Anda di halaman 1dari 91

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN

DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN


PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL
(Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)

RUSDI SALEH

I34052631

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

RUSDI SALEH. HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA


KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL
SOSIAL (KASUS ORGANISASI KEMAHASISWAAN BEM IPB). DI
BAWAH BIMBINGAN AMIRUDDIN SALEH.

Kepemimpinan merupakan sebuah gejala universal yang terdapat pada

setiap kehidupan berorganisasi. Selain itu, komunikasi juga menjadi bagian yang

sangat penting dan tak terpisahkan dengan yang lainnya di dalam sebuah

organisasi. Pentingnya komunikasi dalam aktivitas penghidupan organisasi

bertujuan mengubah perilaku anggota organisasi agar mengerti akan fungsi dan

tujuan yang ingin dicapai serta mampu mencerminkan kinerja yang baik. Modal

sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat bergerak untuk

mencapai tujuan bersama. Modal sosial beserta komponennya menjadi perekat

yang akan menjaga kesatuan anggota organisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui gaya kepemimpinan seperti

apa yang diterapkan oleh pemimpin organisasi kemahasiswaan BEM IPB untuk

pencapaian tujuan organisasi; (2) mengidentifikasi pola komunikasi organisasi

yang terjadi di dalam organisasi kemahasiswaan BEM IPB; (3) menganalisis

pembentukan modal sosial yang terjadi di dalam organisasi kemahasiswaan BEM

IPB; (4) mengukur derajat hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi

organisasi dengan pembentukan modal sosial di dalam organisasi kemahasiswaan

BEM IPB.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin dalam sebuah

organisasi akan menentukan aktivitas dan perilaku anggotanya dalam bertindak.


Indikasi dari seorang pemimpin telah menjalankan kepemimpinan yang efektif

adalah kemampuan pemimpin dalam membaca situasi yang sedang dihadapi

organisasi secara tepat, kemudian dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang

disesuaikan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dalam proses

pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Modal sosial yang

mengandung komponen kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial dalam

sebuah organisasi dapat diketahui dengan dari perilaku komunikasi anggota

organisasi dan juga gaya kepemimpinannya.

Penelitian ini dilaksanakan di Organisasi Kemahasiswaan Badan Eksekutif

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

sengaja (purposive) didasarkan pada pertimbangan bahwa organisasi

kemahasiswaan BEM IPB merupakan organisasi besar yang mencakup seluruh

mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli

sampai dengan Agustus 2009.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh

pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

metode survei sedangkan pendekatan kualitatif yang digunakan adalah metode

wawancara mendalam. Populasi penelitian ini berjumlah 130 orang yang

merupakan anggota BEM IPB sedangkan jumlah responden yang diambil

berjumlah 55 orang. Responden dipilih dengan menggunakan teknik pengambilan

sampel quota sampling. Data kuantitatif yang didapat dilakukan proses

pengolahan data yang terdiri dari editing, coding, scoring, entering, cleaning serta

analizing dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 14.0 for

Windows. Analisis Data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan


statistik inferensial. Hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi

organisasi dengan pembentukan modal sosial diolah dalam bentuk persentase,

distribusi frekuensi, rataan skor, total rataan skor dan tabulasi silang sedangkan

hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Tau B

Kendall’s.

Gaya kepemimpinan yang paling sering diterapkan oleh pemimpin BEM

IPB adalah gaya kepemimpinan konsultatif. Gaya kepemimpinan konsultatif

adalah gaya kepemimpinan yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan karena

dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan pengarahan,

tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan

perilaku mendukung.

Pola komunikasi organisasi yang selalu diterapkan oleh BEM IPB adalah

pola komunikasi dari bawah ke atas. Pada pola komunikasi ini terjadi arus

informasi dari bawah menuju atas. Informasi yang disampaikan BEM IPB berupa

ide, saran, laporan ataupun keluhan kepada atasan. Terdapat hubungan nyata

(p<0,05) antara gaya kepemimpinan delegatif dengan pola komunikasi ke bawah.

Terdapat juga hubungan nyata (p<0,05) antara gaya kepemimpinan konsultatif

dengan kepercayaan dan hubungan sangat nyata (p<0,01) norma sosial anggota

BEM IPB. Terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara gaya kepemimpinan

delegatif dengan pembentukan jaringan sosial. Pola komunikasi horizontal

memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan kepercayaan dan jaringan sosial.

Sementara itu pola komunikasi dari bawah ke atas memiliki hubungan sangat

nyata (p<0,01) dengan norma sosial BEM IPB.


HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN
DAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN
PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL
(Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)

Oleh :
RUSDI SALEH
I34052631

SKRIPSI
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Nama : Rusdi Saleh


NRP : I34052631
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi : Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola
Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan Modal
Sosial (Kasus Organisasi Kemahasiswaan BEM IPB)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS


19611113 198811 1001

Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS


19580827 198303 1001

Tanggal Lulus:_______________________
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA KOMUNIKASI
ORGANISASI DENGAN PEMBENTUKAN MODAL SOSIAL (KASUS
ORGANISASI BEM IPB)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK
TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG
PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI
SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

BOGOR, 3 SEPTEMBER 2009

RUSDI SALEH
I34052631
RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Rusdi Saleh. Dilahirkan di Bogor pada

tanggal 5 Juni 1986. Dibesarkan oleh kedua orangtua yang bernama Muchtar

Syamsudin dan Cucum Sumiati. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis diawali di Sekolah Dasar Pabrik Es II

kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bogor. Penulis

kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bogor.

Pada tahun 2005 penulis diterima di Instutut pertanian Bogor melalui jalur Ujian

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan masuk ke departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di

berbagai organisasi kemahasiswaan. Organisasi dan jabatan yang pernah diemban

oleh penulis antara lain sebagai staf Departemen Pengembangan Minat Bakat

BEM TPB IPB, staf Departemen Budaya, Olahraga dan Seni BEM KM IPB,

Ketua BEM FEMA IPB serta Menteri Lingkungan Hidup BEM KM IPB. Selain

itu pula penulis sering menjadi moderator, pembawa acara serta pembicara pada

acara kemahasiswaan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah

Sosiologi Umum serta Komunikasi Kelompok dua tahun berturut-turut.

Penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan bertema

kepemimpinan, komunikasi serta lingkungan. Di tahun terakhir menempuh

pendidikan, penulis mendirikan lembaga Gemilang Training dan menjadi seorang

trainer yang memberikan pelatihan kepemimpinan dan keorganisasian. Prestasi

yang pernah diraih penulis antara lain menjadi juara 3 membuat koran se-

Jabodetabek dan Juara 1 pada lomba Olahraga Tradisional se-Jabodetabek.


KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian berjudul ”hubungan gaya

kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial

(kasus organisasi kemahasiswaan BEM IPB)” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat.

Gaya kepemimpinan dan perilaku komunikasi organisasi yang dibangun

dalam organisasi kemahasiswaan akan menentukan organisasi tersebut

beraktivitas. Dalam proses pencapaian tujuan dan menjaga kesatuan, seorang

pemimpin organisasi kemahasiswaan memiliki peranan yang sangat penting.

Terbentuknya modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan memerlukan gaya

kepemimpinan yang sesuai dan dapat dilihat dari perilaku komunikasi organisasi

yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan

seseorang dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi organisasi memiliki

keterikatan yang erat dengan pembentukan modal sosial. Permasalahan tersebut

menjadi topik yang menarik bagi peneliti untuk diteliti secara mendalam. Peneliti

menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini,

sehingga saran dan masukan dari semua pihak sangat peneliti harapkan.

Bogor, September 2009

Rusdi Saleh
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS ..................................................................... 7
2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 7
2.1.1 Kepemimpinan .......................................................................................... 7
2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan ................................................................ 7
2.1.1.2 Teori Kepemimpinan .................................................................... 9
2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan .................................................................... 11
2.1.1 Konsep Organisasi ..................................................................................... 16
2.1.3 Komunikasi Organisasi .............................................................................. 18
2.1.4 Pola Komunikasi Organisasi...................................................................... 19
2.1.5 Modal Sosial .............................................................................................. 22
2.1.5.1 Konsep Modal Sosial ..................................................................... 22
2.1.5.2 Komponen Modal Sosial ............................................................... 25
2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 31
2.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................................ 34
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 35
3.1 Desain Penelitian ................................................................................................ 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 35
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................... 36
3.4 Data dan Instrumentasi ....................................................................................... 36
3.4 Definisi Operasional ........................................................................................... 37
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................................................... 38
3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 40
3.7 Analisis Data ....................................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 42
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................. 42
4.1.1 Deskripsi BEM IPB ................................................................................ 42
4.1.2 Struktur Organisasi ................................................................................. 43
4.1.3 Visi dan Misi Organisasi ........................................................................ 44
4.1.4 Sumberdaya Organisasi .......................................................................... 44
4.2 Gaya Kepemimpinan BEM IPB ....................................................................... 46
4.2.1 Gaya Direktif ............................................................................................ 47
4.2.2 Gaya Konsultatif ....................................................................................... 49
4.2.3 Gaya Partisipatif ....................................................................................... 51
4.2.4 Gaya Delegatif .......................................................................................... 52
4.3 Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB ............................................................ 54
4.3.1 Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah ...................................................... 55
4.3.2 Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas ...................................................... 57
4.3.3 Pola Komunikasi Horizontal..................................................................... 59
4.3.4 Pola Komunikasi Diagonal ....................................................................... 61
4.4 Modal Sosial BEM IPB .................................................................................... 63
4.4.1 Kepercayaan BEM IPB............................................................................. 64
4.4.2 Jaringan Sosial BEM IPB ......................................................................... 66
4.4.3 Norma Sosial BEM IPB............................................................................ 68
4.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola komunikasi Organisasi
dengan Pembentukan Modal Sosial BEM IPB ................................................ 69
4.5.1 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pola Komunikasi
Organisasi
BEM IPB ................................................................................................ 69
4.5.2 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pembentukan Modal
Sosial............................................................................................................ 70
4.5.3 Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan
Modal Sosial ............................................................................................ 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 73
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 73
5.2 Saran ................................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 75
LAMPIRAN.............................................................................................................. 78
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perbandingan Jenis Kelamin Anggota BEM IPB ................................................... 45


2 Skor untuk Gaya Kepemimpinan BEM IPB ........................................................... 47
3 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Direktif .............................................................. 49
4 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Konsultatif ......................................................... 50
5 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Partisipatif ......................................................... 52
6 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Delegatif ............................................................ 54
7 Skor untuk Komunikasi Organisasi BEM IPB ....................................................... 55
8 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah .................................... 57
9 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas .................................... 59
10 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Horizontal ................................................... 61
11 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Diagonal ..................................................... 63
12 Skor untuk Modal Sosial ......................................................................................... 64
13 Skor untuk Kepercayaan BEM IPB ........................................................................ 66
14 Skor untuk Jaringan Sosial BEM IPB ..................................................................... 68
15 Skor untuk Norma Sosial BEM IPB ...................................................................... 69
16 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan
Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB ................................................................ 70
17 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan
Modal Sosial BEM IPB .......................................................................................... 71
18 Nilai Korelasi Signifikan antara Pola Komunikasi dengan Modal
Sosial BEM IPB ...................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1 Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial ................................................. 26
2 Kerangka berpikir............................................................................................ 34
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuesioner penelitian .......................................................................................... 78


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki keistimewaan dan

bermacam keunikan. Salah satu keunikan yang mendasar pada diri manusia adalah

memiliki hakekat individualitas, hakekat sosialitas dan hakekat moralitas

(Nawawi, 2005). Untuk mengaktualisasikan ketiga hakekat yang dimiliki manusia

maka manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhanya dengan saling

berinteraksi. Salah satu bentuk interaksi yang sering dilakukan adalah dengan

membentuk organisasi.

Organisasi diartikan sebagai suatu sistem, mengoordinasi aktivitas dan

mencapai tujuan bersama atau umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi

itu terdiri dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain, bila satu

bagian terganggu maka akan ikut berpengaruh pada bagian lainnya (Muhammad,

2004). Organisasi yang dibentuk memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda antara

satu dengan lainnya. Muhammad (2004) menyatakan bahwa tujuan dibatasi

sebagai suatu konsepsi akhir yang diingini atau kondisi yang partisipan usahakan

melalui penampilan aktivitas tugas-tugas mereka. Adapun fungsi organisasi

diantaranya adalah memenuhi kebutuhan pokok organisasi, mengembangkan

tugas dan tanggungjawab, memroduksi hasil produksi dan memengaruhi orang.

Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM IPB) merupakan

sebuah organisasi kemahasiswaan formal pada tatanan perguruan tinggi.

Organisasi kemahasiswaan BEM IPB berperan dalam menyampaikan aspirasi


2

mahasiswa kepada pihak institusi pendidikan, membela hak-hak mahasiswa jika

terjadi ketidakadilan yang dirasa merugikan posisi mahasiswa dan membantu

kelancaran kegiatan akademik dalam kampus. Organisasi kemahasiswaan ini

keanggotaannya mencakup seluruh mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

Kepemimpinan merupakan sebuah gejala universal yang terdapat dalam

kehidupan berorganisasi. Kepemimpinan memiliki arti penting dalam pencapaian

tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa kesuksesan atau kegagalan

yang dialami, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang

dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu

(Oktaviani, 2004). Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan pada sebuah

organisasi akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut

dipilah-pilah akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing.

Gaya kepemimpinan mengandung arti bagaimana pemimpin itu berhubungan

dengan bawahannya dalam rangka menyelesaikan masalah dan pengambilan

keputusan (Rivai, 2007).

Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan

dengan yang lainnya di dalam sebuah organisasi. Tanpa adanya komunikasi maka

informasi bagi organisasi menjadi tidak ada sehingga koordinasi terganggu dan

akhirnya akan menghambat tujuan organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi

memerlihatkan pola komunikasi yang berbeda-beda dan perlu menjadi perhatian

bagi para anggotanya. Pola komunikasi organisasi yang berbeda dilakukan oleh

anggota organisasi berkaitan dengan motif, aktivitas dan tujuan seseorang

berdasarkan persepsi dan proporsi terhadap lingkungannya. Pentingnya

komunikasi dalam aktivitas organisasi bertujuan mengubah perilaku anggota


3

sehingga mereka mengerti akan fungsi dan tujuan yang ingin dicapai organisasi

serta mampu mencerminkan kinerja yang baik.

Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat

atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama (Djohan, 2007).

Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas yaitu

kepercayaan, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi,

kerjasama dan proakif serta nilai-nilai positif yang bisa membawa kemajuan

bersama. Modal sosial berserta komponennya menjadi perekat yang akan menjaga

kesatuan kelompok. Modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu kepercayaan

(trust), jaringan sosial (social networking) dan norma sosial. Kepercayaan bagi

sebagian analis sosial disebut bagian tak terpisahkan dari modal sosial dalam

pembangunan yang menjadi “ruh” dari modal sosial. Jaringan sosial di dalam

organisasi didominasi oleh hubungan kolektivitas dan jaringan sosial dengan

pihak luar berperan besar dalam pengembangan organisasi (Alfiasari, 2004).

Norma sebagai elemen penting pembentukan modal sosial juga diutarakan oleh

Fedderke (1999) yang menyatakan bahwa sebuah organisasi sosial di dalamnya

mengandung norma-norma berupa aturan informal dan nilai-nilai yang

memfasilitasi adanya koordinasi diantara anggota dalam sebuah sistem sosial.

Gaya kepemimpinan dan perilaku komunikasi organisasi yang dibangun

dalam organisasi kemahasiswaan akan menentukan organisasi tersebut

beraktivitas. Dalam proses pencapaian tujuan dan menjaga kesatuan, seorang

pemimpin organisasi kemahasiswaan memiliki peranan yang sangat penting.

Terbentuknya modal sosial dalam organisasi kemahasiswaan memerlukan gaya

kepemimpinan yang sesuai dan dapat dilihat dari perilaku komunikasi organisasi
4

yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan

seseorang dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi organisasi memiliki

keterikatan yang erat dengan pembentukan modal sosial.

