Anda di halaman 1dari 10

Definisi TRIASEEEE

Triase berasal dari bahasa Perancis yang artinya “pilihan”. Secara literatur artinya “untuk mengelompokkan, memilih atau
menempatkan prioritas”. Sistem triase digunakan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk mengelompokkan pasien yang kasusnya
serius dan mengancam kehidupan (Hogan, 2002).
Dengan melakukan triase, tenaga keperawatan mampu untuk:
1. Menginisasi/melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui IGD
Sistem triase yang terdapat di IGD tergantung di beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
2. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3. Denah bangunan fisik IGD
4. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
Ideal Triage Interview:
1. Chief complaint (masalah utama)
2. Sejarah kesehatan (History of current complaint)
3. Nama, umur, jenis kelamin dan mode of arrival
4. Alergi
5. Medikasi dan past medical history
6. Data tentang menstruasi pada wanita dengan anak childbearing meliputi gravida, partus dan sejarah aborsi
7. Imunisasi tetanus terakhir
8. Pengkajian data termasuk tanda-tanda vital dan berat badan
Banyak sistem Triase membagi klien menjadi empat kategori yang dibedakan dengan warna:
1. RED/Merah
Adalah prioritas pertama atau segera (gawat darurat), pasien mengalami injury yang kritis tapi bisa diatasi dengan waktu
yang minimal dan setelah dilakukan tindakan dapat bertahan hidup.
2. YELLOW/Kuning
Adalah prioritas kedua atau dapat ditunda (gawat tidak darurat), pasien yang termasuk kedalam golongan ini adalah
pasien dengan injury-nya penting untuk ditangani tapi masih dapat ditolerir karena tidak menimbulkan resiko kematian.
3. GREEN/Hijau
Adalah prioritas ketiga, minimal atau non-urgent (tidak gawat tidak darurat), pasien yang mengalami injury minor yang
dapat menunggu dilakukannya tindakan.
4. BLACK/Hitam
Adalah pasien yang harapan hidupnya tipis, yang hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk bertahan karena
mengalami injury yang hebat.
Triase adalah aktivitas yang pertama kali dilakukan ketika terjadi kecelakaan/bencana alam. Adapun model triase yang menjadi
prioritas perawat antara lain:
A. Non Disaster Triage Model
Tujuan: untuk memberikan perawatan yang terbaik untuk masing-masing individu/pasien. Contoh/sampel model untuk
menentukan prioritas perawatan
a. Model for individual triase (triase untuk individu)
1. Traffic director
 Membedakan antara gawat dan tidak gawat
 Terkadang dilakukan oleh personel yang mempunyai lisensi
 Mengkaji adanya masalah utama
 Tidak ada diagnosa awal
 Mengirim ke ruang perawatan/ruang tunggu
 Tidak melakukan evaluasi lebih lanjut
 Pendokumentasian sedikit ,Tidak dievaluasi kembali
2. Spot check
 Masalah utama: dibatasi oleh kumpulan data objektif dan subjektif
 Pengkajian dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang mempunyai lisensi (RN/MD)
 Pasien dikategorikan berdasarkan level/kondisi: Emergent (gawat darurat), Urgent (tidak gawat tapi darurat), dan
delayed (ditunda).
 Memungkinkan prosedur diagnosis awal
 Mendokumentasikan adanya masalah, menemukan secara objektif, tidak merencanakan re-evaluasi: dilakukan sesuai
permintaan pasien
3. Comprehensive
 Melalui pengkajian: pengumpulan data objektif dan subjektif, pengkajian kebutuhan pendidikan dan kebutuhan primary
health
 Pengkajian dilakukan oleh RN
 Pasien ditempatkan dalam kategori yang didasarkan pada prioritas:
1) Immediate (segera): yang mengancam kehidupan (henti jantung, trauma mayor)
2) Stable but urgent (stabil tapi darurat): sickle cell, fraktur
3) Stable, non-urgent (stabil dan tidak darurat): laserasi kecil, fraktur tertutup
4) Stable, no distress (bintik-bintik, “nerves”)
 Protocol-driven diseleksi dengan prosedur diagnostik (extremity radiograph, unnalysis)
 Pasien yang berada di daftar tunggu, dikaji ulang setiap 15-60 menit, tergantung jenis-jenis injury dan penyakitnya.
B. Prehospital Triage Decision Scheme (dilakukan saat pertama kali masuk RS)
Model ini digunakan untuk mengkaji keadaan pasien dan menentukan penatalaksanaan untuk pasien.
Kategori trauma
Berikut ini parameter yang mengindikasikan pasien harus ditransportasikan ke pusat trauma menurut American college of
surgeons committee on trauma (1993):
a. Parameter physiological
 Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) <14, atau
 TD sistolik <90 mmHg, atau
 Frekuensi pernapasan <10/>29 kali/menit, atau
 Revised trauma score <11, atau
 Pediatric trauma score <9
b. Parameter anatomical
 Luka penetrasi pada kepala, leher, torso dan ekstremitas proksimal pada siku/lutut
 Flail chest
 Kombinasi trauma dengan luka bakar >10% pada tubuh/injuri inhalasi
 Pada tulang panjang proksimal terjadi dua atau lebih fraktur
 Fraktur pelvic
 Paralisis limb/lengan
 Amputasi daerah proksimal, dari pergelangan tangan dan dari pergelangan kaki
c. Mekanisme injury
 Terlempar dari mobil
 Extrication time >20 menit
 Jatuh dari ketinggian >20 kaki
 Tabrakan mobil dengan kecepatan tinggi
 Tabrakan mobil dengan kecepatan >5 km/menit
 Tabrakan mobil dengan pejalan kaki
 Tabrakan sepeda motor dengan kecepatan 20 mph atau dengan terlemparnya pengendara dari motornya
d. Cormobid factor
 Umur <5 tahun/>55 tahun
 Diketahui mempunyai penyakit gawat/respirasi
 DM tingkat I, pasien sirosis, malignansi, obesitas, koagulopati
e. Secondary deterioration
 Memerlukan mesin ventilasi
 Sepsis

