Anda di halaman 1dari 49

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Data Primer Penelitian

5.1.1.1. Struktur Organisasi Departemen Produksi 1

Departemen Produksi 1 dipimpin oleh seorang Departement Head atau

Manajer. Departemen Produksi 1 meliputi seksi Melting dan Induksi, Seksi HPDC,

dan Seksi Gravity Casting. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala

Seksi (Kasie). Di bawah kasie ada foreman yang memimpin tiap-tiap shift. Group

Leader merupakan pimpinan kerja terkecil di bawah Foreman. Secara sederhana

struktur organisasi Departemen Produksi 1 bisa dilihat di bawah ini.

Gambar 5.1 Struktur Organisasi Departemen Produksi 1


(sumber: Departemen HRGA PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)

48
49

5.1.1.2. Jam Kerja Karyawan

Menurut Peraturan Kerja Bersama (PKB) yang disusun antara tim

manajemen PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal dengan Pengurus Unit Kerja

(PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia LEM PT Astra Otoparts Tbk Divisi

Nusametal, jam kerja karyawan diatur dalam Bab V tentang Jam Kerja, Pasal 21,

ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Jam Kerja Karyawan PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal
P5M &
Istirahat
No Shift Hari Jam Kerja Persiapan
(menit)
Produksi
1 I Senin – Jumat 00.00 – 07.10 40 10
2 II Senin – Kamis 07.10 – 16.00 60 10
3 II Jumat 07.10 – 16.00 80 10
4 III Senin - Jumat 16.00 – 24.00 65 10
(Sumber: Buku Perjanjian Kerja Bersama 2014-2016)

Dari data di atas, maka waktu tersedia untuk produksi adalah sebagai berikut:

I. Shift I jam kerja dari jam 00.00 – 07.10 (Senin – Jumat)

a. Planned Operating Time: 7 jam 10 menit atau 430 menit

b. Planned Down Time:

 Pertemuan 5 Menit (P5M) dan persiapan produksi : 10 menit (5

menit setelah bel masuk + 5 menit sebelum bel pulang)

 Ishoma : 40 menit

Total planned down time : 50 menit

c. Planned Production Time: Planned Operating Time – Planned Down Time

Operating Time: 430 – 50 = 380 menit


50

II. Shift II jam kerja dari jam 07.10 – 16.00 (Senin – Kamis)

a. Planned Operating Time: 8 jam 50 menit atau 530 menit

b. Planned Down Time:

 P5M dan persiapan produksi : 10 menit (5 menit setelah bel masuk

+ 5 menit sebelum bel pulang)

 Ishoma : 60 menit

Total planned down time : 70 menit

c. Planned Production Time: Planned Operating Time – Planned Down Time

Planned Production Time: 530 – 70 = 460 menit

III. Shift II jam kerja dari jam 07.10 – 16.00 (Jumat)

a. Planned Operating Time: 8 jam 50 menit atau 530 menit

b. Planned Down Time:

 P5M dan persiapan produksi : 10 menit (5 menit setelah bel masuk

+ 5 menit sebelum bel pulang)

 Ishoma : 80 menit

Total planned down time : 90 menit

c. Planned Production Time: Planned Operating Time – Planned Down Time

Planned Production Time: 530 – 90 = 440 menit

IV. Shift III jam kerja dari jam 16.00 – 24.00 (Senin – Jumat)

a. Planned Operating Time: 8 jam atau 480 menit

b. Planned Down Time:


51

 P5M dan persiapan produksi : 10 menit (5 menit setelah bel masuk

+ 5 menit sebelum bel pulang)

 Ishoma : 65 menit

Total planned down time : 75 menit

c. Planned Production Time: Planned Operating Time – Planned Down Time

Planned Production Time: 480 – 75 = 405 menit

Di bagian high pressure die casting sering dilakukan proses produksi

secara kontinyu, di mana tetap dilakukan produksi di waktu-waktu yang semestinya

untuk istirahat, yaitu waktu ishoma (istirahat, sholat, dan makan). Hal ini dilakukan

untuk mesin-mesin yang memiliki loading mendekati 100% terhadap kapasitasnya

atau produk-produk yang memiliki rejection rate yang masih tinggi. Proses

produksi yang dilakukan pada jam istirahat ini dikenal istilah dengan overlap work.

Tujuan dari overlap work ini adalah untuk memastikan delivery ke customer bisa

on schedule dan full quantity. Di samping itu untuk memastikan safety stock untuk

finished goods juga terisi sesuai target yang sudah ditetapkan.

Operator yang bekerja secara overlap, akan mendapatkan waktu istirahat

pengganti sesudah operator yang reguler selesai beristirahat dan kembali bekerja.

Pimpinan kerja mengambil operator dari bagian lain untuk dipekerjakan di waktu

istirahat (overlap work). Untuk mesin-mesin yang ada overlap work harus

disesuaikan planning produksinya dengan ditambah waktu overlap ini. Jika

ditemukan performance rate lebih dari 100%, artinya aktual produksi melebihi
52

planning produksi, hal ini bisa terjadi jika saat menyusun planning produksi tidak

menambahkan waktu overlap ini.

5.1.1.3. Proses Produksi High Pressure Die Casting

Casting merupakan poses pembentukan logam dengan cara memasukkan

logam cair ke dalam cetakan yang dilanjutkan dengan proses pembekuan logam.

Ada dua jenis casting yang terjadi di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, yaitu

gravity casting dan high pressure die casting.

High pressure die casting merupakan salah satu jenis metoda pengecoran

die casting di mana logam cair dicetak menjadi suatu benda cor dengan

menggunakan tekanan tinggi (20 MPa – 80 MPa) sehingga membeku di bawah

pengaruh tekanan.

Gambar 5.2. Diagram alir Proses Produksi di Mesin High Pressure Die
Casting (HPDC)
(sumber: Departemen Produksi PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)
53

Proses casting dimulai dengan die close, sesaat setelah die close ladle

(gayung terbuat dari iron cast) yang berisi molten (aluminium cair) bergerak ke

plunger sleeve dan menuangkan molten ke dalam plunger sleeve. Proses penuangan

ini disebut dengan pouring. Kemudian molten didorong oleh plunger tip menuju

cetakan (die). Ada tiga tahapan proses injeksi molten ke dalam cetakan (die), yaitu

slow shoot, fast shoot, dan intensification. Proses injeksi ini dijelaskan dalam

Gambar 5.3 berikut ini.

Gambar 5.3. Proses Injeksi Molten (aluminium cair) ke dalam Dies (Cetakan)
pada Proses HPDC
(sumber: Departemen Dies PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)

 Slow shoot, yaitu fase kecepatan rendah untuk mendorong molten pada sleeve

sampai ke area gate dan mengeluarkan udara/gas dalam sleeve.

 Fast shoot, yaitu fase kecepatan tinggi di mana molten mengisi cavity dan over

flow serta membawa udara/gas dan kotoran ke over flow.

 Intensification, yaitu fase pemampatan (kompresi) untuk memampatkan udara

yang terjebak dengan penambahan tekanan saat cavity telah terisi molten.
54

Kemudian fase pendinginan (cooling time) untuk membekukan molten

yang sudah mengisi cavity. Setelah itu die open di mana bagian die move akan

bergerak membuka. Dengan dibantu oleh pin ejector, part dikeluarkan dari cavity

dan diambil oleh extractor atau robot. Part kemudian melalui proses trimming

untuk menghilangkan gating dari part. Sisa aluminium pada proses trimming

ditampung dan disebut sebagai scrap untuk nantinya dilebur ulang (remelting)

bersamaan dengan bahan baku aluminium ingot (batangan). Sementara itu juga

dilakukan proses die lubricant dan plunger lubricant. Kemudian die close dan

berulang prosesnya dari awal.

Part yang sudah melewati proses trimming kemudian dicek untuk

memastikan apakah produk OK atau reject. Pengecekan oleh operator casting

secara visual mengacu dengan instruksi kerja (WI) proses inspeksi. Jika part OK,

maka akan dimasukkan ke keranjang/basket OK. Sebaliknya jika produk reject

(NG) akan dimasukkan ke keranjang NG. Produk NG bersamaan scrap akan

dikirim ke area melting untuk proses remelting. Produk OK dikirim ke proses

selanjutnya, yaitu proses machining.

5.1.1.4. Jenis-jenis Downtime

Menurut data dari Laporan Harian Produksi high pressure die casting,

terlihat belum didefinisikan secara baku jenis-jenis downtime yang ada di proses

HPDC PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal. Antara satu operator dengan

operator yang lain tidak seragam dalam menuliskan jenis downtime. Klasifikasi
55

jenis downtime mulai dibuat per Januari 2015, di mana pembagiannya adalah

sebagai berikut:

Tabel 5.2. Klasifikasi Jenis Downtime di Produksi HPDC


Klasifikasi Downtime
Material Process Machine Others
 Stock Inner  P5M Melebihi
Parts Waktu Std  Dies Problem  Arm Ladle  Motor  Air Mati
 Stock Material  5K Melebihi
Parts Waktu Std  Tip Lube  Buffle  Nitrogen  Angin Drop
 No Kanban
 Packaging (BK)
Kosong
 Molten Habis  CT Proses
(5 Jenis Down Time) Tidak Std  Eksentrik  Burner  Oli Mesin  Gas
 Dandori Tidak
Std  Flash/Muncrat  Charging  Pascal Unit  Keb
 Jam Kerja  Coupling
Tidak Std  Part Nempel Injection  Pneumatic  Listrik Mati
 Lay Off (No
Schedule)  Ladle Tilting  Cover Plate  Preventive  SIM
 Operator  Keeping
Overlap  Corong Mampet Furnace  Safety Hook  Stock Opname
 Operator Tidak
Masuk  Extractor Setting  Die Movement  Selang Angin  Upacara Pataka
 Mangkok Ladle  Ejector  Sensor Product (8 Jenis Down Time)

 Program  Lot Marking  Extractor  Shot Weight


 Tools  Heating Up  Solenoid
 Trial Part Baru  Oli Samping  Hydrolic  Spray Auto
 Tunggu Cek
Quality  Set Parameter  Injection  Thermocouple
 Tunggu
Keputusan  Setting Sensor  Limit Switch  Tie Bar
 Central Die
Lube  Setting Spray  Monitor/Panel  Vacuum
(30 Jenis Down
 Shot Beads (29 Jenis Down Time) Time)
(Sumber: Production Check Sheet Standard-Casting HPDC, 2014)

5.1.2. Data Sekunder Penelitian

5.1.2.1. Laporan Harian Produksi (LHP)

Di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, untuk mencatat hasil produksi

baik berupa rencana produksi, pencapaian hasil produksi, dan permasalahan-

permasalan yang terjadi selama proses produksi dituangkan dalam lembar Laporan
56

Harian Produksi (LHP). Di bawah ini diberikan contoh lembar LHP yang telah diisi

oleh operator.

