Menghitung waktu normal (Wn)
Menghitung waktu baku (Wb)
Keterangan :
X
i
= jumlah waktu hasil pengukuran
N = banyaknya pengukuran
P (faktor penyesuaian) = 1 + tingkat performansi operator
k = kelonggaran
Contoh soal:
1. Terdapat 20 data Waktu Siklus :
20,18,26,24,28,30,29,26,27,28,24,23,26,26,26,35,28,28,26,25
Tingkat performansi operator :
Effort : 0,08
Consistensy : 0,03
Condition : 0,02
Skill : 0,06
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 12
Allowance (Kelonggaran) = 15%
Data dianggap memenuhi syarat kecukupan data.
Hitung Waktu Siklus, Waktu Normal , dan Waktu Baku Dengan Subgroup 4x5 !
Jawab:
Sub group4x5
sub
group Waktu Penyelesaian berturut-turut
1 20 18 26 24 28 23,2
2 30 29 26 27 28 28
3 24 23 26 26 26 25
4 35 28 28 26 25 28,4
104,6
Uji Keseragaman Data:
Dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%
= 26,15
=
= 3,56
x =
= 1,78
BKA =
+ Z
- Z
= (
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 13
= 28,09 28 (N>N = Data belum Cukup) Anggap data sudah cukup
WS =
= 26,5
WN = WS x P
=26,15 x 1,19 = 31,12
WB = WN x (1+K)
= 31,12 (1+0,15) = 35,79
b. Sampling Kerja
Merupakan cara yang dipakai untuk mengukur waktu pada pekerjaan-pekerjaan yang
saat-saat pelaksanaannya dalam suatu hari tidak menentu dan kerap bercampur dengan
pekerjaan lain.
Contoh : Pekerjaan seorang sekertaris mengetik surat, dalam kesehariannya ia
mengerjakan juga pengarsipan, menelepon, dan menyiapkan rapat.
2. Secara Tidak Langsung
a. Data waktu baku
Dalam pemakaiannya Data Waktu Baku merupakan cara pengukuran waktu tak
langsung yaitu dengan menggunakan tabel-tabel, grafik-grafik, dan rumus-rumus yang
diperoleh dengan pengukuran langsung. Data Waktu Baku berisi dari waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti (diukur) pada waktu
yang lalu. Dengan demikian bila pekerjaan tersebut diulang, waktu yang pantas untuk
menyelesaikannya sudah diketahui.
b. Data Waktu Gerakan
Berbeda dari Data Waktu Baku yang sistemnya dikembangkan sendiri oleh
perusahaan yang bersangkutan, Data Waktu Gerakan menggunakan tabel-tabel yang telah
dikembangkan oleh berbagai lembaga.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 14
Referensi
Ginting, Rosnani Ir. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Barnes, Ralph M. 1990. Motion and Time Study Design and Measurement Of Work. Canada
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan edisi ketiga. Bandung: ITB
Sutalaksana, Anggawisastra dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: ITB
Malik ST., Ibnu Moh. 2006. Pengantar Membuat Robot. Yogyakarta : Gava Media.
Turner, wayne C; Joe H Mize, Kenneth E Case dkk. Teknik Produksi (Manufaktur). Alih bahasa : Ir Janti
Gunawan, Nyoman Sutari ST. Surabaya: Guna Widya.
www.stekpi.ac.id/skin/modul
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 15
MODUL II
PERAMALAN DAN PERENCANAAN PRODUKSI
I Tujuan Praktikum
1. Praktikan mampu meramalkan kebutuhan produksi untuk beberapa periode ke depan.
2. Praktikan mampu membuat Jadwal Induk Produksi.
II Alat dan bahan
1. Software Microsoft Excel
2. Data dari Laboratorium Sispromasi
III Prosedur Praktikum
1. Praktikan mengolah data demand produk masa lalu.
2. Praktikan membuat Jadwal Induk Produksi berdasar hasil peramalan yang telah dibuat.
IV Materi Praktikum
4.1 PERAMALAN PRODUKSI
Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk
atau beberapa produk dalam periode waktu yang ditentukan di masa yang akan
datang.(Ginting,2007).
4.1.1 Kegunaan Peramalan
Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik
Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan
dengan fasilitas yang ada
Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan
berdasarkan peralatan yang ada
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 16
4.1.2 Metode Peramalan
MODEL
KUALITATIF
MODEL
KUANTITATIF
TIME SERIES
REGRESI
SMOOTHING
RATA-RATA
MOVING AVERAGE
EXPONENTIAL
SMOOTHING
KAUSAL
PERAMALAN
LINIER
SIKLIS
KUADRATIS
KONSTAN
SINGLE
DOUBLE/LINIER
CENTERED
SINGLE
DOUBLE/TREND
WINTER
Gambar 1.1 Metode Peramalan
Metode peramalan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Metode kualitatif
Penggunaan Model Kualitatif:
i. Tidak memerlukan data kuantitatif
ii. Unsur subyektifitas peramalan sangat besar pengaruhnya dalam hasil
peramalan
iii. Baik untuk peramalan jangka panjang
Contoh:
Opini individu
Opini kelompok
Delphi
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 17
Tipe Karakteristik Kekuatan Kelemahan
Executive Opinion Sebuah grup para
manajer bertemu dan
dating dengan
peramalannya.
Bagus dalam penentuan
strategi maupun
peramalan produk baru
Pendapat salah satu
orang dapat
mendominasi peramalan
Market Research Menggunakan survey
dan wawancara untuk
mengidentifikasi hal
yang disukai oleh
pelanggan
Faktor penentu yang
baik dari keinginan dari
pelanggan
Tipe ini dapat menjadi
sulit untuk membuat
sebuah kuisioner yang
baik
Delphi Method Diskusi panel dari para
ahli dan praktisi untuk
mencapai suatu
kesimpulan
Sangat baik untuk
peramalan jangka
panjang dari permintaan
produk, teknologi, dsb.