2
 Nekrosis jaringan Mengukur tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran

3
GCS <14/
STEP TD sistolik <90/
1 RR <10/>29/
Revised trauma score <11
Pediatric trauma score <9

YES NO

Bawa ke bagian trauma, beritahukan petugas pengkajian anatomi injury

 Seluruh injury karena penetrasi mulai dari kepala, leher, torso, dan ektremitas
proksimal dari siku dan lutut
 Flail chest
STEP  Kombinasi trauma dengan luka bakar
2  Dua/lebih fraktur pada tulang panjang proksimal
 Fraktur pelvic
 Paralisis limb
 Amputasi proksimal pada pergelangan tangan dan kaki

YES NO

Bawa ke pusat trauma, beritahukan petugas Evaluasi kejadian mekanisme injury & high energy impact

 terlempar dari mobil


 meninggal karena terbentur oleh penumpang
 extrication time >20 minute
 jatuh >20 kaki
STEP  terguling
3
Benturan karena kecepatan tinggi

Kecepatan biasa >40 mph


Mayor auto deformity >20 inches
Instrumen into passenger compartement >12 inches

 Injury pada pejalan kaki dan pengendara


sepeda dengan kecepatan >5 mph)
 Pejalan kaki terlempar
 Tabrakan sepeda motor dengan kecepatan
20 mph atau dengan terlemparnya pengendara dari
motornya

YES NO

Kaji ulang dengan perhitungan medikal Kaji ulang dengan perhitungan medikal

Triage decision scheme (From the American College of Surgeons, Committe on Trauma.1993). Resources for optimal care of the
injured patient: 1993. Chicago: American College of Surgeons

.Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali oleh tim IGD:


1. Status kesadaran
Survei primer dimulai dengan menentukan status kesadaran penderita dengan tehnik “talk and touch”. Tanyakan nama
penderita atau panggil dengan sapaan dan sentuh pundaknya dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan
berlebihan. Penderita yang berespon berarti dalam keadaan sadar.
2. Jalan nafas (airway)