1.2 Perumusan Masalah

Keefektivan dan kinerja organisasi turut ditentukan oleh kepemimpinan.

Pemimpin yang menjadi pemegang wewenang dalam sebuah organisasi memiliki

gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Penerapan gaya

kepemimpinan oleh seorang pemimpin dalam proses pencapaian tujuan organisasi

berhubungan dengan perilaku komunikasi organisasi. Gaya kepemimpinan yang

dijalankan oleh ketua organisasi dan komunikasi organisasi menarik untuk

diketahui. Pembentukan modal sosial yang di dalamnya terdapat komponen

kepercayaan, jaringan sosial serta norma sosial yang dapat membuat anggota

organisasi untuk bergerak mencapai tujuan organisasi ditentukan oleh berbagai

faktor. Dalam penelitian ini perumusan masalah yang diangkat adalah:

1. Gaya kepemimpinan seperti apa yang diterapkan oleh pemimpin

organisasi kemahasiswaan BEM IPB untuk pencapaian tujuan organisasi?

2. Bagaimana pola komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi

kemahasiswaan BEM IPB?

3. Bagaimana pembentukan modal sosial yang terjadi di dalam organisasi

kemahasiswaan BEM IPB?

4. Sejauh mana hubungan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi

organisasi dengan pembentukan modal sosial di dalam organisasi

kemahasiswaan BEM IPB?


5

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah yang hendak dikaji di atas,

maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh organisasi

kemahasiswaan BEM IPB.

2. Untuk mengidentifikasi pola komunikasi organisasi kemahasiswaan BEM

IPB.

3. Untuk menganalisis pembentukan modal sosial dalam organisasi

kemahasiswaan BEM IPB.

4. Untuk mengukur derajat hubungan gaya kepemimpinan dan pola

komunikasi organisasi dengan pembentukan modal sosial dalam

organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang “Hubungan gaya

kepemimpinan dan pola komunikasi organisasi dengan pembentukan modal

sosial” ini antara lain:

1. Bagi pihak akademisi penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan

bahan kajian bagi penelitian lanjutan mengenai gaya kepemimpinan,

komunikasi organisasi dan juga modal sosial.

2. Bagi pihak Institut Pertanian Bogor atau instansi terkait, hasil penelitian

ini dapat dijadikan gambaran fenomena yang terjadi di dalam organisasi


6

kemahasiswaan BEM IPB dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan

kemahasiswaan yang dibuat terkait bidang kemahasiswaan.

3. Bagi penulis penelitian ini sebagai proses belajar dan memperbanyak

pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah yang berhubungan dengan

ilmu yang penulis ampu.


7

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kepemimpinan

2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan

Dari seperangkat manusia di dalam kelompok, pimpinan merupakan unsur

terpenting, karena merekalah yang memiliki daya kemampuan memengaruhi dan

menggerakan manusia lainnya dalam hal pencapaian tujuan. Oleh karena itu

segala hal yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinan telah menjadi

bahan perhatian dan spekulasi yang kontroversial. Hasil penelaahan membuktikan

bahwa kepemimpinan merupakan fenomena yang sangat kompleks, sehingga

kemampuan efektif kepemimpinan memerlukan proses pengembangan yang terus

menerus berkesinambungan, ditanamkan, dirintis dan dibina sepanjang masa

(Wiriadihardja, 1987). Kepemimpinan menurut Thoha (1991) adalah kegiatan

untuk memengaruhi perilaku orang lain atau seni memengaruhi perilaku manusia

baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus terikat terjadi

dalam suatu organisasi tertentu melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan

seorang menunjukan kemampuannya memengaruhi perilaku orang lain ke arah

tercapainya tujuan tertentu.

Kotter (1997) menyebutkan bahwa kepemimpinan mengacu pada proses

gerakan suatu kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. Menurutnya

kepemimpinan yang baik menggerakkan orang pada satu arah yang benar-benar

merupakan minat jangka panjang mereka. Herujito (1988) menyatakan bahwa


8

kepemimpinan akan timbul di manapun asalkan ada unsur-unsur berikut ini, yaitu:

(1) ada orang yang dipengaruhi, (2) ada orang yang memengaruhi, (3) ada

pengarahan dari orang yang memengaruhi.

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang mendorong

orang banyak untuk mengikuti jalan pikiran dan ucapan yang diungkapkannya,

karena mereka meyakini kebenaran dari apa yang diungkapkannya tersebut.

Kepemimpinan memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan suatu organisasi

sehingga dapat dikatakan bahwa kesuksesan atau kegagalan yang dialami,

sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-

orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu (Oktaviani, 2004).

Siagian (1999) menyebutkan bahwa dalam kepemimpinan organisasi, pemimpin

didefinisikan sebagai setiap orang yang mempunyai “bawahan.” Menurut Habana

dalam Oktaviani (2004) kemampuan untuk mengkombinasikan kekuatan

kepemimpinan dan kekuatan manajemen untuk membangun sesuatu disebut

“pemimpin-manajer.” Adapun Thoha (1991) mengemukakan bahwa seorang

manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin asalkan dia mampu memengaruhi

perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang

pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer untuk memengaruhi

perilaku orang-orang lain. Dengan kata lain seorang pemimpin belum tentu

seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang

pemimpin.

Model kepemimpinan menurut GR Terry dalam Herujito (1988)

didasarkan pada kenyataan bahwa kepemimpinan muncul dari adanya suatu

hubungan yang kompleks terdiri dari (1) pemimpin; (2) pengikut; (3) struktur
9

organisasi; (4) nilai sosial dan pertimbangan politik. Oleh sebab itu

kepemimpinan terdiri dari variabel-variabel sebagai berikut: ada seorang

pemimpin, kelompok yang dipimpin, ada tujuan atau sasaran, ada aktivitas, ada

interaksi dan ada kekuatan.

2.1.1.2 Teori Kepemimpinan

Dalam membahas tentang kepemimpinan akan terkait dengan teori-teori

yang dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori kepemimpinan yang ada

dipengaruhi oleh masyarakat yang mengakuinya, dari waktu ke waktu di mana

kepemimpinan tersebut berlaku (Oktaviani, 2004). Terdapat beberapa pandangan

mengenai lahir dan berkembangnya pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Ada

yang berpendapat bahwa kepemimpinan itu adalah potensi yang dibawa sejak

lahir dan ada pula yang meyakini bahwa pemimpin lahir karena situasi yang

menghendaki. Berikut ini dikemukakan teori-teori kepemimpinan menurut para

ahli.

Thoha (1991) mengungkapkan teori kepemimpinan sebagai berikut:

a. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori ini memandang bahwa perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan

kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi

menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.

b. Teori Kelompok
10

Teori ini beranggapan bahwa agar kelompok dapat mencapai tujuan-

tujuannya maka harus terdapat pertukaran yang positif diantara pemimpin

dan pengikut-pengikutnya.

c. Teori Situasional

Kesimpulan dari teori ini bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan

dengan situasi akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja.

d. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)

Dalam teori ini digambarkan pengaruh perilaku pemimpin terhadap

motivasi, kepuasan dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.

Berbeda dengan Thoha, menurut Siagian (1999) dalam memahami gerak

perubahan kemunculan seorang pemimpin, ada tiga teori yang dapat menjelaskan

fenomena tersebut yaitu:

a. Teori Genetis

Inti dari ajaran ini tersimpul dari sebutan yang mengatakan bahwa

“leaders are born and not made.” Pemimpin tidak dapat diciptakan tetapi

muncul karena bakat luar biasa sejak lahir. Seorang pemimpin akan

menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat

kepemimpinan. Seorang pemimpin ditakdirkan lahir menjadi pemimpin

dalam situasi dan kondisi macam apapun. Secara filosofis, pendangan ini

tergolong kepada pandangan yang fatalistis atau deterministis.

b. Teori Sosial

Inti ajaran teori sosial ini adalah bahwa “leaders are made and not born.”

Pemimpin tidak lahir begitu saja tetapi harus disiapkan dan dibentuk.
11

Teori ini mangajarkan bahwa setiap orang bisa saja menjadi pemimpin

asalkan diberikan pendidikan dan memiliki pengalaman yang cukup.

c. Teori Ekologis

Seorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik jika pada saat

lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan. Bakat tersebut

kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan

pengalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan

lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimiliki itu.

2.1.1.3. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku orang lain

seperti yang ia lihat. Terdapat dua kategori yang ekstrim, yaitu: gaya

kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Kepemimpinan

otokratis dipandang sebagai gaya yang berdasarkan atas kekuatan posisi dan

penggunaan otoritas, sementara gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan

kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan

masalah dan pengambilan keputusan (Thoha, 1991).

Berbeda dengan yang dijelaskan oleh Thoha, Habana dalam Oktaviani

(2004) menjelaskan bahwa terdapat dua gaya umum perilaku kepemimpinan yaitu

direktif dan suportif. Gaya direktif berarti menjelaskan kepada orang lain apa

yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan kenapa harus dilakukan. Ini

melibatkan penjelasan kewajiban, penjelasan informasi dan memberikan instruksi

kepada orang lain. Direktif adalah karakteristik komunikasi arah ke bawah dan
12

memengaruhi dari atas. Hal ini merupakan pengawasan dan umpan balik yang

berulang. Gaya suportif adalah lawan dari gaya direktif. Karakteristiknya adalah

komunikasi dari bawah ke atas, mencari ide dari orang lain, dan mendengarkan

secara hati-hati untuk merespon orang lain. Mendukung berarti menghargai

pengetahuan orang lain dan melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan.

Gaya suportif membangun kepercayaan diri orang lain. Menolong mereka

menyelesaikan kewajiban dan memberikan dukungan untuk menerima tanggung

jawab.

Gaya kepemimpinan adalah pola-pola perilaku konsisten yang diterapkan

orang-orang dalam bekerja dan melalui orang lain seperti yang dipersepsikan

orang-orang itu. Pola-pola itu timbul pada diri orang-orang waktu mereka mulai

memberikan tanggapan dengan cara yang sama dalam kondisi yang serupa. Pola

itu membentuk kebiasaan tindakan yang setidaknya dapat diperkirakan bagi

mereka yang bekerja dengan orang-orang itu (Hersey, 1990).

Lewin, Lippitt dan White dalam Goldberg dan Larson (1985) membagi

gaya kepemimpinan ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Kepemimpinan Otoriter

Menurut Gordon, kepemimpinan otoriter lebih cenderung mencerminkan

gambaran tentang manusia yang negatif. Selain itu, pada kepemimpinan

ini mengeksportir ketergantungan pengikutnya dengan cara menentukan

kebijaksanaan kelompok tanpa berkonsultasi terlebih dahulu pada anggota

kelompok, dengan mendikte tugas pada kelompok, menetapkan prosedur

dalam mencapainya, menguji dan mengkritik anggota kelompok secara

subjektif serta menganut sikap yang mengambil jarak dan formal.


13

Komunikasi dalam kelompok tersebut pada dasarnya dilakukan melalui

pemimpin karena para anggota tidak dianjurkan untuk berkomunikasi

secara langsung satu sama lain. Gaya kepempinan otoriter sangat

memaksakan, sangat mendesakkan kekuasannya pada bawahan. Bawahan

dikendalikan dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia,

tidak mempunyai pikiran dan kehendak sendiri. Gaya kepemimpinan ini

menciptakan diktator (Sukmana, 2001).

b. Kepemimpinan Demokratis

Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhadap orang lain lebih

optimis dan positif daripada pandangan pemimpin otoriter.

Kepemimpinan seperti ini berpendapat bahwa orang mampu mengarahkan

diri sendiri dan berusaha menyajikan kepada pengikut-pengikutnya suatu

kesempatan untuk tumbuh, berkembang dan bertindak sendiri. Pemimpin

demokratis mendukung komunikasi diantara para anggota kelompok

dengan cara mendorong mereka untuk menentukan sendiri kebijaksanaan

dan kegiatan kelompok. Pemimpin berbuat demikian dengan cara

mengajukan beberapa sasaran dan prosedur alternatif, memperkenalkan

anggota untuk memilih sendiri pasangan dalam bekerja, memuji dan

mengkritik secara objektif.

c. Kepemimpinan Laissez Faire

Kepemimpinan Laissez Faire pada dasarnya menunjukan suatu pola

pengabaian yakni di mana pemimpin yang dipilih atau tokoh berwenang

dalam suatu kelompok berusaha menghindari suatu tanggung jawab

terhadap pengikutnya. Selain itu, kepemimpinan ini menghindari


14

partisipasi dan menganut suatu sikap yang tak acuh terhadap orang lain.

Gaya kepemimpinan jenis ini menyediakan materi dan informasi hanya

apabila diminta dan jarang bahkan sama sekali tidak memberi pujian dan

kritik.

d. Kepemimpinan Non Direktif

Kepemimpinan dimana pemimpin menjauhi usaha mendominasi

kelompok dan mendorong anggota-anggota kelompok untuk lebih

bertanggungjawab. Pemimpin menolak untuk memberi pengarahan pada

kelompok tetapi mencoba untuk mengerti apa yang sedang dipikirkan dan

dirasakan oleh anggota kelompoknya.

Sementara itu juga Thoha (1991) mengemukakan empat gaya dasar

kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan. Keempat gaya dasar tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Direktif

Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan karena

gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Inisiatif pemecahan

masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.

Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan dan pelaksanaannya

diawasi ketat oleh pemimpin.

2. Konsultasi

Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan karena

dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan

pengarahan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya

komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha


15

mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide

dan saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian atas

pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.

3. Partisipasi

Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan karena

posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan

dipegang secara bergantian. Dalam penggunaan gaya ini pemimpin dan

pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan

pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan

pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan

masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar ada pada pihak

pengikut.

4. Delegasi

Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan karena

pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan

sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian

proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada

bawahan. Dalam hal ini bawahanlah yang memiliki kontrol untuk

memutuskan bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan

kesempatan yang luas bagi bawahan untuk mengambil keputusan sendiri

karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul

tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

Thoha (1991) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif

adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan orang yang


16

dipimpinnya. Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dari suatu situasi

ke situasi lainnya. Pola perilaku pemimpin mengarahkan dan memerintahkan serta

perilaku menumbuhkan dukungan dapat terjadi bersamaan dan tergabungkan ke

dalam berbagai variasi, atas tiga dasar ukuran pokok yaitu;

1. Besarnya pengarahan atau perintah yang diperlukan atau yang

diperlakukan oleh pemimpin

2. Besarnya dukungan dan dorongan semangat yang diperlukan dan

diberikan oleh sang pemimpin.

3. Besarnya keterlibatan orang yang dipimpin.

2.1.2 Konsep Organisasi

Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk

mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui

hierarki otoritas dan tanggung jawab. Organisasi mempunyai karakteristik tertentu

yaitu mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian

lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengoordinasi aktivitas

dalam organisasi tersebut (Schein dalam Muhammad 2004). Selanjutnya Kochler

dalam Kasim (1993) menyebutkan bahwa organisasi adalah sistem hubungan

yang terstruktur yang mengoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk

mencapai tujuan tertentu. Dalam masyarakat modern dikenal banyak jenis

organisasi yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari baik

dalam sektor swasta maupun sektor publik. Misalnya, sekolah, universitas, rumah

sakit, yayasan, badan usaha milik negara dan instansi pemerintah.


17

Organisasi sangat bervariasi ada yang sangat sederhana dan ada pula yang

sangat kompleks. Namun, setiap organisasi yang dikembangkan memiliki

karakteristik yang bersifat umum. Muhammad (2004) menjelaskan karakteristik

umum dari organisasi yang pertama adalah dinamis. Organisasi sebagai suatu

sistem terbuka terus menerus mengalami perubahan karena selalu menghadapi

tantangan baru dari lingkungannya dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan

lingkungan yang berubah tersebut. Karakteristik umum kedua adalah suatu

organisasi selalu membutuhkan informasi. Tanpa informasi aktivitas organisasi

tidak akan berjalan dan untuk mendapatkan informasi organisasi harus melakukan

proses komunikasi. Karakteristik selanjutnya yaitu organisasi mempunyai tujuan.

