Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi mengalami perkembangan secara terus menerus, termasuk juga teknologi di


bidang pergedungan. Inovasi-inovasi terus bermunculan untuk menciptakan barang yang
efisien dan ke arah hemat energi. Lift yang merupakan bagian penting dari gedung yang
memiliki banyak lantai pun turut mengalami perkembangan. Namun perkembangan itu harus
didukung oleh manusia sebagai perancang, untuk merancang suatu sistem gedung yang
efisien dan hemat energi. Salah satu caranya yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap
desain gedung yang telah ada secara berkala. Hal ini perlu dilakukan agar dapat
meminimalisir kerugian-kerugian yang terjadi pada sistem yang sudah tidak efisien, sehingga
penghematan energi bisa dilakukan.

1.2. Tujuan Laporan

Laporan ini bertujuan untuk:

 Menyelesaikan tugas besar mata kuliah Sistem Utilitas Bangunan


 Untuk mendapatkan desain dari sistem lifting, HVAC, Fire Fighting, Plumbing
berdasarkan kondisi dan ukuran gedung
 Untuk mengetahui apakah desain lifting, HVAC, Fire Fighting, Plumbing yang
ada sekarang sesuai standar atau tidak.

1.3. Metodologi Penulisan

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :


1. Pengamatan masalah
Mengamati permasalahan berupa kondisi dan ukuran gedung.
2. Pengumpulan data
Mengumpulkan data yang berhubungan dengan gedung berupa gambar desain
melalui program Inventor.
1 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
3. Pengolahan data
Mengolah data yang telah diperoleh dengan menggunakan persamaan yang ada
pada literatur.
4. Evaluasi dan analisa
Mengevaluasi dan menganalisa data yang diolah untuk mencari penyelesaian
masalah.
5. Kesimpulan dan saran
Membuat kesimpulan dan saran dari permasalahan yang ada.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan dibagi atas:

 BAB I Pendahuluan

Merupakan penjelasan singkat tentang latar belakang, tujuan, metode penulisan,


dan sistematika penulisan.

 BAB II Perancangan Sistem Pada Gedung

Menjelaskan sistem lifting, HVAC, Fire fighting dan Plumbing secara umum,
rumus perhitungan yang digunakan, serta analisa perhitungan.

 BAB III Penutup

Menjelaskan kesimpulan yang didapat dari hasil analisa perhitungan terhadap


desain gedung.

 DAFTAR PUSTAKA

2 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Bab II

PERANCANGAN SISTEM PADA GEDUNG

2.1 Sistem Lifting

2.1.1 Cara Kerja Lift

Secara umum suatu sistem lift terdiri atas gerbong lift, motor listrik, counterweight,
kontrol sistem, dan sistem guide rails. Terdapat tiga jenis mesin, yaitu hidraulik, traxon atau
katrol tetap, dan hoist atau katrol ganda. Jenis hoist dapat dibagi lagi menjadi dua bagian,
yaitu hoist dorong dan hoist tarik. Motor listrik dan kontrol sistem biasanya berada di sebuah
ruang mesin di lantai teratas gedung.

Gambar 2.1. Sistem Kerja Lift

Adapun cara kerja dari lift ini adalah dengan gerakan naik turun (hoist) dimana gerbong
yang berisi barang atau orang dan counterweight digantungkan pada tali yag ditarik naik atau
turun dengan menggunakan pully, dimana pully ini berputar sesuai dengan kebutuhan. Pully
digerakkan oleh motor listrik dan gerakan pully dihentikan oleh rem, sehingga barang atau
orang tidak akan naik atau turun setelah posisi angkat yang diingin tercapai. Biasanya motor
listrik hanya mengatur gaya gesek. Gerbong dan counterweight berada di sistem guide rails,
di mana counterweight bisa diletakkan di samping atau di belakang dari gerbong tergantung
desainnya. Guide rails berperan juga sebagai sistem pengaman dalam sistem lift.

3 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


2.2.2 Alur Perhitungan Desain Lift

Alur perhitungan dalam mendesain sistem lift dalam laporan ini yaitu:

 Memperkirakan populasi yang berada dalam gedung


 Menghitung beban puncak
 Menghitung probabilitas jumlah berhenti
 Menghitung waktu perjalanan naik
 Menghitung waktu perjalanan turun
 Menghitung waktu transfer penumpang
 Menghitung waktu buka dan tutup pintu lift
 Menghitung round trip time (RTT)
 Menghitung interval per grup
 Menghitung kapasitas grup lift
 Menghitung beban motor

Gambar 2.2. Flowchart Perhitungan Desain Llift

4 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


2.1.3 Analisa Perhitungan Desain Lift

a) Perhitungan

Pada kasus ini, gedung yang akan didesain liftnya yaitu sebuah gedung dengan 9 lantai,
dengan luas area total gedung mencapai 8.123,4 m2. Tinggi per lantai sekitar 4 m, sehingga
tinggi keseluruhan lantai yaitu 36 m. Dari data tersebut, terlebih dahulu menghitung jumlah
kapasitas dari gedung tersebut berdasarkan persamaan dari literatur. Menurut standar yang
ada, setiap orang dalam sebuah gedung membutuhkan luas lantai antara 9,5 m2 hingga 11,25
m2. Jika asumsi yang digunakan adalah 9,5 m2 per orang, maka kapasitas gedung tersebut
adalah 856 orang.

Selanjutnya yaitu menghitung beban puncak dari lift tersebut. Beban puncak didapat
dengan memperhatikan populasi dalam 5 menit pada waktu puncak, diperoleh dengan
mengalikan 17% untuk grup lift yang naik turun bersamaan, atau dikali 12% untuk grup lift
yang naik turun secara terpisah. Dalam perhitungan ini, asumsi grup lift bergerak secara
terpisah, oleh karena itu beban puncak didapat dengan mengali 12% populasi gedung
sehingga beban puncaknya didapat 103 orang.

Pada laporan ini, cara yang dilakukan ditunjukkan oleh flowchart pada gambar 2.2
yaitu dengan membandingkan tipe-tipe lift yang disediakan suatu produsen untuk dilihat
kesesuaiannya dengan hasil perhitungan. Tipe lift yang paling memenuhi hasil perhitungan
yang akan dipilih sebagai lift yang digunakan. Terdapat beberapa variabel yang sama dalam
setiap perhitungan, antara lain:

Kecepatan lift : 2 m/s

Kecepatan buka dan tutup pintu lift : 0,4 m/s

Untuk menentukan tipe lift yang akan digunakan, pertama-tama kita harus
menghitung round trip time (RTT). Round trip time adalah waktu yang diperlukan oleh lift
untuk bergerak naik sampai lantai tertinggi dan kembali ke lantai paling bawah. Banyak
aspek yang harus dipertimbangkan, antara lain probabilitas jumlah berhenti, waktu perjalanan
naik, waktu perjalanan turun, waktu transfer penumpang, serta waktu membuka dan menutup
pintu lift.

Pada laporan ini, perhitungan yang disajikan diambil dari satu sampel saja, hasil
perhitungan keseluruhan akan ditampilkan dalam bentuk tabel di akhir perhitungan. Sampel
5 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
yang diambil yaitu lift dengan kapasitas 18 orang dengan lebar pintu 1100 mm. Langkah
perhitungannya yaitu:

 Menghitung probabilitas jumlah berhenti

𝑛 = 80% 𝑥 18 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 = 14,4 ≈ 15 orang

9 − 1 15
𝑆1 = 9 − 9 ( )
9

𝑆1 = 7,462 ≈ 8

 Waktu perjalanan naik

9𝑥4
𝑇𝑢 = 8 𝑥 ( + 2 𝑥 2)
9𝑥2

𝑇𝑢 = 48 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Waktu perjalanan turun

6 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


9𝑥4
𝑇𝑑 = ( + (2𝑥2))
2

𝑇𝑑 = 22 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Waktu transfer penumpang

𝑇𝑝 = 2,5 𝑥 15

𝑇𝑝 = 37,5 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Waktu membuka dan menutup pintu lift

0.5 ∗ 1.1
𝑇𝑜 = 2 (8 + 1)
0.4

𝑇𝑜 = 24,75 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Total RTT

𝑅𝑇𝑇 = 48 + 22 + 37,5 + 24,75

𝑅𝑇𝑇 = 132,25 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Interval per grup

𝑅𝑇𝑇
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝐺𝑟𝑢𝑝 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑖𝑓𝑡

7 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


132,25
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝐺𝑟𝑢𝑝 =
3

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝐺𝑟𝑢𝑝 = 44,083 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel

 Kapasitas grup lift

5 𝑥 60 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑖𝑓𝑡 𝑥 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑖𝑓𝑡 𝑥 80%


𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑟𝑢𝑝 𝐿𝑖𝑓𝑡 =
𝑅𝑇𝑇

5 𝑥 60 𝑥 3 𝑥 18 𝑥 80%
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑟𝑢𝑝 𝐿𝑖𝑓𝑡 =
132,25

𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐺𝑟𝑢𝑝 𝐿𝑖𝑓𝑡 = 98 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

*) jumlah lift yang digunakan sebagai variabel

Hasil perhitungan di atas merupakan sampel untuk lift dengan kapasitas 18 orang dan
lebar pintu 1100 mm. Hasil perhitungan dari tipe lift lainnya bisa dilihat melalui tabel
berikut:

8 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


9 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Standar interval bisa dilihat melalui tabel di bawah. Karena desain lift direncanakan
untuk mendapatkan pelayanan terbaik, maka kategori interval yang dipilih adalah 23 sampai
35 detik untuk kategori baik sekali. Lift yang memenuhi kriteria tersebut ditandai dengan
warna biru muda. Sedangkan lift yang tidak memenuhi kriteria interval dihapus dari daftar
pilihan.