Gambar 5.4. Contoh Laporan Harian Produksi


(sumber: Departemen Produksi PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2015)

Dari data yang terdapat pada Gambar 5.4 di atas, terlihat data-data produksi sebagai

berikut:

a. Data Availaibility Rate

Shift I, beroperasi dari jam 00.00 – 07.10.

Product Swing Body Water Pump KZRA, Mesin Casting No 09, Shift 1,

tanggal 26 Mei 2015, diperoleh data sebagai berikut:

Planned Operating Time : 430 menit

Planned Downtime : 40 menit (Ishoma) + 10 (P5M)


57

Planned Production Time : (430 – 50) menit = 380 menit

Terjadi downtime selama 205 menit, dengan perincian sebagai berikut:

- Die Move turun (insert pin patah) = 20 menit

- Perbaikan insert pin = 120 menit

- Stock opname = 65 menit

Total downtime = 205 menit

Actual Production Time : (380 – 205) = 175 menit

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒


Availability Rate : 𝑃𝑙𝑎𝑛𝑛𝑒𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

175
Availability Rate : 380

Availability Rate : 46,05 %

b. Data Performance Rate

Production Plan : 912 pcs

Actual Production : (490 + 30) pcs

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛

520
Performance Rate : = 57,02 %
912

c. Data Quality Rate

Total Actual Production : 520 pcs

Total OK Products : 490 pcs

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
58

490
Quality Rate : 520 = 94,23 %

Jenis Rejection:

- Warming up reject : 4 pcs

- Bercak Hitam : 12 pcs

- Flow Line : 6 pcs

- Insert Pin Patah : 8 pcs

5.1.2.2. Data Spesifikasi Mesin High Pressure Die Casting

PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal memiliki mesin high pressure die

casting sebanyak 50 unit yang saat ini berproduksi. Pembelian mesin-mesin

tersebut dilakukan secara bertahap sejak tahun 1991. Awalnya hanya memiliki

beberapa mesin. Seiring pertumbuhan bisnis PT Astra Otoparts Tbk Divisi

Nusametal, jumlah mesin HPDC terus bertambah. Saat ini ruang produksi HPDC

sudah terisi penuh oleh mesin-mesin. Bahkan pembelian 4 mesin baru pada tahun

2014 memaksa engineer untuk relayout mesin-mesin yang ada sehubungan dengan

keterbatasan ruangan. Ke depannya, jika ada proyek baru yang mengharuskan

untuk investasi mesin HPDC, maka perlu dilakukan ekpansi pabrik di tempat lain.

Dalam Tabel 5.3 berikut ini bisa dilihat data-data mesin HPDC dan

spesifikasinya. Selain informasi kapasitas (tonase) mesin, di dalam tabel tersebut

juga bisa dilihat machine maker apakah Buhler, Toshiba, Toyo, Ube, atau Zitai.

Informasi kapan mesin itu dibuat dan mulai digunakan juga bisa didapatkan dari

Tabel 5.3.
59

Tabel 5.3. Data Spesifikasi Mesin High Pressure Die Casting


Machine Machine Manufacturing Registration Machine Start
Machine Type MAKER Remarks
No Name Year No Capacity Production
1 Die Casting NXC UBE Mar-03 78507 650 TON Apr-03 Running
2 Die Casting NXC UBE Feb-03 78506 650 TON Apr-03 Running
3 Die Casting TOSCAST Toshiba Sep-97 851E10 650 TON Oct-97 OFF
4 Die Casting NXC UBE Sep-97 81789 800 TON Oct-97 Running
5 Die Casting CLT Toshiba May-95 831E36 650 TON Jun-95 Running
6 Die Casting GC UBE Oct-93 27081 630 TON Nov-93 Running
7 Die Casting GC UBE Dec-94 28448 630 TON Jan-95 Running
8 Die Casting GC UBE Feb-91 23073 250 TON Mar-91 Running
9 Die Casting BD-250V3-P Toyo Apr-97 4038012 250 TON May-97 Running
10 Die Casting GC UBE Feb-91 23556 350 TON Mar-91 Running
11 Die Casting GXC UBE Nov-97 27079 250 TON Dec-97 OFF
12 Die Casting GC UBE Jan-91 23076 350 TON Feb-91 Running
13 Die Casting GC UBE Apr-91 23706 350 TON May-91 Running
14 Die Casting IS 2 UBE Nov-14 850 TON Dec-14 Running
15 Die Casting GC UBE Apr-91 23709 800 TON May-91 Running
16 Die Casting B Series Buhler Jan-96 10262369 800 TON Feb-96 OFF
17 Die Casting TOSCAST Toshiba Mar-97 841E53 500 TON Apr-97 Running
18 Die Casting NXC UBE Jun-97 81340 500 TON Jul-97 Running
19 Die Casting B Series Buhler Dec-95 10262368 630 TON Jan-96 OFF
20 Die Casting BD-350V2-CW-P Toyo Jun-95 4024069 350 TON Jul-95 Running
21 Die Casting TOSCAST Toshiba May-97 801697 1650 TON Jun-97 Running
22 Die Casting IS series UBE Feb-04 86703 375 TON Mar-04 Running
23 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Apr-04 C603-040 250 TON May-04 Running
24 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Apr-04 C603-038 250 TON May-04 Running
25 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Apr-04 C603-044 250 TON May-04 Running
26 Die Casting Toshiba Toshiba Jun-04 801588 500 Ton Jul-04 Running
27 Die Casting Toyo 420 V4-T Toyo Apr-05 4082185 420 TON Apr-05 Running
28 Die Casting Toyo 420 V4-T Toyo Apr-05 4082186 420 TON Apr-05 Running
29 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI May-05 C604-025 250 TON May-05 Running
30 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Mar-05 C604-028 250 TON Apr-05 Running
31 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Jun-05 C604-026 250 TON May-05 Running
32 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Mar-05 C604-027 250 TON Jun-05 Running
33 Die Casting Toyo 420 V4-T ZITAI May-05 4082207 420 TON Jun-05 Running
34 Die Casting Toyo 420 V4-T Toyo May-05 4082208 420 TON May-05 Running
35 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Mar-05 C604-029 250 TON May-05 Running
36 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Mar-05 C604-031 250 TON May-05 Running
37 Die Casting ZDC 250 TPS ZITAI Mar-05 C604-030 250 TON May-05 Running
38 Die Casting Toyo 800 V4-T Toyo May-05 4085009 800 TON Jun-05 Running
39 Die Casting Toyo 800 V4-T Toyo Jun-05 4085010 800 TON Jul-05 Running
40 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI May-05 D605-005 420 TON Aug-05 Running
41 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Jun-05 D605-004 420 TON Aug-05 Running
42 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Jun-05 D605-003 420 TON Aug-05 Running
43 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Jun-05 D605-002 420 TON Jul-05 Running
44 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Jun-05 D605-001 420 TON Jul-05 Running
45 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Dec-05 D605-016 420 TON Mar-06 Running
46 Die Casting ZDC 420 TPS ZITAI Dec-05 D605-015 420 TON Mar-06 Running
47 Die Casting IS 2 UBE Jun-13 34899 670 TON Jul-13 Running
48 Die Casting IS 2 UBE Nov-13 35647 670 TON Nov-13 Running
49 Die Casting toslite Toshiba Jan-14 8N1E17 800 TON Jan-14 Running
50 Die Casting toslite Toshiba May-14 851G64 1650 TON May-14 Running
51 Die Casting IS2 UBE Aug-14 44195 670 TON Aug-14 Running
52 Die Casting IS 2 UBE Oct-14 44199 670 TON Oct-14 Running
53 Die Casting IS 2 UBE Aug-14 44198 670 TON Aug-14 Running
54 Die Casting IS 2 UBE Oct-14 44708 670 TON Oct-14 Running
(sumber: Departemen Maintenance PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)
60

5.2. Pembahasan

5.2.1. Analisis Data

5.2.1.1. Avalaibility Rate

Diambil contoh data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari

2014, shift 2 sebagai berikut:

Tabel 5.4. Resume Laporan Harian Produksi HPDC


Planned Planned Planned Actual
Production Downtime Available
Line Product Shift Operating Down Time Production Production
Date Loss (min) Rate
Time (min) (min) Time (min) Time
08/01/2014 NMC0045 NFSTAN-SKZRAOAHCA - SWING ARM ASSY KZRA (SFG) 2 530 40 490 160 330 67,3%
08/01/2014 NMC0046 NTGEAR-SHWG2OJTCA - HOUSING WORM GEAR EFC (SFG) 2 530 70 460 0 460 100,0%
08/01/2014 NMC0025 NBBRKE-SKWBAEAHCA - PANEL ASSY REAR BRAKE KWB (SFG) 2 530 70 460 0 460 100,0%
08/01/2014 NMC0026 NFHANC-SKVLPEAHCA - RAIL RR GRAB KVLP (SFG) 2 530 70 460 50 410 89,1%
08/01/2014 NMC0010 NTGEAR-SCCS0OADCA - COVER CONTROL SHAFT(SFG) 2 530 70 460 105 355 77,2%
08/01/2014 NMC0013 NFSTAN-SKVLDRAHCA - STEP ASSY R PILLION KVLP D.DISC (SFG) 2 530 60 470 210 260 55,3%
08/01/2014 NMC0036 NEOILP-SKZR1OAHCA - COVER COMP WATER PUMP KZRA (SFG) 2 530 70 460 0 460 100,0%
08/01/2014 NMC0038 NTGEAR-S4HG1OMICA - FRONT COVER 4HG-1 (SFG) 2 530 70 460 45 415 90,2%
08/01/2014 NMC0048 NECRCS-SK25ALAHCA - COVER L SIDE K25A (SFG) 2 530 10 520 35 485 93,3%
08/01/2014 NMC0014 NFHANC-SKZRAEAHCA - RAIL REAR GRAB KZRA (SFG) 2 530 70 460 45 415 90,2%
08/01/2014 NMC0027 NEHEAC-SKZRAOAHCA - COVER COMP HEAD KZRA (SFG) 2 530 120 410 20 390 95,1%
08/01/2014 NMC0009 NEOILP-SKZR2OAHCA - BODY WATER PUMP KZRA (SFG) 2 530 70 460 60 400 87,0%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Contoh perhitungan Availability Rate:

a. Product Swing Arm Asy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Planned Operating Time : 530 menit

Planned Downtime : 40 menit

Planned Production Time : (530 – 40) menit = 490 menit

Terjadi downtime selama 160 menit, sehingga

Actual Production Time : (490 – 160) = 330 menit


61

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒


Availability Rate : 𝑃𝑙𝑎𝑛𝑛𝑒𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

330
: 490

: 67,8 %

b. Product Body Water Pump KZRA, Mesin Casting no 9, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Planned Operating Time : 530 menit

Planned Downtime : 70 menit

Planned Production Time : (530 – 70) menit = 460 menit

Terjadi downtime selama 60 menit, sehingga

Actual Production Time : (460 – 60) = 400 menit

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒


Availability Rate : 𝑃𝑙𝑎𝑛𝑛𝑒𝑑 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