Tujuan organisasi berfungsi sebagai pedoman agar segala kegiatan dalam

organisasi memiliki kejelasan arah dan tidak melakukan tindakan yang tidak perlu

karena semua mengacu pada tujuan yang ada. Karakteristik umum yang terakhir

adalah terstruktur. Organisasi dalam usaha mencapai tujuannya membuat struktur

organisasi berupa aturan-aturan, undang-undang dan hierarki hubungan dalam

organisasi. Biasanya suatu organisasi mengembangkan suatu struktur yang

membantu organisasi mengontrol dirinya sendiri.

Selain memiliki karakteristik umum, organisasi pun memiliki manfaat

organisasi. Cahayani (2004) menyebutkan organisasi bermanfaat: (1) untuk

melayani masyarakat; (2) untuk mencapai sasaran yang tidak dapat atau sulit

dicapai seorang diri; (3) untuk mempertahankan pengetahuan. Sementara itu,

Muhammad (2004) menjelaskan bahwa sebuah organisasi juga memiliki fungsi

organisasi. Beberapa fungsi yang melekat pada sebuah organisasi yaitu: (1)

memenuhi kebutuhan pokok organisasi; (2) mengembangkan tugas dan tanggung


18

jawab; (3) memroduksi barang atau orang; (4) memengaruhi dan dipengaruhi

orang.

2.1.3 Komunikasi Organisasi

Goldhaber dalam Muhammad (2004), mengatakan bahwa komunikasi

organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu

jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi

lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Definisi ini

mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung,

hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian. Lebih lanjut Zelko dan Darce dalam

Muhammad (2004) menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu

sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan

komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi di

dalam organisasi itu sendiri, seperti komunikasi dari atasan ke bawahan

sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi

dengan lingkungan luarnya.

Cara melihat komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat

digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan makro, pendekatan mikro dan

individual (Muhammad, 2004). Pengertian pendekatan makro adalah organisasi

dipandang sebagai suatu unsur global yang berinteraksi dengan lingkungannya.

Contoh dari interaksi ini adalah organisasi melakukan aktivitas tertentu seperti

memroses informasi dari lingkungan, mengadakan identifikasi, melakukan

integrasi dan menentukan tujuan organisasi. Pendekatan mikro komunikasi suatu

organisasi memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan sub-unit pada


19

organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antar

anggota, komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan, komunikasi untuk

menjaga iklim organisasi, komunikasi dalam supervisi dan pengarahan pekerjaan

dan komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi.

Pendekatan individual berpusat kepada tingkah laku komunikasi individu dalam

organisasi. Komunikasi individual memiliki beberapa bentuk diantaranya

berbicara dalam kelompok kerja, mengunjungi dan berinteraksi dalam rapat,

menulis dan mengonsep surat serta memperdebatkan suatu usulan (Muhammad,

2004).

2.1.4 Pola Komunikasi Organisasi

Secara umum pola komunikasi organisasi dapat dibedakan ke dalam saluran

komunikasi formal dan nonformal (Purwanto, 2003).

1. Saluran Komunikasi Formal

Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki

resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan

komunikasi formal. Saluran ini merupakan komunikasi yang didukung dan

mungkin dikendalikan oleh manajer. Komunikasi formal dapat dibedakan

menjadi empat tipe, yaitu komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari

bawah ke atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.

a. Komunikasi dari atas ke bawah

Komunikasi dari atas ke bawah berasal dari pimpinan

tertinggi ditunjukkan kepada pimpinan menengah terus mengalir

melewati tingkat manajemen untuk kemudian disampaikan kepada


20

bawahan. Kasim (1993) menyebutkan bahwa fungsi dari

komunikasi ini adalah untuk memberi pengarahan, instruksi,

indoktrinasi, evaluasi dan sebagainya. Makin rendah tingkatan

hierarki makin rinci perintah atau instruksi yang dikomunikasikan.

Di samping mengomunikasikan perintah, komunikasi dari atas ke

bawah juga meliputi informasi tentang tujuan organisasi,

kebijakan, peraturan, insentif, manfaat, hak-hak khusus ataupun

umpan balik dari atasan tentang hasil pelaksanaan tugas oleh

bawahan. Media yang biasa digunakan untuk komunikasi ke bawah

adalah rapat, memo, telepon, sms dan pertemuan tatap muka.

b. Komunikasi dari bawah ke atas

Komunikasi dari bawah ke atas menunjukan bahwa arus

informasi mengalir dari bawahan menuju ke atasan. Komunikasi ke

atas merupakan proses penyampaian gagasan, ide atau saran dan

pandangan bawahan kepada atasan. Menurut Kasim (1993) bentuk-

bentuk komunikasi yang dipakai dalam komunikasi ke atas

meliputi laporan pelaksanaan pekerjaan, saran-saran, rekomendasi,

rencana anggaran, keluhan, permintaan bantuan dan sebagainya.

Para pejabat di setiap hierarki bertindak sebagai penyaring

informasi yang disalurkan ke atas melalui pengintegrasian,

pembuatan ikhtisar dan pemadatan informasi yang datang dari

bawah.
21

c. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal terjadi antara orang-orang yang

menduduki jabatan yang setingkat dalam struktur organisasi.

Tujuannya antara lain untuk melakukan persuasi, memengaruhi

dan memberikan informasi kepada bagian yang memiliki hubungan

sejajar. Tipe ini menjadi penting ketika masing-masing departemen

dalam satu organisasi memiliki ketergantungan yang cukup besar.

d. Komunikasi diagonal

Komunikasi ini melibatkan dua pihak yang tingkatan

organisasinya berbeda. Contohnya adalah manajer bagian produksi

dengan pegawai bagian pabrik. Komunikasi ini memiliki beberapa

keuntungan diantaranya adalah penyebaran informasi bisa lebih

cepat daripada bentuk komunikasi tradisional. Selain itu,

komunikasi diagonal membantu individu dari berbagai bagian atau

departemen ikut membantu masalah dalam organisasi. Di samping

memiliki kelebihan, komunikasi memiliki kekurangan, diantaranya

adalah komunikasi ini dapat menganggu jalur komunikasi yang

rutin dan telah berjalan normal. Selain itu, komunikasi diagonal

dalam suatu organisasi besar sulit untuk dikendalikan secara

efektif.

2. Saluran Komunikasi Nonformal

Muhammad (2004) menjelaskan bahwa komunikasi nonformal

mengalir tanpa memperhatikan posisi, kalaupun ada mungkin sedikit.

Komunikasi nonformal ini menyebabkan informasi pribadi muncul dari


22

interaksi di antara orang-orang dan mengalir ke seluruh organisasi tanpa

dapat diperkirakan. Jaringan komunikasi ini lebih dikenal dengan istilah

desas-desus (grapevine) atau kabar angin. Dalam istilah komunikasi kabar

angin dikatakan sebagai metode untuk menyampaikan rahasia dari orang ke

orang, yang tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal.

Komunikasi nonformal cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang dan

kejadian-kejadian yang tidak mengalir secara resmi. Informasi yang

diperoleh dari desas-desus adalah berkenaan dengan apa yang didengar atau

apa yang dikatakan orang dan bukan apa yang diumumkan oleh yang

berkuasa.

2.1.5 Modal Sosial

2.1.5.1 Konsep Modal Sosial

Hardinsyah (2007) mengatakan bahwa istilah modal sosial dipergunakan

pertama kali dalam diskusi oleh Lyda Judson Hanifan di Pusat Pendidikan

Masyarakat Pedesaan Amerika pada abad 20. Istilah tersebut dipergunakan untuk

menjelaskan sesuatu yang saat itu belum terukur yang bermanfaat bagi kehidupan

manusia dan masyarakat, seperti niat baik, berbuat baik, saling percaya dan

menghargai serta hubungan-hubungan sosial di masyarakat. Dikalangan sosiolog

konsep modal sosial diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu pada awal tahun 1980-

an. Bourdieu dalam Hardinsyah (2007) mengatakan bahwa modal sosial sebagai

keseluruhan sumberdaya baik yang aktual maupun potensial yang bisa dimiliki

seseorang berkat adanya jaringan hubungan secara kelembagaan yang terpelihara

dengan baik.
23

Sementara itu, James Coleman (Djohan, 2007) mendefinisikan modal

sosial dari sudut pandang fungsi modal sosial itu sendiri, yang mana bukan

menekankan pada hubungan sosial seperti definisi Bourdieu namun menekankan

pada struktur sosial. Fungsi yang dapat diidentifikasi dari modal sosial adalah

nilai dari aspek-aspek struktur sosial yang mana menunjuk pada sekumpulan

kewajiban dan harapan, jaringan komunikasi, norma-norma dan sanksi-sanksi

yang efektif yang dapat memaksa atau menyemangati seseorang untuk bertingkah

laku agar tetap eksis dalam menjaga hubungannya dengan orang lain. Jika

Bourdieu tertarik pada pengembangan konsep modal sosial sebagai sumber daya

bagi modal ekonomi seseorang (economic capital), Coleman lebih tertarik untuk

mengembangkan bagaimana modal sosial dalam jaringan keluarga dan komunitas

sebagai sumberdaya bagi modal manusia (Alfiasari, 2004). Seorang tokoh modal

sosial yang lain adalah Francis Fukuyama. Dia adalah tokoh besar yang meyakini

bahwa pembangunan akan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik ketika

pemerintah memerhatikan aspek modal sosial dalam masyarakat (Djohan, 2007).

Kajian modal sosial semakin popular sejak disertasi Putnam pada tahun

1993 yang berjudul Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy

dan publikasi tulisannya pada tahun 1995 dengan judul Bowling Alone: America’s

Declining Social Capital. Putnam (1993) dalam Alfiasari (2004) mendefinisikan

modal sosial sebagai karakteristik masyarakat meliputi rasa memiliki, kerjasama,

pertukaran, kepercayaan, sikap positif, dan partisipasi. Dia lebih mengembangkan

pemikirannya pada ide asosiasi dan aktivitas masyarakat sipil sebagai basis bagi

terciptanya integrasi sosial dan kesejahteraan. Konsep modal sosial yang digagas

olehnya mirip dengan Fukuyama dan Colemen. Hanya saja, ia lebih menekankan
24

ke persoalan peran kelompok, asosiasi, institusi sosial dan organisasi sosial serta

mengaitkannya dengan aktivitas masyarakat sipil dalam membangun kebersamaan

untuk mencapai tujuan yang lebih baik (Djohan, 2007).

Konsep modal sosial juga disebut sebagai modal yang merujuk pada

banyak aspek dari organisasi sosial informal yang terbangun dari sumberdaya-

sumberdaya sosial produktif yang dapat dimanfaatkan untuk satu atau lebih

pelaku sosial dalam masyarakat. Para pelaku ini secara individual

menginvestasikan modal sosial melalui hubungan pertemanan maupun hubungan

yang dibangun dalam persetujuan-persetujuan tertulis. Sumberdaya-sumberdaya

sosial yang biasanya berbentuk hubungan sosial yang kuat ini selanjutnya

terinternalisasi melalui aturan-aturan yang kadang menjadi modal sosial yang

sangat kuat dan dapat mendukung usaha manusia dalam bertahan hidup

(Dharmawan, 2001).

Dari semua pengertian yang ada, yang harus digarisbawahi adalah modal

sosial tidak sama dengan kebajikan sosial (social virtue). Perbedaannya terletak

pada dimensi gerakan dan jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan

berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling

berhubungan dan timbal-balik dalam suatu bentuk hubungan sosial (Djohan,

2007). Kemudian, istilah modal sosial diadopsi Bank Dunia dan lembaga

pemerintah di banyak negara. Kajian, publikasi, dan diskusi tentang modal sosial

di berbagai bidang berkembang pesat selama dekade terakhir (Hardinsyah, 2007).

Selanjutnya Coleman dalam Fedderke (1999) mengemukakan enam

karakteristik modal sosial, yaitu:


25

a. Adanya kewajiban dan harapan yang dimiliki masing-masing individu

dalam melakukan tindakan sosialnya.

b. Adanya informasi potensial yang terjalin melalui hubungan sosial yang

sifatnya informal yang dapat menyimpan dan menyampaikan informasi.

c. Norma dan sanksi yang efektif.

d. Hubungan kekuasaan

e. Kesamaan organisasi sosial. Organisasi sosial terbentuk dari tujuan yang

spesifik di mana terjadi proses pencapaian tujuan dan di dalamnya terdapat

mekanisme organisasi yang cukup luas skalanya dalam usaha pencapaian

tujuan bersama.

f. Kesengajaan dalam membentuk organisasi. Hal ini terkait khususnya pada

usaha untuk mengurangi biaya-biaya pada transaksi sosial.

2.1.5.2 Komponen Modal Sosial

Sebagai proses pembentukan modal sosial, hubungan sosial yang ada

dapat dilihat sebagai sebuah hasil dari interaksi sosial yang berproses. Dari

interaksi ini akan terbangun hubungan sosial antar pelaku sosial. Hubungan sosial

ini didasarkan pada jalinan kepercayaan, jaringan sosial dan norma. Modal sosial

yang terbentuk ini akan memengaruhi interaksi sosial yang terjadi. Maka dari itu

Dharmawan (2001) menggambarkan kedudukan modal sosial dalam sistem sosial

pada gambar berikut ini.


26

Terjadi interaksi Terjalin


hubungan

Modal sosial Hubungan


kepercayaan, norma
dan jaringan

Gambar 1. Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial

Putnam (1993) dalam Alfiasari (2004) menyebutkan bahwa modal sosial

memiliki tiga pilar utama, yaitu:

a. Kepercayaan

Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun dari hubungan-hubungan

sosial dimana terdapat peraturan yang dapat dirundingkan dalam arti terdapat

“ruang terbuka” dari peraturan tersebut untuk mencapai harapan-harapan yang

ingin dicapainya (Seligman dalam Alfiasari, 2004). Fedderke (1999) menjelaskan

bahwa modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang memfasilitasi adanya

koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan

memengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai

keuntungan kolektif juga. Fedderke menilai bahwa kepercayaan dapat mengurangi

adanya insentif dalam memanfaatkan kesempatan. Djohan (2007) mendefinisikan

kepercayaan sebagai keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu

seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung serta tidak merugikan diri

sendiri dan kelompoknya. Kepercayaan merupakan fungsi yang sangat penting

dalam membangun modal sosial. Tindakan kolektif yang didasari kepercayaan


27

yang tinggi akan meningkatkan partisipasi anggota kelompok dalam beragam

bentuk dan dimensi bagi kemajuan bersama. Sebaliknya, pada masyarakat dengan

kepercayaan rendah akan mengundang berbagai problem sosial, misalnya saling

berburuk sangka, iri, dengki dan cenderung hidup dalam suasana menjegal.

Mollering dalam Djohan (2007) menyebutkan bahwa modal sosial

mempunyai enam fungsi penting yaitu: (1) kepercayaan dalam arti confidence

yang merupakan ranah psikologis individual sebagai sikap yang akan mendorong

seseorang dalam keputusan setelah menimbang resiko yang akan diterima; (2)

kerjasama yang menempatkan kepercayaan sebagai dasar hubungan antar individu

tanpa saling curiga; (3) penyederhanaan pekerjaan yang memfungsikan trust

sebagai sumber untuk membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja

kelembagaan-kelembagaan sosial; (4) ketertiban dimana kepercayaan sebagai

inducing behavior setiap individu untuk menciptakan kedamaian dan meredam

kekacauan sosial; (5) pemelihara kohesivitas sosial yang membantu kerekatan

setiap komponen sosial yang hidup dalam komunitas menjadi kesatuan; (6)

kepercayaan sebagai modal sosial yang menjamin struktur sosial yang berdiri

secara utuh yang berfungsi secara operasional serta efisien (Dharmawan dalam

Alfiasari, 2004)

Lebih jauh Djohan (2007) mengatakan bahwa para sosiolog membagi

kepercayaan pada tiga tingkatan, yaitu individual, relasi sosial dan sistem sosial.

