Manajer. Departemen Produksi 1 meliputi seksi Melting dan Induksi, Seksi HPDC,
dan Seksi Gravity Casting. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi (Kasie). Di bawah kasie ada foreman yang memimpin tiap-tiap shift. Group
48
49
manajemen PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal dengan Pengurus Unit Kerja
(PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia LEM PT Astra Otoparts Tbk Divisi
Nusametal, jam kerja karyawan diatur dalam Bab V tentang Jam Kerja, Pasal 21,
Tabel 5.1. Jam Kerja Karyawan PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal
P5M &
Istirahat
No Shift Hari Jam Kerja Persiapan
(menit)
Produksi
1 I Senin – Jumat 00.00 – 07.10 40 10
2 II Senin – Kamis 07.10 – 16.00 60 10
3 II Jumat 07.10 – 16.00 80 10
4 III Senin - Jumat 16.00 – 24.00 65 10
(Sumber: Buku Perjanjian Kerja Bersama 2014-2016)
Dari data di atas, maka waktu tersedia untuk produksi adalah sebagai berikut:
Ishoma : 40 menit
II. Shift II jam kerja dari jam 07.10 – 16.00 (Senin – Kamis)
Ishoma : 60 menit
Ishoma : 80 menit
IV. Shift III jam kerja dari jam 16.00 – 24.00 (Senin – Jumat)
Ishoma : 65 menit
untuk istirahat, yaitu waktu ishoma (istirahat, sholat, dan makan). Hal ini dilakukan
atau produk-produk yang memiliki rejection rate yang masih tinggi. Proses
produksi yang dilakukan pada jam istirahat ini dikenal istilah dengan overlap work.
Tujuan dari overlap work ini adalah untuk memastikan delivery ke customer bisa
on schedule dan full quantity. Di samping itu untuk memastikan safety stock untuk
pengganti sesudah operator yang reguler selesai beristirahat dan kembali bekerja.
Pimpinan kerja mengambil operator dari bagian lain untuk dipekerjakan di waktu
istirahat (overlap work). Untuk mesin-mesin yang ada overlap work harus
ditemukan performance rate lebih dari 100%, artinya aktual produksi melebihi
52
planning produksi, hal ini bisa terjadi jika saat menyusun planning produksi tidak
logam cair ke dalam cetakan yang dilanjutkan dengan proses pembekuan logam.
Ada dua jenis casting yang terjadi di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, yaitu
High pressure die casting merupakan salah satu jenis metoda pengecoran
die casting di mana logam cair dicetak menjadi suatu benda cor dengan
pengaruh tekanan.
Gambar 5.2. Diagram alir Proses Produksi di Mesin High Pressure Die
Casting (HPDC)
(sumber: Departemen Produksi PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)
53
Proses casting dimulai dengan die close, sesaat setelah die close ladle
(gayung terbuat dari iron cast) yang berisi molten (aluminium cair) bergerak ke
plunger sleeve dan menuangkan molten ke dalam plunger sleeve. Proses penuangan
ini disebut dengan pouring. Kemudian molten didorong oleh plunger tip menuju
cetakan (die). Ada tiga tahapan proses injeksi molten ke dalam cetakan (die), yaitu
slow shoot, fast shoot, dan intensification. Proses injeksi ini dijelaskan dalam
Gambar 5.3. Proses Injeksi Molten (aluminium cair) ke dalam Dies (Cetakan)
pada Proses HPDC
(sumber: Departemen Dies PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)
Slow shoot, yaitu fase kecepatan rendah untuk mendorong molten pada sleeve
Fast shoot, yaitu fase kecepatan tinggi di mana molten mengisi cavity dan over
yang terjebak dengan penambahan tekanan saat cavity telah terisi molten.
