orang-orang lemah di antara kita.
Cegahlah keduanya agar tidak memasuki perkampungan kita.
Usaid menancapkan tombak di tanah. Setelah itu ia duduk dan Mushab
mulai menjelaskan Islam dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an padanya. Usaid
menganggap agama Islam sebagai agama yang baik. Maka kemudian ia
menganutnya dan mengucapkan kesaksian kebenaran. Setelah itu Mushab
melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kepada Usaid, lalu Allah
memberinya petunjuk untuk memeluk Islam.
Begitu tiba di gua ini, Abu Bakar masuk terlebih dahulu untuk memastikan
tidak ada apapun yang bisa menyakiti beliau. Dialah yang akan melindungi
Rasulullah Saw. Abu Bakar masuk ke dalam gua dan membersihkan kotoran-
kotoran yang ada. Setelah itu Rasulullah Saw masuk dan kemudian merebahkan
kepala di pangkuan Abu Bakar lalu tidur. Keduanya bersembunyi di dalam gua ini
selama tiga malam.
Kaum Quraisy mengirim sejumlah orang untuk memburu beliau di semua
lokasi. Mereka memberikan sayembara berupa seratus ekor bagi siapa saja yang bisa
mendatangkan Rasulullah Saw dan Abu Bakar baik dalam keadaan hidup ataupun
mati.
Pemburuan mereka sebenarnya sudah tiba di pintu gua namun tidak berhasil.
Hingga Abu Bakar dirundung kesedihan mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah
Saw. Beliau menenangkan Abu Bakar seraya berkata, Kau pikir kita hanya berdua,
Allah yang ketiga di antara kita. Jangan bersedih, Allah bersama kita.
Pada hari kedua, keduanya melewati tenda milik Ummu Mabad Al-
Khuzaiyah, tepatnya di kawasan Musyallal, dari arah Qudaid, sekitar 13 km dari
Makkah. Nabi Saw dan Abu Bakar lantas bertanya padanya apakah ia memiliki
persediaan makanan dan minuman. Ummu Mabad tidak bisa memberikan jamuan
makanan. Ada seekor domba betina yang ada di samping tenda yang lemas dan
tidak memiliki barang setetes air susu pun.
Rasulullah Saw kemudian meminta izin kepada Ummu Mabad untuk
memerah kambing tersebut. Saat beliau memerah kambing tersebut, seketika itu
kantung susu domba menggelembung dan membesar. Setelah beliau minum, beliau
kembali memerah lagi susu itu hingga bejana terisi penuh yang sengaja ditinggalkan
untuk Ummu Mabad.
Tidak lama setelah itu, suami Ummu Mabad datang. Ummu Mabad
memberitahukan apa yang terjadi. Abu Mabad akhirnya berkata, Demi Allah, dia
adalah orang yang tengah dicari-cari kaum Quraisy. Aku berniat untuk
mendampingi beliau. Sungguh, aku akan mendampingi beliau jika ada kesempatan
untuk itu.
Pada hari ketiga, ketika Rasulullah dan Abu Bakar telah melalui Qudaid,
keduanya dikejar Suraqah bin Malik bin Jusyam Al-Madlaji dengan mengendarai
kuda dengan ambisi mendapatkan hadiah sayembara kaum Quraisy. Saat
mendekati Nabi Saw dan Abu Bakar, kuda Suraqah terjatuh hingga Suraqah
terpental.
Setelah itu ia bangun lalu mengundi nasib dengan anak panah. Apakah
tindakan yang ia lakukan berbahaya ataukah tidak? Ternyata yang keluar undian
yang tidak ia suka. Saat itulah ia merasa ketakutan. Ia tahu bahwa urusan
Rasulullah Saw tidak lama lagi akan meraih kemenangan. Suraqah akhirnya
memanggil mereka dan berjanji tidak akan menyerang. Mereka berhenti hingga
Suraqah tiba.
Di tengah perjalanan, Nabi Saw bertemu Buraidah bin Hushaib Al-Aslami, ia
bersama tujuhpuluh pengendara. Buraidah masuk Islam, dan para pengikutnya pun
turut masuk Islam. Mereka kemudian shalat Isya di belakang beliau.
Pada hari senin tanggal 8 Rabiul Awwal tahun 14 kenabian (tahun pertama
Hijriyah), Rasulullah Saw singgah di Quba. Ketika kaum Muslimin Madinah
mendengar berita Rasulullah Saw telah pergi meninggalkan Makkah, setiap pagi
mereka selalu keluar menuju tanah lapang untuk menantikan kedatangan beliau.
Suatu ketika, mereka pulang setelah lama sekali menanti.
Saat singgah di Quba, beliau duduk dan diam.Orang-orang Anshar yang
belum pernah melihat Rasulullah Saw, datang mengucapkan salam kepada Abu
Bakar karena dikiranya Rasulullah Saw. Hal ini dikarenakan nampaknya uban di
kepala Abu Bakar. Hingga akhirnya Rasulullah Saw terkena cahaya matahari dan
Abu Bakar menaungi beliau dengan pakaiannya. Akhirnya orang-orang tau itulah
Rasulullah Saw yang sebenarnya.
Di Quba, Rasulullah Saw singgah di rumah milik Kultshum bin Hidm.
Rasulullah Saw singgah di Quba selama empat hari. Di sana, beliau mendirikan
sebuah masjid dan shalat di sana. Selanjutnya pada hari kelima (hari jumat) beliau
bergegas sesuai perintah Allah SWT.
Setelah itu beliau bergerak menuju Madinah. Saat itu, orang-orang sudah
memenuhi jalanan untuk menyambut kedatangan beliau. Seluruh rumah dan jalan
ramai dengan suara pujian dan tasbih. Para gadis kaum Anshar dengan amat senang
dan gembira melantunkan bait-bait syair.
Setiap kali melintasi perkampungan kaum Anshar, mereka pasti meraih tali
kekang unta beliau sambil berkata, Kemarilah menuju personil, persenjataan, dan
perlindungan. Beliau hanya berkata, Berilah jalan kepada unta ini, karena ia
diperintah.Unta beliau terus berjalan hingga tiba di suatu tempat yang sekarang ini
menjadi Masjid Nabawi.
Kaum dermawan Anshar berlomba untuk memberikan jamuan kepada
Rasulullah Saw, hingga piring-piring mereka berdatangan kepada beliau setiap
malam. Setiap malam pasti ada tiga atau empat piring berisi makanan yang berjejer
di depan pintu beliau.
Ali bin Abi Thalib berada di Makkah selama tiga hari setelah Nabi Saw
berhijrah untuk mengembalikan seluruh barang titipan milik penduduk Makkah
yang dititipkan di Rasulullah Saw. Kemudian setelah itu Ali hijrah ke Madinah
dengan berjalan kaki, hingga bertemu beliau di Quba, dan singgah di rumah
Kultsum bin Hadm.
Setelah Rasulullah Saw tinggal di Madinah, beliau mengutus Zaid bin
Haritsah dan Abu Rafi untuk kembali ke Makkah menjemput ahlul bait. Keduanya
kemudian kembali ke Madinah bersama Fathimah, Ummu Kultsum (keduanya putri
Nabi Saw), ummul mu`minin Saudah, Ummu Aiman, dan Usamah bin Zaid.
Abdullah bin Abu Bakar juga ikut pergi bersama mereka dengan membawa
serta keluarga Abu Bakar yakni Ummu Rauman, Asma`, dan Aisyah ra. Peristiwa ini
terjadi enam bulan setelah Rasulullah Saw berhijrah.
Salah satu watak dan sifat dermawan kaum Anshar adalah mereka saling
berlomba untuk menjamu kaum Muhajirin di rumah-rumah mereka. Nabi Saw kian
memperkuat rasa cinta ini dengan tali persaudaraan di antara mereka dan kaum
Muhajirin. Beliau menjadikan setiap orang Anshar dan orang Muhajirin yang
singgah di rumahnya sebagai dua bersaudara.
Di antara wujud rasa cinta kaum Anshar terhadap saudara-saudara mereka
dari kalangan Muhajirin adalahdengan menawarkan kebun-kebun milik mereka
kepada Rasulullah saw agar beliau membaginya menjadi dua. Separuh untuk
mereka dan separuhnya untuk saudara mereka kaum Muhajirin.
Saad bin Rabi adalah orang paling berharta. Ia berkata kepada saudaranya,
al-muhajir Abdurrahman bin Auf, Aku akan membagi hartaku menjadi dua bagian.
Aku juga memiliki dua istri, silahkan kau pilih yang mana, aku akan ceraikan dia.
Abdurrahman berkata, Semoga Allah memberkahi keluarga dan hartamu. Lebih
baik tunjukkan saja mana pasar kalian. Selanjutnya dalam hitungan beberapa hari,
ia sudah mendapatkan sejumlah uang. Setelah itu ia menikahi seorang wanita
Anshar.
Dalam situasi berbahaya ini, Allah menurunkan izin untuk memerangi kaum
Quraisy. Izin ini selanjutnya berkembang seiring situasi yang terjadi hingga sampai
ke tingkatan wajib, dan bukan hanya memerangi Quraisy saja, tapi juga yang lain.
Berikut ini akan kami jelaskan fase-fase perang secara singkat sebelum membahas
peristiwa-peristiwa peperangan yang terjadi.
Pertama, memasukkan kaum musyrik Quraisy dalam daftar orang-orang
yang harus diperangi. Kedua, memerangi siapapun di antara kaum musyrik Arab
yang bersekongkol dan bersatu dengan kaum Quraisy.Ketiga, memerangi siapapun
yang berkhianat atau bergabung dengan barisan kaum musyrikin dari kalangan
kaum Yahudi yang telah menyepakati perjanjian dengan Rasulullah Saw, ataupun
Yahudi yang melanggar perjanjian.
Keempat, memerangi kalangan ahli kitab yang memulai permusuhan dengan
kaum Muslimin. Kelima, menahan diri dan tidak boleh menyerang siapapun yang
masuk Islam, baik orang musyrik, Yahudi, Nasrani, atau dari kalangan lain.
