Anda di halaman 1dari 10

JUDUL: STUDI ANALISIS STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI

KABUPATEN KETAPANG

I. PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Tugas kewenangan pemerinmtahan daerah ini sangat luas, karena

dalam pasal 18 ayat (5) dikatakan bahwa Pemerintahan daerah menjalankan

otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-

undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Dengan demikian

jelas, bahwa pada prinsipnya bahwa jalannya urusan pemerintahan sangat

ditentukan oleh kinerja pemeritahan daerah.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional,

pasal 10 dan 11 tentang menyatakan bahwa: (a) Pemerintah dan pemerintah

daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan (b) mengawasi

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Di pihak lain dikatakan bahwa (a) Pemerintah dan pemerintah

daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta (b) menjamin

terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa

diskriminasi, serta (c) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara

yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Di era otonomi pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, pasal 13 menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi, yang

meliputi 16 urusan, yang salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan

Hal 1
dan alokasi sumber daya manusia potensial. Dengan demikian sangat jelas

bahwa pemerintahan daerah memiliki hak tetapi juga sekaligus

menyelenggarakan urusan pendidikan.

Sebagai penjabaran dari ketentuan di atas, PP Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi, dan Pemerinatahan Daerah Kabupaten/Kota, pada pasal 1

ayat (5) menyatakan bahwa urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi

pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau

susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut

yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani,

memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

Lebih lanjut, dalam pasal 2 PP yang sama dikatakan bahwa urusan

pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar

tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,

yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Sementara itu, urusan

pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan

pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan

pemerintahan di luar urusan yang telah disebutkan tadi, terdiri atas 31 (tiga

puluh satu) bidang urusan pemerintahan, yang meliputi: (a) pendidikan; (b)

kesehatan; (c) pekerjaan umum; (d) perumahan; (e) penataan ruang; (f)

perencanaan pembangunan; (g) perhubungan; (h) lingkungan hidup; (i)

pertanahan; (j) kependudukan dan catatan sipil; (k) pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak; (l) keluarga berencana dan keluarga sejahtera; (m)

sosial; (n) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; (o) koperasi dan usaha kecil

dan menengah; (p) penanaman modal; (q) kebudayaan dan pariwisata; (r)

Hal 2
kepemudaan dan olah raga; (s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; (t)

otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; (u) pemberdayaan

masyarakat dan desa; (v) statistik; (w) kearsipan; (x) perpustakaan; (y)

komunikasi dan informatika; (z) pertanian dan ketahanan pangan; (aa)

kehutanan; (bb) energi dan sumber daya mineral; (cc) kelautan dan perikanan;

(dd) perdagangan; dan (ee) perindustrian.

Di antara sejumlah urusan seperti tersebut di atas, terdapat urusan wajib

dan pilihan bagi pemerintahan daerah. Dalam pasal 7 PP yang sama disebutkan

bahwa urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan

daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, adalah berkaitan

dengan pelayanan dasar, seperti: (a) pendidikan; (b) kesehatan; (c) lingkungan

hidup; (d) pekerjaan umum; (e) penataan ruang; (f) perencanaan

pembangunan; (g) perumahan; (h) kepemudaan dan olahraga; (i) penanaman

modal; (j) koperasi dan usaha kecil dan menengah; (k) kependudukan dan

catatan sipil; (l) ketenagakerjaan; (m) ketahanan pangan; (n) pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak; (o) keluarga berencana dan keluarga

sejahtera; (p) perhubungan; (q) komunikasi dan informatika; (r) pertanahan; (s)

kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; (t) otonomi daerah, pemerintahan

umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan

persandian; (u) pemberdayaan masyarakat dan desa; (v) sosial; (w)

kebudayaan; (x) statistik; (y) kearsipan; dan (z) perpustakaan.

Pembagian urusan pendidikan menurut PP 38/2007 tentang pembagian

urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota, meliputi aspek kebijakan, pembiayaan,

kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, serta

pengendalian mutu pendidikan. Meskipun semua aspek urusan pendidikan

Hal 3
akan memerlukan pembiayaan, tetapi khusus untuk apsek pembiayaan

dikatakan bahwa pemerintahan daerah kabupaten/kota wajib:

a. Menyediakan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal

sesuai kewenangannya.

b. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.