54
yang sudah mengisi cavity. Setelah itu die open di mana bagian die move akan
bergerak membuka. Dengan dibantu oleh pin ejector, part dikeluarkan dari cavity
dan diambil oleh extractor atau robot. Part kemudian melalui proses trimming
untuk menghilangkan gating dari part. Sisa aluminium pada proses trimming
ditampung dan disebut sebagai scrap untuk nantinya dilebur ulang (remelting)
bersamaan dengan bahan baku aluminium ingot (batangan). Sementara itu juga
dilakukan proses die lubricant dan plunger lubricant. Kemudian die close dan
secara visual mengacu dengan instruksi kerja (WI) proses inspeksi. Jika part OK,
Menurut data dari Laporan Harian Produksi high pressure die casting,
terlihat belum didefinisikan secara baku jenis-jenis downtime yang ada di proses
HPDC PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal. Antara satu operator dengan
operator yang lain tidak seragam dalam menuliskan jenis downtime. Klasifikasi
55
jenis downtime mulai dibuat per Januari 2015, di mana pembagiannya adalah
sebagai berikut:
permasalan yang terjadi selama proses produksi dituangkan dalam lembar Laporan
56
Harian Produksi (LHP). Di bawah ini diberikan contoh lembar LHP yang telah diisi
oleh operator.
Dari data yang terdapat pada Gambar 5.4 di atas, terlihat data-data produksi sebagai
berikut:
Product Swing Body Water Pump KZRA, Mesin Casting No 09, Shift 1,
175
Availability Rate : 380
𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛
520
Performance Rate : = 57,02 %
912
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
58
490
Quality Rate : 520 = 94,23 %
Jenis Rejection:
PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal memiliki mesin high pressure die
tersebut dilakukan secara bertahap sejak tahun 1991. Awalnya hanya memiliki
Nusametal, jumlah mesin HPDC terus bertambah. Saat ini ruang produksi HPDC
sudah terisi penuh oleh mesin-mesin. Bahkan pembelian 4 mesin baru pada tahun
2014 memaksa engineer untuk relayout mesin-mesin yang ada sehubungan dengan
untuk investasi mesin HPDC, maka perlu dilakukan ekpansi pabrik di tempat lain.
Dalam Tabel 5.3 berikut ini bisa dilihat data-data mesin HPDC dan
juga bisa dilihat machine maker apakah Buhler, Toshiba, Toyo, Ube, atau Zitai.
Informasi kapan mesin itu dibuat dan mulai digunakan juga bisa didapatkan dari
Tabel 5.3.
59
5.2. Pembahasan
Diambil contoh data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari
a. Product Swing Arm Asy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8
330
: 490
: 67,8 %
400
: 460
: 87,0 %
Dari hasil perhitungan Availability Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,
Dari grafik pada Gambar 5.5 di atas, terlihat rata-rata availability rate sebesar
83,4% masih di bawah world class average rate (90,0%). Jika dibandingkan rata-
rata availability rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:
Average AR by Machine
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NMC0001
NMC0002
NMC0004
NMC0005
NMC0006
NMC0007
NMC0008
NMC0009
NMC0010
NMC0012
NMC0013
NMC0014
NMC0015
NMC0017
NMC0018
NMC0020
NMC0021
NMC0022
NMC0023
NMC0024
NMC0025
NMC0026
NMC0027
NMC0028
NMC0029
NMC0030
NMC0031
NMC0032
NMC0033
NMC0034
NMC0035
NMC0036
NMC0037
NMC0038
NMC0039
NMC0040
NMC0041
NMC0042
NMC0043
NMC0044
NMC0045
NMC0046
NMC0047
NMC0048
Avg AR World Class AR
Terlihat dari Gambar 5.6 bahwa hampir semua mesin mempunyai rata-rata
availability rate di bawah world class (90%), kecuali untuk mesin no 25 di mana
Diambil data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,
08/01/2014 NMC0045 NFSTAN-SKZRAOAHCA - SWING ARM ASSY KZRA (SFG) 2 653 372 324 48 67,3% 57,0% 87,1% 33,4%
08/01/2014 NMC0046 NTGEAR-SHWG2OJTCA - HOUSING WORM GEAR EFC (SFG) 2 552 448 440 8 100,0% 81,2% 98,2% 79,7%
08/01/2014 NMC0025 NBBRKE-SKWBAEAHCA - PANEL ASSY REAR BRAKE KWB (SFG) 2 1.061 940 918 22 100,0% 88,6% 97,7% 86,5%