4
Keadaan jalan nafas penderita merupakan dasar penatalaksanaan penderita. Pastikan jalan nafas penderita terbuka dan
bersih. Penderita yang tidak sadar beresiko tersedak karena refleks batuk dan kemampuan menelan hilang. Ini dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas atas dan isis lambung dapat naik memasuki paru-paru.
3. Pernafasan (breathing)
Setelah jalan nafas dipastikan terbuka dengan baik dan bersih, maka penolong harus memeriksa pernafasannya. Periksa ada
tidaknya nafas dengan cara “look, listen & feel”. Jika penderita dapat bernafas, penolong dapat melihat pergerakan dada.
Namun, ini belum menjamin udara dapat sampai ke paru-paru. Penolong harus mendengarkan bunyi nafas dan merasakan
hembusan nafas penderita.
4. Sirkulasi (circulation)
Pada pemeriksaan ini, penolong menilai apakah jantung dapat memompakan darah ke seluruh tubuh dengan baik. Penilaian
ini dilakukan dengan memeriksa nadi karotis di daerah leher penderita dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
Penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau
kiri kira-kira 1-2 cm.
5. Perdarahan berat
Periksa adanya perdarahan berat dengan observasi cepat dari kepala-kaki apakah terdapat tanda-tanda perdarahan eksternal.
Jangan terpaku pada cedera yang terlihat. Pastikan bahwa tidak ada perdarahan yang mengancam nyawa termasuk
perdarahan yang tidak terlihat.
PEMBAHASAN KASUS

RESPIRATION/VENTILATION

Absent Present

Reposition airway rate <30/min rate >30/min

Assess respirations/ventilations
assess perfusion

None present

Decreased BLACK Immediate RED perfusion/capillary refill

>2 sec <2 sec


control bleeding check mental status

Immediate RED

Mental status

Able to follow fails to follow


Simple commands simple commands

Delayed YELLOW Immediate RED

The Simple Triage and Rapid Treatment (START) triage algorithm (From Super G. START: Triage training module. Newport Beach,
CA: Hoag Memorial Hospital Presbyterian, 1984, with permission).

5
Berdasarkan kasus, didapat pasien 1 mengalami patah tulang tibia tertutup, pasien 2 fraktur cruris terbuka perdarahan mayor,
pasien 3 mengalami henti nafas.
Jika mengacu pada diagram alur START, maka didapat urutan pertolongan dan label, sebagai berikut:
Urutan pertolongan:
1. Pasien ke-3
Alasan: ketika pasien mengalami henti nafas, maka perawat harus mengkaji pernafasan dengan cara “look, listen & feel”. Lihat
pergerakan dada, jika masih tidak ada pernafasan, maka berikan posisi pembebasan jalan nafas, yaitu:
 Angkat dagu-tekan dahi (Head tilt-Chin lift)
Tehnik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami trauma pada kepala leher, maupun tulang belakang. Caranya :
1. letakkan tangan anda oada dahi penderita. Gunakan tangan yang paling dekat dengan kepala penderita
2. tekan dahi sedikit mengarah ke belakang dengan telapak tangan sampai kepala penderita terdorong ke belakang
3. letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang bawah
4. angkat dagu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan tekanan dahi, sampai kepala penderita pada posisi ekstensi
maksimal.
5. pertahankan tangan di dahi penderita untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang
6. buka mulut penderita dengan memanfaatkan ibu jari tangan yang menekan dagu
 Perasat pendorongan rahang bawah (Jaw thrust manuever)
Tehnik ini digunakan jika penderita mengalami cedera tulang belakang. Caranya
1. berlutut di sisi atas kepala penderita,letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi penderita, kedua tangan
memegang sisi kepala
2. kedua sisi rahang bawah dipegang
3. gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini
mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka
4. pertahankan posisi mulut penderita tetap terbuka
Pasien ke-3 diberi label warna merah, yang artinya prioritas pertama.
2. Pasien ke-2
Alasan: pasien ke-2 tergolong pada pasien dengan situasi gawat tidak darurat atau prioritas ke-2. Jadi sebisa mungkin
ditangani dengan cepat, agar tidak mengalami syok. Pasien kedua diberi label kuning.
3. Pasien ke-1
Alasan: pasien ke-3 juga tergolong pada pasien dengan prioritas kedua, namun penanganannya masih dapat ditunda, dan
dilakukan setelah pasien ke-2.

