Triase berasal dari bahasa Perancis yang artinya “pilihan”. Secara literatur artinya “untuk mengelompokkan, memilih atau
menempatkan prioritas”. Sistem triase digunakan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk mengelompokkan pasien yang kasusnya
serius dan mengancam kehidupan (Hogan, 2002).
Dengan melakukan triase, tenaga keperawatan mampu untuk:
1. Menginisasi/melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui IGD
Sistem triase yang terdapat di IGD tergantung di beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
2. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3. Denah bangunan fisik IGD
4. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
Ideal Triage Interview:
1. Chief complaint (masalah utama)
2. Sejarah kesehatan (History of current complaint)
3. Nama, umur, jenis kelamin dan mode of arrival
4. Alergi
5. Medikasi dan past medical history
6. Data tentang menstruasi pada wanita dengan anak childbearing meliputi gravida, partus dan sejarah aborsi
7. Imunisasi tetanus terakhir
8. Pengkajian data termasuk tanda-tanda vital dan berat badan
Banyak sistem Triase membagi klien menjadi empat kategori yang dibedakan dengan warna:
1. RED/Merah
Adalah prioritas pertama atau segera (gawat darurat), pasien mengalami injury yang kritis tapi bisa diatasi dengan waktu
yang minimal dan setelah dilakukan tindakan dapat bertahan hidup.
2. YELLOW/Kuning
Adalah prioritas kedua atau dapat ditunda (gawat tidak darurat), pasien yang termasuk kedalam golongan ini adalah
pasien dengan injury-nya penting untuk ditangani tapi masih dapat ditolerir karena tidak menimbulkan resiko kematian.
3. GREEN/Hijau
Adalah prioritas ketiga, minimal atau non-urgent (tidak gawat tidak darurat), pasien yang mengalami injury minor yang
dapat menunggu dilakukannya tindakan.
4. BLACK/Hitam
Adalah pasien yang harapan hidupnya tipis, yang hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk bertahan karena
mengalami injury yang hebat.
Triase adalah aktivitas yang pertama kali dilakukan ketika terjadi kecelakaan/bencana alam. Adapun model triase yang menjadi
prioritas perawat antara lain:
A. Non Disaster Triage Model
Tujuan: untuk memberikan perawatan yang terbaik untuk masing-masing individu/pasien. Contoh/sampel model untuk
menentukan prioritas perawatan
a. Model for individual triase (triase untuk individu)
1. Traffic director
Membedakan antara gawat dan tidak gawat
Terkadang dilakukan oleh personel yang mempunyai lisensi
Mengkaji adanya masalah utama
Tidak ada diagnosa awal
Mengirim ke ruang perawatan/ruang tunggu
Tidak melakukan evaluasi lebih lanjut
Pendokumentasian sedikit ,Tidak dievaluasi kembali
2. Spot check
Masalah utama: dibatasi oleh kumpulan data objektif dan subjektif
Pengkajian dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang mempunyai lisensi (RN/MD)
Pasien dikategorikan berdasarkan level/kondisi: Emergent (gawat darurat), Urgent (tidak gawat tapi darurat), dan
delayed (ditunda).
Memungkinkan prosedur diagnosis awal
Mendokumentasikan adanya masalah, menemukan secara objektif, tidak merencanakan re-evaluasi: dilakukan sesuai
permintaan pasien
3. Comprehensive
Melalui pengkajian: pengumpulan data objektif dan subjektif, pengkajian kebutuhan pendidikan dan kebutuhan primary
health
Pengkajian dilakukan oleh RN
Pasien ditempatkan dalam kategori yang didasarkan pada prioritas:
1) Immediate (segera): yang mengancam kehidupan (henti jantung, trauma mayor)
2) Stable but urgent (stabil tapi darurat): sickle cell, fraktur
3) Stable, non-urgent (stabil dan tidak darurat): laserasi kecil, fraktur tertutup
4) Stable, no distress (bintik-bintik, “nerves”)
Protocol-driven diseleksi dengan prosedur diagnostik (extremity radiograph, unnalysis)
Pasien yang berada di daftar tunggu, dikaji ulang setiap 15-60 menit, tergantung jenis-jenis injury dan penyakitnya.
B. Prehospital Triage Decision Scheme (dilakukan saat pertama kali masuk RS)
Model ini digunakan untuk mengkaji keadaan pasien dan menentukan penatalaksanaan untuk pasien.