Gambar 2.3. tabel kualitas pelayanan lift


Setelah memilih lift dengan interval yang sesuai, selanjutnya adalah mengecek
kapasitas grup lift. Kapasitas grup lift berarti kemampuan grup lift tersebut mengangkut
kapasitas populasi yang berada pada gedung tersebut dalam rentang waktu 5 menit. Hal yang
harus diperhatikan adalah kapasitas lift yang dibutuhkan saat beban puncak penggunaan lift.
Hal ini umum terjadi ketika jam masuk kantor dan jam makan siang. Berdasarkan
perhitungan di awal, populasi puncak gedung ini adalah 103 orang. Oleh karena itu, lift
dengan hasil perhitungan kapasitas grup di atas 103 ditandai dengan warna biru muda.
Sedangkan lift yang tidak memenuhi kriteria tersebut ditandai dengan warna merah dan tidak
masuk dalam pemilihan.
Dari pemilahan yang telah dilakukan berdasarkan nilai interval dan kapasitas grup, ada
empat tipe lift yang bisa menjadi pilihan untuk gedung ini. Keempat tipe tersebut yaitu lift
kapasitas 4 x 18 orang, 4 x 15 orang, 4 x 13 orang, dan 4 x 10 orang. Faktor penentu
berikutnya adalah beban motor. Beban motor berkaitan erat dengan biaya operasional yang
harus dikeluarkan pengelola gedung untuk menjalankan sarana dan prasarananya. Semakin
kecil beban motor dari lift, maka semakin kecil pula biaya yang harus disiapkan pengelola
gedung. Dari hasil perhitungan didapat bahwa lift kapasitas 4 x 10 orang membutuhkan
beban motor terkecil, yaitu sekitar 36,8 kilowatt. Oleh karena itu lift tipe inilah yang dipilih
untuk digunakan dalam gedung ini.

10 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


b) Pemilihan Lift dan Motor

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka desain lift yang digunakan yaitu
berupa grup lift sebanyak 4 gerbong dengan kapasitas 10 orang (4 x 10). Lift yang dipilih
yaitu berasal dari pabrikan TOSHIBA dengan tipe ELCOSMO P10-CO120. Hasil desain lift
tersebut memiliki karakteristik:

Interval : 23 detik

Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang

Total beban motor : 36,8 kW

Tabel 2.1 Spesifikasi Lift

11 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.3 Interior Lift ELCOSMO

2.2 Sistem HVAC

2.2.1 Flow Chart Perencanaan Chiller

Mulai

Pengumpulan Data

Perhitungan Beban Pendingin

Pemilihan Chiller

Selesai

12 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


2.2.2 Menghitung Cooling Load Gedung

2.2.2.1 Kondisi Bangunan

Lokasi perencanaan berada di Gedung Dinas Teknis Perumahan di Jalan Taman Jatibaru
Jakarta Pusat. Bangunan eksisting berada dikomplek pemerintahan dimana terdapat beberapa
instansi pemerintah, seperti Dinas tata kota, DLLAJ, Dinas Perumahan dan lainnya.
Bangunan ini direncanakan terdiri dari 9 lantai tanpa basement. Acuan desain yang akan
dikondisikan adalah lantai 9 (Aula), sedang lantai dibawahnya kapasitas pendingin
diasumsikan sama.
Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan dan
106°48’ Bujur Timur antara. (www.dephut.go.id)
Kondisi udara luar dan ruang perencanaan adalah sebagai berikut :

No. Parameter Kondisi Udara luar Ruang yg dikondisikan


1 Latitude 6 LS 6 LS
2 Design dry bulb (F) 95 77
3 Design wet bulb (F) 86 62.6
4 Relative Humidity (%) 80 50
5 Humidity Ratio (gr/kg) 0.025 (psicrometry) 0.010 (psicrometry)
6 Bulan terpanas September

Gambar 2.4. Lokasi Peta Bangunan

13 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Bentuk bangunan memanjang kearah utara-selatan, sehingga dengan demikian pada sisi
panjang bangunan timur-barat akan menerima banyak sinar matahari langsung. (lihat gambar

2)

Gambar 2.5 Tampak Foto dari udara

Ukuran bangunan yang dikondisikan adalah sebagai berikut :


- panjang = 58 m x 3.2808 = 190.29 ft
- lebar = 17 m x 3.2808 = 45.92 ft
- tinggi per lantai = 3.5 m x 3.2808 = 11.48 ft
- desain bangunan bagian atas tanpa ceiling

2.2.2.2 Konsep Perencanaan

a. Konsep fasade

Fasade merupakan bagian depan dari suatu bangunan, dari konsep ini bagian sisi
timur-barat diperlukan dalam pengolahan fasade, agar sinar matahari tidak membebani
kinerja AC namun tetap memanfaatkan sinar matahari sebagai penerangan alami di siang hari
(tanpa lampu).
Untuk pemanfaatan light shelf, akan digunakan sebagai sirip peneduh sekaligus pengarah
sinar matahari agar tidak langsung mengenai area, sehingga ruangan terang namun tidak
panas.

14 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.6 Light shelf

b. Konsep koridor

Adalah penggunaan koridor yang bebas AC. Koridor berfungsi mengalirkan udara
dan cahaya alami. Dengan demikian penggunaan AC dapat diminimalkan hanya untuk area
kerja.

Gambar 2.7 Konsep Denah

Pada bidang muka bangunan berada disisi barat. Sedang pada sisi timur-barat dapat
diusahakan tidak terlalu banyak bidang yang menerima panas matahari langsung, atau
meredam panas dengan light shelf dan kaca glace film coated. Sedangkan pada sisi utara-
selatan diberikan bukaan agar penerangan alami dapat optimal. Orientasi bangunan
menghadap barat, olah karena itu, perlindungan terhadap paparan sinar matahari langsung
adalah dengan Gubahan massa dan olahan fasade.

15 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.8 Bidang muka bangunan yang terkena sinar matahari

c. Konsep Green wall


Penggunaan konsep green wall dimaksudkan untuk meredam panas yang masuk
kedalam bangunan dan agar intensitas panas yang masuk tidak berlebihan.

Gambar 2.9 Green wall

d. Konsep Interior

Konsep interior dibuat terbuka dengan penggunaan partisi dari kaca hal ini
dimaksudkan agar cahaya matahari bisa tetap masuk hingga ke tengah bangunan sehingga
meminimalkan penggunaan cahaya buatan. Privacy tetap terjaga dengan penggunaan kaca
sticker pada ruang.

16 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.10 Deskripsi konsep interior

Ruangan yang dikondisikan adalah lantai 9 dengan rincian luas dan volume ruang sebagai
berikut :

luas volume
Fungsi Bangunan Jenis Ruang
m2 ft2 m3 ft3
fasilitas dan pameran 1. Aula sisi kiri(kecil) 184.8 606.29 646.8 2122.02
3. R.Tunggu/prefunction 124 406.82 434 1423.87
4. R.Tunggu/prefunction VIP 36 118.11 126 413.38
5. Mushola 9 29.53 31.5 103.35
6. Aula sisi kanan(besar) 352.8 1157.47 1234.8 4051.13
7. Ruang ganti 16.8 55.12 58.8 192.91
total 538.6 2373.33 1885.1 8306.66

2.2.2.3 Penyesuaian Data Tabel


Pada perhitungan digunakan harga-harga tertentu yang didapat dari tabel referensi.
Tabel-tabel tersebut dipakai dalam keadaan-keadaan tertentu untuk suatu pengukuran pada
suatu tempat (Lintang Utara). Oleh karena itu tabel-tabel tersebut harus disesuaikan dengan
kondisi tempat rancangan (Lintang Selatan).
17 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
a. Penyesuaian Terhadap Bulan
Untuk data-data yang berhubungan dengan bulan, bila hendak digunakan pada posisi
LS maka bulan yang telah dipilih ditambah 6 bulan dari bulan rancangan. Pada bulan itulah
diperoleh data untuk bulan yang sesuai dengan rancangan. Karena kondisi yang sama antara
LU dan LS perbedaannya terpaut 6 bulan, maka kondisi yang dikehendaki pada bulan tertentu
pada posisi LS harus ditambah 6 bulan agar diperoleh kondisi dan data yang sama pada posisi
LU. Misalnya kondisi yang diinginkan adalah kondisi pada bulan Maret pada posisi LU,
maka data yang digunakan adalah data pada bulan September (Maret + 6 bulan) pada posisi
LS. Jadi, data umumnya pada bulan januari sampai Desember pada LU sama kondisinya
dengan data untuk bulan juli sampai dengan Juni pada posisi LS.

Karena pada perancangan sistem tata udara untuk lantai 9 (Gedung Aula) terjadi pada
bulan rancangan september, maka pada tabel-tabel yang akan digunakan berdasarkan
ketentuan diatas maka bulan rancangan ditambah 6 bulan kedepan. Jadi, pada bulan
September untuk lintang selatan diganti menjadi bulan Maret untuk lintang utara.

b. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin


Penyesuaian perlu dilakukan karena seluruh tabel pengukurannya dilakukan pada
belahan bumi utara (lintang Utara). Jadi tabel tersebut hanya berlaku untuk Lintang Utara
saja. Agar tabel-tabel tersebut dapat digunakan pada belahan bumi sebelah selatan (Lintang
Selatan), maka arah anginnya perlu disesuaikan menjadi sebagai berikut:

Tabel. Penyesuaian Terhadap Arah Mata Angin

Lintang Utara N NE E SE S SW W NW

Lintang Selatan S SE E NE N NW W SW

2.2.3 PENGOLAHAN DAN PERHITUNGAN DATA

2.2.3.1 Perhitungan Beban Pendingin

Beban pendingin adalah jumlah kalor persatuan waktu yang harus dikeluarkan dari
dalam suatu ruangan tersebut sesuai dengan yang diinginkan.

Perhitungan beban pendinginan (cooling load) dipengaruhi oleh faktor beban dari luar
(eksternal) dan faktor beban dari dalam (internal)

18 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


a. Beban dari luar ruangan, meliputi:
o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui dinding luar.
o Beban radiasi melalui atap.
o Beban konduksi dan radiasi matahari melalui kaca.
o Beban ventilasi dan infiltrasi.
b. Beban dari dalam ruangan, meliputi:
o Beban dari penghuni.
o Beban dari penerangan.
o Beban dari peralatan yang mengeluarkan kalor.
o Beban partisi (ruangan yang bersebelahan dan tidak dikondisikan).