400
: 460

: 87,0 %

Dari hasil perhitungan Availability Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,

didapatkan data sebagai berikut:

Average Availability Rate


95%
90%
85%
80%
75%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt

Average Availability Rate World Class AR

Gambar 5.5. Nilai Rata-rata Availability Rate tiap Bulan


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
62

Dari grafik pada Gambar 5.5 di atas, terlihat rata-rata availability rate sebesar

83,4% masih di bawah world class average rate (90,0%). Jika dibandingkan rata-

rata availability rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:

Average AR by Machine
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NMC0001
NMC0002
NMC0004
NMC0005
NMC0006
NMC0007
NMC0008
NMC0009
NMC0010
NMC0012
NMC0013
NMC0014
NMC0015
NMC0017
NMC0018
NMC0020
NMC0021
NMC0022
NMC0023
NMC0024
NMC0025
NMC0026
NMC0027
NMC0028
NMC0029
NMC0030
NMC0031
NMC0032
NMC0033
NMC0034
NMC0035
NMC0036
NMC0037
NMC0038
NMC0039
NMC0040
NMC0041
NMC0042
NMC0043
NMC0044
NMC0045
NMC0046
NMC0047
NMC0048
Avg AR World Class AR

Gambar 5.6. Rata-rata Availability Rate tiap Mesin


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Terlihat dari Gambar 5.6 bahwa hampir semua mesin mempunyai rata-rata

availability rate di bawah world class (90%), kecuali untuk mesin no 25 di mana

mempunyai rata-rata availability rate sebesar 91%.

5.2.1.2. Performance Rate

Diambil data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,

shift 2 sebagai berikut:


63

Tabel 5.5. Resume Laporan Harian Produksi HPDC


Production OK NG Available Performance Quality
Line Product Shift ProdPlan Act Prod OEE
Date Products Products Rate Rate Rate

08/01/2014 NMC0045 NFSTAN-SKZRAOAHCA - SWING ARM ASSY KZRA (SFG) 2 653 372 324 48 67,3% 57,0% 87,1% 33,4%
08/01/2014 NMC0046 NTGEAR-SHWG2OJTCA - HOUSING WORM GEAR EFC (SFG) 2 552 448 440 8 100,0% 81,2% 98,2% 79,7%
08/01/2014 NMC0025 NBBRKE-SKWBAEAHCA - PANEL ASSY REAR BRAKE KWB (SFG) 2 1.061 940 918 22 100,0% 88,6% 97,7% 86,5%
08/01/2014 NMC0026 NFHANC-SKVLPEAHCA - RAIL RR GRAB KVLP (SFG) 2 492 447 435 12 89,1% 90,9% 97,3% 78,8%
08/01/2014 NMC0010 NTGEAR-SCCS0OADCA - COVER CONTROL SHAFT(SFG) 2 1.452 880 857 23 77,2% 60,6% 97,4% 45,5%
08/01/2014 NMC0013 NFSTAN-SKVLDRAHCA - STEP ASSY R PILLION KVLP D.DISC (SFG) 2 600 279 266 13 55,3% 46,5% 95,3% 24,5%
08/01/2014 NMC0036 NEOILP-SKZR1OAHCA - COVER COMP WATER PUMP KZRA (SFG) 2 1.623 1.450 1.432 18 100,0% 89,3% 98,8% 88,2%
08/01/2014 NMC0038 NTGEAR-S4HG1OMICA - FRONT COVER 4HG-1 (SFG) 2 530 338 318 20 90,2% 63,8% 94,1% 54,1%
08/01/2014 NMC0048 NECRCS-SK25ALAHCA - COVER L SIDE K25A (SFG) 2 558 558 537 21 93,3% 100,0% 96,2% 89,8%
08/01/2014 NMC0014 NFHANC-SKZRAEAHCA - RAIL REAR GRAB KZRA (SFG) 2 575 434 414 20 90,2% 75,5% 95,4% 65,0%
08/01/2014 NMC0027 NEHEAC-SKZRAOAHCA - COVER COMP HEAD KZRA (SFG) 2 984 796 756 40 95,1% 80,9% 95,0% 73,1%
08/01/2014 NMC0009 NEOILP-SKZR2OAHCA - BODY WATER PUMP KZRA (SFG) 2 1.725 1.082 1.066 16 87,0% 62,7% 98,5% 53,7%

(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi HPDC, 2014)

Contoh perhitungan Performance Rate:

a. Product Swing Arm Asy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Production Plan : 632 pcs

Actual Production : 372 pcs

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛

372
Performance Rate : 632 = 57,0 %

b. Product Body Water Pump KZRA, Mesin Casting No 9, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Production Plan : 1.725 pcs

Actual Production : 1.082 pcs

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
Performance Rate : 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑛

1.725
Performance Rate : 1.082 = 62,7 %
64

Dari hasil perhitungan Performance Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,

didapatkan data sebagai berikut:

Average Performance Rate


100%

80%

60%

40%

20%

0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt

Average Performance Rate World Class PR

Gambar 5.7. Rata-rata Performance Rate tiap bulan


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Dari grafik pada Gambar 5.7 di atas, terlihat rata-rata performance rate sebesar

74,3% masih di bawah world class average rate (95,0%). Jika dibandingkan rata-

rata performance rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:

Performance Rate by Machine


100%
80%
60%
40%
20%
0%
NMC0001
NMC0002
NMC0004
NMC0005
NMC0006
NMC0007
NMC0008
NMC0009
NMC0010
NMC0012
NMC0013
NMC0014
NMC0015
NMC0017
NMC0018
NMC0020
NMC0021
NMC0022
NMC0023
NMC0024
NMC0025
NMC0026
NMC0027
NMC0028
NMC0029
NMC0030
NMC0031
NMC0032
NMC0033
NMC0034
NMC0035
NMC0036
NMC0037
NMC0038
NMC0039
NMC0040
NMC0041
NMC0042
NMC0043
NMC0044
NMC0045
NMC0046
NMC0047
NMC0048

Avg Performance Rate World Class PR

Gambar 5.8. Rata-rata Performance Rate tiap Mesin


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
65

Terlihat dari Gambar 5.8 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata performance

rate di bawah world class (95%).

5.2.1.3. Quality Rate

Diambil data dari Laporan Harian Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,

shift 2 sebagai berikut (Tabel 5.5):

Contoh perhitungan Quality Rate:

a. Product Swing Arm Assy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Total Actual Production : 372 pcs

Total OK Products : 324 pcs

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛

324
Quality Rate : 372 = 87,1 %

b. Product Body Water Pump KZRA, Mesin Casting No 9, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Total Actual Production : 1.082 pcs

Total OK Products : 1.066 pcs

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝐾 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑠
Quality Rate : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛

1.066
Quality Rate : 1.082 = 98,5 %

Dari hasil perhitungan Performance Rate untuk periode Januari – Oktober 2014,

didapatkan data sebagai berikut:


66

Average Quality Rate by Month


102%

100%

98%

96%

94%

92%

90%

88%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt

Average Quality Rate World Class QR

Gambar 5.9. Average Quality Rate tiap Bulan


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Dari grafik pada Gambar 5.9 di atas, terlihat rata-rata quality rate adalah sebesar

93,7% masih di bawah world class quality rate (99,9%). Jika dibandingkan rata-

rata performance rate tiap-tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:

Average Quality Rate by Machine


105%
100%
95%
90%
85%
80%
75%
NMC0001
NMC0002
NMC0004
NMC0005
NMC0006
NMC0007
NMC0008
NMC0009
NMC0010
NMC0012
NMC0013
NMC0014
NMC0015
NMC0017
NMC0018
NMC0020
NMC0021
NMC0022
NMC0023
NMC0024
NMC0025
NMC0026
NMC0027
NMC0028
NMC0029
NMC0030
NMC0031
NMC0032
NMC0033
NMC0034
NMC0035
NMC0036
NMC0037
NMC0038
NMC0039
NMC0040
NMC0041
NMC0042
NMC0043
NMC0044
NMC0045
NMC0046
NMC0047
NMC0048

Avg Quality Rate World Class QR

Gambar 5.10. Rata-rata Quality Rate tiap Mesin


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Terlihat dari Gambar 5.10 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata quality rate di

bawah world class (99,9%).


67

5.2.1.4. Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Diambil data dari Laporan Hasil Produksi pada tanggal 8 Januari 2014,

shift 2 sebagai berikut (Tabel 5.3):

Contoh perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE):

a. Product Swing Arm Assy KZRA, Mesin Casting No 45, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Availability Rate (AR) : 67,8 %

Performance Rate (PR) : 57,0 %

Quality Rate (QR) : 87,1 %

OEE : 𝐴𝑅 𝑥 𝑃𝑅 𝑥 𝑄𝑅

OEE : 67,8% 𝑥 57,0% 𝑥 87,1%

OEE : 33,4 %

b. Product Body Water Pump KZRA, Mesin Casting No 9, Shift 2, tanggal 8

Januari 2014, diperoleh data sebagai berikut:

Availability Rate (AR) : 87,0 %

Performance Rate (PR) : 62,7 %

Quality Rate (QR) : 98,5 %

OEE : 𝐴𝑅 𝑥 𝑃𝑅 𝑥 𝑄𝑅

OEE : 87,0% 𝑥 62,7% 𝑥 98,5%

OEE : 53,7 %

Dari hasil perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk periode

Januari – Oktober 2014, didapatkan data sebagai berikut:


68

Average OEE by Month


90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt

Average OEE World Class OEE Average World Companies OEE

Gambar 5.11. OEE Rata-rata tiap Bulan


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Dari grafik pada Gambar 5.11 di atas, terlihat rata-rata OEE sebesar 61,6% masih

di bawah world class average OEE (85,4%) tetapi berada di atas rata-rata OEE

perusahaan manufacturing di dunia (60%). Jika dibandingkan rata-rata OEE tiap-

tiap mesin HPDC, didapatkan data sebagai berikut:

Average OEE by Machine


90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NMC0001
NMC0002
NMC0004
NMC0005
NMC0006
NMC0007
NMC0008
NMC0009
NMC0010
NMC0012
NMC0013
NMC0014
NMC0015
NMC0017
NMC0018
NMC0020
NMC0021
NMC0022
NMC0023
NMC0024
NMC0025
NMC0026
NMC0027
NMC0028
NMC0029
NMC0030
NMC0031
NMC0032
NMC0033
NMC0034
NMC0035
NMC0036
NMC0037
NMC0038
NMC0039
NMC0040
NMC0041
NMC0042
NMC0043
NMC0044
NMC0045
NMC0046
NMC0047
NMC0048

Average OEE World Class OEE Average World Companies OEE

Gambar 5.12. OEE Rata-rata tiap Mesin


(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
69

Terlihat dari Gambar 5.12 bahwa semua mesin mempunyai rata-rata OEE di bawah

world class (85,4%). Meskipun demikian, sebagian besar berada di atas rata-rata

OEE perusahaan di dunia (60%). Beberapa mesin yang memiliki nilai OEE rata-

rata di bawah 60% adalah mesin nomor 4,5,6, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 21, 28, 31, 38,

39, 40, 42, 45, dan 46.