Perhitungan amal mereka selanjutnya menjadi tanggungan Allah SWT.
Pada bulan Shafar tahun kedua hijriyah, Rasulullah Saw turun langsung
bersama tujuhpuluh prajurit dari kalangan kaum Muhajirin dengan sasaran Abwa`
atau Waddan. Setelah tiba di Waddan, beliau tidak menemukan satu kafilah pun.
Beliau kemudian membuat perjanjian aman dan saling dukung dengan Amr bin
Makhsya Adh-Dhamari. Ini adalah peperangan pertama yang diikuti Rasulullah
Saw.
Pada bulan Rabiul Awwal tahun kedua hijriyah, Kurz bin Hajir Al-Fihri
menyerang kawasan-kawasan pengembalaan ternak Madinah dan merampas
sejumlah hewan ternak. Rasulullah Saw dengan sigap bergerak bersama tujuhpuluh
personil sahabat hingga tiba di sebuah lembah bernama Safawan, dari arah Badar,
namun beliau tidak berhasil menemukan Kurz dan pasukannya. Peperangan ini
disebut perang Badar pertama.
Selanjutnya pada bulan Rajab tahun kedua Hijriyah, Rasulullah Saw
mengirim satuan pasukan di bawah komando Abdullah bin Jahsy Al-Asadi menuju
kawasan Nakhlah, sebuah kawasan yang terletak antara Makkah dan Thaif
berjumlah duabelas prajurit dari kaum Muhajirin dengan misi untuk mengendus
informasi tentang kafilah Quraisy. Itulah pergerakan-pergerakan militer yang
dilancarkan Rasulullah Saw dan kaum Muslimin untuk menjaga keamanan seluruh
wilayah Madinah.
Perang Badar adalah peperangan yang menentukan antara kaum Quraisy dan
kaum Muslimin. Pemicu peperangan ini adalah Rasulullah Saw mengintai kafilah
dagang milik Quraisy yang berhasil menelisut Rasulullah Saw saat beliau bergerak
menuju Dzul Asyirah. Rasulullah Saw mengirim dua orang ke arah Haura`, di
kawasan Syam, untuk mencari-cari informasi terkait kafilah Quraisy ini.
Rasulullah Saw memohon dan berdoa kepada Allah, hingga beliau
mengucapkan, Ya Allah, jika golongan (kaum Muslimin) ini hancur pada hari ini, tentu
Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah, jika memang Engkau menghendaki untuk tidak
disembah selamanya setelah hari ini. Rasulullah Saw berdoa dengan amat mendesak
kepada Allah SWT, hingga surban beliau jatuh.
Di kubu kaum musyrikin, Abu Jahal berdoa. Ia mengucapkan, Ya Allah, dia
telah memutus tali kekerabatan kami, menyampaikan sesuatu kepada kami yang
tidak kami tahu, karena itu binasakanlah dia pagi ini. Ya Allah, siapapun di antara
kami yang lebih Engkau sukai dan ridhai, berilah ia kemenangan pada hari ini.
Tiga ksatria berkuda terbaik kaum musyrikin maju yaitu Utbah bin Rabiah,
Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah. Setelah keluar dari barisan, mereka
menantang duel. Akhirnya tiga pemuda Anshar maju. Orang-orang musyrik itu
berkata, Kami hanya menginginkan anak-anak paman kami. Akhirnya Ubaidah
bin Harits, Hamzah, dan Ali keluar meladeni tantangan mereka.
Hamzah kemudian membunuh Syaibah, Ali membunuh Walid, sementara
Ubaidah dan lawannya saling melancarkan serangan hingga dua kali, masing-
masing saling melukai lawannya. Kemudian Hamzah dan Ali menghampiri Utbah
lalu membunuhnya. Setelah itu keduanya memapah tubuh Ubaidah yang sudah
lemah, karena kakinya tertebas hingga putus. Ubaidah kemudian meninggal dunia
empat atau lima hari di Shafra` di tengah perjalanan pulang menuju Madinah.
Pasukan musyrikin marah melihat hasil perang duel ini, hingga akhirnya
mereka menyerang barisan kaum Muslimin dengan ganas dan serentak. Iblis turut
hadir dalam peperangan ini dalam wujud Suraqah bin Malik bin Jusyam untuk
mendukung barisan kaum musyrikin serta mendorong mereka untuk lebih giat
memerangi kaum Muslimin. Saat melihat para malaikat dan apa yang mereka
lakukan, Iblis akhirnya mundur, melarikan diri menuju Laut Merah dan
menceburkan diri di sana.
Perang ini adalah perang antara kekafiran dan keimanan. Dalam peperangan
ini, seseorang menyerang paman, ayah, anak, saudara, dan kerabatnya sendiri.
Umar bin Khaththab membunuh pamannya, Ash bin Hisyam. Abu Bakar
berhadapan dengan anaknya, Abdurrahman. Dan kaum Muslimin menawan Abbas
bin Abdul Muththallib, paman Rasulullah Saw. Terputus sudah ikatan kekerabatan
dalam peperangan ini.
Dalam perang ini, Allah meninggikan kalimat iman di atas kalimat kekafiran,
membedakan antara kebenaran dan kebatilan, sehingga hari ini disebut sebagai
yaumal furqn. Hari ini adalah hari perang Badar yang terjadi pada tanggal
tujuhbelas Ramadhan tahun kedua Hijriyah.
Ruqaiyah binti Nabi Muhammad Saw sakit ketika beliau pergi menuju
perang Badar. Ia adalah istri Utsman bin Affan. Beliau memerintahkan Utsman dan
Usamah bin Zaid tidak ikut perang untuk merawat Ruqaiyah. Ruqaiyah meninggal
dunia sebelum beliau pulang. Usamah berkata, Kami mendengar berita
kemenangan saat kami meratakan tanah makam Ruqaiyah binti Rasulullah Saw.
Setelah Rasulullah Saw pulang dan merasa aman di Madinah, beliau
menikahkan Utsman bin Affan dengan putri beliau yang lain yakni Ummu Kultsum.
Karena itulah Utsman bin Affan disebut Dzun Nurain. Ummu Kultsum tetap
bersama Utsman hingga akhirnya ia meninggal dunia pada bulan Syaban tahun
kesembilan Hijriyah yang kemudian dimakamkan di Baqi.
Kemenangan yang Allah berikan kepada kaum Muslimin membuat kubu
kaum musyrikin sedih. Mereka lantas merancang berbagai tipu daya untuk
dilancarkan kepada kaum Muslimin sekaligus untuk menuntut balas. Namun Allah
membalikkan tipu daya mereka dan memperkuat kaum Mukminin dengan karunia-
Nya.
Pasca perang Badar, Abu Sufyan bernazar untuk tidak mandi jinabat sebelum
memerangi Nabi Saw. Akhirnya ia bergerak bersama duaratus pasukan berkuda
lalu menyerang kawasan Aridh di salah satu kawasan Madinah. Mereka menebang
sejumlah pohon kurma dan membakarnya, membunuh dua orang lalu melarikan
diri.
Informasi penyerangan ini sampai ke Rasulullah Saw. Beliau lantas
melakukan pengejaran. Saat melarikan diri, musuh membuang banyak sekali tepung
dan perbekalan. Dalam pengejaran ini, kaum Muslimin sampai ke kawasan
Qarqarah Kadar, hanya saja musuh berhasil lolos. Kaum Muslimin akhirnya
membawa pulang tepung yang terbuang. Karena itulah perang ini disebut perang
Sawiq yang berarti tepung. Juga disebut perang Qarqarah Kadar.
Kaab bin Asyraf tergolong orang kaya, pujangga, dan orang Yahudi yang
paling memusuhi kaum Muslimin. Pasca perang Badar, Kaab menemui kaum
Quraisy. Menghasut mereka untuk memerangi kaum Muslimin dengan
menyenandungkan bait-bait syair untuk mereka terkait tujuan ini. Kaab tidak
memetik pelajaran dari kejadian yang menimpa Bani Qainuqa.
Saat itulah Rasulullah Saw bertanya, Siapa di antara kalian yang mau
menghadapi Kaab bin Asyraf? Ada beberapa sahabat maju, yaitu Muhammad bin
Maslamah, Ubbad bin Bisyr, Abu Nailah atau Sulkan bin Salamah saudara sesusuan
Kaab bin Asyraf, Harits bin Aus dan Abu Abbas bin Jabr. Mereka memanggil Kaab.
Kaab akhirnya turun. Saat itu ia berada di dalam benteng miliknya, dan ia baru
menikah.
Muhammad bin Maslamah segera memungut belatinya dan menusuk
punggung Kaab hingga ke perut bagian bawah, Kaab tewas setelah berteriak keras
hingga membangunkan orang-orang yang ada dalam benteng. Karena teriakan
keras ini, mereka menyalakan lampu. Hanya saja orang-orang Muslim yang berhasil
membunuh Kaab ini sudah pulang dengan selamat.
Pada bulan Jumadil Akhirah tahun ketiga Hijriyah, kaum Quraisy mengirim
kafilah dagang ke Syam melalui rute Irak, menembus wilayah Najd menuju Syam
tanpa melintas di dekat kawasan Madinah. Kafilah ini dipimpin Shafwan bin
Umaiyah. Rasulullah Saw mendengar informasi tentang kafilah ini, lalu beliau
mengirim Zaid bin Haritsah untuk memimpin seratus pasukan berkuda.
Zaid menyergap kafilah ini saat singgah di sebuah mata air di Najd bernama
Qirdah. Zaid berhasil menguasai kafilah dengan seluruh barang perdagangannya.
Para pengawal kafilah melarikan diri, pemandu jalan (Furat bin Hayyan) berhasil
ditawan lalu setelah itu masuk Islam. Rampasan perang ini ditaksir mencapai
seratus ribu dirham. Serangan ini merupakan pukulan telak bagi kaum Quraisy
pasca perang Badar.
Informasi tentang pasukan Makkah ini sampai kepada Rasulullah Saw sekitar
seminggu sebelum mereka singgah. Akhirnya Rasulullah Saw mengadakan
pertemuan-pertemuan militer untuk memperkirakan berbagai kemungkinan tak
terduga, juga untuk menjaga Madinah. Setelah pasukan Makkah tiba, Rasulullah
Saw meminta saran kaum Muslimin tentang strategi bertahan.