08/01/2014 NMC0026 NFHANC-SKVLPEAHCA - RAIL RR GRAB KVLP (SFG) 2 492 447 435 12 89,1% 90,9% 97,3% 78,8%
08/01/2014 NMC0010 NTGEAR-SCCS0OADCA - COVER CONTROL SHAFT(SFG) 2 1.452 880 857 23 77,2% 60,6% 97,4% 45,5%
08/01/2014 NMC0013 NFSTAN-SKVLDRAHCA - STEP ASSY R PILLION KVLP D.DISC (SFG) 2 600 279 266 13 55,3% 46,5% 95,3% 24,5%
08/01/2014 NMC0036 NEOILP-SKZR1OAHCA - COVER COMP WATER PUMP KZRA (SFG) 2 1.623 1.450 1.432 18 100,0% 89,3% 98,8% 88,2%
08/01/2014 NMC0038 NTGEAR-S4HG1OMICA - FRONT COVER 4HG-1 (SFG) 2 530 338 318 20 90,2% 63,8% 94,1% 54,1%
08/01/2014 NMC0048 NECRCS-SK25ALAHCA - COVER L SIDE K25A (SFG) 2 558 558 537 21 93,3% 100,0% 96,2% 89,8%
08/01/2014 NMC0014 NFHANC-SKZRAEAHCA - RAIL REAR GRAB KZRA (SFG) 2 575 434 414 20 90,2% 75,5% 95,4% 65,0%
08/01/2014 NMC0027 NEHEAC-SKZRAOAHCA - COVER COMP HEAD KZRA (SFG) 2 984 796 756 40 95,1% 80,9% 95,0% 73,1%
08/01/2014 NMC0009 NEOILP-SKZR2OAHCA - BODY WATER PUMP KZRA (SFG) 2 1.725 1.082 1.066 16 87,0% 62,7% 98,5% 53,7%
a. Product Swing Arm Asy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8
𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛
372
Performance Rate : 632 = 57,0 %
𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛
1.725
Performance Rate : 1.082 = 62,7 %
64
Dari hasil perhitungan Performance Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,
80%
60%
40%
20%
0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
Dari grafik pada Gambar 5.7 di atas, terlihat rata-rata performance rate sebesar
74,3% masih di bawah world class average rate (95,0%). Jika dibandingkan rata-
rata performance rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:
Terlihat dari Gambar 5.8 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata performance
Diambil data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,
a. Product Swing Arm Assy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
324
Quality Rate : 372 = 87,1 %
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
1.066
Quality Rate : 1.082 = 98,5 %
Dari hasil perhitungan Performance Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,
100%
98%
96%
94%
92%
90%
88%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
Dari grafik pada Gambar 5.9 di atas, terlihat rata-rata quality rate adalah sebesar
93,7% masih di bawah world class quality rate (99,9%). Jika dibandingkan rata-
rata performance rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:
Terlihat dari Gambar 5.10 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata quality rate di
Diambil data dari Laporan Hasil Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,
a. Product Swing Arm Assy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8
OEE : 𝐴𝑅 𝑥 𝑃𝑅 𝑥 𝑄𝑅
OEE : 33,4 %
OEE : 𝐴𝑅 𝑥 𝑃𝑅 𝑥 𝑄𝑅
OEE : 53,7 %
Dari grafik pada Gambar 5.11 di atas, terlihat rata-rata OEE sebesar 61,6% masih
di bawah world class average OEE (85,4%) tetapi berada di atas rata-rata OEE
Terlihat dari Gambar 5.12 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata OEE di bawah
world class (85,4%). Meskipun demikian, sebagian besar berada di atas rata-rata
OEE perusahaan di dunia (60%). Beberapa mesin yang memiliki nilai OEE rata-
rata di bawah 60% adalah mesin nomor 4,5,6, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 21, 28, 31, 38,
Menurut Tabel 1.1 biaya lembur operator di proses HPDC untuk periode
Januari – Oktober 2014 sebesar Rp 4,28 milyar. Sedangkan menurut loading rata-
rata di mesin HPDC sesuai yang disebutkan di dalam Tabel 1.4 untuk periode yang
sama, tidak ada loading rata-rata yang melebihi 100%. PPIC saat menghitung
Artinya, mesin diasumsikan memiliki efisiensi sebesar 85% dan rejection rate
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh OEE rata-rata sebesar 61,60%. Dari data
ini terlihat ada gap antara OEE asumsi dengan rata-rata OEE aktual sebesar 20%.