Menyita banyak waktu
untuk menggali
pendapat dalam
peramalan
2. Metode Kuantitatif
Penggunaan model kuantitatif membutuhkan:
Data kondisi masa lalu
Data tersebut dapat dikuantifisir
Diasumsikan pola data masa lalu akan berlanjut pada masa yang akan datang
Metode kuantitatif dibagi menjadi dua metode yaitu :
metode deret berkala (times series)
yaitu metode yang berdasarkan data masa lalu dari suatu produk.
metode kausal
yaitu metode yang didasarkan data masa lalu dan data dari variabel lain yang
menentukan atau mempengaruhi pada masa depan.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 18
4.1.3 Teknik-Teknik Peramalan
Terdapat 3 Teknik Peramalan diantaranya adalah :
I. Regresi
1. Konstan
=
dimana =
sehingga =
2. Linier
= +
dimana =
, =
3. Siklus
= a + u
4. Kuadratis
= a + +
dimana =
, =
, =
II. Moving Average
1. Single Moving Average
Peramalan dengan teknik moving average dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut :
MA
n
= A
i
/ n
Dimana : i : Banyak data (1,2,3N)
n : angka periode rata-rata bergerak
A
i
: nilai actual tahun ke i
Contoh :
Diberikan data harga penutupan akhir minggu surat-surat berharga perusahaan
Mandala yang bergerak dalam bidang maskapai penerbangan.
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Y 46 56 54 43 57 56 67 62 50 56 47 56
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 19
Maka Moving Average 3 mingguan (SMA
3
) terhadap harga penutupan akhir
minggu saham diperoleh dari perhitungan berikut:
Minggu
(t)
Permintaan
(Y)
Simple Moving Average
3 Mingguan (MA
3
)
1 46 -
2 56 -
3 54 52
4 43 51
5 57 51,33
6 56 52
7 67 60
8 62 61,17
9 50 59,17
10 56 56
11 47 51
12 56 53
Contoh perhitungan:
Berdasarkan data di atas, maka ramalan untuk minggu-minggu mendatang (13)
dengan t = 1,2,3
2. Weighted Moving Average
Metode ini diperlukan pembobotan sesuai jangka waktunya. Sebagai contoh
data yang paling baru ditentukan bobotnya sebesar 0.4, data terbaru berikutnya
berbobot 0.3, kemudian berturut-turut 0.2 dan terakhir 0.1. Dan perlu diingat bahwa
52
3
54 56 46
3
Minggu
SMA
51
3
43 54 56
4 min
ggu
SMA
unit Y
t
53
3
56 47 56
'
) 12 (
St =
a
t
= 2S
t
S
t
b
t
=
F
t+m
= a
t
+ b
t
m
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 21
III. Eksponential Smoothing
1. Eksponential Smoothing
Metode ini menggunakan prinsip yang sama dengan teknik moving average,
hanya saja eksponensial smoothing memerlukan perhitungan yang lebih sedikit, tidak
memerlukan data histories dalam jangka waktu yang lama melainkan hanya data
terbaru yang dipakai untuk menghitung peramalannya.
Karakteristik smoothing dikendalikan dengan menggunakan factor smoothing
, yang bernilai antara 0 sampai dengan 1. Fungsi factor ini adalah untuk
memberikan penekanan yang lebih terhadap data yang paling baru. Setiap peramalan
yang baru berdasarkan pada hasil peramalan sebelumnya ditambah dengan suatu
presentase perbedaan antara peramalan dengan nilai aktualnya pada saat tersebut.
Dengan demikian :
F
t
= F
t-1
+ ( A
t-1
F
t-1
)
Dimana : F
t
: Peramalan periode ke-t
F
t-1
: Peramalan periode ke t-1
: Konstanta smoothing
A
t-1
: Permintaan aktual atau penjualan untuk periode t-1
2. Winters
Metode winters merupakan metode peramalan yang sering dipilih untuk menangani
data permintaan yang mengandung baik variasi musiman maupun unsur trend.
Metode ini mengolah tiga asumsi untuk modelnya : unsur konstan, unsur trend dan
unsur musiman.
Ketiga komponen diatas secara kontinyu diperbarui menggunakan konstanta
smoothing yang diterapkan pada data terbaru dan estimasi yang paling akhir.
Metode winters menggunakan model Trend Hold, yang dimulai dengan estimasi
trend yang biasa :
T
t
= ( F
t
F
t-1
) + ( 1 ) T
t-1
Dimana : T
t
: estimasi nilai trend pada periode t
: konstanta smoothing unsur trend
F
t
: rata-rata eksponensial pada periode t
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 22
3. Eksponential Smoothing With Linear Trend
Persamaannya adalah :
F
(0)
= F
(0)
= X
(0)
F
(t)
= .X
(t)
+ (1 - ). F
(t 1)
F
(t)
= .F
(t)
+ (1 - )F.
(t 1)
y = m/
F
(t + m)
= (2 + y)F
(t)
(1 y)F
(t)
e
(t)
= X
(t)
F
(t)
4.1.4 Kiteria Performansi Peramalan
1. Mean Error (ME)
2. Mean Absolute Error (MAE)
||
3. Sum of Square Error (SSE)
4. Mean Square Error (MSE)
5. Precentage Error (PE)
(
)
6. Mean Absolute Precentage Error (MAPE)
||
7. Standar Error of Estimate (SEE)
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 23
4.1.5 Verifikasi Peramalan
Verifikasi dilakukan unutk memverifikasi apakah fungsi peramalan yang digunakan
mewakili data yang ada. Seperti halnya peramalan, verifikasi juga mempunyai tahap-tahap
tertentu dalam pelaksanaannya.
Metode yang digunakan unutk memverifikasi adalah Moving Range Chart. Berikut
langkah-langkah dalam melakukan verifikasi :
1. Menghitung Moving Range (MR)
|
BKB = -2,66
4. Membuat Moving Range Chart dan melakukan Test Out of Control
Pengujian Out of Control :
a. Dari 3 titik yang berurutan, 2 titik atau lebih di daerah A
b. Dari titik yang berurutan, 4 titik atau lebih di daerah B
c. Dari 8 titik yang berurutan seluruhnya berada atau di bawah centre line
d. Satu titik di luar batas control
Bila kondisi out of control terjadi, tindakan yang bisa diambil:
a. Perbaiki ramalan dengan mencakup data baru (sistem sebab baru)
b. Tunggu evidence selanjutnya
Contoh:
Data Demand
Data Peramalan
t 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Dt 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 24
4.1.6 Tahapan Peramalan
Dalam melakukan peramalan, terdapat tahapan yang kita lakukan adalah sebagai berikut :
1. Plot data
2. Pilih 3 metode sesuai dengan plot data
3. Lakukan peramalan dengan 3 metode sesuai dengan 3 metode di nomer 2
4. Hitung nilai kesalahan masing-masing metode
5. Pilih metode dengan nilai kesalahan terkecil
6. Verifikasi metode di nomer 5
7. Buat peramalan sesuai metode terbaik
4.2 PERENCANAAN PRODUKSI
Perencanaan produksi adalah pernyataan rencana produksi ke dalam bentuk agregat.