Adapun penanganan terhadap fraktur:


1. atasi syok dan perdarahan, serta dijaga lapangnya jalan nafas

2. sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyer, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak
dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak dapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas
untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita; pada lesi di anggota gerak bagian bawah maka
anggota gerak yang sakit dibebat ke anggota gerak yang sehat. Terhadap lesi di daerah vertebra penderita dibaringkan di
alas yang keras.
3. fraktur tertutup
a. reposisi
pada reposisi diperlukan anestesi tergantung pada persiapan penderita dan fasilitas yang tersedia, maka anestesi
dapat dilakukan secara umum, regional ataupun lokal. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada alignment
dengan menggunakan traksi. Traksi dapat dikerjakan dengan suatu penarikan tangan yang dikerjakan secara
perlahan, cermat dan hati-hati. Pada beberapa fraktur tertentu tidak cukup hanya dengan menggunakan tangan,
diperlukan traksi kulit (misalnya pada anak-anak dan dewasa) atau traksi skeletal (misalnya pada dewasa).
b. fiksasi atau imobilisasi
sendi-sendi diatas dan dibawah garis fraktur biasanya di imobilisasi. Pada fraktur yang sudah direposisi dan stabil
maka gips berbantal cukup untuk imobilisasi. Bila reposisi dan imobilisasi tidak mencukupi, maka dilakukan traksi
kulit atau traksi skeletal. Traksi dapat dipasang secara fixed atau secara balanced.

6
c. Restorasi (pengembalian fungsi)
Sedapat mungkin pembidaian dilakukan dalam posisi fungsi oral sendi yang bersangkutan. Sesudah periode
imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi. Hal ini diatasi dengan fisioterapi atau aktivitas yang
sesuai dengan fungsi sendi tersebut.
4. fraktur terbuka
a. tindakan pada saat pembidaian dilakukan dengan menutupi daerah fraktur dengan kain steril (jangan dibalut).
b. Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan menggunakan wadah steril atau larutan garam fisiologis
secara irigasi. Pemakaian antiseptik (terutama konsentrai tinggai) tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan jaringan.
c. Eksisi jaringan mati atau debridement
Cabikan-cabikan mulai dari kulit lemak subkutan, fasia, otot serpihan tulang dan benda asing lainnya di eksisi dan
luka dicuci kembali sedalam-dalamnya.
d. reposisi dilakukan alignment terhadap fragmen tulang
e. penutupan luka
masa <6-7 jam pertama merupakan ‘the golden period’ dimana kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan
penutupan luka secara primer. Masa >7 jam atau luka yang sangat kotor, penutupan luka memerlukan jahitan
situasi. Beberapa hari kemudian (juga >10 hari) dilakukan eksisi dan jahitan kembali (delayed primary closure). Kulit
yang hilang luas diganti dengan skin graft
f. fiksasi
g. restorasi
5. pengobatan:
 antibiotika dosis tinggi secara oral atau suntikan
 anti tetanus serum dan toksoid
 anti inflamasi
 analgetik

REFERENSI

Hogan, David & Burstein, J.L. (2002). Disaster medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Jordan, S.K. (2000). Emergency nurses core curriculum. 5th ed. Philadelphia: WB. Saunders company
Purwadianto, Agus. Sampurna, Budi. (2000). Kedaruratan medik: pedoman penatalaksanaan praktis. Jakarta: Bina rupa aksara

GCS, Tingkat kesadaran,


GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi
koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan
dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

7
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
I. PENGERTIAN
A. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
C. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat
dangkal.
D. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
E. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga
menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
II. KECELAKAAN DAN CEDERA DAPAT DIKLASIFIKASIKAN MENURUT :
2.1 Tempat kejadian
a. kecelakaan lalu lintas,
b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c. kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d. kecelakaan di sekolah;
e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga. dan lain-lain.
2.2 Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik
atau radiasi.
2.3 Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
F. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
G. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang
memerlukan pertolongar. dan bantuan.

III. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)


2.1 Tujuan
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungs
kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.

8
b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang Iebih memadai.
c. Menanggulangi korban bencana.
2.2 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini
yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pankreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistem/organ yang lain dapat menyebabkan
kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian
dan cacat ditentukan oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan kerumah sakit, dan
pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.

IV. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT


3.1 Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada
daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang
harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat.
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan ICU).
f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat

9
10

Anda mungkin juga menyukai