Pada tingkatan individual, kepercayaan merupakan ciri individu yang selalu

bersikap jujur. Pada tingkatan hubungan sosial, kepercayaan ditandai oleh

semangat kejujuran yang menyatu pada setiap hubungan sosial. Ini merupakan

atribut kolektif yang lebih mudah mencapai tujuan bersama pada tingkatan sistem
28

sosial, kepercayaan merupakan nilai publik yang perkembangannya difasilitasi

oleh sistem sosial yang ada. Pengertian nilai publik di sini berarti kejujuran, yang

melahirkan rasa percaya diri pada setiap orang sehingga menjadi karakter yang

melekat pada setiap individu dalam masyarakat.

b. Jaringan Sosial

Menurut Stone dan Hughes dalam Alfiasari (2004), modal sosial mempunyai dua

ukuran utama, yaitu jaringan sosial dan karakteristik jaringan sosial. Jaringan

sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran, di antaranya adalah (a)

ikatan informal yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan timbal

balik yang lebih familiar dan bersifat personal seperti pada ikatan keluarga,

pertemanan, pertetanggaan; (b) ikatan yang sifatnya lebih umum, seperti ikatan

pada masyarakat setempat, masyarakat umum, masyarakat dalam kesatuan,

kewarganegaraan. Ikatan ini dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan

hubungan timbal balik yang sifatnya umum; dan (c) ikatan kelembagaan yang

dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dalam kelembagaan yang ada.

Misalnya pada ikatan dalam sistem kelembagaan dan hubungan kekuasaan.

Sementara itu, karakteristik jaringan sosial dapat dilihat dari tiga

karakteristik, yaitu: bentuk dan luas, kerapatan dan ketertutupan dan keragaman.

Karakteristik bentuk dan luas misalnya mengenai jumlah hubungan informal yang

terdapat dalam sebuah interaksi sosial, jumlah anggota kelompok yang

mengetahui pribadi seseorang dalam sistem sosial dan jumlah kontak kerja.

Kerapatan dan ketertutupan sebuah jaringan sosial dapat dilihat misalnya dengan

seberapa besar sesama anggota kelompok saling mengetahui teman-teman

dekatnya, di antara teman saling mengetahui satu sama lainnya atau masyarakat
29

saling mengetahui satu dengan lainnya. Keragaman dalam jaringan sosial

dikarakteristikan misalnya dari keragaman etnik anggota kelompok, dari

perbedaan pendidikan dalam sebuah kelompok atau dari pencampuran budaya

dalam wilayah setempat.

c. Norma Sosial

Djohan (2007) mendefinisikan norma sosial sebagai aturan kolektif yang

diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas

sosial. Norma terbentuk dari berulangnya kebiasaan dalam interaksi keseharian

yang akan menciptakan aturan-aturan main di masyarakat. Aturan-aturan kolektif

ini biasanya tidak tertulis, tetapi dipahami setiap anggota masyarakat dan

menentukan tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

Norma-norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari

hubungan timbal balik antar dua orang sampai pada hubungan kompleks dan

kemudian terelaborasi menjadi doktrin. Selain terbentuk oleh aturan-aturan

tertulis misalnya dalam organisasi sosial, menjalin kerjasama dalam sebuah

interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai yang dimaksud

misalkan kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan

timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai seperti ini sebenarnya aturan tidak

tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku

dalam interaksinya dengan orang lain (Fukuyama, 2001 dalam Alfiasari, 2004).

Selain ketiga komponen modal sosial di atas, Syahra et al. dalam Alfiasari

(2004) mengemukakan tujuh karakter lainnya yang dapat dianggap sebagai unsur

modal sosial. Pengklasifikasian tujuh karakter tersebut berdasarkan atas

pertimbangan bahwa dengan tingkat keberadaan unsur-unsur ini juga menentukan


30

seberapa jauh suatu kelompok masyarakat berhasil mencapai tujuan bersama.

Ketujuh unsur tersebut adalah:

1) Tanggung jawab, yaitu kesadaran untuk memenuhi kewajiban sebagai

cerminan rasa peduli terhadap masalah-masalah yang menyangkut

kepentingan bersama.

2) Toleransi, yaitu kesediaan untuk memberikan kelonggaran, baik dalam

bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal

yang bersifat prinsipil.

3) Kebersamaan merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan adanya

kesediaan untuk turut terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan

bersama.

4) Kemandirian, yaitu sikap dan perilaku yang mengutamakan kemampuan diri

sendiri untuk memenuhi berbagi kebutuhan tanpa tergantung pada bantuan

orang lain.

5) Keterbukaan merupakan kesediaan untuk menyampaikan secara apa adanya

segala hal pada orang lain yang berkepentingan menganggap bahwa mereka

perlu mengetahuinya.

6) Keterusterangan, yaitu kesediaan untuk menyampaikan apa yang

sesungguhnya dipikirkan atau dirasakan tanpa dihalangi oleh perasaan

sungkan atau takut.

7) Empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain

atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam situasi orang lain.


31

2.2 Kerangka Pemikiran

Salah satu pelaku yang memengaruhi keberhasilan suatu organisasi dalam

proses pencapaian tujuan adalah seorang pemimpin. Faktor pemimpin merupakan

salah satu faktor internal yang memengaruhi pencapaian terbentuknya modal

sosial. Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat

atau membuat sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama secara

maksimal (Djohan, 2007). Pembentukan modal sosial berorientasi pada peranan

dan perilaku manusia, baik sebagai pimpinan maupun anggota. Pengaruh gaya

kepemimpinan seseorang menggambarkan hubungan yang positif dengan

pembentukan modal sosial, artinya seorang pemimpin akan membawa

organisasinya pada pembentukan modal sosial yang kuat dengan gaya

kepemimpinan yang bisa membawa kelompoknya pada proses pencapaian tujuan.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin dalam sebuah

organisasi akan menentukan aktivitas dan perilaku anggotanya dalam bertindak.

Gaya kepemimpinan yang mungkin diterapkan oleh pemimpin dalam

menjalankan kewajibannya, antara lain gaya partisipatif, delegatif, instruktif,

konsultatif. Antara gaya kepemimpinan yang satu dengan yang lainnya memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Masing-masing gaya kepemimpinan dengan

kekurangan dan kelebihannya memberikan daya tarik tertentu bagi seorang

pemimpin.

Pembentukan modal sosial yang memiliki komponen kepercayaan,

jaringan sosial dan norma sosial dalam sebuah organisasi dapat diketahui dengan

terlebih dahulu melihat bagaimana komunikasi organisasi dan juga gaya

kepemimpinan. Komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas,


32

komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal adalah aktivitas komunikasi

organisasi dalam mencari informasi atau menerima informasi melalui media.

Komunikasi organisasi tersebut diduga akan memengaruhi sejauh mana

pembentukan modal sosial yang ada.

Gaya kepemimpinan yang memiliki hubungan dengan perilaku

komunikasi organisasi untuk kemudian berpengaruh terhadap pembentukan modal

sosial dapat dilihat dari variabel-variabel komponen yang ada. Kepercayaan dalam

pembentukan modal sosial sebuah organisasi merupakan kepercayaan anggota

organisasi terhadap aturan-aturan tertulis, aturan tidak tertulis, nilai tradisional dan

nilai-nilai lainnya yang berlaku di masyarakat. Selain itu juga mencakup variabel

kepercayaan terhadap kemampuan menjaga keeratan hubungan, kepercayaan

terhadap bekerjasama dan kepercayaan terhadap pihak lain yang bersangkutan.

Variabel pada jaringan sosial dapat dilihat dari basis jaringan kelompok

tersebut yang meliputi basis pertetanggaan, basis kekeluargaan, basis pertemanan,

basis kolektivitas dan basis komunitas. Basis jaringan menggambarkan dasar

hubungan yang melandasi seorang anggota organisasi berinteraksi dengan orang

lain dalam sebuah jaringan sosial. Selain itu variabel yang lain adalah sifat

jaringan yang terdiri dari fungsional, struktural dan transaksional. Fungsional

diartikan sebagai hubungan yang sifatnya karena fungsi dan status yang dimiliki

seseorang. Struktural adalah hubungan yang didasarkan pada status formal

hierarki yang dimiliki. Sementara transaksional berarti hubungan karena proses

pertukaran baik barang maupun jasa. Variabel terakhir dari jaringan sosial adalah

karakteristik jaringan. Varibel ini terdiri dari bentuk, luas, kedalaman,

keterbukaan pada permanency. Komponen terakhir dari modal sosial adalah


33

norma sosial yang memiliki variabel norma tertulis, norma tidak tertulis, norma

agama dan norma lainnya yang berlaku di masyarakat.

Jika digambarkan dalam sebuah kerangka berpikir, maka kedudukan

karakteristik individu dan karakteristik organisasi berada sebagai variabel

anteseden (Gambar 2). Variabel anteseden diartikan sebagai variabel antara yang

mendahului variabel pengaruh. Jadi dapat dikatakan bahwa karakteristik individu

yang dimiliki oleh pemimpin menentukan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan.

Selain itu karakterisik organisasi diduga turut menentukan bagaimana komunikasi

organisasi yang terjadi. Gaya kepemimpinan dan komunikasi organisasi berlaku

sebagai variabel pengaruh di mana kedua variabel ini turut menentukan

pembentukan modal sosial yang terjadi pada sebuah organisasi. Sementara itu

variabel terpengaruh pada penelitian ini adalah modal sosial.


34

KARAKTERISTIK INDIVIDU KARAKTERISTIK


• Usia ORGANISASI
• Latar Belakang pendidikan formal • Tujuan organisasi
• Latar belakang pendidikan non • Iklim organisasi
formal • Ukuran organisasi
• Pengalaman memimpin • Komposisi organisasi
• Umur organisasi

GAYA KEPEMIMPINAN POLA KOMUNIKASI ORGANISASI


• Direktif • Komunikasi dari atas ke bawah
• Partisipatif • Komunikasi dari bawah ke atas
• Delegatif • Komunikasi horizontal
• Konsultatif • Komunikasi diagonal

PEMBENTUKAN
MODAL SOSIAL
• Kepercayaan
• Jaringan
• Norma

Gambar 2. Kerangka berpikir


Keterangan:
= hubungan
= tidak termasuk lingkup penelitian

2.3 Hipotesis Penelitian

Untuk kepentingan penelitian ini, sesuai dengan tujuannya diajukan

hipotesis uji berikut:

1. Terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan terhadap pola

komunikasi organisasi

2. Terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan dan terbentuknya

modal sosial

3. Terdapat hubungan nyata antara pola komunikasi organisasi dengan

terbentuknya modal sosial.


35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

digunakan dengan desain penelitian survei, yaitu mengambil contoh dari suatu

populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok

(Singarimbun & Effendi, 2006). Pendekatan kualitatif digunakan untuk

melengkapi penelitian dalam mengkaji gaya kepemimpinan, komunikasi

organisasi dan pembentukkan modal sosial dari sudut pemimpin. Pendekatan ini

menggunakan metode wawancara mendalam.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor pada Organisasi

Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa. Penentuan lokasi penelitian secara

sengaja karena berdasarkan pertimbangan bahwa organisasi kemahasiswaan BEM

IPB merupakan organisasi besar yang mencakup seluruh mahasiswa Institut

Pertanian Bogor sehingga diperlukan kepemimpinan yang efektif dan komunikasi

organisasi yang baik.

Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Juli sampai dengan

Agustus 2009.
36

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus organisasi kemahasiswaan

BEM IPB. Populasi berjumlah 130 orang yang terbagi kedalam 11 bagian BEM

IPB yaitu 10 kementerian dan Badan Pengurus Harian.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 55 orang. Responden

dipilih desngan menggunakan teknik pengambilan sampel quota sampling. Teknik

quota sampling merupakan teknik yang mengambil sampel dengan adanya quota

perbagian. Pengambilan sampel di dalam bagian sesuai jumlah quota dilakukan

secara acak. Selain responden dipilih pula beberapa informan untuk melengkapi

data penelitian. Informan dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan

bahwa informan merupakan pihak yang sering berhubungan intens dengan

organisasi kemahasiswaan BEM IPB.

3.4 Data dan Instrumentasi

Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa

informasi yang didapat dari responden sedangkan data sekunder berupa data dan

informasi mengenai organisasi yang didapat dalam bentuk literatur.

Instrumenstasi penelitian terdiri dari kuesioner dan panduan wawancara.

Kuesioner digunakan sebagai instrumentasi utama melalui pendekatan kuantitatif

sedangkan panduan wawancara sebagai instrumen pelengkap melalui pendekatan

kualitatif.
37

3.5 Definisi Operasional

1. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku orang

lain. Gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat kategori yaitu gaya

kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan

partisipatif dan gaya kepemimpinan delegatif.

Gaya kepemimpinan organisasi kemahasiswaan BEM IPB yang diukur

adalah gaya kepemimpinan dari pimpinan tertinggi BEM IPB yaitu Presiden

Mahasiswa IPB. Untuk mengukur gaya kepemimpinan organisasi

kemahasiswaan BEM IPB, kuesioner mengenai gaya kepemimpinan dibagi

menjadi empat aspek bagian sesuai dengan gaya kepemimpinan yang ada.

Dengan demikian bagian gaya kepemimpinan yang memiliki rataan skor

tertinggi merupakan gaya kepemimpinan yang selalu diterapkan oleh

pemimpin organisasi kemahasiswaan BEM IPB. Masing-masing aspek diukur

secara ordinal.

2. Pola Komunikasi Organisasi didefinisikan sebagai bentuk penerimaan dan

penyampaian pesan baik antar pengurus organisasi ataupun keluar lingkup

organisasi. Terdapat empat macam komunikasi organisasi yaitu komunikasi

dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi diagonal dan

komunikasi horizontal.

Untuk mengetahui pola komunikasi organisasi kemahasiswaan BEM

IPB yang terjadi, kuesioner mengenai pola komunikasi organisasi dibagi

menjadi empat bagian sesuai dengan pola komunikasi yang ada. Dengan

demikian bagian pola komunikasi organisasi yang memiliki poin tertinggi


38

merupakan pola komunikasi yang dominan dilakukan di organisasi

kemahasiswaan BEM IPB. Masing-masing aspek diukur secara ordinal.

Pada variabel gaya kepemimpian dan pola komunikasi organisasi

responden diberikan empat pilihan jawaban dari pernyataan-pernyataan yang

ada. Pilihan tersebut adalah sangat sering, sering, jarang dan sangat jarang.

Setiap pilihan mendapatkan skor dari 1 – 4. Semakin besar nilai skor maka

menunjukkan bahwa pernyataan semakin positif. Penghitungan nilai skor

diatur sebagai berikut:

Jumlah skor akhir yang didapat oleh masing-masing variabel kemudian

diatur berdasarkan:

0,01 – 25,00 = sangat jarang 50,01 – 75,00 = sering

25,01 – 50,00 = jarang 75,01 – 100,00 = sangat sering

3. Modal sosial merupakan nilai-nilai positif yang dapat mendorong organisasi

untuk meningkatkan efektivitas kerjanya. Komponen modal sosial terdiri dari

kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial. Untuk mengukur tinggi atau

rendahnya modal sosial pada organisasi kemahasiswaan BEM IPB dihitung

berdasarkan rataan skor. Data dalam instrumen modal sosial diukur secara

ordinal.