2.2.3.2 Perancangan Duct Design

Distribusi Udara sejuk ke dalam ruangan

Pengkondisian udara adalah suatu usaha untuk mengbah kondisi udara dari temperature dan
kelembapan yang tinggi ke yang lebih rendah atau sebaliknya, sehingga nantinya dapat
membuat keadaan sekelilingnya menjadi lebih nyaman yaitu dengan mengatur temperature,
kelembapan udara, sirkulasi udara dan distribusi udara bersih secara simultan( bersamaan)
didalan suatu ruangan. Hal yang berhubungan dengan pengaturan tersebut adalah :

1. Suhu udara (temperature)\dimana proses yang terjadi pada pengaturan suhu udara
(tempearatur) adalah sebagai berikut:
 Udara dingin mempercepat proses konveksi dan udara panas memperlambat konveksi
 Udara dingin membuat suhu permukaan sekeliling menjadi lenih rendah sehingga
menambah proses radiasi
 Udara panas menaikan sehu sekeliling sehingga mengurangi proses radiasi
2. Gerakan udara
Gerakan udara adalah kemampuan untuk mengeluarka atau memberikan panas
sekelilingnya dan bila gerakan udara bertambah maka akan terjadi :
 Jumlah proses penguapan dari pembuangan panas di tubuh manusia bertambah
karena uap air disekitar tubug diserap dengan cepat
 Proses konveksi bertambah karena lapisan udara disekitar tubuh diserap lebih cepat

19 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


 Proses radiasi mempunyai kecepatan yang kecenderungan naik karena panas pada
sekuliling tubuh manusia di buang dengan kecepatan yang lebih cepat

Beberapa jenis mesin penyegeran udara telah dikembangkan untuk mendapatkan pengaturan
pengkondisian udara ruangan yang baik dalam pertimbangan teknis maupun ekonomi.
Udara dari Air Handling Unit (AHU) dan ducting harus di distribusikan ke seluruh
ruangan secara merata, sehingga tidak ada satu daerah didalam ruangan lebih dingin dan
didaerah lain lebih panas. Pada umumnya untuk ruangan yang besar, dari ducting dimasukkna
ke dalam ruangan melalui lubang-lubang keluaran (diffuser) yang diletakkan di atas bidang
hunian atau di tempat yang sesuai.

Jumlah letak dan jenis diffuser ini harus ditentukan dengan beberapa pertimbangan antara
lain:
 Dapat memberikan distribusi udara yang merata
 Tidak menimbulkan noise (bising) berlebihan
 Sesuai dengan interior ruangan

Udara didalam ruangan ditarik kembali melalui lubang-lubang isap (grille) dan disalurkan
melalui ducting kembali masuk kembali ke Air Handling Unit (AHU). Letak dari inlet ini
umumnya pada daerah-daerah dimana sumber kalor masuk misalnya di dekat jendela atau
pintu.

Penjelasan tentang ducting

Saluran ducting dapat digunakan untuk pemanasan, ventilasi dan air conditioning (HVAC)
untuk mengirimkan dan memindahkan udara. Ini diperlukan aliran udara meliputi sebagai
contoh supply air, return air dan exhaust air. Saluran ducting juga mengirimkan umumnya
sebagai bagian dari supply air air, ventilasi udara. Sedemikian, saluran udara ke gedung
adalah satu metode kualitas udara didalam ruangan yang bisa diterima seperti halnya
kenyamana termal. System saluran ducting sering disebut ductwork. Perencanaan
(mempersiapkan),pengukuran, pemgoptimalan, perincian dan menemukan kerugian tekanan
melalui system saluran pipa disebut duct design.

20 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Komponen system ducting

Pada perencanaan system ducting terdapat beberapa komponen utama yaitu :


1. Air Handling Unit (AHU)
2. Ducting
3. Diffuser
4. Grille

Air Handling Unit (AHU)


Komponen Air Handling Unit
1. Cooling coil

Berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relat f udara yang didistribusikan ke
ruang produksi. Di maksudkan agar di hasilkan output udara, sesuai spesifikasi ruangan
yang telah di tetapkan. Prosesnya terjadi dengan mengalirkan udara yang berasal dari
campuran udara balik dan udara luar melalui kisi-kisi operator yang bersuhu rendah.
Proses ini menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan permukaan kisi evaporator
sehingga akan menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah dan uap air
mengalami kondensasi. Hal ini menyebabkan kelembaban udara yang keluar juga
berkurang.

Gambar 2.11 Cooling Coil

2. Blower

Berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang


terhubung dengannya. Blower yang di gunakan dalam AHU berupa blower radial yang
terhubung dengan motor penggerak blower. Energi gerak yang di hasilkan oleh motor

21 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


ini selalu menghasilkan frekuensi yang tetap, hingga selalu akan menghasilkan output
udara dengan debit yang tetap.

Gambar 2.12 Blower

3. Filter

Berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme


yang mengkontaminasi. Biasanya ditempatkan di dalam rumah filter (Filter House) yang
di desain sedemikian rupa supaya mudah di bersihkan dan atau di ganti. Beberapa jenis
filter untuk AHU :

1. Pre-filter (efisiensi penyaringan 35%)


2. Medium filter(efisiensi penyaringan 95%)
3. High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter (efisiensi 99,997%)

Gambar 2.13 Filter

4. Ducting
Berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Terdiri dari saluran udara
yang masuk (ducting supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan
kembali ke AHU (ducting return). Ducting didesain sedemikian rupa agar bisa
mendistribusikan udara ke seluruh ruangan dan terdapat insulator di sekelilingnya yang
berfungsi sebagai penahan penetrasi panas dari udara luar

22 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


5. Dumper
Merupakan bagian dari ducting AHU berfungsi untuk mengatur jumlah udara yang
dipindahkan ke dalam ruangan produksi. Berguna untuk mengatur besarnya debit udara
yang sesuai dengan ukuran ruangan.

Ducting
Fungsi dari system ducting seperti yang telah disebut sebelumnya adalah
menyalurkan udara terkondisi dari Air Handling Unit (AHU) ke ruangan-ruangan yang
membutuhkan pengkondisian dan mengembalikan udara dari ruangan-ruangan ke Air
Handling Unit (AHU) untuk dip roses kembali. Bentuk dari ducting dapat berupa lingkaran,
segi empat, atau oval tergantung pada kebutuhan danfungsinya. Tetapi yang paling popular
digunakan adalah ducting segi empat.
Dari segi kontruksi ada 2 tipe ducting yaitu tipe rigit (kaku) dan flexible sedangkan bahan
ducting dapat berupa baja lapis seng (BJLS) atau alumunium. Namun demikian bahan
fiberglasas, PVC polypropylene atau bahan plastic yang lain akhir-akhir ini banyak
digunakan.
Saluran udara dibuat sedemikian rupa sehingga :
 Tidak terjadi deformasi karena tekana udara
 Tidak terjadi bunyi bising dan getaran pada saluran udara tersebut
 Tidak terjadi kebocoran udara
Material saluran ducting :
 Baja berlapis seng
 Polyurethane dan isolasi papan Phenolic ( alumunium saluran pipa sebelum di isolasi)
 Panas saluran pipa serat kaca
 Tabung fleksibel
 Kain tekstil
Ketebalan bahan duct yang digunakan tergantung pada jenis system duct dan ukuran
terpanjang pada kedua sisinya, sebagai contoh bila menggunakan baja lapis seng (BJLS)
untuk kecepatan kurang dari 12 m/s
Material yang sekarang banyak digunakan adalah baja lapis seng (BJLS). Untuk
menghingari adanya perbedaan temerpatur antara salauran udara bagian dalam dan luar dan
untuk menghidnari terjadinya kondensassi bagian dalam dan luar maka saluran udara

23 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


diberikan isolasi. Banyak jenis isolasai yang terdapat di pasaran, untuk mempertimbangkan
efisiensi pengerjaan dan kecepatan pembuatan maka dipilih kontruksi :

Gambar 2.14 Saluran Konstruksi Udara

Ducting keluran dan kembali diberi lapisan isolasi termal untuk memperkecil
kebocoran kalor dan luar kedalam ducting. Disamping fungsi tersebut, isolasi juga berfungsi
untuk meredam bising yang ditimbulkan oleh adanya gerakan udara dan peralatan lain
didalam system ducting.
Pelapisan isolasi dapat dilakukan pada bagia luar (isolasi luar) atau pada bagian dalam
(isolasi dalam) ducting atau kombinasi keduanya. Untuk isolasi luar, setelah ducting
dibungkus dengan isolasi di bagian luarnya diberi lapisan untuk mencegah masuknya udara
ke dalam isolasi. Banyak jenis isolasi yang dapat digunakan untuk membungkus dicting
antara lain yang umum digunakan adalah jenis fiberglasa (glasswool), polyurethane foam
atau Styrofoam. Sedangkan bahan lapisan umumnya dapat dipergunakan alumunium foil.
Ducting harus dibuat dari lembaran-lembaran BJLS yang baru dari kualitas terbaik dari
ukuran sepenuhnya (full sized) dan dipatah-silangkan secara diagonal dari ujung untuk setiap
segmen. Untuk ducting yang di isolasi bagian dalamnya (lined) tidak diperkenankan
dilakukan pematahsilangan.

Diffuser

Diffuser digunakan secara umum dalam pemanasan, ventilasi dan system pengkondisian
udara. Diffuser bisa digunakan untuk system HVAC yang terdiri dari udara secara
keseluruhan maupun campuran dari udara dan air. Sebagai bagian dari subsitem dari
distribusi udara di dalam ruangan, maka dapat memberikan beberapa tujuan :
 Untuk mengirimkan udara saat pengkondisian maupun pada ventilasi
 Meratakan distribusi aliran udara pada arah yang di inginkan

24 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


 Untuk meningkatkan pencampuran udara yang berasal dari ruangan ke dalam udara
utama atau udara luar untuk dikeluarkan.
 Untuk menciptakan pergerakan udara dengan kecepatan rendah dalam bagian setiap
bagian dari ruangan
 Meminimalkan suara berisik

Diffuser bisa berbentuk lingkaran, segi empat, tekstil dan kadang-kadang diffuser digunakan
untuk kebalikannya sebagai lubang masuk udara atau lubang kembali. Tetapai pada
umumnya , grille digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air inlets.