Namun kaum muda terbakar semangat. Mereka mendesak untuk berperang
di tempat terbuka. Nabi Saw akhirnya menerima pendapat mereka. Beliau membagi
pasukan menjadi tiga battalion. Batalion Muhajirin dengan panji perang di tangan
Mushab bin Umar, batalion Anshar dengan panji perang di tangan Usaid bin
Hudhair, dan batalion Khajraj dengan panji perang di tangan Habbab bin Mundzir.
Setelah shalat Ashar, Nabi Saw bergerak menuju gunung Uhud. Saat tiba di
Syaikhain,Nabi Saw menginspeksi pasukan. Beliau memulangkan pasukan yang
masih terlalu belia dan tetap mengizinkan Rafi bin Khudaij meski masih terbilang
sangat belia, karena Rafi bin Khudaij mahir memanah. Samurah bin Jundub juga
tidak mau kalah, ia bisa membanting Rafi, akhirnya beliau juga menginzinkan
Samurah untuk bergabung dalam pasukan.
Di sela kemajuan dan kemenangan ini, Hamzah bin Abdul Muththallib, singa
Allah dan singa Rasul-Nya, terbunuh. Ia dibunuh Wahsyi bin Harb. Ia seorang
budak yang mahir dalam membidikkan tombak. Ia dijanjikan kemerdekaan oleh
tuannya, Jubair bin Muthim jika berhasil membunuh Hamzah, karena Hamzahlah
yang membunuh pamannya, Thuaimah bin Adi dalam perang Badar.
Wahsyi bersembunyi di balik sebongkah batu besar untuk mengintai
Hamzah. Saat Hamzah menebas kepala Siba bin Arfathah (salah seorang
musyrikin) Wahysi mengarahkan tombak ke arah Hamzah. Tombak mengenai
Hamzah hingga tembus saat ia sedang lengah. Tombak tepat mengenai perut
Hamzah hingga tembus di antara kedua kakinya. Hamzah terjatuh dan tidak bisa
bangun lagi hingga meninggal dunia.
Setelah berdialog, Abu Sufyan kembali ke pasukannya. Abu Sufyan naik unta
dan menempatkan kuda di sampingnya. Hal ini menandakan bahwa mereka hendak
menuju Makkah sekaligus sebagai karunia yang Allah berikan kepada kaum
Muslimin, karena saat itu tidak ada yang akan menghalangi kaum Muslimin untuk
memasuki Madinah.
Selanjutnya kaum Muslimin turun ke medan perang untuk mengecek korban
luka dan korban tewas. Sebagian di antara mereka memindahkan sejumlah syuhada
ke Madinah, lalu Rasulullah Saw memerintahkan agar para syuhada di kembalikan
ke tempat semula dan memakamkan mereka dengan pakaian yang mereka kenakan
tanpa dimandikan dan tanpa dishalatkan.
Kaum Muslimin mencari-cari jasad Hanzhalah dan akhirnya ditemukan di
suatu gundukan tanah dengan jasadnya masih meneteskan air. Hamzah dikafani
dengan kain selimut yang jika digunakan untuk menutupi kepalanya, kedua
kakinya terlihat dan jika digunakan untuk menutupi kedua kakinya, kepalanya
terlihat. Mereka kemudian menutupi kepala Hamzah dan menutupi kedua kakinya
dengan rerumputan idkhir. Hal yang sama juga dialami jenazah Mushab bin Umar.
Sekelompok orang dari Adhal dan Qarah mendatangi Rasulullah Saw dengan
menyatakan diri sudah masuk Islam.Mereka meminta agar beliau mengirim utusan
untuk mengajarkan agama dan membacakan Al-Qur'an pada mereka. Nabi Saw
kemudian mengutus sepuluh sahabat dan menunjuk Ashim bin Tsabit. Saat tiba di
Raji, para utusan ini mengkhianati orang-orang Muslimin
Akhirnya orang-orang yang mengepung berjanji tidak akan membunuh
mereka asalkan mereka mau turun. Ashim dan beberapa rekannya menolak tawaran
yang dianggap sebagai jebakan semata. Akhirnya ia bertempur dan melawan para
pengepungnya hingga meninggal bersama tujuh rekan lainnya. Sedangkan tiga
lainnya masih hidup, sampai akhirnya mereka dijual dan dibunuh oleh si pembeli
sebagai ganti nyawa saudara mereka yang tewas dalam perang Badar.
Sejumlah orang Quraisy datang untuk membawa sebagian tubuh Ashim.
Namun Allah mengirim segerombolan lebah untuk melindungi jasad Ashim secara
keseluruhan, hingga utusan Quraisy ini sama sekali tidak berhasil mendapatkan
apapun. Semasa hidup, Ashim bersumpah kepada Allah agar jangan sampai ia
disentuh oleh seorang musyrik pun atau menyentuh seorang musyrik pun. Allah
pun menjaganya setelah ia mati.
Pada bulan yang sama kala tragedi Raji terjadi, muncul tragedi lain yang
jauh lebih mengerikan yang dikenal sebagai peristiwa Bir Maunah. Singkat
kejadian ini adalah Abu Barra Amir bin Malik mendatangi Nabi Saw di Madinah. Ia
mengutarakan harapan penduduk Najd akan memenuhi seruan beliau menuju
Islam jika beliau mengirim sejumlah dai ke sana. Akhirnya Nabi Saw mengirim
tujuhpuluh orang dari kalangan penghafal Al-Qur'an. Para rombongan kemudian
pergi hingga singgah di Bir Maunah.
Para rombongan kemudian mengutus Haram bin Milhan, untuk
mengantarkan surat Rasulullah Saw pada Amir bin Thufail. Namun Amir tidak
membaca isi surat tersebut justru memerintahkan seseorang untuk menikamnya
dengan tombak dari belakang hingga tembus. Saat itu juga si musuh Allah, Amir
bin Thufail menghasut Bani Amir untuk menghabisi sisa orang-orang Muslim yang
masih ada.
Nabi Saw sangat terpukul atas tragedi ini, juga tragedi Raji sebelumnya
yang terjadi dalam bulan yang sama (Bulan Shafar tahun keempat Hijriyah). Nabi
Saw terus mendoakan celaka terhadap orang-orang yang telah membunuh para
sahabat di Bir Maunah selama tigapuluh hari dalam shalat Fajar, hingga Allah
menurunkan ayat terkait mereka, Sampaikan berita kepada kaum kami, bahwa kami
telah bertemu Rabb kami, Rabb kami ridha kepada kami, dan kami pun ridha pada-Nya.
Setelah ayat ini, beliau tidak lagi mendoakan celaka kepada mereka.
Bani Nadhir merancang konspirasi yang lebih kotor dari konspirasi Adhal
dan Qarah, juga para pengkhianat yang membunuh para sahabat di Biru Maunah.
Mereka ingin mendengarkan Al-Qur'an dari beliau dan penjelasan tentang Islam.
Orang-orang jahat ini memutuskan masing-masing di antara mereka membawa
belati yang diselipkan di dalam baju yang akan mereka gunakan untuk membunuh
Nabi Saw saat beliau lengah.
Jibril turun dari sisi Allah Swt kepada Rasulullah Saw dan memberitahukan
rencana keji mereka ini. Rasulullah Saw langsung mengutus Muhammad bin
Maslamah untuk menemui Bani Nadhir dan menyampaikan ultimatum pada
mereka, Tinggalkan Madinah, dan jangan bertetangga denganku. Aku beri tempo
sepuluh hari. Setelah itu, siapapun yang masih kutemui, akan kupenggal lehernya.
Mereka berkata, Kami tidak akan keluar dari tempat tinggal kami. Berbuatlah
seperti yang kau inginkan!
Rasulullah Saw pun memekikkan takbir yang kemudian diikuti para sahabat.
Setelah itu beliau bangkit untuk menyerang Bani Nadhir. Allah menimpakan rasa
takut ke dalam hati mereka, lalu mereka pun menyerah setelah enam malam
pengepungan. Setelah itu Rasulullah Saw membagi-bagikan tanah Bani Nadhir ini
untuk kaum Muhajirin pertama secara khusus. Persenjataan yang ditemukan
berjumlah limapuluh baju perang, limapuluh besi pelindung kepala, dan 340
pedang.
Seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya, Abu Sufyan dalam perang
Uhud berjanji akan berperang pada tahun berikutnya. Saat memasuki bulan Syaban
tahun 4 Hijriyah, Rasulullah Saw pergi untuk menemui janji itu. Rasulullah Saw
singgah di sana selama delapan hari menunggu kedatangan Abu Sufyan bersama
1.500 prajurit, 10 di antaranya menunggangi kuda. Panji perang dipegang Ali bin
Abi Thalib.
Abu Sufyan bergerak bersama 2.000 pasukan, termasuk 50 pasukan
penunggang kuda. Pasukan Makkah terus bergerak hingga tiba di Marrazh
Zhahran, setelah itu singgah di Majannah, sumber air di kawasan setempat. Abu
Sufyan bergerak meninggalkan Makkah dengan rasa gentar. Mereka akhirnya
pulang dan tidak menunjukkan perlawanan apapun.
Pasukan Muslimin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperdagangkan
barang niaga, hingga meraup untung dua kali lipat. Setelah itu mereka pulang ke
Madinah. Wibawa mereka kian tertanam kuat di benak musuh. Rasa aman pun
menyebar di segala penjuru Madinah, hingga lebih dari setahun lamanya tidak ada
aksi-aksi penyerangan berarti.
Rasulullah Saw dan kaum Muslimin hampir saja dapat menyebarkan agama
dan membenahi segala kondisi setelah rasa tenang menyebar karena kebijakan-
kebijakan yang diambil Rasulullah Saw, hingga tidak terjadi peperangan berarti
setelah perang Bani Nadhir selama seta setengah teahun. Namun Yahudi tidak lega
jika kaum Muslimin bisa merasa nyaman.