5.2.1.5. Evaluasi Biaya Lembur di HPDC

Menurut Tabel 1.1 biaya lembur operator di proses HPDC untuk periode

Januari – Oktober 2014 sebesar Rp 4,28 milyar. Sedangkan menurut loading rata-

rata di mesin HPDC sesuai yang disebutkan di dalam Tabel 1.4 untuk periode yang

sama, tidak ada loading rata-rata yang melebihi 100%. PPIC saat menghitung

kapasitas mesin HPDC menggunakan asumsi sebagai berikut:

a. Efisiensi mesin = 85%

b. Quality rate = 96%

Artinya, mesin diasumsikan memiliki efisiensi sebesar 85% dan rejection rate

sebesar 4%, dan memiliki overall equipment effectiveness sebesar:

OEE asumsi = 85% x 96%

OEE asumsi = 81,60%

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh OEE rata-rata sebesar 61,60%. Dari data

ini terlihat ada gap antara OEE asumsi dengan rata-rata OEE aktual sebesar 20%.

Berikut ini coba dianalisis jumlah lembur mesin HPDC selama periode Januari

2014 samai dengan Oktober 2014..


70

Tabel 5.6. Total Machine Hour (overtime) versus Total machine Hour (reguler)
Description Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
Jumlah Hari Kerja 23 20 21 22 22 21 17 20 22 23
Jumlah Mesin HPDC 44 43 45 45 45 46 46 46 47 49
Jam Kerja/Hari 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5 21,5
Total Machine Hour (reguler) 21.758 18.490 20.318 21.285 21.285 20.769 16.813 19.780 22.231 24.231
Total Machine Hour (OT) 3.848 6.945 8.198 7.890 7.665 3.675 1.988 0 2.160 270
% Overtime 17,7% 37,6% 40,3% 37,1% 36,0% 17,7% 11,8% 0,0% 9,7% 1,1%
% Overtime rata-rata 20,90%
(sumber: Data PPIC PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, 2014)

Dari Tabel 5.6 di atas rata-rata lembur mesin HPDC untuk periode Januari –

Oktober 2014 adalah sebesar 20,90% terhadap waktu kerja mesin secara reguler.

Kalau dibandingkan dengan gap antara OEE asumsi yang digunakan PPIC dan rata-

rata OEE aktual, terlihat jumlah lembur mesin HPDC sebesar 20,90% ini mirip

dengan gap OEE asumsi dengan OEE aktual sebesar 20%. Sehingga bisa

disimpulkan bahwa terjadinya lembur di mesin HPDC senilai Rp 4,28 milyar untuk

periode Januari-Oktober 2014 diakibatkan kinerja mesin HPDC lebih jelek

dibandingkan dengan asumsi yang digunakan oleh PPIC dengan perbedaan OEE

asumsi dengan OEE aktual sebesar 20%.

5.2.1.6. Identifikasi Six Big Losses

Penelitian ini mengambil data untuk periode Januari 2014 – Oktober 2014.

Pada periode tersebut belum dibuat standar penamaan jenis downtime sehingga

antara operator HPDC yang satu dengan operator yang lain tidak sama dalam

pemberian nama jenis downtime yang terjadi pada proses casting HPDC. Akibatnya

ada pemberian nama downtime yang berbeda-beda untuk suatu jenis downtime yang
71

sebenarnya sama. Misalnya, untuk aktivitas bersih-bersih di mesin dan sekitarnya

ada yang menyebut jenis downtime ‘bersih-bersih’ dan ada yang menuliskan

dengan ‘5K2S’. Contoh lain adalah jenis downtime insert pin bermasalah, ada yang

menuliskan insert pin bengkok/patah dan ada yang menulis repair insert pin.

Dari hasil resume jenis-jenis downtime di mesin HPDC untuk periode

Januari – Oktober 2014, diperoleh data-data seperti yang ditampilkan pada Tabel

5.7. Dari jenis-jenis downtime yang ditulis operator mesin HPDC, kemudian

diklasifikasikan untuk kategori six big losses dan kategori OEE loss.

Pengklasifikasian berdasarkan dua kategori tersebut mengacu pada definisi masing-

masing kategori sesuai yang sudah dijelaskan dalam Tabel 3.1 tentang Six Big

Losses Category dan OEE Loss Category. Selain itu juga dilakukan klasifikasi jenis

downtime menurut definisi internal PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal yang

efektif dilakukan per 1 Januari 2015.

Berdasarkan klasifikasi jenis downtime pada Tabel 5.7 (kolom nomor 2)

terlihat belum adanya standar pengklasifikasian jenis downtime sehingga jenis

downtime sangat banyak yaitu sebanyak 191 jenis downtime. Hal ini akan

mempersulit proses analisis data untuk rencana improvement ke depannya. Untuk

itu perlu dipilih jenis-jenis downtime berdasarkan urutan terbesar (paretto) jumlah

waktu downtimenya. Dari hasil paretto jenis-jenis downtime yang terjadinya

kemudian akan dianalisis akar penyebab terjadinya masalah downtime tersebut.

Setelah akar masalah diketahui, nantinya akan diberikan usulan atau saran

perbaikan ke depannya agar masalah downtime tersebut bisa diminimalkan.


72

Tabel 5.7. Jenis-jenis Downtime dan Pengklasifikasian Jenis Downtime


Total
Downtime %
No Downtime Type (NM) Six Big Losses Category OEE Loss Category Downtime
Accumulation Accumulation
(Min)
1 MOLTEN HABIS Setup & Adjustments Downtime Loss 151.485 151.485 7,3%
2 BASKET Setup & Adjustments Downtime Loss 133.066 284.551 13,7%
3 INSERT PIN Breakdown Downtime Loss 104.633 389.184 18,8%
4 PART NEMPEL Production Rejects Quality Loss 103.385 492.569 23,7%
5 Repair pin patah Breakdown Downtime Loss 79.091 571.660 27,6%
6 PLUNGER TIP TROUBLE Breakdown Downtime Loss 78.792 650.452 31,4%
7 SETTING SPRAY Setup & Adjustments Downtime Loss 63.087 713.539 34,4%
8 TEMPERATURE MOLTEN DROP Setup & Adjustments Downtime Loss 62.983 776.522 37,4%
9 Mesin Trouble Breakdown Downtime Loss 56.196 832.718 40,1%
10 EXTRACTOR Breakdown Downtime Loss 51.368 884.086 42,6%
11 Ladle tilting error Breakdown Downtime Loss 50.335 934.421 45,0%
12 OVER HEAT Production Rejects Quality Loss 40.212 974.633 47,0%
13 FLASH/MUNCRAT Small Stops Speed Loss 39.500 1.014.133 48,9%
14 NAIK/TURUN DIES Breakdown Downtime Loss 38.989 1.053.122 50,8%
15 GOMPAL Production Rejects Quality Loss 38.213 1.091.335 52,6%
16 UNDEFINED Breakdown Downtime Loss 35.396 1.126.731 54,3%
17 BERSIH BERSIH Small Stops Speed Loss 34.482 1.161.213 56,0%
18 SET PARAMETER Setup & Adjustments Downtime Loss 31.528 1.192.741 57,5%
19 EJECTOR Breakdown Downtime Loss 31.423 1.224.164 59,0%
20 UNDERCUT Production Rejects Quality Loss 31.396 1.255.560 60,5%
21 CORE Production Rejects Quality Loss 30.260 1.285.820 62,0%
22 INJECTION Breakdown Downtime Loss 29.800 1.315.620 63,4%
23 CORE DIES Breakdown Downtime Loss 27.668 1.343.288 64,8%
24 HYDROLIK Breakdown Downtime Loss 27.405 1.370.693 66,1%
25 PLUNGER TIP GANTI Breakdown Downtime Loss 26.236 1.396.929 67,3%
26 LISTRIK MATI Breakdown Downtime Loss 25.821 1.422.750 68,6%
27 Repair Ejector (bongkar) Breakdown Downtime Loss 25.532 1.448.282 69,8%
28 COOLING DIES Production Rejects Quality Loss 24.764 1.473.046 71,0%
29 LOT MARKING Breakdown Downtime Loss 24.439 1.497.485 72,2%
30 TRIAL PART BARU Breakdown Downtime Loss 23.968 1.521.453 73,3%
31 SKRAP TEBAL Production Rejects Quality Loss 23.608 1.545.061 74,5%
32 STOCK OPNAME Breakdown Downtime Loss 21.735 1.566.796 75,5%
33 LAIN-LAIN Breakdown Downtime Loss 20.756 1.587.552 76,5%
34 REPAIR PART Breakdown Downtime Loss 20.109 1.607.661 77,5%
35 Per bamper patah Breakdown Downtime Loss 17.794 1.625.455 78,4%
36 MOLTEN DROP Setup & Adjustments Downtime Loss 16.363 1.641.818 79,1%
37 SLEEVE DIE Breakdown Downtime Loss 15.935 1.657.753 79,9%
38 GATE SERING PATAH Breakdown Downtime Loss 15.459 1.673.212 80,7%
39 SHOT BEADS Breakdown Downtime Loss 14.942 1.688.154 81,4%
40 Baut coupling patah/REPAIR KOPLING Breakdown Downtime Loss 14.339 1.702.493 82,1%
41 BERSIHKAN MESIN Small Stops Speed Loss 13.381 1.715.874 82,7%
42 5K2S Small Stops Speed Loss 13.242 1.729.116 83,4%
43 COOLING DIES3 Breakdown Downtime Loss 13.230 1.742.346 84,0%
44 MAN POWER Setup & Adjustments Downtime Loss 12.793 1.755.139 84,6%
45 PREVENTIF Breakdown Downtime Loss 12.590 1.767.729 85,2%
46 KASAR Production Rejects Quality Loss 12.215 1.779.944 85,8%
47 SENSOR PRODUCT Small Stops Speed Loss 12.034 1.791.978 86,4%
48 KERETA SCRAP Setup & Adjustments Downtime Loss 11.379 1.803.357 86,9%
49 EJECTOR PIN Breakdown Downtime Loss 11.150 1.814.507 87,5%
50 STOPPER CORE Breakdown Downtime Loss 10.634 1.825.141 88,0%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
73