3.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Singarimbun dan Effendi (2006) menjelaskan bahwa validitas

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin
39

diukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data

penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin

diukurnya. Perhitungan dengan menggunakan teknik uji korelasi Product Moment

Pearson dengan rumus sebagai berikut:

N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
r=
keterangan: [ N ∑ X − (∑ X ][ N ∑ Y − (∑ Y )]
2 2 2 2

keterangan:
r = nilai koefisien validitas
N = jumlah responden
X = skor pertanyaan pertama
Y = skor total

Setelah dilakukan uji kuesioner kepada 10 responden maka didapat hasil

validitas instrumen. Dari 59 pertanyaan yang diujikan, ada lima pertanyaan yang

hasil uji validitasnya setelah dibandingkan dengan r tabel nilainya lebih kecil dan

dinyatakan tidak valid. Dari lima pertanyaan tersebut, empat pertanyaan diganti

dan satu pertanyaan lagi dibuang.

Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai

dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh

relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Singarimbun & Effendi,

2006). Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item ialah dengan mengoreksi

angka korelasi yang diperoleh dengan memasukannya ke dalam rumus:

2(r.tt )
r.tot =
1 + r.tt

keterangan:
r.tot = angka reliabilitas keseluruhan item
r.tt = angka korelasi belahan pertama dan kedua
40

Setelah dilakukan uji kuesioner kepada 10 responden maka didapatkan

nilai reliabilitas sebesar 0,754 untuk variabel gaya kepemimpinan, 0,801 untuk

variabel pola kiomunikasi organisasi dan 0,702 untuk variabel modal sosial. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa kuesioner telah valid dan reliabel karena setelah

dibandingkan dengan nilai r tabel nilai tersebut berada di atasnya.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Instrumen

pengumpulan data yang dipakai adalah melalui kuesioner dan wawancara

mendalam. Kuesioner yang digunakan dibagi menjadi empat bagian. Bagian

pertama membahas mengenai identitas responden, bagian kedua mengenai gaya

kepemimpinan, bagian ketiga mengenai pola komunikasi organisasi sedangkan

bagian keempat mengenai modal sosial. Data sekunder yang dikumpulkan berupa

dokumen yang terkait dengan aktivitas organisasi yang dilakukan oleh organisasi

kemahasiswaan BEM IPB.

3.7 Analisis Data

Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil penelitian terlebih dahulu

melewati proses editing untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam tabulasi yang

disediakan. Pengolahan data terdiri dari editing, coding, scoring, entering,

cleaning serta analizing dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS

14.0 for Windows. Analisis Data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik

deskriptif untuk menggambarkan gaya kepemimpinan dan pola komunikasi


41

organisasi serta pembentukan modal sosial berupa persentase, distribusi frekuensi,

jumlah skor, dan rata-rata skor . Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan

rumus Kendall’s Tau B karena data-data yang tersedia dalam bentuk ordinal.
42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Deskripsi Umum BEM IPB

Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM IPB)

merupakan salah satu lembaga kemahasiswaan resmi yang ada di Institut

Pertanian Bogor. Lembaga kemahasiswaan merupakan wadah berorganisasi bagi

mahasiswa yang tujuannya untuk menyalurkan aspirasi, kreativitas dan motor

pergerakan mahasiswa. Selain BEM IPB masih ada lembaga kemahasiswaan yang

lain di IPB, di antaranya adalah Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Himpunan

Keprofesian (Himpro), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan BEM Fakultas. Jika

dianalogikan dengan struktur kepemerintahan Indonesia, maka BEM IPB

merupakan pemerintahan pusat yang dipimpin oleh presiden mahasiswa dan wakil

presiden mahasiswa. DPM merupakan DPR, BEM fakultas merupakan

Pemerintah Daerah tingkat provinsi dan Himpro adalah Pemerintahan Daerah

tingkat Kabupaten/Kota.

BEM IPB sendiri sebelumnya bernama Senat Mahasiswa, namanya

berubah ketika periode reformasi mulai bergulir tepatnya pada tahun 1998.

Dibandingkan dengan lembaga kemahasiswaan lainnya BEM IPB memiliki

bargaining position yang cukup tinggi. Jabatan sebagai presiden mahasiswa

begitu prestisius di mata mahasiswa. Periode masa kerja BEM IPB adalah masa

menjabat pengurus BEM IPB yaitu selama satu tahun terhitung ketika presiden

mahasiswa mulai dilantik. Setiap periode masa kerja, BEM IPB memiliki nama
43

kabinet yang berbeda-beda. BEM IPB periode 2008-2009 memiliki nama kabinet

IPB GEMILANG. Nama tersebut mengandung harapan bahwa program-program

yang dibuat dapat memberikan kegemilangan bagi civitas IPB.

4.1.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan hierarki bertingkat yang mencerminkan

tingkatan wewenang pada BEM IPB. Pimpinan tertinggi berada pada presiden

mahasiswa yang dibantu oleh wakil presiden mahasiswa. Keduanya dipilih

langsung oleh seluruh mahasiswa IPB yang masih aktif. Struktur di bawah

presiden mahasiswa adalah sekretaris eksekutif yang menjaga soliditas antar

pengurus BEM IPB. Masih dalam tingkatan yang sama, ada sekretaris kabinet

yang dibantu oleh dua orang wakil sekretaris serta ada bendahara kabinet.

Sekretaris kabinet bertugas menjadi pusat administrasi termasuk masalah

korespondensi, kesekretariatan dan dokumentasi. Bendahara kabinet berfungsi

sebagai pengelola masuk dan keluarnya keuangan BEM IPB.

Tingkatan di bawahnya terdapat sepuluh kementerian yang bertugas

mengurusi masalah-masalah yang berkaitan sesuai dengan bidangnya. Sepuluh

kementerian tersebut adalah Kementerian Kebijakan Nasional, Kementerian

Kebijakan Daerah, Kementerian Kebijakan Kampus, Kementerian Pendidikan,

Kementerian Kebijakan Pertanian, Kementerian Pengembangan Sumberdaya

Manusia, Kementerian Sosial dan Kemasyarakatan, Kementerian Budaya

Olahraga dan Seni, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian

Komunikasi dan Informasi. Masing-masing kementerian dipimpin oleh seorang

Menteri dan dibantu oleh seorang sekretaris menteri. Selain itu masing-masing
44

kementerian memiliki staf yang menjadi ujung tombak dan pelaksana program

kerja yang dibuat. Staf merupakan struktur terbawah dari hierarki organisasi.

4.1.3 Visi dan Misi Organisasi

Sebagai organisasi yang visioner dan berorientasi pada jangka panjang.

BEM IPB menyusun sebuah visi sebagai tujuan umum dari berdirinya BEM IPB.

Visi BEM IPB adalah “menjadi lembaga kemahasiswaan yang kontributif dan

prestatif secara profesional dan berkarakter dalam lingkup internal dan eksternal.”

Untuk mewujudkan sebuah visi maka BEM IPB menyusun misi-misi yang hendak

dijalankan. Terdapat enam misi dari BEM IPB.

1. Membangun komunikasi dan sinergisitas dengan seluruh lembaga

kemahasiswaan serta stakeholder lainnya

2. Membangun budaya manajerial dan administrasi yang rapi

3. Memfasilitasi kreativitas civitas akademika IPB

4. Membentuk sumberdaya manusia yang kompeten dan mandiri

5. Meningkatkan kepedulian sosial mahasiswa dan berperan dalam program

pemberdayaan masyarakat

6. Menjadikan BEM IPB sebagai motor pergerakan nasional

4.1.4 Sumberdaya Organisasi

BEM IPB merupakan organisasi kemahasiswaan resmi terbesar di IPB

yang melibatkan partisipasi mahasiswa. Struktur dan jumlah pengurus organisasi

sepenuhnya ditentukan oleh pimpinan tertinggi BEM IPB. Pada masa

kepengurusan tahun 2008-2009 jumlah pengurus BEM IPB sebanyak 130 orang.
45

Presiden mahasiswa, wakil presiden mahasiswa, sekretaris eksekutif, sekretaris

kabinet dan bendahara kabinet dikelompokan ke dalam Badan Pengurus Harian

yang berjumlah tujuh orang. Sepuluh orang berstatus sebagai menteri dan

sekretaris menteri. Sejumlah mahasiswa sisanya berstatus sebagai staf atau

anggota biasa. Jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

perempuan yaitu 69 untuk laki-laki dan 61 untuk perempuan.

Tabel 1 Perbandingan Jenis Kelamin Anggota BEM IPB Tahun 2009

Jenis kelamin
No. Bagian Laki-laki Perempuan
(orang) (orang)
1 Badan Pengurus Harian 3 4
2 Kementerian Kebijakan Nasional 8 3
3 Kementerian Kebijakan Daerah 8 4
4 Kementerian Kebijakan Kampus 5 5
5 Kementerian Kebijakan Pertanian 6 5
6 Kementerian Pendidikan 6 8
7 Kementerian Pengembangan SDM 9 6
8 Kementerian Budaya, Olahraga dan Seni 8 7
9 Kementerian Lingkungan Hidup 5 6
10 Kementerian Sosial dan Kemasyarakatan 6 6
11 Kementerian Komunikasi dan Informasi 5 7
Total 69 61
Sumber: Laporan Tengah Tahun BEM IPB 2009

Selain sumberdaya manusia, setiap tahunnya BEM IPB dipercaya

mengelola sumberdaya keuangan yang diterima dari dana DIKTI. Sumberdaya

keuangan digunakan untuk memenuhi kebutuhan berjalannya roda organisasi.

Jumlah keuangan yang diberikan tiap tahunnya tidak menentu. Sebagai gambaran

untuk tahun 2008-2009 BEM IPB dipercaya mengelola keuangan sebesar 176 juta
46

rupiah. Nilai ini meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya

mendapatkan 90 juta.

4.2 Gaya Kepemimpinan BEM IPB

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku orang lain.

Ada empat gaya kepemimpinan, yaitu direktif, konsultatif, partisipatif dan

delegatif. Pada organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

(BEM IPB) gaya kepemimpinan yang sering diterapkan oleh pemimpinnya adalah

gaya kepemimpinan konsultatif dengan rataan skor 72,96.

Kriteria pada gaya kepemimpinan ini adalah pemimpin menyampaikan

ide-ide atau gagasannya agar para pengurus mengetahui dan melaksanakan idenya

tersebut, selain itu juga pemimpin memberi tahu fungsi dan peranannya di

organisasi agar dapat dipahami oleh para pengurus. Kriteria yang lainnya adalah

mempertahankan standar prestasi kerja secara pasti, menjaga hubungan kerja yang

ramah serta pemimpin yang memiliki pandangan yang memotivasi kerja

pengurusnya. Sementara itu, gaya kepemimpinan yang sangat jarang diterapkan

oleh pemimpin BEM IPB adalah gaya kepemimpinan direktif. Ini ditunjukkan

dengan rataan skor yang paling kecil, yaitu 36,36 sedangkan gaya kepemimpinan

partisipatif skornya tidak jauh berbeda dengan konsultatif yaitu 68,85. Gaya

kepemimpinan delegatif mendapatkan skor 49,70. Perbandingan skor untuk

masing-masing gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Tabel 2.


47

Tabel 2 Skor untuk Gaya Kepemimpinan BEM IPB


No. Gaya kepemimpinan Skor
1 Direktif 36,36
2 Konsultatif 72,96
3 Partisipatif 68,85
4 Delegatif 49,70
Rata-rata skor 56,97

4.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif

Gaya kepemimpinan direktif merupakan gaya kepemimpinan dimana

pemimpin berperilaku tinggi pengarahan dan rendah dukungan. Inisiatif

pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh

pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan dan pelaksanaannya

diawasi ketat oleh pemimpin. Secara keseluruhan gaya kepemimpinan ini

mendapatkan skor 36,36. Menurut penilaian para anggota BEM IPB, pemimpin

jarang menerapkan gaya kepemimpinan direktif. Hal ini diperkuat dengan fakta

bahwa pada kriteria ”pimpinan saya menghindari hubungan sosial di luar

pekerjaan dengan saya” memiliki skor 23,64. Hal ini menandakan bahwa sebagian

besar pengurus tidak setuju pimpinan BEM IPB menghindari hubungan sosial di

luar pekerjaan dengan dirinya. Pada kriteria ”pimpinan saya mengambil keputusan

yang membuat pekerjaan saya jadi tidak menyenangkan”, anggota organisasi

mayoritas menjawab tidak setuju dengan nilai skor 23,64. Pemimpin BEM IPB

pandai dalam memposisikan diri sebagai pemimpin yang baik sehingga setiap

keputusan yang dibuat sebisa mungkin menjadikan pekerjaan anggotanya tetap

menyenangkan untuk dilakukan.


48

Selain itu, pemimpin BEM IPB dinilai oleh para anggotanya lebih sering

memberikan tugas kepada anggotanya sesuai dengan kemampuan anggota yang

diberikan tugas tersebut. Nilai skor untuk kategori tersebut sebesar 28,84 yang

artinya bahwa anggota BEM IPB tidak setuju jika pemimpinnya tidak

menanyakan terlebih dahulu kemampuan bawahannya. Pada kriteria ”pimpinan

saya lebih aktif berbicara ketika berdiskusi mengenai keorganisasian,” skornya

paling tinggi diantara kriteria lainnya pada gaya kepemimpinan ini yaitu sebesar

60,61. Para anggota BEM IPB menyadari bahwa pemimpin mereka memiliki

kemampuan berkomunikasi yang baik serta pengalaman dan gagasan yang lebih

banyak mengenai keorganisasian sehingga ketika berkomunikasi cenderung untuk

mendominasi perbincangan.

Pada kriteria ”pimpinan membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengan

saya” skornya adalah 45,45. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengurus

merasa tidak pernah dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan. Pemimpin

BEM IPB lebih sering membuat keputusan pada tingkat top manager, dimana

hanya anggota-anggota yang memiliki kedudukan cukup tinggi saja yang ikut

dalam pembuatan keputusan kelompok bahkan terkadang hanya diputuskan dalam

rapat Badan Pengurus Harian saja. Perbandingan skor pada gaya kepemimpinan

direktif bisa dilihat pada Tabel 3.


49

Tabel 3 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Direktif

No Pernyataan Skor
1 Pimpinan saya membuat keputusan tanpa berkonsultasi
dengan saya 45,45

2 Pimpinan saya menghindari hubungan sosial di luar 23,64


pekerjaan dengan saya
3 Pimpinan saya lebih aktif berbicara ketika berdiskusi 60,61
mengenai keorganisasian
4 Pimpinan saya mengambil keputusan yang membuat 23,64
pekerjaan saya jadi tidak menyenangkan
5 Pimpinan saya memberikan tugas kepada bawahannya
tanpa menanyakan terlebih dahulu kemampuan 28,48
bawahannya mengenai tugas tersebut
Rata-rata skor 36,36

4.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif

Gaya kepemimpinan konsultatif merupakan gaya yang paling sering

diterapkan oleh pemimpin BEM IPB. Skor untuk gaya kepemimpinan konsultatif

adalah 72,96. Pemimpin BEM IPB menggunakan pertemuan-pertemuan resmi

untuk memberikan pengarahan kepada para anggotanya dan terdapat respons yang

positif berupa dukungan dari anggota dengan menjalankan program kerja sesuai

dengan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin mereka.

Tingginya skor pada gaya kepemimpinan konsultatif ditunjukkan dengan

skor pada masing-masing kriteria yang tinggi pula. Skor pada semua kriteria gaya

kepemimpinan konsultatif selalu lebih dari pada lima puluh. Hal ini menunjukkan

bahwa semua anggota sebagian besar setuju dengan kriteria yang ada. Pemimpin

BEM IPB sering menyampaikan ide dan gagasannya di organisasi agar para

pengurus tahu dan menjalankan idenya tersebut. Selain itu pemimpin BEM IPB
50

juga memberi tahu fungsi dan peranannya dalam organisasi sehingga para

pengurus memahami fungsi dan peranan pemimpinnya. Hal ini bisa juga dikaitkan

dengan peranan pemimpin dalam hal pembagian tugas dan sumberdaya dalam

menyelesaikan program kerja.