Perencanaan produksi ini merupakan alat komunikasi antara top management dan manufacture.
Beberapa fungsi perencanaan produksi adalah:
1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategis
perusahaan.
2. Sebagai alat ukur performansi proses perencanaan produksi.
3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi.
4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.
5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target produksi dan rencana strategis.
6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan Jadwal Induk Produksi.
45 . 38
45 . 38
45 . 14
11
159
LCL
UCL
MR
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 25
Tujuan perencanaan produksi antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu sebagai referensi
perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi item dalam jadwal induk produksi.
2. Sebagai masukan rencana sumber daya sehingga perencanaan sumber daya dapat
dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.
3. Meredam (stabilitas) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.
Agar top management dapat memfokuskan seluruh tingkat produksi tanpa harus rinci,
maka perencanaan produksi dinyatakan dalam kelompok produk atau famili (agregat). Satuan unit
yang dipakai dalam perencanaan produksi bervariasi tiap pabrik, hal ini bergantung dari jenis
produk seperti: ton, liter, kubik, jam mesin atau jam orang. Jika satuan menit sudah ditetapkan
maka factor konversi harus ditetapkan sebagai alat komunikasi antar departemen. Satuan unit
harus dikonversikan dalam bentuk satuan mata uang. Selain hal tersebut, untuk menterjemahkan
perencanaan produksi ke jadwal induk produksi.
Perencanaan produksi mempunyai waktu perencanaan yang cukup panjang, biasanya 5
tahun. Rencana ini digunakan untuk perencanaan sumber daya seperti ekspansi, pembelian mesin,
dll. Pada dasarnya perencanaan produksi adalah upaya menjabarkan hasil peramalan menjadi
rencana produk yang layak dilakukan dalam bentuk jadwal rencana produksi. Terdapat beberapa
metode yang dapat diterapkan, pada kali ini akan membahas Perencanaan Agregat.
4.2.1 Perencanaan Agregat
Dengan menggunakan perencanaan agregat maka perencanaan produksi dapat dilakukan
dengan menggunakan satuan produk pengganti sehingga keluaran dari perencanaan
produksi tidak dinyatakan dalam tiap jenis produk, dengan tujuan untuk memproduktifkan
utilisasi dari sumber-sumber tenaga kerja dan mesin. Penggunaan satuan agregat ini
dilakukan mengingat keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh antara lain:
1. Kemudahan dalam pengolahan data
Bila perusahaan menghasilkan jenis produk yang sangat banyak, diperlukan usah ayang
cukup berat untuk mengumpulkan dan mengolah data. Dengan diambil satu produk
pengganti (agregat), perusahaan dapat mengurangi jumlah data yang diolah.
2. Ketelitian hasil yang didapatkan
Peramalan yang dibuat untuk produk agregat akan lebih teliti bila dibandingkan dengan
peramalan untuk setiap jenis produk.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 26
3. Kemudahan untuk melihat dan memahami mekanisme sistem produksi yang terjadi
dalam implementasi rencana.
Beberapa istilah yang digunakan dalam dalam perencanaan agregat, yaitu:
1. Periode Perencanaan Produksi, yaitu segmen waktu dimana organisasi memungkinkan
rencana produksi terpenuhi. Lamanya segmen waktu dipengaruhi oleh kemampuan
untuk meramalkan keakuratan pasar dan kecepatan organisasi dalam menyesuaikan
diri terhadap dampak perubahan pasar. Jika permintaan sukar untuk diproduksi dalam
waktu yang singkat, maka periode produksi yang panjang dibutuhkan.
2. Horison perencanaan produksi, yaitu jumlah periode yang akan datang yang
dipertimbangkan untuk suatu rencana.
3. Unit produksi agregat yaitu unit produksi yang direncanakan untuk periode yang akan
datang.
4. Rencana Agregat, yaitu hasil rencana untuk ukuran kekuatan kerja dan level produksi
yang telah diberikan fasilitas perencanaan agregat.
4.2.2 Jadwal Induk Produksi
Jadwal induk produksi (JIP) adalah pernyataan produk akhir yang akan diproduksi dalam
bentuk jumlah dan waktu. JIP merupakan disagregasi dan implementasi perencanaan
produksi. Terdapat empat fungsi penting dari JIP, yaitu:
1. Menjadwalkan produksi dan pembelian material untuk produk (item)
2. Menjadikan masukan data sistem perencanaan kebutuhan material. JIP dijabarkan
menggunakan BOM untuk menentukan jumlah kebutuhan komponen material dan
perakitan sehingga JIP dapat dipenuhi.
3. Sebagai dasar penentuan kebutuhan sumber daya, seperti tenaga kerja, jam mesin, atau
energi melalui perhitungan perencanaan kapasitas kasar.
4. Sebagai dasar untuk menentukan janji pengiriman produk kepada konsumen.
4.2.3 Disagregasi
Perencanaan produksi agregat dilanjutkan dengan proses disagregasi
Proses disagregasi mengembalikan rencana produksi dalam bentuk end item
Hasil dari proses ini adalah sebuah Jadwal Induk Produksi (JPI) atau Master
Production Schedule (MPS)
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 27
JPI atau MPS dipergunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan yang lebih
rinci (kebutuhan material; kebutuhan kapasitas dan kemudian jadwal operasi)
Beberapa teknik untuk melakukan disagregasi tersedia.Teknik tersebut antara lain:
Teknik Presentase
Metode Bitran and Hax
Contoh: a b
PERIODE 13 14 15 16 Kapasitas Kapasitas Kapasitas
Persediaan Rp. Rp. 38 Rp. 76 Rp. 114 Tersedia Terpakai Sisa
35
13 RT 33 Rp10.500 Rp10.538 Rp10.576 Rp10.614 75 33 42
OT Rp13.840 Rp13.878 Rp13.916 Rp13.954 22 0 22
SK Rp12.000 Rp12.000 Rp12.000 Rp12.000 unlimited
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 28
c
Keterangan :