Tabel 5.7. Jenis-jenis Downtime dan Pengklasifikasian Jenis Downtime


(lanjutan)
Total
Downtime %
No Downtime Type (NM) Six Big Losses Category OEE Loss Category Downtime
Accumulation Accumulation
(Min)
51 UNDERCUT8 Breakdown Downtime Loss 8.900 1.834.041 88,4%
52 CRACK Production Rejects Quality Loss 8.747 1.842.788 88,8%
53 LIMIT SWITCH CORE Breakdown Downtime Loss 8.505 1.851.293 89,2%
54 OLI MESIN Breakdown Downtime Loss 8.485 1.859.778 89,7%
55 CAVITY GELOMBANG, DEKOK Production Rejects Quality Loss 8.331 1.868.109 90,1%
56 TRIAL DIES SETUP Setup & Adjustments Downtime Loss 7.692 1.875.801 90,4%
57 TRIAL7 Breakdown Downtime Loss 7.149 1.882.950 90,8%
58 SELANG ANGIN BOCOR Breakdown Downtime Loss 7.116 1.890.066 91,1%
59 GAS VENT Production Rejects Quality Loss 7.085 1.897.151 91,5%
60 LADLE CUP Breakdown Downtime Loss 6.992 1.904.143 91,8%
61 SETTING MANGKOK Setup & Adjustments Downtime Loss 6.898 1.911.041 92,1%
62 OLI SAMPING Setup & Adjustments Downtime Loss 6.553 1.917.594 92,4%
63 LIMIT SWICTH Breakdown Downtime Loss 6.457 1.924.051 92,8%
64 QC CHECK Breakdown Downtime Loss 6.400 1.930.451 93,1%
65 AIR CENTRAL DIE LUBE Breakdown Downtime Loss 5.580 1.936.031 93,3%
66 CLAMP DIE Production Rejects Quality Loss 5.575 1.941.606 93,6%
67 GANTI KASET SPRAY Setup & Adjustments Downtime Loss 5.535 1.947.141 93,9%
68 BERSIH SCRAP Small Stops Speed Loss 5.470 1.952.611 94,1%
69 GUIDE PIN Breakdown Downtime Loss 5.235 1.957.846 94,4%
70 INNER PART KOSONG Setup & Adjustments Downtime Loss 5.225 1.963.071 94,6%
71 DISTRIBUTOR Breakdown Downtime Loss 4.815 1.967.886 94,9%
72 GANTI DIES Setup & Adjustments Downtime Loss 4.615 1.972.501 95,1%
73 Selang hydraulic bocor Breakdown Downtime Loss 4.550 1.977.051 95,3%
74 SAFETY DOOR Small Stops Speed Loss 4.540 1.981.591 95,5%
75 dies tdk center Production Rejects Quality Loss 4.380 1.985.971 95,7%
76 BOX HABIS Setup & Adjustments Downtime Loss 4.290 1.990.261 95,9%
77 DIMENSI Production Rejects Quality Loss 4.250 1.994.511 96,1%
78 DIES EROSI Production Rejects Quality Loss 4.210 1.998.721 96,4%
79 Die tilting error Breakdown Downtime Loss 3.360 2.002.081 96,5%
80 SETTING CHUCK EXTRACTOR Setup & Adjustments Downtime Loss 3.225 2.005.306 96,7%
81 P5M Breakdown Downtime Loss 2.970 2.008.276 96,8%
82 DIE MOVEMENT Breakdown Downtime Loss 2.955 2.011.231 97,0%
83 REPAIR DIES Breakdown Downtime Loss 2.943 2.014.174 97,1%
84 LUBANG TAPPING MAMPET Small Stops Speed Loss 2.822 2.016.996 97,2%
85 EXT.GATE Breakdown Downtime Loss 2.500 2.019.496 97,4%
86 PLUNGER SLEEVE TROUBLE Breakdown Downtime Loss 2.500 2.021.996 97,5%
87 TIP LUBE Breakdown Downtime Loss 2.480 2.024.476 97,6%
88 SPRAY AUTO Breakdown Downtime Loss 2.430 2.026.906 97,7%
89 Dimensi NG Production Rejects Quality Loss 2.340 2.029.246 97,8%
90 BUSHING/INSERT Setup & Adjustments Downtime Loss 2.220 2.031.466 97,9%
91 TIEBAR Breakdown Downtime Loss 2.055 2.033.521 98,0%
92 CONVEYOR Breakdown Downtime Loss 2.040 2.035.561 98,1%
93 MOLTEN KEPENUHAN Small Stops Speed Loss 1.970 2.037.531 98,2%
94 TRIAL DIES Breakdown Downtime Loss 1.920 2.039.451 98,3%
95 SAFETY HOOK Breakdown Downtime Loss 1.875 2.041.326 98,4%
96 Die tidak rapat Small Stops Speed Loss 1.795 2.043.121 98,5%
97 HEATING UP Setup & Adjustments Downtime Loss 1.745 2.044.866 98,6%
98 PLUNGER ROD Breakdown Downtime Loss 1.650 2.046.516 98,7%
99 MONITOR Breakdown Downtime Loss 1.490 2.048.006 98,7%
100 Stopper lepas Small Stops Speed Loss 1.345 2.049.351 98,8%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
74

Tabel 5.7. Jenis-jenis Downtime dan Pengklasifikasian Jenis Downtime


(lanjutan)
Total
Downtime %
No Downtime Type (NM) Six Big Losses Category OEE Loss Category Downtime
Accumulation Accumulation
(Min)
101 DIE BOCOR Breakdown Downtime Loss 1.240 2.050.591 98,9%
102 CENTRAL DIE LUBE Breakdown Downtime Loss 1.235 2.051.826 98,9%
103 DIE CHANGE ALTERNATIVE Setup & Adjustments Downtime Loss 1.090 2.052.916 99,0%
104 STOPER DIES Small Stops Speed Loss 1.085 2.054.001 99,0%
105 HOLDING BOCOR Breakdown Downtime Loss 985 2.054.986 99,1%
106 JIG/TOOL REPAIR Breakdown Downtime Loss 830 2.055.816 99,1%
107 NITROGEN Breakdown Downtime Loss 815 2.056.631 99,1%
108 BURNER Breakdown Downtime Loss 760 2.057.391 99,2%
109 PLAT C Breakdown Downtime Loss 695 2.058.086 99,2%
110 Molten NG (belum ok) Setup & Adjustments Downtime Loss 690 2.058.776 99,2%
111 PLUNGER SLEEVE GANTI Breakdown Downtime Loss 665 2.059.441 99,3%
112 Kupas coating (blasting) Dies turun Breakdown Downtime Loss 665 2.060.106 99,3%
113 REPAIR JIG Breakdown Downtime Loss 660 2.060.766 99,3%
114 DEKOK Breakdown Downtime Loss 622 2.061.388 99,4%
115 Mesin lain Breakdown Downtime Loss 605 2.061.993 99,4%
116 SELANG CORE Breakdown Downtime Loss 515 2.062.508 99,4%
117 AIR MATI Breakdown Downtime Loss 515 2.063.023 99,5%
118 SAFETY PLATE Breakdown Downtime Loss 500 2.063.523 99,5%
119 PERSIAPAN PRODUKSI6 Setup & Adjustments Downtime Loss 500 2.064.023 99,5%
120 STOCK KOSONG Setup & Adjustments Downtime Loss 480 2.064.503 99,5%
121 LADLE TRANSFER Breakdown Downtime Loss 475 2.064.978 99,5%
122 KERETA KOSONG Setup & Adjustments Downtime Loss 460 2.065.438 99,6%
123 Die tidak bisa rapat Breakdown Downtime Loss 395 2.065.833 99,6%
124 GANTI JIG Setup & Adjustments Downtime Loss 390 2.066.223 99,6%
125 SHOT WEIGHT Breakdown Downtime Loss 370 2.066.593 99,6%
126 MODIFIKASI DIES Breakdown Downtime Loss 360 2.066.953 99,6%
127 GANTI KEEPING/CRUCIBLE Breakdown Downtime Loss 315 2.067.268 99,7%
128 Motor kebakar Breakdown Downtime Loss 300 2.067.568 99,7%
129 Box parsial / habis Setup & Adjustments Downtime Loss 285 2.067.853 99,7%
130 EJECTOR ROD Breakdown Downtime Loss 280 2.068.133 99,7%
131 CHILL VENT Production Rejects Quality Loss 280 2.068.413 99,7%
132 MC trouble / error Breakdown Downtime Loss 275 2.068.688 99,7%
133 CRANE Breakdown Downtime Loss 250 2.068.938 99,7%
134 POMPA TIPLUB Breakdown Downtime Loss 245 2.069.183 99,7%
135 JIG GOMPAL Breakdown Downtime Loss 225 2.069.408 99,8%
136 ELEKTRIK Breakdown Downtime Loss 225 2.069.633 99,8%
137 HEATING UP DIE Setup & Adjustments Downtime Loss 220 2.069.853 99,8%
138 SETTING SENSOR PRODUCT Setup & Adjustments Downtime Loss 220 2.070.073 99,8%
139 FIX SPRAY Breakdown Downtime Loss 220 2.070.293 99,8%
140 BERSIHKAN HOLDING Small Stops Speed Loss 215 2.070.508 99,8%
141 Panasin dies Setup & Adjustments Downtime Loss 205 2.070.713 99,8%
142 EXTRACTOR SETING Setup & Adjustments Downtime Loss 200 2.070.913 99,8%
143 MATRIAL HABIS Setup & Adjustments Downtime Loss 190 2.071.103 99,8%
144 ANGIN DROP Breakdown Downtime Loss 175 2.071.278 99,8%
145 COOLANT UNIT Breakdown Downtime Loss 160 2.071.438 99,9%
146 MODIFIKASI GATE Breakdown Downtime Loss 160 2.071.598 99,9%
147 MOLTEN BEKU DI LADLE Small Stops Speed Loss 155 2.071.753 99,9%
148 TEMP. BURNER, HEATER Breakdown Downtime Loss 140 2.071.893 99,9%
149 AJUST PROGRAM/DIMENSI Setup & Adjustments Downtime Loss 140 2.072.033 99,9%
150 LUBRICATION Breakdown Downtime Loss 140 2.072.173 99,9%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
75