Pemimpin BEM IPB memiliki standar prestasi kerja yang digunakan untuk

menilai kinerja pengurusnya secara kontinyu dan pasti. Penilaian ini dilakukan

secara rutin diawal bulan dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh pemimpin

BEM IPB. Selain itu, pemimpin BEM IPB dinilai oleh para anggotanya sebagai

pemimpin yang selalu menjaga hubungan kerja yang ramah. Hubungan kerja yang

dibangun membuat para anggota merasa nyaman untuk menjalankan tugas

organisasi yang diberikan. Di samping itu, para anggota setuju bahwa pemimpin

BEM IPB memiliki pandangan yang memotivasi kerjanya. Motivasi yang

diberikan dorongan dan semangat yang biasanya disampaikan pada pertemuan-

pertemuan rutin yang diadakan oleh BEM IPB. Skor pada gaya kepemimpinan

konsultatif dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Konsultatif

No Pernyataan Skor
1 Pimpinan saya menyampaikan ide-ide atau gagasannya di
68,48
organisasi agar para pengurus mengetahui dan
melaksanakan idenya tersebut
2 Pimpinan saya memberi tahu fungsi dan peranannya di 66,67
organisasi agar dapat dipahami oleh para pengurus
3 Pimpinan saya mempertahankan standar prestasi kerja secra 69,70
pasti
4 Pimpinan saya menjaga hubungan kerja yang ramah 83,64

5 Pimpinan saya mempunyai pandangan yang memotivasi 76,36


kerja saya
Rata-rata skor 72,96
51

4.3.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Gaya kepemimpinan partisipatif ini diartikan sebagai gaya kepemimpinan

yang rendah pengarahan namun tinggi dukungan. Posisi kontrol atas pemecahan

masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara bergantian. Dalam

penggunaan gaya ini pemimpin dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam

pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan

dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Skor untuk gaya

kepemimpinan ini sebesar 68,85. Skor tersebut menunjukkan bahwa anggota

BEM IPB menyadari bahwa pemimpin mereka juga sering menerapkan gaya

kepemimpinan partisipatif setelah gaya kepemimpinan konsultatif.

Anggota BEM IPB memandang bahwa pemimpin mereka sering

memberikan petunjuk tentang cara melakukan hubungan yang baik antara rekan

sekerja maupun dengan pimpinan. Hal ini ditandai dengan skor yang hanya 60,00.

Namun di sisi lain pemimpin BEM IPB selalu mempertimbangkan pendapat

pengurus ketika akan mengambil keputusan walaupun belum tentu pada akhirnya

pendapat dari pengurus yang dijadikan sebagai keputusan akhir. Skor untuk

kriteria tersebut mendapat yang paling besar yaitu 78,18. Selain itu, pemimpin

BEM IPB dinilai oleh para anggotanya selalu mengajak para pengurus BEM IPB

dalam pemecahan masalah di organisasi. Pemimpin biasanya bertanya kepada

para anggota yang bersangkutan dengan masalah yang ada dalam hal pencarian

solusi yang ideal sehingga masalah terselesaikan dengan baik.

Pada kriteria yang lain di gaya kepemimpinan partisipatif, pemimpin

mendapatkan penilaian yang tidak jauh berbeda dengan kriteria yang sudah

disebutkan di atas. Para anggota BEM IPB menilai pemimpin mereka sering
52

menghormati perasaan dan menghargai martabat mereka. Jarang sekali pemimpin

BEM IPB terlihat melecehkan dan merendahkan para anggota BEM IPB. Skor

untuk kriteria tersebut sebesar 73,94. Kriteria terakhir pada gaya kepemimpinan

partisipatif adalah ”pimpinan saya menjadikan saya merasa tenang jika berada di

dekatnya” mendapat skor sebesar 65,45. Hal ini menunjukkan bahwa para anggota

menilai pemimpin sering menjadikan mereka merasa tenang jika berada di

dekatnya. Perbandingan skor untuk gaya kepemimpinan partisipatif dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Partisipatif


No Pernyataan Skor
1 Pimpinan saya memberikan petunjuk tentang cara 60,00
melakukan hubungan yang baik antara rekan sekerja
maupun dengan pimpinan
2 Pimpinan saya mempertimbangkan pendapat pengurus 78,18
ketika akan mengambil keputusan
3 Pimpinan saya selalu mengajak pengurus untuk berperan 66,67
serta dalam pemecahan masalah di organisasi
4 Pimpinan saya menghormati perasaan saya dan menghargai 73,94
martabat saya
5 Pimpinan saya menjadikan saya merasa tenang jika berada 65,45
didekatnya
Rata-rata skor 68,85

4.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif

Gaya kepemimpinan delegatif diartikan sebagai gaya kepemimpinan yang

rendah dukungan dan rendah pengarahan karena pemimpin mendiskusikan

masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai

definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan

secara keseluruhan kepada bawahan. Penilaian dari para anggota untuk gaya

kepemimpinan delegatif sebesar 49,70. Hal ini menunjukkan bahwa gaya


53

kepemimpinan ini jarang digunakan oleh pemimpin BEM IPB dalam menjalankan

tugasnya dibandingkan dengan yang lainnya. Gaya kepemimpinan delegatif

sedikit dihindari dalam kepemimpinan BEM IPB karena pemimpin memiliki

kapasitas dan juga pengalaman yang lebih sehingga kemampuan untuk

mengarahkan para anggotanya cukup besar.

Berbagai kriteria pada gaya kepemimpinan delegatif mendapatkan

penilaian berbeda dari para anggotanya. Para anggota BEM IPB menilai bahwa

pemimpin BEM IPB sering mempercayakan keputusan yang diberikan kepada

mereka. Hal ini dibuktikan dengan skor yang cukup tinggi yaitu sebesar 74,54.

Pemimpin BEM IPB pun dipandang sering menentukan kebijakan dan

pengambilan keputusan secara bersama-sama. Permasalahan yang sangat

kompleks biasanya diselesaikan pada rapat-rapat rutin yang diadakan pada tingkat

top manager ataupun pada rapat tingkat kementerian. Selain itu, pemimpin BEM

IPB jarang melakukan penugasan langsung kepada pengurus dalam menjalankan

pekerjaan organisasi. Pemimpin BEM IPB memanfaatkan hierarki atau struktur

organisasi yang ada sehingga penugasan lebih sering dilakukan oleh pimpinan

masing-masing kementerian.

Kriteria selanjutnya pada gaya kepemimpinan delegatif yaitu “pimpinan

saya tidak memberikan pengarahan dalam pekerjaan.” Kriteria tersebut mendapat

skor 27,88 yang artinya bahwa para anggota BEM IPB menganggap bahwa

pemimpin mereka jarang melakukan hal tersebut. Para anggota lebih setuju bahwa

pemimpin mereka sering memberikan pengarahan baik secara umum maupun

personal kepada para anggotanya. Pengarahan dalam pekerjaan dilakukan oleh

pemimpin BEM IPB secara kontinyu sampai program kerja tersebut selesai
54

dilaksanakan. Pada kriteria yang terakhir, pemimpin BEM IPB dinilai oleh

anggotanya sebagai pemimpin yang sudah tegas dalam pengambilan keputusan

ataupun hal lain yang berhubungan dengan keorganisasian. Hasil skor pada semua

kriteria gaya kepemimpinan delegatif dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Skor untuk Gaya Kepemimpinan Delegatif

No Pernyataan Skor
1 Pimpinan saya mempercayai setiap keputusan yang 74,54
diberikan kepada saya
2 Pimpinan saya menentukan kebijakan dan pengambilan 66,67
keputusan secara bersama-sama
3 Pimpinan saya menugaskan langsung kepada pengurus 54,54
dalam menjalankan tugasnya
4 Pimpinan saya tidak pernah memberikan pengarahan 27,88
dalam pekerjaan
5 Pimpinan saya kurang tegas dalam pengambilan keputusan 24,85

Rata-rata skor 49,70

4.3 Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB

Sebuah organisasi tidak terlepas dari proses komunikasi. Setiap anggota

organisasi berperilaku komunikasi berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku

komunikasi yang berulang di dalam organisasi diartikan sebagai pola komunikasi

organisasi. Organisasi BEM IPB sering menggunakan pola komunikasi dari atas

ke bawah. Ini terbukti dengan skor paling tinggi di antara yang lainnya yaitu

sebesar 60,60. Pada pola komunikasi ini terjadi arus informasi berupa instruksi,

tugas ataupun pengarahan dari pimpinan BEM IPB kepada para staf. Sementara

itu komunikasi dari bawah ke atas mendapat skor terkecil yaitu sebesar 35,05. Hal

ini menandakan bahwa pola komunikasi tersebut sangat jarang dilakukan oleh

pengurus BEM IPB. Pola komunikasi horizontal mendapat skor yang tidak jauh
55

berbeda dengan pola komunikasi dari atas ke bawah yaitu sebesar 56,57. Skor

tersebut menunjukkan bahwa pola komunikasi horizontal juga merupakan pola

komunikasi yang sering digunakan oleh BEM IPB. Pola komunikasi yang terakhir

yaitu pola komunikasi diagonal yang mendapat skor sebesar 39,49. Hasil

penelitian untuk pola komunikasi organisasi dengan menggunakan skor dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Skor untuk Pola Komunikasi Organisasi BEM IPB

No Pola Komunikasi Organisasi Skor


1 Komunikasi dari atas ke bawah 60,60
2 Komunikasi dari bawah ke atas 35,05
3 Komunikasi horizontal 56,57
4 Komunikasi diagonal 39,49
Rata-rata skor 47,93

4.3.1 Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah

Komunikasi dari atas ke bawah berasal dari pimpinan tertinggi ditunjukan

kepada pimpinan menengah terus mengalir melewati tingkat manajemen untuk

kemudian disampaikan kepada bawahan. Makin rendah tingkatan hierarki makin

rinci perintah atau instruksi yang dikomunikasikan. Di samping

mengomunikasikan perintah, BEM IPB melakukan komunikasi dari atas ke bawah

dalam hal penyebaran informasi tentang tujuan organisasi, kebijakan, peraturan,

manfaat, hak-hak khusus ataupun umpan balik dari atasan tentang hasil

pelaksanaan tugas oleh para staf. Media yang digunakan oleh pimpinan BEM IPB

untuk komunikasi ke bawah adalah rapat general, telepon atau sms. Secara umum

skor untuk pola komunikasi dari atas ke bawah sebesar 60,60. Skor ini relatif
56

besar dibandingkan dengan yang lainnya. Skor ini mengandung arti pengurus

organisasi sering melakukan pola ini dalam aktivitas komunikasi organisasi.

Interaksi komunikasi dengan bawahan secara tidak langsung atau tidak

tatap muka yang merupakan salah satu dari kriteria komunikasi dari atas ke bawah

mendapat skor sebesar 68,48. Interaksi yang dilakukan oleh atasan kepada

bawahan lebih sering dilakukan melalui pertemuan tatap muka. Pertemuan

tersebut dijadikan sebagai wadah bagi atasan untuk menyampaikan ide atau

instruksi mengenai program kerja kepada bawahannya. Hal ini sejalan dengan

kriteria selanjutnya di mana skor untuk kriteria pemberian instruksi tertulis kepada

bawahan sangat rendah yaitu sebesar 48,48. Ketika bawahan sedang mengalami

kesulitan dalam bekerja pun komunikasi yang dilakukan tidak terlalu sering

melalui pengarahan tidak langsung.

Penilaian yang dilakukan oleh atasan terhadap kinerja bawahan secara

langsung sering dilakukan. Nilai untuk kriteria tersebut sebesar 61,82. Penilaian

baik secara langsung ataupun tidak langsung dijadikan sebagai ukuran standar

kerja prestasi yang diukur secara pasti oleh atasan. Selain melakukan penilaian,

pimpinan di BEM IPB, sering juga melakukan interaksi dengan bawahan

mengenai masalah yang tidak berkaitan dengan organisasi. Hal ini ditandai

dengan skor yang cukup tinggi sebesar 73,93. Kriteria terakhir membahas

mengenai pemberian perintah yang tidak sesuai dengan tugasnya kepada

bawahan. Jumlah skor untuk kriteria ini adalah 44,24. Skor tersebut merupakan

salah satu yang paling kecil jika dibandingkan dengan yang lain, skor tersebut

menunjukkan bahwa hal ini jarang terjadi di BEM IPB. Perintah lebih difokuskan

sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya sebagai bawahan. Skor untuk


57

berbagai kriteria pada pola komunikasi dari atas ke bawah akan disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8 Skor untuk Kriteria ada pola Komunikasi dari Atas ke Bawah BEM IPB

No Pernyataan Skor
1 Saya berinteraksi komunikasi tidak langsung atau tidak
68,48
tatap muka dengan bawahan
2 Pemberian instruksi tertulis mengenai pekerjaan kepada
48,48
bawahan
3 Pemberian pengarahan tidak secara langsung kepada
66,67
bawahan yang mengalami kesulitan dalam bekerja
4 Pemberian penilaian langsung terhadap kinerja pengurus 61,82
5 Interaksi komunikasi tentang masalah yang tidak
73,93
bersangkutan dengan pekerjaan kepada bawahan
6 Pemberian perintah kepada bawahan yang tidak sesuai
44,24
dengan tugasnya
Rata-rata skor 60,60

4.3.2 Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas

Komunikasi dari bawah ke atas menunjukkan bahwa arus informasi

mengalir dari bawahan menuju ke atasan. Komunikasi ke atas pada BEM IPB

merupakan proses penyampaian gagasan, ide atau saran dan pandangan bawahan

kepada atasan. Bentuk-bentuk komunikasi yang dipakai dalam komunikasi ke atas

pada BEM IPB meliputi laporan pelaksanaan pekerjaan, saran-saran,

rekomendasi, rencana anggaran, keluhan, permintaan bantuan. Para pejabat di

setiap hierarki bertindak sebagai penyaring informasi yang disalurkan ke atas

melalui pengintegrasian, pembuatan ikhtisar dan pemadatan informasi yang

datang dari bawah. Secara keseluruhan dilihat dari semua kriteria, skor untuk pola

komunikasi ini adalah terkecil yaitu 35,05. Jadi dapat dikatakan BEM IPB jarang

melakukan pola komunikasi dari bawah ke atas.


58

Pada setiap pola komunikasi ada enam kriteria yang menentukan ukuran

tinggi rendahnya skor. Kriteria pertama pola komunikasi dari bawah ke atas

adalah “interaksi langsung atau komunikasi langsung dengan atasan.” Skor untuk

kriteria tersebut sebesar 37,58. Hal ini menandakan bahwa anggota BEM IPB

jarang bertemu dan berkomunikasi langsung dengan pimpinan BEM IPB atau top

manager yang terdiri dari Badan Pengurus Harian dan para menteri BEM IPB.

Interaksi langsung biasanya dilakukan di Student Centre yang menjadi sekretariat

BEM IPB. Interaksi secara langsung biasanya dilakukan dalam bentuk rapat

kementerian ataupun rapat kepanitiaan program kerja. Pola komunikasi dari

bawah ke atas ditunjukkan pula dengan pembuatan laporan tertulis mengenai

pekerjaan kepada atasan. Namun pada kriteria ini skor relatif kecil jika

dibandingkan dengan yang lain yaitu hanya 25,45. Hal ini menandakan bahwa

pembuatan laporan tertulis jarang dilakukan oleh anggota BEM IPB kepada atasan

mereka. Mekanisme yang ada pada organisasi hanya mewajibkan adanya laporan

tertulis dari kepala kementerian kepada pimpinan BEM IPB sehingga para

anggota kadang tidak banyak dilibatkan dalam pembuatan laporan tertulis. Tabel 9

menunjukkan bahwa anggota juga jarang melaporkan tugas organisasinya secara

lisan kepada atasan mereka. Skor untuk kriteria tersebut sebesar 34,55.