Para ahli sejarah menyebutkan duapuluh pemuka Yahudi dan pemimpin
Bani Nadhir pergi menemui kaum Quraisy di Makkah untuk menghasut mereka
supaya memerangi Madinah. Yahudi bersedia membantu mereka. Ajakan ini
ternyata diiyakan oleh kaum Quraisy. Utusan Yahudi ini selanjutnya pergi ke
Ghathafan, memprovokasi mereka untuk tujuan serupa seperti yang mereka
sampaikan kepada kaum Quraisy.
Kabilah Ghathafan juga merespon ajakan ini. Utusan Yahudi terus berkeliling
menemui sejumlah kabilah Arab untuk menghasut mereka agar memerangi Nabi
Saw. Sebagian besar di antara mereka merespon ajakan ini. Setelah aksi provokasi
Yahudi ini, secara serentak mereka semua datang ke perbatasan-perbatasan
Madinah di saat yang sama seperti yang telah mereka sepakati bersama.
Quraisy datang dengan 4.000 personil, 300 kuda, dan 1000 unta yang
dipimpin oleh Abu Sufyan. Sementara kabilah-kabilah Ghathafan dan penduduk
Najd yang berkekuatan 6.000 personil tiba di Dzanab Naqmi, di dekat Uhud.
Kedatangan pasukan besar-besaran di benteng-benteng Madinah ini merupakan
ujian berat dan sangat menakutkan.
Ketika pasukan musyrikin hendak menyerang kaum Muslimin dan
menerjang Madinah, ternyata mereka dikejutkan dengan sebuah parit lebar yang
menghalangi mereka untuk menyerbu kaum Muslimin. Mereka bergerak di siang
hari dan mencoba untuk melintasi parit. Kaum musyrikin berulang kali menguatkan
upaya, hingga kaum Muslimin terpaksa harus bertahan tanpa henti, hingga mereka
dan juga Rasulullah Saw ketinggalan beberapa waktu shalat.
Dalam serangan panah, jatuh korban dari kedua kubu. Jumlah korban tewas
dari kubu kaum musyrikin mencapai sepuluh orang, sementara syuhada yang
gugur dari kalangan kaum Muslimin mencapai enam orang.
Abu Rafi adalah seorang pedagang ulung dari Hijaz, pemimpin Yahudi
Khaibar, salah satu penghasut pasukan sekutu untuk menyerang penduduk
Madinah. Setelah kaum Muslimin tuntas mengurus persoalan Ahzab dan
Quraizhah, ada lima orang Khajraj tergerak untuk mendapatkan kemuliaan seperti
yang didapatkan Aus saat berhasil membunuh Kaab bin Asyraf.
Lima orang Khajraj ini sampai di benteng Abu Rafi dari arah Khaibar saat
matahari terbenam. Pemimpin mereka, Abdullah bin Atik berkata, Tetaplah di sini,
aku akan mengelabuhi penjaga pintu gerbangnya, mudah-mudahan aku bisa
masuk. Setelah Abdullah bin Atik berada di kediaman Abu Rafi, ternyata ia berada
di sebuah tempat yang amat gelap dan terpencil. Abdullah bin Atik tidak tahu
tepatnya di mana ia berada. Abdullah bin Atik memanggil,Abu Rafi!Abu Rafi
menyahut,Siapa itu? Mendengar suara itu, Abdullah pun menebas Abu Rafi
hingga terluka namun tidak sampai membuatnya tewas.
Setelah itu Abdullah menusukkan pedang di perut hingga tembus ke
punggung. Saat ayam berkokok, ada seseorang berdiri di atas benteng menyiarkan
berita kematian Abu Rafi. Orang itu mengatakan, Abu Rafi, pedagang ulung
penduduk Hijaz, telah tewas. Abdullah bin Atik akhirnya tahu Abu Rafi sudah
tewas.
Pada bulan Jumadil Ula tahun 6 Hijriyah, Rasulullah Saw mengutus Zaid bin
Haritsah dengan sasaran Ish. Satuan tersebut berkekuatan 170 penunggang kuda.
Satuan mencegat kafilah dagang Quraisy di bawah komando Abu Ash bin Rabi,
suami putri Rasulullah Saw yang pulang dari Syam. Kaum Muslimin berhasil
merebut barang-barang dagangan kafilah ini, mengambil semua yang mereka bawa,
dan menawan para pengawalnya. Abu Ash berhasil melarikan diri.
Abu Ash kemudian datang ke Madinah dan meminta perlindungan kepada
Zainab istrinya. Abu Ash memintanya agar memohon kepada Rasulullah Saw
supaya seluruh harta benda kafilah Quraisy dikembalikan lagi. Abu Ash akhirnya
pulang ke Makkah dan menyerahkan seluruh barang titipan kepada pemiliknya.
Setelah itu Abu Ash masuk Islam dan berhijrah.
Rasulullah Saw juga mengirim sejumlah satuan tempur dalam rentang waktu
ini. Pengiriman satuan-satuan tempur ini sangat berpengaruh dalam mengekang
musuh yang tak terkendali, dan memadamkan kejahatan mereka, hingga rasa aman
dan tentram menyebar ke berbagai penjuru. Setelah itu Rasulullah Saw mendapat
informasi yang mendorong beliau menyerang Bani Musthaliq.
Saat berada Madinah, Rasulullah Saw bermimpi bersama para sahabat beliau
memasuki Masjidil Haram, thawaf dan berumrah. Beliau lantas memberitahukan hal
itu kepada kaum Muslimin dan mengabarkan bahwa beliau ingin melaksanakan
umrah. Beliau juga meminta kalangan badui sekitar untuk ikut dalam pelaksanaan
umrah ini. Namun mereka tidak kunjung datang.
Akhirnya Rasulullah Saw berangkat meninggalkan Madinah pada hari Senin,
awal Dzulqadah tahun 6 Hijriyah, bersama 1.400 kaum Muslimin dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan hingga sampai
Usfan. Kemudian datanglah mata-mata beliau dan menginformasikan bahwa kaum
Quraisy tengah bersiap-siap untuk perang dan akan menghadang kaum Muslimin
menuju Baitul Haram.
Saat itu, Budail bin Warqa Al-Khuzai datang bersama beberapa orang dari
Bani Khuzaah. Budail mengabarkan kepada beliau bahwa orang-orang Quraisy siap
memerangi dan menghalangi beliau untuk memasuki Masjidil Haram. Rasulullah
Saw kemudian memberitahukan kepadanya bahwa beliau datang hanya untuk
menunaikan umrah. Namun jika Quraisy tidak menginginkan apapun selain perang,
beliau pasti memerangi mereka hingga beliau mati, atau Allah akan menuntaskan
urusan-Nya.
Saat kembali, Budail menyampaikan hal itu kepada kaum Quraisy. Kaum
Quraisy kemudian mengirim Mikraz bin Hafsh. Setelah tiba, Rasulullah Saw
menyampaikan kata-kata seperti yang beliau sampaikan kepada Budail. Mikraz
kemudian kembali ke kaum Quraisy dan menyampaikan pesan Rasulullah Saw itu.
Setelah itu kaum Quraisy mengutus pemimpin orang-orang Habsyi, Hulais bin
Ikrimah.
Kaum Muslimin kemudian menggiring hewan-hewan kurban dan
menggemakan bacaan talbiyah. Melihat hal itu, Hulais berkata, Subhanallah! Tidak
sepatutnya mereka dihalangi untuk memasuki Baitullah. Binasalah kaum Quraisy,
karena mereka ini datang untuk melaksanakan umrah. Saat kaum Quraisy
mendengar penuturan Hullais ini, mereka berkata, Duduklah kamu. Kamu ini
hanya orang badui, tidak tahu-menahu tentang tipu daya.
Di sela-sela negosiasi ini, sejumlah pemuda dungu Quraisy yang berjumlah
tujuhpuluh atau delapanpuluh orang menyusup di tengah malam. Mereka turun
dari gunung Tanim ke perkemahan kaum Muslimin dengan maksud untuk
merusak seluruh upaya perdamaian. Tapi kaum Muslimin berhasil menangkap
mereka semua. Setelah itu Rasulullah Saw melepaskan dan memaafkan mereka.
Setelah perjanjian tuntas dan kaum Muslimin telah bertahallul dari umrah,
datanglah sejumlah wanita Mukminah. Kemudian pihak wali mereka meminta agar
dikembalikan lagi sesuai isi perjanjian yang telah disepakati di Hudaibiyah.
Permintaan mereka ini ditolak Rasulullah Saw, karena mereka tidak termasuk
dalam isi perjanjian.
Allah kemudian menurunkan surah Al-Mumtahanah ayat 10 dan ayat 12.
Allah mengharamkan wanita-wanita Mukminah bagi lelaki kafir, dan wanita-wanita
kafir bagi orang-orang lelaki Mukmin. Allah juga memerintahkan Rasulullah Saw
menguji para wanita-wanita Mukminah yang berhijrah ini.
Siapapun di antara wanita-wanita ini yang menerima semua persyaratan
tersebut, beliau katakan padanya, Aku telah membaiatmu, dengan ucapan tanpa
jabat tangan. Beliau juga tidak mengembalikan mereka kepada orang-orang Quraisy.
Berdasarkan hukum ayat ini, kaum Muslimin menceraikan istri-istri mereka yang
kafir, dan mereka memisahkan antara wanita-wanita Muslimah dan suami-suami
mereka yang kafir.
Nabi juga mengirim surat kepada Muqauqis, Raja Mesir dan Alexandria.
Hathib bin Abu Baltaah ditunjuk untuk mengantarkan surat ini. Setelah memasuki
kediaman Muqauqis, Hathib berbicara kepadanya dan menyampaikan surat Nabi
Saw kepadanya.
Muqauqis mengambil surat Nabi Saw ini dan memberinya stempel kemudian
menyimpannya. Setelah itu ia mengirim surat balasan untuk Nabi Saw. Isinya
adalah ia menyebut masih ada seorang nabi yang tersisa, dan ia mengira bahwa nabi
terakhir tersebut akan muncul dari Syam. Hanya saja Muqauqis tidak masuk Islam.