Berikut ini coba dianalisis jumlah lembur mesin HPDC selama periode Januari
Tabel 5.6. Total Machine Hour (overtime) versus Total machine Hour (reguler)
Description Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
Jumlah Hari Kerja 23 20 21 22 22 21 17 20 22 23
Jumlah Mesin HPDC 44 43 45 45 45 46 46 46 47 49
Jam Kerja/Hari 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5
Total Machine Hour (reguler) 21.758 18.490 20.318 21.285 21.285 20.769 16.813 19.780 22.231 24.231
Total Machine Hour (OT) 3.848 6.945 8.198 7.890 7.665 3.675 1.988 0 2.160 270
% Overtime 17,7% 37,6% 40,3% 37,1% 36,0% 17,7% 11,8% 0,0% 9,7% 1,1%
% Overtime rata-rata 20,90%
(sumber: Data PPIC PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)
Dari Tabel 5.6 di atas rata-rata lembur mesin HPDC untuk periode Januari –
Oktober 2014 adalah sebesar 20,90% terhadap waktu kerja mesin secara reguler.
Kalau dibandingkan dengan gap antara OEE asumsi yang digunakan PPIC dan rata-
rata OEE aktual, terlihat jumlah lembur mesin HPDC sebesar 20,90% ini mirip
dengan gap OEE asumsi dengan OEE aktual sebesar 20%. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa terjadinya lembur di mesin HPDC senilai Rp 4,28 milyar untuk
dibandingkan dengan asumsi yang digunakan oleh PPIC dengan perbedaan OEE
Penelitian ini mengambil data untuk periode Januari 2014 – Oktober 2014.
Pada periode tersebut belum dibuat standar penamaan jenis downtime sehingga
antara operator HPDC yang satu dengan operator yang lain tidak sama dalam
pemberian nama jenis downtime yang terjadi pada proses casting HPDC. Akibatnya
ada pemberian nama downtime yang berbeda-beda untuk suatu jenis downtime yang
71
ada yang menyebut jenis downtime ‘bersih-bersih’ dan ada yang menuliskan
dengan ‘5K2S’. Contoh lain adalah jenis downtime insert pin bermasalah, ada yang
menuliskan insert pin bengkok/patah dan ada yang menulis repair insert pin.
Januari – Oktober 2014, diperoleh data-data seperti yang ditampilkan pada Tabel
5.7. Dari jenis-jenis downtime yang ditulis operator mesin HPDC, kemudian
diklasifikasikan untuk kategori six big losses dan kategori OEE loss.
masing kategori sesuai yang sudah dijelaskan dalam Tabel 3.1 tentang Six Big
Losses Category dan OEE Loss Category. Selain itu juga dilakukan klasifikasi jenis
downtime menurut definisi internal PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal yang
downtime sangat banyak yaitu sebanyak 191 jenis downtime. Hal ini akan
itu perlu dipilih jenis-jenis downtime berdasarkan urutan terbesar (paretto) jumlah
Setelah akar masalah diketahui, nantinya akan diberikan usulan atau saran
Tabel 5.8. Klasifikasi Jenis Downtime Berdasarkan Kategori Six Big Losses
Six Big Loss Total Downtime %
category (menit) Downtime
Breakdown 1.057.084 51%
Setup & Adjustments 536.037 26%
Production Rejects 349.251 17%
Small Stops 132.036 6%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
76
Berdasarkan klasifikasi jenis downtime pada Tabel 5.8 di atas terlihat bahwa untuk
kategori six big losses, tidak terlihat ada jenis downtime ‘reduce speed’ dan ‘startup
baik. Khusus untuk startup rejects, selama ini penulisan jenis downtime dijadikan
downtime yang paling dominan yaitu sebesar 51%, diikuti jenis downtime ‘setup &
adjustments’ (26%), ‘production rejects’ (17%), dan ‘small stops’ (6%). Dominasi
jenis downtime ‘breakdown’ ini mengakibatkan availability rate yang rendah. Hal
ini sesuai dengan grafik pada Gambar 5.5 di mana availability rate berkisar antara
80% - 85% masih lebih rendah dari world class availability rate yaitu senilai 90%.