Pernyataan ide dan atau usul kepada atasan dalam organisasi BEM IPB

ternyata sering dilakukan. Hal ini terbukti dengan nilai rataan yang mencapai

45,45. Pernyataan ide atau usul biasanya terkait dengan pengembangan program

kerja yang akan atau sedang dilakukan oleh BEM IPB. Selain itu, bawahan juga

ternyata selalu meminta pendapat atau bertanya kepada atasan jika menemui

kesulitan dalam bekerja. Hal ini terjadi biasanya pada bawahan yang masih belum
59

berpengalaman pada pekerjaan organisasi yang bersifat teknis. Bawahan biasanya

belum memiliki kapasitas untuk melakukan sesuatu yang mengandung resiko

cukup tinggi sehingga membutuhkan pendapat dan saran dari pimpinan. Untuk

kriteria ini skornya adalah sebesar 41,82.

Di sisi lain, bawahan jarang menyatakan keluhan dan ketidakpuasan

kepada atasan mereka. Pernyataan ini terbukti dengan nilai skor untuk rataan

tersebut sebesar 25,45. Keluhan tersebut biasanya disampaikan pada saat informal

dan disampaikan secara personal kepada atasan dan tanpa diketahui orang lain.

Keluhan biasanya seputar ketidakmampuan bawahan dalam mengerjakan tugas

organisasi dikarenakan berbagai alasan. Skor untuk kriteria pada pola komunikasi

dari bawah ke atas dapat di lihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas BEM IPB
No Pernyataan Skor
1 Saya berinteraksi atau komunikasi langsung dengan atasan 37,58
2 Saya membuat laporan tertulis mengenai pekerjaan kepada 25,45
atasan
3 Saya membuat laporan secara lisan atau langsung tentang 34,55
pekerjaan kepada atasan
4 Saya membuat pernyataan ide atau usul kepada atasan 45,45
5 Saya bertanya atau meminta pendapat kepada atasan jika 41,82
menemui kesulitan dalam bekerja
6 Saya menyatakan keluhan atau ketidakpuasan dalam 25,45
bekerja kepada atasan
Rata-rata skor 35,05

4.3.3 Pola Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal terjadi antara orang-orang yang menduduki jabatan

yang setingkat dalam struktur organisasi. Tujuan komunikasi horizontal yang

dilakukan oleh BEM IPB antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi

dan memberikan informasi kepada bagian atau kementerian yang memiliki


60

hubungan sejajar. Tipe ini menjadi penting ketika masing-masing kementerian

atau bagian dalam satu organisasi memiliki ketergantungan yang cukup besar.

Pola komunikasi horizontal juga termasuk kedalam kategori sering dilakukan

dalam organisasi BEM IPB. Skor untuk pola komunikasi ini adalah 56,57.

Interaksi komunikasi langsung dengan rekan kerja setingkat mendapat

skor yang paling tinggi untuk pola komunikasi ini. Nilainya mencapai 71,52. Hal

ini menandakan seringnya rekan kerja setingkat bertemu. Pertemuan ini biasanya

dilakukan pada rapat-rapat kepanitiaan yang pertemuanya bersifat intens. Pada

tingkat top manager pertemuan intens dilaksanakan setiap dua minggu sekali

sedangkan pada tingkat staf pertemuan tidak bersifat rutin per satuan waktu

namun intensitas pertemuan bisa dikatakan sangat tinggi. Hal tersebut

dikarenakan banyaknya koordinasi yang dilakukan sebelum meyiapkan program

kerja yang harus dilakukan secara tatap muka. Selain bersifat pengkoordinasian,

pertemuan antara rekan kerja setingkat juga biasa saling memberikan saran dan

kritik mengenai tugas mereka atau terhadap pribadi mereka. Skor untuk kriteria

tersebut sebesar 60,61.

Dalam pemenuhan tugas organisasi, seringkali pengurus BEM IPB

menemui kesulitan. Meminta bantuan kepada rekan kerja yang berbeda tingkatan

jarang dilakukan oleh pengurus BEM IPB. Para anggota BEM IPB lebih nyaman

meminta bantuan kepada rekan kerja yang setingkat. Hal ini mungkin dikarenakan

rekan kerja setingkat memiliki posisi sama dengan dirinya dan lebih egaliter

sehingga nilai lebih bisa memahami kesulitannya. Skor untuk kriteria tersebut

sebesar 34,55. Informasi yang didapat dari atasan seringkali diteruskan kepada

rekan kerja setingkat. Proses ini menandakan bahwa komunikasi di dalam


61

organisai rekan kerja setingkat cukup lancar. Terbukti dengan skor yang cukup

tinggi sebesar 63,64.

Dalam proses komunikasi yang berjalan di antara rekan kerja setingkat,

ditemui adanya pembatasan komunikasi mengenai masalah lain di luar pekerjaan.

Dapat diartikan bahwa sebagian besar pengurus BEM IPB membatasi dirinya

dalam membahas mengenai informasi di luar pekerjaan dengan rekan kerja

setingkat. Skor untuk kriteria ini sebesar 58,18. Interaksi yang intens ternyata

membuat pengurus BEM IPB sering menyatakan keluhan antar rekan kerja

setingkat. Skor untuk kriteria tersebut sebesar 50,91. Hasil skor utuk semua

kriteria pada pola komunikasi horizontal disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Horizontal BEM IPB

No Pernyataan Skor
1 Interaksi komunikasi langsung atau tatap muka antar rekan 71,52
kerja setingkat
2 Pernyataan saran dan kritik mengenai pekerjaan antar rekan 60,61
kerja setingkat
3 Apabila menemui kesulitan dalam bekerja meminta 34,55
bantuan kepada rekan kerja yang berbeda tingkatan
4 Penerusan informasi yang didapatkan dari atasan kepada 63,64
rekan kerja setingkat
5 Pembatasan komunikasi tentang masalah-masalah lain 58,18
diluar pekerjaan antara rekan kerja setingkat
6 Menyatakan keluhan mengenai pekerjaan kepada rekan 50,91
kerja setingkat
Rata-rata skor 56,57

4.3.4 Pola komuniakasi Diagonal

Komunikasi ini melibatkan dua pihak yang tingkatan organisasinya

berbeda bagian. Komunikasi ini memiliki beberapa keuntungan di antaranya

adalah penyebaran informasi bisa lebih cepat daripada bentuk komunikasi


62

tradisional. Selain itu, komunikasi diagonal membantu individu dari berbagai

bagian atau kementerian ikut membantu masalah dalam organisasi. Di samping

memiliki kelebihan, komunikasi memiliki kekurangan, di antaranya adalah

komunikasi ini dapat menganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan

normal. Selain itu, komunikasi diagonal dalam suatu organisasi besar sulit untuk

dikendalikan secara efektif. Pada organisasi BEM IPB niai rataan untuk pola

komunikasi diagonal adalah sebesar 39,49.

Interaksi langsung yang dilakukan antara kepala kementerian dengan staf

yang berbeda kementerian yang dilakukan masuk kategori sering. Skor untuk

kriteria tersebut adalah 55,15. Namun di sisi lain, ada keterbatasan interaksi

komunikasi antara kepala kementerian dengan staf yang berbeda kementerian

karena kepemilikan informasi. Interaksi yang dilakukan biasanya berbentuk

komunikasi informal terkait dengan hal-hal yang sedang dilakukan pada masing-

masing kementerian. Karena kedudukan yang lebih tinggi, kepala kementerian

umumnya memiliki informasi lebih banyak mengenai kemajuan program kerja

yang dilakukan semua kementerian.

Pola komunikasi diagonal yang terjadi di BEM IPB ternyata jarang terjadi

dalam bentuk pengawasan pekerjaan dan sangat jarang terjadi pada pemberian

instruksi atau pengarahan dari kepala kementerian kepada staf yang berbeda

kementerian. Skor untuk dua kriteria tersebut relatif kecil yaitu hanya 28,48 dan

24,65. Tanggapan yang negatif apabila ada pemberian instruksi dari kepala

Kementerian kepada staf yang berbeda Kementerian pun jarang terjadi. Hal ini

memperkuat pernyataan di atas bahwa pola komunikasi diagonal jarang terjadi

pada BEM IPB. Skor untuk kriteria tersebut sebesar 26,06. Namun di sisi lain,
63

pola komunikasi diagonal cukup sering terjadi dibandingkan yang lain ketika

kepala kementerian dengan staf yang berbeda kementerian berinteraksi mengenai

hal-hal yang tidak berhubungan dengan masalah organisasi. Skor untuk kriteria

tersebut mencapai 47,88. Skor selengkapnya untuk kriteria-kriteria pada pola

komunikasi diagonal akan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Skor untuk Kriteria Pola Komunikasi Diagonal BEM IPB

No Pernyataan Skor
1 Interaksi komunikasi langsung antara kepala kementerian 55,15
dengan staf yang berbeda Kementerian
2 Terbatasnya interaksi komunikasi antara kepala
54,55
Kementerian dengan staf yang berbeda bagian karena
kepemilikan informasi
3 Pengawasan pekerjaan dari kepala kementerian kepada staf 28,48
yang berbeda bagian atau Kementerian
4 Pemberian instruksi/perintah dan pengarahan dari kepala 24,85
Kementerian kepada staf yang berbeda Kementerian
5 Tanggapan yang negatif apabila pemberian instruksi dari
26,06
kepala Kementerian terhadap staf yang berbeda
Kementerian
6 Interaksi komunikasi mengenai hal yang tidak
47,88
bersangkutan antara kepala Kementerian dengan staf yang
berbeda bagian.
Rata-rata skor 39,49

4.4 Modal Sosial BEM IPB

Konsep modal sosial disebut sebagai modal yang merujuk pada banyak

aspek dari organisasi sosial informal yang terbangun dari sumberdaya-

sumberdaya sosial produktif yang dapat dimanfaatkan untuk satu atau lebih

pelaku sosial dalam masyarakat. Para pelaku ini secara individual

menginvestasikan modal sosial melalui hubungan pertemanan maupun hubungan

yang dibangun dalam persetujuan-persetujuan tertulis. Sumberdaya-sumberdaya

sosial yang biasanya berbentuk hubungan sosial yang kuat ini selanjutnya
64

terinternalisasi melalui aturan-aturan yang kadang menjadi modal sosial yang

sangat kuat dan dapat mendukung usaha manusia dalam bertahan hidup.

Para anggota BEM IPB setuju bahwa pada organisasi BEM IPB telah

terjadi pembentukan modal sosial. Hal itu ditunjukan dengan skor pada variabel

modal sosial yang mencapai 67,22. Untuk menentukan terjadinya pembentukan

modal sosial pada penelitian ini telah disajikan empat belas kriteria. Kriteria

tersebut dikembangkan dari tiga komponen modal sosial yang ada yaitu

kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial. Kepercayaan dalam BEM IPB

sebagai bagian dari pembentukan modal sosial dari organisasi ini sudah terbangun

dengan baik. Skor untuk komponen kepercayaan sebesar 76,00. Para anggota

BEM IPB pun setuju bahwa mereka sudah memiliki jaringan sosial. Hal ini

dibuktikan dengan skor sebesar 62,63. Norma sosial berupa aturan yang mengatur

aktivitas anggota BEM IPB sudah terbentuk pada organisasi ini. Skor untuk

norma sosial adalah sebesar 63,03. Skor selengkapnya untuk modal sosial

ditampilkan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Skor untuk Modal Sosial BEM IPB

No. Komponen Modal Sosial Skor


1 Kepercayaan 76,00
2 Jaringan sosial 62,63
3 Norma sosial 63,03
Rata-rata skor 67,22

4.4.1 Kepercayaan

Kepercayaan sebagai komponen modal sosial memiliki lima kriteria.

Kepercayaan anggota BEM IPB dalam hal bekerjasama dengan anggota lain

mendapat skor 76,00. Kepercayaan tersebut terbangun pada anggota BEM IPB
65

karena masing-masing pihak menyadari bahawa setiap anggota BEM IPB

merupakan mahasiswa terpilih yang bisa masuk organisasi ini sehingga setiap

anggota memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas organisasinya.

Selain itu, para anggota BEM IPB pun sangat setuju, mereka percaya bahwa

hubungan yang terbangun dalam organisasi akan memudahkan pekerjaan mereka

dalam menjalankan tugas organisasi. Skornya adalah 80,61. Skor tersebut

merupakan yang paling besar dari pada kriteria yang lain.

Kriteria kepercayaan lain yang terbangun adalah kepercayaan anggota

BEM IPB dalam menjaga keeratan hubungan dalam berorganisasi. Para anggota

percaya karena masing-masing pihak dalam organisasi menjaga hubungan kerja

yang ramah sehingga kohesivitas organisasi lebih terjaga. Nilai rataan untuk

kriteria tersebut sebesar 72,12. Selain itu, anggota BEM IPB pun setuju bahwa

mereka percaya mampu menjaga organisasi akan tetap bertahan. Kepercayaan

tersebut tumbuh oleh karena mereka sebisa mungkin melakukan kinerja yang

maksimal pada setiap program kerja sehingga BEM IPB tetap menunjukan

eksistensinya. Skor untuk kriteria tersebut adalah 70,91.

Resiko yang akan ditanggung dalam menjalankan tugas organisasi pun

sudah diketahui oleh sebagian besar anggota BEM IPB. Hal itu ditunjukkan

dengan skor sebesar 78,18. Diketahuinya resiko yang akan ditanggung oleh

anggota BEM IPB maka tugas-tugas yang ada dikerjakan dengan penuh perhatian

serta tanggung jawab sehingga hasil yang didapat lebih maksimal. Skor

kepercayaan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 13.


66

Tabel 13 Skor untuk Kriteria Kepercayaan BEM IPB.

No. Kriteria kepercayaan Skor


1. Saya yakin mampu bekerjasama dengan pengurus lain di
78,18
dalam organisasi
2. Saya percaya bahwa hubungan yang terbangun dalam
organisasi ini akan memudahkan pekerjaan saya dan 80,61
anggota organisasi yang lain
3. Saya percaya bahwa saya mampu menjaga keeratan
72,12
hubungan dalam organisasi
4. Saya percaya bahwa saya mampu menjaga organisasi
70,91
akan tetap bertahan
5. Saya mengetahui resiko yang akan ditanggung ketika
78,18
memutuskan ikut organisasi
Rata-rata skor 76,00

4.4.2 Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan komponen yang tak kalah penting dari

pembentukan modal sosial. Ada lima kriteria dari jaringan sosial. Pertama, para

anggota BEM IPB menyatakan setuju bahwa mereka mengetahui sebagian besar

anggota organisasi. Hal tersebut terjadi karena sering adanya pertemuan-

pertemuan organisasi baik secara formal maupun informal. Skor untuk kriteria di

atas adalah 61,21. Namun ternyata skor lebih kecil ditunjukan pada kriteria kedua

“saya mengenal dekat sebagian besar anggota BEM IPB” yaitu sebesar 58,79. Hal

tersebut menunjukkan bahwa tidak semua anggota BEM IPB yang diketahui

merupakan anggota yang dikenal secara dekat oleh anggota yang lain. Di sisi lain,

skor tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar anggota BEM IPB setuju

bahwa mereka saling mengenal secara dekat. Hal tersebut tidak mengherankan

karena selain hubungan kerja dalam organisasi para anggota BEM IPB pun sering

berinteraksi satu sama lain dengan status mahasiswanya. Misalkan para anggota
67

BEM IPB yang merupakan teman se-fakultas, se-kementerian atau se-rumah kost

sehingga mereka nengenal secara dekat.

Dalam hal melakukan hubungan kerja antar anggota BEM IPB, para

anggota lebih setuju melakukannya secara informal. Suasana informal lebih

disukai karena dirasa lebih fleksibel serta tidak kaku. Ke-informal-an tersebut

sering tercermin dalam pertemuan-pertemuan rutin tingkat kementerian ataupun

pertemuan seluruh anggota. Skor untuk kriteria tersebut adalah 62,42. Aktivitas

organisasi di kementerian lain juga cukup diketahui oleh anggota BEM IPB. Hal

tersebut didukung oleh nilai rataan sebesar 63,64. Skor tersebut mencirikan bahwa

mereka setuju dengan kriteria ketiga tersebut. Adanya rapat general yang

melibatkan seluruh anggota BEM IPB dan dilakukan secara rutin setiap bulan

menyebabkan anggota BEM IPB mengetahui aktivitas organisasi kementerian

lain. Dalam rapat general diinformasikan aktivitas masing-masing kementerian

oleh kepala kementeriannya.