Kategori trauma
Berikut ini parameter yang mengindikasikan pasien harus ditransportasikan ke pusat trauma menurut American college of
surgeons committee on trauma (1993):
a. Parameter physiological
Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) <14, atau
TD sistolik <90 mmHg, atau
Frekuensi pernapasan <10/>29 kali/menit, atau
Revised trauma score <11, atau
Pediatric trauma score <9
b. Parameter anatomical
Luka penetrasi pada kepala, leher, torso dan ekstremitas proksimal pada siku/lutut
Flail chest
Kombinasi trauma dengan luka bakar >10% pada tubuh/injuri inhalasi
Pada tulang panjang proksimal terjadi dua atau lebih fraktur
Fraktur pelvic
Paralisis limb/lengan
Amputasi daerah proksimal, dari pergelangan tangan dan dari pergelangan kaki
c. Mekanisme injury
Terlempar dari mobil
Extrication time >20 menit
Jatuh dari ketinggian >20 kaki
Tabrakan mobil dengan kecepatan tinggi
Tabrakan mobil dengan kecepatan >5 km/menit
Tabrakan mobil dengan pejalan kaki
Tabrakan sepeda motor dengan kecepatan 20 mph atau dengan terlemparnya pengendara dari motornya
d. Cormobid factor
Umur <5 tahun/>55 tahun
Diketahui mempunyai penyakit gawat/respirasi
DM tingkat I, pasien sirosis, malignansi, obesitas, koagulopati
e. Secondary deterioration
Memerlukan mesin ventilasi
Sepsis
2
Nekrosis jaringan Mengukur tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
3
GCS <14/
STEP TD sistolik <90/
1 RR <10/>29/
Revised trauma score <11
Pediatric trauma score <9
YES NO
Seluruh injury karena penetrasi mulai dari kepala, leher, torso, dan ektremitas
proksimal dari siku dan lutut
Flail chest
STEP Kombinasi trauma dengan luka bakar
2 Dua/lebih fraktur pada tulang panjang proksimal
Fraktur pelvic
Paralisis limb
Amputasi proksimal pada pergelangan tangan dan kaki
YES NO
Bawa ke pusat trauma, beritahukan petugas Evaluasi kejadian mekanisme injury & high energy impact
YES NO
Kaji ulang dengan perhitungan medikal Kaji ulang dengan perhitungan medikal
Triage decision scheme (From the American College of Surgeons, Committe on Trauma.1993). Resources for optimal care of the
injured patient: 1993. Chicago: American College of Surgeons
4
Keadaan jalan nafas penderita merupakan dasar penatalaksanaan penderita. Pastikan jalan nafas penderita terbuka dan
bersih. Penderita yang tidak sadar beresiko tersedak karena refleks batuk dan kemampuan menelan hilang. Ini dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas atas dan isis lambung dapat naik memasuki paru-paru.
3. Pernafasan (breathing)
Setelah jalan nafas dipastikan terbuka dengan baik dan bersih, maka penolong harus memeriksa pernafasannya. Periksa ada
tidaknya nafas dengan cara “look, listen & feel”. Jika penderita dapat bernafas, penolong dapat melihat pergerakan dada.
Namun, ini belum menjamin udara dapat sampai ke paru-paru. Penolong harus mendengarkan bunyi nafas dan merasakan
hembusan nafas penderita.
4. Sirkulasi (circulation)
Pada pemeriksaan ini, penolong menilai apakah jantung dapat memompakan darah ke seluruh tubuh dengan baik. Penilaian
ini dilakukan dengan memeriksa nadi karotis di daerah leher penderita dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
Penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau
kiri kira-kira 1-2 cm.
5. Perdarahan berat
Periksa adanya perdarahan berat dengan observasi cepat dari kepala-kaki apakah terdapat tanda-tanda perdarahan eksternal.
Jangan terpaku pada cedera yang terlihat. Pastikan bahwa tidak ada perdarahan yang mengancam nyawa termasuk
perdarahan yang tidak terlihat.
PEMBAHASAN KASUS
RESPIRATION/VENTILATION
Absent Present
Assess respirations/ventilations
assess perfusion
None present
Immediate RED
Mental status
The Simple Triage and Rapid Treatment (START) triage algorithm (From Super G. START: Triage training module. Newport Beach,
CA: Hoag Memorial Hospital Presbyterian, 1984, with permission).
5
Berdasarkan kasus, didapat pasien 1 mengalami patah tulang tibia tertutup, pasien 2 fraktur cruris terbuka perdarahan mayor,
pasien 3 mengalami henti nafas.
Jika mengacu pada diagram alur START, maka didapat urutan pertolongan dan label, sebagai berikut:
Urutan pertolongan:
1. Pasien ke-3
Alasan: ketika pasien mengalami henti nafas, maka perawat harus mengkaji pernafasan dengan cara “look, listen & feel”. Lihat
pergerakan dada, jika masih tidak ada pernafasan, maka berikan posisi pembebasan jalan nafas, yaitu:
Angkat dagu-tekan dahi (Head tilt-Chin lift)
Tehnik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami trauma pada kepala leher, maupun tulang belakang. Caranya :
1. letakkan tangan anda oada dahi penderita. Gunakan tangan yang paling dekat dengan kepala penderita
2. tekan dahi sedikit mengarah ke belakang dengan telapak tangan sampai kepala penderita terdorong ke belakang
3. letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang bawah
4. angkat dagu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan tekanan dahi, sampai kepala penderita pada posisi ekstensi
maksimal.