Berdasarkan Tabel 5.9 di atas terlihat bahwa downtime loss merupakan jenis
downtime yang dominan yaitu sebesar 77%, diikuti downtime kategori quality loss
Divisi Nusametal yang mulai digunakan per 1 Januri 2015 bisa dilihat pada Tabel
Berdasarkan Tabel 5.10 di atas, urutan jenis downtime yang dominan adalah
identifikasi jenis downtime yang lebih detil untuk bisa menyusun rencana
improvement yang tepat. Dari hasil identifikasi jenis downtime tersebut kemudian
itu. Jika akar penyebab masalah sudah ditemukan, selanjutnya dilakukan analisis
78
material problem sebesar 15%, machine breakdown sebesar 11%, dan others
sebesar 3%. Berikut ini akan penulis analisis penyebab downtime yang terjadi.
1. Process Downtime
Secara detil terdapat 142 jenis downtime yang terjadi yang dikategorikan
process downtime. Sangat sulit jika semua jenis downtime dianalisis. Oleh karena
itu akan dipilih jenis downtime secara urutan pareto. Di bawah ini jenis downtime
Dari Tabel 5.11 terlihat bahwa jenis-jenis downtime yang dominan untuk kategori
process downtime adalah berturut-turut insert pin patah, part menempel, plunger
Di dalam sebuah die (cetakan) biasanya terdapat insert pin yang berfungsi
untuk membuat profil yang berbentuk lubang yang nantinya akan disempurnakan
tingkat presisinya di proses machining. Di samping itu juga terdapat ejector pin
yang berfungsi untuk mengeluarkan part dari die move saat proses die open
Hal ini terjadi jika saat die open dan die close posisi tidak centre. Penyebab
posisi tidak centre ini karena platen goyang. Ada dua penyebab platen
sudah goyang, yaitu kondisi platen sudah aus dan bushing toggle sudah aus.
Pin yang getas dikarenakan pin yang overheat akibat permukaan pin tidak
terkena spray dengan sempurna. Spray yang tidak sempurna ini dikarenakan
arah spray yang tidak tepat. Arah spray berubah karena tembaga pada pipa
spray sudah patah. Tembaga patah karena umur pakai, sehingga dengan
Posisi part yang tidak mendapatkan spray die lube akan mengalami panas
suhu tinggi.
Perlu dijaga stock platen dan bushing toggle. Mengenai jumlahnya perlu
dihitung berdasarkan pengalaman sebelumnya sampai berapa lama life time kedua
parts tersebut dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengadaannya. Selain
itu perlu disediakan stock pipa tembaga untuk spray dan selalu dijaga minimum
stocknya.
Part Menempel
Die lube (die lubricant) merupakan emulsi, yaitu campuran bahan organic
cavity. Pada saat proses injeksi, air segera menguap serta keluar melalui
organic film. Jika saat penyemprotan die lube arah spray tidak tepat, maka
akan mengakibatkan ada permukaan cavity yang tidak terlapisi die lube.
Permukaan yang tidak terlapisi die lube ini akan bersentuhan langsung
Suhu dies yang rendah bisa mengakibatkan molten cepat menjadi solid dan
suhu dies masih rendah. Selain itu jika mesin sering stop, maka potensi
penurunan suhu dies cukup besar karena dies tidak terisi molten saat mesin
berhenti.
Dibuat mal tiap-tiap produk untuk penyetingan arah spray supaya hasilnya
lebih seragam dan lebih cepat. Di samping itu perlu dikontrol suhu dies di mana
akan lebih ideal jika dibuat interlock system sehingga saat suhu dies turun mesin
memberikan alarm. Saat akan ganti dies proses preheating dies harus dilakukan
agar suhu dies saat pertama dipakai tidak terlalu rendah sehingga bisa mengurangi
jumlah product reject karena suhu dies rendah. Selama ini preheating menggunakan
molten selama kurang lebih 10 – 15 shot. Hasil dari preaheating ini dimasukkan
sebagai warm up rejects. Hal ini bisa dihindari dengan cara preheating
menggunakan burner yang didisain khusus untuk dilakukan preheating saat dies
Plunger tip bisa macet dikarenakan adanya molten yang menempel pada
plunger tip dengan diameter plunger sleeve. Bisa jadi gap ini ini disebabkan
diameter plunger tip yang berkurang (aus). Keausan plunger tip ini
disebabkan karena pelumasan oleh shot beat yang kurang. Pelumasan shot
beat berkurang jika injeksi shot beat tidak sesuai standar akibat operator
tidak mengisi shot beat saat volume shot beat sudah minimal.