Tabel 5.7. Jenis-jenis Downtime dan Pengklasifikasian Jenis Downtime


(lanjutan)
Total
Downtime %
No Downtime Type (NM) Six Big Losses Category OEE Loss Category Downtime
Accumulation Accumulation
(Min)
151 VACUUM Breakdown Downtime Loss 140 2.072.313 99,9%
152 CENTRAL POMPA DIE LUBE Breakdown Downtime Loss 130 2.072.443 99,9%
153 WAITING STOCK Setup & Adjustments Downtime Loss 130 2.072.573 99,9%
154 STOPPER MACHINING Breakdown Downtime Loss 120 2.072.693 99,9%
155 Dies turun repair Breakdown Downtime Loss 115 2.072.808 99,9%
156 EJECTOR 4 Breakdown Downtime Loss 110 2.072.918 99,9%
157 SOLENOID Breakdown Downtime Loss 100 2.073.018 99,9%
158 ADAPTOR Breakdown Downtime Loss 90 2.073.108 99,9%
159 PANEL MATI Breakdown Downtime Loss 90 2.073.198 99,9%
160 SPRAY GANTI Breakdown Downtime Loss 80 2.073.278 99,9%
161 Ex pin ejektor ( + , - ) Breakdown Downtime Loss 75 2.073.353 99,9%
162 Buang limbah sand core Breakdown Downtime Loss 70 2.073.423 100,0%
163 LAIN LAIN Breakdown Downtime Loss 65 2.073.488 100,0%
164 PENGECEKAN AWAL Setup & Adjustments Downtime Loss 60 2.073.548 100,0%
165 ARM LADLE Breakdown Downtime Loss 60 2.073.608 100,0%
166 TUNGGU KEPUTUSAN Breakdown Downtime Loss 60 2.073.668 100,0%
167 Bearing adjuster rontok Breakdown Downtime Loss 60 2.073.728 100,0%
168 AIR2 Breakdown Downtime Loss 60 2.073.788 100,0%
169 Operator tidak masuk Setup & Adjustments Downtime Loss 50 2.073.838 100,0%
170 KURAS MOLTEN Breakdown Downtime Loss 50 2.073.888 100,0%
171 TUNGGU CEK QUALITY Breakdown Downtime Loss 45 2.073.933 100,0%
172 BLASTING Breakdown Downtime Loss 45 2.073.978 100,0%
173 lubang Sand blow mampet Breakdown Downtime Loss 40 2.074.018 100,0%
174 Platen burner & dies rusak Breakdown Downtime Loss 40 2.074.058 100,0%
175 Tie bar aus (ganti tie bar) Breakdown Downtime Loss 30 2.074.088 100,0%
176 OVER HEAT5 Setup & Adjustments Downtime Loss 30 2.074.118 100,0%
177 Baut cavity lepas Breakdown Downtime Loss 30 2.074.148 100,0%
178 JALUR SUPPLY MASALAH Breakdown Downtime Loss 30 2.074.178 100,0%
179 Lock dies move / fix kendor Breakdown Downtime Loss 30 2.074.208 100,0%
180 Bibir holding kotor Breakdown Downtime Loss 25 2.074.233 100,0%
181 API BURNER KECIL Breakdown Downtime Loss 20 2.074.253 100,0%
182 Part Unfill Breakdown Downtime Loss 20 2.074.273 100,0%
183 GAS MATI Breakdown Downtime Loss 20 2.074.293 100,0%
184 PERBAIKAN MELTING ROOM Breakdown Downtime Loss 20 2.074.313 100,0%
185 COATING DIES Breakdown Downtime Loss 20 2.074.333 100,0%
186 PASCAL UNIT Breakdown Downtime Loss 20 2.074.353 100,0%
187 CRUCIBLE Breakdown Downtime Loss 20 2.074.373 100,0%
188 STOK INNER PARTS KOSONG Setup & Adjustments Downtime Loss 15 2.074.388 100,0%
189 PARTS NUMPUK Breakdown Downtime Loss 10 2.074.398 100,0%
190 PERGANTIAN PART Breakdown Downtime Loss 10 2.074.408 100,0%
191 ASAP INDUKSI Breakdown Downtime Loss 0 2.074.408 100,0%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Untuk memudahkan proses analisis data, jenis-jenis downtime bisa disederhanakan

seperti pada Tabel 5.8 sebagai berikut:

Tabel 5.8. Klasifikasi Jenis Downtime Berdasarkan Kategori Six Big Losses
Six Big Loss Total Downtime %
category (menit) Downtime
Breakdown 1.057.084 51%
Setup & Adjustments 536.037 26%
Production Rejects 349.251 17%
Small Stops 132.036 6%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
76

Berdasarkan klasifikasi jenis downtime pada Tabel 5.8 di atas terlihat bahwa untuk

kategori six big losses, tidak terlihat ada jenis downtime ‘reduce speed’ dan ‘startup

rejects’. Menurut pengamatan penulis, belum adanya standar penamaan jenis

downtime mengakibatkan dua jenis downtime tersebut tidak teridentifikasi dengan

baik. Khusus untuk startup rejects, selama ini penulisan jenis downtime dijadikan

satu kategori yaitu production rejects saja.

Dalam Tabel 5.8 terlihat jenis downtime ‘breakdown’ merupakan jenis

downtime yang paling dominan yaitu sebesar 51%, diikuti jenis downtime ‘setup &

adjustments’ (26%), ‘production rejects’ (17%), dan ‘small stops’ (6%). Dominasi

jenis downtime ‘breakdown’ ini mengakibatkan availability rate yang rendah. Hal

ini sesuai dengan grafik pada Gambar 5.5 di mana availability rate berkisar antara

80% - 85% masih lebih rendah dari world class availability rate yaitu senilai 90%.

Klasifikasi jenis downtime berdasarkan kategori OEE bisa dilihat pada

Tabel 5.9 di bawah ini.

Tabel 5.9. Klasifikasi Jenis Downtime Berdasarkan Kategori OEE


Total Downtime %
OEE Loss Category
(menit) Downtime
Downtime Loss 1.593.121 77%
Quality Loss 349.251 17%
Speed Loss 132.036 6%
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)
77

Berdasarkan Tabel 5.9 di atas terlihat bahwa downtime loss merupakan jenis

downtime yang dominan yaitu sebesar 77%, diikuti downtime kategori quality loss

sebesar 17%, dan speed loss sebesar 6%.

Klasifikasi downtime berdasarkan definisi internal PT Astra Otoparts Tbk

Divisi Nusametal yang mulai digunakan per 1 Januri 2015 bisa dilihat pada Tabel

5.10 berikut ini.

Tabel 5.10. Klasifikasi Jenis Downtime Berdasarkan Definisi Internal PT


Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal
No Jenis Jumlah Downtime %
Downtime (menit) Downtime
1 Process 1.465.552 71%
2 Material 309.830 15%
3 Machine 230.034 11%
4 Others 68.992 3%
Grand Total 2.074.408
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Berdasarkan Tabel 5.10 di atas, urutan jenis downtime yang dominan adalah

Process (71%), Material (15%), Machine (11%), dan Others (3%).

Dengan diidentifikasi jenis-jenis downtime yang dominan ini akan

mempermudah rencana improvement di masa yang akan datang. Perlu dilakukan

identifikasi jenis downtime yang lebih detil untuk bisa menyusun rencana

improvement yang tepat. Dari hasil identifikasi jenis downtime tersebut kemudian

dianalisis akar permasalahan yang menjadi penyebab adanya jenis-jenis downtime

itu. Jika akar penyebab masalah sudah ditemukan, selanjutnya dilakukan analisis
78

untuk usulan-usulan perbaikan yang memungkinkan supaya bisa menurunkan

jumlah downtime di masa yang akan datang.

5.2.1.7. Root Caused Analysis

Mengacu pada Tabel 5.10 tentang klasifikasi jenis downtime menurut

internal PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal, diketahui bahwa process

downtime merupakan penyumbang downtime terbesar yaitu sebesar 71%, diikuti

material problem sebesar 15%, machine breakdown sebesar 11%, dan others

sebesar 3%. Berikut ini akan penulis analisis penyebab downtime yang terjadi.

1. Process Downtime

Secara detil terdapat 142 jenis downtime yang terjadi yang dikategorikan

process downtime. Sangat sulit jika semua jenis downtime dianalisis. Oleh karena

itu akan dipilih jenis downtime secara urutan pareto. Di bawah ini jenis downtime

berdasarkan urutan pareto:

Tabel 5.11. Jenis-jenis Downtime Kategori Process Downtime


Jumlah Downtime
No Jenis Downtime
(menit)
1 Insert Pin Patah 183.724
2 Part Menempel 103.385
3 Plunger Tip Trouble 78.792
4 Setting Spray 63.087
5 Temperature Molten Drop 62.983
(Sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Dari Tabel 5.11 terlihat bahwa jenis-jenis downtime yang dominan untuk kategori

process downtime adalah berturut-turut insert pin patah, part menempel, plunger

tip trouble, setting spray, dan temperature molten drop.


79

Insert Pin Patah

Gambar 5.13. Fish Bone Analysis untuk Insert Pin Patah

Di dalam sebuah die (cetakan) biasanya terdapat insert pin yang berfungsi

untuk membuat profil yang berbentuk lubang yang nantinya akan disempurnakan

tingkat presisinya di proses machining. Di samping itu juga terdapat ejector pin

yang berfungsi untuk mengeluarkan part dari die move saat proses die open

sehingga part bisa diambil oleh extractor/robot.

Ada beberapa penyebab terjadinya pin yang bengkok atau patah:

a. Pin menerima beban berlebih

Hal ini terjadi jika saat die open dan die close posisi tidak centre. Penyebab

posisi tidak centre ini karena platen goyang. Ada dua penyebab platen

sudah goyang, yaitu kondisi platen sudah aus dan bushing toggle sudah aus.

b. Material pin getas

Pin yang getas dikarenakan pin yang overheat akibat permukaan pin tidak

terkena spray dengan sempurna. Spray yang tidak sempurna ini dikarenakan

arah spray yang tidak tepat. Arah spray berubah karena tembaga pada pipa

spray sudah patah. Tembaga patah karena umur pakai, sehingga dengan

berjalannya waktu, ketebalan pipa tembaga akan berkurang (semakin tipis).


80

Posisi part yang tidak mendapatkan spray die lube akan mengalami panas

yang berlebih karena bersentuhan langsung dengan molten yang memiliki

suhu tinggi.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Perlu dijaga stock platen dan bushing toggle. Mengenai jumlahnya perlu

dihitung berdasarkan pengalaman sebelumnya sampai berapa lama life time kedua

parts tersebut dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengadaannya. Selain

itu perlu disediakan stock pipa tembaga untuk spray dan selalu dijaga minimum

stocknya.

Part Menempel

Gambar 5.14. Fish Bone Analysis untuk Part Menempel

Kemungkinan penyebab part menempel di cavity pada proses pengecoran

aluminium die casting antara lain:

a. Cavity tidak terlapisi die lube

Die lube (die lubricant) merupakan emulsi, yaitu campuran bahan organic

refractory dengan air yang disemprotkan secara merata ke permukaan


81

cavity. Pada saat proses injeksi, air segera menguap serta keluar melalui

ventilasi-ventilasi sehingga di permukaan cavity akan tertinggal selapis tipis

organic film. Jika saat penyemprotan die lube arah spray tidak tepat, maka

akan mengakibatkan ada permukaan cavity yang tidak terlapisi die lube.