a : inventory awal
b : Holding cost
c : Total unit agregat tiap periode
Langkah Praktikum
1. Buatlah peramalan dengan menggunakan metode yang sudah ditetapkan di dalam praktikum.
2. Hitung tingkat kesalahan hasil peramalan dari setiap metode peramalan dengan metode MSE
3. Lakukan verifikasi terhadap metode yang dipilih berdasarkan nilai MSE terkecil
a. Carilah nilai MR yang merupakan nilai absolute dari (
14 RT 69 Rp10.500 Rp10.538 Rp10.576 72 69 3
OT Rp13.920 Rp13.958 Rp13.996 21 0 21
SK Rp12.000 Rp12.000 Rp12.000 unlimited
15 RT 69 Rp10.500 Rp10.538 75 69 6
OT Rp13.840 Rp13.878 22 0 22
SK Rp12.000 Rp12.000 unlimited
16 RT 71 Rp10.500 78 71 7
OT Rp13.768 23 0 23
SK Rp12.000 unlimited
33 69 69 71
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 29
b. Carilah nilai batas bawah dan batas atas
c. Lalu buatlah grafik Verifikasinya
4. Cek data hasil verifikasi.
5. Peramalan Agregat
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Y
'
-
Y
Grafik Verifikasi Margahayu
Y'-Y
UCL
LCL
A(+)
A(-)
B(+)
B(-)
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 30
6. Hitung jumlah unit agregat untuk period ke depan
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 31
7. Hitung jumlah unit agregat kapasitas, agregat persediaan, dan agregat ongkos simpan
8. Masukkan data hasil agregasi ke dalam JIP,lalu pilih alternative dengan biaya terendah dalam
setiap periodenya sesuai dengan demand yang ada
9. Lalu hitung jumlah biaya produksi berdasarkan data yang diperoleh dari JIP
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 32
Referensi
Biegel, John E. 1992. Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif. Jakarta : Akademika Pressindo.
Ginting, Rosnani Ir. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 33
MODUL III
RCCP DAN MRP
I. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mampu memahami dan membuat perencanaan kebutuhan bahan (MRP).
2. Praktikan mampu memahami dan membuat RCCP.
II. Alat dan bahan
1. Software Microsoft Excel
2. Data dari Laboratorium Sispromasi
III. Prosedur Praktikum
1. Praktikan membuat RCCP dari data JIP yang telah ada.
2. Praktikan membuat perencanaan kebutuhan bahan berdasarkan perencanaan produksi yang telah
ada.
IV. Materi Praktikum
4.1. RCCP (Rough cut Capacity Planning)
RCCP (Rough Cut Capacity Planning) adalah proses validasi JIP untuk menentukan
sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial.
RCCP mengkonversi JIP ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber daya
kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material
dan parts, dan sumber daya keuangan.
4.1.1. Empat Langkah RCCP
1. Memperoleh informasi rencana produksi dari JIP.
2. Memperoleh informasi tentang struktur Produk dan Waktu Tunggu.
3. Menentukan Bill of Resource.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.
RCCP merupakan bagian dalam manajemen kapasitas yang posisinya dapat kita lihat
dalam bagan berikut :
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 34
4.1.2. Teknik-teknik RCCP
Teknik RCCP ini berfungsi untuk mengubah MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan
dengan sumber-sumber daya kritis.
1. Bill of Labor Approach
Bill of Labor (BOL) menggunakan data waktu standar untuk setiap unit produk. Waktu
standar adalah waktu yang diperlukan operator untuk memproduksi satu unit produk. Jika
memproduksi lebih dari satu kategori produk maka kapasitas yang dibutuhkan tiap unit
produk dapat diidentifikasi dengan perkalian antara BOL dengan JIP. Perkalian yang
digunakan adalah perkalian matriks yang akan digunakan untuk membuat Rough Cut
Requirment dengan matriks BOL dan JIP harus di transpose untuk melaksanakan perkalian.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 35
Rumus RCCP :
Capacity Required = C
ij
=
untuk I,j
Keterangan : n = jumlah JIP k = produk
i :work center j : periode
C
11
=a
11
b
11
+a
12
b
210
C
12
=a
11
b
12
+a
12
b
22
C
21
=a
21
b
11
+a
22
b
21
C
22
=a
21
b
12
+a
22
b
22
Contoh :
C
11
= (0.3)(100)+(0.2)(300) = 30 + 60 = 90
C
12
= (0.3)(200)+(0.2)(400) = 60 + 80 = 140
C
21
= (1.0)(100)+(0.7)(300) = 100 + 210 = 310
C
22
= (1.0)(200)+(0.7)(400) = 200 + 280 = 480
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 36
2. Resource Profile Approach
Selain waktu standar, Resource Profile Approach juga membutuhkan data lead time
untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Rough Cut Requirment Planning dibuat dengan
mengalikan resource profile dengan JIP. Rumus perkaliannya seperti dibawah ini
4.1.3. Keputusan yang diambil berdasarkan RCCP
1. Determining Capacity Available
Capacity Available = Time Available X number of machine X Efficiency
2. Comparing Capacity Required to Capacity Available
Membandingkan kapasitas yang dibutuhkan dengan kapasitas yang tersedia.Ketika kapasitas
tidak terpenuhi maka bisa dilakukan overtime, subcontracting, alternate routing, dan adding
personnel untuk meningkatkan kapasitas.
Contoh melaksanakan RCCP:
1. Memperoleh informasi rencana produksi dari MPS.
Master Schedule
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 37
Keterangan:
Produksi berjalan 1 shift, 40 jam seminggu. Maksimum lembur 10 jam per minggu.
Produksi rata rata 15000 unit/bulan (tanpa lembur), atau 19000 unit/bulan (dengan lembur
maksimal).
Kemampuan perusahaan yang rendah dalam peramalan maka perusahaan memiliki inventory
8000 unit.
Th 1991 adalah inventory yang paling maksimal dimiliki perusahaan yaitu 47000 unit.