Jenis dari diffuser ada beberapa macam yaitu :


 Ceilling diffuser

Gambar 2.15 Ceilling Diffuser

 Linear diffuser

Gambar 2.16 Linear Diffuser

Grille

Didalam pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara untuk distribusi udara dalam
ruangan, grille, adalah bagian dari system pengkondisian udara. Kebanyak grille untuk
HVAC digunakan sebagai lubang kembali atau exhaust air inlets menuju ducting tetapi

25 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


beberapa kali digunakan sebagai supply air outlets. Sebagai contohnya, diffuser dan nozzles
juga digunakn sebagai supply air outlets.

Gambar 2.17 Grille

Metode Tahanan Gesek Sama (Equal Friction Rate Method)

Ukuran saluran ducting dapat dicari dengan metode tahanan gesek sama (Equal Friction Rate
Method) dimana ukuran saluran ditetapkan agar kerugian per satuan panjang saluran sama
besarnya. Biasanya system saluran dirancang dengan rugi gesek per meter saluran sebesar 0.1
– 0.2 mm H2O, dan perhitungan didasarkan pada saluran dengan rugi gesek yang paling besar
dimana biasanya ditemukan pada saluran paling panjang. Saluran udara yang hampir sama
panjangnya tidak memerlukan pengaturan jumlah aliran. Jika dipergunakan saluran yang
berbeda ukuran maka saluran yang lebih pendek hendaknya menggunakan damper.

26 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Flowchart Duct Design
Mulai

Perancangan Sistem Ducting

Input Data : Luas setiap


lantai pada gedung

Mengkonversikan luas setiap


lantai ke dalam bentuk ft²

Mengakalikan dengan internal average air


qualities ( CFM/ ft²) untuk berbagai aplikasi
dalam tabel Cooling Load Check Figures

Banyak udara yang dibutuhkan


tiap lantai

Menghitung kerugian gesek


dengan metode equal friction

Ukuran Pilih AHU


Ducting yang sesuai

Selesai

Data gedung

Nama gedung : Gedung Dinas Teknis Perumahan DKI Jakarta

27 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Fungsi : Gedung Kantor

Lokasi : Jalan Taman Jatibaru Jakarta Pusat

Jumlah lantai : 9 lantai (tipikal berdasarkan lantai 9)

Data Perancangan

Desain ruangan atau data perancangan untuk memperoleh udara sejuk adalah sebagai berikut
:

1. Suhu udara dalam ruangan yang di desaian adalah 25 °C


2. Relative humidity (RH) dalam ruangan : 50 %
3. Banyaknya orang di setiap lantai : (luas lantai/ 10 orang per m²) (Standar banyaknya
orang pada tiap lantai per m²)
4. Luas lantai yang digunakan adalah luas bersih yaitu luas ruang yang dikondisikan
dengan satuan m²

Perancangan akan dilakukan dengan menggunakan pipa saluran udara (ducting) dengan
menggunakan AHU (Air Handling Unit). Setiap lantainya akan diberikan Air Handling Unit
(AHU) yang berjumlah satu tiap lantainya dengan kapasitas yang telah diperhitungkan
sebelumnya.
Pada perancangan system ducting ini dilakukan pula penentuan ukuran ducting tersebut
dimulai dari ukuran ducting utama sampai pada cabang-cabang keluarannya. Dalam
perancangan ducting ini akan dirancang ducting yang berbentuk persegi atau persegi panjang
dengan menggunakan metode equal friction.

Perhitungan Dalam Pemilihan Ukuran Ducting

Dari data autocad yang telah diberikan pada saat dalam kelas maka dapat diketahui luas lantai
keseluruhan. Dari luas lantai keseluruhan tersebut dipilah luas daerah mana saja yang akan
dikondisikan. Satuan luas yang dipakai adalah m², setelah itu dari satuan m² dikonversikan ke
dalam satuan ft². Maka didapatkanlah luas dengan satuan ft², dari tabel coolin load check
figures (Ashrae, Handbook for Air Conditioning, Heating, ventilation and Refrigeration).
Didapatkan rata-rata banyaknya udara dalam ruangan adalah sebesar 1.1 CFM/ ft². Setelah itu
luas bersih pada tiap lantainya dengan satuan ft². dikalikan dengan banyaknya udara didalam

28 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


ruangan dengana satuan CFM/ ft² maka didaptkan banyaknya udara yang dibutuhkan pada
setiap lantainya dengan satuan CFM

Tabel 2.2 cooling Load Check Figures Ashrae 26.15

Secara rumus dalam perhitungan diatas dapat diperlihatkan sebagai berikut :


Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²
Dalam proses penentuan ukuran ducting digunakan rumus untuk menentukan kerugian
gesekan adalah sebagai berikut :
Q=VXA
Dimana : Q = banyaknya udara ( CFM)
A = luas ducting (ft²)
V = kecepatan (FPM)

Setelah didapatkan A yaitu luas ducting dalam ft² dapat dilihat dalam tabel penentuan
dimensi duct. Setelah itu dilihat diameter yang terdapat pada dimensi ducting tersebut dengan
luas ducting yang telah didapatkan dari perhitungan, diameter tersebut adalah ukuran ducting

29 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


yang berbentuk lingkaran sedangkan ntuk dari ducting yang berbentuk persegi atau persegi
panjang dengan melihat ukuran dari ducting dari angka yang terdapat sebelah kiri dari
diameter ducting.pada chart kerugian gesek, dari banyaknya udara ( Q ) yang telah di dapat
ditarik garis ke kiri sehingga memotong garis kecepatan ( V ) setelah itu di dapatkan kerugian
gesek ( in. WG/100 ft of equivalent length) dengan menarik garis ke bawah. Kerugian gesek
inilah menjadi acuan nantinya dalam menentukan ukuran ducting dan cabang-cabang setiap
lantainya.

Pemilihan AHU
Dalam proses pemilihan AHU terdapat banyak sekali merk-merk yang biasa sudah banyak
dipakai oleh perusahaan atau gedung-gedung tinggi karena kualitasnya bisa dikatakan bagus
dalam interios dan eksterior. Berbagia merk dari AHU adalah Carrier, York, Trane dan masih
bnayak lagi yang memproduksi AHU

Dalam memilih AHU harus berdasarkan kapasitas banyaknya udara yang dibutuhkan dalam
lantai maupun satu gedung. Proses memilih pun harus banyak melihat pertimbangan-
pertimbangan yang mungkin bisa dijadikan masukan dalam memilih apakah AHU yang
dipilih sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Klasifikasi detail lokasi yang ada pada lantai 9 :

NO Klasifikasi Ruangan P (m) L (m) A (m²)


1 Aula 1 24 14 336
2 Aula 2 10 14 140
3 Waiting Room VIP 6 6 36
4 Waiting Room 13 6 78
5 Ruang Ganti 4.2 4.2 17.64
6 Toilet Pria 4 4 16
7 Toilet Wanita 3 3 9
8 Musholla 4 3.5 14
9 Pantry & Catering 4 3.5 14

30 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


10 Lift 7 4 28
11 Tangga 1 4.2 6 25.2
12 Tangga 2 6 2 12
13 Selasar 86.16
Total 812

m2 ft2
Luas lantai 9 812 8737.12
Luas lantai yang tidak dikondisikan 121.84 1311.00
Luas bersih 7426.12

Luas bersih sebesar 7426.12 ft2 sedangkan untuk kecepatan aliran dapat diasumsikan antara
1500 sampai dengan 2000 fpm. Data tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 dalam carrier duct
design.

Tabel 2.3 Duct Velocity

Banyaknya udara (CFM) = Luas bersih (ft²) X 1.1 CFM/ ft²


= 7426.12 ft2 X 1.1 CFM/ ft²
= 8169 CFM
Jika dibulatkan maka banyak udara (CFM) yang diperlukan pada lantai 9 adalah sekitar 8200
CFM.
Q=VXA
A=Q/V

31 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


= 8200 CFM / 2000 Fpm
= 4.10 ft²
Karena didalam pelaksanaan dilapangan menggunakan ducting berpenampang lingkaran
dirasa sulit, maka biasanya dipakai ducting berpenampang persegi. Maka itu, ducting
berpenampang lingkaran dikonversikan menjadi ducting berpenampang persegi dengan
melihat grafik.

Dari grafik ukuran penampang duct (Carrier) didapatkan ukuran duct adalah = 28 inch
x 24 inch.

Gambar 2.4 Duct Dimention

Duct Pipe CFM %CFM


1 8200 100.00%
2 8000 97.56%
3 7800 97.50%

32 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


4 4000 51.28%
5 3200 80.00%
6 2400 75.00%
7 1600 66.67%
8 800 50.00%
9 3800 48.72%
10 3200 84.21%
11 3000 93.75%
12 2600 86.67%
13 2400 92.31%
14 2000 83.33%
15 1600 80.00%
16 800 50.00%
17 600 15.79%
18 400 50.00%
19 200 50.00%

Tabel 2.5 Percent Section Area in Branches for Maintainging Equal Friction

33 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Tabel 2.6 Duct Dimesions

Selanjutnya dari tabel di atas, maka area untuk cabang (branch) dapat ditentukan
berdasarkan besarnya prosentase duct area dibandingkan dengan saluran utamanya (main
ducting).