Permukaan yang tidak terlapisi die lube ini akan bersentuhan langsung

dengan cairan molten sehingga parts akan menempel pada cavity.

b. Suhu Dies Rendah

Suhu dies yang rendah bisa mengakibatkan molten cepat menjadi solid dan

kaku di dalam cavity. Preheating yang tidak mencukupi bisa menyebabkan

suhu dies masih rendah. Selain itu jika mesin sering stop, maka potensi

penurunan suhu dies cukup besar karena dies tidak terisi molten saat mesin

berhenti.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Dibuat mal tiap-tiap produk untuk penyetingan arah spray supaya hasilnya

lebih seragam dan lebih cepat. Di samping itu perlu dikontrol suhu dies di mana

akan lebih ideal jika dibuat interlock system sehingga saat suhu dies turun mesin

memberikan alarm. Saat akan ganti dies proses preheating dies harus dilakukan

agar suhu dies saat pertama dipakai tidak terlalu rendah sehingga bisa mengurangi

jumlah product reject karena suhu dies rendah. Selama ini preheating menggunakan

molten selama kurang lebih 10 – 15 shot. Hasil dari preaheating ini dimasukkan

sebagai warm up rejects. Hal ini bisa dihindari dengan cara preheating

menggunakan burner yang didisain khusus untuk dilakukan preheating saat dies

sudah terpasang di mesin.


82

Plunger Tip Trouble

Gambar 5.15. Fish Bone Analysis untuk Plunger Tip Trouble

Ada beberapa penyebab Plunger Tip Trouble, yaitu:

a. Plunger tip macet (jam)

Plunger tip bisa macet dikarenakan adanya molten yang menempel pada

permukaan plunger tip. Ini diakibatkan terjadinya gap antara diameter

plunger tip dengan diameter plunger sleeve. Bisa jadi gap ini ini disebabkan

diameter plunger tip yang berkurang (aus). Keausan plunger tip ini

disebabkan karena pelumasan oleh shot beat yang kurang. Pelumasan shot

beat berkurang jika injeksi shot beat tidak sesuai standar akibat operator

tidak mengisi shot beat saat volume shot beat sudah minimal.

b. Plunger tip baru macet (jam)

Ada kalanya meskipun plunger tip baru dipasang langsung terjadi jam

(macet). Hal ini diakibatkan antara plunger tip dan plunger sleeve tidak

centre. Artinya plunger tip yang diterima dari suplier tidak sesuai spesifikasi

di drawing. Ketidaksesuain ini biasanya terjadi karena saat proses


83

penerimaan plunger tip dari suplier tidak dilakukan pengecekan dengan

menggunakan alat ukur yang memadai. Biasanya hanya menggunakan

calliper untuk mengecek diameter plunger tip.

c. Plunger tip overheat

Plunger tip bisa macet saat diameter plunger tip memuai akibat cooling

system kurang memadai. Hal ini akibat supply air pendingin berkurang

dikarenakan terdapat kebocoran di sistem pemipaan cooling water.

Kebocoran pipa air pendingin biasanya terjadi karena pipa berkarat akibat

cat yang sudah mengelupas. Di samping itu posisi pipa yang kurang

terlindungi bisa mengakibatkan potensi pipa tertabrak forklift atau benda

lain sehingga pipa rusak. Penyebab lain karena adanya sumbatan di

pemipaan air pendingin akibat kerak-kerak yang timbul karena kualitas air

pendingin yang tidak baik.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Refresh training ke operator mesin HPDC tentang pentingnya pengisian

shot beats dan menjadi poin pengecekan tambahan yang harus dilakukan operator.

Pengadaan ring gauge untuk digunakan saat incoming inspection atas plunger tip

baru akan lebih menjamin spesifikasi plunger tip yang diterima sesuai drawing. Di

samping itu perlu pengecekan pipa pendingin untuk memastikan tidak ada

sumbatan atau kebocoran air pendingin sehingga tidak terjadi overheat akibat

kurangnya pendinginan pada plunger tip maupun plunger sleeve. Sumbatan yang

terjadi biasanya disebabkan karena adanya kerak di air pendingin. Kualitas air
84

pendingin harus dikontrol untuk memastikan kualitas dan kebersihannya tetap

terjaga.

Setting Spray

Gambar 5.16. Fish Bone Analysis untuk Downtime Setting Spray

Kehilangan waktu yang lama saat setting spray disebabkan ada dua, yaitu

karena operator dies support overload sehingga terjadi waktu menunggu yang lama

dan waktu yang dibutuhkan untuk setting spray lama. Waktu setting spray menjadi

lama karena setting spray baru dilakukan saat penggantian dies (dandori dies).

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Perlu disediakan unit spray cadangan yang siap disetting untuk next

product. Penyetingan spray dilakukan sebelum dies turun dan dengan bantuan mal.

Langkah ini dikenal dengan external setup di mana mempersiapkan segala sesuatu

saat mesin masih beroperasi untuk mereduksi waktu saat mesin harus OFF. Di

dalam konsep lean dikenal dengan Single Minute Exchange of Dies (SMED), yaitu

menurunkan waktu yang diperlukan untuk penggantian dies menjadi kurang dari 10
85

menit. Saat ini membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk proses penggantian dies

(dandori).

Molten Drop

Gambar 5.17. Fish Bone Analysis untuk Suhu Molten Drop

Suhu molten drop (turun) bisa diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Suhu molten pasokan dari melting rendah

Saat tapping out, yaitu mengeluarkan molten dari mesin melting seharusnya

dilakukan pada suhu tertentu (untuk HD2 dan ADC12 suhu 660oC). Ada

kalanya suhu belum tercapai sesuai yang ditetapkan sudah dilakukan

tapping out karena sudah terjadi shortage molten di HPDC. Ini terjadi saat

peak seasons di mana terjadi over capacity di mesin melting.

b. Suhu di keeping furnace turun akibat electric heater putus

Suhu di keeping furnace turun bisa diakibatkan oleh electric heater yang

putus. Umur heater akan semakin pendek jika sering terkena corundum.

Corundum adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen,

dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina. Senyawa ini
86

keras sehingga bisa merusak electric heater. Operator yang tidak rajin

membersihkan alumina menjadi penyebab terjadinya kumpulan corundum

yang semakin banyak. Banyak sedikitnya alumina ini juga dipengaruhi

kualitas bahan baku, yaitu aluminium ingot yang digunakan.

c. Suhu di keeping furnace turun akibat panas yang hilang

Suhu di keeping furnace bisa turun akibat panas yang keluar. Hal ini

diakibatkan oleh keeping furnace yang tidak ditutup rapat. Umumnya

operator yang baru bekerja belum memahami pentingnya menutup keeping

furnace dengan rapat.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Tapping out saat suhu belum sesuai standar akan bisa dilakukan saat

kapasitas melting tidak kurang, sehingga tidak dikejar-kejar untuk supply molten ke

bagian mesin HPDC. Perlu dilakukan refresh training kepada operator mesin

HPDC tentang pentingnya pembersihan corundum di keeping furnace agar electric

heater awet dan menjaga keeping furnace dalam kondisi tertutup rapat supaya panas

yang hilang akibat terbuang ke udara bisa ditekan.

2. Material

Downtime akibat tunggu material ini bisa diakibatkan menunggu menunggu

molten dari proses melting. Di samping itu ada downtime akibat keranjang (basket)

untuk menaruh produk yang tidak tersedia. Berikut ini di dalam Tabel 5.12

dijelaskan dua penyebab utama downtime karena material:


87

Tabel 5.12. Jenis-Jenis Downtime Material


Jumlah
No Jenis Downtime Downtime
(menit)
1 Molten Habis 151.485
2 Basket Kosong 133.066
(sumber: diolah dari Laporan Harian Produksi, 2014)

Molten Habis

Gambar 5.18. Fish Bone Diagram untuk Molten Habis

Berdasarkan Gambar 5.18, setidaknya ada empat kemungkinan penyebab

molten habis di mesin HPDC, yaitu karena Man, Method, Machine, dan Material.

Waktu downtime molten habis artinya supply molten dari proses melting tidak

lancar. Dari sisi Man (manusia), operator yang bertugas untuk mentransfer molten

ke mesin HPDC merupakan operator senior dan sudah memiliki SIO untuk

mengoperasikan forklift. Jadi penyebab molten habis dari ketidakcekatan operator

forklift bisa diabaikan.

Kemungkinan penyebab molten habis dari sisi method, yaitu tidak ada

jadwal atau rencana charging molten ke masing-masing mesin HPDC bisa

diabaikan karena setelah dikonfirmasi ke produksi, pihak operator forklift sudah


88

mendapatkan rute pengisian molten ke masing-masing mesin HPDC. Saat keliling

sesuai rutenya, operator forklift sambil mengecek level molten masing-masing

keeping furnace. Di samping itu di setiap keeping furnace sudah ditambahkan

andon (visual control) berupa rotary lamp yang akan menyala jika level molten

sudah pada level minimal.

Dari sisi Material, terlambatnya supply molten ke mesin HPDC bisa

diakibatkan karena suhu molten di melting belum tercapai sesuai standar. Suhu

molten yang masih rendah akan menyebabkan suhu molten tersebut makin drop saat

transportasi dari area melting ke area mesin HPDC. Jika suhu di keeping furnace

yang berada di masing-masing HPDC masih lebih rendah dari standar suhu yang

sudah ditetapkan, maka mesin HPDC tidak akan bisa dioperasikan karena jika saat

proses casting HPDC menggunakan molten yang bersuhu rendah akan

menyebabkan produk NG.

Kemungkinan penyebab molten habis dari sisi Machine yaitu terkait dengan

kekurangan kapasitas mesin melting akan dianalisis lebih jauh. Berikut ini

diperlihatkan kondisi loading versus capacity untuk mesin-mesin melting yang ada

di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal selama periode Januari – Oktober 2014.

Masing-masing mesin melting digunakan untuk melebur aluminium ingot yang

berbeda-beda. Jadi setiap mesin melting itu dedicated machine dan tidak digunakan

untuk melebur beberapa tipe ingot karena kalau ini dilakukan membutuhkan effort

yang besar.
89

900.000 Nasional 2 140%


800.000 120%
700.000
100%
kg/month 600.000
Capacity

500.000 80%
400.000 60%
300.000
40%
200.000
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-2 Loading 545.58 674.99 835.49 799.50 759.24 781.27 484.29 434.89 700.75 700.82
Nasional 2 Capacity 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26 645.26
ALUMINIUM HD-2 % 85% 105% 129% 124% 118% 121% 75% 67% 109% 109%

Gambar 5.19. Loading versus Capacity Melting Nasional 2

450.000
Wandah 1 140%
400.000 120%
350.000
100%
300.000
kg/month
Capacity

250.000 80%
200.000 60%
150.000
40%
100.000
50.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-2 Loading 272.79 337.49 417.74 399.75 379.62 390.63 242.14 217.44 350.37 350.41
WANDAH 1 Capacity 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62 323.62
ALUMINIUM HD-2 % 84% 104% 129% 124% 117% 121% 75% 67% 108% 108%

Gambar 5.20. Loading versus Capacity Melting Wandah 1

Dari Gambar 5.19 dan 5.20 memperlihatkan loading versus capacity di Melting

Nasional 2 dan Wandah 1. Kedua mesin melting ini digunakan untuk meleburkan

aluminium ingot tipe HD2. Dari kedua gambar telihat bahwa terjadi overload atas

kapasitas yang tersedia untuk bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, September,

dan Oktober 2014. Hanya bulan Januari, Juli, dan Agustus 2014 tidak terjadi
90

overload. Dari data tersebut menjawab pertanyaan kenapa banyak terjadi downtime

di mesin casting HPDC akibat molten habis, artinya supply molten yang merupakan

output mesin melting ke next process yaitu mesin casting yang terlambat

dikarenakan terjadi overload di mesin melting.