Persediaan diakhir tahun juga diketahui 15000 unit(cukup untuk mengantisipasi persediaan
awal januari,1992).
Produksi minimum adalah 15000 unit perbulan atau 180000 unit pertahun.
Total demand di peramalan adalah 197000 unit.
17000 unit dapat diproduksi dengan lembur untuk alokasi desember, November, October,
September, dan agustus secara bertahap.
2. Memperoleh informasi tentang struktur Produk dan Waktu Tunggu (Lead Time).
Struktur Produk
3. Menentukan Bill of Labour.
Data Waktu Standar
Waktu Asembly ratarata = Unit produk yang diproduksi X ( jam standar Assembly/unit)
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 38
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.
Laporan RCCP Tentang Kebutuhan Kapasitas Mesin
Laporan Perbandingan Kapasitas Yang Tersedia Dengan Kapasitas Yang Dibutuhkan :
Asumsi kapasitas total untuk Lamp Assembly adalah 1818
Asumsi kapasitas total untuk Oven adalah 182
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 39
Asumsi kapasitas total untuk Base Forming adalah 909
Asumsi kapasitas total untuk Plastic Molding adalah 364
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 40
Asumsi kapasitas total untuk Socket Assembly adalah 727
Asumsi kapasitas total yang tersedia adalah 4000
Sehingga pada bulan September sampai Desember dibutuhkan lembur
4.2. MRP (Material Requirement Planning)
MRP merupakan suatu metode yang digunakan untuk perencanaan, pengendalian, dan
pengelolaan persediaan item barang (komponen) yang tergantung pada item-item tingkat (level)
yang lebih tinggi.(Ginting,2007)
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-
komponen dan subassembling-subassembling atau pembelian material untuk memenuhi
kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Jadwal Induk Produksi (JIP). Jadi, MRP
menggunakan JIP untuk memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).
Kebutuhan ini akan dipengaruhi oleh tingkat persedian di tangan (On Hand Inventory) dan jadwal
penerimaan (Schedule Receipts) berdasarkan tahap waktu (time phase) sehingga lot-lot produksi
dapat dijadwalkan untuk produksi atau diterima pada saat dibutuhkan.(Ginting,2007)
Selain itu, dengan MRP dapat ditentukan kapan harus dilakukan pemesanan (berkaitan
dengan lead time), berapa banyak komponen yang tersedia dan yang harus dipenuhi, dan berapa
unit produk minimum yang harus dimiliki perusahaan.
Seperti halnya MPS, MRP juga merupakan sebuah time phase plan untuk kebutuhan setiap
material (sub assemblies), komponen (item), raw material yang dibutuhkan dalam membuat
produk dalam jumlah dan jadwal seperti tertera dalam MPS.(Ginting,2007).
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 41
Time phased MRP dimulai dari item yang tertera dalam MPS dan dihitung :
1. Jumlah setiap jenis material yang dibutuhkan untuk membuat item tersebut.
2. Jadwal waktu, kapan masing-masing material tersebut dibutuhkan time phased MRP disusun
dengan meng-explode bill of material dengan mengoffset kebutuhan dengan lead
time.(Ginting,2007)
Sistem MRP mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:
1. Kontrol tingkat persediaan.
2. Penugasan komponen berdasarkan urutan prioritas.
3. Penugasan kebutuhan kapasitas (capacity requirement) pada tingkat yang lebih detail
daripada proses perencanaan pada rough cut capacity requirement. (Ginting,2007)
SIKLUS MRP
SISTEM PENGENDALIAN MRP
Master sistem
penjadwalan
barang jadi
Proses pabrikasi
dan sistem
standarisasi lead-
time
Sistem
transaksi
inventory
Penjadwalan
harian dan sistem
penyesuaian
inventory
Laporan permintaan
kotor dan bersih per
periode
Laporan jadwal
pembelian
Laporan jadwal
pabrikasi
Laporan jadwal
pengiriman
Laporan jadwal
penerimaan
Laporan jadwal
pemberitaan
File
permintaan
material
File master
pemesanan
File proses
pabrikasi
File
penawaran
material
File master
inventory-item
Peramalan
permintaan
Transaksi
inventory
Penyesuaian
secara real-time
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 42
4.2.1. Kemampuan Sistem MRP
Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP, yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Maksudnya adalah menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus diselesaikan
atau kapan material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang
sudah direncanakan pada jadwal induk produksi.
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat
sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap
item komponen.
3. Menentukan pelaksanaan perencanaan pemesanan.
Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap
pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada
waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana
penjadwalan dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. (Ginting,2007)
4.2.2. Penentuan MRP
Matriks MRP
Periode
1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR)
Schedule Receipts (SR)
On-Hand Inventory (OH)
Net Requirements (NR)
Planned Order Receipts (PORc)
Planned Order Releases (PORl)
o Periode
Periode atau rentang waktu perencanaan dasar, bisa dalam hari, minggu, bulan atau yang
lainnya.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 43
o Schedule Receipt (SR)
Merupakan jumlah item yang telah dibeli, tetapi belum sepenuhnya diterima oleh pembeli
(purchaser). Hal tersebut terjadi karena beberapa hal, diantaranya item masih diproses
oleh pemasok, atau sedang diantar ke tempat purchaser, atau sedang diperiksa oleh
departmen penerimaan purchaser.
o Gross Requirement (GR)
Untuk produk akhir, nilai ini diambil dari hasil disagregasi sedangkan pada level item
yang lebih rendah, Gross Requirement untuk masing-masing periode sama dengan items
(parents) Planned Order Release level diatasnya dikalikan dengan jumlah/kuantitas
untuk masing-masing parent (usage).
o Inventory On Hand (OH)
Adalah jumlah item yang menjadi inventori pada awal periode dan kuantitas inventori
yang diharapkan pada akhir periode waktu adalah 0.
(OH)t = (PORc)t + (OH)t-1 - (GR)t
dimana : (OH)t = Inventory On Hand pada periode t
(GR)t = Gross Requirement pada periode t
o Net Requirement (NR)
Adalah kuantitas yang secara aktual dibutuhkan untuk diterima atau diproduksi dalam
sebuah periode partikular.