Duct Pipe CFM %CFM %duct area Area (sqft) Duct Size Carrier (Inch)
1 8200 100.00% 100.00% 4.10 28 X 24
2 8000 97.56% 98.00% 4.02 26 X 24
3 7800 97.50% 97.50% 3.92 28 X 22
4 4000 51.28% 60.00% 2.35 26 X 14
5 3200 80.00% 84.50% 1.99 22 X 14
6 2400 75.00% 80.50% 1.60 18 X 14
7 1600 66.67% 73.50% 1.18 18 X 12
8 800 50.00% 58.00% 0.68 10 X 10
9 3800 48.72% 57.00% 2.23 22 X 16
10 3200 84.21% 87.50% 1.95 22 X 14
11 3000 93.75% 95.00% 1.86 18 X 16
12 2600 86.67% 90.00% 1.67 16 X 16
13 2400 92.31% 88.50% 1.48 16 X 14
14 2000 83.33% 87.50% 1.29 14 X 14

34 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


15 1600 80.00% 84.50% 1.09 14 X 12
16 800 50.00% 58.00% 0.63 10 X 10
17 600 15.79% 23.00% 0.51 14 X 6
18 400 50.00% 58.00% 0.37 10 X 6
19 200 50.00% 58.00% 0.21 8X8

Biasanya CFM dari diffuser untuk gedung perkantoran sekitar 175 s/d 300CFM. Dalam
mendisain Ducting penulis mengasumsikan tiap diffuser adalah 200 CFM. Dengan
menentukan keluaran tiap diffuser maka kita bisa menentukan berapa banyak diffuser
yang kita pakai tiap lantainya. Berikut tabel jumlah diffuser berdasarkan zona daerah
yang dikondisikan.

Jenis Ruangan Luas (m2) Luas (ft2) CFM Jlh Diffuser


Aula 1 336 3615.36 3976.90 20
Aula 2 140 1506.40 1657.04 8
Waiting Room VIP 36 387.36 426.10 2
Waiting Room 78 839.28 923.21 5
Musholla 14 150.64 165.70 1
Selasar 86.16 927.08 1019.79 5
Total 690.16 7426.12 8168.73 41

35 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.18 Ducting Sketch

Dari jumlah diffuser yang didapatkan tiap lantainya kemudian dibuatlah suatu sketsa
duct design berdasarkan zona yang di kondisikan. Jumlah diffuser sangant tergantung dari
luasan daerah yang di kondisikan seperti zona dengan luasan daerah yang besasr secara
otomatis diffuser yang diberikan untuk zona tersebut semakin banyak karena makin luas
suatu daerah mengakibatkan beban pendinginan daerah tersebut semakin besar.

Tekanan statik fan yang dibutuhkan

ADDITIONAL EQUIVALENT
Duct Section Typical item LENGTH (ft)
LENGTH (ft)

1 Duct 9.2
2 Duct 9.2
3 Duct 32.1

36 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Elbow 13
4 Duct 13.8
Elbow
5 Duct 13.8
Elbow
6 Duct 13.8
Elbow
7 Duct 13.8
Elbow
8 s/d 18 Duct 20.3
Elbow 5
19 Duct 9.8
Total 135.8 18.0

Total friksi loss pada ducting dari fan hingga akhir terminal :

0,155inWG
Duct Loss = 135.8 ft x = 0.21 in.wg
100 ft

0,155inWG
Elbow Loss pada belokan (elbow) = 18 ft x = 0,03 in. wg
100 ft

Total friction loss : 0.21 + 0,03 = 0.24 in. wg

Untuk menghitung Additional Equivalent Length (ft) lihat tabel di bawah

37 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Tabel 2.7 Friction and radius Elbow

Total tekanan statis fan kipas diperlukan adalah total friction loss ducting dikurangi dengan
regain

First duct velocity = 2000 fpm

38 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Last duct velocity = 780 fpm

Menggunakan koefisien regain 75%,

 2000  2  780  2 
    
Regain = 0,75  4000   4000  

= 0,75 (0,25 – 0,038)

= 0,01 in. wg

Total static pressure :

= total friction loss – regain

= 0.24 – 0,01

= 0.23 in. wg

Daya yang dibutuhkan Fan adalah

8200 x 0.23
ahp = = 0.3 hp
6356

Karena efisiensi yang ingin dicapai adalah 75 %, maka daya aktual yang dibutuhkan fan
adalah :

100
x 0.3 hp = 0,4 hp
75

Dimana 1 hp sama dengan 745.56 Watt, maka setelah dikonversikan ke satuan watt, didapat
daya fan yang dibutuhkan :

39 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


ahp = 0,4 x 745.56 = 296.59 Watt

Berdasarkan data-data di atas maka penulis bekesimpulan bahwa produk AHU yang
diperlukan yaitu 8200 CFM dengan kecepatan aliran 2000 FPM. Berdasarkan catalog produk
carrier maka penulis menetapkan produk carrier dengan model 39S dengan airflow berkisar
antara 400 s/d 8500 CFM yang bisa di tempatkan di dalam atau diluar

Gambar 2.19 Sketch

Berikut ialah cara perhitungan beban pendingin pada ruangan:

1. Menghitung beban pendingin yang disebabkan beban kalor konduksi melalui


struktur luar bangunan (Conduction through exterior structure) :

40 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Struktur bangunan yang dimaksud adalah melalui atap, dinding, dan kaca. Semua itu
dapat diperhitungkan dengan rumus persamaan :

Q = U x A x CLTDc

Dimana : Q = beban pendingin untuk tiap-tiap struktur (BTU/hr)

U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh untuk tiap struktur, BTU/hr-ft2-


F

A = luas dari atap, dinding, dan kaca (ft2)

CLTDc = koreksi dari selisih temperatur beban pendingin (F)

 Dinding
Hal yang pertama dilakukan yaitu menentukan material yang ada pada dinding
bangunan yang ada. Adapun material dinding di asumsikan sebagai berikut :

Material R U
Udara 0.333
kaca 1.639344
concrete 1.5752 0.21
gipsum 0.45
udara ruangan 0.683

R = R udara + R kaca + R concrete + R gypsum + R air


= 4.68 h.F.ft²/.Btu
U = 1/R = 1/R = 0.21 Btu/h.Ft².F

CLTD bukan selisih temperatur aktual antara outdoor dan indoor. Untuk
menentukan nilai CLTD cor harus mempertimbangkan faktor solar atau posisi
matahari sedangkan rumus secara umum CLTD cor sebagai berikut :

CLTD cor = (CLTD table+LM)xK + ( 78-ti ) + [(to - DR/2)-85]

dimana : CLTD table = nilai dasar yang terdapat dalam table dapat dilihat di
buku HVAC Simplied atau Ashrae

41 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


LM = faktor koreksi terhadap posisi matahari yang terdapat
di Ashrae 26.15 tabel 9ª

K = faktor koreksi terhadap warna dengan asumsi 1 (atap


berwarna gelap dan dinding berwarna terang)

DR = daily range berdasarkan standar Ashrae 20° C

ti = temperatur input

to = temperatur output

Tabel 2.8 nilai LM pada Ashrae 26.15

CLTD cor berlaku bagi daerah yang dipengaruhi oleh solar heat gain berupa
dinding, atap, jendela dan kaca. Untuk dinding (wall) diperoleh data dengan
waktu jam 3 pm, dan dengan warna dark adalah sebagai berikut :

Q pada dinding = U x A x CLTDc

Dinding U (BTU/hr-ft2-F) A (ft2) CLTDc (F) Q (BTU/hr)


Utara 0.213 527.16 22.68 2,546.63
selatan 0.213 527.16 3.77 423.32

42 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Timur 0.213 2184.53 17.78 8,273.12
Barat 0.213 2184.53 17.78 8,273.12

Sehingga beban pendingin yang dihasilkan dari selubung bangunan atau


dinding gedung sebesar 19,516.19 Btu/hr

 Atap
Untuk atap diasumsikan menggunakan deskripsi kontruksi 2 inch insulation +
steel shiding kelas ringan (light structure). Nilai CLTD ditentukan melalui
tabel 8.5 (HVAC simplied), dengan solar time 3 pm, CLTDc = 92 F, dan U =
0,16 BTU/hr-ft2-F.
Sehingga Q pada atap = U x A x CLTDc
= 0,16 x (190,29 x 45,92) x 92
= 128.064,87 BTU/hr

 Kaca / jendela
Untuk kaca/jendela bahan yang digunakan adalah kaca dengan tipe double
glass, clear without shading.
Adapun susunan material yang terdapat pada kaca sebagai berikut :

Material R U
Udara 0.333
Kaca 1.639 0.38
udara ruangan 0.683

Dalam perhitungan beban pendingin pada kaca bergantung pada nilai


SHGF(solar heat gain factor), SC (shading coefficient), CLF (cooling load
factor) dan luas area dari kaca. Sehingga dapat dirumuskan dengan persamaan
berikut :

Q kaca = A x SC x SHGF x CLF (BTU/hr)


Dimana :
A = luas area dari kaca, ft2
SC = shading coefficient

43 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


SHGF = solar heat gain factor, BTU/hr-ft2
CLF = cooling load factor for glass

Nilai SC dan CLF ditentukan berdasarkan tabel 7.3, 7.4 (sumber Stephen P.
Kavanaugh-HVAC Simplified) pada puncak (peak) jam 4 pm. Didapat nilai
SC dari type kaca double, 1/8 in clear, visible transmission = 0,81 dan CLF =
0.36.
Untuk nilai CLTD pada semua arah saat peak 3 pm adalah 14 (tabel 8.4,
Stephen P. Kavanaugh-HVAC Simplified). Sedangkan nilai SHGF dan CLF
pada tiap-tiap arah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.9 Nilai SHG (Ashrae 26.19-20)

SHGF
Posisi (BTU/hr-ft2) CLF
Utara 170.36 0.51
Selatan 31.91 0.36
Timur 217.73 0.69
Barat 217.73 0.16

Untuk ukuran jendela kaca = 100 cm x 100 cm = (3,28 x 3,28)ft x 8 unit = (26,24 x 26,24)ft2
Jumlah unit kaca bagian timur = 8 unit
Jumlah unit kaca bagian barat = 8 unit
44 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Pada perhitungan beban pendinginan kaca pada bagian utara dan selatan
dianggap 0, atau tidak ada kaca yang dipasang. Sehingga hanya bagian timur
dan barat.