Ada kalanya meskipun plunger tip baru dipasang langsung terjadi jam
(macet). Hal ini diakibatkan antara plunger tip dan plunger sleeve tidak
centre. Artinya plunger tip yang diterima dari suplier tidak sesuai spesifikasi
Plunger tip bisa macet saat diameter plunger tip memuai akibat cooling
system kurang memadai. Hal ini akibat supply air pendingin berkurang
Kebocoran pipa air pendingin biasanya terjadi karena pipa berkarat akibat
cat yang sudah mengelupas. Di samping itu posisi pipa yang kurang
pemipaan air pendingin akibat kerak-kerak yang timbul karena kualitas air
shot beats dan menjadi poin pengecekan tambahan yang harus dilakukan operator.
Pengadaan ring gauge untuk digunakan saat incoming inspection atas plunger tip
baru akan lebih menjamin spesifikasi plunger tip yang diterima sesuai drawing. Di
samping itu perlu pengecekan pipa pendingin untuk memastikan tidak ada
sumbatan atau kebocoran air pendingin sehingga tidak terjadi overheat akibat
kurangnya pendinginan pada plunger tip maupun plunger sleeve. Sumbatan yang
terjadi biasanya disebabkan karena adanya kerak di air pendingin. Kualitas air
84
terjaga.
Setting Spray
Kehilangan waktu yang lama saat setting spray disebabkan ada dua, yaitu
karena operator dies support overload sehingga terjadi waktu menunggu yang lama
dan waktu yang dibutuhkan untuk setting spray lama. Waktu setting spray menjadi
lama karena setting spray baru dilakukan saat penggantian dies (dandori dies).
Perlu disediakan unit spray cadangan yang siap disetting untuk next
product. Penyetingan spray dilakukan sebelum dies turun dan dengan bantuan mal.
Langkah ini dikenal dengan external setup di mana mempersiapkan segala sesuatu
saat mesin masih beroperasi untuk mereduksi waktu saat mesin harus OFF. Di
dalam konsep lean dikenal dengan Single Minute Exchange of Dies (SMED), yaitu
menurunkan waktu yang diperlukan untuk penggantian dies menjadi kurang dari 10
85
menit. Saat ini membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk proses penggantian dies
(dandori).
Molten Drop
Suhu molten drop (turun) bisa diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu:
Saat tapping out, yaitu mengeluarkan molten dari mesin melting seharusnya
dilakukan pada suhu tertentu (untuk HD2 dan ADC12 suhu 660oC). Ada
tapping out karena sudah terjadi shortage molten di HPDC. Ini terjadi saat
Suhu di keeping furnace turun bisa diakibatkan oleh electric heater yang
putus. Umur heater akan semakin pendek jika sering terkena corundum.
dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina. Senyawa ini
86
keras sehingga bisa merusak electric heater. Operator yang tidak rajin
Suhu di keeping furnace bisa turun akibat panas yang keluar. Hal ini
Tapping out saat suhu belum sesuai standar akan bisa dilakukan saat
kapasitas melting tidak kurang, sehingga tidak dikejar-kejar untuk supply molten ke
bagian mesin HPDC. Perlu dilakukan refresh training kepada operator mesin
heater awet dan menjaga keeping furnace dalam kondisi tertutup rapat supaya panas
2. Material
molten dari proses melting. Di samping itu ada downtime akibat keranjang (basket)
untuk menaruh produk yang tidak tersedia. Berikut ini di dalam Tabel 5.12
Molten Habis
molten habis di mesin HPDC, yaitu karena Man, Method, Machine, dan Material.