Persoalannya, ketika harus menyediakan bantuan biaya

penyelenggaraan pendidikan maupun pembiayaan penjaminan mutu satuan

pendidikan maupun melakukan tugas pengawasan, seringkali belum diperoleh

suatu kesamaan persepsi antara berbagai pihak tentang besaran biaya minimal

atau standar, seperti besaran biaya investasi dan biaya operasional. Seperti

dikatakan oleh Soegiantoro (2009), harus diakui bahwa permasalahan

pembiayaan pendidikan di negeri ini merupakan permasalahan klasik yang tak

berujung. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 254.000 per siswa SD per

tahun dan Rp 354.000 per siswa SMP per tahun yang diberikan ke sekolah

sesuai jumlah siswa setiap 3 bulan sebenarnya belum mencukupi. Banyak

sekolah yang hanya mengandalkan dana BOS sehingga sering kali memungut

biaya dari orangtua siswa. Akibatnya, hampir setiap saat ditemui protes terkait

urusan biaya sekolah. Anak putus sekolah meskipun berusaha diminimalisir, di

berbagai daerah sebenarnya ada yang tidak terpantau. Dengan demikian sangat

jelas bahwa diperlukan adanya suatu studi yang lebih sistimatis untuk

menjawab persoalan tersebut.

Koordinator Lembaga Advokasi Pendidikan Dan Satriana mengatakan,

tanpa standardisasi, sulit mengharapkan sekolah memperbaiki layanan

pendidikan. ”Layanan minimal kan saat ini cenderung dipasrahkan ke sekolah.

Akibatnya, terjadi disparitas luar biasa antar sekolah favorit dengan yang biasa.

Padahal, ini tidak seharusnya terjadi. Yang namanya sekolah negeri itu kan

Hal 4
tidak lepas dari tanggung jawab pelayanan,” ucapnya.

(http://202.146.5.33/ver1/Dikbud). Kondisi tahun 2002-2003, menurut Abbas

Ghazali (29-10-2004) dikatakan bahwa Rata-rata biaya satuan pendidikan (biaya

pendidikan per siswa per tahun) di sekolah/madrasah negeri adalah sebagai

berikut: SD Rp 1,864 juta, MI Rp 1,960 juta, SMP Rp 2,771 juta, MTs Rp 2,246

juta, SMA Rp 3,612 juta, MA Rp 2,673 juta, dan SMK Rp 4,737 juta.

Permasalahan ini semakin terasa penting, karena ketika pemerintah

sudah sejak tahun 2009 merealisasikan amanah UUD 1945, dengan

mencantumkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, dan sudah diikuti oleh

sejumlah pemerintahan daerah untuk menaikkan anggaran pendidikan secara

optimal, maka pengalokasian anggaran harus dilakukan setepat mungkin, agar

mampu mencapai sasaran secara efektif, terutama dalam mewujudkan

pemerataan dan perluasan akses pendidikan maupun peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan.

II. TUJUAN, SASARAN, DAN KELUARAN

1. Tujuan

Sejalan dengan permasalahan di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah

untuk: (a) mengidentifikasikan komponen biaya investasi dan pengembangan,

biaya operasional, serta biaya personal (b) menghitung besaran biaya per

kompnen dan total pembiayaan per sekolah; dan (c) menghitung besaran biaya

per siswa di setiap sekolah;

2. Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah perhitungan standar pembiayaan

pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah. Pada masing-masing jenjang akan dihitung standar

Hal 5
pembiayaan untuk investasi dan pengembangan, biaya operasional, serta biaa

personal.

3. Keluaran

Hasil yang diharapkan dengan kegiatan ini adalah berupa: (a) satuan

standar pembiayaan pendidikan per siswa untuk jenjang pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. dan (b) usulan atau

rekomendasi tertulis tentang implementasi pembiayaan pendidikan yang

relevan dengan kebutuhan pemerintah kabupaten/kota.

III. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kajian yang akan dilakukan adalah meliputi: (a)

pembiayaan pendidikan untuk komponen investadi dan pengembangan, biaya

operasional, serta biaya personal, termasuk pembiayaan jaminan mutu satuan

pendidikan; (b) satuan standar pembiayaan per sekolah dan per siswa; (c)

jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah; dan (d) seluruh kecamatan dalam kabupaten/kota yang

bersangkutan.