(NR)t = (GR)t- (OH)t-1
Nilai NR negatif mengindikasikan bahwa tidak ada produksi yang dibutuhkan dalam
suatu periode.
o Planned Order Receipt (PORc)
Adalah jumlah item yang harus diterima atau diproduksi pada akhir periode waktu
particular. Penentuan nilai PORc tergantung dari metoda lot sizing yang digunakan.
(POR)t = (NR)t untuk (NR)t > 0
= 0 untuk (NR)t =<0
o Planned Order Release (PORl)
Adalah jumlah item yang harus diterima atau diproduksi pada akhir periode waktu
particular dengan memperhatikan lead time untuk masing-masing komponen.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 44
Terdapat beberapa teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran lot (lot sizing):
1. Fixed Order Quantity (FOQ) : Menggunakan konsep jumlah pemesanan yang tetap.
Konsep ini digunakan karena adanya beberapa keterbatasan akan fasilitas atau perlengkapan,
misalnya ukuran gudang, kapasitas transportasi pengirim barang, kemampuan supplier dan
pabrik. Jadi, dalam menentukan ukuran lot didasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya,
atau bisa juga berdasarkan jumlah diskon yang didapat ketika melakukan pemesanan.
Contoh metode FOQ
OH = 80 , SR periode ke-2 = 55, safety stock = 5
Item : A Level : 0
Lot Size : 100 Lead Time : 1
Periode
1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 95 135 140 85 110 155
Schedule Receipts (SR) 55
On-Hand Inventory (OH) 80 20 40 100 20 10 55
Net Requirements (NR) 65 105 95 150
Planned Order Receipts (PORc) 100 200 100 200
Planned Order Releases (PORl) 100 200 100 200
2. Lot for Lot (LFL) : Pendekatan menggunakan konsep dengan pertimbangan minimasi dari
ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan yang akan
menghasilkan jumlah On-Hand Inventory bernilai nol. Metode ini biasanya digunakan pada
barang yang sifatnya tidak tahan lama disimpan seperti makanan.
Contoh metode LFL
OH = 80 , SR periode ke-2 = 55, safety stock = 5
Item : A Level : 0
Lot Size : LFL Lead Time :
1
Periode
1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 95 135 140 85 110 155
Schedule Receipts (SR) 55
On-Hand Inventory (OH) 80 20 5 5 5 5 5
Net Requirements (NR) 65 140 85 110 155
Planned Order Receipts (PORc) 65 140 85 110 155
Planned Order Releases (PORl) 65 140 85 110 155
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 45
3. Economic Order Quantity (EOQ) : Pendekatan yang bertujuan meminimumkan ongkos
persedian, yang biasanya digunakan untuk kebutuhan material yang bersifat kontinu dengan
pola permintaan yang stabil. Lot pemesanan dibuat sama dengan EOQ.
EOQ=2dS/h
Dimana :
d = rata-rata demand
s = ongkos set-up
h = ongkos penyimpanan (holding cost)
Contoh metode LFL
OH = 80 , SR periode ke-2 = 55 , d = 120 , s = 1000 , h = 1.5, safety stock = 5
EOQ = 400
Item : A Level : 0
Lot Size : 400 Lead Time : 1
Periode
1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 95 135 140 85 110 155
Schedule Receipts (SR) 55
On-Hand Inventory (OH) 80 20 340 205 125 20 265
Net Requirements (NR) 65 140
Planned Order Receipts (PORc) 400 400
Planned Order Releases (PORl) 400 400
4. Least Unit Cost (LUC) : Pendekatan yang bertujuan meminimasi ongkos persedian per unit,
yang mana keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit +
ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap ukuran lot yang dipilih. Untuk ukuran pemesanan
dan interval pemesanannya dapat bervariasi.
5. Period Order Quantity (POQ) : Pada teknik ini jumlah pemesanan dibuat berdasarkan
jumlah lot yang dapat memenuhi POQ dari kebutuhan bersih. Pada penentuan interval periode
, bila ada periode yang kebutuhan bersihnya nol maka penentuan interval periode dilewati
Berikut ini adalah prosedur cara perhitungan POQ:
1. Hitung EOQ.
2. Gunakan EOQ untuk menghitung N, banyaknya pesanan setiap tahun dengan cara
membagi kebutuhan tahunan (R) oleh EOQ
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 46
3. Hitung POQ dengan membagi jumlah perencanaan kebutuhan setiap tahun dengan N.
4. Pemesanan dimulai sesuai dengan POQ yang telah didapatkan melalui perhitungan.
6. Least Total Cost (LTC) : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan di
minimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya.
Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan perunit-nya
hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya.
((ongkos total) = (ongkos simpan + ongkos pengadaan).
4.2.3. Faktor-Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP yaitu :
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan terjadinya proses
MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang-ulang, yang dilakukan satu persatu
dari atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut.
Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot
Size pada tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level
lot sizing technique)
2. Lot Sizing.
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing yang
diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang penting dalam
suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing
yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi
keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-teknik
penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian :
besar, yaitu :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu
pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa teknik lot
sizing masih dalam tahap perkembangan, khususnya untuk kasus multi level.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 47
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan dalam
proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan pada saat diperlukan. Dalam proses
tersebut perlu diperhitungkan masalah networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan
kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang
penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi
perlu mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik lainya adalah mampu merancang
suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan, baik yang datangnya dari luar maupun
dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah.
Adanya perubahaan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan
akan jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo
pemesanan yang ada.
5. Komponen Umum
Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang dibutuhkan
oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat menimbulkan suatu kesulitan
dalam proses perencanaan kebutuhan bahan khususnya dalam proses netting dan lot sizing.
Kesulitan-kesulitan tersebut akan semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada
level yang berbeda.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 48
Langkah-langkah Praktikum
Menghitung RCCP
1. Lakukan perhitungan RCCP dengan metode perkalian Bill Of Labor Approach
Sehingga didapat hasil seperti :
2. Hitung actual capacity
Actual capacity = jumlah mesin x efisiensi per WC x jumlah jam kerja
3. Bandingkan jumlah hasil perkalian dengan Bill Of Labor Approach dengan Actual Capacity dari
perusahaan tersebut. Apakah perusahaan sudah membuat Jadwal Induk Produksi yang tepat?