Ia memberikan dua hadiah berupa dua budak wanita kepada Nabi Saw yaitu
Maria dan Sirin. Kedua wanita ini terhormat di kalangan bangsa Qibhti. Juga
memberi hadiah sebuah pakaian dan seekor keledai bernama Duldul. Nabi Saw
memilih Maria, dan Duldul untuk tunggangan beliau. Sementara Sirin, beliau
hadiahkan kepada Hassan bin Tsabit Al-Anshari.
Nabi mengirim surat kepada Kisra, Raja Persia. Abdullah bin Hudzafah As-
Sahmi ditunjuk untuk mengantarkan surat ini. Abdullah bin Hudzafah
diperintahkan untuk menyerahkan surat ini kepada pembesar Bahrain untuk
selanjutnya diserahkan pembesar Bahrain kepada Kisra.
Setelah surat dibacakan di hadapan Kisra, Kisra langsung merobek-robeknya,
dan berkata, Seorang budak hina di antara rakyatku berani-beraninya menulis
namanya sebelum namaku. Saat Rasulullah Saw mendengar hal tersebut, beliau
mengucapkan,Semoga Allah mencabik-cabik kerajaanya.
Pasukan Kisra mengalami kekalahan telak di hadapan pasukan Romawi.
Setelah itu kekuasaannya dikudeta anaknya sendiri, Syairawaih. Syairawaih
membunuhnya dan merebut kerajaannya. Setelah itu perpecahan dan kerusakan
terus terjadi hingga pasukan Islam berhasil menguasai kerajaan Persia pada masa
Umar bin Khaththab, lalu setelah itu kerajaan Persia tidak muncul lagi.
Nabi mengirim surat kepada Raja Romawi. Duhainah bin Khalifah Al-Kalbi
ditunjuk untuk mengantarkan dan menyerahkan surat ini kepada pembesar Bushra,
untuk selanjutnya diserahkan kepada Kaisar. Saat itu, Kaisar datang dari Homsh ke
Baitul Maqdis dengan berjalan kaki sebagai wujud rasa syukur kepada Allah karena
kemenangan terhadap Persia yang ia raih.
Saat ia menerima surat ini, ia mengutus sejumlah orang untuk mengundang
orang Arab agar memperkenalkan siapakah Nabi Saw. Para utusan Heraklius
mendapati Abu Sufyan tengah bersama kafilah dagang Quraisy di negeri Syam.
Utusan Heraklius mengajak Abu Sufyan dan rombongan menemui Heraklius.
Heraklius mengundang mereka ke majlisnya untuk dimintai keterangan tentang
Nabi Saw,yang juga dihadiri para pembesar Romawi.
Kaisar mengetahui Nabi Saw, mengetahui kebenaran nubuwah beliau dengan
sebenarnya. Hanya saja ia lebih menyukai kekuasaannya, sehingga ia tidak masuk
Islam. Ia akhirnya menanggung dosanya, juga dosa rakyatnya seperti yang
disampaikan Nabi Saw.
Nabi mengirim surat pada Harits bin Abu Syamir Al-Ghassani, penguasa
Damaskus. Syuja bin Wahab Al-Asadi (dari Bani Asad bin Khuzaimah) dipilih
sebagai kurir untuk mengantarkan surat ini. Setelah surat diterima Harits, ia
langsung membuangnya dan berkata, Memangnya siapa yang berani-beraninya
merampas kerajaanku?
Harits bin Abu Syamir Al-Ghassani kemudian bersiap-siap mengirim
pasukan untuk menyerang kaum Muslimin. Ia berkata kepada Syuja bin Wahab,
Sampaikan kepada temanmu itu apa yang kau lihat.
Harits kemudian meminta izin kepada Kaisar untuk memerangi Rasulullah
Saw, namun Kaisar mengendurkan semangat Harits. Akhirnya Harits memberi
hadiah berupa pakaian dan sejumlah perbekalan untuk Syuja, dan menolaknya
dengan baik.
Nabi mengajak Amir Bushra masuk Islam dan mengutus Harits bin Umair
Al-Azdi untuk mengantarkan surat kepadanya. Setibanya di Mu`tah (salah satu
kawasan Balqa` di Urdun selatan) Harits dihadang Syurahbil bin Amr Al-Ghassani,
lalu lehernya dipenggal.
Membunuh duta atau utusan adalah kejahatan paling keji, karena tidak ada
satu pun utusan Rasulullah Saw yang dibunuh, selain Harits bin Umair. Oleh
karenanya, Rasulullah Saw sangat terpukul kala mendengar berita ini, hingga
memicu terjadinya perang Mu`tah.
Salith bin Amr Al-Amiri dipilih sebagai kurir untuk mengantar surat ini.
Setelah Salith menyerahkan surat ini, Haudzah memuliakan dan menghormati isi
surat, namun tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Haudzah membalas isi
surat Nabi Saw sebagai berikut:
Bagus dan indah sekali apa yang kau serukan itu. Namun orang-orang Arab
banyak yang tunduk pada kekuasaanku. Untuk itu, jika engkau mau memberikan
sebagian kekuasaan dari urusanmu, aku akan mengikutimu.
Setelah membaca isi suratnya, Nabi Saw berkata, Andai dia memintaku
sebidang tanah pun, aku tidak akan memberikan itu. Hancur, pasti hancur kekuasaanya
nanti. Sepulangnya dari penaklukan Makkah, Haudzah pun mati.
Nabi mengirim surat pada Mundzir bin Sawi, penguasa Bahrain. Beliau
menyerunya untuk masuk Islam. Kurir yang mengantarkan surat ini adalah Alla`
bin Hadrami. Mundzir kemudian masuk Islam setalah membaca surat Nabi Saw.
Turut masuk Islam pula sebagian penduduk Bahrain, dan sebagian lainnya tetap
menganut Yahudi atau Majusi.
Mundzir kemudian mengirim surat kepada Rasulullah Saw untuk
memberitahukan hal itu sekaligus meminta penjelasan kepada beliau. Beliau
kemudian mengirim surat berisi perintah untuk membiarkan kaum Muslimin di
sana karena mereka telah masuk Islam, dan memungut jizyah dari Yahudi dan
Majusi. Selama engkau berlaku baik, kami tidak akan mencopot kedudukanmu.
Rasulullah mengirim surat untuk raja Oman, Jaifar dan saudaranya. Amr bin
Ash ditunjuk untuk mengantarkan surat ini. Setibanya di Oman, Amr berpapasan
dengan Abd bin Julanda. Setelah itu Abd bertanya kepadanya tentang seruan Nabi
Saw.
Setelah itu Abd mengantarkan Amr menemui saudaranya, Jaifar. Amr
kemudian menyerahkan surat Rasulullah Saw kepadanya. Setelah menerima surat,
Jaifar membacanya hingga tuntas, kemudian menyerahkan surat tersebut kepada
adiknya. Jaifar kemudian bertanya kepada Amr tentang sikap orang-orang Quraisy.
Amr memberitahukan bahwa mereka sudah masuk Islam.
Jaifar menunda keputusannya hingga esok hari. Akhirnya pada keesokan
harinya, ia masuk Islam bersama adiknya. Keduanya membiarkan Amr memungut
zakat. Keduanya saling bahu-membahu melawan siapapun yang menentangnya.
Surat Nabi Saw ini dikirim kepada Abd dan Jaifar setelah penaklukan Makkah.
Sementara surat-surat lainnya dikirim setelah Nabi Saw kembali dari Hudaibiyah.
Ketika para Muhajirin Habasyah kembali bersama Amr bin Umaiyah Adh-
Dhamari, kurir surat Rasulullah Saw kepada raja Najasy, sekelompok di antara
mereka menuju Khaibar sebanyak enambelas orang, termasuk di antaranya Jafar
bin Abu Thalib dan Abu Musa Al-Asyari. Nabi Saw kemudian mencium Jafar dan
berkata, Aku tidak tahu, mana yang lebih membuatku senang, penaklukan Khaibar,
ataukah kedatangan Jafar?
Abu Hurairah juga bertemu beliau setelah penaklukan Khaibar. Abu
Hurairah sudah datang ke Madinah setelah beliau berangkat ke Khaibar. Setelah itu
Abu Hurairah masuk Islam dan meminta izin untuk ikut pergi ke Khaibar.
Rasulullah Saw memberinya bagian dari rampasan perang Khaibar.
Setelah penaklukan Khaibar, Abban bin Said juga bertemu beliau. Ia
sebelumnya pergi memimpin satuan pasukan ke Najd. Setelah menyelesaikan misi,
ia datang ke Khaibar. Namun ia dan para prajuritnya tidak diberi bagian dari
rampasan perang Khaibar.
Setelah situasi kembali tenang dan rasa takut hilang, kaum Yahudi kembali
bertindak kotor. Mereka menggalang konspirasi untuk membunuh Nabi Saw.
Mereka menghadiahkan daging kambing beracun kepada beliau dengan perantara
istri Sallam bin Misykam, salah seorang pembesar Yahudi. Setelah itu beliau kunyah
daging tersebut namun tidak sampai beliau telan, dan langsung beliau muntahkan.
Beliau berkata, Ini daging kambing beracun.
Nabi Saw kemudian menanyakan hal itu pada wanita tersebut, ia mengakui
kejahatan yang telah ia perbuat. Orang-orang Yahudi berkata seraya menyebutkan
alasan, Jika memang Muhammad seorang raja, pasti mati dan kami pun merasa
lega. Namun jika ia seorang nabi, racun tersebut tidak akan membahayakannya.
Akhirnya Nabi Saw memaafkan mereka dan juga wanita tersebut.
Pada mulanya wanita tersebut dimaafkan, tapi setelah Bisyr bin Marur
meninggal dunia karena memakan daging yang ia suguhkan, akhirnya si wanita
tersebut dihukum mati secara qisas.
Setelah urusan Khaibar tuntas, Rasulullah Saw bergerak menuju Wadil Qura
dan menyeru penduduk setempat (kaum Yahudi) untuk masuk Islam. Mereka tidak
bersedia masuk Islam, juga tidak mau menyerah. Akhirnya seseorang di antara
mereka menantang berduel lalu ia berhasil dibunuh oleh Zubair bin Awwam.