600.000 Striko 2 120%


500.000 100%
400.000 80%
kg/month
Capacity

300.000 60%
200.000 40%
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM ADC 12
418.9 466.0 505.1 466.7 391.9 370.3 298.3 335.7 484.1 459.9
Loading
Striko 2 Capacity 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4 485.4
ALUMINIUM ADC 12 % 86% 96% 104% 96% 81% 76% 61% 69% 100% 95%

Gambar 5.21. Loading versus Capacity Melting Striko 2

Pada mesin melting Striko 2 seperti yang terlihat pada Gambar 5.21 di mana di

mesin ini digunakan untuk melebur aluminium ingot tipe ADC12 terlihat bahwa

hanya terjadi overload atas kapasitas di bulan Maret 2014 saja, sisanya secara

kapasitas masih belum overload.

600.000 140%
Striko 1 120%
500.000
100%
400.000
Axis Title

80%
300.000
60%
200.000
40%
100.000 20%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM HD-4 Loading 289.82368.77394.95488.39472.22445.14243.74242.53331.39288.55
Striko 1 Capacity 403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70403.70
ALUMINIUM HD-4 % 72% 91% 98% 121% 117% 110% 60% 60% 82% 71%

Gambar 5.22. Loading versus Capacity Melting Striko 1


91

Berdasarkan Gambar 5.22 di atas, untuk melting Striko 1 di mana digunakan untuk

melebur ingot HD4, terjadi overload atas kapasitas pada bulan April, Mei, dan Juni

2014. Sisanya secara kapasitas masih bisa dicover untuk bulan-bulan lainnya.

Sedangkan untuk mesin Wandah 2, di mana digunakan untuk meleburkan

aluminium ingot tipe YH3R, kapasitas masih sangat longgar di mana loading atas

kapasitas yang tersedia masih di bawah 20%.

Wandah 2
300.000 100%
90%
250.000 80%
200.000 70%
Axis Title

60%
150.000 50%
40%
100.000 30%
50.000 20%
10%
- Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct
0%
ALUMINIUM YH3R Loading 38.678 50.215 41.252 48.116 37.956 46.817 39.446 30.787 30.663 21.168
WANDAH 2 Capacity 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896 258.896
ALUMINIUM YH3R % 15% 19% 16% 19% 15% 18% 15% 12% 12% 8%

Gambar 5.23. Loading versus Capacity Melting Wandah 2

Dari data-data sebelumnya, bisa disimpulkan downtime molten habis yang

terjadi pada mesin casting diakibatkan overloadnya (kekurangan kapasitas) mesin

melting Nasional 2, Wandah 1, dan Striko 1. Atas pertimbangan teknis, masing-

masing mesin melting itu bersifat dedicated machine, di mana tidak didesign untuk

melebur beberapa ingot karena jika hal itu dilakukan perlu efforts yang besar untuk

cleaning mesin melting yang membutuhkan beberapa hari dan juga memerlukan

ingot khusus (biasanya ingot primary). Akibatnya, mesin-mesin melting yang


92

masih punya kapasitas tidak bisa digunakan untuk membantu mesin lain yang

overload.

Basket Kurang

Gambar 5.24. Fish Bone Analysis untuk Downtime Basket Kosong

Basket kosong di bagian proses HPDC ini sangat mengganggu karena

produksi tidak bisa dijalankan jika tidak ada basket untuk menaruh part hasil

casting. Dari contoh perhitungan kebutuhan basket bulan September 2014

(mengacu sales forecast di bulan yang bersangkutan) diperoleh data sebagai

berikut:

Basket yang dibutuhkan : 1.246 unit

Basket tersedia : 1.001 unit

Dari data di atas terdapat kekurangan basket sebanyak 245 unit. Perhitungan di atas

adalah dengan standar stock level untuk WIP sebanyak 3 hari di bagian HPDC, 2

hari di Finishing (subcont), dan satu hari di Machining.


93

Berdasarkan review stock level WIP yang dilakukan PPIC, diperoleh data

seperti pada gambar 5.25 berikut ini.

WIP Inventory Level


2014
9

5
DAYS

-1
2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Actual 5,7 5,3 6,975 5,492 5,468 4,394 5,303 7,046 6,711 6,695 8,1 8,6 7,323
Max 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Min 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Gambar 5.25. Stock Level WIP 2014


(sumber: Departemen PPIC, 2014)

Dari gambar 5.25 di atas terlihat stock level WIP memiliki standar minimum stock

untuk 4 hari dan maximum stock untuk 6 hari. Hanya pada bulan Februari, Maret,

April, dan Mei 2014 memiliki stock level WIP kurang dari 6 hari, sisanya lebih dari

6 hari, yaitu untuk bulan Januari, Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober 2014.

Hal ini menjadi penyebab mengapa downtime basket kosong sering terjadi di mesin

HPDC..

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Perlu pengadaan mesin melting baru untuk meningkatkan kapasitas melting

terutama untuk melebur aluminium ingot HD2. Kapasitas yang diusulkan minimal

dengan melting rate 3.000 kg/jam. Untuk meminimalkan downtime basket kosong,
94

perlu direview lagi kebutuhan basket dan harus dijaga agar stock level WIP tidak

over stock. Stock WIP yang over merupakan bentuk pemborosan dari kaca mata

lean manufacturing.

3. Machine Problem

Terjadinya downtime akibat machine problem bisa diakibatkan oleh umur

spare parts yang sudah habis atau pelaksanaan TPM yang tidak berjalan sesuai

yang sudah ditetapkan. Untuk mengantisipasi downtime karena life time spare

parts, saat ini sudah dilakukan manajemen stock untuk spare parts. Untuk program

TPM, dari hasil wawancara dengan personil maintenance dan produksi, program

TPM di bagian HPDC langsung dilakukan oleh operator produksi dengan cara

pengecekan tiap awal shift menggunakan check sheet yang sudah disediakan, yaitu

sesuai standar check sheet nomor FO/PR/CS/040. Efektivitas pengisian check sheet

ini perlu dievaluasi apakah operator saat pengisian check sheet ini betul-betul

sambil melakukan cek fisik atau hanya sekedar pengisian bersifat formalitas.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Pelaksanaan Total Productive Maintenance harus direview untuk

meningkatkan efektivitas pengecekan mesin baik yang dilakukan oleh operator

produksi maupun personil maintenance. Saat produksi sedang turun harus

dilakukan kegiatan TPM sebanyak-banyaknya sehingga saat peak seasons di mana

hampir tidak ada waktu yang diberikan oleh PPIC untuk melakukan TPM, kondisi

mesin sudah prima. Kesulitan personil maintenance untuk melakukan overhaul

karena susah mendapatkan jadwal ari PPIC harus dicarikan solusinya dengan

penjadwalan overhaul yang disepakati antara maintenance dan PPIC.


95

4. Others

Dua jenis downtime terbanyak yang dimasukkan kategori others adalah

listrik mati dan stock opname. Meskipun downtime ini hanya berkontribusi sekitar

3%, tetapi perlu diantisipasi. Listrik di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal

menggunakan listrik dari PLN. Untuk kondisi normal, jarang terjadi listrik mati dan

jika ada akan mendapatkan informasi beberapa hari sebelumnya dan umumnya

dilakukan pada hari Minggu. Listrik PLN yang mati tiba-tiba biasanya karena ada

abnormality di jaringan PLN.

Di PT Astra Otoparts Tbk Divisi Nusametal disediakan 4 unit generator set

(genset). Dua genset berkapasitas 1.000 kVA dan dua genset dengan kapasitas

masing-masing 500 kVA. Untuk total power yang bisa dicover oleh 4 unit genset

ini tidak bisa mengcover 100% kebutuhan listrik saat PLN mati. Biasanya akan

diprioritaskan untuk mesin-mesin yang sedang memproduksi part dengan status

stocknya kritis.

Stock opname dilakukan secara rutin setiap bulan untuk stock opname kecil.

Untuk stock opname besar dilakukan 6 bulan sekali. Saat stock opname besar

produksi akan OFF selama satu shift. Sedangkan untuk STO kecil produksi akan

OFF selama lebih kurang 2 jam.

Tindakan perbaikan yang diusulkan:

Aktivitas TPM untuk menjamin genset selalu dalam kondisi prima perlu

dilakukan. Di samping itu perlu dievaluasi proses stock opname yang biasanya

membutuhkan waktu satu shift. Perlu ada improvement proses stock opname agar

bisa mempercepat proses STO dengan hasil yang tepat dan akurat.
96

Tabel 5.13. Ringkasan Hasil dan Pembahasan


1. Kinerja Mesin HPDC
Hasil
Deskripsi Referensi World Class Kesimpulan
Perhitungan
a. Availability Rate 90,0% 83,4% Belum World Class
b. Performance Rate 95,0% 74,3% Belum World Class
c. Quality Rate 99,9% 93,7% Belum World Class
d. OEE 85,4% 61,6% Belum World Class
Hasil
Deskripsi Referensi PPIC Kesimpulan
Perhitungan
Lembur terjadi karena gap
e. Overtime HPDC sebesar 20,9% 81,6% 61,6% antara OEE asumsi dengan
OEE aktual sebesar 20%
2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Mesin HPDC
Kategori Klasifikasi Downtime %
a. Kategori Six Big Losses Breakdown 51%
Setup & Adjustments 26%
Production Rejects 17%
Small Stops 6%

b. Kategori OEE Losses Downtime Loss 77%


Quality Loss 17%
Speed Loss 6%

c. Kategori Internal Perusahaan Process 71%


Material 15%
Machine 11%
Others 3%
3. Root Caused Analysis dan Usulan Perbaikan
Kategori Downtime Root Caused Usulan Perbaikan

Insert Pin Patah


a. Process Downtime Pastikan stock Platen, Toggle , Pipa Tembaga

Part Menempel Standard setting spray (mal), Preheating


Improvement
Plunger Tip Trouble Pengecekan shot beats , pengadaan ring gauge ,
perbaiki cooling system
Setting Spray Lama
External setup , pengadaan unit spray standby

Suhu Molten Drop Pembersihan corundum , tutup keeping furnace


dengan rapat

b. Material Downtime Molten Habis Tambah Kapasitas Melting


Basket Kosong Review kebutuhan basket, jaga inventory stock

c. Machine Downtime Machine trouble Review TPM

d. Others Listrik Mati TPM untuk genset dilakukan


Stock Opname Improve proses Stock Opname

Anda mungkin juga menyukai