Rumus persamaannya adalah sebagai berikut :


Q = (U x A x CLTDc) + (A x SC x SHGF x CLF)

Sehingga hasil perhitungannya adalah :

Q = U X A X CLTDc + A X SC X SHG X CLF

Q kaca utara = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0.81 x 170.36 x 0.51 = 0


Q kaca selatan = 0,38 x (0) x 14 + (0) x 0,81 x 31.91 x 0.36 = 0
Q kaca timur = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x 26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.69
= 87,450.68 BTU/hr
Q kaca barat = 0,38 x (26.24 x 26.24) x 14 + (26.24 x 26.24) x 0,81 x 217.73 x 0.16
= 16,334.32 BTU/hr

 Pintu
Untuk pintu ukuran yang didesain adalah 1,2 m x 2 m = (3,9369 ftx 6,5616 ft)
x 4 unit (bagian timur).
Nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) = 0,4 BTU/hr-ft2-F
Nilai CLTDc ditentukan dengan asumsi pintu sebagai dinding menggunakan
tabel Ashare 26.9 pada peak jam 3 pm dengan warna dark, sehingga CLTDc
bagian timur = 17,78 F nilai ini sama dengan nilai CLTD c pada dinding
bagian timur
Rumus persamaannya adalah
Q pintu = U x A x CLTDc
= 0,4 x (3,9369 x 6,5616) x 4 x 17,78
= 735, 28 BTU/hr

2. Menghitung beban pendingin yang disebabkan infiltrasi udara luar

45 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Infiltrasi udara luar yang mengalir melalui celah jendela atau pintu
menghasilkan beban kalor sensible dan latent ke ruangan.
Dengan menggunakan data psycrometri chart didapat nilai humidity ratio
untuk ruangan (Wroom) pada temperature 77 F, RH = 50 % didapat = 0,010,
sedang humidity untuk udara luar (Woa) pada temperature 95 F dan RH =
80% didapat = 0,025.
Dengan menggunakan tabel 7.9 pada ½ air exchange.
Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD
Dimana : CFM = air exchange per hour x volume ruang / 60 menit per hour
= {0,5 x (190,29 x 45,92 x 11, 48)}/60
= 835,95
Sehingga Qs = 1,1 X 835.95 X (95 - 77)
= 16,551.81 Btu/h

Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)


= 4680 X 835,95 - |0,010 - 0,025|
= 58,683.69 Btu/h

Sehingga beban infiltrasi yang terjadi pada gedung ini sebesar 75,235.50
Btu/h

3. Menghitung beban pendinginan dari Ventilasi


Seperti halnya dengan infiltrasi, beban pendingin yang terjadi akibat ventilasi
terbagi atas 2 macan yaitu bebn sensibel dan laten. Berdasarkan temperatur
lingkungan dan ruangan yang dikondisikan maka di dalam pyschometric
chart dapat digunakan berupa nilai humidity ratio nilai temperatur lingkungan
sebesar 95 °F didapatkan humidity ratio sebesar 0,025 sedangkan temperatur
ruangan yang dikondisikan sebesar 77 °F didapatkan humidity ratio sebesar
0,010.

Sebelum menghitung beban sensibel dan laten maka nilai CFM/person


hendaklah ditentukan dahulu berdasarkan tabel ashrae didapatkan 20
CFM/person dikalikan dengan banyak orang di lantai tersebut sekitar 82
orang maka CFM/lantai sebesar 1640 CFM
46 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Persamaan sensible load Qs = 1,1 x CFM x TD
= 1,1 X 1640 X (95 - 77)
= 31,881.60 Btu/h
Persamaan latent load Ql = 4680 X CFM X (Wroom - Woa)
= 4680 X 1640 X (0,025 - 0,010)
= 115,128.00 Btu/h

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh ventilasi yang terjadi pada
lantai ini sebesar 147,009.60 Btu/h

4. Menghitung beban pendinginan dari Lampu


Di lantai 9 ini gedung tersebut menggunakan dengan berbagai jenis lampu,
berikut daftar lampu serta daya waat lampu dalam 1 lantai :

Tipe Lampu Lampu Buah Watt


T5 2x28 100 5600
T5 1x14 5 70
T5 1x28 7 196
D1 1x12 3 36
D2 1x5 1 5
D3 1x5 45 225
Total 161 6132

Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban sensibel oleh lampu


sebagai berikut :
Q = W lights X 3,41 x CLF X balast factor
= 6132 X 1,2 X 3,41 X 0.87
= 21,882.02 Btu/h

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh ventilasi yang terjadi pada
lantai ini sebesar 21,882.02 Btu/h. Nilai CLF sebesar 0.87 dari tabel 8.13 di
buku HVAC Simplied.

5. Menghitung beban pendinginan dari Peralatan

47 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Peralatan yang ada pada gedung secara otomatis akan menimbulkan kenaikan
termal sehingga perlu dihitungnya beban pendingin yang disebabkan oleh
peralatan atau equipment seperti komputer, mesin faks, dispenser dll

Adapun persamaan yang dipakai untuk beban pendingin yang disebabkan


oleh equipment sebagai berikut :
Q = Watt/sqft X luas area X 3,41
= 1,5 X (190,29 X 45,92) X 3,41
= 41,156.53 Btu/h.
Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh equipment yang terjadi
pada lantai ini sebesar 41,156.53 Btu/h.

6. Menghitung beban pendinginan dari Penghuni

Penghuni gedung merupakan salah satu penyebab terjadi perubahan


pengkondisian udara yang terjadi pada gedung tersebut. Logikanya adalah
semakin banyak penghuni pada gedung tersebut maka beban pendinginan
untuk mencapai thermal confort semakin besar, hal ini disebabkan makin
besarnya energi yang harus dihasilkan chiller. Energi besar di akibatkan
perubahan termal dalam gedung tersebut akibat aktifitas penghuni tersebut.
Sehingga beban pendinginan diakibatkan oleh penghuni gedung terbagi atas
beban sensibel dan latent. Sebelum masuk ke perhitungan beban laten dan
sensibel, kita harus menetapkan berapa kalor yang dihasil tiap penghuni
terjadi baik itu laten maupun sensibel.

Heat gain yang berasal dari penghuni dapat dilihat di tabel 8.3 di buku HVAC
Simplied dimana penulis menentukan kondisi penghuni saat berdiri dan level
berjalan. Penulis mengasumsikan hal terebut karena di lantai 9 mayoritas luas
lantainya digunakan sebagai aula. Sehingga nilai kalor sensible sebesar 250
Btu/h per person dan nilai kalor laten sebesar 250 Btu/h per person.
Kemudian berdasarkan standar Ashrae juga bahwa tingkat kenyamanan
seseorang dalam luas daerah yaitu 10 m2/person sehingga dengan luas daerah
1 lantai sebesar 819 m². Maka banyak penghuni tiap lantainya adalah luas
daerah dibagi dengan luas tiap orang yaitu 819 m² dibagi dengan 10
48 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
m2/person maka hasilnya jika digenapkan ke nilai atasnya yaitu 82
orang/lantai.

Persamaan sensible load Q= Btuhr sensible/penghuni X jumlah penghuni X


CLF

= 250 X 82 X 0,94

= 19,270.00 Btu/h

Persamaan latent load Ql = Btuhr latent/penghuni X jumlah penghuni

= 200 X 82

= 16,400.00 Btu/h

Sehingga beban pendingin yang diakibatkan oleh penghuni yang terjadi pada
lantai ini sebesar 35,670.00 Btu/h

Perhitungan yang dilakukan di atas hanya terjadi pada 1 lantai saja yaitu
lantai 9. Sehingga untuk mengetahui beban pendingi yang terjadi pada 1
gedung tinggal dikalikan sebanyak 9 lantai. Berikut tampilan sederhan untuk
beban pendinginan satu gedung :

Lantai Cooloing Load Total Sensible Latent


1 s/d 8 3,559,920.84 2,038,227.32 1,521,693.52
9 573,054.97 382843.28 190,211.69
Total (Btu/h) 4,132,975.81
TR yang dibutuhkan 344.41
Safety X 5 % 361.64
Dari
perhitungan di atas di dapatkan beban pendingin satu gedung sebesar 361.64 = 362 TR.
Sehingga kita perlu mencari di pasaran berupa air chiller yang mempunyai beban pendingin
sebesar 362 TR sebanyak 2 buah dimana satu chiller sebagai cadangan jika air chiller satunya
dalam kondisi rusak atau sedang dalam proses maintenance maka air chiller yang lainnya bisa
digunakan, sehingga proses pengkondisian udara tetap berjalan.

49 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Penulis mengambil produk carrier dengan seri 30 RB dengan range 60 s/d 390 TR dengan
jenis screw

2.3 Sistem Fire Fighting

2.3.1 Klasifikasi Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran pada gedung balaikota DKI Jakarta sebagai berikut :


a. Bahaya kebakaran ringan pada lantai 9, merupakan bahaya terbakar pada tempat
dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan menjalarnya api
lambat.