Seorang lainnya maju untuk berduel, lalu ia berhasil dibunuh Ali, hingga sebelas
orang Yahudi tewas dalam duel ini.
Setiap kali usai mengerjakan shalat, beliau selalu mengajak mereka untuk
masuk Islam hingga sore hari. Pada keesokan harinya, belum juga matahari
terangkat naik seukuran tombak, mereka mengalami kekalahan. Kaum Muslimin
mendapat banyak sekali rampasan perang.
Setelah mendengar penduduk Khaibar, Fadak, kemudian Wadil Qura
menyerah, penduduk Taima menawarkan perjanjian damai dengan Rasulullah Saw
dengan imbalan mereka bersedia membayar jizyah, dan mereka tetap tinggal di
negeri mereka dengan aman.
Shafiyah binti Huyai bin Akhthab termasuk dalam salah satu tawanan. Ia
kemudian diambil Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Setelah itu para sahabat berkata
kepada Rasulullah Saw, Dia (Shafiyah) hanya pantas untukmu. Dia merupakan
wanita terhormat Quraizhah dan Nadhir.
Rasulullah Saw kemudian memanggil Shafiyah dan menawarkan Islam
padanya, ia pun bersedia masuk Islam. Setelah itu ia dimerdekakan dan dinikahi
Nabi Saw, dengan mahar status merdeka yang beliau berikan padanya. Setelah itu
beliau menitipkan Shafiyah kepada salah seorang wanita.
Setelah penaklukan Khaibar dan Wadil Qura tuntas, juga setelah penduduk
Fadak dan Taima` tunduk patuh kepada beliau, beliau pun pulang ke Madinah.
Setelah tiba di Saddush Shahba`, Shafiyah diserahkan kepada Nabi Saw sebagai
mempelai wanita. Sebagai walimahnya, Nabi Saw menghidangkan kurma, keju dan
tepung.
Syurahbil bin Amr Al-Ghassani membunuh Harits bin Umar, kurir surat
Rasulullah Saw untuk pembesar Bushra. Membunuh duta atau utusan sama saja
dengan mengumumkan perang. Rasulullah Saw memerintahkan pasukan agar
datang ke tempat terbunuhnya Harits bin Umair dan menyeru siapapun yang ada di
sana agar masuk Islam. Jika mereka enggan masuk Islam, perangilah mereka.
Pertempuran sengit dan aneh dalam sejarah manusia terjadi. 3.000 pasukan
Islam harus berhadapan dengan pasukan besar-besaran berjumlah 200.000 prajurit
musuh. Namun demikian, tetap tidak mampu mengalahkan pasukan Islam dalam
jumlah yang kecil itu. Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abu Thalib, Abdullah bin
Rawahah melancarkan serangan hingga ketiganya gugur sebagai syahid.
Akhirnya pasukan sepakat menunjuk Khalid bin Walid sebagai komandan.
Dengan demikian, panji perang beralih ke tangan salah satu pedang Allah. Khalid
langsung melancarkan serangan sengit tiada tara, hingga sembilan pedang patah di
tangannya. Dalam peperangan ini, duabelas prajurit Muslimin gugur, sementara
korban tewas dari kubu musuh tidak diketahui. Yang pasti, banyak di antara
mereka yang tewas.
Kemudian setelah itu beliau menghampiri bukit Shafa dan naik hingga
melihat Kabah. Beliau mengangkat kedua tangan sambil membaiat orang-orang
untuk menjalankan Islam. Di antara yang masuk Islam pada hari itu adalah Abu
Quhafah, ayah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Di antara wanita yang berjanji setia kepada Rasulullah Saw pada hari itu
adalah Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan. Ia datang dengan mengenakan cadar
sambil menyamar karena mengkhawatirkan keselamatan diri lantaran tindakan
yang pernah ia lakukan terhadap jasad Hamzah.
Umar bin Khaththab saat itu duduk di bawah Rasulullah Saw untuk
menyampaikan ucapan beliau kepada para hadirin dan membaiat mereka mewakili
beliau. Baiat terhadap para wanita dilakukan dengan ucapan tanpa jabat tangan.
Rasulullah memasuki rumah Ummu Hani` binti Abu Thalib pada waktu
Dhuha. Beliau kemudian mandi lalu shalat delapan rakaat di rumahnya. Saat itu
Ummu Hani` memberi perlindungan aman pada dua iparnya yang masih musyrik,
sementara Ali bin Abi Thalib bermaksud untuk membunuh keduanya. Ummu Hani`
bertanya kepada Rasulullah Saw lalu beliau berkata, Kami melindungi siapapun yang
kau beri jaminan aman, wahai Ummu Hani`.
Ketika Tiba waktu shalat, Rasulullah Saw memerintahkan Bilal untuk naik ke
atas Kabah dan mengumandangkan azan di sana. Azan ini sebagai simbol
kemenangan Islam. Kaum Muslimin merasa terharu mendengar suara azan ini,
namun azan ini membuat orang-orang musyrik merasa jengkel. Segala puji bagi
Allah, Rabb seluruh alam.
Ketika pasukan musyrikin melarikan diri, mereka terbagi menjadi tiga kubu,
sebagian melarikan diri ke Thaif, yang lain lari ke Nakhlah, dan ada juga yang lari
ke Authas. Rasulullah Saw kemudian mengirim satuan pasukan untuk melakukan
pengejaran ke Authas di bahwa komando Abu Amir Al-Asyari, paman Abu Musa
Al-Asyari. Satuan pasukan berhasil menghancurkan mereka dan meraih rampasan
perang.
Pasukan berkuda kaum Muslimin lain melakukan pengejaran untuk
menyergap pasukan musyrikin yang melarikan diri ke Nakhlah, dan berhasil
memergoki Duraid bin Shimmah, ia pun dibunuh.
Rasulullah Saw kemudian memerintahkan untuk mengumpulkan seluruh
rampasan perang dan tawanan. Rampasan perang berupa duapuluhempat ribu
unta, lebih dari empatpuluh ribu domba, empat ribu uqiyah perak, dan enamribu
tawanan. Rampasan perang kemudian disimpan sementara di Jiranah. Beliau
menunjuk Masud bin Amr Al-Ghifari untuk mengawasi harta rampasan ini.
Pada bulan Rabiul Akhir 9 Hijriyah, Rasulullah Saw mengutus Ali bin Abi
Thalib bersama 150 pasukan dengan menunggangi 100 unta dan 50 kuda untuk
menghancurkan berhala milik Bani Thai` yang dikenal sebagai Fuls. Ali menyerang
perkampungan Hatim Ath-Tha`i dan mendapatkan sejumlah unta, kambing, dan
tawanan, di antaranya Safanah binti Hatim Ath-Tha`i.
Saat Ali dan pasukan membawa Safanah ke Madinah, Rasulullah Saw
membebaskannya tanpa tebusan, memperlakukannya secara mulia, dan
memberinya hewan tunggangan. Safinah akhirnya pergi ke Syam dimana
saudaranya, Adi bin Hatim sebelumnya telah melarikan diri ke sana.
Pelajaran yang diberikan kepada Bani Tamim dan penghancuran berhala
Thai`merupakan peristiwa paling penting yang terjadi setelah penaklukan Makkah
dan perang Hunain. Secara umum, peperangan antara kaum Muslimin dan kaum
paganis sudah berakhir pasca penaklukan Makkah, dan hampir saja kaum Muslimin
sudah istirahat dari beban berat dan letihnya peperangan.
Ketika tanda-tanda Madinah sudah terlihat dari kejauhan, beliau berkata, Itu
Madinah dan itu gunung Uhud, gunung yang mencintai kami dan kami pun
mencintainya. Orang-orang Madinah mendengar suara kedatangan beliau.
Akhirnya para wanita dan anak-anak keluar untuk menyambut kedatangan
pasukan dengan gegap gempita sambil mengucapkan bait syair:
Purnama telah nampak di atas kami
Dari Tsaniyatul Wada
Puji syukur wajib kami panjatkan
Selama ada yang menyeru kepada Allah
Setelah itu beliau masuk masjid dan shalat dua rakaat. Setelah itu beliau
duduk untuk menemui orang-orang.
Orang-orang yang tidak ikut dalam perang ini dari kalangan kaum munafik
datang mengemukakan alasan dan bersumpah. Setelah itu tiga orang Mukmin tulus
yang tidak ikut dalam peperangan ini datang. Mereka adalah Kaab bin Malik,
Murarah bin Rabi, dan Hilal bin Umaiyah. Mereka berkata jujur dan tidak beralasan
apapun. Rasulullah Saw memerintahkan mereka untuk menunggu keputusan Allah.
Beliau juga memerintahkan kaum Muslimin untuk tidak berbicara dengan
mereka. Setelah genap berlalu selama limapuluh hari, Allah menurunkan
penerimaan taubat mereka. Kaum Muslimin merasa senang dan ketiga orang ini
pun sangat senang dengan kesenangan yang tidak bisa digambarkan.
Pada bulan Dzulqadah 9 Hijriyah, pemimpin kaum munafik, Abdullah bin
Ubai, meninggal dunia. Rasulullah Saw memohonkan ampunan untuknya dan
menshalatkannya. Umar sebenarnya sudah berupaya untuk mencegah beliau agar
tidak menshalatkan jenazahnya, namun beliau tetap bersikeras. Setelah itu turun
ayat-ayat Al-Qur'an yang melarang menshalatkan jenazah orang-orang munafik.
Bangsa Arab menantikan hasil pertarungan antara kaum Quraisy dan Nabi
Saw. Mereka yakin bahwa kebatilan tidak mungkin menguasai Masjidil Haram
dengan kekuatan dan penaklukan, karena kisah para pasukan bergajah pun masih
melekat erat dalam memori mereka.