Hal 6
BIAYA INVESTASI, BIAYA
OPERASIONAL, DAN BIAYA
PERSONAL

BIAYA PER SEKOLAH


(PAUD, SD, SMP, SMA, SMK)

BIAYA PER SISWA


PAUD, SD, SMP, SMA, SMK

Bagan 1
Alur Perhitungan Standar Pembiayaan Pendidikan

IV. METODE KERJA

Untuk melakukan kajian akan ditempuh kegiatan pengumpulan data

sekunder dan primer dari instansi Dinas Pendidikan dan Badan Pusat Statistik

(BPS) serta sejumlah sekolah (satuan pendidikan), secara purposive, yang

mewakili karakteristik:

1. Kecamatan perkotaan (urban), kecamatan pinggiran kota (sub-urban), dan

kecamatan pedesaan (rural)

2. Taman-Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama

(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), serta Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK)

Pada pihak Dinas Pendidikan dan Sekolah, akan diwawancarai tentang:

(a) komponen-komponen pembiayaan pendidikan yang wajib ada dan

dianjurkan tersedia di setiap sekolah beserta kisaran biaya terendah; (b) Di BPS

akan diwawancara tentang kebutuhan fisik minimum (KFM) dan Kebutuhan

Hal 7
Hidup Minimum (KHM), serta rata-rata tingkat inflasi dan kemahalan antar-

kecamatan; sedangkan (c) di sekolah secara khususnya akan diusahakan

memperoleh kopian RAPBS dua tahun terakhir;.

Data sekunder, seperti rincian biaya dalam RAPBS dan estimasi biaya,

KFM, KHM, tingkat kemahalan, dan inflasi akan dianalisis dengan pendekatan

statistik. Sementara itu, data kualitatif akan dianalisis dengan pendekatan

siklus Miles and Huberman (1982) sebagai berikut:

Selecting
Selecting Reading
Reading Presenting
Presenting
data
data data
data data
data

Improving
Improving data,
data, drawing
drawing
conclusion
conclusion

Collecting
Collecting
data
data

Bagan 2
Siklus Analisis Data Kualitatif
(Miles and Huberman, 1982)

V. ORGANISASI DAN ADMINISTRASI

Pelaksana kegiatan ini diakukan secara institusional oleh Lembaga

Penelitian Universitas Tanjungpura di bawah koordinasi Pembantu Rektor IV

(Bidang Kerjasama). Tenaga penelitinya direkrut dari dosen-dosen Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan fakultas lainnya yang berkompeten

di bidang ekonomi pendidikan atau setidaknya menguasai bidang pendidikan

dan atau analisis keuangan.

Hal 8
VI. RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Rencana anggaran biaya penelitian, secara rinci sebagaimana tertera

pada lampiran proposal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Standar Biaya Pendidikan


(Biaya Operasional Sekolah Dasar). Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Naskah Akademik Standar


Biaya Pendidikan. Jakarta.

Ghozali, A. (2004). Biaya Pendidikan Lebih Banyak Ditanggung Orang tua Siswa
Harian Kompas, 29/10/04

Priyono, E. (2003). Pembiayaan Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Masalah dan


Prospek, Makalah (Draft). Jakarta: Pusat Kajian Kebijakan Publik
AKADEMIKA

Sigit (2007). Pengelolaan Pembiayaan Operasioal Sekolah (dalam rangka Pengamilan


Keputusan). Makalah disajikan pada Pelatihan Calon Fasilitator dalam
rangka Program Kemitraan SD dan SMP Tahun di Jakarta 9 - 11 Juli
2007, Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK Depdiknas.

Soegiantoro, H. (2009). Mencari Bentuk Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: FIP


UNY.

Syamsudin. (t.t.) Perencanaan Biaya Pendidikan. Surakarta: MMP-Program Pasca


Sarjana UMS.

Hal 9
------- (2008). Peraturan Pemeritah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

------- (2008). Peraturan Pemeritah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan


Pendidikan;

------- (2005). Peraturan Pemeritah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan


Keuangan Badan Layanan Umum.

-------- (2005). Peraturan Pemeritah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan

-------- (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 Tahun 2007


tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah.

-------- (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007


tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

-------- (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 Tahun 2007


tentang Standar Pengelolaan Pendidikan untuk SD/MI. SMP/MTs, dan
SMA/MA.

-------- Biaya Pendidikan dan Peran Negara. http://news.okezone.com/

-------- http://202.146.5.33/ver1/Dikbud/0707/30/202349.htm

Hal 10

Anda mungkin juga menyukai