5. pertahankan tangan di dahi penderita untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang
6. buka mulut penderita dengan memanfaatkan ibu jari tangan yang menekan dagu
Perasat pendorongan rahang bawah (Jaw thrust manuever)
Tehnik ini digunakan jika penderita mengalami cedera tulang belakang. Caranya
1. berlutut di sisi atas kepala penderita,letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi penderita, kedua tangan
memegang sisi kepala
2. kedua sisi rahang bawah dipegang
3. gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini
mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka
4. pertahankan posisi mulut penderita tetap terbuka
Pasien ke-3 diberi label warna merah, yang artinya prioritas pertama.
2. Pasien ke-2
Alasan: pasien ke-2 tergolong pada pasien dengan situasi gawat tidak darurat atau prioritas ke-2. Jadi sebisa mungkin
ditangani dengan cepat, agar tidak mengalami syok. Pasien kedua diberi label kuning.
3. Pasien ke-1
Alasan: pasien ke-3 juga tergolong pada pasien dengan prioritas kedua, namun penanganannya masih dapat ditunda, dan
dilakukan setelah pasien ke-2.
2. sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyer, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak
dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak dapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas
untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita; pada lesi di anggota gerak bagian bawah maka
anggota gerak yang sakit dibebat ke anggota gerak yang sehat. Terhadap lesi di daerah vertebra penderita dibaringkan di
alas yang keras.
3. fraktur tertutup
a. reposisi
pada reposisi diperlukan anestesi tergantung pada persiapan penderita dan fasilitas yang tersedia, maka anestesi
dapat dilakukan secara umum, regional ataupun lokal. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada alignment
dengan menggunakan traksi. Traksi dapat dikerjakan dengan suatu penarikan tangan yang dikerjakan secara
perlahan, cermat dan hati-hati. Pada beberapa fraktur tertentu tidak cukup hanya dengan menggunakan tangan,
diperlukan traksi kulit (misalnya pada anak-anak dan dewasa) atau traksi skeletal (misalnya pada dewasa).
b. fiksasi atau imobilisasi
sendi-sendi diatas dan dibawah garis fraktur biasanya di imobilisasi. Pada fraktur yang sudah direposisi dan stabil
maka gips berbantal cukup untuk imobilisasi. Bila reposisi dan imobilisasi tidak mencukupi, maka dilakukan traksi
kulit atau traksi skeletal. Traksi dapat dipasang secara fixed atau secara balanced.
6
c. Restorasi (pengembalian fungsi)
Sedapat mungkin pembidaian dilakukan dalam posisi fungsi oral sendi yang bersangkutan. Sesudah periode
imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi. Hal ini diatasi dengan fisioterapi atau aktivitas yang
sesuai dengan fungsi sendi tersebut.
4. fraktur terbuka
a. tindakan pada saat pembidaian dilakukan dengan menutupi daerah fraktur dengan kain steril (jangan dibalut).
b. Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan menggunakan wadah steril atau larutan garam fisiologis
secara irigasi. Pemakaian antiseptik (terutama konsentrai tinggai) tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan jaringan.
c. Eksisi jaringan mati atau debridement
Cabikan-cabikan mulai dari kulit lemak subkutan, fasia, otot serpihan tulang dan benda asing lainnya di eksisi dan
luka dicuci kembali sedalam-dalamnya.
d. reposisi dilakukan alignment terhadap fragmen tulang
e. penutupan luka
masa <6-7 jam pertama merupakan ‘the golden period’ dimana kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan
penutupan luka secara primer. Masa >7 jam atau luka yang sangat kotor, penutupan luka memerlukan jahitan
situasi. Beberapa hari kemudian (juga >10 hari) dilakukan eksisi dan jahitan kembali (delayed primary closure). Kulit
yang hilang luas diganti dengan skin graft
f. fiksasi
g. restorasi
5. pengobatan:
antibiotika dosis tinggi secara oral atau suntikan
anti tetanus serum dan toksoid
anti inflamasi
analgetik
REFERENSI
Hogan, David & Burstein, J.L. (2002). Disaster medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Jordan, S.K. (2000). Emergency nurses core curriculum. 5th ed. Philadelphia: WB. Saunders company
Purwadianto, Agus. Sampurna, Budi. (2000). Kedaruratan medik: pedoman penatalaksanaan praktis. Jakarta: Bina rupa aksara
7
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
I. PENGERTIAN
A. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
C. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat
dangkal.
D. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
E. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga
menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
II. KECELAKAAN DAN CEDERA DAPAT DIKLASIFIKASIKAN MENURUT :
2.1 Tempat kejadian
a. kecelakaan lalu lintas,
b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c. kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d. kecelakaan di sekolah;
e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga. dan lain-lain.
2.2 Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik
atau radiasi.
2.3 Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
F. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
G. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang
memerlukan pertolongar. dan bantuan.
8
b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang Iebih memadai.
c. Menanggulangi korban bencana.
2.2 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini
yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pankreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistem/organ yang lain dapat menyebabkan
kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian
dan cacat ditentukan oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan kerumah sakit, dan
pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.
9
10