Hubungan yang terjalin dalam menjalankan tugas organisasi ternyata lebih

disukai hubungan yang bersifat pertemanan. Pernyataan tersebut tercermin dengan

skor sebesar 64,85 pada kriteria keempat tersebut. Hal tersebut sejalan dengan

jenis hubungan informal yang lebih disukai pada BEM IPB.

Jaringan sosial sebagai bagian dari komponen sosial juga dapat

digambarkan melalui kriteria terakhir yaitu dengan banyaknya jumlah kontak

kerja yang dimiliki oleh anggota organisasi. Anggota BEM IPB menyatakan

setuju bahwa mereka memiliki jumlah kontak kerja yang mencukupi untuk

pemenuhan tugas mereka. Kontak kerja yang dimiliki oleh para anggota BEM IPB

biasanya terdiri dari pihak-pihak yang diajak untuk bekerjasama pada program
68

kerja yang ada misalkan perusahaan swasta, pemerintah daerah, pemerintah pusat

dan juga LSM. Kontak kerja tersebut tidak hanya didiapatkan sendiri namun bisa

saja didapatkan dari anggota BEM IPB yang lain. Skor untuk kriteria ini adalah

64,85. Hasil rataan skor pada variabel modal sosial secara lengkap dapat di lihat

pada Tabel 14.

Tabel 14 Skor untuk Kriteria Jaringan Sosial BEM IPB

No. Kriteria jaringan sosial Skor


1. Hubungan yang terjalin pada saya dalam melakukan fungsi 62,42
sebagai anggota organisasi dengan anggota lain lebih
nyaman dilakukan secara informal.
2. Saya mengetahui sebagian besar pengurus organisasi 61,21
3. Saya mengenal dekat sebagian besar pengurus pengurus 58,79
organisasi
4. Saya mengetahui aktivitas organisasi kementerian yang lain 63,64
5. Hubungan pertemanan adalah hal yang mendasari saya 64,85
berinteraksi dalam organisasi ini
6. Saya memiliki banyak jumlah kontak yang dapat dihubungi 64,85
untuk pemenuhan tugas/pekerjaan
Rata-rata skor 62,63

4.4.3 Norma Sosial

Para anggota BEM IPB menyatakan setuju pada kriteria “organisasi BEM

IPB memiliki aturan tertulis yang mengatur aktivias anggotanya.” Skornya adalah

64,24. Aturan tertulis pada BEM IPB berbentuk AD/ART, Garis Besar Haluan

Organisasi serta aturan tertulis lain ytang dibuat oleh Badan Pengurus Harian

BEM IPB terkait dengan kebijakan-kebijakan internal yang akan diambil. Skor

lebih kecil diperoleh pada kriteria “Organisasi BEM IPB memiliki aturan tidak

tertulis untuk mengatur aktivitas anggotanya” yaitu sebesar 58,18. Aturan tidak

tertulis kurang disosialisasikan oleh pimpinan BEM IPB sehingga anggota BEM

IPB lebih mengetahui aturan tertulis dibandingkan aturan tidak tertulis yang ada.
69

Pada kriteria “Organisasi BEM IPB memiliki nilai-nilai tradisional yang dijunjung

tinggi untuk mengatur aktivitas anggotanya” mendapatkan skor sebesar 66,67.

Nilai-nilai tradisional paling diketahui oleh anggota BEM IPB dibanding aturan-

aturan diatas karena nilai-nilai yang diajarkan tercermin dari sikap dan perilaku

para anggota BEM IPB dalam menjalankan tugasnya. Nilai-nilai tersebut meliputi

kejujuran, tanggung jawab, peduli, ramah dan lain-lain. Skor selengkapnya untuk

kriteria norma sosial ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Skor untuk Kriteria Norma Sosial BEM IPB

No. Kriteria norma sosial Skor


1 Organisasi yang saya masuki ini memiliki aturan tertulis 64,24
yang mengatur aktivitas anggotanya
2 Organisasi yang saya masuki ini memiliki aturan tidak 58,18
tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya
3 Organisasi yang saya masuki ini memiliki nilai-nilai 66,67
tradisional yang dijunjung tinggi untuk mengatur
aktivitas anggotanya
Rata-rata skor 63,03

4.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi


dengan Pembentukan Modal Sosial BEM IPB

4.5.1 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pola Komunikasi


Organisasi BEM IPB

Uji hubungan antara gaya kepemimpinan dengan pola komunikasi

organisasi BEM IPB menggunakan rumus Kendall’s Tau B menunjukkan bahwa

sebagian besar variabel tidak berhubungan nyata. Satu-satunya yang menunjukan

hubungan yang signifikan yaitu gaya kepemimpinan delegatif dengan komunikasi

dari atas ke bawah (0,255). Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering terjadi
70

pola komunikasi dari atas ke bawah pada organisasi BEM IPB maka gaya

kepemimpinan delegatif pun sering diterpakan oleh pemimpin BEM IPB.

Seringnya pola komunikasi dari atas ke bawah diterapkan menyebabkan

aliran informasi, pesan ataupun instruksi dari atasan kepada bawahan BEM IPB.

Informasi tersebut berupa tugas yang harus diselesaikan sebagai bentuk

pendelegasian wewenang dari pemimpin BEM IPB. Tugas yang harus

diselesaikan oleh bawahan BEM IPB tersebut berbentuk pendelegasian dari

pimpinan BEM IPB sehingga gaya kepemimpinan delegatif semakin sering

diterapkan. Nilai korelasi signifikan Kendall’s Tau B antara gaya kepemimpinan

denga pola komunikasi organisasi ditampilkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan Pola


Komunikasi Organisasi BEM IPB
Direktif Konsultatif Partisipatif Delegatif
Komunikasi ke bawah ,031 -,020 -,014 ,255*
Komunikasi ke atas ,079 ,041 ,056 ,088
Komunikasi horizontal -,016 -,044 -,055 ,126
Komunikasi diagonal -,011 ,045 ,084 -,128
Keterangan: * berhubungan nyata (p<0,05)

4.5.2 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Pembentukan Modal Sosial


pada BEM IPB

Hasil analisis dengan menggunakan Kendall’s Tau B menunjukkan bahwa

ada beberapa modal sosial yang berhubungan signifikan dengan gaya

kepemimpinan. Kepercayaan memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan gaya

kepemimpinan konsultatif. Semakin sering pemimpin menerapkan gaya

kepemimpinan yang konsultatif, maka akan meningkatkan kepercayaan para

anggota BEM IPB. Gaya kepemimpinan konsultatif yang tinggi dukungan dari
71

anggota BEM IPB serta tinggi pengarahan dari pemimpin bisa menimbulkan rasa

saling percaya di antara anggota BEM IPB.

Terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara jaringan sosial dengan gaya

kepemimpinan delegatif. Dapat diartikan semakin sering diterapkan gaya

kepemimpinan delegatif, maka meningkatkan pula jaringan sosial para anggota

BEM IPB. Gaya kepemimpinan delegatif yang lebih sering mendelegasikan

anggotanya akan membuat anggota lebih bebas karena rendah pengarahan dan

memperluas jaringan sosial BEM IPB.

Terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) antara norma sosial dengan gaya

kepemimpinan konsultatif. Dengan kata lain semakin sering gaya kepemimpinan

konsultatif diterapkan oleh pemimpin BEM IPB maka akan meningkatkan norma

sosial yang ada. Gaya kepemimpinan konsultatif membutuhkan norma sosial yang

mengatur setiap aktivitas anggotanya sehingga para anggotanya tetap memberikan

dukungan yang tinggi. Nilai korelasi signifikan antara gaya kepemimpinan dengan

pembentukan modal sosial dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Nilai Korelasi Signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan


Pembentukan Modal Sosial BEM IPB
Kepercayaan Jaringan sosial Norma sosial
Direktif -,010 -,190 ,066
Konsultatif ,244* -,066 ,363**
Partisipatif -,049 ,047 ,127
Delegatif -,009 ,235* ,190
Keterangan: * berhubungan nyata (p<0,05); ** berhubungan sangat nyata (p<0,01)

4.5.3 Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan


Modal Sosial

Hasil uji hubungan dengan menggunakan Kendall’s Tau B menunjukkan

bahwa terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara pola komunikasi horizontal


72

dengan kepercayaan. Seringnya pola komunikasi horizontal diterapkan oleh BM

IPB, maka akan meningkatkan kepercayaan anggota BEM IPB. Pola komunikasi

horizontal merupakan pola komunikasi yang dilakukan dengan rekan setingkat

turut menumbuhkan rasa percaya yang tinggi karena pada pola komunikasi ini

terdapat rasa egaliter yang tinggi. Perasaan ini membuat para anggota merasa

nyaman dalam hal berkomunikasi dan menimbulkan rasa kepercayaan diantara

para anggota BEM IPB.

Terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara jaringan sosial dengan pola

komunikasi horizontal. Sering pola komunikasi horizontal diterapkan, maka akan

meningkatkan jaringan sosial yang dimiliki BEM IPB. Seringnya komunikasi

yang dilakukan antar rekan kerja setingkat memberikan peluang untuk bertukar

informasi lebih besar sehingga akan meningkatkan pula jaringan sosial BEM IPB.

Terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) antara norma sosial dengan pola

komunikasi dari bawah ke atas. Semakin sering pola komunikasi dari atas ke

bawah diterapkan, maka akan meningkatkan norma sosial BEM IPB. Pola

komunikasi dari bawah ke atas yang dijalankan oleh BEM IPB lebih kompleks

dalam hal pelaksanaannya sehingga membutuhkan norma-norma untuk mengatur

agar tetap berjalan dengan baik. Nilai uji korelasi signifikan selengkapnya akan

ditampilkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Nilai Korelasi Signifikan antara Pola Komunikasi Organisasi dengan


Pembentukan Modal Sosial BEM IPB

Kepercayaan Jaringan sosial Norma sosial


Komunikasi ke bawah ,020 ,120 ,083
Komunikasi ke atas ,001 ,078 ,286**
Komunikasi horizontal ,220* ,233* ,045
Komunikasi diagonal ,073 ,032 ,008
Keterangan: *berhubungan nyata (p<0,05); ** berhubungan sangat nyata (p<0,01)
73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Gaya kepemimpinan yang sering diterapkan oleh pemimpin BEM IPB

adalah gaya kepemimpinan konsultatif. Gaya kepemimpinan konsultatif

diterapkan oleh pimpinan BEM IPB dengan cara tetap memberikan

pengarahan kepada anggota BEM IPB melalui pertemuan ataupun dengan

media telepon dan sms. Anggota BEM IPB pun melakukan dukungan yang

tinggi terhadap BEM IPB dengan cara melaksanakan tugas yang diberikan

oleh pimpinan BEM IPB dengan baik.

2. Pola komunikasi organisasi yang sering diterapkan oleh BEM IPB adalah

pola komunikasi dari atas ke bawah. BEM IPB melakukan pola komunikasi

ini untuk memberikan arahan, instruksi dan pesan kepada bawahannya

terkait dengan tugas organisasi serta informasi mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan organisasi BEM IPB.

3. Anggota BEM IPB setuju bahwa dalam organisasi BEM IPB sudah

terbentuk modal sosial. Komponen modal sosial yang paling dominan dalam

BEM IPB adalah kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun oleh anggota

BEM IPB memudahkan pelaksanaan tugas yang diberikan oleh pimpinan

BEM IPB. Selain itu, kepercayaan dapat mempererat hubungan antara

anggota BEM IPB sehingga dapat menjaga BEM IPB tetap bertahan.
74

4. Terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan delegatif dengan pola

komunikasi ke bawah. Terdapat juga hubungan nyata gaya kepemimpinan

konsultatif dengan kepercayaan dan hubungan sangat nyata dengan norma

sosial anggota BEM IPB. Terdapat hubungan nyata antara gaya

kepemimpinan delegatif dengan pembentukan jaringan sosial. Pola

komunikasi horizontal memiliki hubungan nyata dengan kepercayaan dan

jaringan sosial. Sementara itu pola komunikasi dari bawah ke atas memiliki

hubungan sangat nyata dengan norma sosial BEM IPB.

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang diberikan diakhir penulisan skripsi ini,

diantaranya:

1. Setiap pemimpin pada setiap organisasi memperhatikan situasi sehingga bisa

menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat agar organisasi lebih efektif dan

juga produktif.

2. Setiap organisasi juga hendaknya menyeimbangkan aktivitas komunikasi

organisasi sehingga setiap anggota organisasi mendapatkan hak untuk

berkomunikasi.

3. Pembentukan modal sosial perlu diperhatikan pada sebuah organisasi. Selain

bisa membawa pengaruh positif, modal sosial membuat sebuah organisasi

menjadikan anggota organisasi lebih nyaman dalam menjalankan tugasnya.


75

DAFTAR PUSTAKA

Alfiasari. 2004. Analisis modal sosial pada kelompok usaha berbasis komunitas
(Studi Kasus di Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Cibungbulang)
Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

BEM IPB. 2009. Laporan Tengah Tahun BEM IPB 2009. Bogor

Cahayani. 2004. Organisasi sosial. Teori dan praktek. Gramedia. Jakarta.

Dharmawan, AH. 2001. Kemiskinan kepercayaan (Trust, Stok Modal Sosial dan
Disintegrasi Sosial) makalah tidak dipublikasikan. Seminar dan Kongres
Nasional IV Ikatan Sosiologi Indonesia, 27-29 Agustus 2002 Bogor.

Djohan, Robby. 2007. Lead to togetherness. Fund Asia Education. Jakarta.

Fedderke. Johannes. 1999. Economic growth and social capital: A critical


reflection. Kluwer Academy Publisher. Netherland.

Goldberg, A.A., dan C.E Larson. 1985. Komunikasi kelompok: proses, diskusi dan
penerapannya. UI Press. Jakarta.

Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial. Orasi Ilmiah
guru Besar Tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian
Bogor. 23 Juni 2007. Bogor.

Hersey Paul. 1990. Manajemen perilaku organisasi pendayagunan sumber daya


manusia. Edisi ke-4. Penerjemah: Dharma A. Erlangga. Jakarta

Herujito, 1988. Toeri-teori kepemimpinan. Gramedia. Jakarta

Kasim, Abdul. 1993. Pemimpin dan manajer. Bumi Aksara. Jakarta.

Kotter, JP.1997. The leadership factors. The Free Press. New York.

Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi organisasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Nawawi, Hadari. 2005. Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang
kompetitif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Oktaviani, Dwi HR. 2004. Pola kepemimpinan kepala desa dan pengaruhnya
terhadap pembangunan desa. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
76

Purwanto. 2003. Komunikasi bisnis. Gramedia. Jakarta.

Rivai, Veithzal. 2007. Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Edisi 2. Raja


Grafindo Persada. Jakarta.

Siagian, SP. 1999. Manajemen sumber daya manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Singarimbun, M dan S Effendi. 2006. Metode penelitian survai. Edisi revisi.


LP3ES. Jakarta.

Sukmana, Roni. 2001. Hubungan karakteristik individu dan gaya kepemimpinan


terhadap perilaku komunikasi kepala desa di Kabupaten Bogor. Tesis.
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thoha, Miftah. 1991. Kepemimpinan dalam manajemen. Gramedia. Jakarta

Wiriadiharja. 1987. Teori kepemimpinan. Bumi Aksara. Jakarta.


 

Maaf………………………………. 
 Halaman ini Pada Lembar Aslinya  
Memang Tidak Ada.   

Anda mungkin juga menyukai