Waktu downtime molten habis artinya supply molten dari proses melting tidak
lancar. Dari sisi Man (manusia), operator yang bertugas untuk mentransfer molten
ke mesin HPDC merupakan operator senior dan sudah memiliki SIO untuk
Kemungkinan penyebab molten habis dari sisi method, yaitu tidak ada
andon (visual control) berupa rotary lamp yang akan menyala jika level molten
diakibatkan karena suhu molten di melting belum tercapai sesuai standar. Suhu
molten yang masih rendah akan menyebabkan suhu molten tersebut makin drop saat
transportasi dari area melting ke area mesin HPDC. Jika suhu di keeping furnace
yang berada di masing-masing HPDC masih lebih rendah dari standar suhu yang
sudah ditetapkan, maka mesin HPDC tidak akan bisa dioperasikan karena jika saat
Kemungkinan penyebab molten habis dari sisi Machine yaitu terkait dengan
kekurangan kapasitas mesin melting akan dianalisis lebih jauh. Berikut ini
diperlihatkan kondisi loading versus capacity untuk mesin-mesin melting yang ada
di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal selama periode Januari – Oktober 2014.
berbeda-beda. Jadi setiap mesin melting itu dedicated machine dan tidak digunakan
untuk melebur beberapa tipe ingot karena kalau ini dilakukan membutuhkan effort
yang besar.
89
500.000 80%
400.000 60%
300.000
40%
200.000
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-2 Loading 545.58 674.99 835.49 799.50 759.24 781.27 484.29 434.89 700.75 700.82
Nasional 2 Capacity 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26
ALUMINIUM HD-2 % 85% 105% 129% 124% 118% 121% 75% 67% 109% 109%
450.000
Wandah 1 140%
400.000 120%
350.000
100%
300.000
kg/month
Capacity
250.000 80%
200.000 60%
150.000
40%
100.000
50.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-2 Loading 272.79 337.49 417.74 399.75 379.62 390.63 242.14 217.44 350.37 350.41
WANDAH 1 Capacity 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62
ALUMINIUM HD-2 % 84% 104% 129% 124% 117% 121% 75% 67% 108% 108%
Dari Gambar 5.19 dan 5.20 memperlihatkan loading versus capacity di Melting
Nasional 2 dan Wandah 1. Kedua mesin melting ini digunakan untuk meleburkan
aluminium ingot tipe HD2. Dari kedua gambar telihat bahwa terjadi overload atas
kapasitas yang tersedia untuk bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, September,
dan Oktober 2014. Hanya bulan Januari, Juli, dan Agustus 2014 tidak terjadi
90
overload. Dari data tersebut menjawab pertanyaan kenapa banyak terjadi downtime
di mesin casting HPDC akibat molten habis, artinya supply molten yang merupakan
output mesin melting ke next process yaitu mesin casting yang terlambat
300.000 60%
200.000 40%
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM ADC 12
418.9 466.0 505.1 466.7 391.9 370.3 298.3 335.7 484.1 459.9
Loading
Striko 2 Capacity 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4
ALUMINIUM ADC 12 % 86% 96% 104% 96% 81% 76% 61% 69% 100% 95%
Pada mesin melting Striko 2 seperti yang terlihat pada Gambar 5.21 di mana di
mesin ini digunakan untuk melebur aluminium ingot tipe ADC12 terlihat bahwa
hanya terjadi overload atas kapasitas di bulan Maret 2014 saja, sisanya secara
600.000 140%
Striko 1 120%
500.000
100%
400.000
Axis Title
80%
300.000
60%
200.000
40%
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-4 Loading 289.82368.77394.95488.39472.22445.14243.74242.53331.39288.55
Striko 1 Capacity 403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70
ALUMINIUM HD-4 % 72% 91% 98% 121% 117% 110% 60% 60% 82% 71%
Berdasarkan Gambar 5.22 di atas, untuk melting Striko 1 di mana digunakan untuk
melebur ingot HD4, terjadi overload atas kapasitas pada bulan April, Mei, dan Juni
2014. Sisanya secara kapasitas masih bisa dicover untuk bulan-bulan lainnya.
aluminium ingot tipe YH3R, kapasitas masih sangat longgar di mana loading atas
Wandah 2
300.000 100%
90%
250.000 80%
200.000 70%
Axis Title
60%
150.000 50%
40%
100.000 30%
50.000 20%
10%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM YH3R Loading 38.678 50.215 41.252 48.116 37.956 46.817 39.446 30.787 30.663 21.168
WANDAH 2 Capacity 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896
ALUMINIUM YH3R % 15% 19% 16% 19% 15% 18% 15% 12% 12% 8%
masing mesin melting itu bersifat dedicated machine, di mana tidak didesign untuk
melebur beberapa ingot karena jika hal itu dilakukan perlu efforts yang besar untuk
cleaning mesin melting yang membutuhkan beberapa hari dan juga memerlukan
masih punya kapasitas tidak bisa digunakan untuk membantu mesin lain yang
overload.