50 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


b. Bahaya kebakaran sedang pada lantai 1 sampai 8, merupakan bahaya kebakaran
pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 2.5 meter dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang
sehingga menjalarnya api sedang
2.3.2 Klasifikasi Bangunan
Menurut tinggi dan jumlah lantai maka bangunan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Klasifikasi
Ketinggian dan Jumlah Lantai
Bangunan

A Ketinggian kurang dari 8m atau 1 lantai

B Ketinggian sampai dengan 8m atau 2 lantai

C Ketinggian sampai dengan 14m atau 4 lantai

D Ketinggian sampai dengan 40m atau 8 lantai

E Ketinggian lebih dari 40m atau diatas 8 lantai

Tabel 2.10 Klasifikasi Bangunan


2.3.3 Sistem Hydrant
a. Tipe Semi Automatic-Dry, merupakan sistem stand pipe kering yang
dirangkaikan dengan suatu alat seperti deluge value, untuk menerima air ke
dalam sistem perpipaannya dengan cara mengaktifkan suatu alat pengontrol
jarak jauh yang terletak pada setiap hose connection. Suplai air harus mampu
memenuhi kebutuhan sistem.
b. Kelas III, merupakan suatu sistem yang harus menyediakan baik hose
connection berdiameter 1½ inchi untuk digunakan oleh penghuni gedung
maupun hose connection berdiameter 2½ inchi untuk digunakan oeh petugas
pemadam kebakaran ada orang-orang yang telah terlatih untuk kebakaran
berat.
c. Penentuan letak hose connection, pada sistem stand pipe kelas I, jika bagian
terjauh dari suatu lantai/tingkat yang tidak bersprinkler melebihi 150 ft (45.7
m) dari jalan keluar (exit) atau melebihi 200 ft (61 m) untuk lantai yang tidak

51 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


bersprinkler, perlu dilakukan penambahan hose connection pada lokasi yang
diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran.
d. Flow rate minimum pada hidran gedung minimum gedung 400 l/menit
e. Penentuan ukuran pipa dan kehilangan tekan yang ditimbulkan dilakukan
denga cara yang sama pada sistem penyediaan air bersih, yaitu menggunakan
persamaan Hazen-William. Pipa yang digunakan juga merupakan jenis pipa
Galvanis baru.
f. Secara permanen drain riser 3 inchi (76 mm) harus disediakan berdekatan
pada setiap stand pipe, yang dilengkapi dengan pressure regulating device
guna memungkinkan dilakukannya tes pada tiap alat/device. Setiap stand pipe
harus disediakan draining, suatu drain valve dan pipanya, diletakkan pada titik
terendah pada stand pipe. Penentuan suatu stand pipe drain dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:

Ukuran Stand Pipe Ukuran Drain Connection

Sampai dengan 2 in ¾ in atau lebih besar

2 ½ in, 3 in, atau 3 ½ in 1¼ in atau lebih besar

4 in atau lebih besar 2 in saja

Tabel 2.11 Standar Stand Pipe


g. supply harus cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem seperti yang telah
diuraikan di atas selama sedikitnya 30 menit.

2.3.4 Sistem Sprinkler

a. Sistem sprinkler harus dipasang terpisah dari sistem perpipaan dan


pemompaan lainnya, serta memiliki penyediaan air tersendiri.
b. Memakai Wet Pipe System, suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply). Dengan demikian
air akan segera keluar melalui sprinkler yang telah terbuka akibat adanya
panas dari api.

c. Memakai type bulb sprinkler, temperatur tinggi memanaskan cairan dalam


bohlam kaca(glass bulb), sampai bulb pecah

52 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.20 Sprinkler

d. Klasifikasi hunian dimana berkaitan dengan pemasangan sprinkler dan suplai


airnya saja. Klasifikasinya yaitu hunian bahaya kebakaran ringan (Light
Hazard Occupancies) yaitu gedung atau bagian dari gedung yang memiliki
kuantitas dan keterbakaran isi gedung rendah dan kecepatan pelepasan panas
dari api rendah.
e. Maksimal Area Proteksi Jarak Maksimal antara Sprinkler. Jarak maksimal
yang diijinkan antara sprinkler dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Light Hazard Ordinary Hazard Extra Hazard

Area Jarak Area Jarak Area Jarak


Tipe Konstruksi
Proteksi Maks Proteksi Maks Proteksi Maks

(ft2) (ft) (ft2) (ft) (ft2) (ft)

Non Combustible
Obstructed

Non Combustible 225 15 130 15 100 12

Unobstructed

Combustible
Unobstructed

53 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Combustible
168 15 130 15 100 12
Obstructed

Tabel 2.11 Sumber: “Installation of Sprinkler Systems”, NFPA 13, 1996


Edition

NB: Dalam berbagai kasus, area maksimal yang dilindungi sprinkler tidak boleh
melebihi 225 ft2 (21 m2).

f. Jarak sprinkler ke dinding tidak boleh melebihi 1.5 kali jarak antar sprinkler
yang diindikasi dalam tabel di atas. Sprinkler minimal ditempatkan 4 inchi
dari dinding.
g. Dibawah konstruksi yang tidak terhalang, jarak antara deflektor sprinkler
dengan langit-langit minimal 1 inchi (25.4 mm) dan jarak maksimal 12 inchi
(305 mm).Dibawah konstruksi yang terhalang, deflektor sprinkler harus
diletakkan 1-6 inchi (25.4-152 mm) di bawah benda-benda struktur dan
maksimal 22 inchi (559 mm) di bawah langit-langit atau dek.

h. Jarak antara Perkembangan Keluaran Sprinkler ke Penghalang. Penghalang


menerus atau tidak menerus kurang dari 18 inchi (457 mm) di bawah deflektor
sprinkler, yang dapat menghalangi pula perkembangan penuh sprinkler, harus
dipasang sebagai berikut:
Sprinkler harus diletakkan sedemikian rupa sehingga berjarak tiga kali lebih
besar dari dimensi maksimal penghalang sampai maksimal 24 inchi (609 mm)
(Lihat gambar 3.1.3)

54 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Gambar 2.21 Sprinkler Standard

55 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


i. Persyaratan penyediaan air pada sprinkler

Tekanan Residual Flow yang


Klasifikasi Durasi
Min. yang Diijinkan pada
Hunian (menit)
Diperlukan (psi) Dasar Riser (gpm)

Light Hazard 15 500-700 30-60

Ordinary 20 850-1500 60-90


Hazard

j. Pipa Schedule I untuk hunian Jenis Light Hazard dengan Bahan pipa Baja

Diameter Pipa (inchi) Jumlah Sprinkler (buah)

1 2

1¼ 3

1½ 5

2 10

2½ 30

3 60

3½ 100

2.3.5 Perhitungan

h. Sistem Hydrant

Diketahui :

Flow pada standpipe terjauh minimum adalah 500 gpm = 1893 ltr/menit.

56 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Fire Hose Cabinet (FHC) pada gedung ini ditempatkan dekat dengan tangga
darurat yang berada di sudut sehingga setiap sudut bangunan berada dalam
batas jangkauan semburan air dari selang dengan panjang maksimum selang
adalah 30 m dan sisa tekan yang diinginkan 100 psi (70m).

Penentuan diameter pipa dengan cara yang sama pada sistem penyediaan air
dingin yaitu dengan menggunakan data flow dan range kecepatan aliran 2
m/dtk.

Gambar 2.22 Gravik losses terhadap Kapasitas Air

Berdasarkan tabel didapat diameter riser yang aman untuk sistem hydrant
yaitu 5 1/2 inchi dan kerugian yaitu 50 mm kolom air / m.

Menghitung kapasitas air pada sistem hydrant :

Q = (500 gpm x 3.7854 )dm3/menit x 9 hose

Q = 1892,7 dm3/menit x 9 hose

Q = 17,0343 m3/menit

T = waktu yang diperlukan untuk sistem hidrant bekerja = 30 menit

57 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


V = 17.0343m3/menit x 30 menit

V = 511.029 m3

i. Sistem Sprinkler
Untuk light hazar kebutuhan minimum flow rate = 500 gpm = 0.0315
m3/detik. Kecepatan untuk sprinkler 5.08 meter / detik. Dengan asumsi, maka
diameter pipa riser adalah:

1
𝑄= 𝑥𝜋𝑥𝐷2 𝑥𝑣
4

1
 4 x0.0315  2
D  0.0889m  88.9mm
 5.08 

Diameter riser yang digunakan adalah 88.9 mm = 3,5 inchi.

Pipa drain digunakan untuk memungkinkan adanya test. Berdasarkan referensi


NFPA 14 (tabel 3.1.2), untuk riser berukuran 3.5 inchi digunakan drain pipe
berdiameter 2 in = 50mm.

Menentukan losses dengan menggunakan persamaan Hazen williams :

c = konstanta kekasaran, material yang dipakai galavanis jadi c =120

q= flow rate dari fluid di sprinkle, (minimum 500 gpm)

dh = inside hydrolic diameter, (3.5 inchi)

Diperoleh :

Specific Head Loss (psi / 100 ft pipe): 14.4

Actual Head Loss (psi): 39.9

Ketentuan pemasangan Sprinkler :

58 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Perencanaan Sprinkeler

Menentukan susunan kepala sprinkler

Gambar 2. 23 Susunan kepala ganda dengan 3 kepala sprinkler dan pemasukan di tengah.

 Arah pancaran ke bawah, karena kepala sprinkler di letakkan pada atap


ruangan.

 Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung gelas berwarna Jingga
pada suhu 53°C

 Sprinkler yang dipakai ukuran ½ inchi dengan kapasitas(Q) = 80 liter/ menit

 Kepadatan pancaran = 2,25 mm/ menit.

 Jarak maksimum antar titik sprinkler 4,6 meter.

 Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok 1,7 meter.


59 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
 Daerah yg dilindungi adalah semua ruangan kecuali kamar mandi, toilet dan
tangga yang diperkirakan tidak mempunyai potensi terjadinya kebakaran.

 Sprinkler overlap ¼ bagian

Luas total gedung tanpa lift, toilet dan tangga darurat adalah 814.2 mm2

Satu buah sprinkler dapat mencakup 4,6 m x 4,6 m.

Overlapping 0.25 area jangkauan.

Maka area jangkauan sprinkler = 4,6 m - (0.25 x 4.6 m)

= 3.45 m

Maka luas nya adalah 3.45 m x 3.45 m = 11.9 m2

Jadi jumlah sprinkler yang dibutuhkan 814.2 m2 / 11.9 m2 = 69 buah

Kebutuhan air sprinkler per gedung :

𝑉 = 𝑄𝑥𝑇

Dimana :

V = Volume air yang dibutuhkan

Q = Kapasitas air (ltr/menit)

T = Waktu Operasi Sistem

𝑄 = 𝑄𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎

𝑄 = 80 𝑙𝑡𝑟/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 69

𝑄 = 5520 𝑙𝑡𝑟/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Sesuai standard waktu operasi sistem sprinkler untuk tingkat light hazard
adalah 30 menit.