Ketika Allah memuliakan Rasul-Nya dengan memasuki Masjidil Haram dan
beliau berkuasa terhadap orang-orang kafir Makkah, mereka akhirnya tidak sedikit
pun ragu bahwa beliau adalah seorang rasul yang sebenarnya. Akhirnya, utusan
berbagai kabilah Arab mulai berdatangan. Mereka semua mengimani risalah beliau,
dan banyak manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong.
Dalam waktu relatif singkat, wilayah teritorial daulah Islam terbentang luas
dari pesisir Laut Merah hingga pesisir Teluk Arab, dari wilayah pegunungan Urdu
hingga perbatasan Syam dan kawasan pesisir Yaman serta Omman.
Abdul Qais adalah para penduduk sebelah timur Jazirah Arab, dan termasuk
orang-orang pertama yang masuk Islam dari luar Madinah, karena masjid pertama
yang menyelenggarakan shalat Jumat setelah masjid Rasulullah Saw adalah masjid
Abdul Qais di perkampungan Jawatsi, di Bahrain.
Utusan Bani Abdul Qais datang sebanyak dua kali. Utusan pertama pada
tahun 5 Hijriyah dan utusan kedua pada tahun 9 Hijriyah. Mereka bertanya kepada
beliau tentang urusan pembeda untuk mereka amalkan dan sampaikan kepada
kaum mereka. Nabi Saw kemudian memerintahkan empat hal kepada mereka,
bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadhan.Saat itu haji belum diwajibkan.
Utusan Abdul Qais yang kedua berjumlah empatpuluh orang, termasuk di
antaranya Jarud bin Alla` Al-Abdi. Ia sebelumnya beragama Nasrani lalu masuk
Islam dan Islamnya kian hari kian membaik.
Dhimam yang bertabiat kasar dari penduduk pedalaman dan memiliki dua
tempat penampungan air datang ke Madinah lalu menderumkan unta di masjid dan
mengikatnya. Setelah itu ia bertanya, Mana Ibnu Abdul Mutththallib di antara
kalian? Mereka menunjukkan beliau kepadanya.
Dhimam kemudian bertanya, Demi Zat yang telah menciptakan langit,
menciptakan bumi, dan menegakkan gunung-gunung ini, apakah Allah
mengutusmu?.Ya, jawab beliau. Setelah itu Dhimam pergi. Namun sebelum
pergi, ia berkata, Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan
menambahi ataupun mengurangi. Nabi Saw kemudian berkata, Jika ia benar, ia
pasti masuk surga.
Saat kembali ke kaumnya ia mencopot semua patung dan memberitahukan
kepada kaumnya apa saja yang diperintahkan dan dilarang Rasulullah Saw. Pada
sore harinya, tidak ada lagi seorang musyrik pun di sana, semuanya masuk Islam.
Mereka membangun sejumlah masjid dan mengumandangkan azan. Tidak ada
seorang utusan suatu kaum pun yang lebih baik dari Dhimam bin Tsalabah.
Utusan ini datang pada bulan Shafar tahun 9 Hijriyah. Mereka berjumlah
duabelas orang. Mereka menyebut kekerabatan mereka dengan Qushai, mereka juga
ikut membantu Qushai dalam mengusir Bani Bakar dan Khuzaah dari Makkah.
Nabi Saw menerima kedatangan mereka dengan ramah dan menyampaikan
kabar gembira tentang penaklukan Syam. Nabi Saw melarang mereka untuk
mendatangi dukun dan menyembelih kurban seperti yang biasa mereka lakukan
sebelumnya. Para utusan ini masuk Islam dan menetap di Madinah hingga beberapa
hari. Setelah itu mereka kembali lagi ke kaum mereka.
Setelah itu datanglah utusan dari Bali. Utusan ini datang pada bulan Rabiul
Awwal tahun 9 Hijriyah. Mereka masuk Islam dan singgah di Madinah selama tiga
hari, setelah itu mereka pulang.
Tujaib adalah salah satu keturunan kabilah Kindah. Utusan ini datang
dengan membawa sisa zakat kaum mereka setelah diberikan kepada orang-orang
fakir di antara mereka. Rasulullah Saw merasa gembira karena kedatangan mereka
ini, dan memuliakan mereka.
Mereka bertanya tentang Al-Qur'an dan sunah serta mempelajarinya. Saat
hendak pulang, Rasulullah Saw memberi mereka hadiah terbaik yang pernah beliau
berikan kepada para utusan. Setelah itu beliau bertanya kepada mereka, Apakah
masih ada seseorang yang ketinggalan? Mereka menjawab, Ada seorang pemuda
yang kami tinggal di kendaraan kami. Ia paling muda di antara kami.
Setelah itu beliau memerintahkan agar pemuda tersebut diberi hadiah seperti
yang diberikan pada rekan-rekannya. Ia merupakan orang yang sangat menerima. Ia
tetap berpegangan pada Islam ketika banyak orang yang murtad. Ia menasehati
kaumnya, hingga akhirnya mereka tetap teguh memegang Islam.
Utusan ini datang ketika Rasulullah baru pulang dari Tabuk. Utusan ini
berjumlah sekian belas orang. Mereka datang dengan mengaku Islam dan tengah
tertimpa kemarau panjang. Nabi Saw bertanya tentang negeri mereka, lalu mereka
mengadukan kemarau yang menimpa. Mereka berkata, Berdoalah kepada Allah
agar memberi kami hujan. Bantulah kami untuk memohon kepada Rabbmu, dan
hendaknya Rabbmu mengabulkan permohonan kami melaluimu.
Beliau menyela, Subhnallh! Bagaimana kamu ini! Aku membantu untuk
memohon kepada Rabbku, lalu siapa yang membantu Rabb kami untuk memohon kepada-
Nya? Tiada ilah selain-Nya Yang Maha Tinggi Maha Agung, yang kursi-Nya seluas langit
dan bumi, kursi-Nya berkeretak karena keagungan dan kemuliaan-Nya seperti kendaraan
berkeretak. Setelah itu beliau naik mimbar dan berdoa kepada Allah hingga Allah
memberi mereka hujan lebat dan rahmat sempurna.
Di antara utusan ini ada musuh Allah, Amir bin Thufail, Arbad bin Qais dan
Jubar bin Aslam yang telah berkhianat terhadap para sahabat Rasulullah Saw dalam
peristiwa pembantaian di Bi`r Maunah. Mereka ini adalah para pemimpin Bani
Amir. Amir dan Arbad bersekongkol untuk membunuh Nabi Saw. Saat mereka tiba
di Madinah, Rasulullah Saw mengajak mereka masuk Islam.
Saat Amir berbicara dengan Nabi Saw, Arbad berputar ke belakang beliau.
Arbad kemudian menghunus pedang. Ketika ia sudah menghunus pedang
seukuran sejengkal, Allah menahan tangannya hingga tidak mampu mengeluarkan
pedang dari warangkainya.
Saat mereka pulang dan berada di tengah perjalanan, Allah mengirim
penyakit thaun dan menyerang kelenjar di tenggorokannya. Ia kemudian naik kuda
lalu mati di atas kudanya. Sementara Arbad, Allah mengutus petir untuk
menyambarnya dan untanya hingga terbakar hangus.
Sepulang Nabi dari Tabuk, Malik bin Murrah Ar-Rahawi datang dengan
membawa surat-surat dari para raja Himyar, yaitu Harits bin Abdu Kulal, Nuaim
bin Abdu Kulal, dan Numan bin abdu kulal. Mereka sudah masuk Islam dan
meninggalkan paganisme serta kaum musyrikin. Sebagai balasan, Rasulullah Saw
mengirim surat berisi penjelasan hak dan kewajiban selaku orang Mukmin.
Rasulullah Saw juga mengirim Muadz bin Jabal sebagai pimpinan
rombongan ini. Muadz ditempatkan di sebuah dataran tinggi dari arah Aden,
tepatnya di antara kawasan Sakun dan Sakakik. Di tempat ini, Muadz bin Jabal
bertindak sebagai hakim dan komandan pasukan, sekaligus petugas zakat dan
jizyah, juga mengimami shalat lima waktu.
Beliau juga mengirim Abu Musa Al-Asyari untuk mengurus kawasan
dataran rendah Zubaid, Ma`rib, dan Zama Sahil. Rasulullah Saw berpesan,
Permudahlah, jangan mempersulit, sampaikan berita gembira, jangan menakut-nakuti,
bekerjasamalah dan jangan berselisih. Muadz menetap di Yaman hingga Rasulullah
Saw wafat. Sementara Abu Musa Al-Asyari bertemu Nabi Saw saat haji wada.
Hamdan adalah sebuah kabilah popular di Yaman. Utusan kabilah ini datang
pada tahun 9 Hijriyah tepatnya sepulang Nabi Saw dari Tabuk. Rasulullah Saw
kemudian menuliskan sebuah surat untuk mereka, dan menjanjikan sebidang tanah
seperti yang mereka minta.
Rasulullah Saw juga mengirim Khalid bin Walid untuk menyeru mereka
masuk Islam. Khalid bin Walid menyampaikan dakwah di tengah-tengah mereka
selama enam bulan, namun mereka tidak juga masuk Islam. Setelah itu Rasulullah
Saw mengirim Ali bin Abi Thalib untuk membantu Khalid.
Ali kemudian mendatangi Hamdan dan membacakan surat Rasulullah Saw
yang berisi seruan agar masuk Islam. Akhirnya mereka semua menyatakan diri
masuk Islam. Ali bin Abi Thalib kemudian mengirim surat untuk menyampaikan
berita gembira keislaman mereka ini kepada Rasulullah Saw.
Rasulullah mengutus Khalid bin Walid pada bulan Rabiul Akhir 10 Hijriyah
dengan sasaran Bani Abdul Madan di Najran bagian dari wilayah Yaman, untuk
menyeru mereka masuk Islam selama tiga hari. Jika mereka tidak mau masuk Islam,
Khalid bin Walid akan memerangi mereka.
Saat tiba di sana, Khalid mengirim sejumlah pasukan berkuda ke berbagai
penjuru untuk mengajak mereka masuk Islam. Khalid mengirim surat kepada
Rasulullah Saw untuk memberikan hal itu. Rasulullah Saw kemudian mengirim
surat kepada Khalid agar pulang bersama para utusan mereka. Khalid
melaksanakan perintah Rasulullah Saw ini.