Work Center
Bill Of
Product
WC1 (Frais) 90
WC2 (Bubut) 60
WC3 (Drill) 30
WC4
(Assembly)
60
Product Master Schedule Weeks
Product 'A' 250 300 400 200
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 49
MRP
1. Tentukan jumlah inventory pada awal periode sesuai dengan persentase yang diharapkan dan
masukan pada kolom On Hand inventory sebelum awal periode.
2. Tentukan jumlah ukuran lot yang ingin dipesan dengan menggunakan ketiga metode, yaitu
metode Lot For Lot, EOQ dan Minimum Least Cost .
3. Masukan jumlah kebutuhan ke dalam Gross Requirement setiap periode dengan memperhatikan
quantitas / parent dari level produk tersebut dan masukan jumlah Schedule Receipts jika ada.
4. Hitung jumlah kebutuhan setiap periode untuk Net Requirement dengan memperhatikan nilai
gross requirement dan safety stock yang ada. Setelah itu, tentukan jumlah pesanan pada Planned
Order Receipts dengan pertimbangan pilihlah ukuran pemesanan dengan ketiga teknik yang
menghasilkan biaya terkecil. Untuk nilai On Hand Inventory ditentukan dengan menjumlahkan
nilai Planned Order Receipts. Terakhir, tentukan Planned Order Releases dengan melihat lead
time pada data BOM.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 50
Referensi
Biegel, John E. 1992. Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif. Jakarta : Akademika
Pressindo.
Ginting, Rosnani Ir. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 51
MODUL IV
KESEIMBANGAN LINTASAN (LINE BALANCING)
I Tujuan Praktikum
1. Praktikan dapat merencanakan lintasan produksi yang sesuai dengan target produksi
perusahaan
2. Praktikan dapat menentukan cara perhitungan waktu siklus dan tingkat efisien efektif dalam
pengerjaan suatu produk
II Alat dan bahan
1. Lamp dimmer control
2. Obeng
3. penggaris
4. Bahan baku casing
5. Bor
6. Solder
7. Gergaji
8. Lembar kerja
III Prosedur Praktikum
1. Praktikan membuat lintasan produksi yang sesuai dengan target produksi berdasar data yang
diberikan pada saat praktikum berlangsung
2. Praktikan mennghitung waktu pada tiap proses.
3. Praktikan memproduksi produk sesuai dengan prosedur yang ditentukan
4. Praktikan membuat BOM, serta peta proses sesuai dengan ketentuan
5. Praktikan membuat tingkat efisien dan efektif seoptimal mungkin
IV Materi Praktikum
4.1 Pengertian
Keseimbangan lintasan adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang
dipergunakan untuk pembuatan produk. Keseimbangan lintasan biasanya terdiri dari sejumlah
area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada
kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Tujuannya adalah untuk
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 52
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika
tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidak efisienan kerja di
beberapa stasiun kerja, yaitu beban kerja tiap stasiun tidak seimbang.
Gambar IV.1 Masalah yang timbul sebelum menggunakan LB
Gambar IV.2 Setelah menerapkan LB
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 53
Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing stasiun kerja
biasanya disebut service time atau stasion time. Sedangkan waktu yang tersedia pada masing-
masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya memiliki nilai sama dengan
waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan
operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga seluruh workcenter
atau stasiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (idle time) terjadi jika dari
stasiun pekerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu
siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja,
line balancing bertujuan juga untuk meminimasikan waktu menganggur ketika operasi
pengerjaan pada workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga
keseimbangan yan sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan
waktu menganggur.
Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu,
precedence constraint dan zoning constraint.
A. Precedence Constraint
Precedence Constraint merupakan batasan terhadap ururtan pengerjaan elemen kerja kendala
precedence dapat digambarkan secara grafis dalam bentuk diagram precedence. Dimana pada
proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:
1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap
komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan
prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas.
2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk diassembly maka urutan untuk mengassembly
komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk pengerjaan komponen-
komponen.
Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua symbol dasar:
a. Elemen symbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung di dalamnya.
Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk menyatakan identifikasi.
atau
Gambar IV.3 Elemen symbol
2 b
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 54
b. Hubungan antar symbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari
elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol lainnya. Precedence dinyatakan dengan
perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah.
Gambar IV.4 Hubungan antar symbol
Gambar tersebut menyatakan bahwa elemen 1 harus mendahului (precedence) elemen 2 dan
elemen 2 harus mendahului elemen 3.
Contoh : suatu perusahaan menghasilkan barang melalui suatu departemen perakitan, hasil
produksi tiap jamnya 6 unit per jam dengan data-data sebagai berikut (kumpulan soal-soal
Trisakti 2006) :
Kode kegiatan Kegiatan yang
mendahului
Task time
1 - 5
2 1 3
3 2 4
4 1 3
5 4 6
6 3,5 5
7 6 2
8 7 6
9 6 1
10 6 4
11 10 4
12 8,9,11 7
Dari data yang dimiliki, dapat digambarkan precedence diagramnya, sebagai berikut:
1 2 3
2
3
1
5
4
3
3
4
6
5
5
6
7
2
9
1
10
4
8
6
11
4
12
7
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 55
B. Zoning Constraint
Pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint
yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun
tertentu. Zoning Constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun
yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab menyebabkan
percikan/konseling api maka tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan.
Sebaliknya zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokkan elemen-elemen kerja
pada 1 stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan
peralatan itu mahal (Ginting,2007).
4.2 Masalah yang dihadapi dalam Line Balancing
a. Bagaimana mengalokasikan tugas pada setiap stasiun kerja agar diperoleh beban yang
seimbang antar stasiun kerja?
b. Bagaimana menjaga agar lintas produksi dapat bekerja secara kontinyu pada suatu kecepatan
produksi tertentu?
1. Metode Helgeson dan Birnie (RPW)
Metoda Helgeson dan Birnie (RPW) ini disebut juga Teknik Bobot Posisi. Adapun cara
penggambaran precedence diagram adalah sebagai berikut:
1. Hitung bobot posisi setiap elemen kerja. Bobot posisi suatu elemen adalah jumlah waktu
elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai elemen tersebut sampai elemen terakhir
Bobot (RPW) = waktu proses tersebut + waktu proses operasi-operasi berikutnya.