60 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Jadi Volume air yang dibutuhkan pada sistem sprinkler adalah

5520𝑑𝑚3
𝑉= 𝑥30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝑉 = 165.6 𝑚3

Penentuan kapasitas pompa :

Pompa Listrik

Data :

Kapasitas : 500gpm

Head total : 129 feet

Sg air :1

Penggerak listrik

Efisiensi Pompa : 60 %

Efisiensi motor listrik : 80 %

Perhitungan :

𝑄 𝑥 𝐻 𝑥 𝑆𝐺
𝐻𝑝 =
3960 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑎

500 𝑥 129 𝑥 1
𝐻𝑝 =
3960 𝑥 0.6

64500
𝐻𝑝 =
2376

𝐻𝑝 = 27.14 𝐻𝑝

𝐻𝑝 𝑥 0.7457
𝐾𝑤 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 =
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘

61 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


27.14𝐻𝑝 𝑥 0.7457
𝐾𝑤 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 =
0.8

20.24
𝐾𝑤 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 =
0.8

𝐾𝑤 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 = 25.3𝑘𝑊

Pompa Diesel

Data :

Kapasitas : 500gpm

Head total : 129 feet

Sg air :1

Penggerak mesin diesel

Efisiensi Pompa : 70 %

Efisiensi mesin penggerak : 80 %

Perhitungan :

𝑄 𝑥 𝐻 𝑥 𝑆𝐺
𝐻𝑝 =
3960 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑎

500 𝑥 129 𝑥 1
𝐻𝑝 =
3960 𝑥 0.7

64500
𝐻𝑝 =
2772

𝐻𝑝 = 23.26 𝐻𝑝

𝐻𝑝
𝐻𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 =
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

62 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


23.26
𝐻𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 =
0.8

𝐻𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 = 29.089 𝐻𝑝

2.4 Sistem Plumbing

63 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


Bab III

PENUTUP

3.1 Lifting

Kesimpulan

Hasil desain lift yang didapat berdasarkan perhitungan yaitu grup lift dengan kapasitas
10 orang sebanyak 4 gerbong (4 x 10 orang). Grup lift ini memiliki karakteristik:

 Lebar pintu : 800 mm


 Kecepatan lift : 2 m/s
 Kecepatan buka pintu lift : 0,4 m/s
 Kapasitas : 800 kg
 Ukuran gerbong : 1400 mm x 1350 mm
 Ukuran hoistway : 1950 mm x 2100 mm
 Dimensi ruang mesin : 1950 mm x 2100 mm
 Jumlah berhenti maksimum : 40 detik
 Jarak tempuh maksimum : 125 m
 Interval : 23 detik
 Kapasitas grup per 5 menit : 105 orang
 Total beban motor : 36,8 kW

Hasil desain lift yang didapat memiliki perbedaan dengan hasil desain dari tim Dinas
Provinsi DKI Jakarta, di mana hasil desain yang tertera pada program Inventor yaitu berupa
sistem lift dengan 3 gerbong dan total dimensi hoistway sekitar 7 m x 2 m. Hal ini berarti
hasil desain sistem lift kami memiliki dimensi panjang yang lebih panjang dibanding desain
tim Dinas Provinsi DKI Jakarta.

Kami tidak bisa mengetahui apakah sistem lift yang didesain oleh tim Dinas Provinsi
DKI Jakarta memenuhi standar atau tidak dikarenakan kurangnya sumber data mengenai
kapasitas lift yang digunakan. Tapi jika asumsi lift yang digunakan berasal dari pabrikan
yang sama, maka sistem grup lift hasil desain kami lebih unggul pada segi interval dan
kapasitas grup dibandingkan desain dari tim Dinas Provinsi DKI Jakarta.
64 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Saran

Hasil desain sistem lift yang kami dapat merupakan hasil desain berdasarkan
perhitungan dari literatur yang ada. Hasil desain ini merupakan yang terbaik dan paling
efisien. Jika tim Dinas Provinsi DKI Jakarta berniat mengganti desain mereka, hal yang harus
diperhatikan yaitu dimensi sistem lift yang lebih panjang. Kegiatan desain ulang harus
dilakukan secara berkala untuk menjamin sistem yang baik dan efisien.

3.2 HVAC

Kesimpulan
1. Beban pendinginan dari lantai 1 sampai 8 sama pada gedung dinas perumahan DKI
sebesar 444,990.1 Btu/h yang terdiri dari beban sensible sebesar 254,778.4 Btu/ h
dan beban laten sebesar 190,211.7 Btu/h
2. Beban pendingin pada lantai 9 lebih besar daripada lantai lainnya karena dipengaruhi
oleh beban pendinginan yang berasal dari atap, dimana beban pendinginannya
sebesar 573,055.0 Btu/h yang terdiri dari beban sensible 382,843.28 Btu/h dan
beban laten 190,211.69 Btu/h
3. Beban pendinginan secara keseluruhan untuk gedung perumahan dinas DKI sebesar
362 TR
4. Chiller yang digunakan yaitu air chiller dengan merek carrier dengan seri 30 RB
dengan range 60 s/d 390 TR dengan jenis screw
5. Air chiller yang digunakan sebanyak 2 buah jika terjadi permasalahan seperti
kerusakan atau maintenance air chiller yang biasa digunakan masih ada 1 air chiller
yang lainnya sebagai cadangan atau back up.
6. Duct design menggunakan metode equal friction, dimana CFM yang didapatkan
pada main duct sebesar 8200 CFM
7. Dengan menggunakan tabel friction kita bisa menghubungkan garis kecepatan aliran
sebesar 2000 FPM serta garis banyak udara sebesar 8200 CFM, pertemua garis
tersebut jika di tarik kebawah akan menemukan friction sebesar 0.155 in WIG/100
feet

65 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


8. Untuk mencari luasan daerah cabang duct bisa menggunakan % CFM dan % luas
area atau dengan menggunakan tabel friction loss yang nantinya hasilnya sama-sama
berupa luas daerah baik itu dalam bentuk duct rectangular ataupun circular
9. Untuk menghitung static pressure yang di dalam duct dipengaruhi bentuk lintasan
duct itu tersendiri baik itu losses yang terjadi dan kecepatan aliran yang diberikan.
10. Static pressure terdiri dari total friction dan regain. Total friction los dipengaruhi
oleh loss yang terjadi sepanjang lintasan ducting ditambahkan dengan loss pada
aksesoris yang digunakan berupa elbow, T junction dll. Sedangkan regain lebih
dipengaruhi oleh kecepatan aliran mulai dari awal sampai dengan kecepatan aliran
pada ujung terminal.
11. Besaran daya fan secara actual merupakan nilai dari banyaknya udara dikalikan
dengan static pressure dan dibagi dengan nilai factor koreksi sebesar 6356 sehingga
dihasilkan 0.3 Hp
12. Pada kenyataannya actual fan yang bekerja sekitar 75 % dari daya yang terlah
dihitung sehingga menjadi 0.4 Hp

Saran
 Dalam pemilihan Air Handling Unit (AHU) yang akan digunakan sebaiknya yang
memiliki kapasitas yang sesuai dengan yang di inginkan dan jangan terlalu besar
sebab memakan biaya yang juga besar
 Pemilihan Air Handling Unit (AHU) sebainya harus mudah dicari suku cadangnya
sesuai dengan daerah tempat perusahaan itu berdiri serta jaringan distribusi yang luas
 Untuk menambah efisiensi kerja mesin sebaiknya dilakukan perawata secara berkala
sesuai dengan buku panduan intruksi dari pabrik pembuatnya.
 Dalam perhitungan cooling load sangat penting memperhatikan posisi gedung
tersebut. Mayoritas dalam buku Ashrae yang dicantumkan paling kecil sebesar 24°
dari lintang utara sedangkan posisi di Indonesia sendiri berada 6°dari lintang utara

3.3 Fire Fighting

Kesimpulan

66 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


a. Jumlah sprinkler yang digunakan untuk gedung Balai kota DKI adalah 160
buah sprinkler

b. Penentuan peletakan sprinkler gedung Balai kota DKI Jakarta terlampir pada
Lampiran 1

c. Sumber persediaan air berasal dari air tanah (galian dan pdam) dengan
kebutuhan volume air untuk sistem fire fighting 677.6 m3 sehingga diperlukan
penampungan air dibawah gedung dengan kapasitas 700 m3 dengan ukuran
panjang 10 m x lebar 7 m x tinggi 10 m.
d. Kapasitas pompa yang dibutuhkan untuk masing-masing pompa (pompa listrik
dan pompa diesel) yaitu 27.14 Hp (dengan daya 25.3 kW) dan 29.089 Hp

Saran

a. Peletakan alarm sangat dianjurkan terutama di gudang penyimpanan kertas


dan dapur. Alarm yang dipakai di gudang adalah smoke alarm. Sedangkan di
dapur alarm yang diletakan di sana yaitu gas alarm guna mengantisipasi
kebakaran akibat kebocoran bahan bakar.
b. Memakai kabel jenis FRC 2x1,5 mm ke panel dan sumber listrik agar
kebakaran yang diakibatkan karena konslet tidak terjadi dan melindungi
komponen listrik yang penting dalam sistem fire fighting (alarm dan pompa
listrik).
c. Memakai hydrant pilar dan Siamesse connection di luar gedung agar pemadam
kebakaran dapat memberikan penyelamatan dari luar gedung saat terjadi
kebakaran.

3.4 Plumbing

Kesimpulan

Saran

67 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin


68 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin
Bab IV

Daftar Pustaka

Lifting

(PDF) Building Elevator Systems. Bhatia A. CED Engineering

(PDF) Ismail, Mohd Rodzi. Trasnportation Systems in Buildings

(PDF) About Elevators. OTIS

(PDF) ELCOSMO Toshiba Compact Machine Room Elevators

HVAC

ASHRAE Handbook 2009

Stephen P. Kavanaugh, HVAC simplified

Edward G. Pita, Air Conditioning Principles and Systems, 4th Edition, 2002

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html

Fire Fighting

http://engineeringbuilding.blogspot.com

Buku Panduan Praktis Perencanaan “Surface Facillities”

NFPA 10 Standard for Fire Portable Extinguisher 2002

69 Universitas Indonesia| Departemen Teknik Mesin

Anda mungkin juga menyukai