Basket Kurang
produksi tidak bisa dijalankan jika tidak ada basket untuk menaruh part hasil
berikut:
Dari data di atas terdapat kekurangan basket sebanyak 245 unit. Perhitungan di atas
adalah dengan standar stock level untuk WIP sebanyak 3 hari di bagian HPDC, 2
Berdasarkan review stock level WIP yang dilakukan PPIC, diperoleh data
5
DAYS
-1
2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Actual 5,7 5,3 6,975 5,492 5,468 4,394 5,303 7,046 6,711 6,695 8,1 8,6 7,323
Max 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Min 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Dari gambar 5.25 di atas terlihat stock level WIP memiliki standar minimum stock
untuk 4 hari dan maximum stock untuk 6 hari. Hanya pada bulan Februari, Maret,
April, dan Mei 2014 memiliki stock level WIP kurang dari 6 hari, sisanya lebih dari
6 hari, yaitu untuk bulan Januari, Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober 2014.
Hal ini menjadi penyebab mengapa downtime basket kosong sering terjadi di mesin
HPDC..
terutama untuk melebur aluminium ingot HD2. Kapasitas yang diusulkan minimal
dengan melting rate 3.000 kg/jam. Untuk meminimalkan downtime basket kosong,
94
perlu direview lagi kebutuhan basket dan harus dijaga agar stock level WIP tidak
over stock. Stock WIP yang over merupakan bentuk pemborosan dari kaca mata
lean manufacturing.
3. Machine Problem
spare parts yang sudah habis atau pelaksanaan TPM yang tidak berjalan sesuai
yang sudah ditetapkan. Untuk mengantisipasi downtime karena life time spare
parts, saat ini sudah dilakukan manajemen stock untuk spare parts. Untuk program
TPM, dari hasil wawancara dengan personil maintenance dan produksi, program
TPM di bagian HPDC langsung dilakukan oleh operator produksi dengan cara
pengecekan tiap awal shift menggunakan check sheet yang sudah disediakan, yaitu
sesuai standar check sheet nomor FO/PR/CS/040. Efektivitas pengisian check sheet
ini perlu dievaluasi apakah operator saat pengisian check sheet ini betul-betul
sambil melakukan cek fisik atau hanya sekedar pengisian bersifat formalitas.
hampir tidak ada waktu yang diberikan oleh PPIC untuk melakukan TPM, kondisi
karena susah mendapatkan jadwal ari PPIC harus dicarikan solusinya dengan
4. Others
listrik mati dan stock opname. Meskipun downtime ini hanya berkontribusi sekitar
3%, tetapi perlu diantisipasi. Listrik di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal
menggunakan listrik dari PLN. Untuk kondisi normal, jarang terjadi listrik mati dan
jika ada akan mendapatkan informasi beberapa hari sebelumnya dan umumnya
dilakukan pada hari Minggu. Listrik PLN yang mati tiba-tiba biasanya karena ada
(genset). Dua genset berkapasitas 1.000 kVA dan dua genset dengan kapasitas
masing-masing 500 kVA. Untuk total power yang bisa dicover oleh 4 unit genset
ini tidak bisa mengcover 100% kebutuhan listrik saat PLN mati. Biasanya akan
stocknya kritis.
Stock opname dilakukan secara rutin setiap bulan untuk stock opname kecil.
Untuk stock opname besar dilakukan 6 bulan sekali. Saat stock opname besar
produksi akan OFF selama satu shift. Sedangkan untuk STO kecil produksi akan
Aktivitas TPM untuk menjamin genset selalu dalam kondisi prima perlu
dilakukan. Di samping itu perlu dievaluasi proses stock opname yang biasanya
membutuhkan waktu satu shift. Perlu ada improvement proses stock opname agar
bisa mempercepat proses STO dengan hasil yang tepat dan akurat.
96