Para utusan kemudian kembali ke kaum mereka di sisa bulan Syawal atau di
awal bulan Dzulqadah. Setelah itu Rasulullah Saw mengutus Amr bin Hazm untuk
mengajarkan agama kepada mereka, mengajarkan sunah dan ajaran-ajaran Islam
kepada mereka, serta memungut zakat dari mereka. Untuk tujuan ini, beliau
menulis sebuah surat.
Bani mudzhaj juga termasuk kabilah Yaman. Rasulullah Saw mengutus Ali
bin Abi Thalib ke kabilah ini pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah untuk
mengajak mereka masuk Islam, dan beliau memerintahkan Ali untuk tidak
memerangi mereka hingga mereka memeranginya.
Setelah tiba di sana dan bertemu dengan kelompok kabilah ini, Ali mengajak
mereka masuk Islam. Mereka enggan memenuhi seruan Ali dan bahkan menghujani
kaum Muslimin dengan anak panah. Akhirnya Ali mengatur barisan sahabat-
sahabatnya, lalu memerangi mereka hingga berhasil mengalahkan mereka.
Ali menghentikan pengejaran mereka untuk sementara waktu. Setelah itu Ali
berhasil menyusul mereka dan mengajak mereka masuk Islam, lalu mereka bersedia
masuk Islam. Para pemimpin mereka berbaiat kepada Ali. Mereka berkata, Kami
adalah pemimpin kaum kami. Ini zakat kami. Silahkan kau ambil hak Allah dari
zakat ini.
Pada hari Senin terakhir dari bulan Shafar 11 Hijriyah, Rasulullah ikut
mengantar jenazah ke Baqi. Aisyah ra berkata, Beliau pulang dari Baqi, saat itu aku
tengah sakit kepala, aku mengatakan, Aduh, kepalaku! Beliau menyahut, Bukan kamu yang
sakit, tapi akulah yang sakit kepala wahai Aisyah.
Inilah awal mula beliau jatuh sakit. Namun demikian, beliau masih bergilir di
antara istri-istri beliau hingga sakit beliau semakin parah saat beliau berada di
rumah Maimunah. Beliau akhirnya bertanya, Dimana aku besok? Dimana aku besok?
maksud beliau giliran Aisyah.
Istri-istri beliau kemudian mempersilahkan beliau tinggal dimanapun seperti
yang beliau kehendaki. Beliau kemudian keluar dengan dibopong Fadhl bin Abbas
dan Ali bin Abi Thalib dengan kedua kaki tertatih, hingga sampai di kediaman
Aisyah.
Aisyah berkata, Saat beliau masuk rumahku dan sakit beliau kian parah,
beliau berkata, Guyurkan tujuh gayung air kepadaku yang belum dibuka penutupnya, aku
mau keluar menemui orang-orang untuk menyampaikan wasiat pada mereka. Setelah itu
beliau keluar menemui orang-orang. Beliau shalat kemudian menyampaikan
khutbah kepada mereka.
Di antara yang beliau sampaikan adalah,Sungguh, ada umat sebelum kalian
yang menjadikan makam nabi-nabi dan orang-orang saleh di antara mereka sebagai masjid.
Ketahuilah! Janganlah kalian menjadikan makam-makam sebagai masjid-masjid. Sungguh,
aku melarang kalian dari hal itu. Beliau juga bersabda, Jangan kalian jadikan makamku
sebagai berhala yang disembah.
Pada hari itu, Rasulullah Saw mewasiatkan tiga hal, beliau mewasiatkan agar
orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin diusir dari semenanjung Arab,
memberi hadiah kepada utusan seperti yang biasa beliau lakukan, dan beliau
menegaskan persoalan shalat dan hamba sahaya pada mereka. Beliau bersabda,
Aku tinggalkan dua perkara di tengah-tengah kalian, kalian tidak akan tersesat
selama kalian berpegang teguh pada keduanya, kitab Allah dan sunnahku.
Meski sakit kian parah, saat tiba waktu isya pada hari Kamis, beliau mandi
menggunakan ember agar tubuh beliau terasa ringan, lalu beliau hendak berdiri,
namun beliau jatuh pingsan. Setelah itu beliau siuman lalu mandi lagi. Saat hendak
berdiri, beliau jatuh pingsan lagi. Setelah itu beliau siuman lalu mandi lagi. Saat
hendak berdiri, beliau jatuh pingsan lagi.
Beliau akhirnya mengirim utusan kepada Abu Bakar untuk
memerintahkannya mengimami shalat. Selama beberapa hari itu, Abu Bakar
mengimami sebanyak 17 kali.
Pada hari sabtu atau ahad, Nabi Saw sedikit merasa enteng, kemudian keluar
dengan dibopong dua orang untuk mengimami shalat zhuhur. Saat itu Abu Bakar
tengah mengimami shalat. Keduanya kemudian mendudukkan beliau di samping
kiri Abu Bakar. Sehingga Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah Saw, dan orang-
orang mengikuti shalatnya Abu Bakar dan mengeraskan suara takbir Nabi Saw.
Memasuki waktu shubuh pada hari senin (saat itu hari giliran Aisyah) Abu
Bakar mengimami shalat fajar. Rasulullah Saw menyingkap tirai bilik Aisyah lalu
menatap mereka. Abu Bakar mundur untuk bergabung dalam shaf karena dikiranya
Rasulullah Saw mau keluar untuk shalat. Namun Rasulullah Saw memberikan
isyarat dengan tangan agar mereka meneruskan shalat.
Pada hari ini (atau di pekan ini), Nabi Saw memanggil Fathimah dan
membisikkan sesuatu padanya, Fathimah menangis mendengarnya dan kemudian
membisikkan lagi padanya, Fathimah tertawa mendengarnya. Aisyah menanyakan
hal itu, namun Fathimah merahasiakannya hingga Rasulullah Saw wafat.
Sakit beliau kian parah. Pengaruh racun domba yang pernah beliau makan
menjalar saat itu. Beliau berkemul selimut dengan menutupi wajah, lalu beliau
singkap kembali ketika merasa sulit bernafas. Dan inilah wasiat terakhir yang beliau
sampaikan berkali-kali, (Peliharalah) shalat, (peliharalah) shalat, dan hamba sahaya yang
kalian miliki.
Berita duka dengan cepat tersebar hingga seluruh dunia terasa muram bagi
para sahabat. Mereka hampir saja hilang kesadaran, karena tidak ada hari yang
begitu indah dan terang melebihi hari kala Rasulullah Saw. Umar bin Khaththab
berdiri di masjid sambil berkata, Rasulullah Saw tidak meninggal dunia. Ia
mengancam akan memotong dan membunuh siapapun yang mengatakan beliau
meninggal dunia.
Abu Bakar keluar lalu berkata, Umar, duduklah! Umar tidak mau duduk.
Abu Bakar kemudian menghampiri mimbar dan berdiri di samping mimbar. Abu
Bakar mengucapkan kalimat syahadat lalu menyampaikan; Amma badu. Siapa di
antara kalian yang menyembah Muhammad, Muhammad sudah tiada. Tapi siapa di
antara kalian yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak
mati.
Umar berkata, Demi Allah, aku seolah tidak sadar, hingga Abu Bakar
membaca ayat itu, setelah itu aku pun tahu apa yang dikatakan Abu Bakar memang
benar. Tubuhku terasa lemas hingga aku terjatuh ke tanah saat mendengarnya. Aku
pun tahu bahwa Nabi Saw sudah tiada.
Persoalan paling penting setelah Rasulullah wafat adalah memilih siapa yang
menggantikan posisi beliau dalam menata berbagai persoalan kaum Muslimin dan
negara. Ali bin Abi Thalib menilai dirinya paling berhak atas khilafah karena
kekerabatannya dengan Rasulullah Saw. Akhirnya kaum Muhajirin menemui Abu
Bakar dan Umar.
Abu Bakar dan Umar dengan ditemani Abu Ubaidah bin Jarrah dan kaum
Muhajirin kemudian pergi ke serambi Bani Saidah. Terjadi diskusi dan dialog di
antara mereka. Dalam dialog ini, kaum Anshar menyampaikan keutamaan dan hak
mereka untuk memegang khilafah. Setelah itu Abu Bakar meraih tangan Umar dan
Abu Ubaidah, lalu berkata, Aku meridhai salah satu di antara dua orang ini sebagai
pemimpin kalian.
Suara gaduh dan keras muncul di sana-sini hingga kami khawatir terjadi
perselisihan, Umar kemudian mengatakan kepada Abu Bakar, Abu Bakar, julurkan
tanganmu. Abu Bakar menjulurkan tangan lalu Umar berbaiat, diikuti kaum
Muhajirin, berikutnya kaum Anshar.
Pada hari Selasa, para sahabat memandikan jasad beliau tanpa melepaskan
baju yang beliau kenakan. Mereka yang memandikan adalah Abbas bin Abdul
Muththallib, Ali bin Abi Thalib, Fadhl, Qatsam (keduanya anak Abbas), Syaqran
(pelayan Rasulullah Saw), Usamah bin Zaid, dan Aus bin Khaili.
Jasad beliau dimandikan sebanyak tiga kali dengan air dan daun bidara. Air
diambilkan dari sebuah sumur bernama Ghars, milik Saad bin Khaitsamah di Quba,
beliau sendiri pernah meminum air sumur ini. Setelah itu mereka kafani beliau
dengan tiga lembar kain katun putih tanpa menyertakan pakaian ataupun penutup
kepala.
Abu Thalhah menggali makam di tempat beliau wafat, makam dibuat dalam
bentuk liang lahad. Tikar beliau diletakkan di tepi makam, orang-orang masuk ke
dalam bilik ini secara bergantian, sepuluh sepuluh, untuk menshalatkan jenazah
Rasulullah Saw secara sendirian tanpa imam. Pengurusan jenazah beliau selesai
pada hari selasa dan sebagian besar malam rabunya. Setelah itu mereka
menurunkan lalu memakamkan jasad beliau di akhir malam.