2. Urut elemen-elemen menurut bobot posisi dari besar ke kecil
3. Hitung waktu siklus
4. Tempatkan elemen kerja dengan bobot terbesar pada stasiun kerja sepanjang tidak
melanggar hubungan precedence dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus
5. Ulangi Langkah 3 sampai seluruh elemen ditempatkan
6. Setelah membentuk suatu stasiun kerja yang terdiri dari elemen-elemen kerjanya, maka
tentukan nilai efisien, balance delay, dan smoothness index nya (Ginting,2007). Dimana
perhitungan dapat dilakukan dengan memasukkan rumus sebagai berikut:
Efisiensi lini :
Balace Delay :
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 56
Smoothness Index : =
Keterangan:
N = jumlah total waktu tiap elemen
S = Jumlah stasiun kerja
TS max = waktu stasiun kerja maksimum
Contoh pemecahan masalah dengan menggunakan metode Helgesson Birnie:
Diketahui sebuah alat elektronik harus diproduksi pada lini perakitan tunggal. Total work
content perakitan produk dijabarkan dalam elemen pekerjaan pada table. Lini ini
diseimbangkan untuk memenuhi permintaan 100000 unit/tahun. Lini akan beroperasi 50
minggu, dimana diketahui 5 shift/minggu, dan 7.5 jam/shift. Dimana efficiency untuk lini
adalah 96%. Dengan precedence diagramnya sebagai berikut (kumpulan soal-soal
Trisakti,2006):
Dari kasus diatas,maka pemecahannya adalah sebagai berikut:
STASIUN KERJA RPW RASIO MIMIMUM
(MENIT)
ELEMEN YANG
MENDAHULUI
1 3 0.2 -
3 2.7 0.7 1
2 2.67 0.4 -
4 1.67 0.1 1,2
5 1.6 0.6 2
8 1.57 0.3 3,4
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 57
7 1.21 0.32 3
6 1 0.11 3
10 1 0.38 5,8
9 0.89 0.27 6,7,8
11 0.62 0.5 9,10
12 0.12 0.12 11
=53.33
= 1.06 menit
*Nb: jika diketahui efisiensi reposisioning, maka waktu siklus = TC TR (efisiensi
reposisioning)
Setelah melakukan perhitungan waktu siklus dan perengkingan tiap elemen kerja, langkah selanjutnya
adalah menyatukan setiap elemen kerja pada suatu stasiun kerja dimana total waktu siklus pada stasiun
kerja tidak boleh lebih dari 1.06 menit. Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Stasiun Kerja Elemen Rasio
Minimum
(menit)
Total Waktu
stasiun Kerja
(menit)
Efesiensi
Stasiun Kerja
Waktu
Menganggur
1 1
3
0.2
0.7
0.9 97.83 0.02
2 2
4
8
6
0.4
0.1
0.3
0.11
0.91 98.91 0.01
3 5
7
0.6
0.32
0.92 100 0
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 58
Efisiensi lini :
Balance Delay :
Smoothness Index:
= 0.404
Efisiensi stasiun kerja 1 =
Waktu menganggur stasiun kerja 1 = 0.92-0.9 =0.02 menit
2. Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)
Pendekatan ini melibatkan elemen-elemen yang dikelompokkan dalam sejumlah kolom. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi. Bagi elemen-elemen kerja dalam
diagram tersebut ke dalam kolom-kolom dari kiri kekanan. Kolom I adalah elemen-elemen kerja
yang tidak memiliki elemen kerja pendahulu (predecessor). Kolom II adalah elemen-elemen kerja
dengan elemen kerja pendahulu di Kolom I. Kolom III adalah elemen-elemen kerja dengan
elemen kerja pendahulu di Kolom II, dan seterusnya.
4 10
9
0.38
0.27
0.65 70.65 0.27
5 11
12
0.5
0.12
0.62 67.39 0.3
Elemen 1,3
Elemen
2,4,8,6
Elemen
5,7
Elemen
10,9
Elemen
11,12
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 59
2. Tentukan waktu siklus (CT) dari bilangan prima waktu total elemen kerja, dan tentukan jumlah
stasiun kerja
3. Tempatkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja sedemikian sehingga total waktu elemen kerja
tidak melebihi waktu siklus. Hapus elemen kerja yang sudah ditempatkan dari daftar elemen
kerja.
4. Bila penempatan suatu elemen kerja mengakibatkan total waktu elemen kerja melebihi waktu
siklus maka elemen kerja tersebut ditempatkan di stasiun kerja berikutnya
5. Ulangi Langkah 3 dan 4 sampai seluruh elemen kerja ditempatkan (Ginting,2007)
Contoh pemecahan masalah dengan menggunakan Regional Aproach (kumpulan soal-soal
Trisakti,2006).
1
4 5
2 3
6 9
7 8
12
11 10
5 1
2
6 3
4
5
3
4 4
6
7
I II III IV V VI VII
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 60
Elemen kerja yang disusun berdasarkan kolom (menurut region approach)
Elemen
Kerja Kolom
Rasio
Minimum
Total waltu
per
(Menit)
Kolom
(Menit)
2 I 0.4
0.6 1 I 0.2
3 II 0.7
0.8 4 II 0.1
5 III 0.6
1.33
7 III 0.32
8 III 0.3
6 III 0.11
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 61
Dengan waktu siklusnya adalah 1 menit.
10 IV 0.38
0.65 9 IV 0.27
11 V 0.5 0.5
12 VI 0.12 0.12
Stasiun Kerja Elemen Rasio Total Waktu Efisiensi Waktu
minimum stasiun kerja stasiun kerja menganggur
(menit) (menit)
1
2 0.4
0.7 70 0.3
1 0.2
4 0.1
2
3 0.7
1 100 0 8 0.3
3
5 0.6
0.92 92 0.08 7 0.32
4
6 0.11
0.76 76 0.24
10 0.38
9 0.27
5
11 0.5
0.62 62 0.38 12 0.12
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 62
Efisiensi lini :
Balance Delay :
Smoothness Index:
= 0.546
Waktu menganggur stasiun kerja 1 = 0.92-0.9 =0.02 menit
Elemen
1,2,4
Elemen
3,8
Elemen
6,9,10
Elemen
5,7
Elemen
11,12
Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi Page 63
Referensi
Ginting, Rosnani Ir. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.